Upload
sularno1234
View
492
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Dalam perjalanan waktu, kesempatan dan keterbatasan pemerintah serta tuntutan reformasi dirasa sangat perlu melibatkan pihak ke tiga dalam pelaksanaan penempatan dalam pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri melalui kemitraan dengan lembaga swasta sebagian yang utuh dan tidak terpisahkan dalam mengatasi masalah pengangguran dalam negeri. Keterlibatan swasta melalui persyaratan dan perjanjian yang ketat diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2003 diharapkan mampu mempercepat proses penyelenggaraan penempatan TKI di luar negeri. Balai Pelayanan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) Surabaya sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sebagai tempat penelitian, sampel penelitian Kabupaten Jember dan Lamongan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sumber data dipilih secara purposive dan bersifat snowball sampling. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan skunder. Data primer dilakukan melalui survey dengan menggunakan quesioner yang disampaikan kepada informan yaitu para pejabat di lingkungan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jember dan Lamongan, BPT2TKI Surabaya, PT angkasapura I Juanda, Konsorsium asuransi, PPTKIS, toko masyarakat, calon TKI dan mantan TKI. Data sekunder yang dikumpulkan mencakup berbagai jenis data yang berhubungan dengan penempatan dan perlindungan TKI beserta indikator-indikatornya dengan teknik analisis kualitatif.Kata kunci : Mekanisme, pelayanan, penempatan, perlindungan, TKI.
Citation preview
MEKANISME PELAYANAN PENEMPATAN DAN
PERLINDUNGAN TKI KE LUAR NEGERI
DI PROVINSI JAWA TIMUR
SULARNO
ABSTRAK
Dalam perjalanan waktu, kesempatan dan keterbatasan pemerintah serta tuntutan
reformasi dirasa sangat perlu melibatkan pihak ke tiga dalam pelaksanaan
penempatan dalam pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri
melalui kemitraan dengan lembaga swasta sebagian yang utuh dan tidak
terpisahkan dalam mengatasi masalah pengangguran dalam negeri. Keterlibatan
swasta melalui persyaratan dan perjanjian yang ketat diatur dalam Undang-
Undang Nomor 39 tahun 2003 diharapkan mampu mempercepat proses
penyelenggaraan penempatan TKI di luar negeri. Balai Pelayanan Tenaga Kerja
Indonesia (BP2TKI) Surabaya sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan
tugas dan fungsi di bidang pelayanan penempatan dan perlindungan TKI di luar
negeri sebagai tempat penelitian, sampel penelitian Kabupaten Jember dan
Lamongan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sumber data dipilih
secara purposive dan bersifat snowball sampling. Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini meliputi data primer dan skunder. Data primer dilakukan melalui
survey dengan menggunakan quesioner yang disampaikan kepada informan yaitu
para pejabat di lingkungan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur, Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jember dan Lamongan, BPT2TKI
Surabaya, PT angkasapura I Juanda, Konsorsium asuransi, PPTKIS, toko
masyarakat, calon TKI dan mantan TKI. Data sekunder yang dikumpulkan
mencakup berbagai jenis data yang berhubungan dengan penempatan dan
perlindungan TKI beserta indikator-indikatornya dengan teknik analisis kualitatif.
Kata kunci : Mekanisme, pelayanan, penempatan, perlindungan, TKI.
ABSTRAC
In the course of time, opportunity and limited government and demand for reform
is felt very need to involve third parties in the implementation of the placement
and protection of migrant workers abroad through partnerships with private
institutions, as this part of the whole and are an integral part in addressing the
problem of unemployment in the country. Private sector involvement through a
strict licensing requirements and regulated in Law Number 39 year 2003 is
expected to accelerate the process of organizing workers in overseas placement.
Institute for Indonesian Manpower Placement Service (BP2TKI) Surabaya as
government agencies that carry out the duties and function in the field of
placement services and the protection of migrant workers abroad as a place to
study, research sample Jember Regency and Lamongan. This researches is
qualitative research. The data sources are selected in a purposive and snowball
sampling. Data collected in this study consisted of primary and secondary.
Primary data was conducted through a survey using questionnaires given to
informants that officials within the BP2TKI Surabaya, PT Angkasapura I Juanda,
insurance consortium, local recruitment agency, community leaders , TKI
candidate and former secondary TKI. Data collected include various types of data
relating to migrant workers and their placement and protection indicators with
qualitative analysis techniques.
Keyword : Mechanism, service, placement, protection, their status
PANDAHULUAN
Implikasi sebuah perjalanan panjang di Indonesia dari pemerintahan orde
lama, orde baru serta di era reformasi masih menyisakan persoalan yang terkait
dengan kemiskinan, ketimpangan pembangunan di berbagai wilayah, diskriminasi
kekuasaan, sentralistik, pendapatan dan kesejahteraan tidak merata, ketidak
adilan, munculnya gejolak sosial yang sulit diredam, dll. Selain persoalan tersebut
yang tidak kalah pentingnya di Negara Kesatuan Indonesia (NKRI) adalah
masalah ketenagakerjaan, dimana persoalan pengangguran terus bertambah tanpa
ada pengendalian, kompetensi rendah (PHK), upah buruh yang tidak terbayarkan,
penindasan terhadap tenaga kerja, peraturan yang kurang menghargai hak-hak
buruh, yang semuanya berdampak terhadap pendapatan rendah yang pada
gilirannya akan menambah jumlah kemiskinan meningkat.
Untuk mengatasi persoalan-persoalan yang sangat kompleks, maka
pemerintah melalui berbagai upaya dengan menggunakan kekuasaan dan
kewenangan dalam mengatur, mengawasi dan menjalankan roda pemerintahan
untuk mencapai kesejahteraan warganya dengan menggunakan birokrasi yang ada.
Menurut Weber dalam (Syamsiar, 2003) bahwa adanya pembagian tugas, hirarki
kewenangan dan spesialisasi, hubungan dalam organisasi, administrasi didasarkan
pada dokumen tertulis yang ini semua merupakan diri sebuah birokrasi. Sejalan
dengan teori yang dikembangkan oleh Max Weber tersebut relefan dengan
perjalanan panjang pemerintah Indonesia dalam mengatasi persoalan prosedur
atau mekanisme pelayanan dalam negeri.
Salah satu persoalan yang krusial dan perlu penanganan serius adalah
masalah pengangguran. Besarnya jumlahnya pengangguran di berbagai negara
sangat bervariasi, berdasarkan data Map of world unemployment rates based on
CIA factbook pada tahun 2006 bahwa negara-negara Vietnam mempunyai
tingkatan pengangguran sebesar 2,00 %, Thailand 2,10%, Kuwait 2,20%,
Malaysia 3,50%, Brunai Darusalam 4,00% sedangkan di Indonesia mencapai
12,50% dari jumlah penduduk dari setiap negara, namun di beberapa negara
seperti Afganistan dan Nepal rata-rata mencapai 42,00% dari jumlah penduduk
yang ada.
