91
MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA DAN TUNISIA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Muhammad Ilman Anapi NIM. 1113043000070 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

  • Upload
    others

  • View
    32

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA

ISLAM DI INDONESIA DAN TUNISIA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Muhammad Ilman Anapi

NIM. 1113043000070

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,
Page 3: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,
Page 4: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,
Page 5: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

v

ABSTRAK

Muhammad Ilman Anapi, NIM 1113043000070, Mekanisme Cerai Talak

Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia, Program Studi

Perbandingan Madzhab dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Hukum, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh Jakarta,

1439/2018M.

Skripsi ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana mekanisme talak

dalam hukum keluarga di Indonesia dan Tunisia, apa persamaan dan perbedaan

mekanisme cerai talak di Indonesia dan Tunisia. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

kualitatif, yakni merupakan suatu strategi inquiry yang menekankan pencarian

makna, pegertian konsep dan karakteristik. Juga menggunakan metode analisis

komperatif yaitu menemukan persamaan dan perbedaan dalam mekanisme talak di

Indonesia dan Tunisia.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa di Negara Indonesia dalam

Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa Talak Ba`in Kubraa adalah talak

yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak

dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas

isteri, menikah degan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba`da al dukhul

dan habis masa iddahnya. Sedangkan di Negara Tunisia dalam Code Of Personal

Status (CPS) atau Majallah al Ahwal as Syakhsiyyah (MAS) dijelaskan bahwa

Suami tidak boleh menikah lagi (rujuk) dengan wanita yang ia ceraikan dengan

ṭalak tiga, tentu aturan ini sangat berbeda dengan konsep ajaran Islam, tetapi para

pendukung MAS berdalih bahwa tujuan pasal ini adalah untuk memberantas

praktik pernikahan rekayasa (muḥallil) yang banyak terjadi di tengah masyarakat

Tunisia ketika itu.

Kata Kunci : Cerai, Talak, Ba’in Kubro, Kompilasi Hukum Islam,

Majallah al Ahwal as Syakhsiyyah.

Pembimbing : Dr. Afidah Wahyuni, M.Ag.

: Ahmad Bisyri Abdul Somad, M.A.

Daftar Pustaka : Tahun 1979-2016

Page 6: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

vi

KATA PENGANTAR

Puji serta rasa syukur yang mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT. karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Shalawat teriring salam semoga selalu tercurahkan pada

Baginda Rasulullah Muhammad Salallahu’ ‘alaihi wa sallam.

Selanjutnya penulis ingin sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa

dorongan moril maupun materiil. Penulis yakin jika tanpa bantuan dan dukungan

tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, SH., M.H., MA. selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., selaku Ketua Program Studi

Perbandingan Madzhab dan Bapak Hidayatullah, SH., MH. selaku Sekretaris

Program Studi Perbandingan Madzhab;

3. Ibu Dewi Sukarti, MA., selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis;

4. Ibu Dr. Afidah Wahyuni, M.Ag., dan Bapak Ahmad Bisyri Abdul Somad, MA.,

selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan arahan, saran dan

ilmunya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan ‘Ilmu dan

Akhlaq yang tidak ternilai harganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta;

Page 7: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

vii

6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta;

7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Hamid Susanto dan Ibunda tercinta Ayi

Kholifah, serta adik-adik tersayang Dini Istimaidah, Muhammad Zikri Amrillah,

juga orang-orang terdekat Arizal Firdaus, Robbi Cahyadi, Taufiqqurrahman, Udi

Marsidi, Yadi, Siti Khodijah, dan juga untuk nenek yang telah mencintai penulis

dengan segenap jiwa dan raga, baik doa maupun dukungan dan dengan penuh

kesabaran sehingga dengan ridha mereka penulis mampu berada pada titik seperti

saat ini;

8. Keluarga Besar, SD Lanud Atang Sandjaya Bogor, Pondok Pesantren Daarul

Uluum Bogor, MAN Satu Kota Bogor, dan keluarga besar Jurusan Agama Bogor;

9. Keluarga Besar PMH angkatan 2013 dan Ladies PMH 2013 yang telah menemani

serta memberi dukungan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini

dengan baik dan semua yang pernah kenal baik semoga Allah melimpahkan

keberkahan kepada kehidupan kalian semua (Aamiin).

10. Kepada guru-guru tercinta KH. Aep Saepudin (Almarhum), KH. Abdul Rajak

(Almarhum), H. Syamsudin, Ustd. Djamsari, Ibu Imas, Ibu lilik, Ibu Dedeh, Ibu

Latifah, Ibu Teti, terimakasih penulis ucapkan sedalam-dalamnya atas nasehat,

do’a, dan ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga Allah selalu memberikan

keberkahan dunia dan akhirat kepada beliau semua (Amiin).

11. Kepada teman saya Muhamad Rizki, Arifyanto, Syaeful Bahri, Suparman, Reztu

Rizkiana, Siska Indriyani, Rosyidah, Siti Fadillah, Wisnu Febrian, Asep

Romdhoni, Yuli Sopiyullah, Heri Safrizal terimakasih telah menjadi guru saya

yang membantu penulis. Semoga Allah selalu memberikan Keberkahan kepada

kalian (Amiin).

Page 8: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

viii

12. KKN KASTARA yang telah memberikan sumbangsih kepada penulis dalam ilmu

dan nasihat-nasihatnya. Terimakasih telah menjadi sahabat yang baik.

Sebagai akhir kata semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan balasan

yang berlimpah bagi kita semua Amiin.

Jakarta, 2018

Penulis

MUHAMMAD ILMAN ANAPI

Page 9: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv

ABSTRAK ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

PEDOMAN TRANSLITERAS .......................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 5

a. Batasan Masalah ..................................................................... 5

b. Rumusan Masalah .................................................................. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 6

D. Metode dan Teknik Penelitian .................................................... 7

E. Kerangka Teori ............................................................................. 9

F. Review Kajian Terdahulu ............................................................ 10

G. Sistematika Penulisan ................................................................... 13

BAB II MEKANISME CERAI TALAK DI INDONESIA DAN TUNISIA

14

A. Pengertian Perceraian .................................................................. 14

B. Alasan Perceraian ........................................................................ 15

C. Macam-Macam Perceraian.......................................................... 16

D. Pengertian Talak.......................................................................... 16

E. Dasar Hukum Talak .................................................................... 17

F. Hukum Cerai Talak ..................................................................... 19

G. Rukun dan Syarat Talak .............................................................. 19

H. Macam-Macam Talak ................................................................. 20

Page 10: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

I. Iddah (Masa Tunggu) .................................................................. 27

J. Hikmah Talak .............................................................................. 30

K. Talak Menurut Ulama Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i ....... 30

BAB III CERAI TALAK DI INDONESIA DAN TUNISIA ....................... 34

A. Pengaturan Cerai Talak Dalam Undang-Undang Indonesia ....... 34

1. Sekilas Tentang Negara Indonesia ......................................... 36

2. Cerai Talak Dalam UU No. 1 Tahun 1974 ............................ 37

3. Cerai Talak Dalam PP No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ............. 37

4. Cerai Talak Dalam PP No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan

Atas PP No. 45 Tahun 1983 ................................................... 41

5. Cerai Talak Dalam Undang-Undang Perkawinan Kompilasi

Hukum Islam (KHI) ............................................................... 48

B. Pengaturan Cerai Talak Dalam Undang-Undang Tunisia ........... 51

1. Sekilas Tentang Negara Tunisia ............................................. 51

2. Cerai Talak Dalam Regulasi Undang-Undang Tunisia (The

Code Of Personal Status Law) ............................................... 53

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF CERAI TALAK DI INDONESIA

DAN TUNISIA PERSPEKTIF HUKUM KELUARGA .............. 58

A. Analisis Cerai Talak Di Indonesia Dan Tunisia Persfektif Hukum

Keluarga ...................................................................................... 58

B. Komparatif Mekanisme Cerai Talak dalam Hukum Perkawinan

Di Indonesia Dan Tunisia............................................................ 62

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 67

A. Kesimpulan ................................................................................. 67

B. Saran ............................................................................................ 68

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 69

Page 11: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing

(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi

mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab

yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih

penggunaannya terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar akasara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j Je ج

h ha dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z zet ز

s es س

Page 12: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

xiv

sy es dan ye ش

s es dengan garis bawah ص

d de dengan garis bawah ض

t te dengan garis bawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

ع koma terbalik di atas hadap kanan

gh ge dan ha غ

f ef ف

q Qo ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

ء apostrop

y Ya ي

Page 13: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

xv

b. Vokal

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal

atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

a fathah ــــــــــ

i kasrah ــــــــــ

u dammah ــــــــــ

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

ي___ ai a dan i

و___ au a dan u

c.Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

â a dengan topi diatas ـــــا

î i dengan topi atas ـــــى

û u dengan topi diatas ـــــو

Page 14: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

xvi

c. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan lam(

dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyahatau ,( ال

huruf qamariyyah. Misalnya:

اإلجثهاد = al-ijtihâd

الرخصة = al-rukhsah, bukan ar-rukhsah

d. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:

al-syuî ‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah = الشفعة

e. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau

diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti

dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi huruf “t”

(te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

syarî ‘ah شزيعة 1

al- syarî ‘ah al-islâmiyyah الشزيعة اإلسالمية 2

Muqâranat al-madzâhib مقارنة المذاهب 3

Page 15: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

xvii

f. Huruf Kapital

Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun dalam

transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan bahwa jika

nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf

kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Misalnya, البخاري = al-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih

aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia

Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama

tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis

Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

g. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis secara

terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan berpedoman pada

ketentuan-ketentuan di atas:

No Kata Arab Alih Aksara

-al-darûrah tubîhu al الضرورة تبيح احملظورات 1

mahzûrât

al-iqtisâd al-islâmî اإلقتصاد اإلسالمي 2

usûl al-fiqh أصول الفقه 3

-al-‘asl fi al-asyyâ’ al األصل يف األشياء اإلباحة 4

ibâhah

al-maslahah al-mursalah املصلحة املرسلة 5

Page 16: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan satu langkah awal terbentuknya sebuah keluarga.

Dalam al-Qur‟an persoalan pernikahan dibahas dalam banyak ayat, al-Qur‟an

sendiri memberikan pemaknaan bahwa pernikahan merupakan jalan menuju

kebahagiaan yang hakiki, 1

sebagaimana firman Allah SWT:

ه نكم مودةومن آياته أن خلق لكم من أن فسكم أزواجا لتسكنوا إلي لك ورحة ا وجعل ب ي إن ف ذرون ليات لقوم ي ت فك

Artinya: “Dan sebagian dari tanda – tanda kekuasaan-Nya, ia jadikan kamu

berpasang-pasangan supaya kamu hidup tentram dan damai (sakinah), dan jadikan

antara kamu dan cinta dan kasing sayang, sesungguhnya hal-hal yang demikian

itulah tanda-tanda bagi kaum yang mau berpikir” (Q.S. Ar Rum : 21)

Nikah adalah sebuah akad yang telah ditetapkan oleh syariat yang berfungsi

untuk memberikan hak kepemilikan bagi laki-laki untuk bersenang-senang, dan

menghalalkan seorang perempuan bersenang-senang dengan lelaki. Maksudnya,

pengaruh akad ini bagi laki-laki adalah memberi hak kepemilikan secara khusus,

maka lelaki lain tidak boleh memilikinya. Sedangkan pengaruhnya kepada

perempuan adalah sekadar menghalalkan bukan memiliki hak secara khusus.2

Islam mengatur kehidupan rumah tangga. Dalam Islam, rumah tangga

merupakan dasar bagi kehidupan manusia dan merupakan faktor utama dalam

membina masyarakat. Dari sebuah rumah tangga, segala persoalan kehidupan

manusia timbul.3

Tidak jarang kita temukan dalam sebuah bahtera keluarga suami membenci

istrinya, dan begitu juga sebaliknya karena perkawinan tidak dibangun di atas

pondasi rumah tangga yang dipenuhi rasa kasih sayang, tafahum, komunikasi

1Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, Prenada Media, 2004), h. 42 – 43. 2Wahbah Az-zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani Darul Fikir, 2011),

Jilid 9, h. 47 – 48. 3Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW, Poligami dalam Islam vs

Monogami Barat, ( Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996 ), h. 6.

Page 17: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

2

yang baik, serta suami istri yang menjalankan kewajibannya masing-masing. Hak

tersebut bisa berupa hak bersama-sama, misalkan hak sama-sama mendapatkan

„kesenangan‟, hak istri terhadap suami, seperti hak kebendaan (mahar dan

nafkah), dan hak non kebendaan (keadilan), hak suami terhadap istri misalnya

suami harus ditaati oleh istri dan sebagainnya, jika beberapa usur di atas belum

terpenuhi, maka kehidupan keluarga tidak akan berjalan dengan baik.4

Dalam sistem hukum perkawinan, di dalamnya mencakup pula mengenai

persoalan pertalakan. Karena, suatu ikatan perkawinan tidak akan cukup

menjawab persoalan hati manusia yang selalu membutuhkan pasangan hidup.

Adakalanya manusia itu memiliki rasa kecewa, kurangnya kepuasan lahir maupun

batin terhadap pasangannya, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, perlu adanya

hukum pertalakan dalam rumah tangga, walaupun perkara yang halal untuk

dilakukan tetapi dibenci oleh Allah SWT adalah pertalakan, bukan tidak mungkin

Allah SWT mengijinkan pasangan suami-isteri untuk bertalak dalam keadaan

tertentu.

Islam telah mengatur mengenai pertalakan dengan sebaik-baiknya dan

seadil-adilnya. Ketentuan Islam mengenai pertalakan perlu disosialisasikan agar

orang mengetahui bagaimana Allah SWT. menjelaskan adab dan tuntunan kepada

mereka yang akan bertalak. Kerap timbul anggapan bahwa apabila seorang

suami sudah mengucapkan kata “talak” kepada isterinya, maka jatuhlah talak

itu. Seorang lelaki, apabila dalam keadaan emosi, tidak sedikit yang

mengeluarkan ungkapan untuk bertalak. Apalagi dalam keadaan ekonomi

seperti saat ini, kebutuhan hidup semakin sulit dan lapangan pekerjaan susah,

sementara harga bahan baku semakin mahal dan tekanan hidup semakin berat,

potensi terjadinya pertentangan dan keributan dalam rumah tangga amat besar.

Bisa jadi dalam rumah tangga yang masih terasa harmonis, dapat terjadi

sedikit salah paham, bertengkar, dan akhirnya dalam keadaan emosi terucap

kata “talak” dalam waktu sesaat.

Dalam kehidupan rumah tangga, meskipun pada mulanya suami-isteri penuh

kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, namun pada kenyataannya

4Saayyid Sabiq, fiqh as-sunnah, (Beirut: Dar El Fikr, 1993 ), Juz II, h. 135.

Page 18: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

3

rasa kasih sayang itu tidak dirawat bisa menjadi pudar, bahkan bisa hilang

berganti dengan kebencian. Jika kebencian sudah datang, dan suami-isteri tidak

dengan sungguh hati mencari jalan keluar dan memulihkan kembali kasih

sayangnya, akan berakibat negatif bagi anak keturunannya. Oleh karena itu,

upaya memulihkan kembali kasih sayang merupakan suatu hal yang perlu

dilakukan. Memang benar kasih sayang itu bisa beralih menjadi kebencian. Akan

tetapi perlu pula diingat, bahwa kebencian itu kemudian bisa pula kembali

menjadi kasih sayang.5

Permasalahan – permasalahan yang terjadi dalam perkawinan yang

berkepanjangan ini dapat menyebabkan tidak terciptanya tujuan dari perkawinan

yang dapat berujung pada perceraian. Perceraian sejadinya dapat terjadi ketika

seorang suami mengucapkan kata Thalaq pada istrinya. Thalaq secara harfiah

berarti membebaskan.6 Sedangkan menurut syariat pengertian talak adalah

terlepasnya pernikahan dengan lafal talak dan yang sejenisnya.7

Dalam ilmu fikih setidaknya ada empat kemungkinan yang dapat terjadi

dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian yaitu :

1) Terjadinya Nusyuz dari pihak istri

2) Nusyuz suami terhadap istri

3) Terjadinya Syiqaq

4) Salah satu pihak melakukan perbuatan zina

Dalam Undang – Undang Perkawinan Republik Indonesia No 1/1974 Pasal

38 dinyatakan : Perkawinan dapat putus karena,

a) Kematian

b) Perceraian

c) Atas keputusan pengadilan 8

Banyaknya sistem hukum yang berlaku di dunia, mengindikasikan

kemajemukan masyarakat dunia pada satu pihak, dan pluralisme hukum yang

5Satria Effendi , M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta:

Kencana, 2004), ed. 1, cet. Ke-2, h. 96. 6Abdur Rahman, Perkawinan dalam Syariat Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), h. 76.

7Wahbah Zuhayli, Fiqih Islam jilid 9, Penerjemah Abdul Hayyi a Al-Kattani, dkk, (Jakarta:

Gema Insani, 2011), h. 318. 8Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h. 209, 216.

Page 19: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

4

berlaku di pihak lain. Bahkan tidak jarang dalam satu negara atau masyarakat

hukum, berlaku sistem hukum yang berbeda. Di Negara-negara yang

penduduknya tergolong heterogen semacam Indonesia dan Malaysia, berlakunya

hukum pluralis memang merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan.

Sama halnya dengan sistem-sistem hukum lain yang berlaku di belahan

bumi yang berbeda-beda, sistem Hukum Keluarga Islam masih tetap eksis dan

terus berlaku di Dunia Islam. Dari sekian banyak Negara Islam, atau negara-

negara berpenduduk mayoritas Muslim dan bahkan di negara-negara berpenduduk

muslim minoritas sekalipun, hukum keluarga Islam benar-benar menjadi hukum

yang hidup ( Living Law ) dan diamalkan oleh keluarga-keluarga muslim.9

Salah satu fenomena yang muncul di dunia Muslim dalam abad 20 adalah

adanya usaha pembaharuan Hukum Keluarga (Perkawinan, Perceraian, dan

Warisan) di negara-negara berkependudukan mayoritas Muslim10

salah satunya

adalah Negara Tunisia, pembaharuan konsep hukum keluarga yang disahkan

dengan penerbitan Code Of Personal Status Law atau Majallah Al Akhwal as

Syakhsiyyah pada tanggal 13 agustus 1956.11

Beberapa masalah permasalahan

dalam Code Of Personal Status Law yang menimbulkan kontroversi antara lain :

pelarangan poligami, kesetaraan istri dengan suami dalam menafkahi keluarga,

dan larangan rujuk setelah talak tiga.

Sejak mengalami sekularisasi yang digagas di masa presiden pertama,

Habib Hourguiba, Tunisia terus berkembang menjadi negara yang jauh dari kesan

religi, salah satu faktornya adalah karena undang – undang yang menaungi rakyat

juga tidak mengarah sepenuhnya kepada asas islami, termasuk mengenai hukum

keluarga yang merupakan pedoman penting bagi masyarakat madani.

Sementara di Indonesia, lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat

dikatakan sebagai pembaharuan Hukum Keluarga. Hal ini disebabkan oleh karena

hukum yang kurang relevan dan menyebakan ketidak-samaan suara dalam

9Muhamad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004), h. 9. 10

M. Atho‟ Muzdhar, Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern

(Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 22. 11

Muhamad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004), h. 15.

Page 20: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

5

pengambilan keputusan, sehingga kerap terjadi kesimpang-siuran hukum.

