27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur'a>n adalah kalam ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dengan perantaraan Jibril as., yang tertulis dalam lembaran-lembaran (mus}haf), dimana membacanya adalah ibadah. Dia diturunkan ke dunia bukan hanya sekedar dibaca, namun lebih dari itu agar diamalkan seluruh isi dan kandungannya. Sebagaimana diyakini, bahwa al-Qur’a>n sengaja diturunkan Allah swt., agar dapat menjadi petunjuk dan pembimbing untuk segenap manusia di setiap ruang dan waktu 1 . al-Qur’a>n juga akan mengantarkan manusia, khususnya mereka yang beriman ke jalan yang paling lurus. Allah berfirman (QS. Al-Isra (17):9): وم ق أ ي ه ي لت ل هدي ي ن رأ لق أ أ هد ن أTerjemahnya: "Sesungguhnya al-Qur’a>n ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus”. 2 Tafsir sebagai sebuah jembatan dalam memahami kandungan ayat-ayat al-Qur’a>n, namun tidak dapat 1 Abdul Rahman Dahlan, Kaedah-kaedah Penafsiran Al-Qur’a>n (Cet. II; Bandung: Mizan, 1981), h. 19. 2 Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur'an, 1994), h. 425. 1

METODE PENDEKATAN - FATHULLAH MARZUKI.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur'a>n adalah kalam ilahi yang diturunkan kepada

Nabi Muhammad saw., dengan perantaraan Jibril as., yang

tertulis dalam lembaran-lembaran (mus}haf), dimana

membacanya adalah ibadah. Dia diturunkan ke dunia bukan

hanya sekedar dibaca, namun lebih dari itu agar diamalkan

seluruh isi dan kandungannya.

Sebagaimana diyakini, bahwa al-Qur’a>n sengaja

diturunkan Allah swt., agar dapat menjadi petunjuk dan

pembimbing untuk segenap manusia di setiap ruang dan waktu1.

al-Qur’a>n juga akan mengantarkan manusia, khususnya

mereka yang beriman ke jalan yang paling lurus. Allah berfirman

(QS. Al-Isra (17):9):

إن هذا القرآن يهدي للتي هي أقوم

Terjemahnya:

"Sesungguhnya al-Qur’a>n ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus”.2

Tafsir sebagai sebuah jembatan dalam memahami

kandungan ayat-ayat al-Qur’a>n, namun tidak dapat pungkiri

bahwa Ilmu Tafsir berkembang seiring perkembangan dinamika

kehidupan umat Islam. Sebuah keniscayaan bagi sebuah teks

suci petunjuk Ilahiah, mencakupi perkembangan dinamika

realitas yang ada di lapangan. Pada satu sisi pandangan, hal ini

seakan menjadi tantangan bagi teks al-Qur’a>n, namun di sisi

1 Abdul Rahman Dahlan, Kaedah-kaedah Penafsiran Al-Qur’a>n (Cet. II; Bandung: Mizan, 1981), h. 19.

2 Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur'an, 1994), h. 425.

1

lain menjadi wahana pembuktian betapa kompleksitas dan

akurasi firman-firman Allah swt. yang berbicara tentang

kehidupan makhluk ciptaan.

Sebagai wadah pemahaman terhadap kandungan firman

Allah swt. ilmu tafsir menawarkan beragam metode dan

pendekatan dalam memandang ayat-ayat al-Qur’a>n. Varian

penafsiran tersebut, merupakan hal yang wajar. Analogi

sederhana yang dapat diserupakan, misalnya dalam anekdot

yang seringkali menjadi dasar dari beragam penafsiran yang

muncul ketika empat orang buta mencoba mendeskripsikan

seekor gajah berdasarkan apa yang mereka pegang dari bagian

gajah itu. Di satu sisi mendeskripsikan gajah sebagai makhluk

yang besar, yang lain mengatakan bahwa gajah itu seperti tiang,

si buta lainnya menekankan bahwa gajah adalah makhluk

panjang dan lengkung, bahkan disisi lain mengungkapkan

tentang gajah dengan memberikan penjelasan yang juga

berbeda padahal mereka memegang gajah yang sama.3

Mengacu dari dasar inilah, usaha-usaha untuk memahami

al-Qur’a>n dari berbagai aspek selalu muncul ke permukaan

selaras dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Hal ini,

tentunya membawa persoalan yang kemudian menimbulkan

masalah dalam mempelajarinya. Apa dan dari sisi apa al-Qur’a>n

dipelajari agar terhindar dari problem yang didapati dari ke

empat orang buta pada anekdot diatas. Maka dari itu dibutuhkan

pengetahuan yang mendalam akan pendekatan tafsir.

