Upload
dangdung
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MENGGUGAT KEBERPIHAKAN
ANGGARAN DAERAH (APBD)
MENGGUGAT KEBERPIHAKAN
ANGGARAN DAERAH (APBD)
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
Mengapa Pro Poor Budget
� Anggaran� instrumen Pemerintah menyelenggarakan pembangunan
� Fungsi Distribusi (Keadilan) dan Fungsi Alokasi (Mengurangi kesenjangan)
� Anggaran � menunjukan keberpihakan suatu rezim = Pemiskinan Vs Pro Poor
� Penyusunan Anggaran yang tidak memperhatikan kebutuhan orang miskin�pemiskinan
� Penyusunan Anggaran yang tidak memperhatikan perbedaan kebutuhan laki-laki perempuan�jender gap
Kerangka Regulasi Pro Poor Budget
� UUD 1945� UU No. 11/2005� Konvenan Internasional Hak –
Hak Ekosob� UU No. 32/2004� pasal 167 ayat (1) dan (2)
belanja daerah diprioritaskan untuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum
� PerPres No. 7/2005 RPJMN�SNPK� PP 65/2005�SPM� UU sektoral lainnya; UU Sisdiknas, UU SJSN, dll
Pro Poor Budget
� Bukan tujuan, tapi alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat tanpa diskriminasi jender.
� Pada sisi belanja berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar kelompok miskin (Laki-laki & Perempuan) � 10 hak dalam SNPK(pangan,kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, SDA & lingkungan hidup, rasa aman dan partisipasi ) atau pencapaian MDG’s
� Pada sisi Pendapatan�tidak menghambat dan memberikan akses khusus kelompok miskin mendapatkan layanan dasar dan mengakumulasi modal (pengurangan pungutan/restibusi/pajak usaha orang miskin)
� Pada sisi proses membuka ruang partisipasi warga miskin (laki-laki & perempuan) dalam menyuarakan kepentingannya
Alur Logis Pro Poor BudgetINPUT PROSES OUTPUT OUTCOME IMPACT
Siapa orang miskin? Karakteristik social? Karakteristik geografis? Apa masalah dan
kebutuhan?
Data statistik, SNPK,
SPKD/SRTPK, Dokumen Rencana
Participatory budgeting (Ruang khusus untuk orang miskin) & gender budgeting (memperhatikan perbedaan kebutuhan laki-laki dan
perempuan
Devolusi fiscal, data terpilah berdasarkan
jender
APBD Pro Poor: Pendapatan = Meringankan beban orang miskin, pengurangan pungutan ekonomi kecil Belanja= berorientasi pemenuhan hak-hak dasar
Indikator kinerja
Anggaran Keluarga Miskin (househould): Pendapatan ekonomi keluarga meningkat, Belanja pemenuhan hak dasar
berkurang
Pencapaian Target MDGs,
SNPK/ SPKD
survey kepuasan
pelayanan publik
IPM, IKM, AKB,
AKI, dll
Dimensi Pro Poor Budget
� Pendapatan �Kemudahan Akses pelayanan dasar & Keringanan Pajak/Restribusi Usaha Ekonomi warga miskin
� Belanja�Memenuhi Hak-hak dasar warga miskin
� Pendapatan Meningkat = Belanja pemenuhan Hak Dasar berkurang + Pendapatan Ekonomi Meningkat
� Belanja Berkurang = Pendapatan Ekonomi Meningkat + Belanja Hak Dasar berkurang
APBD/Pemerintah Keluarga Miskin/APBKM
Mengidentifikasi Pro Poor Budget
� Arah Kebijakan Anggaran– Belanja Langsung Vs (Belanja Tidak Langsung-Belanja
Subsidi-Belanja BH)– Proporsi Belanja berdasarkan SKPD & Urusan– Identifikasi Program-program pro poor
� Relevansi, Efektivitas Alokasi, Efisiensi Teknis– Program/kegiatan menyelesaikan masalah kemiskinan
& Gender gap�Trend indikator APS, Buta Huruf Vs Anggaran Pendidikan, Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi Vs Trend Anggaran Kesehatan
– Relevansi Kelompok Sasaran & Lokasi program kegiatan�RKA SKPD 2.2.1
– Unit Cost Vs Harga pasar Vs Standar Harga Kep. KDH
Oligarki Politik Anggaran
?
