21
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pertanggal 12 Januari 2014, undang-undang no 4. Tahun 2009 mengenai Mineral dan Batu Bara mulai berlaku. Yang membuatnya kontroversial adalah pelarangan ekspor raw-material mineral. Melalui undang-undang ini, perusahaaan ekstraktif (tambang) diwajibkan untuk melakukan pengolahan mineral mentah didalam negeri, sebelum dapat diekspor. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari produk mineral yang dihasilkan Indonesia. Undang-undang ini sendiri lahir setelah tarik ulur panjang antara pihak korporasi perusahaan ekstraktif dengan kementrian terkait seperti ESDM, dan Perdagangan. Untuk memahami mengenai kontrversi terkait pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 ini, maka kita harus kembali ke tahun 1945 ketika konstitusi Indonesia dirumuskan. Dimana konstitusi mengamanatkan bahwa penguasaan faktor-faktor sumber daya alam harus dikuasai oleh negara, dan digunakan untuk kemakmuran warga negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945. Kemudian dalam pengimplementasiannya, klausul dalam UUD 1945 ini dijabarkan kedalam UU No. 11 Tahun 1967 mengenai mineral dan batu-bara. Kemudian UU ini digantikan oleh UU No. 4 Tahun 2009. Untuk menimplementasikan produk perundang-undangan ini maka dibuatlah peraturan pemerintah nomer 23 Tahun 2010. Kemudian ditahun 2012, diterbitkanlah Peraturan Mentri No. 7 tahun 2012 untuk mengimplementasikan UU ini. UU No. 4 tahun 2009 benar benar berlaku secara penuh pertanggal 12 January 2014 seiring ditanda anganinya perturan pemerintah no.1 Tahun 2014. Sebagai implikasi pemberlakuan undang-undang ini, beberapa Negara berkepentingan melayangkan nota keberatan terkait hal

Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Oludri

Citation preview

Page 1: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pertanggal 12 Januari 2014, undang-undang no 4. Tahun 2009 mengenai Mineral dan Batu Bara

mulai berlaku. Yang membuatnya kontroversial adalah pelarangan ekspor raw-material mineral.

Melalui undang-undang ini, perusahaaan ekstraktif (tambang) diwajibkan untuk melakukan

pengolahan mineral mentah didalam negeri, sebelum dapat diekspor. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan nilai tambah dari produk mineral yang dihasilkan Indonesia. Undang-undang ini

sendiri lahir setelah tarik ulur panjang antara pihak korporasi perusahaan ekstraktif dengan

kementrian terkait seperti ESDM, dan Perdagangan. Untuk memahami mengenai kontrversi

terkait pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 ini, maka kita harus kembali ke tahun 1945

ketika konstitusi Indonesia dirumuskan. Dimana konstitusi mengamanatkan bahwa penguasaan

faktor-faktor sumber daya alam harus dikuasai oleh negara, dan digunakan untuk kemakmuran

warga negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945. Kemudian

dalam pengimplementasiannya, klausul dalam UUD 1945 ini dijabarkan kedalam UU No. 11

Tahun 1967 mengenai mineral dan batu-bara. Kemudian UU ini digantikan oleh UU No. 4 Tahun

2009. Untuk menimplementasikan produk perundang-undangan ini maka dibuatlah peraturan

pemerintah nomer 23 Tahun 2010. Kemudian ditahun 2012, diterbitkanlah Peraturan Mentri

No. 7 tahun 2012 untuk mengimplementasikan UU ini.

UU No. 4 tahun 2009 benar benar berlaku secara penuh pertanggal 12 January 2014 seiring

ditanda anganinya perturan pemerintah no.1 Tahun 2014. Sebagai implikasi pemberlakuan

undang-undang ini, beberapa Negara berkepentingan melayangkan nota keberatan terkait hal

Page 2: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 2

ini. Beberapa Negara yang merasa keberatan dengan permasalahan ini antara lain China, Jepan,

dan Amerika Serikat. Namun secara garis besar, Negara yang paling reaktif terhadap

permasalahan ini adalaha Jepang. Dimana pada tanggal 18 Februari 2014 menurut laporan

Nikkei Business Daily yang dikutip reuters, Osamu Onedera Direktur MITI, berencana untuk

membawa Indonesia ke Dispute Settlement Management (DSM) WTO.Dimana sikap ini tidak

mengherankan mengingat jepang mengimpor 44% dari pasokan nikelnya dari Indonesia, dan

akibat pengimplementasian undang-undang ini mengakibatkan penurunan produksi nikel pada

Januari 2014 sebesar 93,4% ke Angka 3,4 Juta ton. Tentunya fakta diatas sangat merugikan

pihak Jepang, yang menjadi rumah bagi beberapa produsen stainless steel utama dunia.1

Bahkan Toshio Nakamura, General manager dari Stainless Raw Materials Mitsui & Co.

menyatakan bahwa ‘Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Indonesia’2 sebagai pemasok raw

material bagi industry di Jepang

Sampai dengan april 2014, belum ada permintaan formal pihak Jepang Kepada DSM WTO terkait

kasus ini. Namun pada 4 April 2014, Harian Invertor daily mengkonfirmasi bahwa Menteri

Perdagangan Indonesia Muhammad Luthfi telah menerima nota protes dari Mentri luar negeri

