Upload
tree-cweght-ciprud
View
157
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT, yang mana kami dapat menyelesaikan
makalah Teknik Energi tentang “ Supplay Side Management dan Demand Side
Management“. Makalah ini digunakan Mahasiswa semester V program studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim yang
dimaksudkan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan tersebut.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para mahasiswa dan
mahasiswi. Akhir kata kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para mahasiswa dan
dosen demi perbaikan makalah ini dalam periode yang akan datang.
Surabaya 09 September 2014
Penulis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Manajemen Sisi Pasokan ( Supply Side Management )
Manajemen sisi pasokan adalah cara suatu perusahaan untuk dapat menghasilkan produk
sesuai dengan kebutuhan pasar atau customer. Untuk menjelaskan definisi Manajemen Sisi
Pasokan, kita dapat mulai dengan melihat praktek yang lazim ditemui sehari-hari. Suatu
perusahaan pada umumnya selalu melihat kondisi pasar untuk menghasilkan produk yang sesuai
untuk dijual. Misalnya dengan melakukan survey, produsen dapat melihat besar potensi pasar
yang dapat menyerap produk yang akan dihasilkan. Setelah melihat berapa besar potensi pasar
yang dapat menyerap produk tertentu, perusahaan menghitung berapa kemampuannya untuk
memproduksi, serta memperhitungkan kekuatan pesaing (competitor). Dengan adanya data
tersebut, perusahaan berusaha melakukan pengaturan (“manajemen”) agar dapat memasok
kebutuhan pasar secara efisien dan menguntungkan. Cara-cara perusahaan melakukan
pengaturan produksi agar menghasilkan produk sehingga sesuai kebutuhan pasar disebut sebagai
“Manajemen Sisi Pasokan” (Supply Side Management).
II.2 Manajemen Sisi Pasokan pada Perusahaan Listrik
Manajemen Sisi Pasokan tersebut bagi PLN adalah melakukan pengaturan pengoperasian
berbagai pusat pembangkit untuk memenuhi permintaan konsumen setiap saat. Sehingga
diperoleh suatu kemampuan untuk memenuhi permintaan beban yang senantiasa berfluktuasi,
secara ekonomis dan andal. Misalnya pengoperasian PLTU Batubara untuk memikul beban
dasar, dan pengoperasian PLTA dan PLTG untuk memenuhi kebutuhan beban puncak.
II.3 Tujuan Manajemen Sisi Pasokan ( Supply Side Management )
Rantai pasokan bagaikan darah dari setiap organisasi bisnis karena menghubungkan
pemasok, produsen, dan pelanggan akhir di jaringan yang sangat penting untuk penciptaan dan
pengiriman barang dan jasa. Dalam mengelola rantai pasokan memerlukan suatu proses yaitu,
proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian operasi rantai pasokan. Tujuan manajemen
rantai pasokan adalah dengan menyelaraskan permintaan dan penawaran seefektif dan seefisien
mungkin. Masalah-masalah utama dalam rantai pasokan terkait dengan (Stevenson, 2009):
1. Menentukan tingkat outsourcing yang tepat.
2. Mengelola pembelian / pengadaan suatu barang
3. Mengelola pemasok
4. Mengelola hubungan terhadap pelanggan
5. Mengidentifikasi masalah dan merespon masalah dengan cepat
6. Mengelola risiko
Sedangkan menurut I Nyoman Pujawan, supply chain memiliki tujuan strategis yang
perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan.
Untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka supply chain harus bisa menyediakan produk
yang,
1. Murah
2. Berkualitas
3. Tepat waktu
4. Bervariasi
II.4 Hal yang Harus Dilakukan
Dengan demikian, berdasarkan berbagai definisi supply chain management sebagaimana
telah disampaikan, dapat ditarik hal umum bahwa supply chain management adalah semua
kegiatan yang terkait dengan aliran material, informasi dan uang di sepanjang supply chain.
