72
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI PEMBELAJARAN BINA DIRI SISWA TUNA GRAHITA KELAS IV SEMESTER II DI SLB/C YPALB KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008/2009 S K R I P S I Oleh : Sri Handayani NIM: X.5107605 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI PEMBELAJARAN BINA DIRI ...... · Tindakan Kelas (PTK) ... - Murid-murid yang kusayangi. ... memakai sepatu, dan kebersihan lingkungan sekitar serta

  • Upload
    trannhi

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI PEMBELAJARAN BINA DIRI

SISWA TUNA GRAHITA KELAS IV SEMESTER II DI SLB/C YPALB

KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008/2009

S K R I P S I

Oleh :

Sri Handayani NIM: X.5107605

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2009

2

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI PEMBELAJARAN BINA DIRI

SISWA TUNA GRAHITA KELAS IV SEMESTER II DI SLB/C YPALB

KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008/2009

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan

Oleh :

Sri Handayani

NIM: X.5107605

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

3

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim

Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. R. Djatun, M.Pd. Priyono, S.Pd.,M.Si.

NIP. 130 814 588 NIP. 19710902 2005011 001

4

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan

gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Rabu

Tanggal : 29 Juli 2009

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. A. Salim Choiri, M.Kes.

…………………………..

Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag.

…………………………..

Anggota I : Drs. R. Djatun, M.Pd.

.…………………………..

Anggota II : Priyono, S.Pd.,M.Si.

…………………………..

Disahkan oleh

5

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 1960 0727 198702 1 001

ABSTRAK

Sri Handayani. MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI PEM-BELAJARAN BINA DIRI SISWA TUNA GRAHITA KELAS IV SEMESTER II DI SLB/C YPALB KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008/2009. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian melalui pembelajaran bina diri siswa tuna grahita kelas IV semester II di SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009.

Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran Kemandirian. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV semester II SLB-C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009 yang berjumlah 3 siswa. Teknik pengumpulan data kemandirian menggunakan lembar pengamatan. Teknik analisis data digunakan analisis perbandingan, artinya peristiwa/kejadian yang timbul dibandingkan kemudian dideskripsikan ke dalam suatu bentuk data penilaian yang berupa nilai. Dari prosentase dideskripsikan kearah kecenderungan tindakan guru dan reaksi serta hasil belajar siswa.

Dari penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kemandirian siswa melalui pembelajaran bina diri dapat dijelaskan sebagai berikut: Dari hasil penelitian membuktikan bahwa melalui pembelajaran bina diri dapat meningkatkan kemandirian siswa tuna grahita kelas IV semester II di di SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009. Kemandirian siswa dalam pembelajaran bina diri dari siklus ke siklus mengalami peningkatan, aktivitas siswa pada siklus I memperoleh skor 168 (56,00%). Pada siklus ke II aktivitas siswa meningkat menjadi skor 248 (82,00%) yang telah mencapai batas tuntas yaitu di atas 80%.

Hasil penelitian membuktikan bahwa pembelajaran bina diri pada siswa kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar tahun pelajaran

6

2008/2009 terbukti dapat meningkatkan kemandirian siswa tuna grahita kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009.

MOTTO

Sangat baik bila memiliki kemampuan, tetapi kemampuan menemukan

kemampuan orang lain adalah ujian sesungguhnya dari kepemimpinan.

(Elbert Hubbart, dalam John Adair, 2008)

7

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

8

- Suami tercinta.

- Anak-anak tersayang.

- Rekan-rekan PLB FKIP UNS.

- Murid-murid yang kusayangi.

- Almamater.

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini untuk memenuhi sebagian

persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam

penyelesaian penulisan penelitian tindakan kelas ini, namun berkat

bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul

dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuan yang telah

diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan telah

memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

3. Drs. H.A. Salim Choiri, M.Kes., Ketua Program Studi Pendidikan Luar

Biasa yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi.

9

4. Drs. R. Djatun, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah memberikan

petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Priyono, S.Pd.,M.Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan

petunjuk kepada penulis selama melaksanakan penelitian tindakan

kelas.

6. Ambar Setyowati Sri H.,S.Pd.,M.Pd., selaku Kepala SLB-C YPALB

Karanganyar yang telah memberikan ijin tempat penelitian dan

informasi yang dibutuhkan penulis.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian tindakan kelas ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada

kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu

hasilnya juga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala

saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga kebaikan Bapak, Ibu, mendapat pahala dari Allah

SWT., dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

berkepentingan.

Surakarta, Juli 2009

Penulis

10

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv

HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. v

HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

11

B. Perumusan Masalah .................................................................. 3

C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian .................................................................... 4

BAB II. KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS....................... 5

A. Landasan Teori .......................................................................... 5

1. Anak Tuna Grahita Ringan ................................................. 5

2. Pembelajaran Bina Diri ...................................................... 11

3. Kemandirian ....................................................................... 16

B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 21

C. Perumusan Hipotesis Tindakan ................................................ 22

BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................ 23

A. Setting Penelitian ...................................................................... 23

Halaman

B. Subyek Penelitian ...................................................................... 23

C. Sumber Data .............................................................................. 24

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ......................................... 24

E. Validitas Data ............................................................................ 24

F. Analisis Data ............................................................................. 25

G. Indikator Kinerja ....................................................................... 26

H. Prosedur Penelitian ................................................................... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................... 28

A. Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 28

B. Hasil Penelitian .......................................................................... 39

C. Pembahaan Hasil Penelitian ....................................................... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 48

A. Kesimpulan ................................................................................ 48

B. Saran .......................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 50

LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................... 52

12

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................ 23

Tabel 2. Indikator Kinerja Penelitian ........................................................... 26

Tabel 3. Prosedur Penelitian ........................................................................ 27

Tabel 4. Kemandirian Siswa Kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar pada

Kondisi Awal .................................................................................. 29

Tabel 5. Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Bina Diri Siklus I ................ 32

Tabel 6. Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Bina Diri Siklus I ............... 33

Tabel 7. Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Bina Diri Siklus II ............... 37

Tabel 8. Kemandirian Siswa Kelas IV SLB-C YPALB pada Siklus II......... 38

Tabel 9. Aktivitas Guru Setiap Siklus Dalam Pembelajaran Bina Diri ........ 45

Tabel 10. Peningkatan Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Setiap Siklus .... 45

Tabel 11. Kemandirian Setiap Siklus Melalui Pembelajaran Bina Diri ........ 46

Tabel 12. Peningkatan Kemandirian Setiap Siklus ......................................... 46

13

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir ...................................................................... 21

14

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Peningkatan Aktivitas Guru Setiap Siklus .................................... 45

Grafik 2. Peningkatan Kemandirian Siswa Setiap Siklus ............................. 47

15

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian....................................................... 52

Lampiran 2. Silabus Kelas IV Semester II SLB-C YPALB Karanganyar ... 53

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ................ 54

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II .............. 57

Lampiran 5. Kisi-kisi Instrumen Kemandirian ............................................ 60

Lampiran 6. Lembar Pengamatan Kemandirian Siswa (Awal) .................... 61

Lampiran 7. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Siklus I .......................... 62

Lampiran 8. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Siklus II ......................... 63

Lampiran 9. Lembar Pengamatan Kemandirian Siswa Siklus I .................. 64

Lampiran 10. Lembar Pengamatan Kemandirian Siswa Siklus II ................. 65

Lampiran 11. Perijinan Penelitian .................................................................. 75

16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang berkalinan atau ketunaan

ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa)

merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam

mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fsiik, emosioinal, mental, sosial”

(UU Sisdiknas, 2003: 21). Ketetapan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003

tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan

yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatran yang sama

sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan

pengajaran.

Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk

memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka

partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Untuk bisa

memberikan layanan pendidikan yang relevan dengan kebutuhannya, guru perlu

memahami sosok anak berkelainan, jenis dan karakteristik, etiologi penyebab

kelainan, dampak psikologis serta prinsip-prinsip layanan pendidikan anak

berkelainan. Hal ini dimaksudkan agar guru memiliki wawasan yang tepat tentang

keberadaan anak berkelainan mental, dalam hal ini anak tuna grahita sebagai sosok

individu masih berpotensi dapat terlayani secara maksimal.

Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita, yaitu

“anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya

(di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan

bantuan atau layanan secara khusus, termasuk di dalamnya kebutuhan program

pendidikan dan bimbingan” (Mohammad Efendi, 2006: 9). Perkembangan anak

tunagrahita salah satunya adalah perkembangan dalam mengikuti pelajaran bahasa

1

17

Indonesia yang diharapkan anak tunagrahita tidak ketinggalan dengan anak normal

pada umumnya.

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan, maka peranan guru sangatlah

menentukan keberhasilannya. Adapun peranan guru adalah menyampaikan pesan

dan isi kurikulum kepada anak didiknya, serta memberikan layanan pembelajaran

kepada murid-muridnya dalam mengatasi masalah-masalah yang sering muncul

dalam pelaksanaan pendidikannya, salah satunya adalah masalah kemandirian

siswa.

Anak penyandang tuna grahita juga perlu mendapatkan perhatian yang sama

dengan warga negara lainnya. Lingkup pendidikan meliputi keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Pembelajaran bina diri di sekolah memegang peranan penting dalam

meningkatkan kemandirian bagi anak tuna grahita yang mengalami keterlambatan

dalam perkembangan kecerdasan atau kemampuanya berada di bawah rata-rata dari

ukuran normal, sehingga membutuhkan bimbingan khusus. Yusak S. (1998: 66)

mengemukakan bahwa: “Rertardasi mental adalah keadaan yang menahun dimulai

sejak lahir atau masa kanak-kanak dengan ciri khas perkembangan mentalnya

menunjukkan keterlambatan, sehingga kemampuan belajarnya sangat terganggu

dan tak dapat menyesuaikan dirinya dengan norma-norma masyarakat.”

Salah satu penyebab problema belajar pada subjek didik adalah hambatan

mental. Penyebab dari problema belajar pada mereka ada yang dapat diamati segera

atau yang tidak dapat diamati dengan segera. Pada anak yang penyebab dapat

diamati akan segera dilabel sebagai anak yang berkebutuhan khusus, namun bagi

penyebabnya tidak dapat dimati dengan segera akan menimbulkan problem

pendekatan di dalam layanan pendidikan. Hal ini dikarenakan perilakunya sehari-

hari nampak seperti anak pada umumnya, tetapi mengalami hambatan di bidang

akademis.

Menangani anak dengan hambatan mental memang butuh kesabaran yang

luar biasa, juga kesadaran untuk senantiasa tak merasa lelah, demi kebaikan anak

didik. Anak keterbelakangan mental memerlukan pendekatan pembelajan yang

tepat akan sangat membantu bagi siswa hembatan mental untuk dapat belajar. Hal

ini tentu saja disertai dengan pemilihan metode yang efektif. Selain itu,

18

pengembangan kurikulum juga harus benar-benar mengakomodir kebutuhan dan

kemampuan yang dapat dilakukan oleh anak hambatan mental.

Dengan memahami kebutuhan para siswa akan bermanfaat dalam

memberikan pembelajaran bina diri. Hal yang perlu dicatat adalah membantu siswa

untuk meneliti kebutuhan mana yang secara spesifik menimbulkan masalah,

sehingga siswa dapat berusaha memecahkannya sendiri.

