MENINGOCELE BASALIS

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    1/18

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    2/18

    BASAL MENINGOCELE

    Ferry Wijanarko*, M. Arifin Parenrengi**

    ABSTRACT

    Basal meningocele is a rare midline bony defect of the base of the skull which may allow protrusion of the meninges and their contents. Herniated meninges in such cases may be found inthe nasal cavity, nasopharynx, the sphenoid and ethmoid sinuses, the orbit, and the

    pterygopalatine fossa, the site depending on the location and size of the bony defect.

    The basal meningocele frequently escapes the diagnosis and may be detected at adult age. MRI is the imaging diagnostic procedure of choice since it allows to precisely identifying the presence of meninges, brain parenchyma and blood vessels inside the bone defect. Besides, it

    provides broad encephalic anatomic evaluation which facilitates the identification of other anomalies.

    Basal meningocele are classified in accordance with their location as transsphenoidal, sphenoorbital, sphenoethmoidal, transethmoidal, or sphenomaxillary. Although thetransethmoidal is the most frequent, these are all rare anomalies, accounting for about l 5% of all encephaloceles. Basal meningocele are often associated with other midline anomalies such ashypertelorism, broad nasal root, cleft lip, and cleft palate.

    We report here case of a child, 55-day-old, with a transethmoidal meningocele with the

    chief complaint of getting cyanotic when he was drinking milk. This meningocele may presentsas a mass in the nasopharynx, masquerading as nasal polyps or enlarged adenoids.

    Key word : basal meningocele

    * Staf Medis Fungsional Sub Bagian Bedah Saraf RSUD Dr Moewardi Surakarta**Staf Medis Fungsional Departemen Bedah Saraf RSUD Dr Soetomo Surabaya

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    3/18

    1

    I. PENDAHULUAN

    Abnormalitas bawaan susunan saraf pusat adalah salah satu kelompok dari

    kasus cacat kongenital yang paling menonjol dengan frekuensi 3-4% dari seluruh

    kasus abortus spontan dan kira-kira 1 dari 200 kelahiran hidup. Secara menyeluruh

    kecacatan susunan saraf bawaan mempunyai varian kompleksitas gabungan beberapa

    faktor etiologis seperti abnormalitas kromosom, kelainan genetik, dan faktor lainnya.

    Berdasarkan patoembriologik dibagi atas tiga kelompok anomali yaitu : (1)

    malformasi perkembangan, (2) defek tabung neural, dan (3) hidrosefalus

    kongenital (2,9) .

    Wawasan permasalahan yang mencakup deteksi dini dan implikasinya, bila

    dihadapkan dengan hak dan prognosa kualitas kehidupan kasus masa mendatang,tampaknya merupakan tantangan yang membutuhkan pemikiran pertimbangan yang

    unik dan kebijaksanaan filosofis yang luhur (2).

    Ensefalokel merupakan malformasi kongenital yang ditunjukkan dengan

    adanya protrusi dari meningens dan atau jaringan otak pada defek tulang kepala.

    Ensefalokel merupakan salah satu dari kelainan defek tuba neural selain anensefali dan

    spina bifida (8). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

    bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Juga disebutkan bahwa tidak

    ditemukan dua kasus meningokel pada keluarga yang sama atau keluarga dekat

    lainnya. Meningokel merupakan defek multifaktorial dimana peranan lingkungan

    sangat berperan penting (10) .