Lebih jauh cakupan supply chain management akan meliputi hal-hal berikut:
Bagian Cakupan kegiatan antara lain
Pengembangan
produk
Melakukan riset pasar, merancang produk baru,
melibatkan supplier dalam perancangan produk baru
Pengadaan Memilih supplier, mengavaluasi kinerja supplier,
melakukan pembelian bahan baku dan komponen,
memonitor supply risk, membina dan memelihara
hubungan dengan supplier
Perencanaan &
Pengendalian
Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan
kapasitas, perancanaan produksi dan persediaan
Operasi /
Produksi
Eksekusi produksi, pengendalian kualitas
Pengiriman /
Distribusi
Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan
pengiriman, mencari dan memelihara hubungan
dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor
service level di tiap pusat distribusi
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan mencakup pembelian secara tradisional dan berbagai kegiatan
penting lainnya yang berhubungan dengan supplier dan distributor. Supply Chain Management
meliputi penetapan:
Pengangkutan.
pembayaran secara tunai atau kredit (proses transfer)
supplier
distributor dan pihak yang membantu transaksi seperti Bank
Hutang maupun piutang
Pergudangan
Pemenuhan pesanan
Informasi mengenai ramalan permintaan, produksi maupun pengendalian
persediaan.
Strategi Rantai Pasokan
Terdapat lima strategi yang dapat dipilih perusahaan untuk melakukan pembelian kepada
supplier yaitu adalah sebagai berikut:
1. Banyak Pemasok (Many Supplier)
Strategi ini memainkan antara pemasok yang satu dengan pemasok yang lainnya dan
membebankan pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli. Para pemasok saling bersaing
secara agresif. Meskipun banyak pendekatan negosiasi yang digunakan dalam strategi ini, tetapi
hubungan jangka panjang bukan menjadi tujuan. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab
dibebankan pada pemasok untuk mempertahankan teknologi, keahlian, kemampuan ramalan,
biaya, kualitas dan pengiriman.
2. Sedikit Pemasok (Few Supplier)
Dalam strategi ini, perusahaan mengadakan hubungan jangka panjang dengan para
pemasok yang komit. Karena dengan cara ini, pemasok cenderung lebih memahami sasaran-
sasaran luas dari perusahaan dan konsumen akhir. Penggunaan hanya beberapa pemasok dapat
menciptakan nilai denganmemungkinkan pemasok mempunyai skala ekonomis dan kurva belajar
yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi yang lebih rendah. Dengan sedikit
pemasok maka biaya mengganti partner besar, sehingga pemasok dan pembeli menghadapi
resiko akan menjadi tawanan yang lainnya. Kinerja pemasok yang buruk merupakan salah satu
resiko yang dihadapi pembeli sehingga pembeli harus memperhatikan rahasia-rahasia dagang
pemasok yang berbisnis di luar bisnis bersama.
3. Vertical Integration
Artinya pengembangan kemampuan memproduksi barang atau jasa yang sebelumnya
dibeli, atau dengan benar-benar membeli pemasok atau distributor. Integrasi vertical dapat
berupa:
Integrasi ke belakang (Backward Integration) berarti penguasaan kepada
sumber daya, misalnya Perusahaan Mobil mengakuisisi Pabrik Baja.
Integrasi kedepan (Forward Integration) berarti penguasaan kepada
konsumennya, misalnya Perusahaan Mobil mengakuisisi Dealer yang
semula sebagai distributornya.
4. Kairetsu Network.
Kebanyakan perusahaan manufaktur mengambil jalan tengah antara membeli dari sedikit
pemasok dan integrasi vertical dengan cara misalnya mendukung secara financial pemasok
melalui kepemilikan atau pinjaman. Pemasok kemudian menjadi bagian dari koalisi perusahaan
yang lebih dikenal dengan kairetsu. Keanggotaannya dalam hubungan jangka panjang oleh sebab
itu diharapkan dapat berfungsi sebagai mitra, menularkan keahlian tehnis dan kualitas produksi
yang stabil kepada perusahaan manufaktur. Para anggota kairetsu dapat beroperasi sebagai
subkontraktor rantai dari pemasok yang lebih kecil.