OligarkiOligarki AnggaranAnggaran
Partai Politik
DPR/DPRD Pemerintah
Kroni Bisnis
APBD/APBN
1 23 4
5
Rakyat
?
Alokasi Belanja Daerah dalam APBN
0
10
20
30
40
50
60
70
Persen
Belanja Pusat 68.4 66.2 67.5Belanja Daerah 31.5 33.8 32.5Belanja DAU 20.8 21.6 21.1
APBN/P 2006 APBN/P 2007 RAPBN 2008
Sumber: Seknas FITRA diolah dari data R/APBN/P
DAU adalah kewajiban pemerintah dalam rangka pelaks anaan otonomi daerah untuk menghindari kesenjangan pemban gunan antar daerah.
DAU sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No.33/2004 , adalah dana yang diberikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebu tuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bertujuan untuk menghindari kesenjangan ekonomi dan pembangunan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
DAU selama ini didasarkan pada celah fiskal dan keb utuhan alokasi dasar pemerintah daerah. Alokasi dasar seba gian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan gaji PNS di daer ah.
Masih tingginya alokasi belanja pemerintah pusat ya ng hampir mencapai 70% dari total anggaran negara dalam 3 tah un ini, menunjukkan masih rendahnya komitmen pemerintah pus at mengimplementasikan otonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
DAU adalah kewajiban pemerintah dalam rangka pelaks anaan otonomi daerah untuk menghindari kesenjangan pemban gunan antar daerah.
DAU sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No.33/2004 , adalah dana yang diberikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebu tuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bertujuan untuk menghindari kesenjangan ekonomi dan pembangunan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
DAU selama ini didasarkan pada celah fiskal dan keb utuhan alokasi dasar pemerintah daerah. Alokasi dasar seba gian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan gaji PNS di daer ah.
Masih tingginya alokasi belanja pemerintah pusat ya ng hampir mencapai 70% dari total anggaran negara dalam 3 tah un ini, menunjukkan masih rendahnya komitmen pemerintah pus at mengimplementasikan otonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
(200)(100) -100200300400500600700800900
1,0001,1001,2001,3001,4001,5001,600
Ribu rupiah
Prop SUMUT
Prop Sumsel
Kab Bandung
Kab Brebes
Kota Bandung
Kab Tuban
Kab Lamongan
Kab Sumedang
Kab Wonosobo
Kab Sergei
Kab Bone
Kab Gowa
Kota Surakarta
Kab Polman
Kab Jepara
Kab Tana Toraja
Kab Pesisir Selatan
Kab Kebumen
Kota Palu
Kota Binjai
Kab Donggala
Kab Karo
Kab Dompu
Kab Tabalong
Kota Kendari
Kota Salatiga
Kota Lhokseumawe
Kota Kediri
Kab Pekalongan
Perbandingan K
emam
puan Keuangan perkapita di 29 D
aerah tahun 2007
DA
U perkapita
Fiskal G
ap perkapitaK
apasitas Fiskal P
erkapita
Semakin besar Kapasitas Fiskal suatu Daerah, semakin kecil mendapatkan alokasi DAU atau celah fiskal
Dibandingkan Kab/Kota, propinsi (Sumut dan Sumsel) mendapat alokasi DAU lebih kecil, karena memiliki celah fiskal yang kecil dan kapasitas Fisk al yang besar. Hal ini terjadi karena, komponen pajak daerah potensial masih berada di propinsi
Semakin besar Kapasitas Fiskal suatu Daerah, semakin kecil mendapatkan alokasi DAU atau celah fiskal
Dibandingkan Kab/Kota, propinsi (Sumut dan Sumsel) mendapat alokasi DAU lebih kecil, karena memiliki celah fiskal yang kecil dan kapasitas Fisk al yang besar. Hal ini terjadi karena, komponen pajak daerah potensial masih berada di propinsi
Perb
andin
gan P
AD
dan D
AU
2007
0
102030405060708090
100
Prop
Sumse
l
Prop
Sumut Brebe
s Tuban
Palu
Palang
kara
ya Polman
Won
osob
o Serge
i Kenda
ri Bandu
ngLe
bak
Surak
arta
Karo Gowa
Pesisi
r Sela
tan Toraja
Lam
onga
n Salatig
aBon
e Dompu Don
ggal Kediri Tab
along
Kota
Bandu
ng
Lhok
sem
awe
Pekalo
ngan Keb
umen
Sumed
ang Je
para
Binjai
Persen
Pen
dapa
tan
Asl
i Dae
rah
Dan
a A
loka
si U
mum
Sum
ber:
Sek
nas
FIT
RA
dio
lah
dari
AP
BD
1. 84 % sumber pendapatan daerah masih bergantung pa da pos dana perimbangan sedangkan sektor PAD rata-rata han ya menyumbang dibawah 40%.
