15
Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 1 PROGRAM COGNITIVE-BEHAVIOR-ORGANIZATION MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS STRES DAN CORTISOL, KARYAWAN BANK "X" BALI Susy Purnawati Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana E-mail: s [email protected] ABSTRACT In recent years, job stress is a major issue in the field of occupational health. Awareness of the problem of job stress among managers, employees and implementing health care began to emerge when the perceived demands of the increasing pressure of work, job insecurity and feelings of under capability in the workplace. So it is necessary to apply job stress management program that are not only important for the productivity and morale but also for the company image. As well as for the individual or the employees themselves and for the society in general. Experimental studies have been carried out against 15 employees of a bank in Bali in April to December 2010 which aims to analyze the increased of vigilance, reduced stress, index and cortisol after the intervention of CBO (cognitive-behavior organization). The mean age of employees who are involved in this study were 37 ± 6.1 years with the lowest employment is two years. The working environment shows the wet temperature range 19.5 degree Celsius, dry temperature of 25.1 degrees Celsius and relative humidity 60%. After the intervention program CBO found a significant increase in accuracy (23%) with a decrease in error, with a value of p = 0.004 (p 0.005). Similarly, the index of stress (stress index reduced of 19%) with a value of p = 0.024 or p <0.005. Against the morning blood cortisol decreased by 8% with p value = 0.000 (or p <0.05). Key words: job stress, CBO, vigilance

MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 1

PROGRAM COGNITIVE-BEHAVIOR-ORGANIZATION

MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS

STRES DAN CORTISOL, KARYAWAN BANK "X" BALI

Susy Purnawati

Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

E-mail: s [email protected]

ABSTRACT

In recent years, job stress is a major issue in the field of occupational health.

Awareness of the problem of job stress among managers, employees and

implementing health care began to emerge when the perceived demands of the

increasing pressure of work, job insecurity and feelings of under capability in the

workplace. So it is necessary to apply job stress management program that are

not only important for the productivity and morale but also for the company

image. As well as for the individual or the employees themselves and for the

society in general. Experimental studies have been carried out against 15

employees of a bank in Bali in April to December 2010 which aims to analyze the

increased of vigilance, reduced stress, index and cortisol after the intervention of

CBO (cognitive-behavior organization). The mean age of employees who are

involved in this study were 37 ± 6.1 years with the lowest employment is two

years. The working environment shows the wet temperature range 19.5 degree

Celsius, dry temperature of 25.1 degrees Celsius and relative humidity 60%. After

the intervention program CBO found a significant increase in accuracy (23%)

with a decrease in error, with a value of p = 0.004 (p 0.005). Similarly, the index

of stress (stress index reduced of 19%) with a value of p = 0.024 or p <0.005.

Against the morning blood cortisol decreased by 8% with p value = 0.000 (or p

<0.05).

Key words: job stress, CBO, vigilance

Page 2: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 2

PENDAHULUAN

Stres kerja dalam bahasa Inggrisnya diistilahkan dalam beberapa term,

yaitu job stres atau work stres atau work-related stres. Stres kerja adalah kondisi

distres (pengertian oleh Selye) atau allostatic load (istilah oleh Mc Ewan, 2007)

yang dihubungkan dengan faktor pekerjan akibat stres fisik maupun psikologis.

Stres kerja dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja yang secara tidak

langsung dapat mempengaruhi produktivitas kerja, performance dan image

perusahaan (Susy Purnawati, 2007).

Beberapa tahun terakhir, stres kerja merupakan isu utama dalam bidang

kesehatan kerja. Sudah terbukti bahwa stres kerja berkontribusi terhadap

terjadinya burnout (Tsai, dkk., 2009),berkembangnya perilaku maladaptasi seperti

minum-minuman keras dan merokok dan kondisi-kondisi kesehatan seperti

depresi, kecemasan, kegugupan, kelelahan, gangguan jantung (Baker dan Karasek,

2000) dan low back pain (Ghaffari, dkk., 2008). Selain itu, stres kerja juga dapat

memicu timbulnya kekerasan di tempat kerja yang pada akhirnya dapat

menurunkan produktivitas kerja dan image perusahaan serta menurunkan

kesejahteraan pekerja (Giga dan Hoel, 2003). Di negara Jepang, proporsi pekerja

yang dilaporkan mengalami kecemasan yang berat, kekhawatiran atau stres

sehubungan dengan pekerjaan atau working life menunjukkan peningkatan dari

53% pada tahun 1982 menjadi 63%pada tahun1997 (Baker dan Karasek, 2000;

Haratari dan Kawakami, 2003). Penelitian oleh Hoel dkk pada tahun 2001

menemukan bahwa sepertiga komunitas pekerja di negara berkembang mengalami

tingkat stres dari tinggi sampai sangat tinggi (Giga dan Hoel, 2003).

