28
BAB I PENDAHULUAN Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium, yang secara klinis ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik, disertai anemia, pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare, black water fever, acute tubular necrosis, dan malaria cerebral. Berdasarkan laporan WHO (2000), terdapat lebih dari 2400 juta penduduk atau 40% dari penduduk dunia tinggal di daerah endemis malaria. Sementara, prevalensi penyakit malaria di seluruh dunia diperkirakan antara 300-500 juta klinis setiap tahunnya. Sedangkan angka kematian yang dilaporkan mencapai 1-1,5 juta penduduk per tahun, terutama terjadi pada anakanak di Afrika, khususnya daerah yang kurang terjangkau oleh pelayanan kesehatan. 1,2 Di Indonesia, sampai saat ini angka kesakitan penyakit malaria masih cukup tinggi, terutama di daerah luar Jawa dan Bali. Namun, kini di daerah Jawa dan Bali sudah terjadi peningkatan jumlah penderita malaria. Hal ini diakibatkan 1

Malaria Cerebral

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Malaria Cerebral

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus

Plasmodium, yang secara klinis ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik,

disertai anemia, pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa

seperti ikterik, diare, black water fever, acute tubular necrosis, dan malaria cerebral.

Berdasarkan laporan WHO (2000), terdapat lebih dari 2400 juta penduduk atau 40%

dari penduduk dunia tinggal di daerah endemis malaria. Sementara, prevalensi penyakit

malaria di seluruh dunia diperkirakan antara 300-500 juta klinis setiap tahunnya.

Sedangkan angka kematian yang dilaporkan mencapai 1-1,5 juta penduduk per tahun,

terutama terjadi pada anakanak di Afrika, khususnya daerah yang kurang terjangkau

oleh pelayanan kesehatan.1,2

Di Indonesia, sampai saat ini angka kesakitan penyakit malaria masih cukup

tinggi, terutama di daerah luar Jawa dan Bali. Namun, kini di daerah Jawa dan Bali

sudah terjadi peningkatan jumlah penderita malaria. Hal ini diakibatkan banyaknya

pengungsi yang berasal dari daerah yang dilanda konflik, sehingga juga ikut berperan

bagi terjadinya penyebaran malaria dari daerah endemis ke daerah non-endemis.2

Dalam pelaksanaan program pemberantasan malaria, sudah banyak biaya dan

tenaga yang dikerahkan tetapi belum membuahkan basil yang nyata. Salah satu kendala

adalah keterlambatan mendiagnosis malaria sedini mungkin sehingga tidak dapat segera

diberi pengobatan. Oleh sebab itu dalam perbaikan strategi pemberantasan malaria,

upaya diagnosis dini dan pengobatan tepat merupakan sasaran utama. Walaupun sampai

saat ini diagnosis pasti hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan parasitologis yang

memerlukan keterampilan dan fasilitas khusus.3

1

Page 2: Malaria Cerebral

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Definisi Malaria secara umum

Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit

yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan

nyamuk Anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali tersebar di wilayah tropik,

misalnya di Amerika, Asia dan Afrika. Gambaran penyakit berupa demam yang sering

periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena

pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.4,5

Gambar 1. Mikroskopik Plasmodium sp.

Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa.

Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang

berbeda bentuk demamnya, yaitu :1

1. Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai Malaria tertiana disebabkan

serangan demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali.

2

Page 3: Malaria Cerebral

2. Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal juga sebagai Malaria Quartana

karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.

3. Plasmodium ovale, secara klinis dikenal juga sebagai Malaria Ovale dengan pola

demam tidak khas setiap 2-1 hari sekali.

4. Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropicana atau

Malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasanya timbul setiap 3

hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis

plasmodium lainnya.

2.2. Etiologi dan Patofisiologi

Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi

melalui dua cara yaitu :5

1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit

malaria

2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia,

misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui

plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).

Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal- hal

sebagai berikut:6

1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tapi juga

terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia

dan anoksia jaringan. Pada hemolisis intravaskuler yang berat dapat terjadi

hemoglobinuria (black water fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal

2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag

3

Page 4: Malaria Cerebral

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag

yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin

berasal dari saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor

nekrosis tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin yang ditemukan dalam peredaran

darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lainnya

menimbulkan demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang

dewasa.

3. Sekuetrasi eritrosit

Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P.falciparum dapat

membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut

mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan

afinitas eritrosit yang mengandung P.falciparum terhadap endothelium kapiler darah

alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang

terinfeksi menempel pada endotelium dan membentuk gumpalan yang

membendung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan

edema jaringan.

Manifestasi klinis penderita malaria ini sangat beragam, dari yang tanpa gejala

sampai dengan yang berat. Di daerah endemis malaria, manifestasi klinis tersebut sudah

sangat dikenal oleh tenaga kesehatan bahkan penderita dapat mendiagnosis penyakitnya

sendiri. Pada daerah non endemis diperlukan pengalaman untuk mengarah ke diagnosis

malaria antara lain pengetahuan epidemiologis, status malaria daerah asal atau tempat

tinggal, mengetahui riwayat tindakan medis yang pernah didapat (transfusi darah,

suntikan), riwayat penyakit dan berpergian dari penderita tersebut.3

4

Page 5: Malaria Cerebral

Gambar 2. Siklus infeksi malaria pada manusia dan nyamuk

2.3. Manifestasi Klinis

Gejala klinis mulai tampak setelah 1 hingga 4 minggu setelah infeksi dan

umumnya mencakup demam dan menggigil. Hampir seluruh pasien dengan malaria

akut memiliki episode demam, sesuai dengan tipikal demam masingmasing

plasmodium. Menggigil dapat terjadi secara tidak teratur, terutama pada infeksi

Plasmodium falciparum. Gejala lainnya yaitu sakit kepala, keringat yang meningkat,

nyeri punggung, nyeri otot, diare, nausea, vomiting, dan batuk.7

Banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi klinis tersebut antara lain:3

1) Status kekebalan yang biasanya berhubungan dengan tingkat endemisitas tempat

tinggalnya.

2) Beratnya infeksi (kepadatan parasit).

5

Page 6: Malaria Cerebral

3) Jenis dan strain Plasmodium (spesies, resisten obat antimalaria atau Chesson strain).

4) Status gizi.

5) Sudah minum obat antimalaria.

6) Keadaan lain penderita (bayi, hamil, orang tua, menderita sakit lain dan lainlain.

7) Faktor genetik (HbF, defisiensi G6PD, ovalositosis dan lain-lain)

Secara umum, bila kepadatan parasit tinggi, biasanya risiko menjadi malaria

berat lebih besar. Walaupun demikian tidak jarang didapatkan penderita malaria berat

dengan kepadatan parasit rendah dan sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena

manifestasi klinis malaria dipengaruhi oleh banyak faktor.

Malaria berat umumnya disebabkan oleh P. falciparum. Di samping itu malaria

falsiparum merupakan jenis malaria yang telah dilaporkan resisten terhadap klorokuin

maupun multidrug. Di Irian dikenal P. vivax Chesson strain yang lebih sulit dapat

disembuhkan. Status gizi sangat mempengaruhi kekebalan tubuh terhadap infeksi

terutama pada anak-anak, sehingga tak mengherankan malaria pada anak kurang gizi

sering berkembangmenjadi berat.3

Manifestasi umum malaria: 6

1. Masa inkubasi

Biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung pada spesies parasit (terpendek

untuk P.falciparum dan terpanjang untuk P.malariae), beratnya infeksi dan pada

pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:

kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang atau otot,

anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di

6

Page 7: Malaria Cerebral

punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.vivax dan P.ovale, sedangkan

P.falciparum dan P.malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat

mendadak.