B. Rumusan Masalah

Dari pemaparan singka pada latar belakang diatas, maka

pemakalah merumuskan permasalahan pokok adalah

3 Abd Muin Salim dkk., Metodologi Penelitian Tafsir Maud}u>’i> (Cet. I; Jakarta: Pustaka Arif, 2010), h. 81.

2

“Bagaimana Metode Pendekatan Dalam Tafsir ?” dengan sub

permasalahan sebagai berikut :

1. Apa esensi dari metode pendekatan tafsir?

2. Bagaimana tipologi Pendekatan dan corak penafsiran ?

3. Bagamana jenis-jenis pendekatan dalam tafsir ?

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Esensi Metode Pendekatan Tafsir

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah

cara yang digunakan untuk berfikir guna mencapai maksud

dalam ilmu pengetahuan4.

Sedangkan pendekatan secara etimologi, berasal dari kata

dekat; yang berarti pendek (jarak), hampir, akrab dan menjelang.

Kemudian kata dekat ini mendapat awalan "pe" dan akhiran "an"

menjadi pendekatan, yang secara leksikal berarti proses,

pembuatan, cara mendekati5.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa metode

pendekatan adalah sudut pandang dalam melihat suatu objek

kajian. Sementara menurut Abdul Muin Salim, metode

pendekatan adalah pola pikir (ittija>h al-fikr) yang dipergunakan

untuk membahas suatu masalah6.

Selanjutnya, tafsir berasal dari kata fassara - yufassiru –

tafsi>r yang berarti penjelasan atau keterangan, yakni

menerangkan atau mengungkapkan sesuatu yang tidak jelas.

Jadi bila dikaitkan dengan tafsir al-Qur'an, berarti penjelasan atau

keterangan tentang firman Allah, yang memberikan pengertian

mengenai susunan kalimat yang terdapat dalam al-Qur'an7.

4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 652.

5 ibid, h. 218.

6 Lihat Abd Muin Salim dkk, Op.cit., h. 82 lihat juga Abdul Muin Salim, Pedoman Penyusunan Proposal Penelitian (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1992), h. 8.

7 Ahmad al-Syirbasyi, Sejarah Tafsir Qur'an (Cet. III; ttp. Pustaka Firdaus, 1994), h. 5.

4

Jadi metode pendekatan tafsir dapat diartikan sebagai suatu

cara penafsiran yang dipergunkan oleh mufasir dalam

menafsirkan ayat-ayat al-Qur’a>n berdasarkan disiplin ilmu yang

dimiliki masing-masing mufasir. Selanjutnya dari perbedaan

sudut pandang seorang mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-

Qur’a>n sehingga melahirkan berbagai corak penafisran.

B. Tipologi Pendekatan Dan Corak Penafsiran

Tipologi berasal dari dua akar kata yaitu typos dan logos.

typos atau type adalah bentuk, macam, jenis dan golongan.

Logos atau logy dikenal luas dalam banyak susunan seperti

sosiologi, biologi, dan lain-lain yang berarti ilmu, teori atau

aliran.8 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, tipologi adalah

ilmu watak tentang bagian manusia dalam golongan-golongan

menurut corak wataknya masing-masing.9

Pendekatan dapat dibedakan berdasarkan beberapa

tinjauan. Namun demikian pendekatan dalam hal ini tetap terkait

dengan teori-teori pengetahuan yang dipergunakan mengkaji

objek dan aspek yang terkait objek peneliti itu sendiri.

Tipologi Pendekatan secara umum dalam ilmu Keisalaman,

juga memiliki cabang-cabang tergantung karakteristiknya, secara

mendasar terbagi kepada poin-poin berikut.

1. Pendekatan dari aspek subjek atau pelaku (Internal dan

eksternal)

Internal disini adalah pengkajian Islam yang

dilakukan oleh Islam itu sendiri dengan jalan mempelajari

serta menganalisa Islam secara menyeluruh, pendekatan

inilah melahirkan pendekatan tradisional, pendekatan

sumber dan pendekatan doktriner. Pada pendekatan 8 Munir Ba’labakki, Al-Mawrid, A Modern English-Arabic Dictionary,

(Beirut; Dar al-Ilm li alMalayin, 1988), h.102.

9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h.952.

