Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MMEENNGGEEMMBBAANNGGKKAANN KKEEBBEERRDDAAYYAAAANN MMAASSYYAARRAAKKAATT BBEERRKKEELLAANNJJUUTTAANN11
OOlleehh
BBaammbbaanngg IIssmmaawwaann22
I. CATATAN AWAL :
Reformasi menghadirkan demokratisasi dan desentralisasi, suatu arah yang kita syukuri.
Tetapi karena persiapan ke arah itu tidak cukup memadai sehingga perangkatnya belum
cukup tersedia maka praktek demokrasi itu terasa lepas kendali. Banyak tekanan pada
aspek prosedural dan mengabaikan substansi. Demokrasi cenderung ditafsirkan sebagai
kebebasan yang seluas-luasnya, kurang diimbangi aspek tanggung jawab, mengabaikan
etika, hukum, serta keadaban yang menjunjung hak-hak asasi manusia. Karena pemahaman
demokrasi yang bisa menyebabkan konflik vertikal dan horizontal yang memperburuk
keberdayaan masyarakat.
Pada sisi lain desentralisasi dan otonomi daerah lebih banyak menghadirkan semangat
yang cenderung sempit, seperti meningkatkan penghasilan asli daerah (PAD),
kepemimpinan yang memaksakan putra/i asli daerah, serta menafikan nilai-nilai
kemajemukan. Sementara misi utama kemerdekaan kita yaitu meningkatkan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan, terabaikan.
1 Disampaikan dalam Seminar Indonesia Tanpa Kemiskinan: Pemberantasan Kemiskinan dan
Peningkatan Kesejahteraan, 31 Mei 2011 2 Bambang Ismawan adalah Ketua Pembina Yayasan Bina Swadaya, Sekjen. Gema PKM Indonesia
dan Pemimpin Umum Majalah Trubus
1
Wajah buram dari praksis demokrasi tersebut berdampak pada ketidakberdayaan
masyarakat yang semakin kronis. Beberapa contoh tragedi memilukan antara lain :
Penindasan TKI yang tak pernah henti, gagapnya penanganan bencana, hebatnya
kerusakan lingkungan, dan praktek KKN yang terus beranak-pinak. Wajarlah kalau
masyarakat warga menuntut Pemerintah lebih mengefektifkan fungsinya menghentikan
kemerosotan keberdayaan masyarakat dan membaliknya menjadi peningkatan dan
pengembangan kenderdayaan itu. Namun mengingat banyak dan kompleknya masalah
yang kita hadapi, masyarakat warga (civil society) tidak boleh berhenti disitu, harus secara
proaktif mengambil inisiatif, menggalang kerjasama dengan sektor Bisnis, Pemerintah dan
Universitas mengembangkan gerakan keberdayaan masyarakat berkelanjutan.
II. KETIDAK BERDAYAAN
Ketidakberdayaan dalam tulisan ini dimaknai sebagai kemiskinan dan keterbelakangan.
Ketidakberdayaan itu ditengarai dengan jumlah anggota masyarakat yang sangat banyak
yang tidak terjangkau pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan usaha, sehingga
kualitas sumber daya manusia rendah, teknologi rendah, organisasi lemah, permodalan
lemah, pendapatan mereka rendah dan rentan terhadap berbagai penyakit. Kalau digali
lebih dalam, sebab-sebab ketidakberdayaan masyarakat dapat digambarkan sebagai
berikut:
2
Warisan Penjajahan
Mulanya VOC (pedagang bersenjata) melakukan pendekatan monopolistik, menguras
sumber daya alam untuk keuntungan sebesar-besarnya bagi dirinya. Tak dapat dihindari
pertempuran terjadi di mana-mana: di Aceh, Sumatera Barat, Jawa, Bali, Maluku dll.
Kemudian politik Neraca Saldo Positif (Batigslot Politiek) yang dipelopori oleh Van den
Bosch (1830) melalui sistem tanam paksa (Cultur Stelsel) menyebabkan penderitaan yang
luar biasa bagi rakyat. Eksploitasi sumberdaya alam oleh negara (Belanda) ini kemudian
diikuti dengan masuknya modal asing (kapitalisme) melalui “Agrarische wet” (1870),
memunculkan ondernaming-ondernaming yang berdampingan dengan pertanian dan
perkebunan rakyat. Kenyataan ini menghadirkan praktek dualisme ekonomi (Boeke) yaitu
adanya strata ekonomi modern dengan kapital besar didukung Pemerintah Hindia Belanda
dan strata ekonomi rakyat yang tradisional, tidak terorganisir, lemah tanpa dukungan.