Jepang. Dimana dalam surat tersebut menyatakan bahwa, Jepang merasa tidak nyaman dan

berencana untuk membawa Jakarta ke DSM WTO.3

Pengimplementasian UU minerba ini apabila dilihat dalam perspektif yang lebih luas, maka ini

bukan sekedar sebuah public policy. UU minerba ini lebih sebagai sebuah model bagaimana

Jakarta mencoba untuk memperoleh maximal utility dari sector tambang, ditengah liberalisasi

perdagangan yang menjadi strategic realm baru bagi Jakarta. Namun lebih dari itu ini

1 Japan may take Indonesia to WTO over mineral export ban-media. Reuters. Reuters.com. 19 Februari 2014. Diakses 11 Mei 2014 2 Suga, Masumi. Japan May Take Indonesia to WTO Over Curbs on Metal Exports. Bloomberg. 12 Juni 2012. Diakses 11 Mei 2014 3 Japan Turns to World Trade Organization over Indonesia's Mineral Export Ban. Indonesia Investment. Indonesia-Investments.com 14 April 2014. Diakses 11 Mei 2014

Page 3: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 3

merupakan cerminan dari kenaikan trend kepercayaan diri Jakarta dalam hal diplomasi

perdagangan dan ekonomi. Namun yang lebih menarik dalam konteks ini adalah bagaimana

Jakarta mampu memiliki kepercayaan diri ini sehingga mampu mengeluarkan dan

mengimplementasikanUU no.4 tahun 2009 terkait mineral dan batu bara, yang boleh dibilang

hi-risk, hi-return.

2. Rumusan Masalah

A. Bagaimana Diplomasi Perdagangan Indonesia dalam era model ekonomi kapitalitik dan

perdagangan bebas dapat mimiliki cukup confidencial untuk mengimplementasikan

klausul-klausul dalam UU No. 4 Tahun 2009 dan beriap untuk menerima segala

konsekuensi baik secara ekonomi maupun legal?

3. Tujuan

A. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri jakarta terkait

pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009

B. Sebagai salah satu komponen penilaian dalam Mata Kuliah ‘Politik Luar Negeri

Indonesia’ Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Diponegoro

Page 4: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 4

BAB II

PEMBAHASAN

1. Selayang Pandang Hubungan Perdagangan Bilateral Indonesia-Jepang

Pada tahun 2012. Tercatat sekitas 1200-1300 perusasahaan Jepang yang beroprasi di Indonesia,

dengan jumlah lebih dari 13000 Warga Negara Jepang berada di Indonesia. Apabila diukur

secara melalui nominal, FDI yang ditananmkan Jepang di Indonesia mencapai 7,8 Milyar Dollar,

atau naik hampir 100% dalam kurun satu waktu.4

Hubungan perdagangan kedua Negara yang menakjubkan ini sendiri merupakan hasil sebuah

kerjasama yang dirintis semenjak awal dekade 60an ketika rezim Soehato berkuasa. Bahkan

pada tahun 2000-2001 Indonesia merupakan penerima bantuan luar negeri terbesar Jepang.

Dimana pada tahun 2006, terdapat lebih dari 280.000 tenaga kerja local Indonesia yang bekerja

diberbagai perusahaan Jepang di Indonesia. Dimana investasi ini didominasi oleh beberapa

sektor utama seperti kelistrikan dengan nominal investasi 2,8 Milyar US Dollar, Otomotif 1,6

milyar US dollar, dan mineral 0,8 milyar US dollar. Dengan jumlah investasi sebesar ini, Jepang

menempatkan diri sebagai Negara dengan kontribusi FDI terbesar kedua di Indonesia.5 Tidak

hanya itu, Jepang merupakan Negara yang menyerap lebih dari 20% dari total nilai ekspor

Indonesia.

Dalam menjalin hubungan perdagangan bilateral ini, kedua Negara memiliki platform perjanjian

berupa The Japan-indonesia economic partnership Agreement (JIEPA). Dimana JIEPA ini

bertujuan untuk mengakselerasi nilai investas dan perdagangan kedua Negara. Dimana pada

4 Santosa, Ivan. Japan, Indonesia to strengthen ties,. Jakarta Post. 12 Desember 2012, Diakses pada 11 Mei 2014 5 Presentasi Hiroyuki Ishige (Chairman and CEO JETRO) “Indonesia-Japan Relations: From Complementarily to Leading Regional Economic Integration in Asia”Pada 4 Mei 2013

Page 5: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 5

tahun 2010, JIEPA berhasil mengeliminir 92% dari hambatan tariff atas komoditas yang

diperdagangkan kedua Negara. Dimana Indonesia terlah mengeliminir 93% hambatan tariff atas

11.163 komoditas yang berasal dari Jepang. Sedangkan Jepang sendiri telah berhasil

mengeliminir 90% hambatan tariff dari 9.275 komoditas yang perdagangkan Indonesia.