2. Dari 31 daerah, pos Dana Alokasi Umum rata-rata m enempati urutan pertama dalam kontribusi pendapatan daerah.
3. Daerah belum mampu mengelola kekayaan sumberdaya alam, menyediakan iklim investasi yang menarik dan potensi lainnya untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PA D).
4. Besarnya PAD dari Propinsi dikarenakan belum proporsionalnya komposisi Pajak Daerah sebagai sumb er PAD antar propinsi dan Kab/Kota. C/: Pajak Kendaran Bermotor dan Hotel masih berada di Propinsi
1. 84 % sumber pendapatan daerah masih bergantung pa da pos dana perimbangan sedangkan sektor PAD rata-rata han ya menyumbang dibawah 40%.
2. Dari 31 daerah, pos Dana Alokasi Umum rata-rata m enempati urutan pertama dalam kontribusi pendapatan daerah.
3. Daerah belum mampu mengelola kekayaan sumberdaya alam, menyediakan iklim investasi yang menarik dan potensi lainnya untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PA D).
4. Besarnya PAD dari Propinsi dikarenakan belum proporsionalnya komposisi Pajak Daerah sebagai sumb er PAD antar propinsi dan Kab/Kota. C/: Pajak Kendaran Bermotor dan Hotel masih berada di Propinsi
Kom
posisi Belanja pada A
PB
D 2007 di 29 D
aerah
-
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
(%)
Prop SUMUT
Prop Sumsel
Kota Kediri
Kab Tabalong
Kota Lhokseumawe
Kab Pesisir Selatan
Kab Bone
Kab Jepara
Kab Karo
Kab Sergei
Kab Kebumen
Kab Tana Toraja
Kab Lamongan
Kab Tuban
Kab Bandung
Kab Polman
Kota Surakarta
Kab Brebes
Kab Wonosobo
Kota Palu
Kab Gowa
Kota Binjai
Kab Donggala
Kota Bandung
Kab Dompu
Kota Salatiga
Kab Pekalongan
Kab Sumedang
Kota Kendari
Ba
ntu
an
Ke
ua
ng
an
Ba
ran
g d
an
Jas
aM
od
al
Pe
ga
wa
i
� Hasil analisis, dari 27 daerah untuk anggaran 2007, sektor belanjanya sebagian besar digunakan untuk pemenuhan kebutuhan birokrasi. Ini dapat dilihat dalam tabel dimana belanja pegawai menempati urutan pertama dan tertinggi.
� Contoh daerah tertinggi alokasi belanja pegawainya yang hampir mencapai 60% dari total anggaran daerah adalah Kendari, Sumedang dan Salatiga (3 peringkat atas)
� Tingginya belanja yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan aparatur/birokrasi dapat dijadikan sbg indikator awal tidak berpihaknya anggaran terhadap rakyat miskin.
� Tingginya belanja pegawai mengartikan “kebutuhan dasar rakyat telah dikalahkan oleh kebutuhan birokrasi”.
-
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
45.0
50.0
55.0
60.0
(%)
Kab Jepara
Kab Karo
Kota Salatiga
Kab Pesisir Selatan
Kab Donggala
Kota Surakarta
Kab Gowa
Kota Kediri
Kab Bandung
Kota Binjai
Kab Tuban
Kab Brebes
Kab Polman
Kota Palu
Kab Lamongan
Kab Wonosobo
Kab Dompu
Kab Pekalongan
Kota Bandung
Kab Sergei
Kab Tana Toraja
Prop Sumsel
Prop SUMUT
Kota Lhokseumawe
Kab Bone
Porsi belanja m
enurut Urusan di 25 D
aerah pada AP
BD
Tahun 2007
Kesehatan
Pekerjaan U
mum
Pendidikan
Pem
erintahan Um
um
Porsi belanja dalam urusan pemerintahan yang paling tinggi hingga mencapai angka 35 – 60% dari total anggaran adalah di 6 daerah dari 25 daerah yaitu antara lain: Bone, Lhokseumawe, Propinsi Sumut, sumsel Tana Toraja, dan Sergei.