Pembelajaran bina diri yang akan diberikan kepada anak tuna grahita

dititikberatkan pada aspek tentang bantu diri seperti: mandi, berpakaian, berhias,

memakai sepatu, dan kebersihan lingkungan sekitar serta penyesuaian sosial.

Keberhasilan dari upaya diri pada anak tuna grahita dapat dilihat dan

diamati sampai sejauh mana anak tuna grahita mampu melaksanakan kegiatan bina

diri secara optimal sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Hal ini akan sangat

tergantung pada kegiatan bimbingan yang teratur dan terus menerus serta metode

yang tepat.

Meningkatkanya kemandirian siswa di sekolah khususnya di SLB Tuna

Grahita dapat berhasil dengan baik dan maksimal bila didukung oleh pembelajaran

bina diri yang efektif dari guru. Bimbingan bina diri dari guru termasuk faktor yang

mempengaruhi kemandirian yang berasal dari luar diri siswa.

Perlunya penananaman kemandirian sejak dini agar anak tuna garahita

dalam kehidupanya mendatang tidak menjadikan beban pada lingkungan sekitar

dan mengurangi ketergantungan pada bantuan yang biasa diterima untuk memenuhi

kebutuhannya, baik langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengadakan penelitian dengan

judul: Meningkatan Kemandirian Melalui Pembelajaran Bina Diri Siswa Tuna

Grahita Kelas IV Semester II di SLB/C YPALB Karanganyar Tahun Pelajaran

2008/2009.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut: “Apakah melalui pembelajaran bina diri dapat meningkatkan

19

kemadirian siswa tuna grahita kelas IV semester II di di SLB/C YPALB

Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009 ?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemandirian

melalui pembelajaran bina diri siswa tuna grahita kelas IV semester II di SLB/C

YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

Sebagai usaha guru dalam menerapkan bina diri terhadap kemandirian siswa

dalam pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan menambah

khasanah ilmu bina diri dan kemandirian bagi siswa tuna grahita.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap dunia pendidikan dalam rangka

peningkatan kemandirian, sehingga siswa dapat menyelesaikan program

pendidikan dengan lancar.

b. Sebagai bahan masukan bagi guru akan pentingnya pembelajaran bina diri

dalam pembelajaran sehingga kemandirian siswa dapat ditingkatkan.

c. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi penelitian tindakan kelas di

masa mendatang.

20

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Anak Tuna Grahita Ringan

a. Pengertian Anak Tuna Grahita Ringan

Menurut Munzayanah (1997: 21), "Anak tuna grahita ringan merupakan

salah satu golongan anak tuna grahita yang masih dapat dilatih dalam bidang

sosial maupun intelektual dalam batas-batas tertentu dan dapat dilatih utuk

mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang rutin". Emi Dasiemi (1997: 138)

memberikan batasan "Anak tuna grahita ringan atau debil yaitu yang

mempunyai IQ antara 50/55-70/75, kurang mampu mencari nafkah sendiri,

namun masih mampu menerima pendidikan dan latihan meskipun terbatas."

Sunaryo Kartadinata (1996: 83) mengemukakan bahwa, "tuna grahita

adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai

kemampuan intelektual di bawah rata-rata, sukar mengikuti program pendidikan

di sekolah umum sehingga membutuhkan layanan pendidikan secara khusus

disesuaikan dengan kemampuan anak." Menurut Bratanata yang dikutip

Mohammad Efendi (2006: 88) bahwa:

Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.

Moh. Amin (2005: 1) yang menguraikan istilah anak terbelakang sebagai

berikut:

Sesuai dengan arti anak terbelakang atau terbelakang mental memang mengalami keterbelakangan dalam perkembangan kecerdasan. Kalau anak normal umur 10 tahun mencapai kecerdasan sesuai dengan

21

umurnya, maka anak terbelakang hanya mencapai kecerdasan yang sama dengan anak yang lebih muda umurnya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tuna

grahita ringan adalah anak yang mempunyai kecerdasan mental antara 50/55-

70/77, mengalami kelambatan dalam perkembangan bicara dan perkembangan

verbal, namun masih mampu menerima pendidikan dan latihan sesuai dengan

program layanan pendidikan di sekolah luar biasa.

b. Ciri-Ciri Kejiwaan Siswa Tuna Grahita

Mohamad Amin (1996: 34) menguraikan ciri-ciri anak tuna grahita

sebagai berikut:

Kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, perkembangan dan dorongan emosi anak tuna grahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing, struktur maupun fungsi organisme pada umumnya kurang dari anak normal.

Pendapat lain dikemukakan oleh Munzayanah (1997: 24) bahwa:

Karakteristik yang nampak serta banyak terjadi pada siswa penyandang tuna grahita adalah: rasa merusak sebagai dasar perkembangan, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri anak tunagrahita

adalah: kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat

mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, mengalami

kesukaran berfikir abstrak, merekaa berbicara lancar, mereka masih dapat

mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa ataupun khusus, mengalami

gangguan dalam sosialisasi, iri hati korati yang merupakan dasar rasa keadilan,

bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, siikap yang ingin memisahkan

diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil, pada umur 16 tahun

baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun.

c. Klasifikasi Siswa Tuna Grahita

Klasifikasi diperlukan untuk memudahkan pemberian bantuan atau

pelayanan kepada anak tuna grahita. Dalam pengklasifikasian ini terdapat

5

22

berbagai cara sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu dan ahli yang

mengemukakannya.

Menurut Yusak S. (2003: 61) mengklasifikasikan anak tuna grahita

berdasarkan IQ (tingkat kecerdasan) sebagai berikut:

“Idiot yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 2 tahun. IQ nya antara 0–19. Imbisil kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7 tahun, minimal sama dengan anak normal usia 3 tahun, IQ nya 20–49. Debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 10 tahun, minimal 7 tahun, IQ nya 50 – 69. Slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal. IQ nya 78 – 89.”

Moh. Amin (2005: 23) mengemukakan klasifikasi anak terbelakang

sebagai berikut:

“Idiot kecerdasannya sekalipun sudah berusia lanjut tidak lebih dari anak normal seusia 3 tahun. Embisil kecerdasan maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 7 tahun. Debil kecerdasan perkembangan kecerdasannya antara setengah hingga tiga perempat kecepatan anak normal atau pada usia dewasa kecerdasannya maksimal kira-kira sama dengan anak normal usia 12 tahun. Moron kecerdasannya maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 16 tahun.”

Pendapat lain dikemukakan oleh Mohammad Efendi (2006: 90) yang

mengklasifikasikan anak tuna grahita untuk keperluan pendidikan yaitu:

“Seorang psikolog dalam mengklasifikasikan anak tuna grahita mengarah kepada aspek indeks mental inteligensinya, indikasinya dapat dilihat pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-75 kategori debil atau moron. Seorang pedagog dalam mengklsifikasikan anak tuna grahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajika pada anak. Dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tuna grahita mampu didik, anak tuna grahita mampu latih, dan anak tuna grahita mampu rawat.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak tuna

grahita adalah IQ nya antara 0-19, kecerdasannya maksimal sama dengan anak

normal yang berusia 2-3 tahun, IQ antara 20-49. Debil yaitu kapasitas

kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 7-10 tahun, IQ

antara 50-69. Slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama

dengan anak normal. IQ antara 78-89 tak lebih dari kecerdasan anak normal usia

23

16 tahun. Tarap perbatasan atau lambat belajar mempunyai IQ antara 70-85.

Tuna Grahita mampu didik mempunyai IQ antara 50-70. Tuna Grahita mampu

latih mempunyai IQ antara 30 – 50. Tuna Grahita mampu rawat mempunyai IQ

dibawah 30

Berdasarkan klasifikasi dari beberapa ahli tersebut peneliti akan meneliti

kasus penyesuaian diri dalam pergaulan siswa penyandang tuna grahita, yang

tergolong mampu didik yang mempunyai IQ antara 50 – 70 yang biasanya juga

disebut debil. "Anak tuna grahita mampu didik (debil) adalah anak tuna grahita

yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih

memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun

hasilnya tidak maksimal" (Mohammad Efendi, 2006: 90).

Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tuna grahita mampu

didik antara lain: 1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; 2)

menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; 3)

keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari.

Kesimpulan anak tuna grahita mampu didik adalah anak tuna grahita

yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan

pekerjaan.

d. Sebab-sebab Siswa Tuna Grahita

Slamet Ananto Putro (1999: 35) mengemukakan penyebab terjadinya

terbelakang mental atau tuna grahita adalah sebagai berikut:

1) Masa prenatal yaitu sebelum bayi lahir, ketika masih dalam kandungan bayi kekurangan vitamin, karena gangguan psikologis sang ibu, gangguan kelainan janin dan bisa terjadi karena pengguguran yang gagal.

2) Masa natal yaitu ketika bayi lahir, bila proses kelahiran tidak sempurna. Memakan waktu yang lama dan akhirnya diangkat dengan forsep juga dapat mengakibatkan terbelakang mental.

3) Masa pos natal yaitu setelah bayi lahir, anak tuna grahita dapat disebabkan karena pada waktu kecil atau bayi pernah, sering step, panas terus menerus dan penyakit lainnya.

Menurut Mohammad Efendi (2006: 91), bahwa "sebab terjadinya

ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa

sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan

24

lainnya (faktor eksogen)." Faktor endogen yaitu faktor ketidaksempuraan

psikobiologis dalam memindahkan gen, sedangkan faktor eksogen yaitu faktor

yang terjdi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi

pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport

yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 91) dapat dirinci melalui jenjang

sebagai berikut:

1) kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma; 2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur; 3) kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi; 4) kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio; 5) kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelaihiran; 6) kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin; 7) kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-

kanak.

Menurut Moh. Amin (2005: 62) anak tuna grahita dapat disebabkan oleh

berbagai faktor yaitu:

1) Faktor Keturunan, faktor ini terdapat pada sel khusus yang pada pria disebut spermatozoa dan pada wanita disebut sel telur (ovarium). Kelainan orang tua laki-laki maupun perempuan akan terwariskan baik kepada anaknya yang laki-laki maupun perempuan. Apakah warisan tersebut akan nampak atau tidak juga tergantung pada dominan resesifnya kelainan tersebut.

2) Gangguan metabolisme dan gizi. Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental dalam individu.

3) Infeksi dan keracunan, diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya infeksi dan keracunan yaitu terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada di dalam kandungan ibunya. Penyakit-penyakit tersebut antara lain: rubella, syphilis, toxoplasmosis dan keracunan yang berupa: gravidity sindrome yang beracun, kecanduan alkohol dan narkotika.

4) Trauma, ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan dan terkena radiasi zat radioaktif selama hamil.

5) Masalah pada kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai by poxia dapat dipastikan bahwa bayi yang di lahirkan menderita kerusakan otak, menderita kejang, nafas yang pendek, kerusakan otak juga disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit.