Kedua bentuk ekonomi itu hidup berdampingan, kadang-kadang saling mengisi dan
bekerjasama tetapi sering berbenturan. Kalau yang terakhir ini terjadi maka strata ekonomi
rakyat yang akan tergusur. Masyarakat semakin miskin dan tidak berdaya, akhirnya
“Amanat Penderitaan Rakyat” memicu tuntutan kemerdekaan. Namun, setelah
3
kemerdekaan politik tercapai polarisasi dari dualisme ekonomi itu masih terjadi dan rakyat
kecil masih menderita.
Ketidakstabilan Pemerintahan
Penjajahan Belanda tidak meninggalkan sistem pemerintahan seperti penjajahan Inggris,
yang tertinggal adalah ketidakpastian sistem pemerintahan pasca kemerdekaan. Kita
mengenal demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, kemudian kita
saksikan sistem sentralisasi dan desentralisasi. Pernah juga ada sistem kabinet parlementer
dan kemudian sekarang presidensial. Perubahan-perubahan tersebut membuat energi kita
terkuras dan tidak fokus untuk upaya kesejahteraan rakyat, sesuatu yang tidak terjadi di
Malaysia, India dan negara-negara bekas jajahan Inggris.
Jebakan Ketergantungan
Pada jaman Orde Lama berlangsungnya sistem partai dan onderbouw membuat masyarakat
terkotak-kotak secara ideologi dan kelembagaannya. Seolah orang hanya bernilai kalau
masuk dalam sistem yang berlaku dan menjadi anggota organisasi onderbouw sebuah
Partai Politik, yaitu organisasi Tani, Buruh, Nelayan, Pemuda, Perempuan, Budaya, dan
lain-lain. Kemudian pemerintahan Orde Baru menghentikan sistem organisasi onderbouw,
menyederhanakan sistem kepartaian, memperkenalkan masa mengambang. Orde Baru
menerapkan sistem sentralisasi, semua pendapatan negara dipusatkan di Jakarta, kemudian
dibagikan melalui daftar isian proyek (trickle down). Masyarakat masuk dalam
ketergantungan baru yaitu pada proyek-proyek yang disetujui pusat, di luar sistem proyek
itu orang tidak berarti. Celakanya jebakan ketergantungan berlanjut dan mungkin lebih
4
parah ketika era desentralisasi menguak, kedua sistem di atas saling berinteraksi dan terjadi
di daerah.
Devaluasi Mata Uang Yang Sangat Besar
Kalau kita teliti menghitung, tanpa disadari kita telah mengalami devaluasi sebesar
50.000.000.000 % selama 65 tahun!
• Th. 50-an : Sanering (Gunting Sjafruddin) 50%,
• Th. 1966 : Rp. 1000,- disusut menjadi Rp. 1,- (100.000 %) ,
• Th. 1967, US $ 1 = Rp.84 – Rp.100, rata-rata Rp.90;
• Th 2010, US $ 1 = Rp. 9000 (10.000 %)
Bandingkan dengan negara Thailand, 65 tahun lalu, US $ 1 = 20 Bath. Sekarang US $ 1 =
sekitar 40 Bath (100%).
Keadaan ini jelas merupakan proses pemiskinan yang sistematik.
K K N
Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah menggerogoti kekayaan negara, yang adalah
kekayaan rakyat. Praktek KKN juga telah menjadikan sejumlah elit ekonomi dan politik
kaya raya dalam waktu pendek tanpa perlu bekerja keras, sekaligus mengakibatkan
kesenjangan sosial ekonomi yang parah. Hal ini juga menimbulkan ketidak percayaan
rakyat kepada lembaga publik
Bencana Alam
Wilayah Negara Kepulauan Republik Indonesia berada pada lempengan bumi yang rentan
bencana, baik karena gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir dan tsunami. Tetapi
5
menghadapi situasi seperti itu, upaya-upaya startegis dalam pengorganisasian mitigasi
bencana, baik di tingkat lokal maupun nasional masih sangat kurang dilakukan. Misalnya,
tidak adanya ketentuan tentang bangunan yang tahan gempa di daerah rentan gempa,
tiadanya ketentuan membangun areal pemukiman di wilayah yang rawan banjir/tsunami,
tiadanya teknologi dan sistem peringatan dini di daerah rentan bencana, serta tiadanya
pendidikan dan partisipasi masyarakat dalam upaya mitigasi bencana. Sistem mitigasi
bencana perlu dibangun, karena hidup di benua maritim yang rentan bencana menuntut
sikap hidup yang berani menghadapi bencana secara cerdas, dengan menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Bila hal ini tidak serius dilakukan, maka hasil pembangunan
nasional terancam oleh bayang-bayang kehancuran. Hal ini akan mengakibatkan
ketidakberdayaan rakyat yang semakin meluas.
Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan disebabkan oleh kecerobohan manusia yang tidak peduli terhadap
kelestarian lingkungan. Penebangan hutan secara liar (illegal logging), diperkirakan 52
juta hektar hutan yang telah rusak, mengalihkan fungsi daerah aliran sungai menjadi
daerah pemukiman, membuang limbah pabrik di aliran sungai yang merusak kualitas air
bersih, mengekspoitasi alam secara liar, asap pabrik dan kendaraan bermotor,
mengakibatkan kualitas hidup manusia (terutama kesehatan) merosot.
III. PANGGILAN BAGI MASYARAKAT WARGA
Ketidakberdayaan masyarakat yang semakin memburuk jelas tidak sesuai dengan cita-cita
kemerdekaan, yaitu meningkatnya kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan.
6
Ketidakberdayaan masyarakat bukan fenomena temporer, tetapi telah berakar lama. Ia
merupakan unsur yang berproses menjadi Indonesia dan menjadi sekaligus pendorong para
pendiri bangsa membebaskan rakyat yang menderita. Generasi pasca kemerdekaan gagal
merespon Amanat Penderitaan Rakyat, karena berperilaku mementingkan diri, kelompok,
golongan dan partainya dari pada kepentingan masyarakat bangsa dan Negara.
Kemiskinan itu kalau diamati secara menyeluruh ditandai oleh faktor-faktor: rendahnya
produktivitas, lemahnya organisasi, rendahnya kualitas sumber daya manusia, tiadanya
akses terhadap sumberdaya, rendahnya teknologi, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai
tukar hasil produksi masyarakat, adanya kesenjangan antara kaya dan miskin, minimnya
kemampuan berpartisipasi dalam pembangunan nasional dan lemahnya posisi tawar
menawar. Kalau kondisi-kondisi tersebut dikaitkan satu dengan yang lain dalam suatu pola
hubungan sebab-akibat, maka muncullah diagram sebagai berikut .
Walaupun konstitusi mengatakan bahwa, negara bertugas meningkatkan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan, namun usaha ke arah itu semakin kabur
efektifitasnya. Ketidakberdayaan masyarakat yang telah berlangsung lama, saat ini tetap
tidak jelas prospeknya. Apatisme yang merajalela membahayakan masa depan bangsa.
7
Masyarakat warga (civil society) terpanggil untuk memberdayakan masyarakat secara
bekelanjutan dan mengembangkan usaha itu dengan cara bermitra dengan dunia usaha,
serta mendorong pemerintah mengarahkan kebijakan untuk mendukung upaya-upaya
masyarakat warga. Peluang tampilnya peran masyarakat warga semakin besar dan banyak
contohnya, antara lain : Gerakan Pengembangan Keuangan Mikro yang dipelopori oleh
Prof. Dr. Muhammad Yunus dari Banglades, Sang Penerima Penghargaan Nobel untuk
Perdamaian.
Untuk melepaskan diri dari jebakan kemiskinan dan keterbelakangan, diperlukan kearifan,
komitmen, organisasi, dan sarana yang mendukung. Lebih dari semua itu, diperlukan suatu
sikap yang bersumber dari keyakinan bahwa setiap usaha untuk mengatasi kemiskinan
tidak boleh memperlakukan orang miskin sebagai obyek, melainkan harus menjadi subjek.
Bila potensi yang serba sedikit itu digalang dan dihimpun dengan semangat kebersamaan
efektif, maka mereka akan mampu berkembang untuk mengatasi pelbagai masalah yang
mereka hadapi dengan kekuatan sendiri secara bersama-sama.
Mengutip Prof. Prahalad dalam bukunya The Fortune at the Bottom of the Pyramid (2006)
berujar: "Jika kita berhenti menganggap masyarakat miskin sebagai kurban, atau beban,
serta mulai memandang mereka sebagai para wirausahawan yang tangguh dan kreatif, serta
sebagai konsumen yang peduli nilai, maka seluruh peluang dunia baru akan terbuka".