Di antara berbagai industri, industri perbankan merupakan industri jasa yang

dituntut dapat memberi layanan yang memuaskan bagi pelanggan. Dalam era

persaingan bisnis dewasa ini, berbagai upaya dilakukan industri perbankan agar

mampu menjadi pemenang dalam persaingan secara berkesinambungan.

Penguasaan teknologi tinggi dan terbaru serta strategi merebut pasar menjadi

perhatian yang serius. Tingginya target penampilan kerja industri ini tentunya

harus didukung oleh kapasitas kerja dan organizational citizenship behavioral

dari karyawannya (Utomo, 2002). Pengetahuan dan keterampilan terbaru

Page 3: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 3

penerapan teknologi perbankan harus dapat dikuasai dengan cepat oleh karyawan.

Idealnya, tuntutan tugas atau beban kerja harus seimbang dengan kapasitas kerja

karyawan. Jika terjadi ketidakseimbangan dapat berdampak timbulnya stres kerja.

Studi pendahuluan (Susy, 2009) yang dilakukan terhadap 12 orang karyawan

sebuah bank di Bali, mendapatkan informasi bahwa kondisi stres memang

dirasakan oleh karyawan yang umumnya ditandai dengan tanda-tanda gelisah,

uring-uringan, temperamen dan gangguan konsentrasi. Untuk mengantisipasi stres

seorang pekerja memilih mengikuti grup meditasi.

Jika dalam monitoring di tempat kerja ditemukan adanya gejala stres kerja

yang dialami karyawan, maka secara dini perlu dilakukan manajemen yang tepat.

Mengingat dampak buruk yang dapat ditimbulkannya. Program manajemen stres

kerja tidak saja penting bagi produktivitas dan moral maupun image perusahaan,

tetapi juga penting bagi individu atau karyawan sendiri dan masyarakat pada

umumnya. Beberapa bukti manfaat penerapan program manajemen stres terhadap

kondisi kesehatan mental karyawan di Negara Inggris telah diungkapkan oleh

Cooper (1986). Di Indonesia, sampai saat ini upayaupaya penerapan strategi

manajemen stres kerja di masyarakat industri tampak belum memuaskan.

Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia masih terbatas pada penemuan

fakta-fakta tentang kejadian stres kerja pada karyawan (Ambar, 2004). Belum

sampai kepada penemuan strategi yang efektif sebagai solusi dari kondisi tersebut.

Secara teori aktivitas program manajemen stres kerja bisa dalam bentuk

pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper dkk., 1986). Jenis aktivitas

program dapat berupa perbaikan kondisi kerja dalam bentuk perbaikan organisasi

atau penerapan ergonomi dan peningkatan kapasitas kepribadian (Munandar,

2001). Dalam penelitian ini, program manajemen stres diberi nama program

cognitive-behavior and organization (CBO). Program manajemen stres kerja

CBO adalah bentuk dari penerapan partisipatori ergonomi yang diintegrasikan

dengan psikologi industri dalam pelayanan kesehatan kerja di perusahaan.

Program ini memadukan upaya-upaya penerapan ergonomi dan peningkatan

kapasitas kepribadian sehingga upaya perbaikan yang dihasilkan nantinya

merupakan satu kesatuan yang utuh dalam aspek kerja dan kapasitas individu

Page 4: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 4

karyawan. Upaya peningkatan kapasitas kepribadian diharapkan dapat

membentuk mekanisme coping yang adekuat dalam diri individu dalam

menghadapi stresor. Dengan diterapkannya program manajemen stres kerja CBO

diharapkan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan stres kerja pada

karyawan dapat dikelola dengan lebih menyeluruh dan berkesinambungan.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui peningkatan ketelitian karyawan

Bank "X" Bali sesudah menjalani program manajemen stres kerja CBO; 2)

mengetahui penurunan indikes stres karyawan Bank "X" Bali sesudah menjalani

program manajemen stres kerja CBO; 3) mengetahui penurunan kadar kortisol

darah karyawan Bank "X" Bali sesudah menjalani program manajemen stres kerja

CBO.