6) Faktor lingkungan sosial budaya, lingkungan dapat berpengaruh terhadap intelek anak, kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Tuna grahita dapat disebabkan oleh lingkungan yang

25

tingkat sosial ekonominya rendah. Hal ini disebabkan ketidak-mampuan lingkungan memberikan rangsangan-rangsangan yang diperlukan anak pada masa perkembangannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab anak tuna

grahita adalah: pada masa prenatal kekurangan vitamin, gangguan psikologis

sang ibu, gangguan kelainan janin; pada masa natal proses kelahiran tidak

sempurna, masa pos natal, anak tuna grahita dapat disebabkan pada waktu kecil

pernah sakit ecara terus menerus; faktor keturunan, gangguan metabolisme dan

gizi, infeksi dan keracunan. Di samping itu juga disebabkan oleh predisposisi

genetik terhadap gens atau faktor ekologis atau lingkungan, dan waktu

terjadinya pemaparan, misalnya janin terpapar virus rubella sewaktu berusia

trimester pertama maka kecacatan dapat berat.

e. Dampak Tuna Grahita bagi Siswa

Ketidakmampuan anak tuna grahita meraih prestasi yang lebih baik dan

sejajar dengan anak normal, karena ingatan anak tuna grahita sangat lemah

dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran, jika instruksi yang diberikan

kepada anak tuna grahita cenderung tidak melalui proses analisis kognitif.

Perkembangan kognitif anak tuna grahita sering mengalami kegagalan dalam

melampaui periode atau tahapan perkembangan. Bahkan dalam taraf

perkembangan yang paling sederhana pun, anak tuna grhaita seringkali tidak

mampu menyelesaikan dengan baik.

Keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tuna grahita menjadi

masalah besar bagi anak tuna grahita ketika meniti tugas perkembangannya.

Beberapa hambatan yang tampak pada anak tuna grahita dari segi kognitif dan

sekaligus menjadi karakteristiknya menurut Mohammad Efendi (2006: 98),

sebagai berikut:

1) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berpikir. 2) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi. 3) Kemampuan sosialisasinya terbatas. 4) Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit. 5) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi.

26

6) Pada tuna grahita mampu didik, prestasi tertnggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.

Keterbatasan daya pikir yang dialami anak tuna grahita menyebabkan

mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas

sehari-hari wajar atau tidak, baik perilaku yang berlebihan maupun perilaku

yang kurang serasi. Atas dasar itulah maka untuk anak tuna grahita perlu

dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi perilaku.

Dalam memberikan terapi perilaku pada anak tuna grahita, seorang

terapis harus memiliki sikap sebagaimana yang dipersyaratkan dalam

pendidikan humanistik, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi,

ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi

anak tuna grahita. Tanpa dilengkapi persyarata tersebut, penerapan teknik

motifikasi perilaku pada anak tuna grahita tidak banyak memberikan hasil yang

berarti.

2. Pembelajaran Bina Diri

a. Strategi Pembelajaran

Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna

yang tidak selalu sama. Dalam konteks pengajaran menurut Ahmad Rohani

(2004: 32) “strategi dapat diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-

peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran” Dengan kata lain, konsep

strategi dalam konteks ini dimaksudkan untuk menunjuk pada karakteristik

abstrak serangkaian tindakan guru-peserta didik dalam events pengajaran.

Komponen dari sistem pengajaran meliputi: tujuan, materi, strategi

belajar mengajar dan evaluasi. Strategi pembelajaran merupakan salah satu

komponen yang penting dari sistem pengajaran, meskipun tujuan telah

dirumuskan dengan baik, materi yang dipilih sudah tepat, tetapi jika strategi

belajar mengajar yang dipergunakan kurang memadai, mungkin tujuan yang

diharapkan tidak tercapai atau mungkin tercapai tetapi dengan susah payah

(Purwoto, 1998: 3).

27

Lebih lanjut dikemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah kegiatan

guru dalam proses belajar mengajar yang dapat memberikan kemudahan atau

fasilitas kepada siswa agar dapat mencapai tujuan pengajaran yang telah

ditetapkan (Purwoto, 1998: 1).

“Strategi pembelajaran itu lebih luas daripada metode atau teknik

pengajaran” (Purwoto, 1998: 5). Dalam hal ini yang dimaksud dengan metode

adalah cara mengajar (yang bersifat umum) yang dapat digunakan untuk semua

jenis mata pelajaran. “Jadi strategi mengajar itu ialah pola atau seperangkat

kebijaksanaan terpilih. Setelah strategi mengajar dipilih kita harus memilih

metode atau teknik mengajar yang tepat untuk menyampaikan materi itu”

(Ruseffendi, 2000: 96). Strategi pembelajaran yang dipilih harus:

1) Mendukung tercapainya tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.

2) Sesuai dengan sifat dan hakikat materi pelajaran yang diberikan, serta sesuai

pula dengan media yang tersedia.

3) Sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan anak.

Karena itu untuk menentukan pembelajaran yang baik perlu

dipertimbangkan beberapa hal antara lain: tujuan pengajaran, materi pelajaran,

siswa, guru, dan fasilitas.

b. Pengertian Bina Diri

Pengertian bina diri dikemukakan oleh Munzayanah (2000: 4), yaitu:

cara untuk membentuk seseorang menjadi baik artinya mereka yang mempunyai

kemampuan terbatas perlu pelayanan secara khusus, secara terus menerus agar

menjadi baik atau melayani mengurus dirinya sendiri dalam hidupnya.

Sedangkan menurut Samsul Hadi (1998: 32) pengertian bina diri adalah

sebagai usaha bantuan yang diberikan kepada seseorang agar mampu

melaksanakan kegiatan sehari-hari dan mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan

atau ketergantungan pada orang lain dengan mengoptimalkan kemampuannya.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

bimbingan bina diri adalah suatu cara atau usaha dari seseorang agar mampu

mengurus dirinya sendiri dengan baik tanpa bantuan dari orang lain.

c. Tujuan Bina Diri

28

Tujuan pembelajaran bina diri menurut Depdikbud (1994/1995) dalam

Petunjuk Penyelenggaraan SLB bagi penyandang cacat atau anak tuna grahita

adalah:

1) Memiliki sifat dasar sebagai warga negara yang baik.

2) Kondisi sehat jasmani dan rohani.

3) Mempunyai potensi pengetahuan, ketrampilan serta sikap dasar yang

diperlukan guna:

a) Mengurus diri sendiri.

b) Penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya.

c) Melakukan pekerjaan untuk bekal hidup.

d) Dapat menggambarkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.

d. Ruang Lingkup Pembelajaran Bina Diri

Ruang lingkup bina diri diarahkan pada:

1) Bina gerak bagi anak tuna grahita yang mengalami keterlambatan kecerdasan

atau kemampuan yang berorientasi pada latihan motorik, sensorik, dan

sensomotorik yang dilaksanakan melalui permainan.

Misalnya: menangkap dan melempar bola, latihan keseimbangan dengan

meniti tangga dan lain sebagianya. Bina gerak ini dimaksudkan untuk melatih

penyandang cacat melakukan suatu kegiatan agar kemampuan motorik,

sensorik dan sensomotorik dapat terlatih, sehingga anak mampu melakukan

dan mengaktifkan dirinya secara wajar serta dapat mengkoordinasikan

sensomotoriknya, yang kemudian dapat mengembangkan diri secara sosial

emosional, sehingga dapat bekerja sama dalam batas kemampuan tertentu

dengan lingkungannya.

2) Bina diri ketrampilan untuk kegiatan sehari-hari (Activities of Daly Living =

ADL), yang bertitik tolak pada diri sendiri, kebersihan rumah penampilan

diri sendiri dan kebersihan dan pemeliharaan lingkungan serta memilih

ketrampilan tertentu.

Menolong diri sendiri agar anak mampu berbuat dan melakukan

pekerjaan berhubungan dengan mengurus dirinya sendiri ini harus

29

dilaksanakan secara nyata agar anak lebih mudah memahami dan mengetahui

cara-caranya, di samping itu anak bisa menirukannya. Dengan bimbingan

yang terus menerus diharapkan anak mampu melakukannya sendiri. Jenis

kegiatan menolong diri sendiri adalah: mandi, berpakaian, makan, dan

menghindari bahaya.

3) Bina sosial, ini dimaksudkan dan dilaksanakan agar mereka dapat melakukan

pergaulan dengan masyarakat, serta memahami norma-norma yang berlaku

dalam masyarakat.

Bina sosial ini bertujuan agar anak dapat mengadakan komunikasi

dengan lingkungan sosialnya. Latihan-latihan yang diberikan antara lain:

berjalan-jalan, mengenal lingkungan, bermain bersama, makan bersama dan

lain-lain. Masalah yang perlu mendapat perhatian dalam melaksanakan

bimbingan terhadap anak tuna grahita yang memiliki gangguan

keterlambatan kecerdasan atau kemampuan yaitu agar supaya mereka dapat

berintegrasi dengan lingkungan sosialnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka

dapat memahami serta menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga

berperan serta dalam kegiatan lingkungannya.

Bagi anak tuna grahita kemampuan mengadakan pilihan amat rendah,

oleh karena itu perlu diberikannya konsep-konsep yang jelas tentang potensi

yang dimilikinya, agar supaya dapat memberikan kepuasan bagi penyandang

cacat mental tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka bimbingan yang perlu

diberikan, dimaksudkan agar supaya anak dapat:

a) Memelihara diri dan kesehatan.

b) Menggunakan waktu luang.

c) Memiliki suatu pekerjaan.

d) Berhubungan dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan manusia dan

alam sekitarnya.

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bina Diri

Menurut Dewa Ketut Sukardi (1999: 21), faktor-faktor yang

mempengaruhi bimbingan dibagi menjadi dua yaitu:

30

1) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu yang belajar,

meliputi:

a) Faktor non sosial, yaitu faktor yang ditimbulkan bukan dari manusia, yang

meliputi:

(1) Keadaan iklim.

(2) Keadaan waktu, yang dimaksud adalah pagi, siang, dan malam hari.

b) Faktor sosial, yaitu faktor yang ditimbulkan oleh lingkungan atau manusia

di sekitarnya, yang meliputi:

(1) Faktor keluarga.

(2) Faktor sekolah.

(3) Faktor masyarakat.

2) Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang

belajar, meliputi:

a) Faktor fisiologis atau faktor yang berasal dari jasmani, antara lain:

(1) Keadaan jasmani pada umumnya.

(2) Syaraf sentral, hal ini merupakan faktor yang sengat menentukan

sikap aktivitas siswa, termasuk belajar. Syaraf sentral berhubungan

dengan tingkat kecerdasan atau kemampuan daya fikir (inteligensi

question) atau IQ.

b) Faktor psikologis atau yang berasal dari kondisi pribadi yang menyangkut

psikis.

Faktor ini digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu:

(1) Perhatian.

(2) Pengamatan.

(3) Ingatan.

(4) Kemampuan pembawaan.

(5) Inteligensi.

(6) Motivasi.

Dari uraian tersebut di atas, disimpulkan bahwa pada dasarnya ada

dua faktor yang prinsipnya dapat mempengaruhi bimbingan belajar, yaitu

faktor dari dalam individu maupun dari luar individu yang sedang belajar.

31

Bertitik tolak dari uraian tentang bina diri untuk anak tuna grahita yang

mengalami keterlambatan kecerdasan atau kemampuan cenderung pada faktor

eksternal, berarti dalam pemberian pembelajaran bina diri tidak semata-mata

hanya untuk menerima materi pelajaran yang bersifat teoritis, tetapi yang lebih

penting yaitu mengarahkan dan praktek kerja yang kelak tidak selalu tergantung

pada orang lain dan dapat mandiri sebagai anggota masyarakat yang berguna.

Pemberian praktek kerja dilaksanakan secara terus meenrus sampai anak mampu

melakukannya dengan baik dan menjadi suatu kebiasaan..