Meski tidak mengcover penghapusan Non-tariff barriers (NTB), namun perjanjian inii telah

mengcover perihal property right, aturan investasi, serta prosedur dalam government

procurement. Yang membuat JIEPA ini istimewa dibandingkan trade relations dengan Negara-

negara supply di ASEAN adalah adanya klausul terkait capacity building melalui mekanisme

transfer of technology dalam rangka pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Dimana JIEPA ini kemudian melahirkan dua buah kwasan berikat baru di Indonesia yaitu di

Cikarang (1992) dan Surabaya (1995)6

Tidak berhenti disitu, Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation Agreement) juga

merupakan salah satu investor penting dalam proyek seperti Jakarta Eco Transport, dan proyek

pembangunan high-speed train di Indonesia. Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa Jakarta

dan Tokyo memiliki hubungan bilateral dibidang ekonomi yang sangat strategis dan sangat

panjang. Dan pada tahun 2013 lalu, muncul fenomena baru dalam hubungan ekonomi kedua

Negara, yaitu terkait kebijakan nasionalisasi 2 perusahaan Jepang oleh pemerintah Indonesia

beserta korporasi miliknya. Dimana fenomena ini akan mengantar kita mengenai pemahaman

pola behavior baru Jakarta terkait analisis lata belakang pengimplementasian UU Minerba pada

kuartal pertama tahun 2014 lalu.

6 Bob Widyahartono, ‘IJEPA’s targets: implementation is the key,’ Antara, April 18.

Page 6: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 6

2. Inalum Dalam Perspektif Hubungan Indonesia-Jepang, Sebuah Awal

Salah satu major event dalam perdagangan bilateral Indonesia dan Jepang adalah investasi

Jepang disektor industri dasar yaitu pengolahan alumunium di Sumatra Utara pada dekade 75,

yang menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya produsen alumunium di Asia Tenggara. Dimana

pada waktu itu sebagian besar pendanaan dan knowledge diimpor dari jepang, dan sebagai

gantinya 70% share dari Inalum menjadi milik pihak Nippon Asahan Inalum (Jepang). Seiring

dengan perkembangannya, pemerintah Indonesia dengan share 30%, sama sekali tidak dapat

mengkontrol kebijakan korporasi Inalum. Hal ini mengakibatkan 60% output hasil produksi yang

dihasilkan Inalum sebesar 250.000 ton lebih ditujukan untuk market dalam negeri Jepang.

Seiring dngan pertumbuhan industri dirgantara, galangan kapal dan juga otomotif berbasis

berbasis gasoline di Indonesia mengakibatkan shortage terhadap pasokan alumunium dalam

negeri. Trend ini mengakibatkan semakin diperhatikannnya industri dasar di Indonesia,

khususnya metalurgi. Memahami hal ini, Kementrian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

berinisiatif untuk melakukan nasionalisasi terhadap inalum, dengan membeli 70% share yang

dimiliki oleh Jepang. Pada tahun 2013 akhirnya terjadi kesepakatan jual beli untuk jual beli sisa

70% saham Inalum dengan nilai 5,38 Trilyun, untuk membeli unit smelter, power plant, dan

pengganti dari kas yang dimiliki Inalum.

Akuisisi ini memberikan jaminan pasokan bagi industri dalam negeri khususnya dirgantara, dan

otomotif yang terus berkembang. Namun disisi lain secara psikologis nasionalisasi ini sedikit

banyak meningkatkan aspek insecurity dari investor Jepang di Indonesia, ditambah lagi paska

nasionalisasi Inalum, Jakarta melalui PT. Pupuk Indonesia Holding Company nampaknya masih

berniat untuk melakukan akuisisi pabrik amoniak milik Mitsui & co. Ltd. Dari gambaran ini

apabila ditinjau dari perpektif Indonesia, maka dalam konteks ini terlihat sebuah confidencial

Page 7: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 7

dari pihak Jakarta terkait kemampuan finansial dan bargaining power dalam perdagangan

bilateral kedua Negara.

3. Relasi UU Minerba, Hukum Internasional, dan Yurisprudensi DSM WTO

Ketika kita berbicara mengenai UU Minerba maka tidak bisa dipisahkan dengan aspek Hukum

Internasional. Dimana ketika produk perundang-undangan ini dibuat, Indonesia merupakan

negara anggota dari WTO. Dimana menurut General Agreement Trade on Tariff (GATT) Artikel

11 terkait liberalisasi perdagangan dalam WTO, negara anggota dilarang untuk melakukan

pembatasan ekspor komoditas. Dimana menurut hukum internasional indonesia dapat diajukan

ke Dispute Settlement Management WTO terkait pelanggaran ini. Pakar Hukum Internasional

UGM Rangga Aditya Dachlan beranggapan bahwa UU ini harus diamandemen karena tidak

sesuai ketentuan internasional.7 Namun disisi lain pendapat Dachlan ini terlalu menafikan

kenyataan bahwa Hukum Internasional memiliki sifat koordinatif dan sangat terbatas

kemampuan dalam melakukan penekanan. Disisi lain pandangan ini juga terlalu menafikan

faktor politis undang-undang ini. Dimana menurut Prof. Adji Samekto dari Program Doktor Ilmu

Hukum Undip, kita harus memahami bahwa pada dasarnya produk hukum itu bersifat subyektif

dan merupakan kepanjangan tangan dari kepentingan politis.8 Kita juga harus mengingat bahwa

pada dasarnya organisasi internasional seperti WTO merupakan strategic realm tempat

berkumpulnya self interest berbagai negara.