8
IV. GERAKAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT BERKELANJUT-
AN
Berdasarkan pengalaman di Bina Swadaya (44 tahun) dan berbagai kegiatan kerjasama
dengan LSM, Pemerintah dan sektor Bisnis dapat direkomendasikan Gerakan Keberdayaan
Masyarakat Berkelanjutan. Dalam gerakan ini terdapat sejumlah fungsi yang terkait, yaitu
Komunitas Basis yang berfungsi sebagai receiving mechanism, Lembaga Pengembangan
Masyarakat berfungsi sebagai delivery mechanism, dan Lembaga Pelayanan Sumberdaya
atau service provider. Yang diperlukan adalah suatu fungsi yang mensinergikan berbagai
lembaga yang ada, disebut Bina Mitra Sumberdaya. Gerakan ini bekerja dengan dukungan
kebijakan Pemerintah, Pusat dan Daerah.
Interaksi antar fungsi keberdayaan masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut:
Komunitas Basis: suatu bentuk kelembagaan lokal yang mengkonstruksi solidaritas
anggotanya untuk mengembangkan usaha yang feasible secara lokal, berperan sebagai
lembaga penerima dan pengelola program yang dijalankan dengan partisipasi penuh di
masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut adalah Community Based Organization,
9
Kelompok Swadaya Masyarakat, Kelompok Adat, Koperasi Primer, Credit Union, dan
lain-lain.
Lembaga Pengembangan Masyarakat, merupakan pendamping dan pengembang
keberdayaan masyarakat. Mereka adalah Pengurus dan Penggerak Ormas & LSM, yaitu
Ormas dan LSM Pertanian, Ormas dan LSM Nelayan dan Kelautan, Ormas dan LSM
Perburuhan, Ormas dan LSM Wanita, Ormas dan LSM Kepemudaan dan lain-lain.
Lembaga Pelayanan Sumberdaya adalah lembaga yang berfungsi sebagai pendukung
dengan menyediakan berbagai pelayanan misalnya Lembaga Pendidikan dan Pelatihan,
Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Lembaga Perbankan, Lembaga Pelayanan
Pemerintah, Lembaga Pemberitaan (Pers) dan lain-lain.
Bina Mitra Sumberdaya adalah sebuah badan independen di berbagai tingkatan yang
berfungsi mewujudkan sinergisitas, mengembangkan jejaring dan kemitraan antar
Komunitas Basis, Lembaga Pengembangan Masyarakat, Lembaga Pelayanan
Sumberdaya dan Lembaga-lembaga Pemerintah. Badan ini menyelenggarakan
capacity building, mendorong peraturan yang menciptakan iklim kondusif untuk sektor
usaha, menggalang kerjasama dengan lembaga-lembaga Pemerintah, Bisnis, serta
Filantropi, di dalam dan luar negeri. Saya usulkan Badan ini dibentuk ad hoc antar
Universitas diberbagai wilayah bekerja sama dengan potensi setempat yang kompeten.
10
Dukungan Pemerintah berupa berbagai peraturan serta bantuan teknis dan keuangan
yang memungkinkan Gerakan Keberdayaan Masyarakat Berkelanjutan berfungsi secara
efektif dan optimal.
V. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT MANDIRI
Paparan berikut ini merupakan refleksi Bina Swadaya, suatu lembaga Pengembangan
Keberdayaan Masyarakat, yang antara lain bergiat mengembangkan kelembagaan
masyarakat mandiri, pelayanan keuangan mikro, serta pengembangan produksi dan usaha
rakyat. Didalam masyarakat terdapat lebih banyak lagi pengalaman upaya pengembangan
keberdayaan masyarakat melalui pengembangan sumberdaya manusia, teknologi,
pelestarian lingkungan, kesadaran hukum dan lainnya yang bias kita jadikan referensi.