    II. Laporan Kasus

    Seorang anak laki laki berusia 55 hari, masuk RSU Dr Soetomo Surabaya

    pada tanggal 30 April 2008 dengan keluhan wajah kebiruan setelah minum susu satu

    minggu setelah lahir. Pasien merupakan kiriman dari RS Husada Utama Surabaya.Pasien lahir tanggal 18 Maret 2008, lahir spontan, cukup bulan, di RS AURI

    Surabaya. Satu minggu setelah lahir ibu pasien mengeluh bahwa pasien sering

    kebiruan setelah diberi minum susu. Keluarga membawa pasien ke dokter spesialis

    anak di RS AURI. Kemudian pasien dirujuk ke RS Husada Utama Surabaya. Waktu

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    4/18

    2

    masuk di RS tersebut pasien ditangani oleh dokter spesialis anak dan spesialis THT,

    oleh karena adanya polip di lubang hidung kanan. Pada saat dilakukan pemeriksaan

    penunjang MRI didapatkan hasil adanya meningokel mulai di lamina kribrosa sinus

    etmoidalis kanan yang meluas ke bawah sampai orofaring (lubang paling atas)

    disertai adanya meningokel. Parenkim otak dalam batas normal dan tidak ditemukan

    tanda hidrosefalus. Saat itu pasien mulai ditangani oleh ahli Bedah Saraf. Kemudian

    pasien dirujuk ke RSDS untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut pada tanggal 30

    April 2008, lalu dirawat di NICU GBPT (gambar 1) RSU Dr. Soetomo Surabaya.

    Riwayat kehamilan cukup umur/bulan dan lahir spontan di RS AURI

    Surabaya dengan berat lahir 2300 kg. Riwayat ibu menderita penyakit TORCH

    selama kehamilan tidak jelas. Buang air besar normal tidak mencret, kencing jugadalam batas normal.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah dengan tanda

    tanda vital nadi : 140 kali/menit, RR : 30 kali/menit, suhu aksila : 36,7 o C. Pada

    pemeriksaan kepala tidak terdapat anemia, ikterus, sianosis maupun dyspneu , serta

    ubun-ubun besar belum menutup. Pada pemeriksaan leher tidak tampak adanya

    pembesaran kelenjar getah bening.

    Pada pemeriksaan dada (regio thoraks) didapatkan keadaan simetris antara

    dada kanan dan kiri, tidak terdapat retraksi dada. Cor didapatkan S1 S2 tunggal, tidak

    didapatkan suara gallop maupun murmur. Pada pemeriksaan paru tidak didapatkan

    suara ronkhi maupun wheezing.

    Pada pemeriksaan perut/abdomen dirasakan perut dalam kondisi supel (tidak

    ada defans muskuler) dan tidak didapatkan meteriorismus, serta bising usus dalam

    batas normal. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan udem dan akral dalam

    kondisi hangat, kering, dan merah (HKM).

    Pada pemeriksaan neurologis didapatkan GCS 456, reflek cahaya +/+, pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm, tidak terdapat lateralisasi dan maupun hemiparese.

    Dari pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan leukositosis

    (leukosit 14.200/ul), trombositopenia (trombosit 60.000/ul), hemoglobin 11,9 g/dl,

    eritrosit 4,27 juta/ul, albumin 3,7 g/dl. Sedangkan pada pemeriksaan darah yang

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    5/18

    3

    lainnya seperti blood urea nitrogen , serum kreatinin, SGOT, SGPT, dan faal

    hemostasis dalam batas normal.

    Gambar 1. Perawatan di NICU GBPT RSU Dr. Soetomo Surabaya

    Pada pemeriksaan MRI kepala (gambar 2) didapatkan adanya meningokel

    mulai di lamina kribrosa sinus etmoidalis kanan yang meluas ke bawah sampai

    orofaring disertai adanya meningokel. Luas lubang saat ini 6 mm. Parenkim otak

    dalam batas normal dan tidak ada tanda hidrosefalus.

    Gambar 2. MRI Kepala

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    6/18

    4

    Pada pemeriksaan foto kepala lateral (gambar 3) didapatkan sela tursika

    normal. Tak tampak tanda peningkatan TIK. Jaringan lunak mengisi nasofaring

    hingga orofaring, ekstensi ke posterior dengan penekanan berat pada trakhea bagian

    atas.

