3
Media Sosial untuk Perubahan Bisnis Indonesia Edisi Minggu, Kolom Marketing, 5 Desember 2010 M. Ari Margiono Konsultan CSR dan Komunikasi [email protected] Alumnus Aberystwyth University, Inggris dan Binus Business School Dengan semakin terjangkaunya internet dan semakin tingginya mobilitas, media sosial (social media) tidak hanya menjadi channel yang semakin digandrungi untuk berkomunikasi, tapi juga mengubah cara orang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Keistimewaan media sosial, seperti yang dilansir banyak pihak, adalah pada kecepatan dan interaktivitas komunikasi yang terjadi. Dengan media sosial, pengguna dapat menyebarkan berita maupun ide, mendapatkan komentar dan feedback, mengembangkannya lebih lanjut, serta berdiskusi dengan berbagai pihak di seluruh penjuru dunia. Yang menarik, media sosial tidak hanya mendekatkan jarak dan merapatkan waktu, tetapi juga memiliki potensi untuk mendorong terjadinya perubahan sosial. Setidaknya, itu lah yang dikemukakan oleh Aaker dan Smith (2010) dalam buku The Dragonfly Effect. Mereka menyampaikan bahwa dengan penanganan yang tepat, media sosial dapat mendorong terjadinya perubahan sosial yang diharapkan. Aaker dan Smith mencontohkan bahwa kampanye yang dilakukan oleh Obama di Amerika Serikat merupakan satu bukti nyata atas pemanfaatan media sosial untuk perubahan. Tidak pernah terjadi dalam sejarah AS sebelumnya, Obama terpilih menjadi Presiden AS yang ke-44 karena inovasi dalam komunikasi dan penjangkauan yang dilakukan melalui media sosial. Obama, dalam kampanyenya, berhasil mengumpulkan dana sebesar US$ 639 juta dari 3 juta donatur dengan memanfaatkan jaringan media sosial. Keberhasilan Obama tidak hanya dilihat dari jumlah pengikut yang luar biasa banyaknya di ranah media sosial, yang hampir mencapai 5 juta pengikut, namun juga dari kesetiaan dan kepercayaan pendukung untuk melakukan berbagai aktivitas dalam rangka memuluskan ia untuk menjadi presiden. Aaker dan Smith kemudian merumuskan formula empat sayap capung dalam memanfaatkan media sosial untuk perubahan. Formula tersebut terdiri dari Focus, Grab Attention, Engage, dan Take Action. Dalam pengembangan kampanye melalui media sosial, usahakan agar kita mengembangkan tujuan yang terfokus. Lalu, untuk melintasi keruwetan pesan (clutter), Aaker dan Smith menganjurkan kita untuk melakukan desain yang menarik perhatian. Penjangkauan untuk meraih sasaran kita pun penting. Dan akhirnya, sebuah program kampanye untuk perubahan pun perlu mengajak masyarakat untuk mengambil tindakan. Dengan berbagai tantangan yang dihadapi bangsa ini, individu maupun perusahaan di Indonesia dapat juga memanfaatkan media sosial untuk melakukan perubahan sosial. Sayangnya, di Indonesia masih banyak brand (merek atau politisi) atau perusahaan pengguna media sosial yang tidak memanfaatkan secara tepat potensi media sosial untuk perubahan. Sebut saja, masih banyak brand dan perusahaan yang memiliki akun Facebook atau Twitter, namun dibiarkan terbengkalai. Di akun tersebut tidak terjadi

Media Sosial Untuk Perubahan Sosial Sosial untuk Perubahan Bisnis Indonesia Edisi Minggu, Kolom Marketing, 5 Desember 2010 M. Ari Margiono Konsultan CSR dan Komunikasi [email protected]

  • Upload
    dangthu

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Media Sosial untuk Perubahan Bisnis Indonesia Edisi Minggu, Kolom Marketing, 5 Desember 2010 M. Ari Margiono Konsultan CSR dan Komunikasi [email protected] Alumnus Aberystwyth University, Inggris dan Binus Business School Dengan semakin terjangkaunya internet dan semakin tingginya mobilitas, media sosial (social media) tidak hanya menjadi channel yang semakin digandrungi untuk berkomunikasi, tapi juga mengubah cara orang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Keistimewaan media sosial, seperti yang dilansir banyak pihak, adalah pada kecepatan dan interaktivitas komunikasi yang terjadi. Dengan media sosial, pengguna dapat menyebarkan berita maupun ide, mendapatkan komentar dan feedback, mengembangkannya lebih lanjut, serta berdiskusi dengan berbagai pihak di seluruh penjuru dunia. Yang menarik, media sosial tidak hanya mendekatkan jarak dan merapatkan waktu, tetapi juga memiliki potensi untuk mendorong terjadinya perubahan sosial. Setidaknya, itu lah yang dikemukakan oleh Aaker dan Smith (2010) dalam buku The Dragonfly Effect. Mereka menyampaikan bahwa dengan penanganan yang tepat, media sosial dapat mendorong terjadinya perubahan sosial yang diharapkan. Aaker dan Smith mencontohkan bahwa kampanye yang dilakukan oleh Obama di Amerika Serikat merupakan satu bukti nyata atas pemanfaatan media sosial untuk perubahan. Tidak pernah terjadi dalam sejarah AS sebelumnya, Obama terpilih menjadi Presiden AS yang ke-44 karena inovasi dalam komunikasi dan penjangkauan yang dilakukan melalui media sosial. Obama, dalam kampanyenya, berhasil mengumpulkan dana sebesar US$ 639 juta dari 3 juta donatur dengan memanfaatkan jaringan media sosial. Keberhasilan Obama tidak hanya dilihat dari jumlah pengikut yang luar biasa banyaknya di ranah media sosial, yang hampir mencapai 5 juta pengikut, namun juga dari kesetiaan dan kepercayaan pendukung untuk melakukan berbagai aktivitas dalam rangka memuluskan ia untuk menjadi presiden. Aaker dan Smith kemudian merumuskan formula empat sayap capung dalam memanfaatkan media sosial untuk perubahan. Formula tersebut terdiri dari Focus, Grab Attention, Engage, dan Take Action. Dalam pengembangan kampanye melalui media sosial, usahakan agar kita mengembangkan tujuan yang terfokus. Lalu, untuk melintasi keruwetan pesan (clutter), Aaker dan Smith menganjurkan kita untuk melakukan desain yang menarik perhatian. Penjangkauan untuk meraih sasaran kita pun penting. Dan akhirnya, sebuah program kampanye untuk perubahan pun perlu mengajak masyarakat untuk mengambil tindakan. Dengan berbagai tantangan yang dihadapi bangsa ini, individu maupun perusahaan di Indonesia dapat juga memanfaatkan media sosial untuk melakukan perubahan sosial. Sayangnya, di Indonesia masih banyak brand (merek atau politisi) atau perusahaan pengguna media sosial yang tidak memanfaatkan secara tepat potensi media sosial untuk perubahan. Sebut saja, masih banyak brand dan perusahaan yang memiliki akun Facebook atau Twitter, namun dibiarkan terbengkalai. Di akun tersebut tidak terjadi