Sekalipun mayoritas ummat Islam Indonesia menganut mazhab Syafi‟i, pemikiran

hukum islam yang berkembang ditengah masyarajat juga mencakup mazhab-

mazhab yang lain. Dengan hadirnya KHI, maka para pengambil kebijakan bisa

lebih menyamakan suara hukum.12

Beranjak dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian perbandingan mengenai hukum keluarga di Tunisia pada Aspek

Pertalakan lalu mengkomparasikannya hukum keluarga di Indonesia pada aspek

Pertalakan. Dengan Judul Skripsi,

“MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM

DI INDONESIA DAN TUNISIA”

B. Identifikasi Dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Agar pembahasan ini tidak melebar dan meluas, maka dalam penelitian ini

penulis terfokus pada Perceraian di Indonesia dan Tunisia dan mekomparasikan

UU RI No. 1/1976 dengan UU Tunisia Code Of Personal Status Law (Majallah

Al Akhwal as Syakhsiyyah).

Dalam Syariat maupun Fiqh perkawinan dapat putus dengan talak

(melepaskan ikatan) dengan menggunakan kata-kata yang telah ditentukan,

meskipun dibolehkan pada hadist Rasulullah menjelaskan talak ini sangat dibenci

Allah. Atas dasar itulah penulis ingin menelusuri lebih jauh analisis perbandingan

terhadap peraturan perundangan hukum keluarga Indonesia dan Tunisia.

2. Rumusan Masalah

Pernikahan adalah usaha untuk memenuhi beberapa kebutuhan manusia

diantaranya kebutuhan untuk saling menjaga, saling menyayangi, dan kebutuhan

memiliki keturunan, oleh karenanya pernikahan dianggap penting pada umumnya.

12

Zainuddin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2006) , h. 98

Page 21: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

6

Kompleksitas kehidupan manusia menimbulkan beberapa masalah dalam

pernikahan, beberapa masalah yang ada dalam pernikahan tidak hanya disebabkan

oleh faktor internal manusianya saja tetapi tidak sedikit faktor eksternal juga dapat

mempengaruhinya, diantara faktor eksternal yang berkembang dimasyarakat

adalah masalah yang timbul oleh gejala sosial.

Untuk memudahkan agar bisa dipahami rumusan masalah diatas, maka

penulis merincinya dengan membuat beberapa pertanyaan penelitian sebagai

berikut :

1) Bagaimana Mekanisme Talak dalam Hukum Keluarga di Indonesia dan

Tunisia?

2) Apa persamaan dan perbedaan mekanisme cerai talak di Indonesia dan

Tunisia?

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1) Tujuan Penelitian

Tujuan yang terkandung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk Mengetahui mekanisme talak dalam hukum perkawinan di

Indonesia dan Tunisia.

b. Untuk Mengetahui persamaan dan perbedaan mekanisme cerai talak di

Indonesia dan Tunisia.

2) Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dalam melaksanakan penelitian ini

adalah :

a. Manfaat akademis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah

wawasan dan memperkaya khazanah keilmuan dalam hal masalah.

perceraian di Dunia Muslim. Kemudian menambah literatur perpustakaan

khususnya dalam bidang perbandingan mazhab dan hukum.

b. Manfaat Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan

penjelasan kepada masyarakat tentang Pembaharuan Hukum Keluarga di

Dunia Muslim khususnya dalam masalah mekanisme cerai talak di

Negara Indonesia (KHI) dan Tunisia (Code Of Personal Status Law).

Page 22: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

7

Serta diharapkan menjadi bahan rujukan para praktisi hukum dalam

masalah perceraian di Indonesia dan Tunisia.

4. Metode Penelitian

Untuk penelitian ini, penulis menggunakan metode desktiptif dengan

pendekatan kualitatif, yakni merupakan suatu strategi inquiry yang menekankan

pencarian makna, pegertian konsep, karakteristik, gejala, simbol, maupun

deskripsi suatu fenomena; fokus dan multimetode, bersifat alami dan holistik,

mengutamakan kualitas, menggunakan beberapa cara, serta disajikan secara

naratif,13

dan juga menggunakan metode analisis komperatif yaitu menurut Dra.

Aswami penelitian yang berusaha untuk menemukan persamaan dan perbedaan

tentang benda, tentang orang, tentang prosesur kerja, tentang ide, kritik terhadap

orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja. Dapat juga

dilaksanakan dengan maksud membandingkan kesamaan pandangan dan

perubahan pandangan orang, grup, atau negara terhadap kasus, terhadap peristiwa,

atau terhadap ide

Suharsimi selanjutnya mengemukakan, apabila dikaitkan dengan pendapat

Van Dalen tentang jenis-jenis interrelationship studies, maka penelitian

kompatatif boleh jadi bisa dimaksudkan sebagai penelitian causal comparative

studies, yang pada pokoknya ingin membandingkan dua atau tiga kejadian dengan

melihat penyebabnya.

Penelitian komparatif bersifat “expost facto”, artinya data yang

dikumpulkan setelah peristiwa yang dipermasalahkan terjadi. Expost facto

merupakan suatu penelitian emperis yang sistematis dimana peneliti tidak

mengendalikan variabel bebas secara langsung karena perwujudann variabel

tersebut telah terjadi atau karena variabel tersebut pada dasarnya memang tidak

dapat dimanipulasi. Peneliti tidak melakukan perlakuan dalam membandingkan

dan mencari hubungan sebab-akibat dari variabelnya. Peneliti hanya mencari satu

atau lebih akibat-akibat yang ditimbulkan dan mengujinya dengan menelusuri

13

A. Muri Yusuf, Metode Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,

(Jakarta: Kencana Prenda Media,2014), h. 329

Page 23: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

8

kembali masa lalu untuk mencari sebab-sebab, kemungkinan hubungan, dan

maknanya. Penelitian ini cenderung menggunakan data kuantitatif.14

1) Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian normatif yaitu penelitian

yang menggunakan norma-norma hukum di Indonesia dan Tunisia.

2) Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan 2 sumber data, yaitu

primer dan data Sekunder :

a) Data primer merupakan sumber data yang digunakan sebagai sumber data

pokok : Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 Indonesia dan

Undang-undang perkawinan The Code Of Personal Status 19 Tunisia.

b) Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari literatur-literatur

kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Literatur-

literatur yang dimaksud adalah buku-buku majalah, surat kabar, jurnal

ilmiah, dan artikel yang relevan dengan tema skripsi yang penulis teliti.

3) Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data diperoleh melalui kepustakaan

(Library Research), untuk mendapatkan teori – teori yang mendukung tema dalam

penulisan skripsi ini yang diperoleh dari berbagai literatur.15

Dengan

mengumpulkan data yang membahas tentang perceraian, undang-undang

perceraian, serta prosedur talak di negara Indonesia dan Tunisia.

4) Metode Analisis Data

Analisis merupakan suatu usaha untuk menentukan jawaban atas pertanyaan

dari rumusan masalah yang telah tersusun. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan metode analisis komparatif yang bersifat membandingkan.

Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan Undang-Undang perkawinan di

Indonesia (KHI) dengan Undang-Undang di Tunisia (Code Of Personal Status

Law).

14

Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2010), h. 274 15

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UIP, 1986), cet. Ke-III , h. 57.

Page 24: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

9

C. Kerangka Teori

a) Perceraian

“Cerai” menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti: pisah, putus

hubungan sebagai suami istri, talak. Kemudian, kata “perceraian” mengandung

arti: perpisahan, perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan. Adapun kata

“bercerai” berarti: tidak bercampur (berhubungan, bersatu) lagi, berhenti berlaki-

bini (suami istri).16

Perceraian adalah bagian dari dinamika rumah tangga. Meskipun tujuan

perkawinan bukanlah perceraian, namun perceraian merupakan sunnatullah,

dengan penyebab yang berbeda-beda. Ahmad, menyatakan bahwa perceraian

dapat disebabkan oleh kematian, ketidak cocokan dan pertengkaran selalu terjadi

atau karena salah satu dari suami-istri tidak lagi fungsional secara biologis,

misalnya suaminya impoten atau istrinya mandul.17

Sedangkan menurut Dahlan Idhami, lafadz talak berarti melepaskan ikatan,

yaitu putusnya ikatan perkawinan dengan ucapan lafadz yang khusus seperti talak

dan kinayah (sindiran) dengan niat talak.18

Istilah perceraian terdapat dalam pasal 28 UU No. 1 Tahun 1974 yang

memuat ketentuan fakultatif bahwa “perkawinan dapat putus karena kematian,

perceraian, dan atas putusan pengadilan”.

Jadi secara yuridis istilah perceraian berarti putusnya perkawinan, yang

mengakibatkan putusnya hubungan sebagai suami istri atau berhenti berlaki-bini

(suam istri) sebagaimana diartikan dalam kamus besar Bahasa Indonesia di atas.

Istilah perceraian menurut UU No. 1 Tahun 1974 sebagai aturan hukum

positif tentang perceraian menunjukkan adanya:

a) Tindak hukum yang dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk memutus

hubungan perkawinan diantara mereka;

b) Peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami dan istri, yaitu

kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan ketentuan

16

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 185. 17

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat Jilid 2, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), h. 96 18

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,

1993), h. 156.

Page 25: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

10

yang pasti dan langsung ditetapkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa;

c) Putusan hukum yang dinyatakan oleh pengadilan yang berakibat hukum

putusnya hubungan perkawinan antara suami istri.19

Sedangkan dalam istilah fiqih disebut Talak yang berarti membuka

ikatan, membatalkan perjanjian. Perceraian dalam istilah fiqih juga sering

disebut furqah, yang artinya bercerai, yaitu lawan dari berkumpul.

Kemudian kedua istilah itu digunakan oleh para ahli fiqih sebagai satu istilah

yang berarti “perceraian suami istri”20

D. Review Studi Terdahulu

Dalam studi review ini penulis menemukan beberapa judul skripsi yang

berkenaan dengan judul yang penulis akan tulis oleh mahasiswa-mahasiswi

sebelumnya, ternyata setelah penulis baca dan meneliti berbeda pembahasannya

dengan yang akan penulis sajikan dalam penulisan Skripsi ini. Sehingga dalam

penulisan ini tidak akan ada kecurigaan atau plagiasi. Untuk itu penulis

kemukakan 2 buah skripsi yang pernah ditulis oleh mahasiswa lainnya

diantaranya sebagai berikut :

1. Aris Munandar, Kriminalisasi Poligami dalam Hukum Keluarga Di

Dunia Islam (Studi Perbandingan Hukum Keluarga Islam di Indonesia

dan Turki), Fakultas syariah dan Hukum, 2007. Skripsi ini membahas

Bagaimana poligami menurut Hukum Perkawinan Islam di Indonesia dan

Turki? Bagaimana bentuk sanksi pelaku poligami di Indonesia dan Turki?

Apa perbedaan dan persamaan sanksi poligami di Indonesia dan Turki? Dan

lebih ditekankan dalam hal perbandingan poligami di negara Indonesia dan

Turki dengan studi perbandingan hukum Keluarga Indonesia No 1 Tahun

1974 (Indonesia : The Law On Marrieg 1974). Dan Turkey : Fifty Years of

19

Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.16 20

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), (Yogyakarta: Liberty, 1982), h. 103.

Page 26: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

11

Personal Reform 1915-1965 (Turki : 50 Tahun Pembaharuan Hukum

Tentang Pribadi 1915-1965)21

2. Dinda Choerul Ummah, Kriminalisasi Poligami dalam Hukum

Keluarga Di Dunia Islam (Studi Perbandingan Hukum Keluarga Islam

di Indonesia dan Tunisia), Fakultas syariah dan Hukum, 2014. Skripsi

ini membahas Bagaimana poligami menurut Hukum Perkawinan Islam di

Indonesia dan Tunisia? Bagaimana bentuk sanksi pelaku poligami di

Indonesia dan Tunisia? Apa perbedaan dan persamaan sanksi poligami di

Indonesia dan Tunisia? dan lebih ditekankan dalam hal sanksi bagi pelaku

poligami di negara Indonesia dan Tunisia dengan studi perbandingan hukum

Keluarga Indonesia No 1 Tahun 1974 (Indonesia : The Law On Marrieg

1974). Dan Tunisia : The Code Of Personal Status 1981 ( Tunisia : Kode

Status Pribadi 1981) 22

, perbedaan skripsi ini dengan skripsi Dinda Khoirul

Ummah adalah bahwa dalam tulisannya Dinda Khoirul Ummah hanya

meneliti bagaimana aturan poligami, prosedur poligami, serta sanksi bagi

pelaku poligami di Indonesia dan Tunisia, meskipun pembahasan pada

umumnya sama dalam masalah perbandingan Undang-Undang Perkawinan

indonesia dengan Undang-Undang Perkawinan Tunisia tetapi objeknya

berbeda dari skripsi yang penulis teliti.

3. Hani Nurhanipah, Hak Iddah Istri Dalam Cerai Talak Akibat Nusyuz

(Studi Komparatif Putusan No.0033/Pdt.G/2011/PA JT dan Putusan

No. 1550/Pdt.G/2011/PAJS). Dalam skripsi ini membahas bagimana

pertimbangan hukum hakim mengenai cerai talak yang menetapkan nafkah

iddah kepada termohon yang nusyuz pada perkara No.0033/Pdt.G/2011/PA

JT dan Putusan No. 1550/Pdt.G/2011/PAJS? Bagimana pandangan hakim

terhadap putusan cerai talak talak yang menetapkan nafkah iddah kepada

istri nusyuz pada perkara No.0033/Pdt.G/2011/PAJT dan Putusan No.

21

Aris Munandar, Kriminalisasi Poligami dalam Hukum Keluarga Di Dunia Islam (Studi

Perbandingan Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Turki), Fakultas syariah dan Hukum,

2007. 22

Dinda Choerul Ummah, Kriminalisasi Poligami dalam Hukum Keluarga Di Dunia Islam

(Studi Perbandingan Hukum Keluarga Islam Di Indonesia Dan Tunisia), Fakultas syariah dan

Hukum, 2014.

Page 27: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

12

1550/Pdt.G/2011/PAJS? Dan lebih menjelaskan tata cara penyelesaian

perkara karena istri nusyuz di Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Jakarta

Selatan.

4. Abdul Rahman, Talak Tiga Sekaligus dalam Hukum Islam (Studi

atas Pemikiran Asghar Ali Engineer). Dalam skripsi Abdul Rahman

membahas Bagaimana konsep keabsahan talak yang dipublikasikan oleh

asghar ali engineer? dijelaskan, Asghar menyatakan bahwa dalam al-

Qur‟an dan hadis tidak ada konsep talak tiga sekaligus dan apabila

terjadi maka jatuh talak satu. Hal ini dikuatkan hadis nabi yang shahih

dan juga historis Umar bin Khattab yang memberlakukan konsep

ini demi kemaslahatan pada waktu itu, murni ijtihad dan bukan

bersifat Ilahy yang abadi. Di Indonesia meskipun mayoritas bermazhab

Syafi‟I namun dalam hal talak tiga tidak mengikuti pendapat Imam Syafi‟i.

Hal ini dapat dilihat dalam Fatwa MUI tentang talak tiga sekaligus dan

undang-undang perkawinan yang tidak menyinggung talak tiga ini.

5. Farid Widjil Mubarok. Keabsahan Talak: Studi Komparatif

Mazhab Asy-syaf’I dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Dalam

skripsi ini dijelaskan bahwa menurut mazhab Syafi‟I talak dapat jatuh

dengan pernyataan sepihak, yaitu dari pihak suami, baik lisan atau

tertulis, secara sungguh-sungguh atau bersenda gurau. Dalam

perundang-undangan dijelaskan bahwa talak hanya dapat dilakukan di

depan sidang pengadilan. Dari kajian terdahulu, seluruhnya mengambil dari

kajian mengenai perbandingan antara undang-undang perkawinan

Indonesia dengan negara lain, sepengetahuan penulis belum ada penelitian

lain yang menjadikan judul “MEKANISME CERAI TALAK DALAM

HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA DAN TUNISIA”.

Page 28: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

13

E. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok

penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca mempelajari tata urutan

penulisan ini maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai berikut:

BAB I Memuat Pendahuluan yaitu penjelasan erat sekali hubungannya

dengan masalah yang akan dibahas. Penjelasan-penjelasan tersebut dapat

dirincikan dengan bab-bab sebagai berikut yaitu mencakup latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian, riview terdahulu, kemudian sistematika penulisan.

BAB II Berisi tentang mekanisme Cerai Talak di Indonesia, Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 dan mekanisme Cerai Talak dalam Hukum Keluarga

Islam di Tunisia, The Code Of Personal Status Law, cerai talak dalam Undang-

Undang Perkawinan Tunisia.

BAB III Berisi tentang Analisis Komparatif Cerai Talak Di Indonesia

dan Tunisia Perspektif Hukum Keluarga Islam

BAB IV Tinjauan Maqashid Al Syariah tentang Majallah Al Akhwal as

Syakhsiyyah Pasal 19.

BAB V Merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

Page 29: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

14

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG CERAI TALAK

A. Pengertian Perceraian

Kata “cerai” menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti : pisah, putus

hubungan sebagai suami istri. Kemudian kata “perceraian” mengandung arti:

perpisahan (antara suami dan istri). Adapun kata “bercerai” berarti : tidak

bercampur (hubungan, bersatu) lagi, berhenti berlaki-bini (suami istri).1

Perceraian merupakan bagian dari pernikahan, sebab tidak ada perceraian

tanpa diawali pernikahan terlebih dahulu. Pernikahan merupakan awal dari hidup

bersama antara seorang wanita yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Dalam hal ini, perkawinan selalu dipandang sebagai dasar bagi unit

keluarga yang mempunyai arti penting bagi penjagaan moral atau akhlak

masyarakat dan pembentukan peradaban.2

Meskipun tidak terdapat satu pengertian secara otentik tentang perceraian,

tidak berarti bahwa perceraian ini tidak diatur sama sekali di dalam Undang-

Undang Perkawinan. Bahkan yang terjadi sebaliknya, pengaturan masalah

perceraian menduduki tempat terbesar. Hal ini jelas apabila kita melihat

peraturan-peraturan pelaksanaannya.3

Istilah perceraian terdapat dalam pasal 28 UU No. 1 Tahun 1974 yang

memuat ketentuan fakultatif bahwa “perkawinan dapat putus karena kematian,

perceraian, dan atas putusan pengadilan”. Jadi secara yuridis istilah perceraian

berarti putusnya perkawinan, yang mengakibatkan putusnya hubungan sebagai

suami istri atau berhenti berlaki-bini (suami istri) sebagaimana diartikan dalam

kamus besar Bahasa Indonesia di atas.4

1Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h.185. 2Rifyal Ka‟bah, “Permasalahan Perkawinan”, Majalah Varia Peradilan, No. 271, (Juni

2008), h. 7. 3Subekti, Pokok-Pokok Hukun Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1985), h.23.

4Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Undang

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), (Yogyakarta: Liberty, 1982), h.103.

Page 30: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

15

Beberapa ahli juga memberikan rumusan atau definisi dari perceraian itu

sendiri, antar lain:

Menurut R. Soetojo Prawiroharmidjojo dan Aziz Saefuddin, perceraian

berlainan dengan pemutusan perkawinan sesudah perpisahan meja dan tempat

tidur yang didalamnya tidak terdapat perselisihan bahkan ada kehendak baik dari

suami maupun dari istri untuk pemutusan perkawinan. Perceraian selalu berdasar

pada perselisihan antara suami dan istri.5

Menurut P.N.H. Simanjuntak, perceraian adalah pengakhiran suatu

perkawinan karena sesuatu sebab dengan keputusan hakim atas tuntutan dari salah

satu pihak atau kedua belah pihak dalam perkawinan6

Menurut Subekti, perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan

hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.7

B. Alasan Perceraian

Alasan perceraian menurut Pasal 19 Peraturan Pemerintah (PP) No. 9

Tauhun 1975, yaitu:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan

lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meniggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut

tanpa izin dari pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

diluar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak yang lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.