    Gambar 3. Foto kepala lateral

    Pada pemeriksaan ekhokardiografi didapatkan hasil atrial sinus solitus. AV

    dan VA concordance . Drainase vena normal. Ruang dan katup jantung normal. Tidak

    tampak ASD/VSD/PDA. Fungsi sistolik LV dalam batas normal. Arkus aorta di kiri

    normal. Kesimpulan : ekhokardiogram normal.

    Konsultasi dengan bagian bedah anak dilakukan untuk pemasangan axillary

    line (gambar 4) guna kepentingan masuknya cairan selama dilaksanakannya operasi

    (satu hari sebelumnya).

    Gambar 4. Pemasangan axillary line

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    7/18

    5

    Berdasarkan semua data keadaan pasien diatas, maka direncanakan operasi

    trepanasi dan eksisi cele bekerja sama dengan teman sejawat THT. Sebelum operasi

    trepanasi dimulai dilakukan pemasangan endotrakheal tube melalui celah trakhea

    (trakheostomi) untuk memastikan bahwa jalan nafas dalam kondisi bebas selama

    dilangsungkannya operasi (gambar 5).

    Gambar 5. Pemasangan trakheostomi

    Trepanasi dimulai setelah sebelumnya dilakukan desinfeksi dengan savlon

    dan betadine. Kemudian dilakukan insisi bikoronal lapis demi lapis/tandas tulang

    pada regio frontal (gambar 6) dan dilanjutkan dengan dilakukan burrhole 4 lubang

    bifrontal kanan dan kiri (gambar 7).

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    8/18

    6

    Gambar 6. Insisi bicoronal

    Gambar 7. Burrhole 4 lubang

    Setelah itu dilakukan eksplorasi frontonasal dan didapatkan defek intima

    1x1.5 cm di daerah etmoid kanan dengan adanya defek tulang (gambar 8), lalu

    dilanjutkan dengan subfrontal osteotomi. Setelah subfrontal osteotomi selesaidilanjutkan dengan eksisi leher meningokel/tutup defek intima (gambar 9), lalu

    diteruskan dengan jahit duramater.

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    9/18

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    10/18

    8

    Gambar 10. Jahit duramater

    Setelah operasi trepanasi selesai dilanjutkan dengan operasi eksisi cele di

    regio nasal dan nasofaring oleh teman sejawat THT (gambar 11) dan diakhiri dengan

    pemasangan tampon pada lubang hidung.

    Gambar 11. Eksisi cele nasal

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    11/18

    9

    Gambar 12. Isi cele nasal

    Selanjutnya pasien dirawat di NICU GBPT. Hari ketiga tampon lubang

    hidung dilepas. Hari kelima paska operasi pasien alih rawat kembali ke RS Husada

    Utama Surabaya.

    Gambar 13. Perawatan hari ketiga pasca operasi di NICU GBPT

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    12/18

    10

    III. DISKUSI

    Ensefalomeningokel dan meningokel adalah herniasi selaput otak dengan atau

    tanpa jaringan otak melalui defek tulang kranium. Pada umumnya meningokel

    adalah lunak, berpulsasi dan isi kantungnya dapat ditekan ke dalam ruang intrakranial,

    sedangkan ensefalomeningokel adalah sebaliknya. Herniasi ini bisa melalui tulang

    wajah, kranium ataupun tulang dasar tengkorak (5,10) .

    Gejala meningokel pada pasien sangat bervariasi. Beberapa pasien dengan

    meningokel mempunyai gejala seperti penyakit spina bifida, sedang pada beberapa

    orang lain tidak mempunyai gejala apa-apa. Beberapa pasien juga dilaporkanmengeluhkan paralisis inkomplit dengan disfungsi urin dan usus. Pada beberapa

    kasus meningokel didiagnosis sebelum lahir. Tes tes yang digunakan tersebut antara

    lain pemeriksaan FP serum ibu trimester kedua, USG foetus, pemeriksaan marker

    lainnya, dan amniocentesis (8).