3. Kemandirian

a. Pengertian Kemandirian

Secara umum kemandirian diartikan sebagai sifat/sikap/ kondisi

seseorang ataupun subyek tertentu lainnya tanpa ketergantungan kepada orang

lain. Kemandirian berarti suatu sifat/sikap/kondisi kemampuan berdiri sendiri.

Kemampuan hidup dan berkehidupan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Menurut Moeliono (2000: 54) bahwa “kemandirian adalah keadaan dapat

berdiri sendiri tanpa tergantung orang lain.” Menurut Suparman Sumahamijaya

(1998: 10) “mandiri adalah berdiri sendiri atas modal kepercayaan pada diri

sendiri”. Sedangkan James dan Mary Kenny (1998: 56) bahwa dalam masa

perkembangan anak-anak usia 8-11 tahun, kemandirian diarahkan dengan rasa

percaya diri. Dari modal dasar tersebut seseorang akan memiliki keyakinan yang

besar untuk dapat melakukan dan mengerjakan sesuatu atas kemampuan dirinya

sendiri.

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah

sifat/sikap/kondisi dari rasa percaya diri yang dimiliki seseorang untuk dapat

melakukan sesuatu dengan keyakinan yang besar atas kemampuan sendiri.

Kemandirian yang dimaksud adalah aktivitas anak tuna grahita yang

berhubungan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari.

b. Ciri-ciri Kemandirian

Seseorang memiliki kemandirian yang tinggi, menurut Sutardi (1994: 3)

bila dalam diri orang tersebut terdapat ciri-ciri kehidupan mandiri “Activity of

32

Daily Living, Aktivitas bermain dan aktivitas kreatif dalam melakukan

pekerjaan”. Dengan penjelasan seperti berikut ini:

1) Activity of Daily Living adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari, misalnya makan, minum, berpakaian, mandi, berias diri dan sebagainya.

2) Aktivitas bermain adalah suatu kegiatan yang ada hubungannya dengan permainan yang mempunyai tujuan agar anak dapat menyalurkan emosinya sekaligus dapat terhibur, sebab bermain merupakan hal yang menyenangkan bagi anak.

3) Aktivitas kreatif dalam melakukan pekerjaan merupakan hal yang penting bagi anak, karena dalam melakukan suatu pekerjaan terdapat nilai-nilai kehidupan.

Selain itu juga sebagai aktivitas dasar atau persiapan bagi anak untuk

menguasai jenis ketrampilan tertentu sebagai bekal dalam kelangsungan

hidupnya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Menurut Djisman S. dan Pardede (1997:97) mengemukakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian dibagi menjadi dua yaitu:

1) Faktor dari dalam individu.

Faktor dalam individu terdiri dari kondisi individu tersebut berupa kondisi

fisik dan psikis. Kondisi fisik yaitu kondisi jasmaniah dari individu. Sebagai

contoh: anak yang sakiat, ia tidak dapat berbuat apa-apa, segala

kebutuhannya memerlukan bantuan orang lain, sehingga ia dikatakan kurang

mandiri, karena sangat tergantung kepada orang lain.Kondisi psikis yaitu

kondisi kejiwaan diri individu. Kondisi kejiwaan yang mempengaruhi

kemandirian anak tuna grahita adalah inteligensi, motivasi dan sikap.

2) Faktor dari luar individu.

Faktor dari luar individu meliputi faktor sosial dan non sosial. Faktor sosial

adalah faktor yang berasal dari manusia yang berarti ada hubungan secara

langsung dengan manusia.misalnya: seorang anak berada dalam asuhan

pendidik atau keluarga yang otoriter. Orang tua biasanya telah menentukan

segala sesuatu terhadap anaknya, sehingga anak tidak ikut serta dalam

mengambil keputusan dalam memecahkan suatu permasalahan. Faktor non

sosial yang dimaksud adalah selain adanya hubungan secara langsung dengan

33

manusia juga berasal dari situasi dan kondisi di lingkungan anak. Situasi dan

kondisi yang dimaksud adalah situasi politik, ekonomi, dan kebudayaan.

d. Upaya Meningkatkan Kemandirian

Untuk meningkatkan kemandirian anak cacat, upaya yang dapat

diberikan adalah dengan memberikan bimbingan ke arah kemandirian anak.

Menurut Sam Isbani dan Ravik Karsidi (1997: 47) mengemukakan beberapa

alternatif dalam upaya meningkatkan kemandirian yaitu dengan memberikan

pelayanan bagi penyandang, baik anak, remaja, maupun orang dewasa, antara

lain dengan cara “Layanan medik, layanan psikologi dan layanan bimbingan

karier”. Dengan penjelasan seperti berikut ini:

1) Layanan medik

Dalam memberikan layanan medik, masalah yang perlu diperhatikan adalah

penyuluhan lingkungan sehat serta penyuluhan genetik, observasi medik dan

rumah sakit khusus penyandang tuna grahita. Dengan terpenuhinya layanan

medik secara baik, maka akan sangat mendukung terwujudnya anak tuna

grahita yang mandiri.

2) Layanan psikologis

Layanan psikologis dimaksudkan agar anak dapat:

a) Menghilangkan atau mengurangi semaksimal mungkin akibat psikologi

yang disebabkan oleh kecacatan misalnya timbul perasaan rendah diri,

putus asa, mudah tersinggung, mudah marah, malas, suka minta belas

kasihan dan lain sebagainya.

b) Memupuk rasa harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri, semangat

juang dalam kehidupan, rasa tanggung jawab pada diri sendiri, keluarga,

masyarakat dan negara.

c) Mempersiapkan anak tuna grahita secara mental, supaya penderita tidak

canggung apabila kembali ke kehidupan di tengah masyarakat.

3) Layanan bimbingan karier

Tujuan dalam layanan bimbingan karier secara umum bertujuan agar anak

mampu:

a) memahami dirinya;

34

b) memahami lingkungan/dunia kerja dalam tata hidup tertentu;.

c) mengembangkan rencana dan kemampuan untuk membuat keputusan bagi

masa depannya.

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa upaya pelayanan

kemandirian merupakan penanganan yang terprogram, kontinyu dan terpadu.

Selain itu perlu diperhatikan dan diingat juga tentang kondisi anak dengan

segala kemampuan dan ketidak-mampuannya. Setelah anak menginjak masa

dewasa dan telah mengenyam pendidikan dan ketrampilan yang cukup

memadai untuk terjun ke masyarakat, dengan sendirinya mereka harus dapat

hidup sebagai anggota masyarakat yang baik. Demikian pula masyarakat,

hendaknya dapat memahami dan menerima anak tuna grahita dengan

perlakuan yang wajar serta mau menghargai hak, harkat dan martabat sama

dengan anak normal pada umumnya.

Menurut Munzayanah (1997: 28), alternatif usaha bimbingan dalam

meningkatkan kemandirian anak tuna grahita adalah sebagai berikut: 1)

bimbingan penyesuaian pribadi; 2) bimbingan penyesuaian pekerjaan; dan 3)

bimbingan penyesuaian sosial.

Dari ketiga alternatif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Bimbingan penyesuaian diri.

Ada dua hal yang penting dalam penyesuaian diri yaitu:

a) Pandangan dan sikap keluarga terhadap anak tuna grahita dalam

berbagai hal, antara lain: kemampuan dan kelemahannya yang

berhubungan dengan jasmani dan rohaninya; peranan dan sikap sosial

anak, sukar atau mudah bergaul, suka menangis, suka tertawa, suka

ngambek atau marah, tidak responsif terhadap lingkungan; dan

pengertian terhadap nilai-nilai etik dan estetika.

b) Pandangan dan sikap orang tua terhadap kesehatan anak, bahwa

kesehatan jasmani akan berpengaruh terhadap perkembangan

rohaninya, tidak menjadi permasalahan lagi bagi orang tua.

2) Bimbingan penyesuaian pekerjaan.

35

Dalam masalah pekerjaan, perlu adanya latihan kerja. Faktor-faktor

penting dalam latihan kerja yang perlu diperhatikan adalah:

a) Bidang latihan kerja, misalnya: pertanian, peternakan, kerajinan tangan,

pertukangan, dan kerumahtanggan.

b) Metode yang digunakan sesuai dengan sikap kerja masing-masing

bidang yang mempunyai cara dan sikap yang berbeda. Misalnya: sikap

mencangkul berbeda dengan memasak.

c) Persediaan bahan pekerjaan. Hal ini sangat penting agar kelangsungan

pekerjaan dapat berlangsung terus, yaitu perlu difikirkan bagaimana

agar persediaan bahan-bahan tetap ada.

d) Upah dan uang saku. Kalau anak sudah dapat berproduksi, anak harus

atau selayaknya memperoleh upah.

3) Bimbingan penyesuaian sosial.

Usaha penyesuaian sosial ditujukan bagi anak agar dapat menyesuaikan

diri dengan lingkungan sosialnya yang lebih luas. Agar anak tuna grahita

dapat mandiri dalam kehidupan penyesuaian sosial perlu diberi bimbingan

untuk:

a) Pembentukan kepribadian, terutama kepercayaan kepada diri sendiri

dapat melalui latihan-latihan koordinasi sensomotorik antara lain

meliputi: permainan bebas (macam-macam permainan); anak berjalan

dengan meniti atau berjalan di atas papan yang letaknya agak tinggi

atau naik tangga; dan latihan menggunting dan menempel kertas.

b) Merawat diri yang ditekankan pada anak tuna grahita antara lain

meliputi: (1) kebersihan diri, yaitu menggosok gigi, mandi, makan

minum, berpakaian dan kebersihan badan yang lain; (2) kerapian, yang

berhubungan dengan diri sendiri maupun kerapian dalam lingkungan.

Untuk itu anak perlu dilatih dalam hal-hal tertentu secara sederhana

antara lain: kerapian berpakaian, menyisir rambut atau berdandan,

kerapian pada kamar tidur, ruang makan, dan ruang tamu.

36

B. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran bina diri yang tepat yaitu bimbingan yang diberikan secara

terus-menerus dan sistematis kepada individu. Pembelajaran bina diri suatu proses

pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis kepada individu dalam

memecahkan masalah yang dihadapi siswa agar tercapai kemampuan untuk

mengarahkan diri, merealisasikan diri dengan lingkungan baik keluarga, sekolah

maupun masyarakat.

Guru memegang peranan penting, karena mempunyai tanggung jawab

dalam memberikan pembelajaran bina diri agar siswanya dapat hidup mandiri.

Terpenuhinya bina diri siswa, maka sebagai guru merasa bangga karena siswanya

dapat hidup mandiri. Demikian pula siswa mempunyai kebutuhan bina diri dari

guru, karena pada umumnya siswa tuna grahita masih tergantung pada guru.

Untuk membantu siswa agar memiliki kemandirian, guru dapat

melaksanakan pembelajaran bina diri. Sebab dengan pembelajaran bina diri selain

konselor dapat memperoleh informasi yang kompleks langsung dari klien, juga

akan membawa dampak positif, siswa merasa diperhatikan. Pembelajaran bina diri

akan menjadikan siswa mandiri dan memahami diri serta menggali kemampuan

yang ada untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah belajar.