5

tradisional yaitu pada masa Nabi tipe tradisional

mempergunakan dalil naqli sebagai dasar acuan

menerapkan 4 disiplin ilmu, yaitu ilmu fikih, ilmu tasawuf,

ilmu kalam dan falsafah atau al-hikmah.10 setelah Nabi

wafat, para sahabat dan tabi’in mengkaji Al-Qur’a>n dan

hadis yang melahirkan pendekatan sumber. Pada kajian

sumber ini ada beberapa metode yang tergabung yakni

kajian tafsir, hadist dan hukum Islam.11

Pendekatan doktriner yaitu objek studi yang

diyakini sebagai sesuatu yang suci dan merupakan doktrin-

doktrin yang berasal dari ilahi yang mempunyai nilai

kebenaran yang absolut, mutlak dan universal. Sedangkan

eksternal yaitu pendekatan yang dilakukan oleh orang

yang bukan Islam seperti orientalis.12 Sedangkan

pendekatan yang dipakai, yaitu umumnya orientalis

membahas agama Islam dengan pendekatan saintifik.

Fenomena Islam dianalisis dengan teori ilmiah tertentu,

misalnya dengan pendekatan historis, sosiologi, dan

psikologi. Pendekatan tersebut meskipun turut

memberikan kontribusi bagi studi Islam, namun

kelemahannya mereka mengkaji Islam tidak selalu objektif

dan terkadang tidak memberikan pemahaman yang utuh

bahkan menyudutkan Islam, walaupun demikian tidak

semuanya mesti ditolak namun dipelajari kemudian

dikembangkan sebagai bahan perbandingan.

10 Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Cet.II; Jakarta : Paramadina, 1992), h.248.

11 Abd Muin Salim, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Al-Qur’a>n (Ujungpandang: LSKI,1991), h.18.

12 Muhaemin, Dimensi-dimensi Studi Islam ( Surabaya: Abdi Tama, 1994), h.24.

6

2. Pendekatan dari aspek Objek (Langsung dan Tak

langsung)

Dari segi objeknya mempunyai kriteria-kriteria

sebagai berikut: al-Qur’a>n, hadis, pemikran-pemikran,

fenomena dan sejarah (aspek perkembangan ajaran islam).

Dan untuk lebih mengembangkan, maka terdapat

pendekatan lain yaitu

a) Pendekatan Tekstual, yaitu pendekatan yang

mengacu pada teks-teks yang terdapat dalam Al-

Qur’a>n dan hadis. Tujuannya adalah melahirkan

akurasi konsep yang akan menjauhkan peneliti dari

kesalahan interpretasi sebagai akibat pergeseran

makna yang terjadi dalam proses perkembangan

bahasa.

b) Pendekatan kultural, yaitu penggunaan

pengetahuan yang mapan untuk memahami ajaran

Islam. Karenanya, pendekatan ini mengacu pada

pandangan bahwa pengetahuan yang diperoleh

berdasarkan pengalaman dan penalaran yang benar

tidak bertetangan dengan kandungan al-Qur’a>n.13

Pendekatan kebudayaan termasuk salah satu bentuk

di antara bentuk-bentuk pendekatan yang dilakukan

dalam memahami ajaran Islam yang ada pada

dataran empiriknya, atau ajaran Islam dalam bentuk

formal yang menggejala di masyarakat.14 Islam yang

tampil demikian sangat berhubungan dengan

kebudayaan yang berkembang di masyrakat tempat

13 Abd Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’a>n, (Cet.II;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 29-30.

14 Lihat, Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet.III;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 49.

7

agama Islam itu berkembang. Sehingga umat Islam

dapat mengamalkan ajaran Islam dengan baik.

c) Pendekatan perilaku, yaitu pendekatan yang

berkaitan dengan sikap dan tingkah laku keagamaan

yang terjelma dalam kehidupan sehari-hari umat

Islam, baik secara perorangan maupun secara

melembaga.15

d) Pendekatan sosiohistoris atau pendekatan

kesejarahan, yaitu mengetahui keadaan sebenarnya

yang berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa.

Maka akan memahami agama dalam konteks

historisnya.16

e) Pendekatan semantik, yaitu pendekatan yang

dilakukan dengan berusaha menggali makna yang

terkandung dalam ungkapan-ungkapan bahasa Al-

Qur’a>n dan hadis.17

Ringkasnya bahwa dalam pendekatan dilihat dari

segi objeknya dapat dibagi kedalam pendekatan langsung

dan tidak langsung. Pendekatan langsung merupakan cara

kerja memahami objek terkait secara langsung terhadap

ayat-ayat Al-Qur’a>n yang dapat disebut juga Pendekatan

Qurani. Sedangkan pendekatan tak langsung adalah

pengkajian suatu objek melalui jalur lain seperti

pendekatan melalui terjemahan atau tafsir para ulama,

pendekatan ini dapat juga disebut pendekatan tafsir.18

3. Pendekatan dari aspek alat dan sarana

15 Abd Muin Salim, op.cit., h.2.

16 Abuddin Nata, op.cit ., h. 48.

17 Abd Miun Salim, konsepsi…..op.cit., h.21.

18 Abd Muin Salim dkk, Op.cit., h. 83

8

Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan

teologis, filosofis,empirik dan intuisi.