    Meningokel basalis (MB) merupakan meningokel yang herniasinya melalui

    defek tulang kepala pada tulang dasar tengkorak. CT scan dan MRI memegang

    peranan penting pada diagnostik untuk anomali ini karena kemampuannya untuk

    mengevaluasi seluruh kepala dan struktur isi herniasi. Kasus MB sangat jarang

    ditemui, kadang hanya dapat didiagnosis pada usia dewasa muda. Pada ensefalokel

    transfenoidal, defek tulang terjadi karena hasil kondrifikasi dari defek sinkondrosis

    intersfenoidalis pada tulang sfenoid, menyebabkan persisten dari kanalis

    kraniofaringealis, yang biasanya menutup sendiri pada usia kehamilan 50 hari.

    Gejalanya berkembang saat periode neonatal dan merupakan proses ekspansi dari

    epifaring dan pituitary dwarfism (7).

    MB merupakan kasus defek tulang kepala sebelah basal yang terletak padagaris tengah. Kasus ini jarang dijumpai. MB menyebabkan protrusi dari meningen

    dan semua isinya. Herniasi dari meningen ini dapat terjadi pada kavum nasal,

    nasofaring, sinus sfenoidalis dan etmoidalis, orbita, dan fosa pterigopalatina.

    Ensefalokel ini sering berbentuk massa di nasofaring sehingga sering disalahartikan

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    13/18

    11

    sebagai polip nasi atau adenoid yang membesar, dan sering dihubungkan dengan cleft

    palate (7). Adanya defek atau celah pada tabung neural cenderung menyebabkan

    kelainan penonjolan isi kranium melalui celah tersebut (sefalokel). Bila yang menonjol

    adalah meningens dan cairan likuor maka dinamakan meningokel, sedangkan bila

    jaringan otak ikut keluar maka dinamakan sebagai ensefalomeningokel (2,9,10) .

    Pada perkembangan embriologi normal, dasar fosa kranii anterior terbentuk

    dari pars orbitalis os frontal, lamina kribrosa os etmoidal dan ala minor dan pars

    anterior korpus osis sfenoidalis. Lamina kribrosa yang menyilang bidang tengah,

    terletak antara dua pars orbitalis os frontal. la memisahkan fosa kranii anterior dari

    atap kavum nasal yang dibentuknya. Di sebelah anteriornya terletak suatu peninggian

    yang disebut krista galli. Foramen cecum terletak tepat di depan krista galli,umumnya mengalami obliterasi dan kadang-kadang tetap paten dan dilewati vena

    emissarii (5).

    Kantong meningeal terdiri dari duramater normal yang melekat pada tepi

    defek tulang. Pada kebanyakan kasus, kantong meningeal mengandung jaringan otak,

    biasanya bagian medial dari kedua lobus frontalis dan jarang ditemukan isi kantong

    meningeal yang hipervaskular. Pemeriksaan histologis isi kantong menunjukkan

    jaringan otak, jaringan glia dan jaringan ikat (5).

    Celah atau defek tabung neural sendiri menampilkan kelainan yang dinamakan

    sebagai kranium bifidum. Patomekanisme adanya defek tabung neural sendiri masih

    belum dapat dijabarkan dengan pasti, namun B.N. French mengemukakan empat teori

    dugaan atas kejadian tersebut sebagai berikut (2) :

    1. Terhentinya perkembangan embrio ( developmental arrest ). Dalam hal ini

    neuroporus anterior gagal menutup sempurna (biasanya paling lambat hari ke-

    24), sehingga menyebabkan ada bagian-bagian otak yang keluar dan terjepit di

    sana.2. Teori hidrodinamik. Diduga meningokel terjadi akibat distensi tabung neural

    yang berlebihan sehingga akhirnya ia tetap meninggalkan celah atau defek.

    3. Neuroskhisis. Menjabarkan bahwa celah terjadi akibat terbelahnya tabung

    neural setelah ia menutup sempurna.

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    14/18

    12

    4. Herniasi sekunder. Teori ini menerangkan bahwa meningokel terbentuk pada

    stadium perkembangan bayi yang sudah lanjut.