Dari uraian tersebut di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai

berikut:

Gambar 1

Kemmandirian anak Tuna grahita kurang

Sebelum Pembelajaran Bina Diri

Setelah Pembelajaran bina diri

Kemandirian siswa tuna grahita meningkat

37

Bagan Kerangka Berfikir

C. Perumusan Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pemikrian di atas, hipotesis tindakan penelitian yang

diajukan dalam penelitian ini adalah: “Pembelajaran bina diri dapat meningkatkan

kemadirian siswa tuna grahita kelas IV semester II di SLB/C YPALB Karanganyar

tahun pelajaran 2008/2009.”

38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

dalam bahasa Inggris diartikan Classroom Action Research (CAR) yaitu penelitian

yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar, dengan

penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam

pembelajaran (Susilo, 2007: 16). Penelitian dilaksanakan di kelas IV SLB/C

YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009.

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan ke .....

Kegiatan 1 2 3 4

1. Persiapan a. Studi eksploratif b. Perumusan masalah c. Konsultasi proposal PTK d. Penyusunan instrumen

2. Tahap Pelaksanaan a. Perencanaan tindakan b. Implementasi tindakan

3. Analisis a. Klasifikasi data b. Analisis data c. Interpretrasi data d. Perumusan hasil penelitian

4. Tahap Penyusunan Laporan a. Penyusunan laporan PTK b. Perbaikan dan penggandaan

39

B. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini subyek penelitian adalah siswa tuna grahita

kelas IV semester II SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009

berjumlah 3 siswa.

C. Sumber Data

Sumber data penelitian tindakan kelas ini berasal dari siswa tuna grahita

kelas IV SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009 sebagai subjek

penelitian. Data yang berupa kemandirian diperoleh dengan menggunakan lembar

pengamatan sebelum diberi pembelajaran bina diri dan sesudah diberi

pembelajaran bina diri.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan

dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan

agar lebih efektif dan efisien. Observasi dipusatkan pada proses dan hasil tindakan

pembelajaran beserta peristiwa-peristiwa yang melingkupinya. Langkah-langkah

observasi meliputi: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan observasi kelas, dan (3)

pembahasan balikan.

Kemandirian siswa diukur melalui lembar pengamatan. Setelah

dilaksanakan tindakan pembelajaran bina diri, siswa diamati menggunakan lembar

pengamatan yang menitikberatkan pada segi penerapan pada akhir pembelajaran

bina diri setiap siklus yang meliputi: makan, mimun, dan berpakaian sendiri. Hasil

setiap siklus dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui keefektifan tindakan

dengan jalan melihat kembali (merujuk silang) pada indikator keberhasilan yang

telah ditentukan.

E. Validitas Data

23

40

Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan dijadikan

data dalam penelitian ini perlu diperiksa validitasnya sehingga data validitas

tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat

dalam menarik kesimpulan. Adapun teknik yang digunakan untuk memeriksa

validitas dalam penelitian ini adalah triangulasi.

Moeleong (2004: 330) mengemukakan bahwa “Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Teknik

triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan

triangulasi metode. Triangulasi data (sumber) dilakukan dengan mengumpulkan

data tentang permasalahan dalam penelitian dari beberapa sumber data yang

berbeda. Sedang triangulasi metode dilakukan dengan menggali data yang sama

dengan metode yang berbeda, seperti disinkronkan dengan hasil observasi atau

dokumen yang ada.

F. Analisis Data

Data berupa hasil pengamatan diklasifisikan sebagai data kuantitatif. Data

tersebut dianalisis secara desktiprif, yakni dengan membandingkan skor

kemandirian atarsiklus. Yang dianalisis adalah skor kemandirian siswa sebelum

melalui pembelajaran bina diri; dan skor kemadirian siswa setelah melalui

pembelajaran bina diri; sebanyak dua siklus. Kemudian, data yang berupa skor

kemandirian antarsiklus tersebut dibandingkan hingga hasilnya dapat mencapai

batas ketercapaian atau indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang dilakukan oleh

Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin

(Suharsimi Arikunto, 2003: 83). Model Kurt Lewin yang terdiri dari empat

komponen tersebut kemudian dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Kedua

ahli ini memandang komponen sebagai langkah dalam siklus, sehingga mereka

menyatukan dua komponen yang kedua dan ketiga, yaitu tindakan dan pengamatan

41

sebagai suatu kesatuan. Hasil dari pengamatan ini kemudian dijadikan dasar

sebagai langkah berikutnya, yaitu refleksi kemudian disusun sebuah modifikasi

yang diaktualisasikan dalam bentuk rangkaian tindakan dan pengamatan lagi,

begitu seharusnya.

G. Indikator Kinerja

Indikator pencapaian dalam penelitian tindakan kelas ini ditetapkan sebagai

berikut:

Tabel 2. Indikator Kinerja Penelitian

No. Aspek yang diukur Target Pencapaian Teknik Mengukur

1 Aktivitas guru mengajar

Aktivitas guru mengajar bina diri telah mencapai 80%.

Guru diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan oleh rekan guru (partisipan).

2 Aktivitas siswa belajar

Aktivitas siswa dalam melaksanakan bina diri telah mencapai 80%.

Siswa diamati saat melaksana-kan bina diri (makan, minum, berpakaian) dengan mengguna-kan lembar pengamatan oleh pengamat dan dihitung dari skor aktivitas siswa.

Penetapan indikator pencapaian ini disesuaikan dengan kondisi sekolah,

seperti batas minimal skor yang dicapai dan ketuntasan keterampilan membaca

bergantung pada guru kelas yang secara empiris tahu betul keadaan murid-murid

tuna grahita di kelasnya (sesuai dengan KTSP).

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Tiap siklus

dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti yang telah

didesain dalam variabel yang diteliti. Hasil observasi tersebut sebagai dasar untuk

42

menentukan tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan kemandirian siswa

tuna grahita kelas IV SLB/C YPALB Karanganyar.

Tabel 3. Prosedur Penelitian

1 Persiapan 2 Deskripsi awal Masalah dan kesulitan belajar

3 Penyusunan Rencana Tindakan

· Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran.

· Menentukan pokok bahasan. · Mengembangkan skenario pembelajaran. · Menyiapkan sumber belajar. · Mengembangkan format evaluasi. · Mengembangkan format observasi.

4 Pelaksanaan

Tindakan · Menerapkan tindakan mengacu pada

skenario pembelajaran. 5 Pengamatan · Melakukan observasi dengan memakai

format observasi.

Siklus I

6 Evaluasi/Refleksi · Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan.

· Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario pem-belajaran dan lain-lain.

· Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan siklus berikutnya.

· Evaluasi tindakan I. 7 Perencanaan dan

penyempurnaan tindakan

· Atas dasar hasil siklus I, dilakukan penyempurnaan tindakan.

· Pengamatan program tindakan II. 8 Tindakan · Pelaksanaan program tindakan II. 9 Pengamatan · Pengumpulan data tindakan II.

Siklus II

10 Evaluasi/Refleksi · Evaluasi tindakan II (berdasarkan indikator pencapaian).

Kesimpulan

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1. Deskripsi Awal

Pembelajaran kemandirian hidup sehari-hari siswa di kelas IV SLB-C

YPALB Karanganyar seperti biasa. Kelas dalam suasana tertib dan tenang

ketika jam pelajaran materi kemandirian hidup sehari-hari dimulai. Materi

pembelajaran kemandirian hidup sehari-hari pada kondisi awal dikemas oleh

guru dengan alokasi waktu 4 x 30 menit. Guru mengawali pembelajaran

dengan mengkondisikan kelas, mengabsen terlebih dahulu siswa kelas IV

SLB-C YPALB Karanganyar dan melaksanakan apersepsi guna menggali

pengetahuan awal siswa dalam rangka upaya mengaitkan materi pembelajaran

keamandirian hidup sehari-hari yang akan disampaikan.

Pada akhir pembelajaran, guru memberikan tugas kepada siswa untuk

mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan kemandirian hidup sehari-hari.

Siswa terlihat tidak segera mengerjakan soal-soal yang diberikan guru.

Sebagian besar siswa tampak membayangkan atau mengingat-ingat materi

yang baru saja diterangkan guru dengan metode ceramah (konvensional), baru

kemudian mereka menjawab apa yang diingat. Selama siswa menjawab soal-

44

soal, guru duduk di meja guru sambil sesekali melihat siswa mengerjakan soal.

Guru tidak mengontrol atau memberikan bimbingan kepada siswa.

Kegiatan pembelajaran keandirian hidup sehari-hari dilakukan hingga

waktu yang dialokasikan berakhir. Guru menyuruh mengumpulkan hasil

jawaban siswa. Pembelajaran diakhiri tanpa diberikan penguatan atau umpan

balik mengenai proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Berdasarkan gambaran pelaksanaan pembelajaran kemandirian hidup

sehari-hari di kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar yang telah diamati

tersebut, maka berikut ini dapat disajikan kemandiri hidup sehari-hari yang

terkait dengan kondisi awal siswa.

Tabel 4. Kemandirian Siswa Kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar pada Kondisi Awal.

S K O R No. Aktivitas Siswa Anto Adi Yoga

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Memegang sendok dan garpu Mengambil nasi Mengambil lauk pauk Mengambil sayur Mengunyah nasi Mengangkat ceret Menuangkan air Memegang gelas Menaruh gelas di meja Meninum air dari gelas Memakai kemeja Memakai celana Memilih baju seragam Memilih warna baju Menunjukkan warna seragam Memakai kaos sepatu Memakai sepatu

2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2 3

2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3

28

45

18 19 20

Melepas sepatu Memakai alas kaki/sandal Memakai topi

2 3 2

2 2 3

2 3 3

Jumlah 44 45 50 Ketuntasan Individu 44 % 45 % 50 % Ketuntasan Klasikal 44+45+50 = 139:300 = 46,33%

Sumber Data: Lampiran 6 halaman 61.

Kemandirian siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan

bahwa tiga siswa memperoleh nilai di bawah 60,00, dengan tingkat ketuntasan

secara klasikan sebesar 46,33%. Data ini menunjukkan bahwa kemandirian

siswa kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar belum memenuhi batas tuntas

yang ditetapkan (80% dari jumlah siswa mendapat nilai 60,00 ke atas). Dengan

demikian, pada kondisi awal kemandirian dapat dikatakan belum mencapai

tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan kemandirian siswa yang masih rendah, maka sebagai guru

berusaha melakukan inovasi pembelajaran agar kemandirian diri dapat

ditingkatkan. Inisiatif yang diambil guru kelas serta didukung oleh kepala

sekolah dan dibantu teman guru kolaborasi, dilakukan inovasi pembelajaran

dengan menerapkan pembelajaran bina diri dengan tujuan meningkatkan

aktivitas belajar, tingkat kemandirian siswa, dan aktivitas guru dalam

melaksanakan pembelajaran bina diri.

2. Deskripsi Siklus I

a. Perencanaan

Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatan-

kegiatan:

46

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan,

pembelajaran bina diri siklus I ini dirancang dengan dua kali

pertemuan. Alokasi waktu pertemuan adalah 3 x 40 menit setiap

pertemuan. RPP mencakup ketentuan: kompetensi dasar,

materi pokok, indikator, skrenario pembelajaran, media/sumber

belajar, dan sistem penilaian. (Lampiran 3 halaman 54).