Hipotesis penelitian adalah: 1) program manajemen stres kerja CBO dapat

meningkatkan ketelitian karyawan Bank "X" Bali; 2) program manajemen stres

kerja CBO dapat menurunkan indeks stres karyawan Bank "X" Bali; 3) program

manajemen stres kerja CBO dapat menurunkan kadar kortisol darah karyawan

Bank "X" Bali

METODOLOGI

Penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan sama subjek ini

dilakukan di Denpasar pada bulan April — Desember tahun 2010. Sebanyak 15

karyawan ditetapkan sebagai sampel penelitian yang dipilih secara random

menggunakan teknik undian. Sebelum dan sesudah aplikasi program CBO

dilakukan pemeriksaan Boudon Wiersma test (untuk menilai ketelitian), penilaian

indeks stres menggunakan kuesioner indeks stres dan pemeriksaan kortisol darah

pagi hari. Program CBO dilakukan dengan memberi satu sesi pelatihan di tempat

kerja yang dilakukan pads siang hari selama 90 menit dengan materi yang

diajarkan berupa stres dan dampaknya terhadap kesehatan, menata emosi dan

pikiran, keterampilan manajemen waktu serta latihan relaksasi dalam bentuk mini

progresive muscle relaxation.

Page 5: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan

program CBO dalam menurunkan indeks stres, ketelitian dan kadar kortisol darah

karyawan sebelum dan sesudah intervensi. Temuan yang utama dari penelitian ini

adalah bahwa intervensi tersebut secara signifikan menurunkan indeks stres,

meningkatkan ketelitian dan menurunkan kadar kortisol darah karyawan bank "X"

Bali. Responden dalam penelitian ini memiliki rerata umur 37 ± 6,1 tahun dengan

masa kerja terendah adalah dua tahun, dominan menikah dan memiliki

keperibadian extrovert. Lingkungan kerja menunjukkan kisaran suhu basah 19,5,

suhu kering 25,1 derajat Celcius dan kelembaban relatif 60%. Hasil uji beda

menggunakan uji T -paired dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Beda Indeks Stres, Ketelitian dan Kadar Kortisol Darah

Sebelum dan Sesudah Intervensi Program CBO dengan Menggunakan

Uji T -Paired.

VARIABEL Periode I Intervensi

(Periode II)

Rerata SD Rerata SD t p

Indeks stes pre 66,07 4.55 66,09 4.21 0,991 0,332

Indeks stres post 66,10 4,04 53,38 2,31 3.991 0,024

Ketelitian pre 14,79 5,49 14,68 5,56 1,650 0,079

Ketelitian post 14,69 4.11 11,31 3.565 3.201 0,004

Kortisol darah post 14.03 3,05 12,94 3,07 4,520 0,000

Pengaruh Penerapan Program CBO terhadap Ketelitian

Dalam penelitian ini ditemukan eningkatan ketelitian yang bermakna

dengan adanya penurunan kesalahan yaitu p = 0,004 (p < 0,005) setelah aplikasi

program CBO pada karyawan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi

program CBO meningkatkan ketelitian sebesar 23 %. Temuan ini senada dengan

temuan Shimazu (2003) yang mengaplikasikan lima sesi program manajemen

stres terhadap 24 orang guru dan menemukan bahwa program tersebut dapat

menurunkan respon stres responden yang mengindikasikan perbaikan terhadap

Page 6: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 6

kemampuan konsentrasi dan berfikir atau mengolah informasi dengan lebih tepat.

Perubahan ini dapat terjadi karena individu lebih mengerti tentang situasi emosi

dan pikiran yang dialami dan sudah memiliki keterampilan coping, terjadi

persepsi yang berbeda di sistem limbik yang terintegrasi dengan pusat kognitif di

area korteks otak) sehingga bisa meningkatkan ketelitian dan akhirnya muncul

respon yang lebih positif. Hal yang sama juga ditemukan oleh (Kobayashi dkk.,

2008) dalam penelitian clinical trial pada industri manufaktur. Kobayashi, dkk

menemukan adanya perubahan stresor yang bermakna pada aspek intrinsik

rewards setelah responden mendapatkan intervensi berupa perbaikan organisasi

secara partisipatori. Richardson dalam penelitian meta analisisnya terhadap 36

buah studi ekperimental tentang efektivitas program manajemen stres dalam

bidang kesehatan kerja, mendapatkan bahwa yang paling menunjukkan efek

maksimal adalah intervensi berupa pembelajaran yang mencakup aspek perubahan

kognitif dan perilaku responden terhadap stres kerja.

Pemahaman yang holistik tentang faktor risiko potensial penyebab stres

kerja sangat membantu dalam merancang isi dari suatu program manajemen stres

kerja tersebut. Analisis beberapa pakar ilmu kesehatan jiwa mengatakan bahwa

proses globalisasi menimbulkan transformasi komunikasi dan informasi di

berbagai kawasan dunia yang memberikan dampak terhadap perubahan nilai-nilai

sosial dan budaya. Keadaan ini membutuhkan kemampuan penyesuaian dan

mengatasi masalah yang tinggi, disamping dukungan lingkungan yang kondusif

untuk berkembangnya nilai-nilai sosial budaya yang tanggap terhadap berbagai

perubahan. Kondisi demikian sangat rentan terhadap stres, kecemasan, konflik,

ketergantungan obat psikotropika, perilaku seksual yang menyimpang yang dapat

digolongkan sebagai masalah psikososial (Nasution, 2011).