Pendekatan teologis, pendekatan ini menggunakan

kerangka ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan

bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap

sebagai yang paling benar dibandingkan yang lain.19

Menurut Harun nasution, jika seseorang hendak mendalami

suatu agama maka ia harus mempelajari teologi agama itu

mempelajari agama dengan pendekatan teologi akan

memberi seseorang keyakinan yang kuat.20

Pendekatan filosofis secara etimologi filsafat berasal

dari bahasa yunani yang berarti cinta kebijaksanaan.

Pendekatan ini yaitu upaya untuk menjelaskan inti,

hakekat, hikma mengenai sesuatu yang berada dibalik

yang bersifat lahiriyah. Dengan demikian, pendekatan

filosofis adalah pendekatan yang dilakukan untuk

menelusuri sesuatu sampai keakar-akarnya lalu

mempertanggungjawabkan dengan sistimatis.

Pendekatan empiris yaitu pendekatan yang

didasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang

dapat ditangkap dengan panca indera, pendekatan ini

meliputi kajian sosiologis, antropologis dan historis.21

Pendekatan empiris ini dibagi menjadi tiga bentuk kajian

yaitu kajian sosiologis, antropologi dan historis.

Pendekatan intuisi yakni mengkaji islam dengan

menggunakan daya batin untuk mengerti dan memahami

ajaran islam tidak dengan pikiran. Intuisi merupakan

19 Lihat, Abuddin Nata, op.cit ., h. 29.

20 Harun Nasution, Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Cet.V;Jakarta: UI Press,1986 ), h.9.

21 Abd Muin Salim, op.cit., h.56.

9

pengetahuan yang didapatkan tanpa proses penalaran

tertentu.

Dari uraian diatas dikemukakan bahwa selain factor

subjektifitas, objek yang diteliti merupakan bagian dari konsep

pendekatan. Seorang peneliti yang berlatar belakang fikih

misalnya, akan mengkaji ayat-ayat Al-Qur’a>n dari aspek hokum

yang terkandung. Demikian pula yang memiliki latar belakang

pendidikan dan lain sebagainya.

Dalam dunia tafsir, dikenal istilah corak penafsiran yang

berkaitan dengan aspek formal ayat-ayat Al-Qur’a>n yang

menjadi objek material kajian sebagai implikasi dari konsep latar

belakang keilmuan seorang peneliti/mufassir. Menurut Muin

Salim sebagaimana yang dikutip dalam buku Metodologi

Penelitian Tafsir Maud}u>’i> bahwa studi terhadap hadis-hadis

nabi memperlihatkan objek formal tafsir. Penelitian yang pernah

dilaksanakan menunjukkan bahwa objek tafsir tidak hanya

mencakup masalah keagamaan (kepercayaan, hokum dan

akhlak), tetapi juga masalah-masalah kemasyarakatan, masalah

futurology, kefilsafatan, bahkan pengetahuan alam seperti falak

dan pengobatan. 22

Dalam ilmu tafsir didapati berbagai corak tafsir sebagai

berikut :

1. Tafsir Kalam, yang menjadikan ayat-ayat akidah sebagai

objek pembahasan.

2. Tafsir Fikih (Ahka>m) yang menjadikan ayat-ayat hokum

sebagai objek pembahasan.

3. Tafsir Akhlak yang membahas ayat-ayat akhlak

4. Tafsir Ijtima>’i> yang menjadikan ayat-ayat

kemasyarakatan sebagai objeknya.

22 Ibid. h. 85

10

5. Tafsir ‘Ilmi> yang menjadikan ayat-ayat kauniyah

sebagai objek pembahasannya.23

C. Jenis-Jenis Pendekatan Dalam Tafsir

Untuk memahami isi kandungan Al-Qur’a>n tidaklah

semudah yang kita bayangkan, karena Al-Qur’a>n dengan

menggunakan bahasa Arab sangat sarat dengan nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya. Selain itu struktur dan uslub bahasa Al-

Qur’a>n memiliki nilai sastra yang sangat tinggi yang berbeda

dengan bahasa Arab pada umumnya. Oleh karena itu, di dalam

memahaminya perlu metode pendekatan.