Dimana kenyataan diatas sangat mempengaruhi bagaimana World Trade Organization

melakukan fungsi regulasi. World Trade Organization (WTO) dalam menjalankan fungsinya

7 Akademisi usulkan UU Minerba perlu diamandemen. Antara News. Antaranews.com. 11 Mei 2014, Diakses pada 11 Mei 2014 Pukul 07.06 8 Prof. Adji Samekto dalam perkuliahan Hukum Internasional, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Diponegoro

Page 8: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 8

memiliki mekanisme Dispute Settlement Management (DSM) untuk menyelesaikan sengketa

antat negara anggota. Dimana DSM menjadi mekanisme yang memberikan putusan dan

punishment bagi negara anggota yang dianggap melakukan pelanggaran dengan melakukan

upaya monopoli ataupun proteksi terhadap sector domestiknya.

Namun ketika ketika kita melihat track racord DSM WTO maka kita akan melihat bahwa DSM

WTO sering kali gagal melakukan eksekusi terhadap kebijakan pemberian sanksi kepada negara

anggota. Dimana dari total 37 putusan yang telah diputuskan oleh DSM WTO, hanya 2 putusan

yang benar-benar dilaksanakan. 9Inefektifitasan ini berimplikasi terhadap semakin rendahnya

detterance efect DSM terhadap negara-negara anggota khususnya diera westphalia.

Disisi lain proses DSM WTO pada umumnya memakan proses yang sangat panjang, sampai

benar-benar bisa dieksekusi seandaikan memungkinkan. Dimana menurut ekonom Universitas

Padjajaran, Titik Nanas, menilai bahwa dengan panjangnya prosses ini, akan member waktu bagi

Indonesia untuk menyelesaikan rencana Jakarta untuk membangun smelter.10 Dan artinya

semua proses yang akan dilakukan via DSM WTO akan menjadi sia-sia, dan hanya menguras

resources, baik waktu, tenaga, pikiran, financial, serta ongkos politik yang tidak murah.

Tidak hanya factor panjangnya birokrasi, ‘sanksi’ WTO juga berpotensi menjadi ancaman balik

bagi Jepang, dimana menurut analisis Adam Smith mengenai ‘pembalasan’ dalam pasar bebas

antar Negara, berpotensi menjadi ancaman. Dimana aksi pemberian sanksi unilateral ini justru

9 S, Charnovitz. 2001. Rethinking WTO Sanction. Washington D.C: The George Wasington University Law School 10 Yulisman, Linada. RI anticipates Japan’s. formal complaint to WTO. Jakarta Post. 28 April 2014. Diakses 11 Mei 2014

Page 9: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 9

menimbulkan hambatan tariff baru.11 Vicious circle ini sering kali justru tidak memberikan gain

bagi pihak manapun, dan kontraroduktif dengan semangat liberalisasi pasar.12

Sehingga dalam konteks ini, absennya mekanisme sanksi yang benar-benar efektif, membuat

bargaining power, dan kepercayaan diri Jakarta untuk mengimplementasikan produk

perundangan ini semakin tinggi.

4. Postur Dan Outlook Ekonomi Indonesia

Secara general makro ekonomi indonesia saat ini dikarakterkan sebagai ekonomi yang didorong

tidak hanya eksport driven namun juga memiliki fondasi domestic market yang kuat. Dimana

domestic market didominasi oleh middle class yang cukup konsumtif untuk menyerap output

produksi yang dihasilkan. Dimana dengan model ekonomi ini, semenjak reformasi di tahun 1998,

indonesia berhasil beranjak dari ekonomi terbesar ke-28 dunia menuju ekonomi terbesar ke-16

besar dunia diukur berdasarkan GDP. Dimana hal ini didorong oleh sector-sektor sperti migas

sebagai kontributor terbesar. Namun seiring perjalanan waktu, indonesia mulai bergerak ke

industri yang berorientasi high value added produk seperti otomotif, dan elektronik. Namun

disisi lain industri indonesia yang berkarakter padat karya cendrung mengakibatkan sebuah

trend yang menurun. Dimana industri di indonesia didominasi oleh industri dengan mesin

industri lama yang sudah berusia lebih dari 2 dekade, yang mengakibatkan efisiensinya sedikit

kurang kompetitif.

Di tahun 2008-2009, Saat Global Financial Crisis, Indonesia secara menakjubkan keluar sebagai

satu dari tiga anggota G-20 Major Countries yang mampu mencetak portofolio posistif, dengan

pertumbuhan ekonomi sebesar 4,6%. hal ini diakibatkan fundamental ekonomi yang kuat, dan

11 ADAM SMITH, AN INQUIRY INTO THE NATURE AND CAUSES OF THE WEALTH OF NATIONS 295 (Oxford World’s Classics, 1998) (1776) (Bk. IV, Chap. II). 12 T.E.G. GREGORY, TARIFFS: A STUDY IN METHOD 248 (1921).

Page 10: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 10

didukung oleh equalibrium antara export driven economy dan domestic market yang kuat.

Kesuksesan ini sendiri mengakibat semakin confidencenya diplomasi ekonomi Indonesia,

terlebih setelah terpilihnya Sri Mulyani sebagai Managing Director World Bank pada tahun 2009.