Kondisi stres kerja sangat merugikan dalam hal performance kognitif atau

fungsi intelegensi. Penurunan fungsi kognitif merupakan ancaman terhadap

ketelitian dan penampilan kerja. Buruknya konsentrasi, ketidakmampuan dalam

pengambilan keputusan, mental block, dan penurunan rentang perhatian muncul

akibat stres kerja. Efek peningkatan ketelitian berdampak kepada peningkatan

penampilan kerja mencakup juga pengambilan keputusan-keputusan yang

Page 7: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 7

kompleks (Guyton dan Hall 2006). Mekanismenya mencakup intervensi terhadap

sirkuit otak di area talamo-kortikal yang menjelaskan bahwa emosi dan inotivasi

berhubungan dengan fungsi intelegensi (area Wernicke). Rangsangan pada pusat

emosi (pada sistem limbik di midbasal otak) dapat mempengaruhi area Wernicke,

area pikiran kompleks termasuk ingatan yang rumit dan mempengaruhi fungsi

kognitif yang juga berperan dalam pengambilan keputusan / performance. Secara

detail, optimaliasi fungsi intelektual di area tersebut mencakup: kemampuan

memecahkan masalah kompleks, mengantisipasi beberapa aktivitas kompleks

secara simultan, perasaan yang mampu bersaing, mampu berfikir yang lama,

emosi stabil, aktivitas-aktivitas fisik lebih bertujuan, respon sosial yang lebih

sesuai, tingkah laku lebih terkendali (karena area otak tersebut berhubungan

dengan korteks asosiasi limbik), performance kemampuan kognitif sangat

cemerlang (berfikir, menganalisis tingkat tinggi, proses berfikir dengan urutan

yang logis dengan cepat, lebih cepat menyelesaikan tugas atau tujuan tanpa rasa

bingung, berperan dalam ingatan aktif, yaitu kemampuan untuk: memperkirakan

masa depan, membuat rencana untuk masa yang akan datang, perlambatan kerja

sebagai respon terhadap sinyal sensorik yang masuk sehingga informasi sensorik

ini dapat dipertimbangkan sampai bentuk respon yang terbaik diputuskan,

mempertimbangkan akibat kerja motorik bahkan sebelum kerja tersebut

dilakukan, menyelesaikan masalah yang kompleks, menganalisis fenomena dan

mengendalikan aktivitas dalam kaitannya dengan hukum dan moral (Guyton dan

Hall, 2006). Secara teori penurunan kekuatan fisik sudah terjadi mulai umur 30

tahun dan kemampuan fisiologis menurun secara bermakna pada umur 44 tahun.

Sehingga kemampuan untuk mengantisipasi beban kerja fisik maupun mental

berkurang dan penurunan psycho physical fitness akibat pengaruh umur ini dapat

berakibat risiko circadian fatigue lebih cepat muncul. Literatur lain mengatakan

bahwa antara umur 25-60 tahun ada penurunan kapasitas fisik seseorang.

Kekuatan otot menurun 25% dan kapasitas sensoris motoris 60%. Berbagai

perubahan biologis terjadi sejalan dengan penambahan umur yang berpengaruh

kepada kemampuan seseorang melakukan pekerjaan. Secara teori terdapat

pengaruh faktor life style, kebugaran jasmani dan perbedaan faktor individual atau

Page 8: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 8

perbedaan individual coping strategies pada seseorang yang juga dapat

berpengaruh terhadap tingkat kelelahan umum sejalan dengan pengaruh umur.

Seseorang yang berumur di atas 30 tahun bisa saja memiliki tingkat kelelahan

yang lebih rendah dari orang yang berumur kurang dari 30 tahun dengan beban

pekerjaan yang sama apabila tingkat kebugaran jasmaninya lebih baik. Faktor

tingkat pendidikan secara teori dapat mempengaruhi kelelahan oleh karena faktor-

faktor tersebut yang merupakan personal characteristic factors dapat

mempengaruhi employees values dan job expectations. Pekerja dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki persepsi yang lebih baik terhadap

tugas dan faktor-faktor stres lainnya ditempat kerja. Mereka akan memiliki

kemampuan yang lebih baik dalam memecahkan masalah-masalah ataupun tugas

di tempat kerja sehingga memiliki kapasitas yang lebih besar dalam

mengantisipasi kelelahan. Secara teori terdapat pengaruh proses pembelajaran di

tempat kerja yang dapat menutupi pengaruh perbedaan status pendidikan terhadap

persepsi pekerja terhadap beban pekerjaan. Hal ini secara tidak langsung dapat

mempengaruhi tingkat kelelahan. Pekerja-pekerja dengan tingkat pendidikan lebih

rendah tetapi memiliki kemampuan adaptasi tinggi akan dengan cepat belajar

bagaimana mengantisipasi tugas-tugas yang harus dijalankan sehingga akan

memiliki persepsi yang lebih baik terhadap tugas-tugas tersebut. Maka tingkat

kelelahan bagi pekerja-pekerja ini bisa menjadi lebih rendah.