Adapun metode-metode pendekatan tafsir yang dimaksud

dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Bahasa

Penafsiran dengan mengggunakan pendekatan

kebahasaan dalam menjelaskan maksud ayat yang

terkandung dalam Al-Qur’a>n muncul karena selain Al-

Qur’a>n sendiri memberi kemungkinan-kemungkinan arti

yang berbeda. Juga menurut M. Quraish Shihab, akibat

banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam,

serta akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di

bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk

menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan

kedalaman kandungan Al-Qur’a>n di bidang ini24.

Perlu dimaklumi bahwa seseorang tidak bebas untuk

memilih pengertian yang dikehendakinya atas dasar

pengertian satu kosa kata pada masa pra-Islam, atau yang

kemudian berkembang. Seorang mufasir disamping harus

23 Ibid. h. 86

24 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’a>n (Cet. XVI; Bandung: Mizan, 1997), h. 72.

11

memperhatikan struktur serta kaidah-kaidah kebahasaan

serta konteks pembicaraan ayat, juga harus memperhatikan

penggunaan Al-Qur’a>n terhadap setiap kosa kata. Sebagai

contoh, kata 'alaq dalam wahyu pertama "Dia (Tuhan)

menciptakan manusia dari 'alaq" mempunyai banyak arti,

antara lain: segumpal darah, sejenis cacing (lintah) sesuatu

yang berdempet dan bergantung, kebergantungan dan

sebagainya25. Di sini seseoarang mempunyai kebebasan

memilih salah satu dari arti-arti tersebut dengan

mengemukakan alasan-alasannya. Perbedaan dalam memilih

arti harus dapat ditoleransi selama ia dikemukakan dalam

batas yang bisa dipertanggungjawabkan.

Dalam kasus yang lain, sering Al-Qur’a>n menggunakan

lebih dari satu kali kata yang sama secara beruntun dalam

satu kalimat namun pengertiannya berbeda satu sama lain.

Sebagaimana firman Allah swt., dalam QS. al-Rum (30): 54:

الله الذي خلقكم من ضعف ثم جعل من بعد ضعف قوةثم جعل من بعد قوة ضعفا وشيبة

Terjemahnya:

"Allah yang menciptakan mereka dari kelemahan, kemudian menjadikannya kuat sesudah lemah, kemudian sesudah kuat jadi lemah dan beruban"26.

Menurut Manna' al-Qaththan, bahwa yang dimaksud

dengan da'f yang pertama itu adalah ketika masih seperti

nuôfah dan pengertian yang kedua adalah ketika masih

kanak-kanak, dan yang ketiga ketika sudah tua renta27.

25 Ibid., h. 81-82.

26 Depag, op. cit., h. 105.

27 Manna' al-Qaththan, Mabahits fi 'Ulum Al-Qur’a>n (Cet. XVI; Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993), h. 201.

12

2. Pendekatan Historis

Seseorang yang ingin memahami Al-Qur’a>n secara benar

misalnya maka yang bersangkutan harus memperlajari

sejarah turunnya Al-Qur’a>n yang disebut sebagai ilmu

Asba>b al-Nuzu>l. Dengan pendekatan ini seseorang akan

dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat

yang berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan untuk

memelihara syari'at dari kekeliruan memahaminya28.

Dengan mengetahui latar belakang turunnya ayat, orang

dapat mengenal dan menggambarkan situasi dan keadaan

yang terjadi ketika ayat itu diturunkan, sehingga hal itu

memudahkan untuk memikirkan apa yang terkandung di

balik teks-teks ayat itu.

Selain dari itu, mengetahui Asba>b al-Nuzu>l adalah cara

yang paling kuat dan paling baik dalam memahami

pengertian ayat, sehingga para sahabat yang paling

mengetahui tentang sebab-sebab turunnya ayat lebih

didahulukan pendapatnya tentang pengertian dari satu ayat,

dibandingkan dengan pendapat sahabat yang tidak

mengetahui sebab-sebab turunnya ayat29. Bahkan Imam al-

Wahidi dengan tegas mengemukakan pendiriannya, yaitu:

ال يمكن معرفة تفسير اآلية دون الوقوف على قصتهاوبيان نزولها

Artinya:

"Tidaklah mungkin (seseorang) mengetahui tafsir dari suatu ayat tanpa mengetahui kisahnya dan keterangan sekitar turnnya ayat tersebut"30.