    Hampir seluruh kasus meningokel terjadi pada daerah dekat garis tengah mulai

    dari bagian anterior sampai posterior bahkan juga basis kranii, namun ada pula yang

    dijumpai menonjol keluar melalui sutura dan foramen-foramen yang ada pada tulang

    tengkorak. Meningokel dapat dikelompokkan berdasarkan lokasinya menjadi yaitu :

    (1) tempurung kepala (oksipital, interfrontal, parietal, fontanel anterior/posterior,

    temporal), (2) frontaletmoidal (nasofrontal, nasoetmoidal, nasoorbital), (3) basis

    kranii/basalis (transetmoidal, sfenoetmoidal, transfenoidal, frontosfenoidal/sfeno-

    orbital)(2)

    .Beberapa penulis mengklasifikasikan MB dalam lima tipe secara anatomis,

    yaitu (a) transfenoidalis - melalui tulang sfenoidalis ke sinus sfenoidalis atau

    epifaring; (b) sfenoorbital - melalui fisura orbitalis superior ke orbita; (c)

    sfenoetmoidalis - melalui tulang sfenoidalis dan etmoidalis ke kavum nasal posterior;

    (d) transetmoidalis - melalui lamina kribrosa ke kavum nasal anterior; dan (e)

    sfenomaksilaris - melalui fisura orbitalis inferior ke fosa pterigopalatina (8).

    Walaupun MB tipe transetmoidal paling sering dijumpai (sekitar 15% dari

    seluruh kasus ensefalokel), tetapi secara umum dikatakan MB merupakan kasus

    meningokel yang jarang ditemui di masyarakat. MB sering dihubungkan dengan

    anomali garis tengah yang lain, seperti hipertelorisme, cleft lip , dan cleft palate.

    Kelainan nervus optikus seperti diskus optikus yang pucat, lubang pada nervus

    optikus, displasia nervus optikus, dan megalopapilla dilaporkan pada beberapa pasien

    yang menderita MB (7,8) .

    MB jarang menyebabkan rinorea dan meningitis rekuren. Defek

    transetmoidalis terletak di sebelah anterior pada garis tengah atau di sepanjang tulangkribiformis dan tidak melibatkan sela tursika. Kantung cele berlanjut ke inferior ke

    sinus dan kavum nasal. Bayi dan balita dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa

    obstruksi nasal unilateral, chronic nasal discharge , atau nyeri kepala setelah bersin

    dengan kuat. Para praktisi kesehatan seringkali melakukan mispresentasi antara MB

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    15/18

    13

    dengan polip nasi dan hal ini sangat berbahaya bila dilakukan tindakan

    polipektomi (12) .

    Gambar 14. Representasi potongan koronal pada ensefalokel sfenoidalis

    Gambar 15. Representasi potongan sagital pada ensefalokel sfenoidalis

    Gambar 16. Gambar anak usia 1 tahun 5 bulan dengan fistula palatum residual

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    16/18

    14

    Pemeriksaan penunjang diagnostik yang sering dilakukan adalah pemeriksaan

    foto polos kepala untuk mencari defek pada tengkorak, dimana kadang juga

    diperlukan pemotretan sisi tertentu. Selain itu pemeriksaan ini juga ditujukan untuk

    mendeteksi keadaan patologis penyerta lainnya seperti tekanan tinggi intrakranial,

    disproporsi kraniofasial, dan sebagainya (2,4) .

    Pemeriksaan USG adalah salah satu alternatif untuk mendeteksi defek dan isi

    meningokel, bahkan pada bayi yang ubun-ubunnya masih belum menutup maka

    diharapkan dapat memberikan informasi lebih lengkap mengenai struktur intrakranial.