Untuk urusan pendidikan hampir semua daerah alokasi belanja/porsi belanjanya rata-rata sampai mencapai 30 – 40%
Sedangkan pada sektor kesehatan, hampir semua daerah alokasi belanja/porsi belanjanya masih berkisar antara 3 – 8% dari total anggaran, kecuali 2 daerah yang telah megalokasikan/memporsikan belanjanya hingga mencapai angka 12% yaitu Salatiga dan Pekalongan
--- -
5.0
5.0
5.0
5.0
10
.01
0.0
10
.01
0.0
15
.01
5.0
15
.01
5.0
20
.02
0.0
20
.02
0.0
25
.02
5.0
25
.02
5.0
30
.03
0.0
30
.03
0.0
35
.03
5.0
35
.03
5.0
(%)
(%)
(%)
(%)
K ab Pe k along anK ab Pe k along anK ab Pe k along anK ab Pe k along an
K ota BandungK ota BandungK ota BandungK ota Bandung
Prop S UM UTProp S UM UTProp S UM UTProp S UM UT
K ota BinjaiK ota BinjaiK ota BinjaiK ota Binjai
K ab K aroK ab K aroK ab K aroK ab K aro
K ota K e ndar iK ota K e ndar iK ota K e ndar iK ota K e ndar i
K ab Dong g alaK ab Dong g alaK ab Dong g alaK ab Dong g ala
K ab TubanK ab TubanK ab TubanK ab Tuban
K ab GowaK ab GowaK ab GowaK ab Gowa
K ab BandungK ab BandungK ab BandungK ab Bandung
K ab BoneK ab BoneK ab BoneK ab Bone
K ab Polm anK ab Polm anK ab Polm anK ab Polm an
K ab S e rg e iK ab S e rg e iK ab S e rg e iK ab S e rg e i
K ota S urak artaK ota S urak artaK ota S urak artaK ota S urak arta
K ab W onosoboK ab W onosoboK ab W onosoboK ab W onosobo
K ab Pe sisir S e latanK ab Pe sisir S e latanK ab Pe sisir S e latanK ab Pe sisir S e latan
K ab K e bum e nK ab K e bum e nK ab K e bum e nK ab K e bum e n
K ab L am ong anK ab L am ong anK ab L am ong anK ab L am ong an
K ab Bre be sK ab Bre be sK ab Bre be sK ab Bre be s
K ota S alat ig aK ota S alat ig aK ota S alat ig aK ota S alat ig a
K ab Je paraK ab Je paraK ab Je paraK ab Je para
K ab Tana TorajaK ab Tana TorajaK ab Tana TorajaK ab Tana Toraja
K ab Dom puK ab Dom puK ab Dom puK ab Dom pu
K ota K e dir iK ota K e dir iK ota K e dir iK ota K e dir i
K ota L hok se um aweK ota L hok se um aweK ota L hok se um aweK ota L hok se um awe
Prop S um se l Prop S um se l Prop S um se l Prop S um se l
K ab S um e dangK ab S um e dangK ab S um e dangK ab S um e dang
La
ng
su
ng
La
ng
su
ng
La
ng
su
ng
La
ng
su
ng
Td
k L
an
gs
un
gT
dk
La
ng
su
ng
Td
k L
an
gs
un
gT
dk
La
ng
su
ng
DA
KD
AK
DA
KD
AK
PO
TR
ET
KE
BIJA
KA
N A
NG
GA
RA
N P
EN
DID
IKA
N D
I 27 DA
ER
AH
PA
DA
AP
BD
TH
N 2007
PO
TR
ET
KE
BIJA
KA
N A
NG
GA
RA
N K
ES
EH
AT
AN
DI 28 D
AE
RA
H
PA
DA
AP
BD
TH
N 2007
--- -
1.0
1.0
1.0
1.0
2.0
2.0
2.0
2.0
3.0
3.0
3.0
3.0
4.0
4.0
4.0
4.0
5.0
5.0
5.0
5.0
6.0
6.0
6.0
6.0
7.0
7.0
7.0
7.0
8.0
8.0
8.0
8.0
9.0
9.0
9.0
9.0
(%)
Prop Sumsel Prop Sumsel Prop Sumsel Prop Sumsel
Kota LhokseumaweKota LhokseumaweKota LhokseumaweKota Lhokseumawe
Kota SurakartaKota SurakartaKota SurakartaKota Surakarta
Prop SUMUTProp SUMUTProp SUMUTProp SUMUT
Kota KendariKota KendariKota KendariKota Kendari
Kab TubanKab TubanKab TubanKab Tuban