Warga masyarakat yang tergolong miskin bukan orang-orang yang sama sekali tidak
memiliki potensi (the have not), betapa kecilnya potensi itu mereka pasti mempunyai
sesuatu (the have little). Kita menyakini bahwa dalam proses pengembangan, kalangan
miskin sendirilah yang pertama-tama harus menentukan bagaimana mereka akan
berkembang. Merekalah yang paling mengetahui potensi, situasi, dan kebutuhannya
sendiri. Pengakuan adanya potensi ini merupakan titik awal yang penting untuk
mengembangkan potensi diri melalui proses yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Bertitik tolak dari keyakinan tersebut diatas, maka untuk lebih menggali potensi
masyarakat, perlu dilakukan pengembangan kelembagaan yang dinamis dan mandiri. Salah
11
satunya adalah pendekatan komunitas basis manusiawi (basic human community
approach), yaitu prinsip pendekatan yang menghargai martabat orang miskin, serta
mendorong keterlibatannya dalam proses pengembangan bersama. Pendekatan ini
sekaligus bertransformasi makin memandirikan masyarakat agar mampu menyelesaikan
persoalannya. Masyarakat mandiri yang tergabung dalam kesatuan adat, wilayah atau
fungsional disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), berfungsi sebagai:
1. Wahana saling belajar-mengajar (saling asah, asih dan asuh): yaitu terjadinya interaksi
dan komunikasi sehingga terjadi pembelajaran bersama diantara anggota,
2. Wahana identifikasi masalah dan pengambilan putusan bersama untuk pemecahan
masalah serta pengembangan usaha (bersama), sebagai sarana pencapaian kebaikan
bersama (common goods),
3. Wahana mobilisasi sumber daya, baik sumber daya manusia, alam, organisasi, maupun
finansial,
4. Wahana penghubung untuk aksesibilitas informasi dan sumber daya eksternal.
Penyelenggaraan Kelompok Swadaya Masyarakat mengikuti acuan kerja yang dapat
digambarkan dengan diagram berikut ini:
12
Pendampingan
Pendampingan dimaksudkan untuk memberikan bantuan teknis kepada KSM agar dapat
mencapai dan meningkatkan kemandirian. Seorang pendamping berperan sebagai
pendorong (motivator) anggota untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok,
sebagai pelancar (fasilitator) usaha kelompok dan penghubung (komunikator) dengan
lembaga pemerintah, swasta, dan lainnya. Pendamping sebagai fasilitator membantu dalam
pemecahan masalah, juga melakukan bimbingan khusus dalam hal organisasi, administrasi
pembukuan, permodalan, usaha dan sebagainya. Pendamping harus mempunyai
kompetensi dan komitmen dalam pengembangan swadaya masyarakat, serta bersedia
tinggal di lokasi KSM. Agar dapat melaksanakan tugas pendampingan dengan baik,
seorang pendamping harus dilatih secara khusus.
Selanjutnya, untuk mengatasi masalah-masalah pembiayaan pendamping, telah
dikembangkan konsep pendampingan mandiri, yaitu dengan mengkaitkan upaya
pemberdayaan yang melibatkan para pendamping sebagai pekerja profesional.
Sasaran pendampingan dapat meliputi bidang kegiatan berikut :
13
VI. PELAYANAN KEUANGAN MIKRO
Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 55 juta unit usaha dengan stratifikasi sebagai berikut,
yang paling besar adalah usaha mikro sekitar 50,697 juta unit (92, 04%), sementara usaha
kecil 4.340.000 unit (7,88%), usaha menengah 39.657 unit (0,072%), dan usaha besar
(korporasi) 4.370 unit (0,008%)3.
Keuangan mikro secara populer dimaknai oleh Tony Fernandez sebagai makhluk baru
yang lahir dari “Ibu” yang berorientasi pada social advancement dengan “Ayah” yang
berorientasi pada business finance. Sementara itu Gert van Maanen melihat bahwa
keuangan mikro sebagai development instrument yang efektif untuk menanggulangi
kemiskinan dan sound business. Keuangan mikro merupakan mekanisme pelayanan
keuangan bagi masyarakat miskin yang mengembangkan usaha produktif, dengan
menggunakan mekanisme dan prosedur kontekstual, yaitu non konvensional dan
sederhana.
Menurut Microcredit Summit (Washington 1997), kegiatan keuangan mikro memuat
prinsip-prinsip: menjangkau yang miskin, menjangkau dan memberdayakan perempuan,
mengembangkan kelembagaan berkelanjutan secara finansial, dan dampaknya dapat
terukur. Di Indonesia pelayanan keuangan mikro dilakukan dengan 4 cara, yaitu:
Saving Led Microfinance: Lembaga Keuangan Mikro yang membership based, dimana
mobilisasi dana diperoleh dari Usaha Mikro sendiri (anggota). Contoh: Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM), Credit Union (CU), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dll.