Besarnya jumlah pengangguran di Indonesia jika dibandingkan dengan
negara-negara tetangga lebih disebabkan karena lemahnya perencanaan tenaga
kerja, terbatasnya kesempatan kerja dalam negeri, rendahnya sumberdaya
manusia, tidak adanya kesesuaian antara pendidikan formal dan kesempatan kerja
yang ada, produktifitas tenaga kerja yang berdampak terhadap pendapatan rendah,
pemutusan hubungan kerja (PHK) serta ketidaksiapan dalam menghadapi
globalisasi di bidang ketenagakerjaan. Sejalan dengan hal tersebut pemerintah
untuk mengatasi pengangguran melalui Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia (Depnakertrans RI) menetapkan program: (1)
Program Daerah (AKAD) serta Antar Kerja Antar Negara (AKAN). (2)
Mendorong terciptanya usaha baru melalui pembinaan dan pengembangan
wiraswasta, mendorong masuknya investasi. Nampaknya upaya yang dilakukan
Depnakertrans RI melalui program penempatan tenaga kerja dalam negeri belum
mampu mengatasi pengangguran secara signifikan. Oleh karena itu maka
penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) keluar negeri
merupakan katup pengaman dalam mengatasi masalah pengangguran dalam
negeri. Dalam upaya peningkatan kesejahteraan melalui program penempatan dan
perlindungan TKI ke luar negeri, semestinya seluruh struktur organisasi yang ada
mulai dari pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota serta para PPTKIS dan
steakholder harus berorientasi pada pelayanan organisasi yang ada diperlukan
strategi dalam melakukan mobilisasi sumberdaya kearah yang baik. Seperti
terungkap oleh Martinusen (1997;214) bahwa dalam memberikan pelayanan yang
baik diperlukan standarisasi, ukuran yang jelas yang didalamnya terdapat fungsi
dan tanggung jawab yang pada gilirannya pada pemberian layanan yang efektif
dan efisien.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang akan dilaksanakan berdasarkan pemikiran yang matang
dengan segala pertimbangannya maka, penelitian menetapkan bahwa jenis
penelitian ini adalah kualitatif. Lokasi penelitian di Balai Pelayanan Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) Surabaya, meliputi wilayah Kabupaten Jember
dan Kabupaten Lamongan. Sumber data dipilih secara purposive dan bersifat
snowball sampling, penentuan sampel sumber daya data, sampel sumber data I
dipilih orang yang memiliki power dan otoritas pada situasi sosial atau objek yang
diteliti, sehingga mampu memberikan hasil yang maksimal sesuai dengan harapan
penelitian dalam melakukan pengumpulan data.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
skunder, sedangkan pengumpulan data primer dilakukan melalui survey dengan
menggunakan quesioner, dengan teknik analisa kualitatif. Informasi awal dan
informan kunci dipilih secara purposive sampiling penelitian informan ini di
dasarkan atas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia
memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten dengan masalah
penelitian ini adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur, Kepala
BP2TKI Surabaya, Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Kabupaten Jember
dan Lamongan, Pejabat di Lingkungan BP2TKI Surabaya, PPTKIS sebagai mitra
kerja.
Sedangkan informan selanjutnya diminta kepada informan awal untuk
menunjukkan informan lain yang dapat memberikan informan dan data yang
berkaitan dengan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri hingga data
terkumpul sesuai dengan penelitian luar negeri hingga data terkumpul sesuai
dengan peneliti harapkan. Disamping juga melakukan wawancara dengan
narasumber-narasumber lain untuk memperoleh sumber informasi lainnya yang
berkaitan untuk digunakan sebagai instrument vertikal keabsahan atau validitas
data dengan menggunakan teknik triagulasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dalam ini masih banyak
persoalan dalam implementasi dan cara pandang pemerintah sebagai regulator
kewenangan, sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh pelaksana Tenaga Kerja
Swasta (PPTKIS) berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, namun kenyataannya belum
memenuhi harapan masyarakat yang memerlukan kemudahan pelayanan yang
efektif, efisien dan ekonomis.
Kekhawatiran tersebut sangat mungkin mengingat sejak diberlakukannya
otonomi daerah sebagai implikasi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang
memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota dan propinsi sesuai
dengan pasal 13 dan 14 utamanya bidang ketenagakerjaan. Dimana dalam
penyelenggaraan kegiatan dimaksud pemerintah kabupaten/kota menyiapkan
calon tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di luar negeri berdasarkan
permintaan lowongan kerja (job order) dari masing-masing negara tujuan yang
dilakukan oleh PPTKIS.
Kenyataannya job order yang telah dimiliki oleh setiap PPTKIS yang
mempunyai kegiatan di Provinsi Jawa Timur belum dapat terpenuhi, hal ini
disebabkan karena kompetensi yang dimiliki oleh calon tenaga kerja kurang
memenuhi persyaratan teknis yang diperlukan. Dalam konteks penelitian ini akan
difokuskan pada kasus-kasus dan isu-isu potensial yang ada di lapangan : (1)
regulasi penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, (2) mekanisme
pelayanan: perjanjian kerjasama dan job order, surat ijin pengarahan, pendaftaran
dan seleksi, kesehatan, pelatihan dan uji kompetensi, paspor, dana pembinaan,
visa kerja, pembekalan akhir pemberangkatan ke negara tujuan (3) Standarisasi:
izin operasional kantor cabang PPTKIS, rekomendasi rencana kebutuhan calon
TKI, pembekalan akhir pemberangkatan dan counter TKI dan pemberangkatan ke
negara tujuan (4) koordinasi pelayanan TKI di Jawa Timur (5) perlindungan TKI
meliputi tentang pelindaungan pra pemberangkatan, perlindungan di negara tujuan
serta perlindungan purna penempatan (6) output/putcome penempatan dan
perlindungan TKI meliputi jumlah penempatan TKI, daerah asal TKI, pengiriman
uang sarta peningkatan pengetahuan dan budaya TKI.