28 Lihat: Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 48.

29 Depag, op. cit., h. 105.

30 Ibid.

13

Namun ulama berbeda pendapat tentang kedudukan

asba>b al-nuzu>l. Ada yang menganggap penting

keberadaan riwayat-riwayat asba>b al-nuzu>l di dalam

memahami ayat dan ada pula yang tidak memberikan

keistimewaan karena yang penting bagi mereka ialah apa

yang tertera di dalam redaksi ayat31.

Berdasarkan uraian di atas, maka pendekatan historis

dalam menafsirkan ayat memiliki peran yang sangat penting

khususnya asba>b al-nuzu>l, karena dengan pendekatan ini

seseorang dapat menerapkan ayat-ayat pada kasus dan

kesempatan yang berbeda.

Lebih dari sekedar asba>b al-nuzu>l, para ilmuwan juga

menyatakan perlunya mengetahui sejarah Al-Qur’a>n. Istilah

ini kadang diistilahkan dengan ta>ri>kh Al-Qur’a>n atau The

History of Koran.

Tegasnya menafsirkan Al-Qur’a>n tanpa

mempertimbangkan aspek historisnya, akan mengacaukan

pemaknaan kandungan Al-Qur’a>n, sebagai contoh

penafsiran Usman bin Mazin dan Amr bin Ma'adi terhadap

ayat QS. al-Maidah (6): 93:

ليس على الذين آمنوا وعملوا الصالحات جناح فيما طعمواإذا ما اتقوا وآمنوا وعملوا الصالحات

Terjemahnya:

"Tidak ada dosa bagi orang-orang beriman dan beramal shaleh terhadap apa-apa yang mereka makan apabila mereka bertakwa dan beriman serta beramal shaleh"32.

31 Azyumardi Azra (ed.), Sejarah dan Ulum Al-Qur’a>n (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), h. 89-90.

32 Depag, ibid., h. 190.

14

Sehubungan dengan ayat ini, mereka membolehkan

minum khamar. Imam al-Sya>fi'i berkomentar bahwa

sekiranya mereka mengetahui seluk beluk ayat ini, tentunya

mereka tidak akan mengatakan demikian. Sebab, Ahmad bin

al-Nasai, dan lainnya menyatakan bahwa sebab turunnya

ayat ini adalah orang-orang yang ketika khamar diharamkan

mempertanyakan nasib kaum muslimin yang terbunuh di

jalan Allah, sedangkan mereka dahulunya minum khamar33.

3. Pendekatan Filosofis dan Teologis

Pendekatan ini dilakukan akibat penerjemahan kitab

filsafat yang mempengaruhi sebagian pihak, serta akibat

masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang

dengan sadar atau tanpa sadar mempercayai beberapa hal

dari kepercayaan lama mereka34.

Muhammad Husain al-Zahabi mengemukakan bahwa para

filosof yang berusaha mempertemukan antara agama dan

filsafat mempunyai dua cara yang mereka tempuh, yaitu:

Pertama, dengan cara mentakwilkan teks-teks al-Qur’a>n

agar sesuai dengan pendapat filosof atau dengan

menyesuaikan teks-teks al-Qur’a>n dengan pendapat filosof

agar dapat sejalan. Kedua, menjelaskan teks-teks al-Qur’a>n

dengan pendapat-pendapat atau teori-teori filsafat, dengan

kata lain pendapat filsafat yang mengendalikan teks-teks al-

Qur’a>n35.

33 Ahmad Syadali dan Ahmad Raofi'i, Ulum Al-Qur’a>n (Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 113. Lihat juga Muhammad Yusuf al-Qardhawi, Berinteraski dengan Al-Qur’a>n (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 309.

34 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 72.

35 Lihat Muhammad Husain al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun (Cet. I; Kairo: Wahabah, 1995), h. 452-453.

15

Pendekatan-pendekatan seperti ini dalam penafsiran al-

Qur’a>n menimbulkan pro dan kontra. Golongan yang kontra

beranggapan apabila seorang mufasir menafsirkan al-

Qur’a>n, kemudian tafsiran tersebut bertentangan dengan

teori-teori filsafat, maka hendaknya seorang mufasir

memaparkan dalam tafsirnya, apakah dengan jalan

mendukung teori-teori tersebut kemudian menjelaskan

bahwa teori tersebut tidak bertentangan dengan nas} al-

Qur’a>n, dan jika teori tersebut memang benar dan dapat

diterima, ataukah dengan jalan menolak teori tersebut

mentah-mentah kemudian menjelaskannya bahwa teori itu

tidak sejalan dengan nas Al-Qur’a>n. Yang melakukan hal

seperti ini adalah Imam Fakhr al-Razi dengan tafsirnya

Mafa>tih al-Gaib36.