2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung

Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan

pembelajaran adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang

digunakan adalah kelas yang biasa digunakan setiap hari. Kelas

tidak didesain secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran

bina diri, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk lingkaran)

sehingga guru dapat melakukan pembelajaran bina diri dengan

baik; (2) Mempersiapkan bimbingan bina diri sesuai dengan

materi pembelajaran.

3) Menyiapkan Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala

aktivitas dalam pembelajaran kemandirian selama pelaksanaan

pembelajaran berlangsung yang berisi daftar isian yang

mencakup aktivitas siswa dalam pembelajaran kemandirian dan

juga aktivitas guru guru. Lembar pengamatan yang digunakan

untuk siswa meliputi bagaimana aktivitas siswa dalam

pembelajaran yang meliputi: makan, minum dan berpakaian

sendiri. Lembar pengamatan yang digunakan untuk guru

meliputi bagaimana guru mengajar, yang meliputi: menyiapkan

RPP, menyiapkan materi dan lembar pengamatan, penampilan

47

guru, penguasaan materi, memusatkan perhatian siswa,

berinteraksi dan membimbing siswa, membuat kesimpulan, dan

melaksanakan evaluasi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pertemuan I

A. Kegiatan Awal

1. Mengajak siswa untuk berdoa bersama-sama sebelum kegiatan dimulai.

2. Absensi siswa.

3. Apersepsi:

Anak-anak, coba ibu bertanya, siapa yang dari rumah tadi sarapan ?

B. Kegiatan Inti

1. Guru mengenalkan serta menyebutkan nama alat-alat untuk makan dan

minum, siswa menirukan.

2. Guru memperagakan cara menggunakan sendok, siswa mengikuti.

3. Guru mendemonstrasikan cara melakukan kegiatan makan dan minum

lalu siswa mengikuti.

4. Siswa melakukan sendiri kegiatan makan dan minum tanpa dibantu guru

dengan betul dan sopan.

5. Selesai melakukan makan dan minum siswa merapikan alat-alat makan

dan minum yang habis digunakan dengan dimbimbing.

6. Merapikan alat-alat makan dan minum yang digunakan tanpa bantuan

guru.

C. Kegiatan Akhir

1. Tes lisan dan perbuatan.

2. Tanya jawab materi.

3. Menyimpulkan dan menilai.

Pembelajaran siklus I diakhiri dengan refleksi, yakni merenungkan apa

saja yang terjadi. Kegiatan refleksi tersebut menggunakan waktu 15 menit.

48

Sebelum mengakhiri pertemuan, siswa diberi tugas rumah untuk menjawab

beberapa pertanyaan sesuai dengan materi kemandirian hidup sehari-hari yaitu:

mampu merawat diri dan mampu mengurus diri.

c. Pengamatan

Dari hasil pengamatan pada siklus I aktivitas guru dalam

pembelajaran bina diri untuk meningkatkan kemandirian siswa

kelas IV SLB/C YPALB Karanganyar diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 5. Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Bina Diri untuk Meningkatkan Kemandirian Siswa Siklus I.

No. Aspek yang Dinilai S k o r

Kriteria

1

2

3

4

5

6

7

8

Menyiapkan RPP

Menyiapkan materi dan lembar pengamatan

Penampilan guru

Penguasaan materi

Memusatkan perhatian siswa

Berinteraksi dan membimbing siswa

Membuat kesimpulan

Melaksanakan evaluasi

2

3

3

3

4

3

2

4

Sedang

Cukup

Cukup

Cukup

Baik

Cukup

Cukup

Baik

Total Skor 24 Cukup

Ketuntasan klasikal: 24 : 40 = 60,00% (belum tuntas)

Sumber Data: Lampiran 7 halaman 62.

Dari hasil pengamatan pada siklus I, diperoleh dari lembar pengamatan

aktivitas guru dalam pembelajaran bina diri yang terdiri dari 8 indikator dapat

disimpulkan bahwa aktivitas guru dalam pembelajaran bina diri untuk

meningkatkan kemandirian siswa belum menunjukkan aktivitas yang

diharapkan, karena rata-rata aktivitas mengajar guru masih rendah yaitu baru

mencapai skor 24 (60,00%) dalam katagori cukup dari 40 skor maksimal yang

diharapkan, sehingga diperlukan kreativitas guru untuk lebih mendalami

49

pengajaran bina diri, dengan penekanan tersebut diharapkan pada siklus

berikutnya ada peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas guru dalam

pembelajaran bina diri.

Tingkat kemandirian siswa selama mengikuti pembelajaran

bina diri dalam kemandirian hidup sehari-hari berdasarkan hasil

observasi pada siklus I diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 6. Kemandirian Siswa Dalam Pembelajaran Bina Diri Siklus I.

S K O R No. Aktivitas Siswa Anto Adi Yoga

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Memegang sendok dan garpu Mengambil nasi Mengambil lauk pauk Mengambil sayur Mengunyah nasi Mengangkat ceret Menuangkan air Memegang gelas Menaruh gelas di meja Meninum air dari gelas Memakai kemeja Memakai celana Memilih baju seragam Memilih warna baju Menunjukkan warna seragam Memakai kaos sepatu Memakai sepatu Melepas sepatu Memakai alas kaki/sandal Memakai topi

3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 2 2 3 4 3 2 3 3 3 3

3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 4 3 3 2 3 3

3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3

Jumlah 54 55 59 Ketuntasan Individu 54 % 55 % 59 % Ketuntasan Klasikal 54+55+59 = 168:300 = 56,99%

Sumber Data: Lampiran 9 halaman 64.

50

Dari hasil pengamatan pada siklus I, diperoleh dari lembar pengamatan

kemandirian yang terdiri dari 20 indikator, subyek I (Anto) memperoleh skor 54

(54%), subyek II (Adi) memperoleh skor 55 (55%), dan subyek III (Yoga)

memperoleh skor 59 (59%).

Dari hasil tindakan siklus I tingkat kemandirian belum tuntas baik secara

individu maupun secara klasikal, maka masih perlu diadakan perbaikan

pembelajaran bina diri untuk meningkatkan kemandirian siswa. Guru berusaha

meningkatkan aktivitas mengajar dengan melakukan perbaikan terhadap

indikator yang masih kurang sehingga diharapkan pada siklus II aktivitas guru

mengajar dapat mencapai ketuntasan mengajar.

d. Refleksi

Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa siswa belum

dapat memanfatkan waktu dengan baik. Untuk menindaklanjutinya,

pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan pada siswa pentingnya

pemanfaatan waktu.

Kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran

kemandirian, dan jarangnya tanya jawab dilakukan antara siswa dengan guru

disebabkan oleh kekurangpahaman siswa akan pentingnya bimbingan bina diri

sehingga masih terdapat siswa yang menghadapi kesulitan ketika mengerjakan

tugas. Oleh sebab itu, pada pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan kepada

siswa agar lebih mempersiapkan diri dalam menerima pembelajaran bina diri

yang diberikan guru.

Perlu ditingkatkan keaktifan siswa dalam tanya jawab dengan guru.

Siswa perlu dibangkitkan semangatnya sehingga pembelajaran bina diri yang

dilaksanakan guru bermanfaat untuk menyempurnakan pemahaman terhadap

kemandirian hidup sehari-hari. Siswa masih perlu dibimbing dan diarahkan

karena aktivitas untuk berdiskusi dengan guru masih sangat kurang.

51

3. Dekskripsi Siklus II

Pembelajaran bina diri siswa kelas IV SLB/C YPALB Karanganyar pada

siklus II masih ditujukan pada pemahaman siswa terhadap kemandirian hidup

sehari-hari. Pelaksanaannya dirancang sebagai berikut:

a. Perencanaan

Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi kegiatan-

kegiatan:

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran bina

diri siklus II ini dirancang dengan dua kali pertemuan. Alokasi waktu

pertemuan adalah 4 x 30 menit setiap pertemuan. RPP mencakup penentuan:

kompetensi dasar, materi pokok, indikator, skrenario pembelajaran,

media/sumber belajar, dan sistem penilaian. (Lampiran 4 halaman 54)

2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung

Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan

pembelajaran adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang

digunakan adalah kelas yang biasa digunakan setiap hari. Kelas

tidak didesain secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran

bina diri, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk lingkaran)

sehingga guru dapat melakukan pembelajaran bina diri dengan

baik; (2) Mempersiapkan bimbingan bina diri sesuai dengan

materi pembelajaran.

3) Menyiapkan Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala

aktivitas selama pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar

isian yang mencakup kegiatan siswa dan juga kegiatan guru.

Lembar pengamatan yang digunakan untuk siswa meliputi

bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi:

52

makan, minum dan berpakaian sendiri. Lembar pengamatan

yang digunakan untuk guru meliputi bagaimana guru mengajar,

yang meliputi: menyiapkan RPP, menyiapkan materi dan lembar

pengamatan, penampilan guru, penguasaan materi,

memusatkan perhatian siswa, berinteraksi dan membimbing

siswa, membuat kesimpulan, dan melaksanakan evaluasi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pertemuan I

A. Kegiatan Awal

1. Mengajak siswa untuk berdoa bersama-sama sebelum kegiatan dimulai.

2. Absensi siswa.

3. Apersepsi:

4. Anak-anak, coba ibu bertanya, siapa yang dari rumah tadi sarapan ?

B. Kegiatan Inti

1. Guru mengenalkan serta menyebutkan nama alat-alat untuk makan dan

minum, siswa menirukan.

2. Guru memperagakan cara menggunakan sendok, siswa mengikuti.

3. Guru mendemonstrasikan cara melakukan kegiatan makan dan minum

lalu siswa mengikuti.

4. Siswa melakukan sendiri kegiatan makan dan minum tanpa dibantu guru

dengan betul dan sopan.

5. Selesai melakukan makan dan minum siswa merapikan alat-alat makan

dan minum yang habis digunakan dengan dimbimbing.

7. Merapikan alat-alat makan dan minum yang digunakan tanpa bantuan

guru.

C. Kegiatan Akhir

1. Tes lisan dan perbuatan.

2. Tanya jawab materi.

3. Menyimpulkan dan menilai.

53

Pembelajaran siklus II diakhiri dengan refleksi, yakni merenungkan apa

saja yang terjadi. Kegiatan refleksi tersebut menggunakan waktu 15 menit.

Sebelum mengakhiri pertemuan, siswa diberi tugas rumah untuk menjawab

beberapa pertanyaan sesuai dengan materi kemandirian hidup sehari-hari yaitu:

mampu merawat diri dan mampu mengurus diri.

c. Pengamatan

Dari hasil pengamatan pada siklus II aktivitas guru dalam

pembelajaran bina diri untuk meningkatkan kemandirian siswa

kelas IV SLB/C YPALB Karanganyar diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 7. Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Bina Diri Siklus II.

No. Aspek yang Dinilai S k o r

Kriteria

1

2

3

4

5

6

7

8

Menyiapkan RPP

Menyiapkan materi dan lembar pengamatan

Penampilan guru

Penguasaan materi

Memusatkan perhatian siswa

Berinteraksi dan membimbing siswa

Membuat kesimpulan

Melaksanakan evaluasi

4

4

4

4

5

5

3

5

Baik

Baik

Baik

Baik

Sangat

baik

Sangat

baik

Cukup

Sangat

baik

54

Total Skor 34 Sangat

baik

Ketuntasan klasikal: 34 : 40 = 85,00% (tuntas)

Sumber Data: Lampiran 8 halaman 63.