3. Gejala-gejala umum

Gejala klasik yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxysm) secara berurutan:6

a. Periode dingin

Mulai menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus

dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan

gemetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang

kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti

dengan meningkatnya temperatur.

b. Periode panas

Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan

panas badan tetap tinggi dapat sampai 40°C atau lebih, penderita membuka

selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntahmuntah,

dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi

kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau

lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

c. Periode berkeringat

Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai

basah temperatur turun, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila

penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

7

Page 8: Malaria Cerebral

Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung antara 6-10 jam, lebih sering

terjadi pada infeksi P.vivax. Pada infeksi P.falciparum menggigil dapat berlangsung

berat atau pun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P.falsiparum, 36

jam pada P.vivax dan ovale, 60 jam pada P.malariae.6

Manifestasi klinis penderita yang sudah minum obat antimalaria atau minum

profilaksis biasanya dapat lebih ringan atau menjadi tidak jelas. Pada penderita dengan

defisiensi G6PD dapat disertai dengan hemoglobinuria. Anakanak, ibu hamil dan orang

tua, biasanya lebih rentan terhadap infeksi. Malaria pada kehamilan dapat menyebabkan

abortus, kematian janin, bayi lahir mati, berat badan lahir rendah, malaria kongenital,

partus sulit, anemia, gangguan fungsi ginjal dan hipoglikemia.3

Periodisitas serangan berhubungan dengan berakhirnya skizogoni, bilamana

skizon matang kemudian pecah, merozoit bersama dengan pigmen dan benda residu

keluar dari sel darah merah memasuki aliran darah. Ini sebenarnya merupakan suatu

infeksi protein asing. Pada infeksi akut terdapat leukositosis sedang dangan

granulositosis, tetapi dengan turunnya suhu badan maka timbul leukopenia dengan

monositosis relatif dan limfositosis. Jumlah sel darah putih sebesar 3000 sampai 45.000

pernah dilaporkan. Pada permulaan infeksi dapat terjadi trombositopenia jelas, tetapi hal

ini bersifat sementara.5

2.4. Diagnosis

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita

tentang asal penderita apakah dari daerah endemik malaria, riwayat bepergian ke daerah

malaria, riawayat pengobatan kuratif maupun preventif. Beberapa pemeriksaan

penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis malaria antara lain:5

8

Page 9: Malaria Cerebral

1. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit

malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan

hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi

tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan.

2. Tes Antigen : p-f test

Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II).

Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus,

sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks

sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi

laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara

immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal

dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi

P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih

rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid

test).

3. Tes Serologi

Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik

indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody

specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini

kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibody baru terjadi setelah

9

Page 10: Malaria Cerebral

beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian

epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi

baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara lain

indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test,

radio-immunoassay.

4. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA,

waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan

tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes

ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

BAB III

MALARIA SEREBRAL

3.1. Definisi

10

Page 11: Malaria Cerebral

Malaria cerebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium

falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang

terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya

mendapatkan perawatan yang tepat.1 Pada malaria falciparum, 10% kasus akan

mengalami komplikasi malaria serebral, dan jumlah ini memenuhi 80% kematian pada

malaria.8

Malaria serebral merupakan penyebab utama ensefalopati non-traumatik di

dunia, sehingga merupakan penyakit parasitik terpenting pada manusia. Malaria

diperkirakan telah sekitar 5% populasi dunia dan menyebabkan 0,5 – 2,5 juta jiwa

meninggal setiap tahun.9

3.2. Etiopatogenesis Malaria Serebral

Penyebab malaria cerebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di

otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah.1 selain itu,

beberapa faktor yang juga mempengaruhi manifestasi neurologi pada malaria, antara

lain:8

Demam derajat tinggi, akan mengganggu kesadaran, kejang demam (pada anak),

dan psikosis. Manifestasi tersebut akan menurun bila derajat panas diturunkan.

Apabila kesadaran tidak mengalami gangguan setelah serangan kejang atau

demam, maka prognosis penderita umumnya baik

Obat-obat antimalaria, seperti klorokuin, kuinin, meflokuin, dan halofantrin juga

dapat menyebabkan gangguan perilaku, kejang, halusinasi, dan psikosis. Bila

tidak terdapat demam tinggi atau parasitemia yang menyertai

manifestasi neurologis, maka kemungkinan penyebabnya adalah

obat antimalaria.