Pengaruh Program CBO terhadap Indeks Stres

Setelah intervensi program CBO ditemukan penurunan indeks stres

sebesar 19 %) dengan nilai p = 0,024 atau p < 0,005. Dengan adanya program

CBO berdampak dilakukannnya perbaikan kondisi kerja dan berefek terhadap

image karyawan terhadap organisasinya, atau dengan kata lain terbentuk

citizenshif behavior organization yang lebih positif. Intervensi yang sampai

kepada core belief individu melalui cogtitive restructuring dapat mengarahkan

individu untuk mengubah mood yang negatif dan cara berfikir yang salah

(distorsi) menjadi individu yang selalu berfikir dan berperasaan (memiliki mood)

yang lebih positif, sehingga pada akhimya berperilaku yang lebih positif terhadap

Page 9: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 9

stresor yang berhubungan dengan efek job demands. Pada akhirnya efek yang

terjadi adalah penurunan indeks stres.

Efektivitas program ini sejalan dengan pendapat Abbatt (1992) yang

mengatakan bahwa metode dan situasi pembelajaran sangat mempengaruhi efek

perubahan sikap. Training atau pelatihan bagi pekerja sangat mempengaruhi

suasana organisasi ke arah lebih positif. Dengan adanya pelatihan-pelatihan yang

diselenggarakan perusahaan untuk pekerja, selain dapat meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan juga dapat meningkatkan semangat kerja. Pekerja

akan terhindar dari suasana kemonotonan dan kebosanan sehingga mempunyai

kapasitas yang lebih besar untuk mengantisipasi beban kerja mental maupun fisik

serta efek kelelahan. Latihan pendahuluan untuk membentuk keterampilan harus

dilakukan terutama kalau satu teknologi baru mulai diperkenalkan. Pelatihan yang

tepat dapat meningkatkan produktivitas kerja dan dapat menimbulkan lingkungan

kerja yang lebih aman serta sikap mental yang lebih positif.

Pengaruh Program CBO terhadap Kadar Kortisol Darah

Beberapa peneliti menemukan bahwa kondisi akumulasi stres dapat dilihat

dari peningkatan kadar kortisol darah pagi hari (Schulz dkk., 1998; Wust dkk.,

2000, dalam Sonnentag dan Fritz, 2006; Pruessner dkk., 2003). Toivanen dkk.

(1996), dalam Sonnentag dan Fritz (2006), dalam penelitiannya mengukur kadar

kortisol pagi hari pada pekerja bank, pembantu rumah tangga dan petugas

kebersihan rumah sakit, akan tetapi tidak menemukan gambaran yang jelas

tentang hubungan antara kadar kortisol dengan beberapa variabel sebagai bukti

adanya kondisi stres. Berbeda halnya dengan penelitian oleh Brandstadter dkk.

(1991), dalam Sonnentag dan Fritz (2006), yang menemukan peningkatan kadar

kortisol pagi hari pada pekerja-pekerja yang terpapar stres berkepanjangan.

Theorel dkk., meneliti 150 pekerja dari berbagai profesi, dan menemukan kortisol

pagi hari yang lebih tinggi pada pekerja profesi dokter (Sonnentag dan Fritz,

2006). Dengan masih adanya ketidakkonsistenan hasil-hasil penelitian yang

melihat hubungan antara kadar kortisol dan kondisi stres pada pekerja maka

tentunya masih sangat dibutuhkan penelitian-penelitian dengan sampel yang lebih

Page 10: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 10

besar yang sifatnya penelitian longitudinal untuk bisa membuktikan adanya

hubungan tersebut.