Dari hasil pengamatan pada siklus I, diperoleh dari lembar pengamatan

aktivitas guru dalam pembelajaran bina diri yang terdiri dari 8 indikator dapat

disimpulkan bahwa aktivitas guru dalam pembelajaran bina diri sudah

menunjukkan aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas mengajar

guru mencapai skor 34 (85,00%) dalam katagori sangat baik dari 40 skor

maksimal yang diharapkan, guru sudah dalam mendalami pembelajaran bina

diri, dengan penekanan tersebut diharapkan pembelajaran bina diri dapat

meningkatkan aktivitas dan prestasi kemandirian siswa.

Tingkat kemandirian siswa selama mengikuti pembelajaran

bina diri dalam kemandirian hidup sehari-hari berdasarkan hasil

observasi pada siklus II diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 8. Kemandirian Siswa Dalam Pembelajaran Bina Diri Siklus II.

S K O R No. Aktivitas Siswa Anto Adi Yoga

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Memegang sendok dan garpu Mengambil nasi Mengambil lauk pauk Mengambil sayur Mengunyah nasi Mengangkat ceret Menuangkan air Memegang gelas Menaruh gelas di meja Meninum air dari gelas Memakai kemeja Memakai celana

4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3

4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4

4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4

55

13 14 15 16 17 18 19 20

Memilih baju seragam Memilih warna baju Menunjukkan warna seragam Memakai kaos sepatu Memakai sepatu Melepas sepatu Memakai alas kaki/sandal Memakai topi

4 5 4 4 4 4 4 5

4 4 5 4 4 4 4 5

4 4 5 4 4 4 5 5

Jumlah 79 82 85 Ketuntasan Individu 79 % 82 % 85 % Ketuntasan Klasikal 79+82+85 = 246:300 = 82,00%

Sumber Data: Lampiran 10 halaman 65.

Dari hasil pengamatan pada siklus II, diperoleh dari lembar pengamatan

aktivitas belajar yang terdiri dari 20 indikator, subyek I (Anto) memperoleh skor

79 (79%), subyek II (Adi) memperoleh skor 82 (82%), dan subyek III (Yoga)

memperoleh skor 85 (85%).

Dari hasil tindakan siklus II baik secara individu maupun secara klasikal,

tingkat kemandirian siswa telah mencapai batas tuntas. Guru berusaha terus

meningkatkan aktivitas mengajar dengan harapan dapat meningkatkan aktivitas

belajar siswa dan meningkatkan nilai kemandirian siswa.

d. Refleksi

Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa

siswa telah memanfatkan waktu dengan lebih baik daripada siklus

I. Guru terus menerus menekankan pada siswa akan pentingnya

menghargai waktu dalam pembelajaran bina diri. Semangat siswa

meningkat dalam melakukan kegiatan merawat diri dan mengatur

diri, dan siswa memberanikan diri melakukan tanya jawab antara

siswa dengan siswa dan bertanya pada guru, siswa paham akan

56

pentingnya bertanya kepada guru melalui pembelajaran bina diri

sehingga kesulitan yang dihadapi siswa dapat teratasi. Pada

pembelajaran berikutnya guru lebih menekankan kepada siswa

untuk lebih mempersiapkan diri sebelum melakukan kegiatan

pembelajaran bina diri.

Guru memberikan motivasi kepada siswa akan perlunya

peningkatan keaktifan siswa dalam mengajukan pertanyaan

terhadap permasalahan kemandirian yang belum jelas. Siswa perlu

memiliki semangatnya sehingga dalam pembelajaran bina diri

bermanfaat untuk menyempurnakan pemahaman terhadap

kemandirian. Siswa terus dibimbing guru dan diarahkan untuk

meningkatkan aktivitas belajar, untuk terus bertanya kepada guru

guru terhadap materi yang kurang jelas dalam pembelajaran bina

diri.

B. Hasil Penelitian

Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus I dapat

dideskripsikan sebagai berikut:

Dalam pembelajaran bina diri materi meningkatkan

kemandirian siswa belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik.

Hal ini terlihat pada saat guru memberikan penjelasan dengan

pembelajan bina diri, tidak semua siswa memperhatikan, masih

57

terdapat siswa yang kurang memperhatikan bimbingan dari guru, ada

pandangan siswa yang di arahkan ke luar kelas dan memikirkan yang

lain, bahkan masih ada siswa yang kurang paham terhadap

pembelajaran bina diri yang diberikan guru tentang kemandirian hidup

sehari-hari. Hal ini terjadi karena siswa tidak memikirkan betapa

terbatasnya alokasi waktu yang tersedia sehingga mereka kurang

bisa memanfaatkan waktu yang baik.

Pada saat menerima pelajaran, masih terlihat kekurangsiapan

pada diri siswa. Masih ada di antara mereka yang hanya sekedar

membaca materi tanpa mempraktekkan kemandirian pada saat guru

memberikan pelajaran dengan disertai teknik makan, minum, dan

berpakaian yang benar siswa tanpa banyak melakukan aktivitas.

Mereka tidak mempraktekkan apa yang dicontohkan guru dengan

pembelajaran bina diri.

Pada saat mendengarkan pembelajaran bina diri, siswa belum

melakukannya dengan segera teknik kemandirian yang praktis

sehingga waktu kurang efektif. Siswa juga masih pasif dalam

bertanya, belum banyak memberikan komentar terhadap materi yang

harusa dipraktekkan. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa

melakukan sendiri dalam kelas. Siswa belum biasa mempraktekkan

di hadapan teman-temannya.

58

Dari hasil diskusi antara kepala sekolah dengan guru

kolaborasi, peran guru untuk membangkitkan semangat siswa masih

kurang. Guru kurang mengarahkan bagaimana siswa dapat

memanfaatkan waktu dengan baik. Selama mendampingi siswa

belajar, guru kurang memberikan teknik meningkatkan kemandirian

secara maksimal, karena guru kelas sudah sangat terbiasa dengan

pembelajaran konvensional, yang segala sesuatunya banyak

mendapatkan intervensi guru.

Tingkat kemandirian siswa pada siklus I dengan pembelajaran

bina diri belum memiliki aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata

aktivitas belajar siswa masih rendah yaitu 56,00% masih berada di

bawah indikator ketuntasan aktivitas siswa secara klasikal minimal

dari jumlah siswa memperoleh skor 80%, sehingga guru memotivasi

belajar siswa dengan menjelaskan keuntungan dan kelebihan

pembelajaran bina diri, dengan penekanan tersebut diharapkan pada

siklus berikutnya ada peningkatan yang signifikan terhadap

kemandirian siswa.

Dari hasil tindakan siklus I yang belum tuntas baik secara

individu maupun secara klasikal, maka masih perlu diadakan

perbaikan pembelajaran bina diri dari guru kelas. Guru berusaha

meningkatkan aktivitas mengajar dengan melakukan perbaikan

terhadap indikator yang masih kurang sehingga diharapkan pada

59

siklus II aktivitas guru mengajar dapat mencapai ketuntasan

mengajar.

Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus II dapat

dideskripsikan sebagai berikut:

Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan bahwa

siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat pada saat siswa

diminta mengambil tempat duduk masing-masing, mareka segera beranjak dari

tempat duduk dan siswa segera mendengarkan pembelajaran bina diri yang

diberikan guru.

Pada saat mendengarkan pembelajaran bina diri, seluruh siswa telah

menyiapkan diri. Mereka mempraktekkan apa yang diperintahkan guru dengan

baik. Seluruh siswa sudah mau bertanya kepada guru untuk menggali beberapa

pengalaman yang diingat dari teknik meningkatkan kemandirian yang didapatkan

dari pembelajaran bina diri dapat diserap oleh siswa. Pada saat melaksanakan tugas kemandirian, siswa telah melakukannya

dengan segera sehingga waktu yang tersedia dapat diefektifkan dengan baik.

Sebagian siswa sudah aktif dalam bertanya jawab, seluruh siswa banyak

memberikan komentar terhadap materi yang terdapat dalam pembelajaran bina diri.

Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai terbiasa melakukan praktek makan,

minum, dan berpakaian di hadapan teman-temannya.

Peran guru untuk membangkitkan semangat siswa semakin meningkat.

Guru mulai mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan

baik dan mengajak siswa untuk memahami pentingnya kemandirian hidup sehari-

hari melalui pembelajaran bina diri yang diberikan guru. Selama mendampingi

siswa belajar, guru sudah dapat memberikan bimbingan kepada siswa agar terbiasa

dengan memanfaatkan pembelajaran bina diri, yang segala sesuatunya yang kurang

jelas dapat ditanyakan langsung kepada guru.

Dari hasil pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran bina diri siklus

II telah memiliki aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas belajar siswa

60

mencapai 82,00% berada di bawah indikator ketuntasan aktivitas siswa secara

klasikal minimal dari jumlah siswa memperoleh skor 80%, guru terus memotivasi

belajar siswa dengan menjelaskan keuntungan dan kelebihan pembelajaran bina

diri, dengan penekanan tersebut diharapkan kemandirian siswa dan prestasi

kemandirian dalam pembelajaran bina diri akan meningkat.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pembahasan Kondisi Awal

Tingkat kemandirian pada siswa kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar

dilakukan dengan pendekatan konvensional. Dalam proses pembelajaran ini, masih

tampak didominasi oleh segi-segi teoritik. Guru masih banyak menjelaskan materi

pembelajaran secara monoton. Siswa hanya memperhatikan penjelasan guru

sehingga pembelajaran hanya berjalan searah. Dengan kondisi demikian, siswa

sangat pasif selama mengikuti pembelajaran sehingga terkesan hanya sebagai

objek, bukan subjek pembelajaran.

Pembelajaran kemandirian hanya diterima dari guru. Siswa belum

mengkonstruksikan, mendiskusikan, atau merefleksikan materi pembelajaran yang

telah dipelajarinya sehingga pembelajaran belum bermakna bagi siswa. Dalam

melakukan penilaian, guru hanya menekankan pada segi penilaian produk atau

hasil. Penilaian proses belum mendapatkan perhatian penuh dari guru. Siswa sama

sekali belum dilibatkan dalam penilaian.

61

Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran kemandirian, siswa

tidak mendapat pengarahan dan hanya menulis apa yang diperoleh

tanpa ada bimbingan dari guru. Guru hanya memberikan tugas

dengan tema tertentu. Kemudian, siswa disuruh menjawab soal-soal

dari guru. Setelah selesai, hasil jawaban kemandirian siswa

dikumpulkan tanpa dilakukan evaluasi terlebih dahulu.

Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa tidak mendapat

bimbingan dari guru tentang materi yang tidak dapat dikuasai siswa.

Kemandirian siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan

bahwa tiga siswa memperoleh nilai di bawah 60,00, dengan tingkat

ketuntasan secara klasikan sebesar 46,33%. Data ini menunjukkan

bahwa kemandirian siswa kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar

belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan (80% dari jumlah

siswa mendapat nilai 60,00 ke atas). Dengan demikian, pada kondisi

awal kemandirian dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang

diharapkan.

2. Pembahasan Tiap Siklus

a. Siklus I

Deskripsi siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran

belum berjalan dengan baik. Guru belum aktif dalam kegiatan

pembelajaran bina diri. Aktivitas guru dalam pembelajaran bina diri

62

dengan belum menunjukkan aktivitas yang diharapkan, karena rata-

rata aktivitas mengajar guru masih rendah yaitu 60,00%, sehingga

diperlukan kreativitas guru untuk lebih mendalami pembelajaran bina

diri, dengan penekanan tersebut diharapkan pada siklus berikutnya

ada peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas guru.