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri . Peningkatan
migran ke luar negeri merupakan salah saru respons terhadapat masalah
ketenagakerjaan di dalam negeri yang tidak terselesaikan, jumlah kesempatan
kerja terbatas disertai dengan tekanan ekonomi yang semakin berat mendorong
penduduk tinggi apapun resiko yang harus ditanggung. Namun secara risiko
bahwa persoalan penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke
luar negeri dapar dikelompokkan menjadi 3 tahapan : diantaranya pra
penempatan, masa penempatan dan purna penempatan.1) Pra Penempatan:
persoalan yang sering muncul di daerah asal (dalam negeri) akibat kurangnya
informasi yang jelas bag calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sehingga
dimanfaatkan oleh taikong (calo) untuk memberikan informasi yang kadang
berdampak buruk bagi calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bersangkutan,
demikian juga berkaitan dengan seleksi, manipulasi umur, status, biaya, pelatihan,
pengurus fisa kerja, permintaan kerja, fiskal dalam rangka pemberangkatan yang
tidak jelas kapan waktunya sehingga sering terjadi keresahan bagi calon Tenaga
Kerja Indonesia.2) Masa Penempatan: Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) yang telah menempatkan TKI di berbagai perusahaan
di luar negeri sering mengalami kesulitan informasi akibat, kekurangan paham
terhadap hak dan kewajiban TKI, serta majikan sering mengekplositasi terhadap
TKI utamannya berkaitan dengan upah, kesehatan maupun asuransi serta
dokumen lainnya sehingga menjadikan TKI kurang bedaya, hal ini diperaparah
dengan kurang perhatiannya terhadap perlindungan TKI di luar negeri bagi atase
perubahan yang ada di setiap negara. Demikian juga berkaitan dengan upah yang
diperoleh tidak semua TKI memahami terhadap proses transfer uang sebagai hasil
kerja selama di negara tujuan, sehingga sering dimanfaatkan oleh orang lain.3)
Purna Penempatan: Hasil yang diperoleh selama di negara tujuan pada umumnya
untuk kepentingan konsumsi semata seperti pembuatan rumah atau sepeda motor,
sedangkan yang dimanfaatkan untuk kepentingan produktif sangat jarang,
sehingga tidak menutup kemungkinan 3-4 bulan kedepan mengingat tidak lagi ada
yang diharapkan, maka yang bersangkutan akan kembali mendaftar untuk bekerja
di luar negeri. Demikian juga kurang perhatian pemerintah terhadap purna
penempatan TKI, apa yang dihasilkan untuk apa dan bagaimana setelah kembali
di daerah asal.
Untuk mempercepat perwujudtan hal tersebut, Depertemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi yang membidangi masalah pengangguran dalam negeri,
mempunyai tugas dan kewajiban mengatur, membina, melaksanakan dan
mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindaungan TKI ke luar negeri,
seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 pasal 10
bahwa pelaksanaan penempatan TKI di luar negeri dapat dilakukan oleh 2
lembaga, yaitu pemerintah sendiri dan swasta, Pertama, pemerintah, pada
dasarnya mengatur, membina serta mengawasi jalannya penyelenaggaraan
penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri, juga dapat melaksanakan
sendiri tergantung pada perjanjian kerjasama Bilateral antara kedua negara, seperti
yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang, Taiwan dan
Korea. Selaian itu dalam perkembangannnya Departemen Tenaga Kerja dan
Trandmigrasi mempunyai anak perusahaan sebagai implikasi kebijakan di bidang
penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri berupa Perseroan Terbatas (PT)
Bijak yang mempunyai tugas sebagai pelaksana penempatan dan perlindungan
TKI di luar negeri utamannya Taiwan dan Korea, Keberadaan PT. Bijak tersebut
diharapkan mampu memberikan solusi dan implikasi terhadap penerapan Good
Corporate Governance (GCG). Jika perusahaan pemerintah yang dibangun dalam
implikasinya dapat menunjukkan kebaikan dengan prinsip-prinsip dasar Good
Corporate Governance. Menurut Khairandy (2007; h.74) mencakup 5 bidang
utama yaitu: (1) hak pemegangan saham (the treatment of shareholder) (3)
peranan stakeholder dalam corporate governance,(4) pengungkapan dan
transparansi (disclosure dan transparency), (5) tanggung jawab direksi dan
komisaris (the resposibility of the board) terhadap perusahaan, pemegang saham
dan pihak-pihak yang berkepentingan, maka sangat dimungkingkan peminat
modal asing akan masuk ke dalam pasar modal suat negara. Dalam perjalanan
waktu, kesempatan dan keterbatasan pemerintah serta tuntutan reformasi dirasa
sangat perlu melibatkan pihak ke tiga dalam pelaksanaan penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri melalui kemitraan dengan lembaga swasta
sebagai bagian yang utuh dan tidak terpisahkan dalam mengatasi masalah
pengangguran dalam negeri. Keterlibatan swasta melalui persyaratan da perijinan
yang ketat diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2003 diharapkan
mampu mempercepat proses penyelenggaraan penempatan badan hukum yang
telah memperoleh izin tertulis dari pemerintah untuk memberikan pelayanan
penempatan TKI di luar negeri. Kedua, Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) merupakan badan hukum yang telah memperoleh izin
tertulis dari pemerintah untuk memberikan pelayanan penempatan TKI di luar
negeri. Menurut data Depnakertrans RI (2007) bahwa Palaksanaan Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang terdaftar dan mendapatkan ijin
dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sejumlah 464 perusahaan yang
tersebar di seluruh Indonesia dengan mayoritas berdomisili di Jakarta dan
sekitarnya. Berdasarkan data dari Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia tahun 2007 bahwa di Propinsi Jawa Timur terdapat sejumlah 66
perusahaan yang bersetatus kantor pusat dan 79 berstatus kantor cabang.
Peran Provinsi Jawa Timur dalam Penempatan dan Perlindungan TKI.
Peran pemerintahan dalam rangka penempatan dan perlindungan TKI di luar
negeri selalu melibatkan pihak-pihak lain dalam mencapai keseimbangan dalam
keitraan. Pada dasarnya prinsip yang harus dikembangkan adalah prnsip jangan
menyalahgunakan kewenangan. Menyalahgunakan kewenangan. Kondisi ini
sangat penting dari keuda pihak sebagai pelaku kemitraan, sehingga tidak ada
yang dirugikan. Sejalan dengan kebutuhan yang semakin mendesak serta
lemahnya pengawasan terhadap jalannya kemitraan, sering terjadi PPTKIS
mengambil langkas lintas yang seharusnya tidak harus dilakukan oleh PTKIS,
konsidi seperti ini akan berdampak terhadap perlindungan TKI.
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang dapat dicermati dalam rangka
proses pemerikasaan kesehatan yang dilakukan oleh leboratorium medical
kerjasama dengan PPTKIS ini, maka perumusan minor dapat diajukan sebagai
berikut: 1) Dalam proses pemerikaan kesehatan yang dilakukan oleh laboratorium
medical kerjasama dengan PPTKIS PT. Primadya Pratama Pandukarya telah
dilaksanakan sesuai dengan permintaan pengguna tenaga kerja, namun dalam
pelaksanaannya kurang maksimal mengingat sering ada data kurang transparan
sehingga berdampak pada kelulusaj bagi calon TKI. 2) Adanya kepercayaan yang
diberikan pihak pengguna tenaga kerja di negara tujuan, nempakknya sering
dimanfaatkan oleh PPTKIS dengan laboratorium medical untuk memberikan
kemudahan bagi calon TKI. Dengan demikian proses pemerikasaan kesehatan
yang dilakukan oleh laboratorium medical dan PPTKIS PT. Primadya Sjahtera
Pandukarya menunjukkan kurang netral dan kurang pengawasan dari pihak Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jember, sehingga dalam pelayanan
yang diberikan selama ini menunjukkan adanya ketidakpuasan bagi palanggan.