11

Page 12: Malaria Cerebral

Hipoglikemia, pada infeksi malaria berat , dapat terjadi

hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia lebih sering terjadi pada ibu

hamil. Perlu adanya pertimbangan pemberian infus dextrose 25-

50% untuk mengatasi hal ini.

Hiponatremia, hampir selalu terjadi pada kasus yang dialami orang

tua dan seringkali akibat muntah berlebih.

Anemia berat dan hipoksemia dapat menyebabkan disfungsi

serebral pada pasien dengan malaria.

Patofisiologi malaria serebral yang terkait dengan infeksiusitas parasit masih belum

diketahui secara pasti. Meskipun dasar kelainan adalah adanya sumbatan mikrosirkulasi

serebral yang disebabkan parasit, namun mekanisme pastinya masih merupakan

hipotesis.8

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke

dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami

perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.

Perubahan tersebut meliputi mekanisme transpor membran sel, penurunan

deformabilitas, pembentukan knob, ekspresi varian non antigen di permukaan sel,

sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting, peranan sitokin dan NO (Nitrik Oksida).6

3.3. Diagnosis Klinis

1. Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:

12

Page 13: Malaria Cerebral

Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,

mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik

malaria.

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

Riwayat sakit malaria.

Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

Riwayat mendapat transfusi darah.

2. Pemeriksaaan Fisik:

Demam (T ≥ 37,5°C).

Konjunctiva atau telapak tangan pucat.

Pembesaran limpa (splenomegali).

Pembesaran hati (hepatomegali).

Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:

Temperatur rektal ≥ 40°C.

Nadi cepat dan lemah/kecil.

Tekanan darah sistolik <70mmHg.

Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per menit

pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.

Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.

Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir

kerins, produksi air seni berkurang.

Tanda-tanda anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat.

13

Page 14: Malaria Cerebral

Terlihat mata kuning atau ikterik.

Adanya ronkhi pada kedua paru.

Pembesaran limpa dan atau hepar.

Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.

Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.

Gejala klinis untuk malaria serebral diantaranya berbagai tingkatan penurunan

kesadaran berupa delirium, mengantuk, stupor, dan ketidak sadaran dengan respon

motorik terhadap rangsang sakit yang dapat diobservasi/dinilai. Onset koma dapat

bertahap setelah stadium inisial konfusi atau mendadak setelah serangan pertama.

Tetapi, ketidak sadaran post iktal jarang menetap setelah lebih dari 30-60 menit. Bila

penyebab ketidaksadaran masih ragu-ragu, maka penyebab ensefalopati lain yang lazim

ditempat itu, seperti meningoensefalitis viral atau bakterial harus disingkirkan.6

Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat

ditemukan:11

1. Ensefalopati difus simetris

2. Kejang umum atau fokal

3. Tonus otot dapat meningkat atau turun

4. Refleks tendon bervariasi

5. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi

6. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)

7. Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul

8. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity

9. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada

14

Page 15: Malaria Cerebral

10. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi

spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem

kadang terlihat

11. Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis,

Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus

disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP)

12. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik

ringan

Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun hanya

terdapat 3 gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu:9

1. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik

2. Kejang umum dan sekuel neurologic

3. koma menetap selama 24 – 72 jam, mula-mula dapat dibangunkan, kmudian tak

dapat dibangukan

3.4. Penatalaksanaan

Manajemen terapi atau penanggulangan malaria serebral meliputi: 2

15

Page 16: Malaria Cerebral

1. Penanganan Umum

a. Penderita harus dirawat di ruang perawatan intensif (ICU).

b. Untuk di daerah endemis, terapi diberikan sesegera mungkin, kadangkadang

sebelum konfirmasi parasitologik.

c. Penderita harus ditimbang untuk menghitung dosis obat antimalaria.

d. Pemberian cairan infus untuk pemeliharaan cairan dan kebutuhan kalori, jika

perlu dipasang kateter CVP, khususnya untuk penderita lanjut usia. Semua

intake harus direkam secara hati-hati.

e. Pasang kateter urin untuk mengukur pengeluaran urin seperti halnya mengukur

pengeluaran yang lain.

f. Penderita harus diawasi dari muntah dan pencegahan jatuhnya penderita dari

tempat tidur.

g. Penderita harus dibolak-balik untuk menghindari decubitus.

h. Hindari penggunaan NGT (nasogastric tube) untuk mencegah aspirasi.