3 Data dari Kementerian Negera Koperasi dan UKM tahun 2010
14
Credit Led Microfinance: Lembaga Keuangan Mikro yang sumber dananya terutama
diperoleh bukan dari mobilisasi tabungan anggota (usaha mikro), namun sumber lain yaitu
investor, Pemerintah, swasta, dan lain-lain. Contoh : Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga
Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), Grameen Bank model, ASA model (Bangladesh)
Micro Banking: Sektor perbankan yang didesain atau punya jendela untuk pelayanan
keuangan mikro. Bank tersebut adalah BRI, BPR, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Danamon
Simpan Pinjam, dan lain-lain.
Pola kemitraan: Memanfaatkan kelembagaan yang ada, yaitu KSM & Bank, dalam suatu
kebijakan khusus dimana mereka dihubungkan untuk bekerja sama di dalam pelayanan
keuangan saling menguntungkan dengan difasilitasi lembaga pendamping (pola hubungan
bank dengan kelompok atau PHBK). Pola PHBK ini dapat digambarkan sebagai berikut:
PHBK pernah dilakukan melalui task force kerjasama Bank Indonesia, Bank Rakyat
Indonesia, dan Bina Swadaya dengan didukung bantuan teknis dari GTZ pada tahun 1987
sampai dengan 2001 telah melibatkan 1000 kantor bank dan sekitar 257 LSM yang
tersebar di 23 propinsi. Kelompok Swadaya Masyarakat yang menjadi target program
mencapai 34.227 KSM dengan anggota 1.026.810 kepala keluarga (KK). Program ini telah
berhasil menghimpun tabungan sekitar Rp. 29,5 miliar, dan kredit yang tersalur Rp. 331
miliar dengan tingkat pengembalian 97,3%. Namun program ini telah terhenti karena
15
adanya undang-undang tentang Bank Indonesia yang melarang BI untuk mengelola kredit
program.
VII. CATATAN PENUTUP :
Secara mikro, upaya pengembangan keberdayaan masyarakat bila dilaksanakan secara
konsisten maka akan membawa dampak pada perbaikan kehidupan masyarakat, baik
dibidang sosial, ekonomi dan kemasyarakat (politik). Bila kondisi itu terjaga, kepercayaan
masyarakat untuk membangun wilayahnya sendiri akan terpulihkan. Secara singkat
dampak sosial, ekonomi dan kemasyarakatan (politik) mengarah pada hal berikut.
Sosial
Adanya upaya pengembangan keberdayaan masyarakat yang intens membawa peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan. Sementara kegiatan berorganisasi akan meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah yang
mereka hadapi, baik secara individu maupun bersama-sama. Kebersamaan warga
masyarakat untuk membangun dirinya akan berdampak pada menguatnya integrasi sosial,
16
serta terjadinya transformasi sosial, yaitu perubahan kearah kehidupan bersama yang lebih
baik berbasis solidaritas.
Ekonomi
Adanya kagiatan pemupukan modal secara swadaya oleh masyarakat serta dukungan
lembaga keuangan untuk mengembangkan kegiatan usaha produktif akan mendorong
perkembangan kegiatan ekonomi masyarakat. Selain itu, bila diversifikasi dan
pengembangan usaha produktif dilakukan secara terpola, maka akan muncul wilayah atau
daerah-daerah pusat pertumbuhan ekonomi baru. Perkembangan kegiatan ekonomi
masyarakat tersebut akan berdampak pada peningkatan pendapatan, pembukaan lapangan
kerja, serta peningkatan kesejahteraan.
Kemasyarakatan (Politik)
Upaya pengembangan keberdayaan masyarakat berkelanjutan tidak hanya membawa
dampak sosial dan ekonomi, melainkan juga berdampak politik, yaitu pendewasaan
sebagai warga negara. Masyarakat semakin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai
warga negara. Pada sisi lain, pendidikan demokrasi yang ditanamkan dalam kehidupan
berkelompok akan menumbuhkan sikap saling menghormati antar warga masyarakat.
Serta, meningkatkan kemandirian dan partisipasi dalam pembangunan masyarakat.
Sementara, upaya melakukan kegiatan ekonomi secara konkrit akan meningkatan
kesejahteraan masyarakat, serta menurunkan kerentanan konflik sosial. Situasi tersebut
menjadi landasan untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang lebih bermartabat.
17
Lebih dari itu, kalau GPKM dilakukan dengan melibatkan mahasiswa dan kaum muda
akan memberikan mafaat positif bagi perluasan wawasan, pembentukan karakter dan
pembangunan komitmen kepada masyarakat kecil.
Jakarta, 31 Mei 2011
18