Rovinsi Jawa Timur selama ini scara kuantitas merupakan provinsi
terbesar di tanah air yang memberikan kontribusi penempatan TKI di luar negeri,
keberadaan ini nampaknya terus meningkat sejalan dengan kurang terpenuhinnya
kesempatan kerja dalam negeri khususnya Jawa Timur yang memberikan nilai
lebih untuk kebutuhan hidup masyarakat. Seiring dengan hal tersebut keterlibatan
eksekutif dan legeslatif dalam bentuk kemitraan telah terjalin, dengan adanya
perhatian DPRD terhadap penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri,
merupakan bagian terpenting dalam pemaknaan kemitraan. Adanya beberapa
momen penting yang diikuti dan keterlibatan secara langusng untuk mengetahui
keadaan TKI diluar negeri menjadi sebuah perhatian legeslatif terhadap bentuk
kemitraan.
Penempatan TKI Provinsi Jawa Timur ke bergabagai negara merujuk pada
keputusan pemerintah pusat dalam upaya memangun bilateral bidang
ketenagakerjaan khusunya penempatan tenaga kerja yang semakin berkualitas dan
profesional ke berbagai negara di Eropa, Afrika dan Asia Pasifik falam rangka :
(1) Mengatasi pengangguran dalam negeri, (2) Hak untuk bekerja di luar negeri
dan (3) Sebagai dampak ekonomi gloobal dan regional
Pemaknaan terhadap pengaruh besar kecilnya peren tentang hak dan
wewenang pemerintahan daerah, selama dekade pemerintahan daerah di
Indonesia, telah memberikan wacana yang memberikan pengaruh terhadap
hubungan kemitraan wacana antara badan legeslatif daerah dengan badan
eksekutif daerah.
Dari uraian diatasm menunjukkan bahwa kemitraan yang dibangun oleh
pemerintahan Provinsi Jawa Timur terhadap program penempatan TKI di luar
negeri secara umum telah berjalan, senada dengan hal tersebut hendaknya perlu
adanya kesamaan pandangan dalam menyikapi dan kebijakan yang di ambil untuk
memperbaiki citra TKI asal Jawa Timur di luar negeri.
Balai pelayanan penempatan TKI Surabaya secara terus menerus dengan
mitra kerjanya berusaha secara terkoordinasiuntuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas secara terus menerus mengarah pada penempatan TKI formal yang
membutuhkan permintaan kerja ( job order) dengan jenis jabatan yang lebih
menjanjikan dan profesional dengan imbalan gaji yang lebih baik dan
bermartabat.
Peluang pasar diluar negeri menjadi alternatif pilihan sehubungan dengan
nilai rupiah yang di harapkan dapat lebih menjajanjikan di banding dengan negara
negara tetangga, namun demikian persyaratan job order yang diminta
memerlukan midle kompetention yang memerlukan penjaringan yang ketat,
persyaratan serta biaya yang lebih besar. Sedangksn untuk pengembangan
penempatan TKI di berbagai negara telah di lakukan MoU pemerintah Republik
Indonesia dengan Australia di Canberra Kams pada tangal 4 Juni 2008 dan
Jordania dilaksanakan di Denpasar Bali tanggal 28 Juni 2008.
Program penempatan TKI di luar negeri memerlukan terobosan baru dan
kebijakan belateral yang mempunyai kepentingan sama, di satu sisi akan
menempatkan TKI sesuai dengan job order dan sisi lain akan menerima TKI
sebagai kebutuhan di negara tujuan. Dalam kontek ini seharusnya kedua negara
mempunyai kepentingan sama dalam mengimplementasi dari sebuah program ini.
Namun nempaknya negara pegnirim dalam hai ini pemerintnah Indonesia selaly
dimarjinalkan jika terjadi perselisihan antara TKI dan majikan dimana mereka
bekerja. Penempatan TKI semala ini masih menjadi pilihan dan sebagai
penyumbang devisa negara yang tidak sedikit nilainnya. Kontribusi semcam ini
menjadi bagian penting untuk dijadikan rujukan dalam upaya mengatasi
pengangguran dan kemiskinan yang semakin hari semakin tambah akibat
pertumubuhan penduduk yang belum terkendali sehingga secara alamiah akan
berpengaruh terhadap jumlah angkatan kerja yang besar.
Pemerintahan Provinsi Jawa Timur melalui Balai Pelayanan Penempatan
TKI (BP2TKI) Surabaya sebagai Unit Pelaksanaan Teknis dalam meningkat
kualitas dan kuantitas penempatan TKI ke luar negeri merupakan bagian utuh
pembangunan regional di bidang ketenagakerjaan yang tidak terpisahkan.
Penempatan TKI keputusan pemerintah pusat dalam upaya membangunan
bilateral bisang ketenagakerjaan khususnya penempatan tenaga kerja yang
semakin berkualitas dan profeisonal ke berbagai negara Afrika dan Asia Pasifik
dalam rangka : (1) Mengatasi pengangguran dalam negeri, (2) Hak untuk bekerja
di luar negeri dan (3) Sebagai dampak ekonomi global dan regional.
Mekanisme Pelayanan TKI. Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia (BP2TKI) sebagai Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Tenaga Kerja
Provinsi Jawa Timur secara teknis mengikuti kebijakan pemerintah pusat untuk
melaksanakan program strategis penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri
, dengan menjalankan perannya: (1) menetapkan mekanisme pelayanan, (2)
standarisasi, (3) koordinasi pelayanan TKI (4) Perlindungan TKI.
Pemerintahan dalam hal ini Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia (BP2TKI) Surabaya dalam mengemban tugas dan fungsi di dasarkan
atas perda (35) tahun 2000 tentang Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur.
Balai Pelayanan Penempatan TKI Surabaya yang dilakukan selama ini
pelaksanaan tugas secara teknis mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI maupun peraturan sebelumnya
yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan. Sedangkan pelaksanaan tugas pelayanan TKI yang diberikan
BP2TKI Surabaya tidak secara langsung dengan calon TKI yang akan
diberangkatkan, namun dilakukan PPTKIS sebagai mitra kerja dalam rangka
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
Perjanjian Kerjasama dan Permintaan Kerja. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS) dalam pelaksanaan tugas didasarkan atas mekanisme yang tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan perlindungan
TKI di luar negeri maupun Permenakertrans RI No.Per.18/MEN/IX/2007 tentang
pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Pelaksamaan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (SIPPTKIS) dari Mentri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI, maka PPTKIS mencari peluang sebagai bentuk kerja
dengan agen di luar negeri yang pada gilirannya akan mendapat permintaan kerja
(job order) yang diketahui oleh atase tenaga kerja yang merupakan perwakilan
pemerintah Indonesia di negara teresebut. Bahwa dalam p engurusan permintaan
kerja di luar negeri menurut APJATI Jawa Timur rata-rata menghabiskan waktu 7
s/d 12 hari bahkan lebih, hal ini lebih disebabkan karena pihak PPTKIS sangat
tergantung pada para agen tenaga kerja yang selama ini para mejikan atau
perusahaan telah memberikan kepercayaan terhadap agen-agen sebagai benruk
mitra kerjanya dalam membutuhkan tenaga kerja berdasarkan permintaan atau ada
kebijakan khusus pemerintah sehingga permintaan job order tidak dikeluarkan.