Adapun golongan yang pro terhadap filsafat, dimana

mereka mempercayai segala apa yang terdapat dalam

filsafat, ketika mereka menafsirkan al-Qur’a>n mereka

mengambil pendapat filosof, sehingga dapat dilihat tafsir

mereka cenderung mendukung filsafat dengan

mengatasnamakan al-Qur’a>n, seperti karangan al-Farabi37.

4. Pendekatan Sosiologis

Sebagaimana diketahui bahwa dalam al-Qur’a>n banyak

ayat yang berkaitan dengan masalah sosial. Seorang mufasir

berusaha memahami teks-teks secara teliti, lalu menjelaskan

makna yang dimaksud dan berusaha menghubungkan teks-

teks al-Qur’a>n yang dikaji dengan kenyataan sosial dan

sistem budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat.

36 Ibid.

37Ibid.

16

Pendekatan seperti ini bermula pada masa Syaikh

Muhammad Abduh, dimana perhatian lebih banyak tertuju

kepada penafsiran yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat al-

Qur’a>n yang berkaitan langsung dengan kehidupan

masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi

penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka

berdasarkan petunjuk ayat-ayat38.

Karena al-Qur’a>n mempunyai ajaran dengan proporsi

terbesar berkenaan dengan urusan muamalah dengan

perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang

menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding

seratus, untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat

muamalah39. Maka untuk memahami ayat-ayat muamalah

serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari

diperlukan pendekatan sosiologis.

5. Pendekatan Fikih dan Hukum

al-Qur’a>n yang diturunkan mengandung ayat-ayat yang

berisikan hukum-hukum fikih yang menyangkut

kemaslahatan seorang hamba. Umat Islam pada masa

Rasulullah sebagian besar memahami ayat-ayat al-Qur’a>n

yang berhubungan dengan fikih. Hal tersebut didukung oleh

pemahaman bahasa Arab yang mereka miliki, adapun yang

sulit mereka pahami ditanyakan langsung kepada Rasulullah.

Ketika Rasulullah wafat muncullah kejadian-kejadian baru

yang belum ada ketetapan hukumnya. Pertama-tama sahabat

mencari dalam al-Qur’a>n sendiri, apabila tidak ada, maka

dicari pada sunnah Nabi, apabila juga tidak ditemukan, maka

mereka melakukan ijtihad, sehingga tidak jarang ditemukan,

38 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 73.

39 Abuddin Nata, op. cit, h. 40.

17

maka mereka melakukan ijtihad, sehingga tidak jarang

ditemukan hasil ijtihad berbeda.

Penafsiran al-Qur’a>n dengan melalui pendekatan fikih dan

hukum pada masa awal turunnya al-Qur’a>n sampai

munculnya mazhab fikih yang berbeda-beda, para mufasir

ketika itu jauh dari sikap fanatik yang berlebihan, atau ada

tujuan-tujuan tertentu dalam menafsirkan al-Qur’a>n. Namun

pada saat munculnya aliran-aliran teologi, maka penafsiran

cenderung mendukung aliran mereka masing-masing,

sehingga setiap golongan berusaha mentakwilkan ayat-ayat

al-Qur’a>n sesuai dengan aliran yang mereka anut atau

paling tidak menakwilkan ayat agar tidak bertentangan

dengan aliran mereka40.

Sebagai hasil dari pendekatan semacam ini dapat dilihat

pada kitab Ahkam al-Qur’a>n yang ditulis oleh Abu Bakar al-

Razi, juga pada kitab yang ditulis oleh Abu Hasan al-Thabari

yang berjudul Ahkam al-Qur’a>n.

6. Pendekatan Ilmiah

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, maka usaha penafsiran pun makin berkembang.

Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya kajian tafsir dengan

melalui pendekatan ilmiah untuk menyingkap makna ayat-

ayat dalam al-Qur’a>n.

Ajakan al-Qur’a>n adalah ajakan ilmiah, yang berdiri di

atas prinsip pembebasan akal dari takhyul dan kemerdekaan

berpikir. Al-Qur’a>n menyuruh manusia untuk

memperhatikan alam. Allah swt., di samping menyuruh

memperhatikan ayat-ayat yang tertulis, juga memerintahkan

40 Al-Zahabi, op.cit., h. 471.

18

untuk memperhatikan ayat-ayat yang tidak tertulis, yaitu

alam41.