5R. Soetojo Prawiroharmidjojo dan Aziz Saefuddin, Hukum Orang dan Keluarga,

(Bandung: Alumni, 1986), h. 109. 6P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Pusaka

Djambatan, 2007), h. 53. 7Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1985), h.23.

Page 31: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

16

f. Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Adapun dalam kitab-kitab fiqh, setidaknya ada empat kemungkinan yang

dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya

perceraian, yaitu :

1. Terjadinya nusyuz dari pihak istri

2. Nusyuz suami terhadap istri

3. Terjadi syikak

4. Salah satu dari pihak melakukan zina (fakhisyah), yang menimbulkan

saling tuduh-menuduh antara keduanya.

C. Macam-macam Perceraian

Bentuk dan jenis perceraian di Indonesia ditinjau dari segi tata cara dan

beracara di Pengadilan Agama telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1975, yang dibedakan menjadi 2 bagian yaitu perceraian karena talak atau

dengan berdasarkan gugatan perceraian:8

a. Cerai Berdasarkan Talak

Perceraian berdasarkan talak termuat dalam, Bab XVI Pasal 117 Kompilasi

Hukum Islam di Indonesia menjelaskan bahwa talak adalah ikrar suami di

hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu penyebab putusnya

perkawinan.9

b. Cerai Berdasarkan Gugat

K. Wantjik Saleh mengemukakan yang dimaksud dengan gugatan

perceraian adalah perceraian karena ada suatu gugatan lebih dahulu dari salah

satu pihak kepada Pengadilan dan dengan suatu putusan Pengadilan.10

8Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,

2004), h. 141. 9Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan

Di Indonesia, (Yogyakarta: Bina Cipta, 1979), h. 46. 10

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia), h. 40.

Page 32: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

17

D. Pengertian Talak

Secara etimologis, talak mempunyai arti membuka ikatan, melepaskan, dan

menceraikan. Secara terminologis, menurut Abdul Rahman Al-Jajiri, talak adalah

melepaskan ikatan (hall al-qaid) atau bisa juga disebut mengurangi pelepasan

ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah ditentukan. Menurut Sayyid

Sabiq, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan dan mengakhiri hubungan

suami istri, menurut Ibrahim Muhammad al-Jamal, talak adalah memutuskan tali

perkawinan yang sah, baik seketika atau di masa mendatang oleh pihak suami

dengan menggunakan kata-kata tertentu atau cara lain yang menggantikan

kedudukan kata-kata tersebut.11

E. Dasar Hukum Talak

Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat

diinginkan Islam. Aqad nikah diadakan adalah untuk selamanya dan seterusnya

hingga meninggal dunia, agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan

rumah-tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat

memelihara anak-anaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik. Karena itu, maka

dikatakan bahwa “ikatan antara suami istri” adalah ikatan paling suci dan paling

kokoh.12

Islam telah mensyariatkan agar perkawinan itu dilaksanakan selama

lamanya, diliputi oleh rasa kasih sayang dan saling mencintai. Islam juga

mengharamkan perkawinan yang tujuannya untuk sementara waktu tertentu,

hanya sekedar untuk melepaskan hawa nafsu saja.13

Talak atau perceraian dalam Islam telah di atur dalam al-Quran dan Hadis.

Adapun ayat yang menjadi dasar hukum cerai talak ini diantara nya adalah surat

al-Baqarah [2] ayat 229, yaitu:

11

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), h.

145. 12

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Alma‟arif, 1990) Jilid 8, h. 9. 13

Kamal Mukhtar, Azas-azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Yogyakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 157.

Page 33: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

18

ل لكم أن تأخذوا ما آت يتموىن فإمساك بعروف أو تسريح بإحسان الطلق مرتان ول يلو فل جناح عليهما فيما فإن خفتم أل يقيما حدود ال شيئا إل أن يافا أل يقيما حدود اللو

ومن ي ت عد حدود اللو فأولئك ىم الظالمون تلك حدود اللو فل ت عتدوىا اف تدت بو Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan

cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu

mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali

kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika

kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-

hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan

oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah

kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka

itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 229)

Dalam surat yang lain Allah berfirman:

ة تن وأحصوا العد ترجوىن ل وات قوا اللو ربكم يا أي ها النب إذا طلقتم النساء فطلقوىن لعدنة ومن ي ت عد حدود اللو ف قد وتلك حدود اللو من ب يوتن ول يرجن إل أن يأتني بفاحشة مب ي

لك أمرا ظلم ن فسو ل تدري لعل اللو يدث ب عد ذArtinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah

kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang

wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.

Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka

(diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah

hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka

sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak

mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (Q.S

Ath-Thalaaq 65:1)

Hadis Nabi,

الطلق اللو إل اللل أب غض وسلم عليو اللو صلى اللو رسول قال : قال عمر بن اللو عبد عن س نن و( يف ابوداود رواه)

Artinya: “Dari Abdullah bin Umar telah berkata bahwa Rasulullah Saw. telah

bersabda:“Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.” (HR. Abu

Dawud dan Ibnu Majah).14

14

Ibn Majah Abu Abdillah Muhammad, Sunan Ibnu Majah, juz 6, Maktabah Syamilah, h.

175, atau lihat: Abu Dawud Sulaiman, Sunan Abi Dawud, juz 6, Maktabah Syamilah, h. 91.

Page 34: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

19

F. Hukum Cerai Talak

“Thalak diperbolehkan (mubah) jika untuk menghindari bahaya yang

mengancam salah satu pihak, baik itu suami maupun istri. Thalak itu bisa wajib,

haram, mubah dan bisa juga sunnah. Di lihat dari konteks yang

melatarbelakanginya, hukum-hukum talak adalah sebagai berikut:

1. Thalak wajib adalah thalak yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik

yang terjadi antara suami dan istri; jika masing-masing melihat bahwa

thalak adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri perselisihan.”

2. Thalak yang diharamkan adalah thalak yang dilakukan bukan karena adanya

tuntutan yang dapat dibenarkan. Karena, hal itu akan membawa mudharat

bagi diri sang suami dan juga istrinya serta tidak memberikan kebaikan bagi

keduanya.

3. Thalak yang mubah adalah thalak yang dilakukan karena adanya hal yang

menuntut kearah itu, baik karena buruknya perangai si istri, pergaulannya

yang kurang baik atau hal-hal buruk lainnya.

4. Sedangkan thalak yang disunnahkan adalah thalak yang dilakukan terhadap

seorang istri yang telah berbuat zhalim kepada hak-hak Allah yang harus

diembannya, seperti shalat dan kewajiban-kewajiban lainnya, dimana

berbagai cara telah ditempuh oleh sang suami untuk menyadarkannya, akan

tetapi ia tetap tidak menhendaki perubahan. Thalak juga disunnahkan ketika

suami istri berada dalam perselisihan yang cukup tegang, atau pada suatu

keadaan dimana dengan thalak itu salah satu dari keduanya akan

terselamatkan dari bahaya yang mengancam.15

15

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998),

h. 428-429.

Page 35: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

20

G. Syarat Dan Rukun Talak

a. Syarat Talak

Syarat jatuhnya talak adalah terjadinya ikatan suami isteri, jika tidak terjad

ikatan suami isteri maka tidak sah talaknya.Yang tidak menyebabkan terjatuhnya

talak ada empat: anak kecil, orang gila, orang yang tidur, dan orang mabuk.16

Harus berasal dari suami, Maksudnya bahwa dia telah menikahi wanita. Jika

dia tidak menikahinya, maka pengaitan talak dengan syarat-syarat darinya tidak

sah. Sebab, jika dia bukan sebagai suami dari wanita itu yang tidak memiliki

wewenang untuk mengaitkan talak dengan syarat-syarat.17

Orang yang

mengucapkan talak telah baligh, berakal, dan mengucapkan talak dengan

kehendaknya sendiri.

b. Rukun Talak

Rukun talak ada tiga, yaitu:

1. Suami, yang mana selain suami tidak boleh mentalak. Hal ini sesuai dengan

sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:

“Talak itu hanyalah bagi orang yang mempunyai kekuatan (suami).” (HR.

Ibnu Majah dan Daruquthni)

2. Istri, yaitu orang yang berada di bawah perlindungan suami dan ia adalah

obyek yang akan mendapatkan talak

3. Lafazh yang menunjukan adanya talak, baik itu diucapkan secara lantang

maupun dilakukan melalui sindiran dengan syarat harus disertai adanya niat.

Namun demikian, tidak cukup hanya dengan niat saja, sebagaimana yang

disabdakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:

“Sesungguhnya Allah memberikan ampunan bagi umatku apa-apa yang

terdetik di dalam hati mereka, selama tidak mereka ucapkan atau kerjakan.”

(Muttafakun „Alaih)18

16

Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar, Juz II (Bandung: Al-Haromain Jaya, 2005), h.102,104. 17

Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Shahih Fiqih Wanita, (Jakarta: Akbar Media, T.Th), h.

366. 18

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, h. 437.

Page 36: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

21

H. Macam-macam Talak

Talak terbagi kepada beberapa bagian jika dilihat daripada sudut yang

berbeda.

1. Jika dilihat daripada sudut kejelasan lafadz yang digunakan, ia terbagi

kepada talak sorih dan kinayah.

2. Jika dilihat daripada sudut keadaan (waktunya) istri yang diceraikan;

diceraikan berdasarkan dalam keadaan suci atau haid, dewasa atau

kanak-kanak, ia terbagi kepada talak bid’i, dan talak sunni.

3. Jika dilihat dari sudut talak menurut pelaku perceraian, ia terbagi kepada

fasakh dan khulu.19

Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak

dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut yaitu:

1. Talak Raj’i, yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang telah

pernah digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang

pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya. Dan suami masih

mempunyai hak untuk merujuk kembali istrinya, setelah talak itu dijatuhkan

dengan lafal-lafal tertentu.20

Hal ini sesuai dengan Firman Allah :

ة د ع ل ا وا ص ح وأ تن د ع ل ن وى ق ل ط ف ء ا س ن ل ا م ت لق ط ا ذ إ نب ل ا ا ه ي أ ا وا ي ق ت وام ربك و ل ل ة ا ن ي ب م ة ش ح ا ف ب ني ت أ ي ن أ ل إ ن رج ي ول وتن ي ب ن م ن وى رج ت ل

ل و وت ل ل ا ود د ح و ك س ف ن م ل ظ د ق ف و ل ل ا ود د ح د ع ت ي ن ري وم د ت ل را م أ ك ل ذ د ع ب ث د ي و ل ل ا ل ع ل

Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka

hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)

iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada

Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan

janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan

keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar

hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap

19

Mustofa Al-Khin, Dkk, Kitab Fikah Mazhab Syafi’i Undang-Undang Kekeluargaan,

(Kuala Lumpur: Prospecta Printers, 2005) Jilid 4, h. 864. 20

H.M.A. Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Kajian Fikih Nikah Lengkap),

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 231.

Page 37: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

22

dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah

itu sesuatu hal yang baru.” (Q.S At-Talaq 65:1)21

Yang dimaksud dengan “menghadapi iddah yang wajar” dalam ayat

tersebut adalah istri-istri itu hendaknya ditalak ketika suci dan belum dicampuri.

Sedangkan yang dimaksud dengan “perbuatan keji” adalah apabila istri

melakukan perbuatan pidana, berkelakuan tidak sopan terhadap mertua, ipar,

dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan “sesuatu yang baru” adalah

keinginan suami untuk rujuk kembali apabila talaknya baru dijatuhkan sekali

atau dua kali.22

Setelah terjadi talak raj‟i maka isteri wajib beriddah, hanya bila

kemudian mantan suami hendak kembali kepada mantan isterinya sebelum

berakhir masa iddah, maka hal itu dapat dilakukan dengan menyatakan rujuk,

tetapi jika dalam masa iddah tersebut mantan suami tidak menyatakan rujuk

terhadap mantan isterinya, maka dengan berakhirnya masa iddah tersebut

kedudukan talak menjadi talak ba’in, kemudian jika sesudah berakhirnya

masa iddah itu suami ingin kembali kepada mantan isterinya maka wajib

dilakukan dengan akad baru dan dengan mahar pula.23

Talak raj’i hanya terjadi pada talak pertama dan kedua saja, berdasarkan

firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 229 yang berbunyi:

ن ا رت م ق طل ل ن ا ا س ح إ ب ح ري س ت و أ روف بع ك ا س م إ ن ف أ م ك ل ل ي ول لو ل ا ود د ح ا م ي ق ي ل أ ا ف يا ن أ ل إ ا ئ ي ش ن وى م ت ي ت آ ما وا ذ خ أ خ ت ن إ ل ف أ م ت ف

و ب ت د ت ف ا ا م ي ف ا م ه ي ل ع اح ن ج ل ف لو ل ا ود د ح ا م ي ق ل ي ف لو ل ا ود د ح ك ل تا وى د ت ع ون ت م ل ظا ل ا م ى ك ئ ول أ ف لو ل ا ود د ح د ع ت ي ن وم

Artinya:” Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan

cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu

mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali

kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika

kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-

21

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 558. 22

Hasbi Al-Shiddieqi, Al-Quran dan Terjemahnya: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Quran, (Jakarta: Depag RI, 1989), 945.

23Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Premena Jaya, 2006), Cet. Ke-2, h.

191.

Page 38: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

23

hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan

oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah

kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka

itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S Al-Baqarah 2:229)

2. Talak Ba’in, Talak yang jatuhnya tidak memberi hak rujuk kepada mantan

isteri untuk kembali kepada mantan suami. Apabila mantan suami isteri itu

hendak kembali maka wajib bagi keduanya mengadakan akad nikah yang baru

lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya. Talak ba‟in sendiri ada dua

macam yaitu:24

a. Talak ba’in shughra, adalah talak ba’in yang menghilangkan pemilikan

mantan suami terhadap isteri tetapi tidak menghilangkan kehalalan mantan

suami untuk kawin kembali dengan mantan isteri, baik dalam masa

iddahnya maupun sesudah berakhirnya masa iddah.

Pasal 119 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan:

(1) Talak ba’in shughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh

akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.

(2) Talak ba’in shughra sebagaimana tersebut pada Ayat (1) adalah:

a) Talak sebelum berkumpul

b) Talak dengan tebusan atau khulu;

c) Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama

b. Talak bain kubro yaitu, talak yang menghilangkan status perkawinan dan

menghilangkan kehalalan suami untuk kawin kembali dengan bekas

isterinya kecuali setelah bekas isteri itu kawin dengan laki-laki lain, telah

berkumpul dan cerai secara wajar serta telah selesai menjalankan

iddahnya25

. Talak ba‟in kubro ini terjadi pada talak yang ketiga. Hal ini

sesuai firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 230:

24

Djamal Latief, Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981),

h. 61.

25Slamet Abidin, Fikih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 9.

Page 39: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

24

ره ي غ ا زوج ح ك ن ت ت ح د ع ب ن م و ل ل ت ل ف ا ه لق ط ن إ ن ف إ ا ف ه لق طلو ل ا ود د ح ا م ي ق ي ن أ نا ظ ن إ ا ع ج را ت ي ن أ ا م ه ي ل ع اح ن ج ل ك ف ل وت

ون م ل ع ي م و ق ل ا ه ن ي ب ي لو ل ا ود د حArtinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang

kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin

dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu

menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama

dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat

menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,

diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (Q.S Al-Baqarah:

230)

Dalam hal ini harus ada perkawinan antara seorang perempuan yang ditalak

tiga kemudian menikah dan bercerai dengan laki-laki lain. Dalam keadaan

demikian perempuan tersebut dikawin lagi oleh laki-laki bekas suami pertama.

Perkawinan seperti ini halal hukumnya, tetapi jika terjadi ada laki-laki yang

diupah oleh bekas suaminya pertama tadi agar menikah dengan bekas istrinya,

kemudian mentalaknya dan oleh karena sudah ditalak oleh laki-laki yang diberi

upah itu, bekas suami pertama (yang mengubah) mengawini perempuan itu lagi,

upaya-upaya tesebut tidak dibenarkan di dalam ajaran Islam.26

Talak ini mengakibatkan hilangnya hak rujuk pada bekas istri

walaupun kedua bekas suami istri itu ingin melakukannya, baik diwaktu

iddah atau sesudahnya, yang termasuk talak bain kubra adalah segala macam

talak yang mengandung unsur-unsur sumpah.27

1. Talak dilihat dari cara pelafalannya terbagi menjadi dua yaitu:

a) Sharih (terang-terangan)

Yaitu, kata-kata yang digunakan jelas dan tegas, dapat dengan mudah

dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai ketika diucapkan.

26

Sudarsono, Hukum Keluarga Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) h. 82. 27

Djalil dan A. Basiq, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2006), h. 78. 26

Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeven,

tth), h. 89. 27

Sayuti Thalib, Hukum KeKeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam, (Jakarta: UI

Press, 1986), h. 100.

Page 40: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

25

Beberapa contoh talak sarih ialah seperti suami berkata kepada isterinya:

a. Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya cerai sekarang juga.

b. Engkau saya firaq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang juga.

c. Engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya lepas sekarang juga.

Apabila suami mengucapkan talak kepada isterinya dengan talak sarih

maka jatuhlah talak itu dengan sendirinya sepanjang suami dalam keadaan

sadar dan tidak ada paksaan suatu apapun.28

b) Kinayah (sindiran)

Talak kinayah yaitu lafadh yang maknanya bisa diartikan talak

atau selainnya. Misalnya perkataan suami ‚saya melepas kamu, atau kamu

saya lepas, atau saya meninggalkan kamu, atau kamu saya tinggalkan atau

kamu pulang saja kerumah orang tuamu‛ (menurut sebagian ulama‟).

Apabila lafadh-lafadh ini keluar dari mulut seorang suami disertai niat

talak maka jatuhlah talak bagi sang istri. Namun jika tidak disertai dengan

niat maka tidak jatuh talak.

Dalil Penggunaan lafal Kinayah dalam talak adalah hadi dari Aisyah

R.A. bahwasannya anak perempuan dari pesisir, menemui Rasulullah SAW,

lalu beliau mendekatinya, kemudian perempuan itu berkata, “aku berlindung

kepada Allah darimu”, lalu beliau menjawab, “Aku telah berlindung kepada

Yang Maha agung. Kembalilah kepada keluargamu.” (H.R. Bukhori [No.

4955]) 29

2. Talak jika dilihat daripada sudut keadaan (waktu) istri yang diceraikan:

a) Bid‟i

Talak bid’i adalah larangan menjatuhkan talak kepada isteri yang

dalam keadaan haid atau suci tetapi setelah digauli dan nifas.

Diperinci, terdiri dari beberapa macam:

1. Apabila seorang suami menceraikan isterinya ketika sedang dalam

keadaan haid atau nifas.

2. Jika seorang suami menceraikan isterinya ketika dalam keadaan suci,

28Slamet Abiding, Fikih Munakahat, h,195

29Mustafa Al-Bugha, Dkk, Fikih Manhaj, (Yogyakarta: Darul Uswah, 2012), Jilid I, h. 711.

Page 41: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

26

namun ia telah menyetubuhinya pada masa suci tersebut.

3. Seorang suami menjatuhkan talak tiga terhadap isterinya dengan satu

kalimat atau tiga kalimat dalam satu waktu.30

b) Talak Sunni

Talak sunni adalah talak yang berjalan sesuai dengan ketentuan

agama, yaitu seseorang mentalak perempuan yang telah pernah

dicampurinya dengan sekali talak dimasa bersih dan belum ia sentuh

kembali selama masa bersih itu.