Sejalan dengan itu, PPTKIS karena sudah mempunyai hubungan baik
dengan agen di luar negeri, sering kali PPTKIS menyerahkan sepenuhnya kepada
agen-agen tersebut dengan perjanjian tentang hak dan kewajiban masing-masing,
sedangkan pihak atase tenaga kerja yang merupakan perwakilan pemerintah
Indonesia di negara tersebut umumnya langsung menyetujui dengan mekanisme
pelayanan yang ada. Adanya permintaan kerja yang didalamnya memuat tentang
hak dan kewajiban yang menyangkut gaji yang diberikan, kontrak kerja, uang
lembur, kesehatan, jenis pekerjaan, jenis kelamin, pendidikan atau kompetensi
yang diminta, bentuk-bentuk kesejahteraan lainnya seperti tempat pemondokan,
asrama, transportasi dan jangka waktu job order yang di berikan, sehingga job
order tersebut di berikan waktu dan jika di mungkinkan di perpanjang satu kali
dengan alasan rasional.
Menurut hasil penelitian ini dari berbagai pihak terutama PPTKIS sebagai
pelaku langsung yang mengadakan komunikasi dalam bentuk mitra kerja bahwa
semua pengurusan dokumen di maksud hampir dipastikan semuanya
menggunakan biaya dan penetapan harga apalagi dengan pihak pihak mitra kerja
yang selama ini menekuni bisnisnya yang semata mata tidak lagi hanya
kepentingan sosial namun lebih pada privet. Kajian tersebut di perkuat bahwa
adanya permintaan kerja pada tenaga kerja formal ini menggambarkan bahwa
permintaan tenaga kerja internasional merupakan peluang baru seperti di kawasan
Asia pasifik( Australia, Jepang, Makkau, Korea Selatan), Timur Tengah: (Qatar,
Kuait, Yordania, Uni Emirat Arab) Sedangkan Amerika dan Eropa ( Yunani,
Siprus,. Belanda Spanyol, Belanda, Italia, Kanada, Amerika).
Sedangkan jika memperhatikan pasal 29 ayat (1) Undang Undang Nomor
39 tahun 2004 bahwa penempatan TKI diluar negeri di arahkan pada jabatan yang
tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat dan kemampuan, (2)
Dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan harkat, martabat, hak azasi
manusia, perlindungan hukum, pemerataan kesempatan kerja, dan ketersediaan
tenaga kerja dengan mengutamakan kepentingan nasional. Dalam keadaan
terdesak dan tidak terbekali skill yang memadai, maka mereka tidak mempunyai
pilihan banyak atau mau tidak mau mereka disalurkan ke sktor informal (rumah
tangga). Jumlah presentase tenaga kerja yang masuk sektor informal mencapai
75% sedangkan 25% sisanya bekerja pada sektor formal. Untuk memperbaiki citra
dan harga diri bangsa maka sejak tahun 2006 Depnakertrans telah
memaksimalkan berbagai upaya untuk membalik maksimalkan berbagai upaya
unutk membalik presentase 75% formal dan 25% informal dengan cara
mengoptimalkan Balai Latihan Kerja di daerah dan tingginya permintaan tenaga
kerja formal dari Qatar, Kuwait, dan Abu Dhabi dan negara maju dan lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan atran yang menguatkan terhadap
pelaksanaan kergiatan proses permintaan kerja di luar negeri, maka perumusan
proposisi minor dapat diajukan sebagai berikut: “Adanya proses permintaan kerja
(job order) di luar negeri, bahwa Pelaksanaan Penempatan TKI swasta
mempunyai mitra kerja luar negeri akan banyak menghabiskan biaya dan waktu
yang harus ditanggung oleh PPTKIS”. Berdasarkan uraian tersebut, maka proses
permintaan kerja yang dilakukan oleh pelaksanaan penempatan kerja yang
dilakukan oleh pelaksana penempatan TKI swasta yang bermitra kerja dengan
agen-agen di luar negeri cenderung lebih mementingkan dirinya sendiri tnapa
memperhatikan kepentingan publik terutama TKI di Jawa Timur yang akan
bekerja di luar negeri.
Surat Izin Oengerahan dan Perekrutan. Pelaksanaan penempatan TKI swasta
yang selama ini dilakukan setelah mendapatkan permintaan kerja dari negara
tujuan sesuai dengan kompetensi dan persyaratan yang ditentukan, maka PPTKIS
dapat mengajukan permohonan ke Departmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI,
namun kenyataan yang dialami PPTKIS dalam pengurusan (SIP) perekrutan calon
TKI telah terjadi dua lisme pengurus di Departemen RI dan Badan Nasional
penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang masing-masing
menggunakan pedoman yang ada.
Dalam kaitannya dengan pengurusan adanya tarik ulur kepentingan
diantara dua lembaga pemerintah, justru membingungkan bagi pihak PPTKIS
sendiri, banyaknya PPTKIS yang protes terhadap kebijakan terkait dengan
pengurus SIP ini nampakknya terus berkepanjangan. Berdasarkan informasi dari
PPTKS yang membuka kantor cabang di Kabupaten Jember yang menempatkan
TKI ke Malaysia beranggapan bahwa saat ini justru dalam pengurusan dokumen
cabang membingungkan, dimana Depnakertrans RI dengan aturannya yang ada
berhak untuk mengeluarkan surat ijin pengerahan, sedangkan BP2TKI juga dapat
mengeluarkan surat ijin prngerahan. Kondisi seperti ini jelas dapat
membingungkan pengerahan. Kondisi seperti ini jelas membingungkan bagi
PPTKIS. Jika SIP tersebut dikeluarkan langsung PPTKIS dapat merekrut calon
TKI sesuai dengan wilayah kerja Dinas Tenaga Kerja atau yang membidangi
masalah ketenagakerjaan, namun jika SIP tersebut dikeluarkan oleh BP2TKI pusat
harus mendapatkan rekomendasi perekrutan dari BP2TKI Surabaya. Jika ini terus
terjadi, nampak yang dihasilkan selain sewaktu semakin panjang dan biaya
semakin membengkak yang berdampak terhadap calon TKI.