Deskripsi aktivitas belajar siswa pada siklus I menunjukkan

bahwa proses pembelajaran belum berjalan maksimal. Siswa belum

aktif melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan skenario

pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Hal ini disebabkan

oleh karena siswa telah terbiasa belajar dengan lebih banyak

mengandalkan instruksi guru. Akibatnya, pengetahuan siswa pun

kurang. Hal ini terjadi karena siswa dapat mempraktekkan sebagian

apa yang disampaikan guru. Kalaupun mempraktekkan kemandirian,

siswa tidak melakukan secara maksimal, karena belum terbiasa

melakukannya dihadapan teman-temannya sehingga siswa kesulitan

memahami tugas yang diberikan untuk dikerjakan.

Data yang diperoleh dari observasi menunjukkan bahwa

aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran sebagian besar siswa

belum memiliki aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas

belajar siswa masih rendah yaitu 56,00%. Hasil ini menunjukkan

bahwa aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran belum sesuai

dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data tersebut, secara klasikal belum mencapai

ketuntasan, yang perlu diperhatikan pada siklus II sebagai tindak

lanjut dari siklus I adalah memanfaatkan waktu yang ada dalam

63

pembelajaran bina diri. Siswa perlu diarahkan agar dapat memahami

teknik makan, minum, dan berpakaian dengan benar, dan memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan yang

kurang jelas.

b. Siklus II

Pada siklus ke II, guru telah melaksanakan aktivitas mengajar

dengan baik. Dari hasil pengamatan pada siklus II diperoleh rerata

aktivitas guru 85,00%. Indikator aktivitas guru dalam pembelajaran

rata-rata telah memiliki kriteria baik dan sangat baik karena telah

mencapai batas tuntas.

Kemandirian siswa pada siklus II, siswa telah mengikuti

pembelajaran dengan baik. Siswa bersemangat dan antusias

mengikuti proses pembelajaran. Perhatian siswa terhadap materi

yang disampailkan guru melalui pembelajaran bina diri diikuti dengan

senang hati dan dapat memahami teknik meningkatkan kemandirian

berkat bimbingan guru sehingga dengan kreativitas mengerjakan

tugas kemandirian.

Data yang diperoleh dari observasi siklus II menunjukkan

bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran bina diri seluruh

siswa telah memiliki aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata

aktivitas belajar siswa telah mencapai 82,00% yang diasumsikan

telah mencapai ketuntasan aktivitas belajar.

64

2. Pembahasan Antarsiklus

Aktivitas guru dalam pembelajaran bina diri dari siklus ke siklus

mengalami peningkatan. Pada siklus I memperoleh skor 24 (60,00%)

dari skor maksimal yang ditentukan yaitu 40 (100%). Setelah

diadakan diskusi tentang kekurangan-kekurangan dan indikator yang

perlu dibenahi agar aktivitas guru dapat ditingkatkan, maka pada

siklus II mengalami peningkatan skor menjadi 34 (85,00%). Karena

pada siklus ke II dapat dilihat hasilnya dari upaya-upaya guru

meningkatkan aktivitas pembelajaran, dimana aktivitas guru telah

mencapai batas tuntas yaitu minimal 80% guru telah melaksanakan

aktivitas mengajar.

Tabel 9. Aktivitas Guru Setiap Siklus Dalam Pembelajaran Bina Diri.

No. Aspek yang Dinilai Skor

Siklus I

Skor Siklus II

1

2

3

4

5

6

7

8

Menyiapkan RPP

Menyiapkan materi dan lembar pengamatan

Penampilan guru

Penguasaan materi

Memusatkan perhatian siswa

Berinteraksi dan membimbing siswa

Membuat kesimpulan

Melaksanakan evaluasi

2

3

3

3

4

3

2

4

4

4

4

4

5

5

3

5

Jumlah 24 34

Ketuntasan klasikal 60% (belum) 85% (tuntas)

Dari hasil nilai rata-rata dari setiap siklus dapat dibuat tabel

perbandingan sebagai berikut:

Tabel 10. Peningkatan Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Setiap Siklus

65

S I k l u s Ketuntasan Klasikal Peningkatan

Siklus I 60,00 % -

Siklus II 85,00 % 25,00 %

Dari peningkatan aktivitas guru tersebut dapat digambarkan dalam bentuk

grafik sebagai berikut:

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Aktivitas Guru

Siklus I

Siklus II

Grafik 1. Peningkatan Aktivitas Guru Setiap Siklus

66

Dari grafik di atas menunjukkan kenaikan aktivitas guru dalam

pembelajaran bina diri dari siklus ke siklus. Semakin guru

menyenangi pembelajaran bina diri, aktivitas guru mengajar akan

semakin meningkat sehingga ketuntasan aktivitas mengajar dapat

tercapai.

Hasil observasi setiap siklus, kemandirian siswa selama

mengikuti pembelajaran bina diri materi kemandirian dapat diketahui

pada siklus I mencapai 56,00%, pada siklus II mengalami kenaikan

menjadi 82,00% yang diasumsikan telah mencapai indikator

pencapaian tujuan aktivitas belajar siswa karena telah mencapai 80%

ke atas.

Tabel 11. Kemandirian Siswa Setiap Siklus Melalu Pembelajaran Bina Diri.

Siklus I Siklus II No. Nama Siswa Skor Persentase Skor Persentase

1

2

3

Anto

Adi

Yoga

54

45

59

54,00%

45,00%

59,00%

79

82

85

79,00%

82,00%

85,00%

Jumlah/Rata-rata 158 56,00% 248 82,00%

Ketuntasan Klasikal

56,00 % (belum tuntas)

82,00% (telah tuntas)

Dari hasil nilai rata-rata dari setiap siklus dapat dibuat tabel perbandingan

sebagai berikut:

Tabel 12. Peningkatan Kemandirian Siswa Setiap Siklus

S i k l u s Nilai Rata-rata Peningkatan

Siklus I 56,00 % -

67

Siklus II 82,00 % 26,00 %

Dari peningkatan kemandirian belajar siswa tersebut dapat digambarkan

dalam bentuk grafik sebagai berikut:

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

Kemandirian Siswa

Siklus I

Siklus II

Grafik 2. Peningkatan Kemandirian Setiap Siklus

Dari grafik di atas menunjukkan kenaikan kemandirian belajar siswa

melalui pembelajaran bina diri dari siklus ke siklus. Semakin siswa menyenangi

pembelajaran bina diri, aktivitas belajar siswa akan semakin meningkat sehingga

ketuntasan aktivitas belajar dapat tercapai.

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas hipotesis tindakan

yang diajukan yang berbunyi ”pembelajaran bina diri dapat

meningkatkan kemandirian siswa tuna grahita kelas IV semester II di

SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009” diterima

kebenarannya, semakin sering guru menerapkan pembelajaran bina

bina diri maka semakin meningkat pula kemandirian siswa tuna

grahita kelas IV semester II di SLB/C YPALB Karanganyar, dengan

68

kesimpulan pembelajaran bina diri dapat dijadikan prediktor dalam

meningkatkan kemandirian siswa.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian membuktikan bahwa melalui pembelajaran bina diri

dapat meningkatkan kemandirian siswa tuna grahita kelas IV semester II di di

SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009. Kemandirian siswa dalam

pembelajaran bina diri dari siklus ke siklus mengalami peningkatan, aktivitas siswa

pada siklus I memperoleh skor 168 (56,00%). Pada siklus ke II aktivitas siswa

meningkat menjadi skor 248 (82,00%) yang telah mencapai batas tuntas yaitu di

atas 80%.

B. Saran

1. Untuk Kepala Sekolah

Hendaknya lebih meningkatkan pengawasan kepada guru-guru

kelas dalam meningkatkan pembelajaran dan memberikan penjelasan

kepada guru dan siswa akan pentingnya memahami pembelajaran bina

diri untuk meningkatkan kemandirian siswa dalam kehidupan sehari-hari.

69

2. Untuk Guru

Mengingat adanya pengaruh yang signifikan pembelajaran bina

diri terhadap kemandirian siswa, diperlukan dorongan dari guru terhadap

siswa agar memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan

kesulitan dan mengadakan pembelajaran bina diri. Dengan

pembelajaran yang interaktif dan terarah akan meningkatkan kreativitas

dan minat belajar bina diri.

3. Untuk Siswa

Agar memperhatikan terhadap kegiatan belajar yang disampaikan

guru melalui pembelajaran bina diri, sebab dengan memperhatikan

dengan sungguh-sungguh apa yang disampaikan guru, maka kesulitan

dalam kemandirian akan mudah untuk dikerjakan. Siswa perlu memiliki

keberanian untuk bertanya kepada guru terhadap materi yang belum

jelas, sehingga apa yang belum dipahami akan dijelaskan oleh guru.

4. Untuk Penelitian lebih lanjut

Penelitian tindakan kelas ini perlu diupayakan adanya penelitian yang

berkaitan dengan pembelajaran bina diri. Para peneliti dapat mengadakan

penyelidikan yang lebih cermat terhadap faktor-faktor yang dapat meningkatkan

kemandirian terlepas dari faktor pembelajaran bina diri yang diterapkan dalam

penelitian tindakan kelas ini.

48

70

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rohani. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdikbud, 1994/1995. Pedoman Penyelenggaraan SDLB. Jakarta: Proyek Pembinaan SLB/SDLB.

Dewa Ketut Sukardi. 1997. Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.

Djisman S. dan Samuel Pardede, 1997. Pola Hidup Mandiri. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Emi Dasiemi, 1997. Psikiatri Umum. Surakarta: FKIP UNS.

James dan Mary Kenny, 1998. Dari Bayi Sampai Dewasa. Jakarta: Gunung Mulia.

71

Lumbantobing, 1997. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Moeleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Meliono. 2000. Belajar Mandiri, Konsep dan Penerapannya. Jakarta: Gunung Agung.

Mohammad Amin, 2005. Ortopedagogik Anak Tuna Grahita. Bandung: Depdikbud.

Mohammad Efendi, 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Muh. Bandi, 1997. Psikologi Anak Luar Biasa/Berkelainan. Surakarta: FKIP UNS.

Munzayanah, 1997. Anak Tuna Grahita. Surakarta: FKIP UNS.

_____, 2000. Pendidikan Anak Tuna Grahita. Surakarta: PLB.

Purwoto, 1998. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.

Sam Isbani dan Ravik Karsidi, 1997. Rehabilitasi ALB. Surakarta: FKIP UNS.

Samsul Hadi, 1998. Penganar Kearah Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Mental. Sragen: PRPCM Raharjo.

Slamet Ananto Putro, 1999. Identifikasi Anak Luar Biasa. Surakarta: Tiga Serangkai.

Suharsimi Arikunto. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Sunaryo Kartadinata. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Suparman Sumahamijaya, 1998. Membina Sikap Mental Wiraswasta. Jakarta: Rineka Cipta.

Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustak Book Publisher.

Sutardi. 1994. Terapi Okupasi Dalam Rehabilitasi Medik. Jakarta: Pusdiklat YPAC.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Bandung: Citra Umbara.

Yusak S. 2003. Instruduksi Pada Anak Berkelainan. Bandung: Sinar Baru.

72