Disisi lain berbagai investment banking seperti citibank, standard chartered memprediksikan

Indonesia sebagai major power dunia paska 2050. Dimana bahkan citibank dalam Global Growth

Generator report di tahun 2011 memprediksi Indonesia sebagai ekonomi terbesar ke-4 dunia

setelah China, Amerika Serikat, dan India.13

5. Analisa Tekanan Politik

Tentu ketika kita berbicara mengenai kebijakan terhadap pengelolaan raw material maka kita

tidak bisa menafikan faktor politis yang berpengaruh. Dimana sering kali dalam konteks ini

pengaruh korporasi lokal, korporasi asing dan negara asing asal korporasi asing berasal. Dimana

unofficial actors diatas sering kali memberikan pengaruh penting dalam penentuan kebijakan

industri ekstraktif di indonesia.

13 _______________. 2011. The Global Growth Generator. New York City: The City Bank Group

Page 11: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 11

Ketika kita mencoba memahami mengenai tarik ulur mengenai pengesahan UU Minerba maka

kita akan menduga adanya pengaruh kuat korporasi lokal. Dimana secara garis besar pemain

lokal dapat dibagi dua yaitu sektor private dan state owned enterprise. Ketika kita berbicara

mengenai pengaruh korporasi raksasa industri ekstraktif di Indonesia, maka kita akan melihat

besarnya pengaruh raksasa industri ekstaktif indonesia. Dimana salah satu bentuk pengaruhnya

diwujudkan melalui bagaimana Kaltim Prima Coal melalui economic powernya menyuap

pegawai pajak Gayus Tambunan dalam kasus skandal pengadilan pajak. Disamaping melalui

economic powernya, sudah menjadi rahasia umum, bahwa banyak government official memiliki

afiliasi dengan beberapa perusahaan ekstraktif. Salah satunya adalah Aburizal Bakrie, ketua

Partai Golongan Karya, yang merupakan pemilik Bakrie and Brothers yang memiliki saham

dibeberapa perusahaan ekstraktif seperti Bumi Resources, Kaltim Prima Coal, dan Lapindo

Brantas.

Dengan mengacu pada teori agenda-setting, Kedekatan ini tidak ayal menimbulkan prasangka

bahwa dalam proses decision making, terdapat pengaruh kuat dari korporasi swasta mapun

konsorsium BUMN pertambangan didalamnya. Dimana korporasi biasa melakukan lobi,

pengumpulan tertimoni, public relation, dan iklan dengan tujuan menggiring kebijakan untuk

memenuhi agenda mereka.14

Dimana proses agenda setting ini bisa dilihat dalam bagan berikut

14 Berger. K. Bruce. 2001. Private Issues and Public Policy: Locating the Corporate Agenda in Agenda-Setting Theory. Alabama: College of communication, university of Alabama

Page 12: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 12

Dalam siklus diatas dapat dilihat bahwa dalam penyusunan agenda terdapat tiga komponen

utama yaitu media, public, dan policy agenda. Dimana ketiga komponen ini sangat dipengaruhi

oleh pengalaman pribadi dan komunikasi intrapersonal para actor. Dimana hal ini didukung

melalui indikator urgensi agenda dalam dunia nyata. Dalam siklus diatas dapat dilihat bahwa,

dalam konteks pembentukan kebijakan public, dalam hal ini terkait UU Minerba sangat

membuka lebar bagi masuknya kepentingan korporasi dengan kemampuan ekonomi yang

relative kuat. J. W. Dearing and E. M. Rogers. 2006. Agenda-Setting. Thousand Oaks, CA: Sage15

6. Cost And Benefit Ditinjau Dari Perpektif Neraca Perdagangan Indonesia

Dari keseluruhan makalah mungkin inilah sub-bab yang boleh dibilang paling debateable. Dalam

studinya Amy Chua dari Yale University meneliti kajian historis terkait proses nasionalisasi

beberapa perusahaan tambang di Amerika Latin pada decade yang menunjukkan bahwa,

nasionalisasi merupakan implikasi dari sebuah great depression. Sedangkan di Asia Selatan Chua

lebih didorong oleh kebutuhan sebagai Negara baru.16 Namun penjelasan ini secara teknis

apabila dilihat dari kaca mata hubungan internasional, kurang begitu kuat menjelaskan

fenomena ini. Untuk itulah munculah pendekatan rasional/ekonomistik. Dimana menurut

15 J. W. Dearing and E. M. Rogers. 2006. Agenda-Setting. Thousand Oaks, CA: Sage Publishing 16 Chua, Amy. 1995.The Privatization-Nationalization Cycle: The Link Between Markets and Ethnicity in Developing Countries dalam Yale Law School Faculty Scholarship. New Haven, Connecticut: Yale Law School

Page 13: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 13

Roderick Duncan, fenomena ini lebih digunakan sebagai mekanisme untuk menapatkan

ekspropriasi. Ekspropriasi merupakan sebuah takaran gain yang diperoleh sebuah Negara dari

sebuah hasil tambang. Dalam studinya Duncan meneliti terkait kenaikan harga, faktor politis,

dan fundamental ekonomi. Dan hasilnya adalah, upaya ekspropriasi ini lebih dikarenakan oleh

potensi gain, yang mungkin diperoleh melalui proses nasionalisasi.1718

Lalu apa kaitannnya model nasionalisasi terhadap pengimlementasian UU Minerba? Yang

menjadi kesamaan dua fenomena ini adalah kedua fenomena ini merupakan upaya ekspropriasi.