3. Talak menurut pelaku perceraian

a. Talak yang dijatuhkan suami kepada istri,

b. Talak yang dijatuhkan istri kepada kepada suami atau Gugat Cerai yaitu

perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Cerai seperti ini

dilakukan dengan cara mengajukan perceraian kepada Pengailan Agama,

dan Percraian tidak dapat terjadai sebelun Pengadilan Agama memutuskan

secara resmi.

Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu

fasakh dan khulu’:

1) Fasakh

Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi

yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi dimana:

a. Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan

berturut-turut, suami meninggalkan istrinya selama empat tahun

berturut-turut tanpa ada kabar berita

b. Suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam

akad nikah, baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya

hubungan suami istri)

c. Adanya perlakuan buruk suami seperti penganiayaan, penghinaan dan

tindakan-tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan

keamana istri. Jika gugatan tersebut dikabulka n oleh hakim

30

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 211.

Page 42: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

27

berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka hakim berhak

memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.

2) Khulu‟

Khulu‟ adalah kesepakatan perceraian antara suami istri atas

permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta, mas kawin) yang

diserahkan kepada suami. Dalam peristiwa ini suami melepaskan

kekuasaannya sebagai suami dan memberikan kekuasaan tersebut kepada

istrinya dalam bentuk thalak tebus.

4. Beda Talak Raj‟i, Talak Bain Sughra, dan Talak Tiga (Ba‟in Kubro)

Dari seluruh uraian seputar talak/perceraian diatas dapat disimpulkan

bahwa talak ada 3 macam yaitu talak raj‟i, talak ba‟in sughra (kecil) dan talak

bai‟in kubro (talak 3).

Perbedaan ketiganya adalah :

1. Talak Raj‟i (Rujuk) adalah cerai oleh suami dengan level talak 1 (satu)

dan talak 2 (dua). Dengan status talak raj‟i, maka suami boleh rujuk atau

kembali pada istri yang dicerainya selama masa iddah tanpa harus akad

nikah baru. Namun apabila keinginan rujuk tersebut setelah masa iddah

habis, maka harus diadakan akad nikah baru.

2. Talak Bain Sughra (kecil) adalah perceraian yang disebabkan oleh gugat

cerai oleh istri baik dengan cara fasakh atau khuluk. Dalam kondisi inn,

maka:

a. suami tidak boleh rujuk pada istri selama masa iddah.

b. Suami boleh kembali ke istri setelah masa iddah habis dengan akad

nikah yang baru.

3. Talak 3 (Ba‟in Kubro) adalah perceraian di mana suami sama sekali

tidak boleh rujuk atau kembali pada istrinya walaupun masa iddah sudah

habis kecuali setelah istri menikah dengan laki-laki lain dan beberapa

saat (bulan/tahun) kenudian pria kedua tersebut menceraikannya.31

31

Pembahasan Lengkap Mengenai Perceraian Talak Dalam Islam Pengertian Cerai Talak

Hukum Cerai Syarat Rukun Dalil Tentang Cerai Masa Iddah Macam Macam Cerai Dll, Masuk

Islam.com/ konten/ 2018/ 03/ 08/ PembahasanLengkap-Mengenai-Perceraian-Talak-DalamIslam.

Page 43: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

28

I. Iddah (Masa Tunggu)

Iddah adalah masa tunggu bagi istri yang dicerai talak oleh suami atau

karena gugat cerai oleh istri. Dalam masa iddah, seorang perempuan yang dicerai

tidak boleh menikah dengan siapapun sampai masa iddahnya habis atau selesai.

Bagi istri yang di talak raj‟i (talak satu atau talak dua) maka suami boleh kembali

ke istri (rujuk) selama masa iddah tanpa harus ada akad nikah baru. Sedangkan

apabila suami ingin rujuk setelah masa iddah habis, maka harus ada akad nikah

yang baru. Rincian masa iddah sebagai berikut32

:

1. Perempuan yang ditinggal yang ditinggal mati suaminya

Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya memiliki dua keadaan :

a. Wanita yang ditinggal mati suaminya ketika sedang hamil. Wanita ini maka

masa menunggunya („iddah) berakhir setelah ia melahirkan bayinya,

berdasarkan firman Allâh Subhanahu wa Ta‟ala :

وأولت الحال أجلهن أن يضعن حلهن Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu

ialah sampai mereka melahirkan kandungannya”. (Ath Thalaq 65:4).

b. Wanita tersebut tidak hamil. Jika tidak hamil, maka masa „iddahnya adalah

empat bulan sepuluh hari. Allâh Subhanahu wa Ta‟ala berfirman :

فإذا ب لغن وعشرا ي ت وف ون منكم ويذرون أزواجا ي ت ربصن بأن فسهن أرب عة أشهر والذين اخبي ت عملون واللو ب أجلهن فل جناح عليكم فيما ف علن يف أن فسهن بالمعروف

Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya

(ber‟iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis

„iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat

terhadap diri mereka menurut yang patut. Allâh mengetahui apa yang kamu

perbuat”. (Al-Baqarah 2: 234)33

2. Wanita yang diceraikan

Wanita yang dicerai juga ada dua macam yaitu:

32

Pembahasan Lengkap Mengenai Perceraian Talak Dalam Islam Pengertian Cerai Talak

Hukum Cerai Syarat Rukun Dalil Tentang Cerai Masa Iddah Macam Macam Cerai Dll, konten/

2018/ 03/ 08/. 33

Masa Iddah Dalam Islam, almanhaj.or.id, konten/2108/ 03/ 08/. 3668-masa-iddah-dalam-

islam.

Page 44: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

29

a. wanita yang dicerai dengan talak raj‟i (talak yang bisa rujuk)

1) wanita yang masih haid, Masa „iddah wanita jenis ini adalah tiga kali

haidh, berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :

والمطلقات ي ت ربصن بأن فسهن ثلثة ق روء Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu)

tiga kali quru‟. (Al-Baqarah 2: 228)

2) Wanita yang tidak haid, baik karena belum pernah haidh atau sudah

manopause. Bagi wanita yang seperti ini masa „iddahnya adalah tiga

bulan, seperti dijelaskan Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya:

ئي ضن والل ئي ل ي ت هن ثلثة أشهر والل يئسن من المحيض من نسائكم إن ارت بتم فعدArtinya: “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause)

di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa

iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)

perempuan-perempuan yang tidak haid. (At-Thalaq 65:4)

3) Wanita hamil

Wanita yang hamil bila dicerai memiliki masa iddah yang berakhir

dengan melahirkan, berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :

وأولت الحال أجلهن أن يضعن حلهن Artinya: “Dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan

perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai

mereka melahirkan kandungannya”. (Ath-Thalaq 65:4)

b. Wanita yang ditalak dengan thalak bâ‟in (thalak tiga).

Wanita yang telah di talak tiga hanya menunggu sekali haidh saja untuk

memastikan dia tidak sedang hamil. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

rahimahullah menyatakan, “Wanita yang dicerai dengan tiga kali talak,

masa iddahnya sekali haidh. Dengan haidh sekali berarti sudah terbukti

bahwa rahim kosong dari janin dan setelah itu ia boleh menikah lagi dengan

lelaki lain.

3. Wanita Yang Melakukan Gugat Cerai (Khulu‟).

Wanita yang berpisah dengan sebab gugat cerai, masa „iddahnya sekali haidh,

sebagaimana ditunjukkan oleh hadits dibawah ini:

Page 45: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

30

يو وسلم عن ابن عباس أن امرأة ثابت بن ق يس اخت لعت من زوجها على عهد النب صلى اللو عل اللو عليو وسلم أن ت عتد بيضة فأمرىا النب صلى

Artinya : Dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa istri Tsabit bin Qais

menggugat cerai dari suaminya pada zaman Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam

lalu Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menunggu

sekali haidh. [HR Abu Dâud dan at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh al-

Albâni dalam Shahîh Sunan Abu Dâud no.1 950).34

J. Hikmah Talak

Secara moral, perceraian adalah sebuah pengingkaran, oleh karena itu islam

tidak menyukai adanya perceraian. Akan tetapi harus disadari bahwa tidak

mungkin perceraian sama sekali untuk dihindarkan dalam lingkup kehidupan

berkeluarga, maka dengan penuh penyesalan, demi alasan-alasan khusus islam

terpaksa menerima kemungkinan terjadinya perceraian. Oleh karena itu perceraian

merupakan jalan terakhir dalam menyelesaikan ketidak serasian dalam rumah

tangga.

Walaupun talak itu dibenci terjadi dalam suatu rumah tangga, namun

sebagai jalan terakhir bagi kehidupan rumah tangga dalam keadaan tertentu boleh

dilakukan. Hikmah di perbolehkannya talak itu karena adanya dinamika

kehidupan rumah tangga itu. Dalam keadaan begini kalau dilanjutkan juga rumah

tangga akan menimbulkan mudarat kepada dua belah pihak dan orang sekitarnya.

Dalam rangka menolak terjadinya bentuk talak tersebut, maka talak dalam Islam

hanyalah untuk tujuan maslahat. 35

K. Talak Tiga (Ba’in Kubro) Menurut Ulama Mazhab Maliki dan Mazhab

Syafi’i

Kata talak menurut bahasa adalah melepas, kata at-thalaq secara makna

bahasa adalah isim masdhar kata thalaqa, dan suatu isim masdhar menyamai

masdhar dari sisi makna tetapi berbeda dari segi huruf-hurufnya. Makna kata ini

34

Syaikh Husain Bin Audah Al „Awaisyah, Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Muyassarah,

(Beirut: Dar Ibnu Hazm, T.th). Jilid 5, h. 392. 35

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqih Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Gema Insani, 1999) h. 201.

Page 46: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

31

diambil dari kata al-ithlaq yang artinya melepas. Hal itu karena pernikahan adalah

ikatan (akad), apabila istri ditalak, lepaslah ikatan (akad) tersebut.

Pengertian talak menurut istilah adalah melepaskan ikatan perkawinan atau

putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau

selamanya.

Menurut Mazhab Syafi‟i : “Talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak

atau yang semakna dengan itu”36

Para Ulama Mazhab sepakat bahwa seorang laki-laki yang mencerai talak

tiga istrinya, maka istrinya tersebut tidak halal lagi baginya sampai ia kawin

terlebih dahulu dengan laki-laki lain dengan cara yang benar, lalu di campuri

dalam arti yang sesungguhnya menjadi muhallil (penyelang).

Imam Syafi‟i berkata, “kadang ada sesuatu yang disebutkan dalam al-

Qur‟an lalu diharamkan dan diharamkan pula melalui lisan Nabi-nya,

sebagaimana penyebutan perempuan yang ditalak tiga, Allah Subhanahu wa

Ta‟ala :

ت ن ل لو من ب عد حت ره فإن طلقها فل ت كح زوجا غي

Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka

perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.”

(Q.S Al-Baqarah (2): 230)

Allah Subhanahu wa Ta‟ala menerangkan melalui lisan Nabi-nya bahwa

perempuan yang telah ditalak harus dinikahi (dicampuri), baru setelah itu halal

bagi bekas suami untuk menikahinya.”

Dalam as-sunnah kita mendapati keterangan bahwa perempuan yang telah

ditalak harus dicampuri oleh suami barunya. Perempuan tersebut halal baginya

sebelum talak tiga dan haram bagi suami yang menalaknya sehingga perempuan

itu menikah lagi dengan laki-laki lain. Si istri tetap tidak halal bagi bekas suami

pertama sampai dia melakukan hubungan badan dengan suami barunya dan

bercerai darinya.

36

Imam Syafi‟i Abu Abdullah Muhammad Bin Idris, Ringkasan Kitab AL-UMM, (Jakarta:

Pustaka Azzam), h.476

Page 47: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

32

Imam Syafi‟i menambahkan, ayat ini menunjukan bahwa jika seorang suami

menalak istrinya, baik telak dicampuri atau belum, dengan talak tiga, maka

perempuan itu tidak lagi halal baginya sehingga perempuan tersebut menikah

dengan laki-laki lain.

Malik memberitahukan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari Zuhri, dari

Muhammad bin Abdurrahman, dari Muhammad bin Iyas bin Bukhair, dia berkata:

“ada seorang laki-laki menalak istrinya yang belum pernah dicampuri dengan

talak tiga. Kemudian dia pergi mencari fatwa, dia pergi menemui Abu Hurairah

dan Abdullah bin Abbas. Keduanya berkata: „menurut kami, engkau tidak boleh

menikahinya sehingga perempuan itu menikah lagi dengan laki-laki selain

dirimu.‟

Laki-laki itu berkata, „talak yang saya jatuhkan adalah talak satu.‟ Ibnu

Abbas berkata, „engkau telah melepas karunia yang ada di tanganmu.

Imam Syafi‟i berkata, “jika seorang perempuan yang ditalak tiga menikah

lagi dengan laki-laki lain dengan pernikahan yang sah, kemudian dia melakukan

hubungan seksual dengan suami barunya, lalu suami barunya menalaknya, maka

perempuan ini halal bagi mantan suami pertama, jika masa iddahnya telah habis.

Sabda Rasulullah SAW kepada (mantan) istri Rifa‟ah, „jangan kembali

rujuk kepada Rifa‟ah sebelum engkau merasakan madu suami barumu dan dia

merasakan madumu. „artinya mencampurimu.37

Sedangkan Menurut Mazhab Maliki: “Talak adalah suatu sifat hukum yang

menyebabkan gugurnya kehalangan hubungan suami istri.”

Dalam masalah talak tiga Imam Maliki sependapat dengan para Ulama

Mazhab lainnya, bahwa „seorang laki-laki yang mencerai talak tiga istrinya, maka

istrinya tersebut tidak halal lagi baginya sampai ia kawin terlebih dahulu dengan

laki-laki lain dengan cara yang benar, lalu di campuri dalam arti yang

sesungguhnya‟.

Sesuai dengan firman Allah Subhanu wa ta‟ala :

ره ت نكح زوجا غي ل لو من ب عد حت فإن طلقها فل ت

37Syaikh Ahmad bin Mustafa Al-Farran, Tafsir Imam Syafi’i, (Jakarta: Almahira, 2006), h.

401-402.

Page 48: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

33

Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka

perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.”

(Q.S Al-Baqarah (2): 230)

Hanya saja Imam Malik mensyaratkan bahwa, laki-laki yang menajadi

Muhallil (penyelang) itu haruslah baligh, sedangkan Imam Syafi‟i memandang

cukup bila dia Muhallil (penyelang) mampu melakukan hubungan seksual,

sekalipun dia belum baligh.38

38

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i,

Hambali, (Jakarta: Lentera, 2011), h. 137-138.

Page 49: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

34

BAB III

CERAI TALAK DI INDONESIA DAN TUNISIA

A. Pengaturan Cerai Talak Dalam Undang-Undang Negara Indonesia

1. Sekilas Tentang Negara Indonesia

Indonesia adalah negara berbentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi

daerah yang luas. Negara kesatuan adalah bentuk negara berdaulat yang

diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal. Negara kesatuan menempatkan

pemerintah pusat sebagai otoritas tertinggi sedangkan wilayah-wilayah

administratif di bawahnya hanya menjalankan kekuasaan yang dipilih oleh

pemerintah pusat untuk didelegasikan. Wilayah administratif di dalam negara

Indonesia saat ini terbagi menjadi 34 provinsi. Bentuk pemerintahan negara

Indonesia adalah republik konstitusional, sedangkan sistem pemerintahan negara

Indonesia adalah sistem presidensial. Bentuk pemerintahan republik merupakan

pemerintahan yang mandat kekuasaannya berasal dari rakyat, melalui mekanisme

pemilihian umum dan biasanya dipimpin oleh seorang presiden.

Sistem presidensial adalah sistem negara yang dipimpin oleh presiden.

Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil

presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Presiden

dalam menjalankan pemerintahan dibantu oleh menteri-menteri. Presiden berhak

mengangkat dan memberhentikan para menteri. Para menteri atau biasa disebut

sebagai kabinet bertanggung jawab terhadap presiden.Presiden dalam

menjalankan pemerintahannya diawasi oleh parlemen.1

Parlemen di Indonesia terdiri dari dua bagian yakni, Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Anggota DPR dan DPD

dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Pemilihan umum

untuk memilih anggota DPR merupakan pemilihan umum yang diselenggarakan

oleh sebuah komisi pemilihan umum dengan mekanisme kontestasinya berbentuk

pemilihan umum multi partai. Pemilihan umum untuk memilih anggota DPD juga

diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum dengan mekanisme kontestasinya

1Profil Negara Indonesia, indonesia.go.id/2019/19/04/profil/sistem-pemerintahan.

Page 50: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

35

berasal dari calon perseorangan dengan syarat-syarat dukungan tertentu yang

mewakili wilayah administrasi tingkat 1 atau provinsi.

Anggota-anggota DPR dan DPD merupakan anggota Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang bersidang sedikitnya satu kali dalam 5

(lima) tahun. MPR merupakan lembaga tinggi negara berwenang untuk mengubah

dan menetapkan undang-undang dasar negara. MPR adalah lembaga tinggi negara

yang melantik presiden dan wakil presiden. MPR hanya dapat memberhentikan

presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang

dasar. langsung oleh Rakyat Indonesia melalui Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden (Pilpres) diselenggarakan 5 Tahun sekali. Nama lengkap

Indonesia adalah Republik Indonesia dengan Ibukotanya adalah Kota Jakarta.2

Negara Indonesia adalah merupakan negara kesatuan yang berbentuk

Republik dengan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar. Pancasila adalah dasar ideal negara dan yang

menggambarkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang menghargai dan

menghormati kehidupan beragama.

Sampai saat sekarang ini di negara Republik Indonesia berlaku

berbagai sistem hukum, yaitu sistem hukum adat, hukum Islam serta hukum

Barat (baik itu civil law maupun common law atau hukum anglo sakson).

Indonesia adalah salah satu negara yang secara konstitusional tidak

menyatakan diri sebagai negara Islam tetapi mayoritas penduduknya

menganut agama Islam. Secara sosiologis, hukum Islam dapat dikatakan telah

berlaku di Indonesia, sebab sebagian hukum Islam telah hidup dan berkembang

di masyarakat sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam, kemudian berlaku pada

masa penjajahan kolonial Belanda hingga zaman kemerdekaan. Secara yuridis,

sebagian hukum Islam telah dilaksanakan. Namun, perlu diketahui penerapan

prinsip berangsur-angsur dalam pengundangan hukum Islam di Indonesia.3

2Profil Negara Indonesia, indonesia.go.id/2019/19/04/profil/sistem-pemerintahan.

3Supriyadi, Dkk, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam (Bandung: Pustaka

Al-Fikriis) 2009, h., 183-184.

Page 51: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

36

Berbagai persoalan yang berkaitan dengan masalah keluarga terus

mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi.

Hal ini kemudian menuntut instrumen hukum yang ada harus bisa mengakomodir

bermacam persoalan yang muncul tersebut agar bisa diselesaikan. Selain itu, isu

gender turut membawa perubahan terhadap kedudukan seorang wanita dalam

hukum terutama dalam sistem hukum keluarga. Kedudukan Wanita yang dahulu

selalu di nomor duakan, sekarang menjadi setara dengan laki laki, sehingga

membawa perubahan terhadap masalah peran dan tugas wanita dalam kehidupan

rumah tangga. Adanya kedudukan yang setara tersebut membawa perubahan yang

cukup besar dalam sistem hukum keluarga.