5. Perusahaan Maya (Virtual Company)
Perusahan Maya mengandalkan berbagai hubungan pemasok untuk memberikan
pelayanan pada saat diperlukan. Perusahaan maya mempunyai batasan organisasi yang tidak
tetap dan bergerak sehingga memungkinkan terciptanya perusahaan yang unik agar dapat
memenuhi permintaan pasar yang cenderung berubah. Hubungan yang terbentuk dapat
memberikan pelayanan jasa diantaranya meliputi pembayaran gaji, pengangkatan karyawan,
disain produk atau distribusinya. Hubungan bisa bersifat jangka pendek maupun jangka panjang,
mitra sejati atau kolaborasi, pemasok atau subkontraktor. Apapun bentuk hubungannya
diharapkan akan menghasilkan kinerja kelas dunia yang ramping. Keuntungan yang bisa
diperoleh diantaranya adalah: keahlian manajemen yang terspesialisasi, investasi modal yang
renadh, fleksibilitas dan kecepatan. Hasil yang diharapkan adalah efisiensi.
II.5 Proses Supply Chain Management
Proses supply chain management adalah proses saat produk masih berbahan mentah,
produk setengah jadi dan produk jadi diperoleh, diubah dan dijual melalui berbagai fasilitas yang
terhubung oleh rantai sepanjang arus produk dan material. Bila digambarkan dalam bentuk bagan
akan nampak sebagaio berikut:
Bagan di atas menunjukkan bahwa supply chain management adalah koordinasi dari
material, informasi dan arus keuangan diantara perusahaan yang berpartisipasi.
Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui
rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan
pembuangan
Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status
pesanan
Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal pembayaran,
penetapan kepemilikan dan pengiriman
Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan
alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai
tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal
pada para pelanggan (Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Dengan tercapainya koordinasi dari
rantai supply perusahaan, maka tiap channel dari rantai supply perusahaan tidak akan mengalami
kekurangan barang juga tidak kelebihan barang terlalu banyak. Menurut Indrajit dan
Djokopranoto (2003) dalam supply chain ada beberapa pemain utama yang merupakan
perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan didalam arus barang, para pemain utama
itu adalah:
1. Supplier
2. Manufacturer
3. Distributor / wholesaler
4. Retail outlets
5. Customers
Proses mata rantai yang terjadi antar pemain utama itu adalah sebagai berikut:
Chain 1: Supplier
Jaringan yang bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan
pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa dalam
bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies, suku
cadang dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan suppliers. Dalam arti yang murni, ini
termasuk juga supplier’s suppliers atau sub-suppliers. Jumlah supplier bisa banyak atau sedikit,
tetapi supplier’s suppliers biasanya berjumlah banyak sekali.
Chain 1 – 2: Supplier – Manufacturer
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai yang kedua, yaitu manufacturer atau plants
atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat,
memfabrikasi, meng-assembling, merakit, mengkonversikan, atau pun menyelesaikan barang
(finishing). Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk
melakukan penghematan. Misalnya inventories bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi
yang berada di pihak suppliers, manufacturer dan tempat transit merupakan target untuk
penghematan ini. Tidak jarang penghematan sebesar 40%-60%, bahkan lebih, dapat diperoleh
dari inventory carrying cost di mata rantai ini. Dengan menggunakan konsep supplier partnering
misalnya, penghematan tersebut dapat diperoleh.
Chain 1 – 2 – 3: Supplier – Manufactures – Distributor
Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai disalurkan kepada
pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang ke pelanggan, yang umum
adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain. Barang
dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang
dalam jumlah yang besar, dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah
yang lebih kecil kepada retailer atau pengecer.