Kota BinjaiKota BinjaiKota BinjaiKota Binjai
Kota PaluKota PaluKota PaluKota Palu
Kab SergeiKab SergeiKab SergeiKab Sergei
Kab PolmanKab PolmanKab PolmanKab Polman
Kab BandungKab BandungKab BandungKab Bandung
Kab Tana TorajaKab Tana TorajaKab Tana TorajaKab Tana Toraja
Kab BrebesKab BrebesKab BrebesKab Brebes
Kab GowaKab GowaKab GowaKab Gowa
Kab BoneKab BoneKab BoneKab Bone
Kab LamonganKab LamonganKab LamonganKab Lamongan
Kab Pesisir SelatanKab Pesisir SelatanKab Pesisir SelatanKab Pesisir Selatan
Kab DompuKab DompuKab DompuKab Dompu
Kab KebumenKab KebumenKab KebumenKab Kebumen
Kab KaroKab KaroKab KaroKab Karo
Kab DonggalaKab DonggalaKab DonggalaKab Donggala
Kab WonosoboKab WonosoboKab WonosoboKab Wonosobo
Kota BandungKota BandungKota BandungKota Bandung
Kab JeparaKab JeparaKab JeparaKab Jepara
Kab PekalonganKab PekalonganKab PekalonganKab Pekalongan
Kab SumedangKab SumedangKab SumedangKab Sumedang
Kota SalatigaKota SalatigaKota SalatigaKota Salatiga
Kota KediriKota KediriKota KediriKota Kediri
La
ng
su
ng
La
ng
su
ng
La
ng
su
ng
La
ng
su
ng
Tid
ak
La
ng
su
ng
Tid
ak
La
ng
su
ng
Tid
ak
La
ng
su
ng
Tid
ak
La
ng
su
ng
DA
KD
AK
DA
KD
AK
Walaupun sebagian besar anggaran pendidikan telah m encapai 20% di beberapa daerah ternyata sebagian besar bela nja masih dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan aparatur berupa gaji, honor dan tunjangan (lihat tabel mengenai tingginya belanja tidak langsung).Kecuali Kab. Sumedang yang mengalokasikan belanja langsung pendidikan sampai 20%, daerah lain hanya mengalokas i belanja langsung pendidikan antara 3% - 12%Di sektor kesehatan, alokasi anggarannya masih berk isar antara 5 s/d 10% dari total belanja. Belum ada daerah yang s ampai mencapai 15% sebagaimana program MDG’s.Seperti halnya sektor pendidikan, di sektor kesehat an sebagian besar belanjanya juga dihabiskan untuk memenuhi keb utuhan birokrasi yang ditunjukkan dari tingginya belanja t idak langsung.Besarnya alokasi anggaran untuk pendidikan dan kese hatan tidak menjamin besarnya komitmen daerah pada sektor ini, karena sebagian besar masih dibiayai oleh DAK pada sektor ini
Catatan:• Peningkatan prosentase anggaran bidang pendidikan d an
kesehatan sampai mencapai target konstitusi dan MDG ’s (pendidikan 20% dan kesehatan 15%) harus diimbangi dengan kerja-kerja advokasi di sektor belanja, aga r menjamin efektifitas alokasi yang dianggarkan.
• Dalam belanja langsung, juga perlu dianalisis lebih lanjut dengan mengklasifikasi ulang program/anggaran yang bersifat pemborosan, atau tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat. Analisis ini per lu karena biasanya banyak program -program yang sebenarnya masih masuk dalam kategori belanja tidak langsung (belanja aparatur) namun “sengaja” dimasukka n ke belanja langsung (pelayanan publik) agar tampak seolah-olah “pro poor”.