Namun UU Minerba ini sendiri relative memiliki disadvantage yang jauh lebih sedikit

dibandingkan mekanisme nasionalisasi. Dimana melalui mekanisme unik ini, Negara masih

mampu menjaga trust dari investor asing agar tidak turun secara segnifikan, namun tetap

mampu melakukan ekpropriasi. Lalu apakah mekanisme UU Minerba tidak akan menimbulkan

disadvantage? UU minerba sendiri tetap akan menimbulkan disadvantage, namun disadvantage

ini hanya terbatas pada jangka pendek. Dimana kerugian ini lebih dikarenakan opportunity cost

yang hilang akibat berkurangnya ekspor biji besi dalam jangka pendek, sebelum proses investasi

dan pembangunan fasilitas smelter dimulai. Namun pada jangka panjang, ini mampu

memberikan nilai tambah produk, penyerapan tenaga kerja, dan yang terakhir adalah secara

sistematis meningkatkan industry-industri hilir berbasis mineral, yang pada akhirnya

meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).

Lalu bagaimana kejian secara teoritis ini akan sukses di Indonesia, berikut akan disajikan analisa

terkait short-term loss dan long-term gain yang timbul melalui pengimplementasian undang-

17 Chang, Roberto. 2009. Privatization and National Cycles. New Jersey: Rugers university and World bank 18 Duncan, Roderick. 2006. Price or politics R. DuncanPrice or politics? An investigation of the causes of expropriation dalam The Australian Journal of Agricultural and Resource Economics Sydney: Australian Agricultural and Resource Economics Society Inc. and Blackwell Publishers Ltd 2006 501

Page 14: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 14

undang ini. Dalam jangka pendek pada bulan pertama pengimplementsian kebijakan ini, neraca

peragangan Indonesia apabila diukur month-to-month turun dari angka suplus 1,5 Milyar Dollar

pada bulan desember 2013, ke angka minus 431 Juta dollar. Dimana menurut deputi statistik

hasil produk Badan Pusat Statistik, nilai eksport Indonesia turun 5,75% secara year on year.

19Namun sebelum pemberlakuan UU minerba, para produsen telah menggenjot ekspor mereka

pada kuartal terakhir tahun 2014, sehingga ketika terjadi penurunan drastic dari bulan ke bulan,

pada medio desember-januari hal ini dapat dimaklumi.

Untuk gain secara long-term agak sulit untuk diperlihatkan melalui sebuah prediksi angka yang

presisi. Namun dalam konteks ini penulis akan mencoba menganalisa potensi gain yang bisa

didapat baik secara direct maupun indirect melalui akselerasi industry hilir. Secara direct

Indonesia akan memperoleh lebih banyak revenue, melalui nilai tambah mineral yang telah

diolah. Namun dampak sesungguhnya timbul melalui multiplier impact pada industry hilir,

seperti industri aerospace, dan juga otomotif.

Sebagai contoh, seiring semakin meningkatnya bisnis penerbangan berbayar murah, tidak hanya

mengakibatkan pertumbuhan jumlah penumpang, namun juga mengakselerasi bisnis aerospace

di Indonesia. Dimana dengan offset yang diberikan oleh perusahaan pembuat pesawat besar

dunia, hal ini akan mengakselerasi bisnis aerostrucure dalam negeri. Tidak hanya aerostructure,

namun hal ini juga menigkatkan demand terhadap terhadap pesawat perintis dari industri dalam

negeri. Demand yang meningkat ini secara otomatis meningkatkan demand terhadap

alumunium dan berbagai bahan olahan mineral lainnya. Untuk itulah dalam konteks ini,

kepastian dalam hal suplai bahan baku menjadi sebuah hal yang krusial. Dimana hal ini tidak

hanya sekedar berbicara mengenai kepastian bisnis, namun juga national security.

19 Ore export ban prompts huge decline in Indonesia's trade figures. The Australian. Theaustralian.au. 4 maret 2014, Diakses 13 Mei 2014

Page 15: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 15

7. Kemampuan Birokrasi dan Infrastruktur Indonesia

a) Kemampuan Border Protection Otoritas Indonesia

Dalam proses pengimplementasiannya, efektifitas UU minerba sangat

dipengaruhi oleh kemampuan border protection dari otoritas terkait. Ketika kita

melihat kondisi kemampuan border protection dalam konteks ini pengamanan

perbatasan laut, maka kita akan melihat kelemahan terstruktur dalam otoritas

pengamanan perbatasan laut indonesia.

Di Indonesia sendiri pengamanan laut menjadi domain bagi 7 instansi berbeda

yaitu, KKP, Bea Cuki, Polisi Air Udara, Tentara Nasional Indonesia, Bakorkamla

dan Dirjen Hubla. Banyak institusi yang bermain dalam pengamanan perbatasan

laut membuat kemampuan pengamanan laut indonesia menjadi sangat tidak

terintegrasi, bahkan cendrung chaos. Banyaknya institusi sendiri juga

mengakibatkan armada yang ada menjadi tidak maksimal mengingat anggaran

yang ada harus dibagi ke tujuh instansi berbeda.