Chain 1 – 2 – 3 – 4: Supplier – Manufacturer – Distributor – Retail Outlet
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri atau dapat juga menyewa
dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan ke pihak
pengecer. Sekali lagi disini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk
jumlah inventories dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola
pengiriman barang baik dari gudang manufacturer maupun ke toko pengecer (retail outlet).
Chain 1 – 2 – 3 – 4 – 5: Supplier – Manufacturer – Distributor – Retail Outlet – Customer
Dari rak-raknya, para pengecer atau retailer ini menawarkan barangnya langsung kepada
para pelanggan, pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlet adalah toko,
warung, toko serba ada, pasar swayalan, atau koperasi dimana konsumen melakukan pembelian.
Walaupun secara fisik dapat dikatakan ini adalah mata rantai terakhir, sebetulnya masih ada satu
mata rantai lagi, yaitu dari pembeli (yang mendatangi retail outlet) ke real customer dan real
user, karena pembeli belum tentu pengguna akhir. Mata rantai supply baru benar-benar berhenti
setelah barang yang bersangkutan tiba di real customers dan real user.
II.6 Manajemen Sisi Permintaan ( Demand Side Management )
Manajemen Sisi permintaan mengatur agar perilaku konsumen dapat diarahkan agar
sesuai dengan pola yang diinginkan oleh penyedia tenaga listrik. Selain pengaturan sisi pasokan,
untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berfluktuasi setiap saat, suatu perusahaan juga perlu
melakukan pengaturan atau manajemen untuk mempengaruhi pola konsumsi dari konsumennya.
Hal tersebut dilakukan agar proses produksi lebih efisien dan efektif tanpa merugikan konsumen.
Pola pengaturan untuk mempengaruhi pola konsumsi dari konsumen tersebut disebut sebagai
Manajemen Sisi Permintaan.
Beberapa contoh yang bisa lihat dari penerapan Manajemen Sisi Permintaan, misalnya
perusahaan telepon selular yang member reduksi tarip pada malam hari atau hari libur dengan
berbagai variasinya sehingga pada periode tersebut sangat murah, bahkan dikesankan sebagai
gratis. Pertimbangan untuk melakukan reduksi tarip pada malam hari atau hari libur tersebut
adalah karena pada periode tersebut kapasitas saluran telepon selular tersebut sangat sedikit
terpakai, padahal biaya operasionalnya tetap, agar kapasitas yang ada dapat dimanfaatkan, maka
tarip telekomunikasi pada jam-jam tersebut diturunkan. Dengan demikian sebagian “traffic
percakapan” yang tidak dapat terlayani pada jam sibuk, dapat beralih ke periode “luar waktu
beban puncak”.
Supermarket atau mal juga sering melakukan kiat pemasaran untuk mengatur permintaan
dari konsumen. Misalnya member diskon kepada konsumen pada tanggal “tua” setiap bulannya,
atau di tengah-tengah minggu (week day), bahkan saat ini di kota-kota besar sudah umum ada
promo tengah malam dengan diskon gila-gilaan.
Perusahaan kereta api beberapa tahun yang lalu memberikan tarip yang murah untuk para
pemudik yang melakukan perjalanan mudik jauh hari sebelum lebaran, misalnya dua minggu
sebelum lebaran, atau yang balik jauh hari sesudah lebaran (sesuadah H + 14). Kiat tersebut
berhasil mengurangi kepadatan penumpang pada “periode puncak” sekaligus mengisi
kekosongan gerbong yang sering terjadi di luar periode puncak.
II.7 Manajemen Sisi Permintaan pada Perusahaan Listrik
Memang kalau kita perhatikan dari contoh-contoh di atas, umumnya pengaturan
“Manajemen Sisi Permintaan” dilakukan dengan cara menjual suatu produk dengan harga yang
berbeda antara periode biasa dengan periode puncak. Dengan kiat tersebut perusahaan dapat
“menjual” kelebihan kapasitas produksi yang berlebihan pada masa di luar beban puncak.