Hukum keluarga yang berlaku antara satu negara dengan negara lainnya

tentu berbeda, termasuk hukum keluarga yang berlaku di beberapa negara muslim.

Meskipun yang menjadi acuan hukum keluarga di negara-negara muslim adalah

hukum Islam, namun pemaknaan serta interpretasi hukum Islam juga memiliki

perbedaan. Hal ini bisa kita lihat dari pluralitas hukum keluarga yang ada di

beberapa negara muslim.

Seiring dengan perkembangan zaman, maka negara-negara muslim

kemudian melakukan pembaharuan hukum keluarga untuk mengakomodir

berbagai persoalan yang muncul. Pembaharuan ini selanjutnya menjadi tonggak

awal reformasi hukum keluarga yang merata di negara-negara muslim.4

Perubahan yang terjadi dalam sistem hukum yang telah lama digunakan

pasti membawa dampak yang sangat besar bagi masyarakat. Termasuk hukum

keluarga Islam di negara muslim, khususnya Indonesia. Sikap para ulama pun

juga pro dan kontra dan tak jarang terjadi perdebatan sengit karena ingin

mempertahankan ketentuan hukum yang lama, baik karena persoalan metodologi

maupun substansinya.

Di Indonesia lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat dikatakan

sebagai pembaharuan hukum keluarga. Hal ini disebabkan oleh karena

hukum yang kurang relevan dan menyebabkan ketidak-samaan suara dalam

4M. Nur Hasan Latief, ”Pembaruan Hukum Keluarga Serta Dampaknya Terhadap

Pembatasan Usia Minimal Kawin Dan Peningkatan Status Wanita”, Jurnal Hukum Novelty,

(Agustus, 2016), h. 197.

Page 52: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

37

pengambilan keputusan, sehingga kerap terjadi kesimpang-siuran hukum.

Sekalipun mayoritas ummat Islam Indonesia bermazhab Syafi‟i, pemikiran

hukum Islam yang berkembang di tengah masyarakat juga mencakup

mazhab-mazhab yang lain. Dengan hadirnya KHI, maka para pengambil

kebijakan bisa lebih menyamakan suara hukum.5

2. Cerai talak dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974

Di dalam pasal 39 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

yang menyatakan bahwa “perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang

Pengadilan yang berwenang” adalah landasan dalam perceraian yang

terkandung di dalam Undang-Undang yang cenderung kepada persaksian

talak.6

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 hanya memuat pengertian perceraian,

yang terdiri dari cerai talak dan cerai gugat. Ini berarti bahwa Undang-Undang

No. 1 Tahun 1974 tidak mengatur lebih lanjut bentuk-bentuk perceraian, yang

dalam hukum Islam bentuk-bentuk percerain itu justru lebih banyak prngaturan

hukumnya. Namun demikian, bentuk-bentuk perceraian yang berakibat hukum

putusnya perkawinan itu tetap bermuara pada cerai talak dan cerai gugat serta

alasan-alasan hukun perceraiannya yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 1

Tahun 1974.7

Pada pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974 menjelaskan juga Akibat putusnya

perkawinan karena perceraian ialah:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan

mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.

5Zainuddin Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar

Grafika, 2006), h. 98.

6Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2006), Cet. Ke-2, h.

191. 7Muhammad Syarifuddin, Dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 116.

Page 53: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

38

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan

yang diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya tidak dapt memberi

kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya

tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya

penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.8

3. Cerai Talak Dalam PP No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Tidak mudah untuk menggugat ataupun memohon cerai ke pengadilan.

Harus ada alasan-alasan yang cukup menurut hukum, sehingga gugatan cerai bisa

dikabulkan Pengadilan.

Alasan-asalan tersebut diatur dalam Pasal 39 ayat 2 UU No. 1 tahun 1974

tentang Perkawinan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yakni

sebagai berikut:

Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah:

1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

Kalau perceraian dituntut dengan alasan hukum suami atau istri berzina

dengan orang lain, maka ada kemugkinan bahwa pihak yang salah itu, dituntut

pula secara pidana di pengadilan. Jika hakim yang memeriksa dan mengadili

perkara perzinaan tersebut kemudian memutus bahwa benar terjadi perbuatan

zina dan pihak yang melakukan perbuatan zina itu dihuk pidana, maka hakim

yag memeriksa dan mengadili perkara perdatanya dapat menetapkan perceraian

setelah menerima turunan dari putusan hakim dalam perkara pidana tentang

perzinaan itu, artinya tidak perlu ada pembuktian lagi tentang perbutan zina

yang dilakukan suami atau istri dengan orang lain tersebut.9

8Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 41.

9Muhammad Syarifuddin, Dkk, Hukum Perceraian, h.184.

Page 54: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

39

2) Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut

tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya;

Meninggalkan pihak lain tanpa alasan yang sah menunjukan secara tegas

bahwa suami atau istri sudah tidak melaksanakan kewajiabnnya sebagai suami

atau istri, baik kewajiban yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Ini berarti

bahwa tidak ada harapan lagi untuk mempertahankan kelangsungan rumah

tangga, karena telah hilangnya perasaan sayang dan cinta, sehingga tega

menelantarkan atau mengabaikan hak suami atau istri yang ditinggalkannya.

Jadi, perceraian adalah solusi untuk keluar dari rumah tangga yang secara

hukum formal ada, tetapi secara faktual sudah tidak ada lagi.

Alasan hukum perceraian berupa meninggalkan pihak lain selama 2 tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah, harus dimajukan

di depan sidang pengadilan dari rumah kediaman pihak yang menuntut

perceraian setelah lampaunya waktu waktu dua tahun terhitung sejak saat pihak

lainnya meninggalkan rumah kediaman tersebut. Tuntutan ini hanya dapat

dimajukan ke depan sidang pengadilan jika pihak meninggalkan tempat

kediaman tanpa sebab yang sah, kemudian tetap segan untuk kumpul kembali

dengan pihak yang ditinggalkan.10

3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

Hukuman penjara atau hukuman berat lainnya dapat membatasi bahkan

menghilangkan kebebasan suami atau istri untuk melakukan berbagai aktivitas

berumah tangga, termasuk menghambat suami atau istri untuk melaksanakan

kewajibannya, baik kewajiban yang bersifat lahiriah dan batin dalam rumah

tangga yang sudah tidak layak lagi untuk dipertahankan.

4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan terhadap pihak yang lain;

10

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Sumur Bandung,

1981), h.141.

Page 55: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

40

Kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan dapat

berdampak penderitaan fisik dan mental (psikologis) bagi suami atau istri yang

menerima kekejaman dan penganiayaan berat sebagai bentuk tindak kekerasan

yang membahayakan “nyawa” tersebut. Tindak kekerasan, terutama tindak

kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri terjadi hampir di semua

lapisan masyarakat Indonesia, meskipun data resminya sendiri tidak tersedia.

Perilaku kejam dan aniaya berat yang membahayakan adalah perilaku

yang sangat buruk dan memalukan keluarga dan kerabat dari suami atau istri

yang bersangkutan, sehingga perilaku demikian juga merupakan alasan hukum

perceraian menurut hukum adat.11

5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

Cacat badan atau penyakit adalah kekurangan yang ada pada diri suami

atau istri, baik berupa badaniyah (misalnya cacat atau sakit tuli, buta , dan

sebagainya) yang mengakibatkan terhalangnya suami atau istri untuk

melaksanakan kewajibannya sebagai suami istri, sehingga dengan keadaan

demikian itu dapat menggagalkan tujuan perkawinan untuk membentuk rumah

tangga yang bahagia dan kekal.12

6) Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.

“Perselisihan” adalah perbedaan pendapat yang sangat prinsip, tajam dan

tidak ada titik temu antara suami dan istri yang bermula dari perbedaan

pemahaman tentang visi dan misi yang hendak diwujudkan dalam kehidupan

berumah tangga. Misalnya, suami atau istri yang memahami perawinan sebagai

sarana untuk memenuhi hasrat seksual semata, atau mengutamakan/

mementingkan kebutuhan materialistik saja. Adapun “pertengkaran” adalah

sikap yang keras yang ditampakkan oleh suami atau istri, yang tidak hanya

berwujud nonfisik (kata-kata lisan / verbal yang menjurus kasar, mengumpat

dan menghina), tetapi juga tindakan-tidakan fisik (mulai dari tindakan

11

Muhammad Syarifuddin, Dkk, Hukum Perceraian, h.194. 12

Muhammad Syarifuddin, Dkk, Hukum Perceraian, h. 204.

Page 56: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

41

melempar benda-benda,mengancam dan menampar/ memukul), yang terjadi

karena adanya persoalan rumah tangga yang tidak dapat diselesaikan oleh

pihak keluarga dan kerabat dari masing-masing suami dan istri yang

bersangkutan.

Tujuan perkawinan ialah hidup bersama dalam keadaan tentram dan

damai. Jika cekcok sedemikian hebat, sehingga keadaanya tidak dapat baik

lagi, maka sangat layak, apabila ada perceraian, oleh karena tujuan utama

perkawinan, yaitu hidup bersama secara memuaskan, teryata tidak tercapai.

Hanya saja perlu dicamkan, bahwa harus betul-betul cekcok yang hebat itu.

Untuk itu, hakim di depan sidang pengadilan yang akan menetapkan ada atau

tidak ada cekcok itu harus mendengarkan keterangan dari pihak yang menuntut

perceraian dan seberapa boleh juga dari pihak yang lain dan orang-orang

keluarga atau teman sahabat karib dari suami dan istri. Dengan demikian, dapat

diusahakan, agar hakim dapat mengetahui sungguh-sungguh keadaan yang

sebenarnya dalam rumah tangga suami istri.13

Perceraian boleh dilakukan dengan satu alasan hukum saja di antara

beberapa alasan hukum yang ditentukan dalam Pasal 39 ayat 2 UU No. 1 tahun

1974 yang telah dijabarkan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun

1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Jadi, secara

yuridis, alasan-alasan hukum perceraian tersebut bersifat alternatif, dalam arti

suami atau istri dapat mengajukan tuntutan perceraian cukup dengan satu

alasan hukum saja. Selain itu, juga bersifat enumeratif, dalam arti penafsiran,

penjabaran dan penerapan hukum secara lebih konkret tentang masing-masing

alasan-alasan hukum perceraian merupakan wewenang hakim di pengadilan.14

Selajutnya, memperhatikan alasan-alasan hukum perceraian sebagaimana

ditentukan dalam UU No. 1 tahun 1974 yang kemudian dijabarkan dalam

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, maka dapat ditegaskan bahwa selain

harus di lakukan di depan sidang pengadilan guna mewujudkan kepastian

hukum yang adil dan melindungi istri bahkan suami selama dan setelah proses

13

Abdul Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 82-

83. 14

Muhammad Syarifuddin, Dkk, Hukum Perceraian, h. 208

Page 57: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

42

hukum perceraian, perceraian juga tidak dilarang, dalam arti suami dan istri

boleh memutuskan hubungan perkawinan di antara keduanya, dengan alasan-

alasan hukum yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Jadi hukum perceraian secara prinsip membolehkan perceraian,

namun mempersukar proses hukum perceraiannya, karena tujuan perkawinan

itu adalah” untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

didasarkan atas ajaran agama yang diyakini suami dan istri, sehingga

perkawinan tidak hanya mengandung unsur lahiriah atau jasmaniah, tetapi juga

unsur batiniah atau rohaniah.15

4. Cerai Talak Dalam PP No. 45 Tahun 1990 Perubahan Atas PP No. 45 Tahun

1983

a. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Peraturan tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi PNS yang tertuang

dalam Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan

atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian Bagi PNS.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pegawai Negeri Sipil terdiri kata

“pegawai” yang berarti orang yang bekerja pada pemerintah (perusahaan atau

sebagainya) sedangkan “negeri” berarti negara atau pemerintah, jadi Pegawai

Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada pemerintah atau Negara.16

Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 tentang Izin

Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disingkat PP

No. 10 Tahun 1983), yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah

“Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian juncto Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian” kedua Undang-Undang tersebut

memberikan pengertian yang sama mengenai Pegawai Negeri, yaitu:

15

Muhammad Syarifuddin, Dkk, Hukum Perceraian, h. 210 16

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1986), h. 478 dan 514.

Page 58: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

43

Pegawai Negeri Adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang

telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi

tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainya yang

ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap hukum bagi Pegawai Negeri Sipil tidak secara otomatis berlaku bagi

pegawai-pegawai yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil. Penafsiran

secara a contrario, memahamkan bahwa sepanjang tidak ada ketentuan hukum

khusus secara tegas, ketentuan hukum yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil

tidak dapat dengan sendirinya berlaku juga bagi pegawai-pegawai tertentu

meskipun dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil. Jadi, PP No 10 Tahun

1983 yang mengatur tentang izin Perkawinan dan Perceraiaan bagi Pegawai

Negeri Sipil adalah ketentuan hukum khusus yang secara tegas mempersamakan

pegawai-pegawai tertentu dengan Pegawai Negeri Sipil, sehingga PP No 10

Tahun 1983 berlaku bagi pegawai-pegawi tertentu tersebut.

Ketentuan-ketentuan hukum umum lainnya yang berlaku bagi Pegawai

Negeri Sipil tidak berlaku bagi pegawai-pegawai tertentu tersebut, jika tidak

ditentukan secara tegas dalam ketentuan hukum khusus. Kepala desa, apalagi

perangkat desa dan petugas yang menyelengarakan urusan pemerintah di desa

juga bukan Pegawai Negeri Sipil, tetapi dipersamakan dengan Pegawai Negeri

Sipil oleh PP No 10 Tahun 1983.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan pejabat menurut Pasal 1 huruf b PP No

10 Tahun 1983, adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah

Non Departemen, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan

Kesekretariatan Lembaga Tertinggi atau Tinggi Negara, Gubernur Kepala Daerah

Tingkat I, Pimpinan Bank Milik Negara, Pimpinan Badan Usaha Milik Negara,

Pimpinan Bank Milik Daerah, dan Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah.17

Pejabat adalah pegawai pemerintahan yang memegang suatu jabatan

tertentu dan penting dalam bidang pemerintahan. Pengertian pejabat dalam urusan

pemerintah tersebut disebut juga Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana

17

Muhammad Syarifuddin, Dkk, Hukum Perceraian, h. 435 dan 441.

Page 59: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

44

dimasksud oleh pasal 1 angka 2 UndangUndang No 9 Tahun 2004, tentang

Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disingkat UU No 9 Tahun 2004), yaitu

“Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku”.

b. Dasar Hukum Perceraian Pegawai Negeri Sipil

Pengaturan hukum khusus perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil terdapat

dalam PP No. 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin

Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itu,

pertimbangan pengaturan hukum khusus bagi Pegawai Negeri Sipil dapat

dipahami dari pertimbangan pemberlakuan kedua Peraturan Pemerintah tersebut.

PP Nomor 45 Tahun 1990 yang tentang perubahan atas PP No. 10 Tahun 1983

diberlakukan secara khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan

perceraian berdasarkan pertimbangan, sebagai berikut.

Pertimbangan Hukum (Peraturan Perundang-Undangan) pemberlakuan PP

Nomor 10 Tahun 1983 di revisi dengan PP Nomor 45 Tahun 1990 merupakan

penjabaran hukum dari UU Nomor 1 Tahun 1974 dan sinkronisasi terhadap PP

Nomor 9 Tahun 1975 yang didasarkan atas asas-asas hukum perceraian, yaitu asas

mempersukar proses hukum perceraian, asas kepastian pranata dan kelembagaan

hukum perceraian, serta asas perlindungan hukum yang seimbang selama dan

setelah proses hukum perceraian. Selain itu UU Nomor 1 Tahun 1974 yang

dijabarkan dalam PP Nomor 9 Tahun 1975 memaknai perkawinan adalah ikatan

lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri

dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk

keluarga yang bahagia dan kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan

dan dapat dilakukan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat

terpaksa. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu

sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Hak dan

kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam

Page 60: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

45

kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan

demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan.

Dalam pelaksanaannya, beberapa ketentuan dalam PP Nomor 10 Tahun

1983 tidak jelas Pegawai Negeri Sipil tertentu yang seharusnya terkena ketentuan

PP Nomor 10 Tahun 1983 dapat menghindar baik secara sengaja maupun tidak

dalam ketentuan tersebut. Selain itu, ada kalanya pula pejabat tidak dapat

mengambil tindakan yang tegas, karena ketidakjelasan rumusan ketentuan PP

Nomor 10 Tahun 1983 itu sendiri, sehingga dapat memberi peluang untuk

memberikan penafsiran sendiri-sendiri. Oleh karena itu, dipandang perlu

melakukan penyempurnaan dengan menambah dan atau mengubah beberapa

ketentuan PP Nomor 10 Tahun 1983 tersebut dengan memberlakukan PP Nomor

45 Tahun 1990. Beberapa perubahan yang dimaksud antara lain, kejelasan tentang

keharusan mengajukan permintaan izin dalam hal akan ada perceraian. Selain itu,

juga ada perubahan tentang pembagian gaji sebagai akibat terjadinya perceraian

yang diharapkan dapat lebih terjamin keadilan bagi kedua belah pihak.18

Kehidupan Pegawai Negeri Sipil telah diatur sedemikian rupa, sehingga

kesehariannya tidak dapat lepas dari norma-norma dalam aturan hukum

kepegawaian. Pemberlakuan PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990

tidak saja menunjukkan bahwa aturan hukum kepegawaian tidak hanya berlaku

ketika seorang Pegawai Negeri Sipil berada di kantor, tetapi juga di luar kantor.

Usaha meningkatkan disiplin Pegawai Negeri Sipil berhubungan dengan contoh

dan keteladanan harus diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil kepada bawahan

dan masyarakat, sehingga kepada Pegawai Negeri Sipil diberikan ketentuan

disiplin yang tinggi. Untuk melakukan perkawinan dan perceraian, Pegawai

Negeri Sipil harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang

bersangkutan.

Menurut Pasal 3 PP No. 45 Tahun 1990, Pegawai Negeri Sipil yang akan

melakukan perceraian, wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu

dari pejabat. Bagi Pegawai Negeri yang berkedudukan sebagai penggugat maupun

yang berkedudukan sebagai tergugat, untuk memperoleh izin atau surat

18

Muhammad Syarifuddin, Dkk, Hukum Perceraian, h. 444-445

Page 61: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

46

keterangan tersebut, maka harus mengajukan permintaan secara tertulis. Dalam

surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk

mendapatkan surat keterangan, harus dicantumkan alasan yang lengkap yang

mendasarinya. Memperhatikan subtansi Pasal 3 PP No. 45 Tahun 1990, maka

dapat dipahami bahwa permohonan izin untuk bercerai harus diajukan secara

tertulis oleh Pegawai Negeri Sipil kepada pejabat. Namun, khusus bagi Pegawai

Negeri Sipil yang proses hukum percerainya sudah diperiksa, tetapi belum diputus

oleh Pengadilan, baik yang bersangkutan berkedudukan sebagai penggugat

maupun tergugat, maka harus memberitahukan adanya gugatan perceraian

tersebut kepada Pejabat guna memperoleh surat keterangan dari pejabat yang

bersangkutan. Baik pemohonan izin maupun pemberitahuan yang disertai

permohonan surat keterangan tersebut, harus dicantumkan secara jelas alasan-

alasan hukum bagi Pegawai Negeri Sipil untuk bercerai.

Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP No. 45 Tahun

1990 tersebut, diajukan kepada Pejabat melalui saluran hierarki. Ini berati bahwa

permohonan izin untuk bercerai yang diajukan kepada pejabat dilaksanakan sesuai

proses internal di lingkungan lembaga atau instansi dan memperhatikan pula

jenjang jabatan yang ada dalam struktur lembaga atau instansi yang bersangkutan.

Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil

dalam lingkungannya, untuk melakukan perceraian, diwajibkan oleh Pasal 5 PP

No. 45 Tahun 1990 untuk memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada

Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan

terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud. Rasio hukum dari

adanya jangka waktu pemberian pertimbangan dan penerusannya oleh atasan

kepada pejabat, adalah memberikan kesempatan bagi atasan untuk menelusuri

informasi dan meminta klarifikasi atau penjelasan tentang alasan-alasan hukum

untuk bercerai dari Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan izin untuk bercerai

tersebut. Jika informasi dan penjelasan sudah diperoleh, maka atasan tentu saja

memerlukan waktu untuk menguji dan menganalisis pertimbangan apa yang

seharusnya diberikan, untuk kemudian dapat diteruskan kepada pejabat

bersangkutan. Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan

Page 62: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

47

perceraian, dilakukan oleh pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-

lambatnya 3 bulan terhitung sejak ia mulai menerima permintaan izin tersebut

sebagaimana ditentukan secara imperatif dalam Pasal 12 PP No. 45 Tahun 1990.

Kemudian pejabat, berdasarkan Pasal 13 PP No. 45 Tahun 1990, dapat

mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam

lingkungannya, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang dipersamakan

dengan itu, untuk memberikan atau menolak pemberian izin tersebut, sepanjang

mengenai permintaan izin yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II

kebawah atau yang dipersamakan dengan itu. Jadi, berdasarkan “delegasi

wewenang” dari pejabat kepada pejabat lainya berkaitan dengan pemberian atau

penolakan pemberian izin untuk bercerai yang dimohon oleh Pegawai Negeri

Sipil. Secara teori wewenang pemerintah diperoleh melalu 3 cara yaitu atribusi,

delegasi dan mandat.

Pejabat yang menerima izin permintaan untuk melakukan perceraian

sebagaimana dimaksud Pasal 3 PP No. 45 Tahun 1990, diwajibkan oleh Pasal 6

PP No. 45 Tahun 1990 “memperhatikan dengan seksama” alasan-alasan yang

dikemukakan dalam surat permintaan izin perceraian dan pertimbangan dari

atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila alasan-alasan yang

dikemukakan dalam permintaan izin perceraian kurang meyakinkan, maka pejabat

harus meminta keterangan tambahan dari istri atau suami dari Pegawai Negeri

Sipil yang mengajukan atau dari pihak yang dipandang dapat memberikan

keterangan yang meyakinkan. Sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha

lebih dahulu “merukunkan kembali” suami isteri yang bersangkutan dengan cara

memanggil mereka secara langsung untuk diberi nasihat.

Untuk menjamin kelancaran dan keseragaman dalam pelaksanaan PP No. 45

Tahun 1990 yang merupakan perubahan atas PP No. 10 Tahun 1983, maka

diterbitkan Petunjuk Pelaksanaan berdasarkan Surat Edaran Kepala Badan

Administrasi Kepegawaian Negara Nomor: 48/SE/1990 Petunjuk Pelaksanaan

untuk menyelesaikan masalah perceraian PNS. Selanjutnya, petunjuk pelaksanaan

untuk menyelesaikan masalah perceraian Pegawai Negeri Sipil yang menduduki

Page 63: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

48

jabatan tertentu menurut Surat Edaran Kepala BAKN No. 48/SE/1990 tersebut,

sebagai berikut:

1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian yang

berkedudukan sebagai berikut:

a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara (saat ini tidak ada lagi

lembaga tertinggi negara), Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga

Pemerintah Non Departemen (saat ini disebut NonKementrian),

Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara (saat

tidak ada lagi lembaga tertinggi negara), Gubernur Bank Indonesia,

Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Gubernur

Kepala Daerah Tingkat 1 (saat ini disebut Gubernur Provinsi), wajib

memperoleh izin terlebih dahulu dari Presiden.

b. Bupati/Wali kota madya Kepala Daerah Tingkat II (saat ini disebut

Bupati/Wali kota), termasuk Wakil Bupati/Walikotamadya Kepala

Daerah Tingkat II dan WaliKota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta

serta Walikpta Administratif (saat ini tidak ada lagi Walikota

Administratif), wajib memperoleh izin dari Menteri dalam Negeri.

c. Pimpinan/Direksi Bank Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara,

wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Presiden.

d. Pimpinan/Direksi Bank Milik Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah,

wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Kepala Daerah Tingkat I

dan Kepala Daerah Tingkat II (saat ini disebut

Bupati/Walikota/Gubernur Provinsi) yang bersangkutan.

e. Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara (saat ini tidak ada lagi

Lembaga Tertinggi Negara), wajib memperoleh izin lebih dahulu dari

Menteri/Pimpinan Instansi Induk yang bersangkutan.

f. Kepala Desa, Perangkat Desa dan Petugas yang menyelengarakan

urusan Pemerintah di desa wajib memperoleh izin dahulu dari Bupati

Kepala Daerah Tingkat II (saat ini disebut Bupati Kabupaten) yang

bersangkutan.

Page 64: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

49

2. Yang harus dipenuhi dan ditaati adalah sama dengan ketentuan-ketentuan

sebagaimana tersebut dalam angka II, angka IV Surat Edaran Kepala

Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26

April 1983 dan angka II, III, IV Surat Edaran ini.19

5. Cerai Talak Dalam Undang-Undang Perkawinan Kompilasi Hukum Islam

(KHI)

Kompilasi Hukum Islam diakui mengandung muatan-muatan hasil ijtihad

ulama Indonesia yang tersebar di berbagai pasal, satu di antaranya adalah tentang

perceraian. Hasil ijtihad tersebut tidak lain adalah penegasan pemberlakuan

hukum Islam sesuai dengan perkembangan zaman dan iklim kultural bangsa dan

masyarakat Indonesia. Indonesia adalah sebuah wilayah teritorial yang dihuni oleh

mayoritas bergama Islam, dan memiliki ulama dan ahli hukum Islam yang

mumpuni. Karena itu, tidak mengherankan jika dalam kompilasi Hukum Islam di

sana sini ditemukan hukum-hukum fikih yang khas Indonesia. Hukum-hukum

fikih khas Indonesia tersebut lebih populer dengan sebutan "Fikih Indonesia".

Tentu saja, Fikih Indonesia adalah produk ijtihad ulama Indonesia yang berbeda

dengan hasil ijtihad fuqaha' klasik masa lalu. Kendatipun, kitab-kitab mereka tetap

menjadi rujukan.20

Fikih Indonesia dapat dikenali ciri-cirinya dalam produk hukum Islam

seperti mengacu pada maslahat kekinian, mengkomodir kearifan lokal, menganut

prinsip kompilasi dan menerima talfiq, mengdepankan metodologi hukum Islam

yang rasional seperti maslahat mursalah dan istihsan, sadduzariah.21

Perceraian berdasarkan pasal 114 KHI yaitu putusnya perkawinan yang

disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak, atau berdasarkan gugatan

perceraian, namun lebih lanjut dalam pasal 116 KHI dijelaskan beberapa alasan

atau alasan-alasan perceraian yang akan diajukan kepada pengadilan untuk di

proses dan ditindak lanjuti. Adapun alasan-alasan tersebut adalah:

19

Muhammad Syarifuddin, Dkk, Hukum Perceraian, h. 460-461-462-463-464. 20

Nouruzzaman Shiddieqy, Fiqh Indonesia Penggagas dan Gagasannya , (Cetakan ke 1,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 241 21

Nouruzzaman Shiddieqy, Fiqh Indonesia Penggagas dan Gagasannya, h. 242.

Page 65: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

50

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan

sebagainya yang sukar di sembuhkan.

b. Salah pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa

izin pihak laindan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya.

c. Salah pihak mendapat hukuman penjara selama lima tahun atau hukuman

yang lebih berat selama perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyayaan berat yang

membahaya kan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami-isteri.

f. Antara suami-isteri terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada

harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar ta‟lik talak.

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan

dalam rumah tangga.22

Adapun yang dimaksud talak pasal 117 kompilasi hukum Islam, talak

adalah ikrar suami dihadapan pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab

putusnya perkawinan. Sedangkan yang dimaksud dengan perceraian adalah:

1) Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada pengadilan

agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat,

kecuali meninggal kan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.

2) Dalam hal gugat bertempat kediaman di luar negeri, ketua pengadilan

agama mem beritahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui

perwakilan republik indonesia setempat. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa perceraian dengan jalan talak adalah permohonan

cerai yang diajukan oleh suami, sedangkan gugatan perceraian diajukan

oleh pihak isteri atau kuasanya kepada pengadilan agama. Adapun sebab-

sebab perceraian adalah sebagaimana yang diterangkan dalam hukum

22

Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Kompilasi Direktorat Jenderal

Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001), h. 57.

Page 66: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

51

positif dimana terdapat beberapa sebab atau alasan yang dapat

menimbulkan perceraian, sebagaimana ditegaskan dalam peraturan

pemerintah Republik Indonesia nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 19.23

Dalam Pasal 118 KHI dijelaskan bahwa,

Talak Raj`I adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk

selama isteri dalam masa iddah.24

Dalam Pasal 119 KHI dijelaskan bahwa,

1. Talak Ba`in Shughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad

nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.

2. Talak Ba`in Shughraa sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :

a. talak yang terjadi qabla al dukhul;

b. talak dengan tebusan atahu khuluk;

c. talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.25

Dalam Pasal 120 KHI dijelaskan bahwa,

“Talak Ba`in Kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak

jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila

pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri, menikah degan orang lain dan

kemudian terjadi perceraian ba`da al dukhul dan hadis masa iddahnya.”26

Dalam Pasal 129 KHI yang berbunyi :

“Seorang suami yang akan menjatuhkan kepada istrinya mengajukan

permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang

mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar

diadakan sidang untuk keperluan itu.”27

Jadi, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau

diucapkan oleh suami di muka Pengadilan Agama.28

23

Linda Azizah, Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam, (Al-„Adalah Vol. X,

No. 4 Juli 2012) h. 417. 24

KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 118. 25

KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 119. 26

KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 120. 27

KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 129. 28

Talak Menurut Hukum Islam Atau Hukum Negara, www.hukumonline.com, 22/03/2018.

Page 67: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

52

B. Pengaturan Cerai Talak Dalam Undang-Undang Tunisia

1. Sekilas Tentang Negara Tunisia

Tunisia adalah sebuah negara merdeka yang terletak di ujung Utara benua

Afrika. Tipikal geografisnya sangat dipengaruhi oleh kultur Mediterranea dan

Gurun Sahara. Luas wilayahnya adalah 63.200 mil persegi atau sekitar 164.000

km2 dengan perbatasan laut Mediterrania di sebelah Timur dan Utara, Aljazair di

Barat dan Barat Daya serta Libya di Selatan dan Tenggara. Terletak di tengah-

tengah Selat Gibraltar dan Terusan Suez serta hanya berjarak 86 mil dari Pulau

Sicilia Italia, Tunisia menempati posisi Geopolitik yang sangat strategis sebagai

penghubung antara Eropa dan Afrika, serta antara bagian Timur dan bagian Barat

dunia Arab. Bersama Maroko dan Aljazair, Tunisia membentuk sebuah zona

regional yang disebut dengan Arab Maghreb.29

Ibu kota Tunisia adalah Tunis yang tumbuh dari sebuah kota kuno

“Carthage” yang berjarak 10 km dari laut Mediterranea. Kota Carthage dengan

pelabuhannya merupakan pusat kebudayaan bersejarah terkemuka di wilayah itu

sejak dari abad 9 SM sampai dengan abad 8 M. Hampir semua warga Tunisia

adalah Muslim (97%), sedangkan sisanya adalah warga minoritas Yahudi dan

komunitas Eropa. Bahasa nasional adalah bahasa Arab dengan dialek yang nyaris

seragam. Sedangkan bahasa Perancis berkedudukan sebagai bahasa resmi kedua.

Tetapi, sangat minim warga yang nyaman dengan bahasa Perancis. Kefasihan

berbahasa Perancis menjadi simbol status sosial dan menjadi pintu bagi warga

Tunisia untuk melakukan kontak internasional. 30

Tunisia melakukan reformasi dan kodifikasi hukum keluarga pada saat

setelah negara itu memperoleh kemerdekaan. Pada akhir tahun empat puluhan,

beberapa ahli hukum terkemuka Tunisia berpikir bahwa dengan melakukan fusi

terhadap mazhab Maliki dan mazhab Hanafi, maka sebuah ketentuan hukum baru

mengenai hukum keluarga dapat dikembangkan yang sesuai dengan

29

Benjamin Rivlin, “Tunisia”, In The Encyclopedia Americana: International Edition

Volume 27, (New York: Americana Corporation, 1972), h. 222. 30

Ahmad Sukandi, Politik Bourguiba Tentang Hukum Keluarga Di Tunisia (1957-1987), h.

100.

Page 68: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

53

perkembangan situasi dan kondisi sosial di Tunisia. Sekelompok ahli hukum

mengajukan catatan perbandingan antara dua sistem hukum, Hanafi dan Maliki,

dan dipublikasikan dibawah judul Lihat Majallatal-Ahkamal-Syar‟iyyah (Draf

Undang-undang Hukum Islam). 31

Berdasarkan sumber-sumber yang berasal dari Laihat dan Undang- undang

Hukum Keluarga Mesir, Jordan, Syiria dan Turki, panitia mengajukan Rancangan

Undang-undang Hukum Keluarga kepada pemerintah. Rancangan tersebut

akhirnya diundangkan dibawah judul Majallatal-Ahwalal-Syakhsiyah (Codeof

Personal Status) 1956, berisi 170 pasal 10 buku dan diundangkan keseluruh

Tunisia pada tanggal 1 Januari 1957. Namun dalam perjalanannya, Undang-

undang ini mengalami kodifikasi dan perubahan (amandemen) beberapa kali,

yaitu melalui Undang-undang No.70/1958, Undang-undang No.41/1962, Undang-

undang No.1964, Undng-undang No.77/1969, dan terakhir menurut catatan Tahir

Mahmud, mengalami amandemen pada tahun 1981 melalui Undang-undang No.

1/1981.32

Perlu dicatat, bahwa walaupun secara umum berlandaskan mazhab

Maliki, akan tetapi Undang-undang ini memasukkan pula beberapa prinsip yang

berasal dari mazhab-mazhab yang lain. Jika dibanding dengan negara-negara Arab

lain, reformasi dibidang hukum di Tunisia lebih revolusioner. Adapun Substansi-

substansi Hukum Keluarga di Tunisia adalah aturan mengenai nafkah isteri,

larangan poligami, perceraian dan talak tiga.33

2. Cerai Talak Dalam Regulasi Undang-Undang Tunisia (The Code Of Personal

Status Law)

Prancis menjajah Tunisia selama kurang lebih 75 tahun, hingga

kemudian Tunisia meraih kemerdekaannya pada 20 Maret 1956. Meski telah

merdeka, namun pengaruh kolonial Prancis masih sangat kental terhadap

aspek kehidupan masyarakat Tunisia. Salah satunya adalah dalam hal penerapan

modernisasi konsep hukum keluarga.

31

Ahmad Sukandi, Politik Bourguiba Tentang Hukum Keluarga Di Tunisia (1957-1987), h.

100. 32

Ahmad Sukandi, Politik Bourguiba Tentang Hukum Keluarga Di Tunisia (1957-1987), h.

107. 33

Ahmad Sukandi, Politik Bourguiba Tentang Hukum Keluarga Di Tunisia (1957-1987), h.

108.

Page 69: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

54

Pemerintah Tunisia kala itu di bawah kekuasaan presiden Habib

Bourguiba, memperbaharui konsep hukum keluarga yang berasaskan fikih

mazhab Maliki (mayoritas) dan fikih madzhab Hanafi (minoritas), dipimpin

oleh Syaikh Muhammad Aziz Ju‟aith sebagai ulama terkemuka sekaligus

mantan Menteri Kehakiman di era pra kemerdekaan yang ditunjuk langsung

oleh presiden Habib Bourguiba. Hukum keluarga terbaru disahkan dengan

penerbitan Code of Personal Status atau Majallah al Ahwal as

Syakhsiyyah (MAS) pada tanggal 13 Agustus 1956. Masyarakat diwajibkan

mentaati 213 pasal-pasal yang ada di dalamnya, kendati sebagian pasalnya

dianggap bertentangan dengan syariat Islam, seperti pelegalan aborsi,

penghapusan hak ijbar, batas minimal usia pernikahan, kewajiban isteri

memberi nafkah dalam keluarga, prosedur talak, dan pelarangan poligami.

Dengan diberlakukannya pasal tersebut, Tunisia menjadi negara di semenanjung

Arab pertama yang melarang praktik poligami.34

Upaya pemerintah Tunisia untuk memperbaharui hukum keluarga ini

memiliki beberapa tujuan, antara lain yang paling disuarakan adalah untuk

menghadapi perkembangan zaman, karena konsep fiqih klasik dianggap tidak

lagi relevan sehingga membutuhkan kajian yang lebih sesuai dengan zaman

sekarang. Selain itu juga untuk meningkatkan status wanita dengan dalih

kesetaraan gender.

Code of Personal Status (CPS) atau Majallah al Ahwal as Syakhsiyyah

(MAS) di Tunisia merupakan hukum keluarga paling progressif di dunia Islam

saat itu, mengingat sejumlah pasalnya dinilai sejumlah pihak bertentangan

dengan konsep fikih, bahkan dengan teks Al Quran atau Hadits. Tak heran jika

beberapa saat setelah CPS diluncurkan lahirlah pro dan kontra di kalangan

masyarakat. Dalam perjalanannya, secara perlahan-lahan mereka juga mengadopsi

prinsip-prinsip hukum Prancis. Sehingga output sistem hukum yang dihasilkan

34

Utang Ranuwijaya, Ade Husna, Pembaharuan Hukum Keluarga Islam Di Indonesia Dan

Tunisia, Vol.3 No.1 Januari – Juni 2016, h. 66.

Page 70: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

55

merupakan perpaduan sinergis antara prinsip-prinsip hukum Islam (Maliki dan

Hanafi) dan prinsip-prinsip hukum sipil Prancis (French civil law).35

a. Perceraian

Dalam Undang-undang Hukum Keluarga Tunisia, sebuah perceraian

yang dilakukan secara sepihak tidak mengakibatkan jatuhnya talak.

Perceraian hanya dapat kekuatan hukum dan berlaku efektif apabila

diputuskan oleh pengadilan. Demikian juga sebaliknya, pengadilan dapat

memutuskan perkawinan yang diajukan oleh istri dengan alasan suami telah

gagal dalam memenuhi nafkah rumah tangga, atau karena kedua belah pihak

telah sepakat untuk melakukan perceraian. Pengadilan juga dapat

memutuskan perkawinan yang diajukan sepihak, dengan ketentuan pihak

tersebut wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya. Putusan

perceraian hanya akan diberikan, dalam segala kondisi apabila upaya damai

yang telah diusahakan oleh pihak suami dan istri.36

Hukum Keluarga Tunisia berusaha memperketat terjadi perceraian

(ṭalāq). Menurut Majallah Al Akhwal as Syakhsiyyah (MAS) ṭalāq tak dapat

dijatuhkan secara sepihak oleh suami, melainkan hanya dapat terjadi di

pengadilan. Pasal 30 MAS menyebutkan :

إأللدى احملكمة, ول حيكم بااطالق إألبعد أن يبذل قاضى األسرة جهداىف ال يقع الطالق و عن ذلك الووجني ويع حماولت اصلح بني

Artinya: “Ṭalāq tak dapat terjadi kecuali di pengadilan. Ṭalāq tak dapat

terjadi kecuali jika hakim telah melakukan usaha mendamaikan kedua

pihak, dan ia tak mampu lagi”.