Untuk menangani hal ini, maka indonesia harus memiliki satuan penjaga pantai

yang menjadi otoritas terintegrasi dalam pengamanan lautan indonesia diluar

keberadaan TNI Angkatan Laut. Dilema ini sendiripun sudah dipahami Jakarta

yang saat ini sudah memulai merintis berdirinya penjaga pantai dengan

mendirikan Bakorkamla yang akan menjadi cikal bakal penjaga pantai indonesia.

Namun proses inipun bukan tanpa halangan mengingat adanya ego antar satuan

yang mengakibatkan sulitnya pengintegrasian antar ketujuh otoritas terkait.

Page 16: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 16

Disamping itu, infrastruktur yang dimiliki juga sangat terbatas baik secara

kualitas dan kuantitas, dimana saat ini Bakorkamla sendiri belum memiliki

kemampuan offshore patrol. Dimana flagship milik Bakorkamla sendiri hanya

memiliki panjang 48 meter, dan displacement 500 ton. Tidak hanya minimnya

infrastruktur, otoritas keamanan indonesia juga masih terkendala dengan

terbatasnya anggara operasional, yang mengakibatkan jumlah hari melaut dari

setiap armada menjadi sangat terbatas dan tidak optimal.

Hal ini semakin diperparah dengan kondisi geografis Indonesia dengan total

panjang garis pantai lebih dari 81.000 KM membuat hal ini menjadi semakin

kompleks.

Dari pembahasan diatas dapat diihat bahwa kemampuan border protection

masih akan menjadi celah dari pengimplementasian kebijakan ini. Dimana

kelemahan ini mengakibatkan potensi moral hazard berupa menyelundupan

mineral mentah melalui titik-titik yang tidak terawasi oleh otoritas keamanan

Indonesia

b) Kemampuan Teknis Dan Infrastuktur Pengolahan Raw Material

Kenapa factor ini harus dimasukkan kedalam variable yang berpengaruh? Hal ini

dikarenakan industry ekstraktif merupakan sector yang membutuhkan

knowledge yang memadai dibidang metalurgi dan juga infrastruktur pendukung.

Namun apabila kita melihat pada konteks keindonesian, maka kita akan

menemukan bahwa kendala utama pemberlakuan UU Minerba, adalah terkait

kesiapan infrastruktur dan suplai energy yang ada.

Page 17: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 17

Hal ini didasari bahwa industry ini merupakan sector yang benar-benar padat

modal, mengingat mahalnya biaya pembangunan smelter. Disamping smelter

kendala lainnya muncul dari penyediaan pasokan energy bagi smelter. Dimana

dengan rata-rata cadangan energy dibawah 15%, membuat pasokan energy bagi

industry refinery ini menjadi sangat tidak menentu. Kondisi ini mengakibatkan

disadvantage, karena sector usaha harus menyiapkan power plantnya sendiri.

Namun menurut CEO United Company Rusal PLC, Perusahaan penghasil

alumunium terbesar dunia, Oleg Deripaska menyatakan secara optimistis

bahwa, dengan performa makroekonomi yang stabil, ditambah kondisi politik

yang relative stabil, permasalahn terkait infrastuktur ini tidak akan menjadi

sebuah permasalahan besar. Dimana Oleg, yakin bahwa UU ini akan menjadi

quantum leap untuk mentransformasi industry ekstraktif menjadi pemain yang

lebih memiliki nilai tambah.20

20 Rusal CEO: Mineral Export Ban Will Benefit Indonesia, Aluminum Maker to Build Refinery to Comply with Country's New Laws. Wall Street Journal 26 Februari 2014. Diakses pada 12 Mei 2014

Page 18: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 18

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

UU No. 41 Tahun 2009 terkait Mineral dan Batubara merupakan produk perundang-undang

yang memiliki cost secara ekonomi, hukum, dan poltitik yang mahal mengingat posisi

stategisnya. Dimana apabila dilihat dari perspektif hubungan internasional, hal ini berimplikasi

secara luas terhadap perdagangan internasional yang dilakukan indonesia, bahkan juga memiliki

implikasi dalam aspek legal. Ditinjau dari perspektif ekonomistik, pada jangka pendek kebijakan

ini berimplikasi pada penurunan volume eksport Indonesia.

Faktor-faktor yang mendorong Jakarta untuk mengambil kebijakan ini dan mengambil

konsekuensi negatifnya secara garis besar dapat dibagi 4, yang pertama ditinjau dari aspek

ekonomi, berupa gain yang diterima atas nilai tambah yang akan diterima, pembukaan lapangan

kerja baru, dan juga multipliers impact lainnya seperti pembangunan power plant baru yang

selain dapat digunakan sebagai power resource bagi smelter namun juga dapat meningkatkan

presentase backup power indonesia. Faktor kedua ditinjau dari perspektif kepercayaan

diplomasi Indonesia. Dimana kpercayaan diplomasi ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu yang berasal

dari hard power dan soft power. Apabila ditinjau dari hard power kepercayaan diri indonesia

timbul akibat kepercayaan diri Jakarta atas undamental ekonomi serta outlook ekonomi

indonesia kedepannya, yang didukung pula melalui military built up yang dilakukan Jakarta.