Berdasarkan Permenakertrans RI. No.Per.18/MEN/IX/2007 tentang
pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, dalam pasal 3 ayat
(1) pengerahan (SIP) maka PPTKIS dapat mengajukan permohonan tertulis
dengan melampirkan: (1) copy perjanjian kerjasama penempatan TKI antara
PPTKIS dengan pengguna/mitra kerja PPTKIS, (2) surat permintaan TKI dari
pengguna (job order/employment order / demand latter / wakalah), (3) rancangan
perjanjian kerja dan (2) rancangan perjanjian penempatan TKI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya dua kepentingan lembaga
pemerintah pusat untuk mempertahankan eksistensi dari kebijakan tersebut
sampai penelitian ini berlangsung masih berjalan sendiri-sendiri, sedangkan pihak
PPTKIS sebagai lembaga swasta yang harus mendapatkan layanan dirugikan baik
dari sisi waktu dan biaya. Sedangkan pemerintah (PP) Nomor 65 tahun 25 tentang
stanfar pelayanan harus bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terjangkau dan
dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapai. Namun
kenyataan tidak demikian banyak waktu yang sia-sia untuk menunggu proses
penyelesaian, hal ini disebabkan pejabat yang berhak untuk menerbitkan Surat Ijin
Pengerahan (SIP) tidak ada di tempat, demikian waktu penyelesaian tidak jelas,
mekanisme selalu berubah, biaya tidak, sehingga pihak yang dilayani merasa
dirugikan. Dalam standar pelayanan minimal yang dikeluarkan oleh BNP2TKI
tahun 2008 bahwa pengurusan SIP sangat ceppat sehingga bilangan hari tidak
tercantumkan, sedangkan biaya juga demikian namun itu semua hingga samapai
saat ini masih sulit untuk dilaksanakan, seperti yang disampaikan oleh salah
seorang petugas PPTKIS dari Jawa Timur yang sedang mengurus SIP si
BNP2TKI dalampengurus Surat Ijin Pengarahan (SIP) memang dalam ketentuan
harus dilaksanakan dengan cepat, murah, tnapa masalah serta dapat
dipertanggungjawabkan, namun kenyatan yang kami alami tidak demikian, masih
ada syarat-syarat lain yang harus dipenuhi walaupun tidak tertera dalam aturan,
sedangkan persyaratan dalam pengurusan SIP seringkali menjadi kendala antara
lain dokumen kurang lengkap tetapi namanya PPTKIS maunya dapat diselesaikan
dengan jalan.
Adanya perubahan pertautan dan kebijakan nampakknya juga menjadi
kendala bagi setiap organisasi terutama terkaid dengan mekanisme pemepatan dan
perlindungan TKI di luar negeri, namun pada dasarnya sebuah perusahaan swasta
akan enggan menerima terhadap perubahan kebijakan yang selalu berubah-ubah
berdampak terhadap perjalanan sebuah perusahaan. Menurut Poerwanto (2008;
h.113) bahwa pada umunya organisasi enggan terhadap perubahan terkait dengan
kebijakan pemerintah, tidak semua pihak dalam organisasi dapar menerima
perubahan. Oleh karna itu maka dengan adanya sikapp dualisme dalam pengurus
SIP ini juga berdampak terhadap proses-proses berikutnya yang sering menjadi
kendala dan persepsi di lapangan yang pada ujung-ujungnya tidak ada kepastian
TKI kapan harus diberangkatkan.
Dalam proses pengurusan Surat Ijin Pengarahan (SIP) dalam rangka
perekrutan calon TKI sesuai dengan rancangan perekrutan TKI masih terdapat
dualisme lembaga yang mengeluarkan surat ijin pengeraan, sehingga menghambat
PPTKIS dalam melakukan perekrutan calon TKI. Pejabat terkait dengan penerbit
surat ijin pengerahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya kurang melihat
kepentingan lebih besar, namun hanya mempertahankan argumentasi kebijakan
yang sementara ini masih menjadi payung hukum. Dari hasil anlaisis tersebut
maka dalam pengurusan surat ijin analisis terbuka calon TKI dapat tergantung
akibat lemanya koordinasi yang dilakukan Depnakertrans RI dan BNP2TKI.
Pendaftaran dan Seleksi. Pendaftaran dan seleksi yang dilakukan PPTKIS di
dasarkan atas permintaan kerja dari luar negeri yang ditindaklanjuti dengan surat
izin pengerahan dari Departeman Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI maupun dari
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Kegiatan
pendaftaran dan seleksi yang dilakukan bersama Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi atau dinas yang membidangi ketenagakerjaan merupakan sebuah
peroses yang harus dilakasnakan. Pendaftaran maupun rekrutmen merupakan
suatu proses mencari, menemukan dan menarik para pelamar untuk dipekerjakan
dalam dan oleh suatu oerganisasi, dengan demikian dapat dilakukan bahwa hasil
rekrutmen adalah sejumlah pencari kerja yang akan mengikut seleksi sesuai
dengan lowongan yang tersedia. Berdasarkan Permenakertrans RI No. PER-
18/MEN/IX/2007 pasal 7 ayat (1) bahwa untuk melaksanakan perekrutan PPTKIS
harus menunjukkan SIP asli atau copy yang telah dilegalisir, surat oengantar
rekrut dna rancangan perjanjian penempatan yang telah didaftarkan pada
BNP2TKI kepada pejabat yang berwenang di instansi kabupaten/kota. (2)
perekrutan calon TKI oleh PPTKIS dilakukan bersama-sama petugas instansi
kabupaten/kota.
Menurut Ananta (1996) meningkatkan informasi dan peningkatan jaringan
transpoertasi dari Indonesia ke Malaysia atau negara lain akan mempermudah
pekerja migran international (TKI) untuk mencari pasar pekerja yang lebih
menarik. Untuk itu, maka sebelunya melakukan perekrutan hendaknya
penyebarluasan informasi tentang penempatan dan mekanisme TKI ke luar negeri
harus disebarkan malalui jaringan yang ada. Perekrutan dilakukan sosialisasi
dengan mendasarkan pada permintaan kerja (job order) dari pengguna tenaga
kerja dari luar negeri, dengan memberikan beberapa pengertian yang harus
dikomunikasikan serta disebarluaskan kepada masyarakat khusunya calon TKI
meliputi tentang gaji, waktu kerja, waktu istirahat \, cuti, lembur, jaminan
perlindungan, fasilitas lain yang diperoleh.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan tim Depnakertrans RI
menyebutkan bahwa beberapa persoalan yang melilit terkaid dengan perekrutan,
antara lain: penempatan TKI ke luar negeri terlalu birokratis, biaya tinggi,
tergantung pada agen swasta (PPTKIS), di tingkat lokal sangat tergantung pada
calon yang tidak bertanggung jawab penuh terhadap calon TKI, jumlah pilihan
para agensi dibatasi pleh besarnya deposit yang dikeluarkan oleh agensi, asuransi
memang diwajibkan namun pilihannya sangat terbatas serta kurang berperannya
serika pekerja dan LSM. Demikian juga mempertimbangkan Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerja terdiri dari penempatan tenaga kerja
di dalam negeri dan penempatannya penempatan tenaga di luar negeri. Dalam
melakukan bahwa pengguna tenaga kerja dapat melakukan perekrutan langsung
maupun melalui agen-agen yang ditetapkan berdasarkan undang-undang, sehingga
dengan demikian setiap calon TKI berhak untuk mendapatkan dan layanan
terhadap perekrutan dan seleksi dalam penempatan TKI di luar negeri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perekrutan dan seleksi yang
dilakukan oleh PPTKIS di Kabupaten Jember sangat tergantung pada petugas
lapangan atau sponsor dari PPTKIS itu sendiri atau pihak-pihak lain sebagai
pengumpul calon TKI, sehingga PPTKIS pada umumnya hanya memberikan
legitimasi terhadap petugas lapangan untuk melakukan perekrutan. Pemerintaha
daerah mempunyai peran yang kuat dan aktif dalam menentukan masa depan
perekonomian di wilayahnya. Jika pernyataan tersebut disimak dengan seksama,
maka para eksekutif kabupaten/kota mempunyai peran penting mempunysi peran
penting dalam menggerakkan semua komponen yang secara bersama-sama untuk
menggerakkan perekonomian berbasis kerakyatan.