Sehingga dapat menjual lebih banyak produk dan menambah keuntungan.
Pada awalnya “Manajemen Sisi Permintaan” tidak populer penerapannya pada
perusahaan listrik yang merupakan “public utility” murni yang bersifat monopoli dan tidak
terdapat rangsangan untuk berkompetisi. Namun dengan semakin kompetitifnya iklim bisnis
dewasa ini maka setiap perusahaan, termasuk perusahaan “monopoli” harus berkompetisi agar
dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Untuk dapat melaksanakan Manajemen Sisi
Permintaan maka dilakukan pengaturan tarip.
Tarip merupakan instrument terpenting dalam pelaksanaan Manajemen Sisi Permintaan.
Karena hanya dengan adanya pengaturan tarip yang berbeda maka akan dapat mengubah
perilaku konsumen sehingga dapat mengikuti scenario yang disiapkan. Yang pada gilirannya
perilaku konsumen tersebut dapat menimbulkan efisiensi sehingga menambah profit atau
keuntungan.
Namun disamping berfungsi sebagai instrument utama untuk mengarahkan perilaku
konsumen agar timbul efisiensi perusahaan dan meningkatkan laba, tarip juga sering dipakai
sebagai instrument pemerataan. Yaitu dengan mekanisme subsidi silang sehingga masyarakat
yang tergolong pada kelas ekonomi lemah terbantu dengan membayar tarip yang murah
dibanding masyarakat yang lebih mampu.
II.8 Penyebab Pentingnya Manajemen Sisi Permintaan
Terdapat beberapa alasan bagi para manajer untuk memperhatikan supply chain. Pertama, agar
responsive terhadap perubahan kebutuhan pelanggan. Kedua, biaya pembelian bahan baku dan
komponen-komponennya mencapai 60% dari harga pokok penjualan (cost of good sold). Ketiga,
biaya logistik (biaya transportasi dan distribusi) berhubungan dengan penyampaian produk terus
meningkat. Keempat, meningkatnya tekanan kepada para manajer untuk mengurangi
persediaannya. Kelima, teknologi informasi mendorong para manajer untuk lebih memperhatikan
supply chain dan telah menggeser fungsi pembelian.
II.9 Manfaat Supply Chain Management (SCM)
Secara umum penerapan konsep SCM dalam perusahaan akan memberikan manfaat yaitu
kepuasan pelanggan,meningkatkan pendapatan, menurunnya biaya, pemanfaatan asset
yangsemakin tinggi, peningkatan laba, dan perusahaan semakin besar.
1. Kepuasan pelanggan. Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari
aktivitas proses produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau
pengguna yang dimaksud dalam konteks initentunya konsumen yang setia dalam jangka
waktu yang panjang. Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen
harus puas dengan pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.
2. Meningkatkan pendapatan. Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra
perusahaan berarti akan turut pula meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-
produk yang dihasilkan perusahaan tidak akan ‘terbuang’ percuma, karena diminati
konsumen.
3. Menurunnya biaya. Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen akhir
berarti pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.
4. Pemanfaatan asset semakin tinggi. Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih dan
terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia akan mampu
memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan
SCM.
5. Peningkatan laba. Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi
pengguna produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.
6. Perusahaan semakin besar. Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi
produknya lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat.
Keenam manfaat yang sudah dijelaskan seperti tersebut di atas merupakan manfaat tidak
langsung. Secara umum, manfaat langsung dari penerapan SCM bagi perusahaan adalah :
1. SCM secara fisik dapat mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi dan
mengantarkannya kepada konsumen akhir. Manfaat ini menekankan pada fungsi produksi
dan operasi dalam sebuah perusahaan. Dalam fungsi ini dilakukan penggunaan dari seluruh
sumber daya yang dimilki dalam sebuah proses transformasi yang terkendali, untuk
memberikan nilai pada produk yang dihasilkan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan dan
mendistribusikannya kepada konsumen yang dibidik.