Sampai sekarang, tafsir semacam ini belum dapat diterima

oleh sebagian ulama. Mereka menilai penafsiran al-Qur’a>n

semacam ini keliru, sebab Allah tidak menurunkan al-Qur’a>n

sebagai sebuah kitab yang berbicara tentang teori-teori ilmu

pengetahuan42.

Meskipun ayat-ayat kauniyyah tidak secara tegas dan

mengkhusus ditujukan kepada para ilmuan, namun pada

hakekatnya mereka itulah yang diharapkan untuk meneliti

dan memahami ayat-ayat kauniyyah tersebut, karena mereka

mempunyai sarana dan kompetensi untuk dibanding pada

pakar di bidang lain.

41 Lihat Abdul Hayy al-Farmawi, Al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’'i> , diterjemankan oleh Suryan A. Jamrah dengan judul Metode Tafsir Maudhu'i (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 22.

42 Ibid, h. 23.

19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan singkat makalah ini, penulis dapat menarik

beberapa poin penting sebagai kesimpulan yaitu sebagai

berikut :

1. Metode Pendekatan Tafsir dapat adalah suatu cara

menafsirkan ayat-ayat al-Qur’a>n berdasarkan disiplin ilmu

yang dimiliki oleh mufassir. Selanjutnya dari perbedaan sudut

pandang seorang mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-

Qur’a>n sehingga melahirkan berbagai corak penafisran.

2. Tipologi Pendekatan Tafsir dapat dilihat dari beberapa aspek :

a. Aspek Subjek (Internal dan eksternal)

b. Aspek Objek yang secara umum dibagi menjadi

Pendekatan Langsung dan Tidak Langsung.

c. Aspek Alat dan sarana

3. Jenis-Jenis Pendekatan dalam Tafsir ialah :

a. Pendekatan Bahasa

b. Pendekatan historis

c. Pendekatan Fiosofis dan teologis

d. Pendekatan fikih dan Hukum

e. Pendekatan ‘Ilmi>

B. Implikasi

Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji suatu objek

ilmiah dapat menghasilkan pengetahuan yang berbeda.

Perbedaan ini dapat berdampak negative juga dapat berdampak

positif. Olehnya itu, pengetahuan yang mendalam tentang

pendekatan tafsir dan teori-teorinya diharapkan menjadi

wawasan bagi peneliti untuk melihat objek kajian dari berbagai

sudut pandang. Sehingga seorang pakar mampu memahami

pendapat pakar lainnya bahkan dapat memberikan penilaian

20

yang objektif terkait kelebihan dan kekurangan agar perbedaan

yang terjadi tidak meruncing dan menimbulkan konflik dalam

masyarakat.

21

DAFTAR PUSTAKA

Al-Farmawi, Abdul Hayy, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu'i , diterjemankan oleh Suryan A. Jamrah dengan judul Metode Tafsir Maudhu'i (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994)

Al-Qaththan, Manna', Maba>hits fi 'Ulu>m al-Qur'a>n (Cet. XVI; Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993)

Al-Zahabi, Muhammad Husain, Al-Tafsir wa al-Mufassirun (Cet. I; Kairo: Wahabah, 1995)

Azra, Azyumardi (ed.), Sejarah dan Ulum Alquran (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999)

Ba’albaki, Munir, Al-Mawrid, A Modern English-Arabic Dictionary, (Beirut; Dar al-Ilm li alMalayin, 1988)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1994)

Madjid, Nurcholis, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Cet.II; Jakarta : Paramadina, 1992)

Muhaemin, Dimensi-dimensi Studi Islam ( Surabaya: Abdi Tama, 1994)

Nasution, Harun, Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Cet.V;Jakarta: UI Press,1986 )

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Cet.III;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999)

Salim, Abdul Muin, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Alquran (Ujungpandang: LSKI,1991)

---------------------------, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Alquran, (Cet.II;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995)

---------------------------, Pedoman Penyusunan Proposal Penelitian (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1992)

Salim, Abdul Muin dkk, Metodologi Penelitian Tafsir Maud}u>’i> (Cet. I; Jakarta: Pustaka Arif, 2010)

22

Shihab, M. Quraish, Membumikan Alquran (Cet. XVI; Bandung: Mizan, 1997)

Syirbasyi, Ahmad al-, Sejarah Tafsir Qur'an (Cet. III; ttp. Pustaka Firdaus, 1994).

23