Namun kenyataan berbeda bahwa Kabupaten Lamongan, dalam rangka
perekrutan dan seleksi salama penelitian berlangsung belum pernah dikatemukan
dalam pelaksanaannya di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi sehingga
tidak terjadi mekanisme antar kerja antar negara. Berdasarkan informas pejabat di
kantor tersebut bahwa selama ini hampir tidak ada PPTKIS melapor dan merekrut
calon TKI berdasarkan Surat Rekomendasi perekrutan dari Balai Pelayanan
Penempatan TKI Surabaya dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
TKI.
Berdasarkan informasi dari berbagai pihak termasuk stakeholder di
Kabupaten Lamongan bahwa animo calon TKI yang berangkat ke luar negeri pada
dasarnya jumlahnya banyak dan terukti berhasil, seperti yang diungkapkan bahwa
di daerah kabupaten Lamongan berdasarkan data dari BP2TKI jumlah TKI yang
bekerja di luar negeri cukup signifikan bahkan termasuk 10 besar daerah potensi
penempatan TKI ke luar negeri, namun sayangnya tidak diproses malalui Dinas
Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Terbatasnya jumlah personil yang
membidangi kerenagakerjaan khusunya yang menangani pendaftaran dan seleksi
TKI sehingga tidak tertangani dengan baik bahkan bersifat pasif, ada
kemungkinan calon TKI asalh kabupaten Lamongan diberangkatkan dari luar
melalui jaringan atau petuga lapangan yang lebih dipercaya.
Jika mencermati uraian tersebut, nampak sangat jelas bahwa karena
ketidak tahuan mekanisme antar kerja antar negara serta adanya perubahan dan
mutasi pejabat di lingkungan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang
sacara struktural bahwa pananganan program penempatan TKI ke luar negeri
tidak menjadi prioritas pembangunan, sehingga urusan TKI termasuk yang kurang
mendapat perintah dari pemerintah Kabupaten Lamongan.
Mengingat adanya kemudahan transportasi, komunikasi dan informasi
yang merupakan bentuk jaringan yang salama ini berkembang di tengah-tengah
masyarakat, maka secara individual calon TKI dapat berangkat melalui jalur lain
sesuai dengan jarngan yang telah terbentuk dan dipercaya oleh masyarakat.
Menurut Ananta (1996) bahwa peningkatan informasi danjaringan informasi dari
Indonesia ke Malaysia atau negara lain akan mempermudah pekerja migran
internasional (TKI) untuk mencari pasar kerja yang lebih baik bahkan jauh dari
tempat tingalnya.
Berdasarkan hasil penelitian para ahli dan analisis temuan, maka diketahui
bahwa; 1) proses perekrutan dan seleksi calon TKI yang akan bekerja di luar
negeri dilakukan oleh PPTKIS atas permintaan kerja, namun dalam
pelaksanaannya PPTKIS sangat tergantung petugas lapangan yang selama ini
mempunyai andil yang besar terhadap perekrutan TKI, sedangkan Dinas yang
membidangi ketenagakerjaan cenderung labih pasif untuk melakukan kegiatan
prekrutan dan seleksi.2) Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat kurang aktif dan
koordinasi dalam memberikan sosialisasi serta pengawasan, sehingga yang terjadi
momentum ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang kurang bertanggung jawab
dampaknya calon TKI dirugikan dalam proses perekrutan dan seleksi.
Sehingga uraian tersebut di atas, nampak jelasnya bahwa terapat lemahnya
koordinasi antar pemerintah dan pihak swasta dalam pelayanan melalui proses
perekrutan dan seleksi ini sehingga kurang mendapatkan calon TKI yang benar-
benar sesuai dengan permintaan kerja yang berdampak keuntungan atau sponsor
tersebut telah mendapatkan keuntungan atau fee dari PPTKIS yang besarnya
berfariasi.
Pemeriksaan Kesehatan. Pemeriksaan kesehatan (mendcal cek up) yang
dilakukan PPTKIS didasarkan atas permintaan pengguna tenaga kerja yang
seluruh biaya ditanggung oleh pencari kerja atau calon TKI yang akan
diberangkatkan. Pada Umumnya calon TKI yang telah lulus seleksi tidak otomatis
dapat diberangkatkan ke negara tujuan, tetapi masih melaui tahapan-tahapan yang
harus diikuti oleh calon TKI. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa
PT. Primadaya yang berada di Kabupaten Jember melaksanakan pemeriksaan
kesehatan bagi calon TKI dilakukan setelah seluruh dokumen administrasi
lengkap dan tidak ada masalah seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), ijin orang
tua atau keluarga, sedangkan yang sudah menikah harus seijin istri atau suami
yang diketahui oleh kepada desa dan lulus seleksi berdasarkan tes yang
diselenggarakan tim yang terdiri dari PPTKIS, Disnakertrans maupun dari pihak
pengguna tenaga kerja.
Sedangkan tes kesehatan biayanya berfariasi tergantung pada jumlah
fariabel yang diminta oleh pengguna tenaga kerja, hal ini terlihat bahwa TKI yang
akan diberangkatkan ke Malaysia tes kesehatannya berbeda dengan TKI yang
akan diberangkatkan ke Hongkong, Korea, maupun Taiwan, sejumlah fariabel
yang diminta ini mengakibatkan besarnya jumlah biaya yang harus dikeluarkan
oleh calon TKI. Pada umumnya PPTKIS tidak mau menanggung resiko, sehingga
setiap TKI yang akan masuk pendidikan terlebih dahulu harus lulus tes kesehatan,
administrasi dan tidakk bermasalah, sehingga untuk mengikuti program pelatihan
selama 5-6 bulan yang berasa di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) tidak
mengalami kesulitan yang bersifat non teknis.
Pelaksanaan program pelatihan yang dilakukan selama 5-6 bulan itu
seluruhnya untuk sementara waktu ditanggulangi oleh PPTKIS yang akan
memberangkatkan, baru kemudian setelah calon TKI dapat bekerja di luar negeri
gajinya akan dipotong sesuai dengan kesepakatan yaitu berkisar 4-5 bulan
.Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan selama ini oleh PPTKIS PT. Primadya
Pratama Prandukarya ini selalu bekerjasama dengan laboratorium medical yang
ditunjuk dan mendapat rekomendasi dari pengguna tenaga kerja di negara tujuan,
sedangkan pada umumnya tidak menggunakan fasilitas pemerintah baik rumah
sakit maupun laboratorium medical pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari netralitas dan falit data hasil laboratorium yang sangat menentukan
langkah-langkah selanjutnya.