2. SCM berfungsi sebagai mediasi pasar, yaitu memastikan apa yang dipasok oleh rantai suplai
mencerminkan aspirasi pelanggan atau konsumen akhir tersebut.
II.10 Strategi Manajemen Sisi Permintaan
Strategi supply chain yang tepat merupakan elemen penting dalam implementasi strategi
bisnis perusahaan. Perusahaan-perusahan harus dengan hati-hati merencanakan kapasitas dan
peramalan permintaannya agar supaya menghindari bullwhip effect dan menjamin ketepatan
waktu penyampaian pesanan pelanggan dan meminimalkan kelebihan persediaan. Sumber utama
persoalan-persoalan yang selalu menciptakan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan
adalah ketidakpastian.
Ketidakpastian tidak terlepas dari sisi permintaan dan sisi penawaran dari kebanyaka
supply chain. Sebagai langkah pertama dalam mengevaluasi dan meningkatkan kinerja supply
chain, Fisher dan Lee mengembangkan kerangka kerja untuk memahami ketidakpastian yang ada
dalam supply chain. Fisher memfokuskan kerangka kerjanya pada ketidakpastian sisi
permintaan, sedangkan kerangka kerja Lee memperluasnya dengan memasukkan ketidakpastian
sisi penawaran. Kerangka kerjanya mengkategorikan produk-produk sebagai fungsional atau
inovatif, didasarkan pada ketidakpastian karakteristik pemintaan dan penawarannya.
Produk fungsional adalah produk-produk tipe komoditi dengan permintaan stabildan profit
marginnya rendah, sedang produk inovatif adalah produk baru yang memiliki derajad inovasi
tinggi dan biasanya permintaannya tidak stabil dan profit marginnya tinggi. Pembedaan yang
sama dapat dilakukan atas ketidakpastian yang berhubungan dengan sisi penawaran. Suatu
produk dengan stable supply process dapat diproduksi dengan cara yang dapat diprediksi,
sebaliknya produk yang diproduksi yang sulit diprediksi disebut evolving supply process. Namun
demikian, Lee mencatat bahwa dalam hal ini tidak selalu bahwa produk-produk fungsional
memiliki stable supply process dan produk-produk inovatif memiliki evolving supply process.
Misalnya, permintaan tahunan untuk tenaga listrik untuk suatu wilayah adalah predictable, tetapi
penawaran/pasokan listrik tenaga air tidak, karena bergantung pada jumlah curah hujan di
wilayah tersebut.
Pemahaman atas perbedaan-perbedaan tersebut dengan tetap memperhitungkan
ketidakpastian permintaan dan penawaran mengusulkan suatu kerangka kerja yang seragam bagi
supply chain management. Terdapat empat strategi untuk pengelolaan supply chain secara
efektif, yaitu: efficient supply chain; risk-hedging supply chain, responsive supply chain; dan
agile supply chain.
Efficient supply chain cocok untuk produk-produk fungsional dengan stable supply
processes. Dalam kondisi lingkungan seperti ini, strategi supply chain sebaiknya memfokuskan
pada strategi penurunan biaya. Produk-produk seperti ini biasanya ada dalam suatu lingkungan
persaingan yang tinggi yang didominasi oleh strategi persaingan biaya rendah.
Risk-hedging supply chain cocok untuk produk-produk fungsional dengan unstable
supply processes. Focus dari strategi supply chain sebaiknya pada penjaminan ketersediaan
produk.
Responsive supply chain
Agile supply chain.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa manajemen sisi permintaan merupakan cara
suatu perusahaan untuk dapat menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan pasar atau
customer sehingga menghasilkan produk yang sesuai permintaan pasar.
DAFTAR PUSTAKA
http://jonny-havianto.blogspot.com/2014/04/manajemen-sisi-permintaan.html
http://www.academia.edu/6849012/Analisis_Rantai_Pasok
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/manajemen-rantai-pasokan
http://moh-angscorp2.blogspot.com/2013/03/supply-chain-management.html