Sedangkan dari segi softpower, nampaknya jakarta merasa cukup confidence dengan

kemampuan public diplomacynya yang diwujudkan dalam peran aktif indonesia pada tataran

state-system. Disisi lain indonesia dalm konteks ini juga diuntungkan oleh konstelasi perpolitikan

Page 19: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 19

regional yang didominari isu sengketa perbatasan, dan perebutan hegemeoni antara China dan

Amerika Serikat.

Faktor yang ketiga adalah faktor ekstra teritorial yang diakibatkan oleh lemahnya law

enforcement yang dimiliki oleh WTO untuk membeikan sanksi terkait kegiatan monopolitik yang

protektif ini. Dan yang terakhir adalah faktor politis akibat tekanan-tekanan oleh interest group

yang ada di Indonesia.

2. Saran

Dalam konteks ini yang penulis lihat penting untuk dilaksanakan oleh Jakarta adalah menjaga

konsistensi political will dalam mengimplementasikan UU No. 4 Tahun 2009. Disisi lain political

will ini juga harus didukung melalui pengembangan infrastruktur penunjang kebijakan ini, baik

berupa pengembangan infrastruktur berupa smelter untuk proses pemurnian bijih mineral yang

didukung oleh suplai energy yang memadai. Disamping itu dalam fase pertama sebelum

infrastuktur diatas diperbaiki, maka dalam jangka pendek, Jakarta harus menginvestasikan lebih

banyak dana untuk pengembangan infrastruktur dan operasional dalam hal pengamana

perbatasan. Dimana saat ini penulis menilai, kemampuan border protection serta sea denial

yang dimiliki oleh Jakarta saat ini juga sangat terbatas. Sehingga hal ini berpotensi memunculkan

dilema baru berupa penyelundupan mineral mentah.

Disisi lain Jakarta juga harus membarengi hal ini melalui insentif pajak bagi sector usaha, dalam

proses pengadaan dan pembangunan smelter dan juga infrastruktur pendukung. Dan tentunya

hal diatas, harus didukung melalui ketersediaan fasilitas pembiayaan yang bias disediakan oleh

konsorsium BUMN bidang perbankan.

Page 20: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 20

Daftar Pustaka

Buku, Terbitan Berkala, dan Proceeding

Berger. K. Bruce. 2001. Private Issues and Public Policy: Locating the Corporate Agenda in Agenda- Setting Theory. Alabama: College of communication, university of Alabama

ADAM SMITH, AN INQUIRY INTO THE NATURE AND CAUSES OF THE WEALTH OF NATIONS 295 (Oxford World’s Classics, 1998) (1776) (Bk. IV, Chap. II).

Chang, Roberto. 2009. Privatization and National Cycles. New Jersey: Rugers university and World bank Chua, Amy. 1995.The Privatization-Nationalization Cycle: The Link Between Markets and Ethnicity in

Developing Countries dalam Yale Law School Faculty Scholarship. New Haven, Connecticut: Yale Law School

Duncan, Roderick. 2006. Price or politics R. DuncanPrice or politics? An investigation of the causes of expropriation dalam The Australian Journal of Agricultural and Resource Economics Sydney: Australian Agricultural and Resource Economics Society Inc. and Blackwell Publishers Ltd 2006 501

J. W. Dearing and E. M. Rogers. 2006. Agenda-Setting. Thousand Oaks, CA: Sage Publishing Presentasi Hiroyuki Ishige (Chairman and CEO JETRO) “Indonesia-Japan Relations: From Complementarily to Leading Regional Economic Integration in Asia”Pada 4 Mei 2013 S, Charnovitz. 2001. Rethinking WTO Sanction. Washington D.C: The George Wasington University Law

School T.E.G. GREGORY, TARIFFS: A STUDY IN METHOD 248 (1921).

Sumber web

Japan may take Indonesia to WTO over mineral export ban-media. Reuters. Reuters.com. 19 Februari 2014. Diakses 11 Mei 2014 Suga, Masumi. Japan May Take Indonesia to WTO Over Curbs on Metal Exports. Bloomberg. 12 Juni 2012. Diakses 11 Mei 2014 Yulisman, Linada. RI anticipates Japan’s. formal complaint to WTO. Jakarta Post. 28 April 2014. Diakses 11 Mei 2014

Page 21: Melihat Trend Kepercayaan Diri Diplomasi Perdagangan Indonesia melalui Pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 Terkait Mineral dan Batu Bara

Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 21

Ore export ban prompts huge decline in Indonesia's trade figures. The Australian. Theaustralian.au. 4 maret 2014, Diakses 13 Mei 2014 Japan Turns to World Trade Organization over Indonesia's Mineral Export Ban. Indonesia Investment. Indonesia-Investments.com 14 April 2014. Diakses 11 Mei 2014 Santosa, Ivan. Japan, Indonesia to strengthen ties,. Jakarta Post. 12 Desember 2012, Diakses pada 11 Mei 2014 Bob Widyahartono, ‘IJEPA’s targets: implementation is the key,’ Antara, April 18. Akademisi usulkan UU Minerba perlu diamandemen. Antara News. Antaranews.com. 11 Mei 2014, Diakses pada 11 Mei 2014 Pukul 07.06 Rusal CEO: Mineral Export Ban Will Benefit Indonesia, Aluminum Maker to Build Refinery to Comply with Country's New Laws. Wall Street Journal 26 Februari 2014. Diakses pada 12 Mei 2014