interaksi, komunikasi, dan dialog dengan pengguna akun yang lain. Kesalahan yang paling sering terjadi, adalah tidak adanya tujuan yang jelas, dan media sosial dipergunakan sebagai komunikasi satu arah dari perusahaan dan brand. Selain itu, faktor kecepatan (speed) dan ketepatan (accuracy) dalam komunikasinya pun sering terabaikan. Sebuah brand atau perusahaan dapat memiliki akun di semua media sosial, namun waktu respon atas pertanyaan dan komentar yang diajukan oleh masyarakat sangat lambat. Kerangka sayap capung yang ditawarkan oleh Aaker dan Smith dapat dipergunakan sebagai panduan mengembangkan program CSR yang berbasis media sosial di Indonesia. Ada beberapa tips yang bisa dijadikan pedoman dalam mengembangkan program CSR yang berbasis media sosial. Pertama, kembangkan tujuan yang jelas. Semua kampanye dengan media sosial harus memiliki tujuan yang jelas. Jangan terjebak dengan tujuan-tujuan yang bersifat metrik atau milestones (seperti berapa banyak pengikut - followers - dalam akun anda atau berapa banyak retweet yang dilakukan), tetapi formulasikan tujuan anda secara riil. Misalnya, berapa banyak orang yang akan memberikan donasi. Masukkan sisi kemanusiaan dalam tujuan anda. Pastikan bahwa tujuan sosial anda terpenuhi. Di Indonesia, masalah pendidikan dan kesehatan selalu menjadi primadona kegiatan sosial individu maupun perusahaan, tapi jangan lupa bahwa pengentasan kemiskinan, penanganan bencana alam, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim juga sama pentingnya untuk ditangani secara bersama-sama. Kedua, pastikan bahwa program kampanye ini menarik perhatian publik. Aaker dan Smith memiliki tips untuk mengembangkan program yang menarik perhatian. Salah satunya adalah penggunaan visual. Penggunaan visual untuk menarik perhatian sudah banyak dilakukan oleh para pengiklan, namun untuk kepentingan perubahan, visual yang mengejutkan dan yang mengubah pandangan orang tentang sesuatu hal cenderung melekat di ingatan audiens. Mereka juga menganjurkan kita untuk mengembangkan program kampanye yang merangsang sensasi "otak primitif" audiens. Oleh karena itu, sensasi sensorik, seperti rasa, bau, dan lain sebagainya, akan juga dapat menarik perhatian audiens. Ketiga, jangkaulah audiens anda. Sering terjadi, ketika perusahaan atau brand berhasil untuk menarik perhatian, penjangkauan dan engagament tidak dilakukan secara memadai. Penggunaan cerita untuk melakukan penjangkauan juga dapat dimanfaatkan. Para pengiklan sering mempergunakan advertorial di media konvensional untuk kepentingan ini, namun di ranah media sosial, kita perlu menjadi pencerita yang ulung untuk menarik perhatian publik. Salah satunya adalah dengan menciptakan plot-plot cerita yang menarik, interaktif, dan partisipatif. Pernah terbayang untuk membuat cerita penjangkauan yang alurnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah donasi yang diberikan? Yang terpenting saat menarik perhatian publik adalah dengan mengedepankan hal-hal yang bersifat otentik dan personal. Media sosial mengubah lansekap interaksi dimana transparansi menjadi hal yang sangat penting. Hal-hal yang manusiawi, seperti empati, dapat dicerna dan menyebar dengan mudah di ranah media sosial. Keempat, ajaklah audiens anda untuk melakukan aksi. Yang sering terjadi di Indonesia, aksi untuk perubahan sosial jadi ruwet karena harus banyak hal yang dipenuhi, misalnya

perijinan atau birokrasi. Untuk memuluskan tujuan kampanye, aksi untuk perubahan harus dibuat mudah. Dalam ranah sosial media, aksi haruslah semudah one-click away. Di wilayah offline, aksi yang dilakukan bersama-sama akan jauh lebih mudah daripada yang bersifat individual. Selain itu, buatlah aksi menjadi pengalaman yang menyenangkan, libatkan mereka dalam permainan, baik online maupun offline.