Dalam penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan kortisol darah pagi hari

terhadap responden dan ditemukan adanya perbedaan kadar kortisol darah yang

bermakna antara sebelum dan sesudah program CBO, nilai p = 0,000 (p < 0,05).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi CBO menurunkan kadar

kortisol darah pagi hari sebesar 8 %. Rerata kadar kortisol darah responden

sebelum perlakuan sebesar 14,03 tg/dl (SB = 3,05) menyerupai kadar kortisol

darah para tenaga kesehatan yang menjadi responden dalam penelitian Kawaguchi

dkk. (2007) yaitu sebesar 13,7 tg/dl (SB = 5,1). Temuan dalam penelitian ini

senada dengan temuan Theorel dkk. (2001) pada penelitian eksperimennya

dengan intervensi berupa pemberian pelatihan manajemen stres dua kali seminggu

masing-masing dua jam dalam tiap sesi selama setahun kepada supervisor

perusahaan asuransi. Theorel, dkk menemukan penurunan kadar kortisol darah

yang sigifikan pada 155 orang pada kelompok intervensi dan tidak ada perubahan

pada 147 orang pada kelompok kontrol (nilai p = 0,002). Evolahti dkk. (2006)

dalam studi longitudinalnya yang mengikuti 100 orang responden di Swedia

selama dua tahun merekomendasikan beberapa faktor yang dapat menjadi

intervensi untuk menurunkan kadar kortisol darah karyawan adalah peningkatan

awareness tentang kondisi psikososial ditempat kerja, peningkatan dukungan

sosial dan pengaturan kembali tuntutan kerja yang tinggi. Apa yang

direkomendasikan oleh Evolahti dkk, tentunya sesuai dengan isi program Ergo-

JSI terutama aspek perubakan kondisi kerja dan peningkatan pemahaman

karyawan tentang kondisi stres kerja dan mekanismenya dalam tubuh. Sebelum

dapat menentukan parameter biologi terkini yang sangat akurat dalam

menggambarkan kondisi stres kerja pada karyawan, mengetahui kadar kortisol

dalam darah karyawan yang terpapar stres merupakan hal yang penting. Karena

kortisol yang tinggi dalam darah dapat berakibat timbulnya berbagai masalah

kesehatan, diantaranya: meningkatkan lemak abdomen, gangguan penampilan

kognitif, meningkatkan kadar gula darah, menurunkan densitas tulang,

meningkatkan tekanan darah, menurunkan imunitas tubuh dan respon terhadap

Page 11: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 11

inflamasi dengan berbagai konsekuensinya (Hanson dkk., 2000; Hanson dkk.,

2008). Seperti telah diuraikan dalam bab sebelumnya, peningkatan kadar kortisol

dalam tubuh diatur oleh mekanisme kontrol yang melibatkan pusat-pusat kontrol

di otak maupun oleh kadar kortisol sendiri di dalam darah. Stres mental dapat juga

segera menyebabkan peningkatan sekresi ACTH. Keadaan ini dianggap sebagai

akibat dari naiknya aktivitas dalam sistem limbik, khususnya dalam regio

amigdala dan hipokampus, yang keduanya kemudian menjalankan sinyal ke

bagian posterior medial hipotalamus. Berbagai stres dapat mengaktifkan seluruh

sistem untuk menyebabkan timbulnya pelepasan kortisol dengan cepat, dan jika

masih dalam rentang kondisi terkontrol kortisol ini selanjutnya akan menginduksi

suatu rangkaian efek metabolisme yang akan langsung mengurangi sifat

pengerusakan dari keadaan stres itu. Sebagai tambahan, juga ada umpan balik

langsung dari kortisol terhadap hipotalamus dan kelenjar hipofisis anterior untuk

menurunkan konsentrasi kortisol dalam plasma sewaktu tubuh tidak mengalami

stres. Akan tetapi, rangsangan stres itu sebenarnya merupakan salah satu

rangsangan terkuat; rangsangan ini selalu dapat mematahkan umpan balik

penghambat langsung dari kortisol, sehingga akan menyebabkan timbulnya

eksaserbasi periodik dari sekresi kortisol pads berbagai waktu selama satu hari

atau pemanjangan sekresi kortisol dalam keadaan stres kronik.

Menurut Guyton dan Hall (2006), temyata sebagian besar stresor dalam

kehidupan kita sehari-hari bersifat psikososial. Walaupun mobilisasi cepat

sumber-sumber daya tubuh memang tepat untuk menghadapi cedera fisik baik

yang masih bersifat sebagai ancaman atau yang sudah terjadi, secara umum hal

tersebut kurang sesuai untuk respon terhadap stres non fisik. Apabila tidak

diperlukan energi tambahan, tidak ada kerusakan jaringan, dan tidak ada

pengeluaran darah, penguraian cadangan energi tubuh dan retensi cairan

merupakan tindakan yang sia-sia, bahkan merugikan bagi individu yang

mengalami stres. Pada kenyataannya, terdapat bukti-bukti tidak langsung yang

kuat yang menghubungkan antara pajanan stresor psikososial kronik dan

berkembangnya keadaan patologis, misalnya aterosklerosis dan tekanan darah

tinggi, walaupun hubungan sebab dan akibatnya masih perlu dibuktikan lebih

Page 12: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 12

lanjut. Akibat respon stres yang tidak digunakan akan dapat dijelaskan secara

logis dampak yang dapat ditimbulkannya sehubungan dengan kondisi patologis

yang muncul akibat stres tersebut (Guyton and Hall, 2006). Dalam penelitian ini,

pemeriksaan kortisol dilakukan pagi hari. Hal ini didasari juga bahwa sekresi

kortisol bervariasi mengikuti pola diurnal harian. Sekresi tertinggi terjadi pada