2. Terapi Antimalaria

a. Obat-obat terpilih:

Kinin dihidroklorida 10 mg/kg BB i.v. dalam NaCl 0,9% (10 cc/kg BB)

diberi dalam 4 jam, diulang setiap 12 jam sampai sadar.

Hidrokortison 2 X 100 mg/hari i.v.

b. Obat-obat pengganti:

Khlorokuin sulfat 250 mg i.v. perlahan-lahan disusul dengan 250 mg dalam

500 cc NaCl 0,9% dalam 12 jam (2 kali).

Dexametason 10 mg i.v. (dosis inisial), dilanjutkan dengan 4 mg i.v. tiap 1

jam.

3. Penangaan pasien tidak sadar: 11

Buat grafik suhu, nadi, dan pernafasan secara akurat.

16

Page 17: Malaria Cerebral

Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang

sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.

Pasang kateter urethra dengan drainase / kantong tertutup. Pemasangan kateter

dengan memperhatikan kaidah antisepsis.

Pasang nasogastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah

aspirasi pneumonia.

Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang

dapat terjadi karena tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.

Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena

kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.

Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan

hypostatic pneumonia.

4. Monitoring

Hal-hal yang perlu dimonitor: 11

o Tensi, nadi, suhu, dan pernafasan setiap 30 menit.

o Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow coma scale (GCS)

setiap 6 jam.

o Hitung parasit setiap 12-24 jam.

o Hb & Ht setiap hari.

o Gula darah setiap 4 jam.

o Parameter lain sesuai indikasi (misal : ureum, creatinin & kalium darah pada

komplikasi gagal ginjal).

3.5 Prognosis

17

Page 18: Malaria Cerebral

Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan &

kecepatan pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas

yang dilaporkan pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat

sampai 50 %. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik

daripada kegagalan 2 fungsi organ. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah

> 50 %. Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %. 11

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Malaria Cerebral

1. Munthe CE. Malaria serebral: Laporan Kasus. Cermin Dunia Kedokteran

2001;131:5-6

2. Putera HD. Malaria serebral (Komplikasi): Suatu penyakit imunologis.

Laboratorium Parasitologi FK Universitas Lambung Mangkurat, Kalimatan Selatan,

2002

3. Tjitra E. Manifestasi klinis dan pongobatan malaria. Cermin Dunia Kedokteran

1995;101:5-11

4. Khomsah. Penyakit Malaria. (available at www.google.co.id/penyakitmalaria. com,

tanggal 3 Januari 2012)

5. Dinda. Malaria. (available at www.medicafarma.com, diakses tanggal 5 Januari

2012)

6. Akhyar Y. Malaria. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru, Riau 2008

7. Weller Pf. Protozoan Infection: Malaria. Dalam Infection Disease: The Clinician’s

Guide to Diagnosis, Treatment, and Prevention. Editor: Dale DC. New York, 2004.

8. Kakkilaya BS. Central nervous system involvement in P. Falciparum malaria.

(available at www.malariasite.com, diakses tanggal 5 Januari 2012)

9. Newton CRJC, Hien TT, White N. Neurological aspects of tropical disease:

Cerebral malaria. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2000;69:433-41

10. Santoso, Baju SH. Peran tumor necrosis factor (YNF) dan factor penghambat

produksi TNF pada gejala klinik malaria falciparum dan malaria vivax di daerah

hipoendemik Lombok. 2007 (available at lib.unair.ac.id, diakses tanggal 6 Januari

2012)

11. Pusat Informasi Penyakit Infeksi. Malaria. (available at www.infeksi.com, diakses

tanggal 5 Agustus 2008).

19