Aktor-aktor Penyimpangan APBD Tahun 2005-2006
Sumber : Seknas FITRA, diolah dari HAPSEM BPK semes ter II tahun 2006
NNNNoooo Prop/RegionProp/RegionProp/RegionProp/Region
AktorAktorAktorAktor
Total Total Total Total TemuanTemuanTemuanTemuan JumlahJumlahJumlahJumlah
EksekutifEksekutifEksekutifEksekutif LegislatifLegislatifLegislatifLegislatif Swasta/PDAMSwasta/PDAMSwasta/PDAMSwasta/PDAM
Jml Jml Jml Jml TemuanTemuanTemuanTemuan
NilaiNilaiNilaiNilai Jml Jml Jml Jml TemuanTemuanTemuanTemuan
NilaiNilaiNilaiNilai Jml Jml Jml Jml TemuanTemuanTemuanTemuan
NilaiNilaiNilaiNilai
1 Prop Papua dan Irjabar
753.630.095,88
14 91.431,39
26 30.748,83 115 3.752.276,11
2 Prop Bali, NTB dan NTT
6255.726,09
12 2.699,57 111
69.025,86 185 127.451.52
3 Region Sulawesi
23124.025.671,23
32 529.541,67 199 5.154.282,74
462 29.709.495,65
4 Prop DI Yogyakarta
152.990.190,49
--
2 2.053,56 17 2.992.244,05
5 Prop DKI Jakarta
121.183,10
--
85 31.351,93 97 32.535,04
6 Prop Maluku dan Maluku Tengah
62101.342,30
19 19.460,58
40 15.776,99 121 136.579,89
7 Kalimantan 4021.398.957,27
46 41.964,52 267 496.620,64
715 1.937.542,45
JUMLAHJUMLAHJUMLAHJUMLAH 859859859859 32.203.166,40 32.203.166,40 32.203.166,40 32.203.166,40 123 123 123 123 685.097,75 685.097,75 685.097,75 685.097,75 730 730 730 730 5.799.860,58 5.799.860,58 5.799.860,58 5.799.860,58 1,712 1,712 1,712 1,712 38.688.124,7438.688.124,7438.688.124,7438.688.124,74
Dalam Juta
Aktor Penyimpangan Anggaran 2005-2006
50%43%
7%
Eksekutif
Swasta/BUMD
Legislatif
� Dari total temuan sebanyak 1712 kasus, eksekutif memiliki peran besar dalam pelanggaran pengelolaan keuangan daerah yaitu sebanyak 859 temuan, kemudian disusul pihak ketiga dan BUMD sebanyak 730 temuan serta legislatif (DPRD) sebanyak 123 temuan dengan total nilai sebesar Rp 38,68 triliun.
� Banyaknya kasus penyimpangan anggaran yang melibatkan aktor eksekutif menunjukan dominannya birokrasi anggaran.
� Region/Daerah yang paling banyak temuan adalah Kalimantan sebanyak 715 temuan dan terendah adalah Region Yogyakarta sebanyak 17 temuan.
� Besarnya temuan penyimpangan anggaran menunjukan belum akuntabilitasnya dan lemahnya kapasitas pengelolaan keuangan daerah oleh birokrasi, serta signifikansi gerakan advokasi anggaran di daerah
REKOMENDASI1. Dalam pembagian belanja antara pusat dan daerah s eharusnya
pemerintah perlu memperhatikan komitmen yang berkai tan dengan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahter aan rakyat
2. Perlu adanya mekanisme perimbangan keuangan pusat dan daerah, proporsi komponen Pajak dan restribusi daer ah yang lebih menguntungkan Kab/Kota, mengingat titik otono mi daerah (Pelayanan Publik) pada level ini.
3. Perlu adanya transparansi mengenai pembiayaan cel ah fiskal di daerah yang implementasinya selama ini masih tid ak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat terksit dengan pel ayanan dasar
4. Efektifitas alokasi kebijakan anggaran untuk biro krasi perlu direstrukturisasi dengan memberikan porsi belanja investasi/pembangunan yang lebih besar
Rekomendasi
5. Kebijakan 20% alokasi anggaran pendidikan perlu diperjelas dengan pembagian urusan antar tingkatan pemerintah, untuk memperjelas efektivitas penggunaan anggaran
6. Pegiat advokasi anggaran perlu memiliki kesamaan irama agar gerakan advokasi anggaran menjadi gerakan sosial yang lebih membumi
7. Gerakan advokasi anggaran perlu mengeliminasi dominansi oligarki politik anggaran yang berakibat didominasinya perencanaan penganggaran oleh segelintir Elit
”Setiap kue yang dibayar oleh rakyat kepada pemerintah melalui pajak,retribusi dan pinjaman mestinya dipergunakan untuk
kesejahteraan dan pembangunan dan tidak dihambur-hamburkan” (Shriman Narayan)
Mari !!
Kembalikan Hak Rakyat Atas Anggaran