SIMPULAN
Simpulan dari penelitian ini antara lain; 1). Pelaksanaan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dalam melakukan kegiatan harus mendapatkan
: Surat Izin Pelaksanaan Penempatan TKI (SIPPTKI), mitra kerja/agen di luar
negeri, job order, Surat Izin Pengerahan (SIP), untuk mendapatkan SIP maka
PPTKIS harus memiliki : (1) perjanjian kerjasama penempatan, (2) surat
permintaan TKI dari pengguna, (3) rancangan perjanjian penempatan dan (4)
rancangan perjanjian kerja, 2). Balai Pelayanan Penempatan TKI Surabaya telah
melaksanakan UU No. 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI
dan luar negeri, namun implikasinya bahwa penempatan dan perlindungan TKI
tidak selalu dilakukan oleh pemerintah, namun implikasinya bahwa penempatan
dan pelindungan TKI tidak selalu dilakukan oleh pemerintah baik pusat dan
daerah berada pada kewenangan regulasi terkait dengan program penempatan dan
perlindungan TKI berorientasi pada keuntungan semata baik pada tataran
keuntungan material / sosial yang semuannya menjadikan keuntungan bagi setiap
PPTKIS di wilayah kerja Jawa Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur penelitian, PT. Rineka Cipta; Jakarta
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI. 2008, Standar Pelayanan
Penempatan TKI, BNP2TKI; Jakarta
BPS dan Bappeda. 2007, Indek Pembangunan Manusia Kabupaten Lamongan,
Lamongan, BPS Kabupaten
__________. 2008. Lamongan Dalam Angka, lamongan, BPS dan Bappeda
Kabupaten Lamongan,
Bappeda Kabupaten Jember dan BPS Kabupaten Jember, Kabupaten Jember
Dalam Angka, Jembar, BPS Kabupaten Jember dan Bappekab. Jember
Hamid, Edy Suandi dan Sobirin Malian, (et.al). 2004. memperkokoh Otonomi
Daerah, UII Press; Yogyakarta
Irewati, awani. 2003, Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap masalah TKI
Ilegal di – Negara Negara ASEAN, Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI;
Jakarta
Mantra, Ida Bagus., 1998. Langkah-Langkah Penelitan Survey Usulan Penelitian
dan Laporan Penelitian, Fak. Geografi UGM; Yogyakarta..
Mantra, Ida Bagoes, Kasto dan Yeremias T. Keban. 1998. Migrasi Tenaga Kerja
Indonesia ke Malaysia; Isu Kemanusiaan dan Masalah Kebijakan (Kasus
Di NTT, NTB, dan Bawean, Jawa Timur). PPK-Universitas Gadjah Mada;
Yogyakarta Muluk, M.R.K, 2007. Desentralisasi Pemerintahan & Daerah,
Bayumedia Publishing, Malang.
Manca, W, 2003, Etnografi Disain enelitian Kualitatif dan Manajemen
Pendidikan ; Penerbit Wineke Media, Malang
Ratnawati. Tri. 2006. “ Desentralisasi Dalam Konsep dan Implementasinya di
Indonesia di Masa Transisi Kasus UU No.22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah” dalam Abdul Gaffar Karim (ed.) Persoalan Otonomi Daerah,
Pustaka Pelajar (73-105); Yogyakarta
Rewansyah, Asmawi. 2005. Seminar Nasional SDM Dalam Prespektif Reformasi
Birokrasi, program pasca Sarjana Unair; Surabaya
______________. 2008. Reformasi Birokrasi dalam Rangka Good Governance,
CV. Yusaintana Prima: Jakarta
Riggs, W Fred. 1996. Administrasi negara-negara berkembang Teori Masyarakat
Prismatis. PT. Raja Grafindo Persada untuk Yayasan Solidaritas Gadjah
Mada; Jakarta
Rusli , Said. 1993. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES: Jakarta
Said M, Mas’ud. Birokrasi di Negara Birokrasi, Malang; Universitas
Muhammadiyah Malang
Singarimbun, Masri dan HonLLD. 1996. pendduk dan perubahan, pustaka pelajar
: Yogyakarta
Sukamdi. 2004. “Memahami Masalah Kepandudukan di Indonesia Pasca Orde
Baru” dalam Faturochman, Bambang Wicaksono, Setiadi, Syahbudin Latief.
Dinamika Kependudukan dan Kebijakan UGM : Yogyakarta (55-97)
Sulistyani, Teguh Ambar 2004. Kemitraan dan model-model Penberdayaan ,
Gava Media ; Yogyakarta
Sinambela, Lijan Poltak. 2007, Reformasi Pelayanan Publik, PT. Bumi Aksara;
Jakarta
Sumartono, 2007. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (edisi khusus), vol.9 No.1,
Lembaga Penerbitan dan Dokumentasi FIA Unibraw; Malang
Sulardi, 2005. “Implementasi Kebijakan Perekrutan dan Seleksi Calon Pegawai
Negeri Sipil Daerah Di Era Otonomi Daerah”. Disertai S3 FIA Universitas
Brawijaya (tidak diterbitkan).
Smith, Brian C. 1985. Decantralization: the territorial demension of the state.
Gorge Allen& Unwin; London.
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2007, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif,
Pustaka Pelajar; Yogyakarta
Sedarmayanti, 2003. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam
Rangka Otonomi Daerah, cetakan 1, CV. Mandar Maju; Bandung
Surjoo. Agus, 2007 Paradigma, Model Pendekatan Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat di Era Otonomi Daerah. Lembaga Penerbit
Bayumedia Publishing FIA-Universitas Brawijaya, Malang.
Titus, J.Milan 1995 Migrasi Antar Daerah di Indonesia (Seri Terjemahan;
No.12), Pusat Penelitian Kepndudukan Universitas Gadjah Mad:
Yogyakarta
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah
Keputusan Gubernur nomor 41 tahun 2001 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) di lingkungan Dinas Tenaga Kerja Provonsi Jawa Timur.
Permanakertrans RI No.PER.18/MEN/IX/2007 tentang Pelaksanaan Penempatan
dan Perlindungan TKI di luar negeri
Permanakertrans RI No.PER.22/MEN/XII/2008 tentang Pelaksanaan Penempatan
dan Perlindungan TKI di luar negeri
Permanakertrans RI No.PER.22/MEN/XII/2008 tentang Pelaksanaan Penempatan
dan Perlindungan TKI di luar negeri
Permanakertrans RI No.PER.200/MEN/IX/2008 tentang Penunjukan pejabat
penerbitan Surat Izin Pengarahan (SIP)
Permenakertrans RI No. PER. 201/MEN/IX/2008 tentang Penunjukan pejabat
penerbitan persetujuan penempatan TKI di luar negeri untuk kepentingan
perusahaan sendiri.