Berdasarkan pasal ini, MAS menghendaki agar talak tak lagi

merupakan otoritas tunggal suami, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-

kitab fikih. Ṭalāq, menurut MAS, hanya dapat terjadi setelah melalui proses

persidangan dengan melibatkan pihak-pihak terkait, termasuk isteri.

35

Kompleksitas Hukum Keluarga Islam Di Republik Tunisia, www.academia.edu,

/21/03/2018/KOMPLEKSITAS_HUKUM_KELUARGA_ISLAM_DI_REPUBLIK_TUNISIA. 36

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali

Grafindo, 2005), h. 188.

Page 71: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

56

Persetujuan isteri apakah ia siap dicerai atau tidak, harus didengar oleh

hakim sebelum menyatakan jatuhnya ṭalāq.37

MAS menghendaki agar hanya pengadilan yang dapat menjatuhkan

talak. Dengan kata lain, perceraian hanya berkekuatan hukum dan berlaku

secara efektif apabila diputuskan oleh pengadilan. Pengadilan menjatuhkan

talak berdasarkan kesepakatan dari pasangan suami isteri, atau karena petisi

dari salah satu pasangan dengan alasan telah terjadinya penganiayaan oleh

pihak lain. Pengadilan juga dapat memutuskan perceraian apabila salah satu

pihak bermaksud bercerai, dengan konsekuensi bahwa pihak yang

mengajukan gugatan perceraian wajib membayar ganti rugi kepada pihak

yang lain. Keputusan perceraian hanya di berikan apabila upaya perdamaian

pasangan suami istri tersebut gagal. Jauh sebelum pasal ini disahkan, Ṭāhir

Ḥaddād telah mengusulkan dibentuknya lembaga pengadilan (maḥākim aṭ-

ṭalāq) yang memiliki otoritas tunggal untuk mengadili perkara-perkara

perceraian. Usulan Ḥaddād ini didasari atas fenomena pada masyarakat

Tunisia ketika itu, ketika para suami begitu mudah menjatuhkan ṭalāq

kepada isterinya. Ḥaddād memandang bahwa otoritas tunggal suami untuk

menjatuhkan talak kapan pun ia mau, adalah salah satu bentuk

ketidakadilan. Imbasnya, kaum wanita dalam posisi dirugikan dan

kehilangan masa depan. Ḥaddād mengatakan, “Adanya mahkamah ṭalāq,

sama sekali tidak akan merugikan para suami. Justru untuk memastikan

bahwa talak yang ia jatuhkan itu sesuai dengan aturan yang dibolehkan

Islam” Penetapan pasal ini menunjukkan keseriusan pemerintahan Tunisia

dalam mengakomodir dan melindungi hak-hak perempuan. Karena

kehadiran pasal ini akan penting dalam rangka: (1) memastikan proses ṭalāq

yang terjadi sejalan dengan tujuan (maqāsid) sharī‟ah, (2) memelihara

terlaksananya hukum-hukum sharī‟ah, (3) mahkamah tidak bermaksud

merampas hak suami dalam menjatuhkan ṭalāq, melainkan meluruskannya,

(4) mengutamakan hak-hak masyarakat di atas kepentingan pribadi, (5)

37

Dede Ahmad Permana, Majallah Al Akhwāl Ash-Shakhshiyyah dan Pembaharuan

Hukum Keluargadi Tunisia, Jurnal Studi Gender dan Anak Vol. 3 No. 1, Januari-Juni 2016, h.11.

Page 72: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

57

memastikan bahwa alasan suami menjatuhkan ṭalāq adalah dibenarkan

secara hukum. Artinya, jika alasan suami terkesan mengada-ngada atau

tidak terbukti, maka mahkamah dapat mencegah terjadinya perceraian, (6)

memungkinkan terjadinya pendataan sebabsebab terjadinya perceraian.

Dengan demikian, pemerintah memiliki data yang dapat dijadikan rujukan

dalam rangka pembinaan umat.38

Regulasi mengenai ini menunjukkan keseriusan pemerintahan Tunisia

dalam mengakomodir dan melindungi hak-hak perempuan. Di sini dapat

terlihat betapa pentingnya dilaksanakan urgensi untuk mencatatkan

perkawinan yang bukan hanya sekedar formalitas belaka. Ketentuan ini

sudah jelas diberlakukan bagi semua warga Negara. Selain berfungsi

sebagai tertib administrasi dan perlindungan hukum bagi warga Negara,

adanya asas legalitas ini juga mempermudah pihak-pihak terkait dalam hal

ini pemerintah dalam melakukan pengawasan dalam pelaksanaan undang-

undang perkawinan.39

b. Talak 3 (tiga)

Terobosan lain yang dilakukan MAS adalah terkait hukum ṭalāq tiga

(bain kubrā). Menurut MAS, ṭalāq tiga adalah penyebab larangan

pernikahan untuk selamanya (māni’ az zawaj al muabbad). Karena itu,

sepasang suami isteri yang telah bercerai dengan talak tiga, keduanya tidak

dapat rujuk lagi. Pasal 19 berbunyi :

قته ثالثاأن يتزوج مطلل يحجر على الرج

Artinya: “Suami tidak boleh menikah lagi (rujuk) dengan wanita yang ia

ceraikan dengan ṭalāq tiga”

Pasal ini ditentang keras oleh sejumlah kalangan di Tunisia karena

dinilai berseberangan dengan hukum Islam. Akan tetapi, para pendukung

MAS berdalih bahwa tujuan pasal ini adalah memberantas praktik

38

Dede Ahmad Permana, Majallah Al Akhwāl Ash-Shakhshiyyah dan Pembaharuan

Hukum Keluargadi Tunisia, h. 12. 39

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam (Jakarta: Rajawali

Grafindo, 2005), h. 188.

Page 73: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

58

pernikahan rekayasa (muḥallil) yang banyak terjadi di tengah masyarakat

Tunisia ketika itu.40

Suami yang menceraikan isterinya harus membayar denda (al-jirāyah

al-„umriyah) kepada mantan isterinya. Denda dibayarkan setiap bulan

sepanjang hayat mantan isteri, kecuali jika mantan isterinya itu telah

menikah lagi dengan pria lain atau meninggal dunia. Pasal 31 menyebutkan:

ما اعتاد تة من العيش يف ضل احليا ة الووجية مبا .....تدفع هلا بعد انقضاء العدة على قدرجتما عي بوواج جديد املسكن.... وتستمر اىل أن تويف املطلقة أو يتغري وضعها اال زلك يف

وفاة دينا على الرتكة يف حلة اجلراية. وىذه اجلراية تصبحعن أو ما تكون معو يف غىن يرلع دفعة واحدة مبلغهااء بتسديد ئذ بالرتاضي مع الوراشة أوعن طريق القضداملطلفى عن ريخ.ذلك التا

Artinya: “Jirāyah dibayarkan kepada mantan isteri setelah masa „iddah-nya

habis, ukurannya sesuai kewajaran sebagaimana saat masih dalam masa

pernikahan, termasuk di dalamnya biaya rumah…Jirāyah ini terus

berlangsung hingga mantan isteri meninggal dunia, atau jika ia telah

menikah lagi, atau jika telah merasa tidak memerlukannya lagi. Dalam hal

mantan suami meninggal, jirāyah diambil dari harta peninggalan suami,

dibayarkan atas kesepakatan para ahli waris, atau ditetapkan melalui

pengadilan dengan dibayarkan sekaligus, dengan mempertimbangkan usia

mantan isteri ketika itu”.

Al-jirāyah al- „umriyah dimaksudkan sebagai ganti rugi (ta‟wīḍ aḍ-

ḍarar) yang harus dibayarkan suami kepada mantan isterinya, sebagai

konsekuensi dari keputusannya untuk menceraikan isterinya itu. Al-jirāyah

ini harus ditetapkan melalui pengadilan agar memiliki daya ikat, sehingga

hak-hak isteri tetap terpenuhi. Dengan adanya jirāyah ini, mantan isteri –

selama menjanda - tetap bisa hidup dengan standar finansial yang sama

dengan saat ia masih berumah tangga. Konsep Al-jirāyah al- „umriyah tidak

dikenal dalam fikih. Para fuqahā hanya menetapkan adanya kewajiban

mantan suami memberikan nafkah kepada mantan isteri selama periode

masa tunggu („iddah) setelah perceraian, karena selama periode ini mantan

isteri masih berkewajiban tinggal di rumah suaminya. Jadi dapat dikatakan

40

Dede Ahmad Permana, Majallah Al Akhwāl Ash-Shakhshiyyah dan Pembaharuan

Hukum Keluarga di Tunisia, h. 13.

Page 74: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

59

bahwa konsep Al-jirāyah al- „umriyah ini murni sebagai ijtihād para

perumus MAS yang didasarkan pada pemenuhan hak-hak istimewa bagi

kaum wanita di Tunisia.41

41

Dede Ahmad Permana, Majallah Al Akhwāl Ash-Shakhshiyyah dan Pembaharuan

Hukum Keluarga di Tunisia, h. 14.

Page 75: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

58

BAB IV

ANALISIS KOMPARATIF CERAI TALAK DI INDONESIA DAN

TUNISIA PERSPEKTIF HUKUM KELUARGA ISLAM

A. Analisis Cerai Talak Di Indonesia Dan Tunisia Persfektif Hukum Keluarga

1. Analisis Cerai Talak Di Indoesia

Perceraian adalah hal yang mutlak diatur dalam sistem hukum apapun

sepanjang manusia masih mengakui lembaga perkawinan. Perceraian hanya dapat

terjadi jika perkawinan telah terjadi secara sah, terutama menurut hukum agama,

terkhusus Islam. Dalam Islam, perceraian telah diatur sedemikian rupa

berdasarkan petunjuk Allah SWT dan RasulNya Muhammad SAW.

Adapun ayat yang menjadi dasar hukum cerai talak ini diantara nya adalah

surat al-Baqarah [2] ayat 229, yaitu:

ول يل لكم أن تأخذوا ما آت يتموىن فإمساك بعروف أو تسريح بإحسان الطلق مرتان جناح عليهما فيما فإن خفتم أل يقيما حدود اللو فل شيئا إل أن يافا أل يقيما حدود اللو

ومن ي ت عد حدود اللو فأولئك ىم الظالمون تلك حدود اللو فل ت عتدوىا اف تدت بو Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan

cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu

mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali

kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika

kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-

hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan

oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah

kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka

itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 229)

Dalam surat yang lain Allah berfirman:

ة ل ترجوىن وات قوا اللو ربكم يا أي ها النب إذا طلقتم النساء فطلقوىن لعدتن وأحصوا العدومن ي ت عد حدود اللو ف قد وتلك حدود اللو من ب يوتن ول يرجن إل أن يأتني بفاحشة مب ي نة

لك أمرا ظلم ن فسو ل تدري لعل اللو يدث ب عد ذArtinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah

kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang

wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.

Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka

Page 76: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

59

(diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah

hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka

sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak

mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (Q.S

Ath-Thalaaq 65:1)

Hadis Nabi,

الطلق اللو إل اللل أب غض وسلم عليو اللو صلى اللو رسول قال : قال عمر بن اللو عبد عن س نن و( يف ابوداود رواه)

Artinya: “Dari Abdullah bin Umar telah berkata bahwa Rasulullah Saw. telah

bersabda:“Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.” (HR. Abu

Dawud dan Ibnu Majah).1

Perkawinan dapat putus akibat talak yang diucapkan oleh suami dan

keinginan suami sendiri. Dalam hal ini, Islam juga memperkenankan isteri

mengajukan perceraian dengan membayar iwad (tebusan) kepada suami. Dalam

hukum fikih, perceraian dengan otoritas perempuan dikenal dengan khulu'.

Secara garis besar perceraian yang diatur oleh KHI sebagai hukum matril

Peradilan Agama di Indonesia adalah cerai talak, cerai gugat, dan khulu'. Dalam

pasal 117 disebutkan, talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan

Agama yang terjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.

Dalam Pasal 118 KHI dijelaskan bahwa,

Talak Raj`I adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk

selama isteri dalam masa iddah.

Dalam Pasal 119 KHI dijelaskan bahwa,

1. Talak Ba`in Shughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad

nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.

2. Talak Ba`in Shughraa sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :

a. talak yang terjadi qabla al dukhul;

b. talak dengan tebusan atahu khuluk;

c. talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.

1Ibn Majah Abu Abdillah Muhammad, Sunan Ibnu Majah, juz 6, Maktabah Syamilah, h.

175, atau lihat: Abu Dawud Sulaiman, Sunan Abi Dawud, juz 6, Maktabah Syamilah, h. 91.

Page 77: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

60

Dalam Pasal 120 KHI dijelaskan bahwa,

“Talak Ba`in Kubraa adalah talak yaang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak

jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila

pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri, menikah degan orang lain dan

kemudian terjadi perceraian ba`da al dukhul dan hadis masa iddahnya.”

Dalam Pasal 129 KHI yang berbunyi :

“Seorang suami yang akan menjatuhkan kepada istrinya mengajukan

permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang

mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar

diadakan sidang untuk keperluan itu.

Imam Syafi’i berkata , “kadang ada sesuatu yang disebutkan dalam al-

Qur’an lalu diharamkan dan diharamkan pula melalui lisan Nabi-nya,

sebagaimana penyebutan perempuan yang ditalak tiga, Allah Subhanahu wa

Ta’ala :

ره فإن طلقها فل تل لو من ب عد حت ت نكح زوجا غي

Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka

perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.”

(Q.S Al-Baqarah (2): 230)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan melalui lisan Nabi-nya bahwa

perempuan yang telah ditalak harus dinikahi (dicampuri), baru setelah itu halal

bagi bekas suami untuk menikahinya.”

Dalam as-sunnah kita mendapati keterangan bahwa perempuan yang telah

ditalak harus dicampuri oleh suami barunya. Perempuan tersebut halal baginya

sebelum talak tiga dan haram bagi suami yang menalaknya sehingga perempuan

itu menikah lagi dengan laki-laki lain. Si istri tetap tidak halal bagi bekas suami

pertama sampai dia melakukan hubungan badan dengan suami barunya dan

bercerai darinya.

Perceraian yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat

dipastikan berdasar pada syariat Islam dan hukum-hukum fikih, baik klasik

maupun menurut kearifan lokal. Dalam pembaharuan hukum Islam, Indonesia

cendrung menempuh jalan kompromi antara syariah dan hukum sekuler. Hukum

keluarga di Indonesia dalam upaya perumusannya selain mengacu pada kitab-

Page 78: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

61

kitab fikih klasik, fikih modern, himpunan fatwa, keputusan pengadilan

(yurisprudensi), juga ditempuh wawancara kepada seluruh ulama Indonesia.

2. Analisis Cerai Talak Di Tunisia

Pemerintah Tunisia di bawah kekuasaan presiden Habib Bourguiba,

memperbaharui konsep hukum keluarga yang berasaskan fikih mazhab Maliki

(mayoritas) dan fikih madzhab Hanafi (minoritas). Hukum keluarga terbaru

disahkan dengan penerbitan Code of Personal Status atau Majallah al

Ahwal as Syakhsiyyah (MAS) pada tanggal 13 Agustus 1956. Masyarakat

diwajibkan mentaati 213 pasal-pasal yang ada di dalamnya.

Salah satunya mengenai perceraian, Hukum Keluarga Tunisia berusaha

memperketat terjadi perceraian (ṭalak). Menurut MAS ṭalak tak dapat dijatuhkan

secara sepihak oleh suami, melainkan hanya dapat terjadi di pengadilan. Pasal 30

MAS menyebutkan :

لد اكحمكمة ول يكم بااطلق إألبعد أن يبذل قاىى األسرة جهدا ى احاول ل يقع الطلق إأل اصلح بني الزوجني ويعجز عن ذلك

Artinya: “Ṭalak tak dapat terjadi kecuali di pengadilan. Ṭalak tak dapat terjadi

kecuali jika hakim telah melakukan usaha mendamaikan kedua pihak, dan ia tak

mampu lagi”.

Berdasarkan pasal ini, MAS menghendaki agar talak tak lagi merupakan

otoritas tunggal suami, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fikih. Ṭalak,

menurut MAS, hanya dapat terjadi setelah melalui proses persidangan dengan

melibatkan pihak-pihak terkait, termasuk isteri. Persetujuan isteri apakah ia siap

dicerai atau tidak, harus didengar oleh hakim sebelum menyatakan jatuhnya ṭalāq.

Terobosan lain yang dilakukan MAS adalah terkait hukum ṭalak tiga (bain

kubrā). Menurut MAS, ṭalak tiga adalah penyebab larangan pernikahan untuk

selamanya (māni’ az zawaj al muabbad). Karena itu, sepasang suami isteri yang

telah bercerai dengan talak tiga, keduanya tidak dapat rujuk lagi. Pasal 19

berbunyi :

.اثلث تويتزوج مطلق جل أنر ال رجحي ىلعArtinya: “Suami tidak boleh menikah lagi (rujuk) dengan wanita yang ia ceraikan

dengan ṭalak tiga”

Page 79: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

62

Pasal ini ditentang keras oleh sejumlah kalangan di Tunisia karena dinilai

berseberangan dengan hukum Islam, seperti yang sudah dijelaskan dalam surah

Al-Baqarah [2] ayat 230 :

ره ي ا غ ح زوج ك ن ت ت د ح ع ن ب و م ل ل ل ت ا ف ه لق ن ط إ اح ف ن ل ج ا ف ه لق ن ط إ فا ع راج ت ن ي ا أ م ه ي ل للو ع ود ا د ا ح يم ق ن ي نا أ ن ظ ا إ ه ن ي ب للو ي ود ا د ك ح ل وت

ون م ل ع وم ي ق لArtinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua),

maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang

lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa

bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika

keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah

hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.

(Q.S Al-Baqarah: 230).

Dalam hal ini harus ada perkawinan antara seorang perempuan yang di talak

tiga kemudian menikah dan bercerai dengan laki-laki lain. Dalam keadaan

demikian perempuan tersebut dikawin lagi oleh laki-laki bekas suami pertama.

Perkawinan seperti ini halal hukumnya, tetapi jika terjadi ada laki-laki yang

diupah oleh bekas suaminya pertama tadi agar menikah dengan bekas istrinya,

kemudian mentalaknya dan oleh karena sudah di talak oleh laki-laki yang diberi

upah itu, bekas suami pertama (yang mengubah) mengawini perempuan itu lagi.

Upaya-upaya tesebut tidak dibenarkan di dalam ajaran Islam. Akan tetapi, para

pendukung MAS berdalih bahwa tujuan pasal ini adalah untuk memberantas

praktik pernikahan rekayasa (muḥallil) yang banyak terjadi di tengah masyarakat

Tunisia ketika itu.

B. Komparatif Mekanisme Cerai Talak dalam Hukum Perkawinan Di

Indonesia Dan Tunisia

Berbagai peraturan yang menyangkut masalah yang berkaitan dengan sistem

keluarga mengalami perkembangan, mulai yang masalah perkawinan, perceraian,

dan hak asuh anak. Hukum keluarga yang berlaku antara satu negara dengan

negara lainnya tentu berbeda, termasuk hukum keluarga yang berlaku di beberapa

Page 80: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

63

negara muslim. Seiring dengan perkembangan zaman, maka negara-negara

muslim kemudian melakukan pembaharuan hukum keluarga untuk mengakomodir

berbagai persoalan yang muncul.