    Dalam dekade terakhir, USG cenderung berperan lebih luas untuk mendeteksi

    kelainan-kelainan semacam ini sewaktu bayi masih dalam kandungan (2,13) . Sedangkan

    pemeriksaan ventrikulografi dan angiografi saat ini sudah ditinggalkan sehubungandengan adanya terobosan-terobosan alat diagnostik yang non invasif seperti USG dan

    CT scan (2). CT scan adalah pemeriksaan penunjang diagnostik terpilih untuk kasus-

    kasus meningokel yang dalam hal ini hampir seluruh informasi dapat diperoleh secara

    lengkap (2,3) .

    Akan tetapi meskipun scanning merupakan pemeriksaan penunjang yang

    aman pada foetus, kadangkala resolusi dari otak dan atau susunan saraf pusat dibatasi

    oleh bentuk tubuh ibu, cairan amnion/ketuban, dan posisi dari foetus. MRI dapat

    memberikan gambaran lebih detail pada pemeriksaan foetus secara non invasif. MRI

    sangat membantu pada pemeriksaan kelainan intrakranial seperti meningokel,

    malformasi Chiari, holoprosensefali, malformasi Dandy Walker, stenosis akuaduktus,

    agenesis korpus kalosum, dan kelainan yang lain (11) .

    Penanganan terapi merupakan tindakan operasi yang dilakukan sedini mungkin

    di mana penderita telah laik untuk menjalaninya. Pada penderita meningokel dengan

    tanda-tanda adanya infeksi (ada luka yang terbuka), maka perlu dilakukan perawatan

    lokal dan pemberian antibiotika dosis tinggi. Kasus-kasus dengan gejala peningkatantekanan intrakranial kiranya membutuhkan tindakan drainase atau pemasangan pintas

    ventrikulo-peritoneal terlebih dahulu sebelum dilakukan operasi reseksi

    meningokelnya (1,2,3,4) .

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    17/18

    15

    Indikasi terapi definitif meliputi alasan kosmetik, pencegahan kerusakan otak

    lebih lanjut, pencegahan ulserasi, ruptur dan kebocoran cairan serebrospinal serta

    indikasi perawatan penderita (5,12) . Beberapa anak-anak dengan meningokel diterapi

    dengan pembedahan (beberapa hari setelah lahir) untuk menutup defek dan menjaga

    infeksi atau trauma lebih lanjut. Kontraindikasi operasi adalah keadaan umum

    penderita yang jelek dan kerusakan otak hebat dengan hanya sedikit harapan

    perkembangan mental. Penyebab utama kerusakan otak adalah herniasi masif

    jaringan otak yang disertai anomali otak dan hidrosefalus (5).

    Teknik operasi disesuaikan perindividu berdasarkan hasil evaluasi pemeriksaan

    diagnostik. Pada kasus yang mempunyai defek tulang relatif kecil dan tanpa disertai

    adanya gejala peningkatan tekanan intrakranial maupun infeksi, biasanya dapatdilakukan reseksi langsung (2,6,10) .

    Prognosis meningokel sangat bervariasi, secara umum berdasarkan literatur

    yang ada, 53% meningokel tanpa disertai kelainan intrakranial mempunyai prognosis

    perkembangan fisik dan mental yang cukup baik, 28% perkembangan mentalnya

    normal walaupun ada gangguan fisik dan 19% sisanya mengalami retardasi mental.

    Adanya hidrosefalus sangat berperan dalam menentukan prognosis keadaan mental

    dari kasus di masa mendatang. Hampir separuh dari kasus meningokel juga didapati

    hidrosefalus (terjadi pasca operasi reseksi penutupan defek). Mortalitas meningokel

    berkisar antara 1-10%, dimana komplikasi tersering adalah infeksi dan komplikasi

    shunt. Ukuran dan isi meningokel ikut pula berperan dalam prognosis kasus.

    Kelainan fisik yang seringkali muncul adalah epilepsi, gangguan visus sampai buta,

    gangguan pendengaran, strabismus, gangguan penciuman, gangguan motorik, dan

    gangguan bicara (2,4,10) .

  • 7/27/2019 MENINGOCELE BASALIS

    18/18