pagi hari yang kemudian menurun sampai kadar terendah pada tengah malam

Penyimpangan sekresi kortisol dari pola siklus diurnal menjadi dasar informasi

sehubungan dengan pengaruh lingkungan, termasuk stres kerja, terhadap HPA-

axis dan peran HPA-axis tersebut terhadap proses-proses penyakit (Stone dkk.,

2001).

Dalam CBO kondisi kerja dikondisikan menjadi lebih ergonomis dan

mengajarkan individu agar mengerti dan lebih mengenali kondisi emosi maupun

pikiran, serta mengajarkan karyawan melakukan relaksasi secara teratur terutama

saatsaat merasakan adanya tekanan. Hal ini dapat mengubah persepsi yang

diterima oleh sistem limbik otak sehingga berdampak kepada lebih optimalnya

fungsi kognitifdan respon lanjutan pada system HPA-axis dan SAM-axis menjadi

lebih terkontrol sehingga kadar kortisol darah pagi hari turun yang menjadi efek

dari intervensi. Kondisi homeostasis ini sangat dibutuhkan oleh karyawan yang

memiliki kemungkinan-kemungkinan mengalami stres akut selama waktu kerja

akibat tuntutan beban pekerjaan yang sifatnya kuantitatif maupun kualitatif.

Lonjakan kadar kortisol darah karyawan yang telah mendapatkan efek intervensi

CBO dapat mengendalikan kadar kortisol darah agar tidak sampai kepada kondisi

yang patologis yang terutama berdampak kepada sistem metabolisme energi dan

sistem imunitas tubuh.

Temuan penelitian ini yang memakai marker biologi kadar kortisol darah

untuk menilai efek aplikasi program manajemen stres secara objektif tentunya

masih perlu mendapat penguatan-penguatan dari studi-studi lainnya.

Kecenderungan perkembangan studi-studi tentang stres kerja ke depan adalah

pemakaian marker-marker biologi sebagai parameter objektif yang handal untuk

menilai kondisi stres kerja maupun efek program manajemennya secara akurat

dan aplikatif.

Page 13: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 13

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan yang dikaji berdasarkan literatur yang

mendukung dan temuan dalam penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1)

Intervensi program CBO menurunkan indeks stres karyawan bank "X" Bali; 2)

Intervensi program CBO meningkatkan ketelitian karyawan bank "X" Bali; 3)

Intervensi program CBO menurunkan kadar kortisol darah karyawan bank "X"

Bali.

Beberapa hal yang dapat disarankan setelah penelitian ini adalah: 1) masih

dibutuhkan penelitian-penelitian yang lebih besar dan menemukan suatu

kreativitas yang tinggi untuk merancang sebuah program yang sesuai dengan

kondisi perusahaan dan diadopsi oleh karyawan; 2) untuk dapat memaksimalkan

efektivitas program, dalam merancang suatu program manajemen stres kerja

komponen perbaikan kondisi kerja hendaknya disesuaikan; dengan jenis

permasalahan yang ada yang benar-benar sudah dianalisis dengan teliti dan

prioritas aplikasinya ditetapkan secara partisipatori bersama pihak perusahaan.

Mengingat kondisi kerja sangat beragam dengan berbagai variasi faktor-faktor

yang berhubungan dengan stres kerja; 3) program hendaknya benar-benar dapat

menjadi suatu customer need yang sudah mempertimbangkan berbagai aspek

secara holistik agar program dapat diaplikasikan secara berkesinambungan dan

dapat sampai membentuk suatu corporate culture yang positif. Untuk itu

dibutuhkan pembentukan komitmen yang sungguh-sungguh kepada pihak

perusahaan untuk merasa perlu melakukan program pencegahan dengan

menerapkan program manajemen stres di tempat kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Baker, D.B. and ,Karasek R.A., 2000. Stress. Occupational Health, Recognition

and Preventing Work-Related Disease and Injury 4th

Ed. USA: Lippincot

Williams Wilkins. pp. 419-36

Cooper, C.L., Dewe, P. and O'Driscoll, M.P. 1986. Organizational Stress:

AReview and Crique of Theory, Research, and Applications. UK: Sage.