Begitupun dengan Negara Indonesia dan Tunisia, di Negara Tunisia di

dalam Pasal 30 Code of Personal Status (CPS) atau Majallah al Ahwal as

Syakhsiyyah (MAS) sebuah perceraian yang dilakukan secara sepihak tidak

mengakibatkan jatuhnya talak. Perceraian hanya dapat kekuatan hukum dan

berlaku efektif apabila diputuskan oleh pengadilan. Demikian juga sebaliknya,

pengadilan dapat memutuskan perkawinan yang diajukan oleh istri dengan alasan

suami telah gagal dalam memenuhi nafkah rumah tangga, atau karena kedua belah

pihak telah sepakat untuk melakukan perceraian. Pengadilan juga dapat

memutuskan perkawinan yang diajukan sepihak, dengan ketentuan pihak tersebut

wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya. Putusan perceraian hanya akan

diberikan, dalam segala kondisi apabila upaya damai yang telah diusahakan oleh

pihak suami dan istri.

Sedangkan di Negara Indonesia masalah cerai talak telah disinggung dan di

jelaskan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974, Di dalam pasal 39 Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa “perceraian hanya dapat dilakukan

di depan Sidang Pengadilan yang berwenang”, Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 hanya memuat pengertian perceraian, yang terdiri dari cerai talak dan cerai

gugat. Ini berarti bahwa Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak mengatur lebih

lanjut bentuk-bentuk perceraian, yang dalam hukum Islam bentuk-bentuk

percerain itu justru lebih banyak pengaturan hukumnya.

Selanjutnya dalam PP No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dijelaskan bahwa, alasan-alasan yang

dapat dijadikan dasar untuk perceraian di persidangan :

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut

tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya;

Page 81: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

64

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan terhadap pihak yang lain;

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.

Perceraian boleh dilakukan dengan satu alasan hukum saja di antara

beberapa alasan hukum yang ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.

9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Selanjutnya Cerai Talak Dalam PP No. 45 Tahun 1990 Perubahan Atas PP

No. 45 Tahun 1983, dalam Pasal 3 PP No. 45 Tahun 1990 secara khusus

mengatur mengenai perceraian Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Negeri Sipil yang

ingin bercerai wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari

pejabat. Bagi Pegawai Negeri yang berkedudukan sebagai penggugat maupun

yang berkedudukan sebagai tergugat, untuk memperoleh izin atau surat

keterangan tersebut, maka harus mengajukan permintaan secara tertulis. Dalam

surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk

mendapatkan surat keterangan, harus dicantumkan alasan yang lengkap yang

mendasarinya.

Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil

dalam lingkungannya, untuk melakukan perceraian, diwajibkan oleh Pasal 5 PP

No. 45 Tahun 1990 untuk memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada

Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan

terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.

Selanjutnya dalam Pasal 19 Code of Personal Status (CPS) atau Majallah al

Ahwal as Syakhsiyyah (MAS) dikatakan bahwa, “Suami tidak boleh menikah lagi

(rujuk) dengan wanita yang ia ceraikan dengan ṭalāq tiga” Menurut MAS, ṭalāq

tiga adalah penyebab larangan pernikahan untuk selamanya (māni’ az zawaj al

muabbad). Karena itu, sepasang suami isteri yang telah bercerai dengan talak tiga,

Page 82: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

65

keduanya tidak dapat rujuk lagi. Tujuan pasal ini adalah untuk memberantas

praktik pernikahan rekayasa (muḥallil) yang banyak terjadi di tengah masyarakat

Tunisia ketika itu.2

Sudah jelas bahwa tujuan pasal ini sifatnya kebaikan, tidak ada didalamnya

unsur-unsur kemudhorotan atau keburukan bagi suami ataupun istri. Oleh karena

itu pasal ini masuk kedalam maslahah mursalah, karena tujuan awal dari syari’at

yakni kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat, karena maslahat ini juga istri

dan suami bisa mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah. Pasal ini

bisa dikatagorikan sebagai maslahat mursalah, seperti yang dikatakan oleh Imam

Ar-Razi : “Maslahah ialah, perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan

oleh Musyarri’(Allah) kepada hamba-Nya tentang pemeliharaan agamanya,

jiwanya, akalnya, keturunanya, dan harta bendanya”.3

Dan Imam Al-Ghazali mena’rifkan sebagai berikut :

“Maslahah pada dasarnya ialah meraih manfaat dan menolak madarat.”4

Oleh karena dalam kenyataannya pasal 19 Majallah al Ahwal as

Syakhsiyyah lebih banyak mendatangkan kebaikan daripada kerusakan dalam

hidup bermasyarakat, maka melaksanakan pasal 19 Majallah al Ahwal as

Syakhsiyyah ini adalah suatu keharusan bagi mereka yang beragama Islam di

Tunisia, karena untuk mencegah terjadinya pernikahan muhallil (rekayasa).

Sejalan dengan pemikiran tersebut, di dalam pembagian maslahat; dharuriyyat,

hajiyyat, tahsiniyyat, apabila dilihat dari segi pentingnya hak-hak istri dalam

pernikahan, yang apabila pasal 19 Majallah al Ahwal as Syakhsiyyah tidak

dilaksanakan maka akan berdampak luas terhadap hak-hak yang lainnya, misalnya

tidak ada jaminan hak istri terpenuhi, suami akan semena-mena, maka

pelaksanaan pasal 19 Majallah al Ahwal as Syakhsiyyah di Tunisia dapat

dikategorikan sebagai maslahat dharuriyyat.

Kebutuhan dharuriyat ialah tingkatan kebutuhan yang harus ada

2Utang Ranuwijaya, Ade Husna, Pembaharuan Hukum Keluarga Islam, Jurnal Kajian

KeIslaman, Jurnal Kajian KeIslaman, h. 74. 3Chaerul Umam,dkk, Ushul Fiqih 1, (Bandung, Pustaka Setia, 1998), h.136

4Chaerul Umam,dkk, Ushul Fiqih 1, (Bandung, Pustaka Setia, 1998), h.136

Page 83: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

66

sehingga disebut kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi,

akan terancam keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Untuk memelihara kelima unsur pokok (memelihara agama, jiwa, keturunan, harta

dan akal) inilah syariat Islam diturunkan. Semua perintah dan larangan syariat

bermuara kepada pemeliharaan lima unsur pokok ini.5

Didalam konsep Maqhasid al-Syari‟ah terdapat Saddu Dzari‟ah yaitu

menyumbat segala sesuatu yang menjadi jalan menuju kerusakan. Kaitannya

Saddu Dzari‟ah dengan pasal 19 (MAS) adalah apabila dilaksanakan dengan baik

maka akan banyak sekali kebaikan-kebaikan yang ditimbulkan. Diantaranya

menjaga hak isteri, menafkahi isteri, suami tidak semena-mena terhadap isteri,

dan dari segi keturunan. Anak-anak nya akan terjaga kebutuhannya. Tapi

sebaliknya jika passal 19 (MAS) ini tidak diterapkan dikhawatirkan akan terjadi

kemudharatan. Dengan adanya konsep Saddu Dzari‟ah ini bisa menjadi

dasar untuk melakukan larangan rujuk kembali setelah talak 3 di Tunisia, karena

jika melakukannya bisa menghilangkan kemudharatan atau keburukan, dan

jika tidak melakukannya dikhawatirkan akan terjadi kerusakan dan ke

mudharatan.

Peninjauan terhadap akibat suatu perbuatan, bukannya memperhitungkan

kepada niat si pelaku, akan tetapi yang diperhitungkan adalah akibat dan buah dari

perbuatannya. Jadi suatu perbuatan dipuji atau dicela tergantung pada akibatnya.

Ini dapat dimengerti mengapa Allah SWT melarang mencacimaki berhala,

padahal hal itu merupakan sikap penolakan terhadap sesuatu yang batil.

Sedangkan di Indonesia peraturan cerai talak 3 ada dalam Pasal Kompilasi

Hukum Islam (KHI), dalam Pasal 17 KHI talak adalah ikrar suami dihadapan

pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.

Sedangkan yang dimaksud dengan perceraian adalah:

1) Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada pengadilan agama,

yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat, kecuali

meninggal kan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.

5Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, Cet. I; (Jakarta: Kencana, 2005), h. 235

Page 84: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

67

2) Dalam hal gugat bertempat kediaman di luar negeri, ketua pengadilan agama

mem beritahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan

republik indonesia setempat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

perceraian dengan jalan talak adalah permohonan cerai yang diajukan oleh

suami, sedangkan gugatan perceraian diajukan oleh pihak isteri atau kuasanya

kepada pengadilan agama. Adapun sebab-sebab perceraian adalah sebagaimana

yang diterangkan dalam hukum positif dimana terdapat beberapa sebab atau

alasan yang dapat menimbulkan perceraian, sebagaimana ditegaskan dalam

peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 9 tahun 1975 tentang

pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal

19.

Dalam Pasal 119 KHI dijelaskan bahwa,

1. Talak Ba`in Shughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad

nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.

2. Talak Ba`in Shughraa sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :

a. talak yang terjadi qabla al dukhul;

b. talak dengan tebusan atahu khuluk;

c. talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.

Dalam Pasal 120 KHI dijelaskan bahwa,

“Talak Ba`in Kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini

tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila

pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri, menikah degan orang lain dan

kemudian terjadi perceraian ba`da al dukhul dan hadis masa iddahnya.”

Perbandingan mekanisme cerai talak di Indonesia dan Tunisia

INDONESIA TUNISIA

Pasal 149 Seorang suami dapat merujuk

istrinya yang dalam masa iddah, kecuali

setelah talak tiga dan talak yang

dijatuhkan qobla ad-dukhul.

pasal 19 Majallah al Ahwal as

Syakhsiyyah “suami tidak boleh

menikah lagi (rujuk) dengan wanita

yang ia ceraikan dengan talak tiga”.

“kemudian jika suami mentalaknya

(setelah talak yang kedua), maka

Page 85: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

68

perempuan itu tidak halal lagi baginya

hingga ia kawin dengan suami yang

lain”

Pasal 163 Seorang wanita dalam masa

iddah talak raj‟i berhak mengajukan

keberatan jika mantan suaminya hendak

rujuk, dan itu dilakukan di hadapan

Pegawai Pencatat Nikah disaksikan dua

orang saksi.

pasal 31 (MAS) diberikan kompensasi

kepada istri untuk kerusakan fisik

dengan biaya yang dibayarkan kepada

mereka setelah bercerai. Solusinya

adalah sebanyak mereka waktu 1

rumah hidup dalam kehidupan

perkawinan, termasuk rumah, dan

kebutuhan sehari-hari ini dapat ditinjau,

naik dan turunnya dengan keadaan

ekonomi di Negara.

Page 86: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

48

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembaruan Perundang-Undangan Hukum keluarga, dalam hal ini yang

berkaitan dengan talak dan cerai, di Indonesia masih bertumpu pada ketetapan

yang ada dalam kitab-kitab fikih, sehingga masih perlu terus dikembangkan

sampai Undang-Undang tersebut benar-benar menjunjung hak-hak dan statusnya,

Sedangkan di Negara Tunisia dalam masalah cerai talak tiga melarang rujuk

kembali atas bekas mantan istri (Pasal 19 Majallah al Ahwal as Syakhsiyyah),

tentu aturan ini berbeda dengan ketetapan dalam Nash dan kitab-kitab fikih. Di

dalam Regulasi Negara Indonesia (pasal 39 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974)

dan Tunisia (Pasal 30 Majallah al Ahwal as Syakhsiyyah) Perceraian hanya dapat

kekuatan hukum dan berlaku efektif apabila diputuskan oleh pengadilan.

Demikian juga sebaliknya, pengadilan dapat memutuskan perkawinan yang

diajukan oleh istri dengan alasan suami telah gagal dalam memenuhi nafkah

rumah tangga, atau karena kedua belah pihak telah sepakat untuk melakukan

perceraian. Selain itu semua proses perceraian harus dengan bukti-bukti pembenar

dan perceraian dihitung sejak dikeluarkannya surat cerai.

Di Negara Indonesia dalam Pasal 120 KHI dijelaskan bahwa Talak Ba`in

Kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat

dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu

dilakukan setelah bekas isteri, menikah degan orang lain dan kemudian terjadi

perceraian ba`da al dukhul dan habis masa iddahnya. Sedangkan di Negara

Tunisia dalam pasal 19 Majallah al Ahwal as Syakhsiyyah (MAS) dijelaskan

bahwa Suami tidak boleh menikah lagi (rujuk) dengan wanita yang ia ceraikan

dengan ṭalak tiga secara mutlak, tentu aturan ini sangat berbeda dengan konsep

ajaran Islam, tetapi para pendukung MAS berdalih bahwa tujuan pasal ini adalah

untuk memberantas praktik pernikahan rekayasa (muḥallil) yang banyak terjadi di

tengah masyarakat Tunisia ketika itu.

Page 87: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

49

B. Saran-saran

1. Mengenai aturan perceraian (talak) di Indonesia atau dalam hal ini aturan

perkawinan, pemerintah diharapkan bisa menampung semua aspirasi berbagai

pihak terutama pihak perempuan dan anak-anak.

2. Kehadiran pengadilan dalam proses perceraian sebagai penengah dan

pengawas diharapkan agar tidak melenceng dari ketentuan dan menghindari

kesewangwenangan terhadap salah satu pihak oleh pihak yang lain agar hak

masing-masing pihak lebih terjamin.

3. Masih banyak ungkapan talak yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya

yang dilakukan diluar sidang, dalam hal ini pemerintah dan pejabat yang

berwenang harus lebih mensosialisasikan aturan-aturan yang berlaku di

Indnesia, agar perceraian yang terjadi mendapatkan kekuatan hukum dan

pengakuan dari pemerintah.

Page 88: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van

Hoeven, T.Th.

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika

Pressindo, 2004.

Abdurrahman. Perkawinan dalam Syariat Islam, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992.

Abidin, Slamet. Fikih Munakahat, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.

Agama RI, Departemen. Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Kompilasi Direktorat

Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001.

Al-Bugha, Mustafa, Dkk. Fikih Manhaj, Yogyakarta: Darul Uswah, 2012., Jilid I.

Al-Farran, Syaikh Ahmad bin Mustafa. Tafsir Imam Syafi’i, Jakarta: Almahira,

2006.

Al-Khin, Mustofa. Dkk. Kitab Fikah Mazhab Syafi’i Undang-Undang

Kekeluargaan, Kuala Lumpur: Prospecta Printers, 2005.

Al-Shiddieqi, Hasbi. Al-Quran dan Terjemahnya: Proyek Pengadaan Kitab

Suci Al-Quran, Jakarta: Depag RI, 1989.

Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad. Shahih Fiqih Wanita, Jakarta: Akbar Media,

T.Th.

Ali, Zainuddin. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,

Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Ayyub, Syaikh Hasan. Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006.

Az-zuhaili, Wahbah. Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani Darul

Fikir, 2011.

Djalil, A. Basiq, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2006.

Effendi, Satria, M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,

Jakarta: Kencana, 2004.

Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat, Cet Ke-2, Jakarta: Premena Jaya, 2006

Haikal, Abduttawab. Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW. Poligami dalam

Islam vs Monogami Barat, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Hamid, Zahry. Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang

Perkawinan Di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta, 1979.

Latief, Djamal. Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1981.

Ibn Majah Abu Abdillah Muhammad, Sunan Ibnu Majah, juz 6, Maktabah

Syamilah.

Page 89: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group,

2016.

„Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

1998.

Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab Ja’fari, Hanafi, Maliki,

Syafi’i, Hambali, Jakarta: Lentera, 2011.

Mukhtar, Kamal. Azas-azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Yogyakarta:

Bulan Bintang, 1993.

Muzdhar, Atho‟ dan Khairuddin Nasution. Hukum Keluarga di Dunia Islam

Modern, Jakarta: Ciputat Press, 2003.

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tariga. Hukum Perdata Islam di Indonesia,

Jakarta, Kencana: Prenada Media, 2004.

Pengembangan, Bahasa, dan Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan. Kamus

Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1997.

Prawiroharmidjojo, R. Soetojo, Saefuddin, Aziz. Hukum Orang dan Keluarga,

Bandung: Alumni, 1986.

Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Sumur

Bandung, 1981.

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, Bandung: Alma‟arif, 1990, Jilid 2.

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, Bandung: Alma‟arif, 1990, Jilid 8.

Saleh, K. Wantjik. Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia,

T.Th.

Shiddieqy, Nouruzzaman. Fiqh Indonesia Penggagas dan Gagasannya, Cetakan

ke 1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Simanjuntak, P.N.H. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Pusaka

Djambatan, 2007.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UIP, 1986.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1985.

Sudarsono. Hukum Keluarga Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Suma, Muhamad Amin. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004.

Supriyadi, Dkk, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam , Bandung:

Pustaka Al-Fikriis, 2009.

Soemiyati. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan,

(Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), Yogyakarta:

Liberty, 1982.

Page 90: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqih

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Gema Insani, 1999.

Syarifuddin, Muhammad, Dkk. Hukum Perceraian, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Taqiyuddin. Kifayatul Akhyar, Bandung: Al-Haromain Jaya, 2005., Juz II.

Thalib, Sayuti. Hukum KeKeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam,

Jakarta: UI Press, 1986.

Tihami, H.M.A., dan Sahrani, Sohari. Fikih Munakahat (Kajian Fikih Nikah

Lengkap), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.

Poerwadarminta, W. J. S. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1986.

Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian; kuantitatif, kualitatif, dan penelitian

gabungan, Jakarta: Kencana Prenda Media, 2014.

Zuhayli, Wahbah. Fiqih Islam, Jilid 9, Penerjemah Abdul Hayyi Al –Kattani, dkk,

Jakarta: Gema Insani, 2011.

Artikel:

Ka‟bah, Rifyal, “Permasalahan Perkawinan”, Majalah Varia Peradilan, No. 271.

Latief, M. Nur, Hasan. ”Pembaruan Hukum Keluarga Serta Dampaknya Terhadap

Pembatasan Usia Minimal Kawin Dan Peningkatan Status Wanita”, Jurnal

Hukum Novelty Agustus 2016.

Azizah, Linda. Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam, Al-„Adalah

Vol. X, No. 4 Juli 2012.

Rivlin, Benjamin. “ Tunisia”, In The Encyclopedia Americana: International

Edition Volume 27, .New York: Americana Corporation, 1972.

Sukandi, Ahmad. Politik Bourguiba Tentang Hukum Keluarga Di Tunisia, T.th.

Ranuwijaya, Utang, Husna, Ade. Pembaharuan Hukum Keluarga Islam Di

Indonesia Dan Tunisia, Vol.3 No.1 Januari – Juni 2016.

Permana, Dede Ahmad. Majallah Al Akhwāl Ash-Shakhshiyyah dan

Pembaharuan Hukum Keluargadi Tunisia, Jurnal Studi Gender dan Anak

Vol. 3 No. 1, Januari-Juni 2016.

Website:

Pembahasan Lengkap Mengenai Perceraian Talak Dalam Islam Pengertian Cerai

Talak Hukum Cerai Syarat Rukun Dalil Tentang Cerai Masa Iddah Macam

Macam Cerai Dll, MasukIslam.com.

Masa Iddah Dalam Islam, almanhaj.or.id.

Page 91: MEKANISME CERAI TALAK DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45492/1/MUHAMMAD... · Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Tunisia,

Talak Menurut Hukum Islam Atau Hukum Negara, www.hukumonline.com.

Kompleksitas Hukum Keluarga Islam Di Republik Tunisia, www.academia.edu.