Available from: URL: http// www.polaris.com.Akses 16/09/ 2009

Evolahti, A., Hultcrantz, M., and Collins, A. 2006. Women's work stress and

cortisol

levels: a longitudinal study of the association between the psychosocial work

Page 14: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 14

environment and serum cortisol. Journal of Psychosomatic Research, 61: 645 –

652

Ghaffari M., AlipourA., Farshad AS., Jensen I., Josephson M., and Eva Vingard.

2008. Effect of psychosocial factors on low back pain in industrial workers.

Occupational Medicine. Oxford University Press

Giga, S.I. and Hoel, H. 2003. Violence and Stress at Work in Financial Services.

Geneva: ILO.

Guyton & Hall. 2006. Adrenocortical Hormones. In Textbook of Medical

Physiology 7 ed. Philadelphia, Pensylvania: Elsevier Inc.

Hanson, E.K.S., Maas, C.J.M., Meijman, T.F., Godaert, GL.R. 2000. Cortisol

secretion throughout the day, perceptions of the work environment, and

negative affect. Ann Behav Med; 22 (4): 316 – 324.

Hansson,A.S., Vingard, E.,Arnetz, B.B. and Anderzen, I. 2008. Organizational

change, health, and sick leave among health care employees: a longitudinal

study measuring stress markers, individual, and work site factors. Work &

Stress, A Journal of Work, Health and Organization, 22 (1), January-March.

Haratari, T. dan Kawakami, N. 1999. Internatinal Perspective. Work Stress and

Health'99. Available from: URL: http://www.cdc.gov/niosh Aksestanggal

1/7/10.

Kawaguchi, Y., Toyomasu, K., Yoshida, N., Baba, K., Uemoto, M., Minota, S. 2007.

Measuring job stress among hospital nurses: an attempt to identify biologycal

markers. Fukuoka Acta Med, 98 (2): 48 – 55.

Kobayashi Y., Kaneyoshi A., Yokota A., Kawakami N. 2008. Effects of Worker

Participatory Program for Improving Work Environments on Job Stressors and

Mental Health among Workers: A Controlled Trial. (Journal of Occupational

Health; Vol 50 (6), November: 455-70

Kunz-Ebrecht, SR., Kirschbaum, C., and Steptoe, A. 2004. Work stress,

socioeconomic status and neuroendocrine activation over the working day.

Social Science & Medicine, 58: 1523 — 1530.

McEwan, B.S.2007.Physiology and Neurobiology of Stres and Adaptation:

Central Role of teh Brain. Physiol Rev. American Physiological Society;

87:873-904.

Munandar, A.S.2001. Stres dalam Pekerjaan. Psikologi Industri & Organisasi.

UIP

Nasution, H.2011. Manajemen Risiko Psikososial di Tempat Kerja. 22-23

September. Kuta-Bali:Depnakertrans-perdoki.

Shimazu, A., Umanodan, R., dan Schaufeli, W.B.2006. Effect of brief worksite

stres manajemen program on coping skills, psychological distres and physical

complaints: a controlled trial. Int Arch Occup Environ Health, 80:60-69.

Page 15: MENINGKATKAN KETELITIAN, MENURUNKAN INDEKS …psikologi.ustjogja.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/3_ProgramCognitiveBehavior... · pencegahan primer, sekunder dan tersier (Cooper

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011. 97-224 ISSN : 2087-7641 15

Sonentag, S., dan Firtz, C.2006.Endocrinological Processes Associated with Job

Stres: Cathecholamine and Kartisol Responses to Acute and Cronic Stressor.

Employee health, coping and Methodologies Research in Occupational Stres and

Wellbeing. Elsevier Ltd. Volume 5.p. 1-59.

Steptoe, A.,OE, Hill,D.P.,Cropley,M., Griffith, J., and Kirschbaum, C.2000. Job

strain and anger ekspression predict early morning elevation in salivary

cortisol. Psychosomatic Medicine, 62:286-292.

Susy.2007. manajemen Stres Kerja dan Penampilan Kerja. Majalah Kedokteran

Udayana. Vol.38 September

Susy.2009. work Ability Index,Job Satisfaction dan Indeks Stres pada karyawan

Bank ―X‖ Bali.

Tsai, F.J., Huang, W.L., Chan, C.C.2009. Occupational Stres and Burnout. J

Occup Health; 51:443-450.

Utomo, K.W.2002. Kecenderungan Kepemimpinan Transaksional dan

Transformasional, dan Hubungannya dengan Organizational Citizenship

Behavior, Komitmen Organisasi, dan Kepuasan Kerja. Journal Riset Ekonomi

dan Manajemen. Surabaya. Vol.2. No.2. hal.34-52.