Upload
hendri6780
View
729
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus
Plasmodium, yang secara klinis ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik,
disertai anemia, pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa
seperti ikterik, diare, black water fever, acute tubular necrosis, dan malaria cerebral.
Berdasarkan laporan WHO (2000), terdapat lebih dari 2400 juta penduduk atau 40%
dari penduduk dunia tinggal di daerah endemis malaria. Sementara, prevalensi penyakit
malaria di seluruh dunia diperkirakan antara 300-500 juta klinis setiap tahunnya.
Sedangkan angka kematian yang dilaporkan mencapai 1-1,5 juta penduduk per tahun,
terutama terjadi pada anakanak di Afrika, khususnya daerah yang kurang terjangkau
oleh pelayanan kesehatan.1,2
Di Indonesia, sampai saat ini angka kesakitan penyakit malaria masih cukup
tinggi, terutama di daerah luar Jawa dan Bali. Namun, kini di daerah Jawa dan Bali
sudah terjadi peningkatan jumlah penderita malaria. Hal ini diakibatkan banyaknya
pengungsi yang berasal dari daerah yang dilanda konflik, sehingga juga ikut berperan
bagi terjadinya penyebaran malaria dari daerah endemis ke daerah non-endemis.2
Dalam pelaksanaan program pemberantasan malaria, sudah banyak biaya dan
tenaga yang dikerahkan tetapi belum membuahkan basil yang nyata. Salah satu kendala
adalah keterlambatan mendiagnosis malaria sedini mungkin sehingga tidak dapat segera
diberi pengobatan. Oleh sebab itu dalam perbaikan strategi pemberantasan malaria,
upaya diagnosis dini dan pengobatan tepat merupakan sasaran utama. Walaupun sampai
saat ini diagnosis pasti hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan parasitologis yang
memerlukan keterampilan dan fasilitas khusus.3
1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi Malaria secara umum
Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit
yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan
nyamuk Anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali tersebar di wilayah tropik,
misalnya di Amerika, Asia dan Afrika. Gambaran penyakit berupa demam yang sering
periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena
pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.4,5
Gambar 1. Mikroskopik Plasmodium sp.
Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa.
Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang
berbeda bentuk demamnya, yaitu :1
1. Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai Malaria tertiana disebabkan
serangan demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali.
2
2. Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal juga sebagai Malaria Quartana
karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.
3. Plasmodium ovale, secara klinis dikenal juga sebagai Malaria Ovale dengan pola
demam tidak khas setiap 2-1 hari sekali.
4. Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropicana atau
Malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasanya timbul setiap 3
hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis
plasmodium lainnya.
2.2. Etiologi dan Patofisiologi
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi
melalui dua cara yaitu :5
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit
malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia,
misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui
plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).
Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal- hal
sebagai berikut:6
1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia
dan anoksia jaringan. Pada hemolisis intravaskuler yang berat dapat terjadi
hemoglobinuria (black water fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal
2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
3
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin
berasal dari saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor
nekrosis tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin yang ditemukan dalam peredaran
darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lainnya
menimbulkan demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang
dewasa.
3. Sekuetrasi eritrosit
Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P.falciparum dapat
membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut
mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan
afinitas eritrosit yang mengandung P.falciparum terhadap endothelium kapiler darah
alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang
terinfeksi menempel pada endotelium dan membentuk gumpalan yang
membendung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan
edema jaringan.
Manifestasi klinis penderita malaria ini sangat beragam, dari yang tanpa gejala
sampai dengan yang berat. Di daerah endemis malaria, manifestasi klinis tersebut sudah
sangat dikenal oleh tenaga kesehatan bahkan penderita dapat mendiagnosis penyakitnya
sendiri. Pada daerah non endemis diperlukan pengalaman untuk mengarah ke diagnosis
malaria antara lain pengetahuan epidemiologis, status malaria daerah asal atau tempat
tinggal, mengetahui riwayat tindakan medis yang pernah didapat (transfusi darah,
suntikan), riwayat penyakit dan berpergian dari penderita tersebut.3
4
Gambar 2. Siklus infeksi malaria pada manusia dan nyamuk
2.3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis mulai tampak setelah 1 hingga 4 minggu setelah infeksi dan
umumnya mencakup demam dan menggigil. Hampir seluruh pasien dengan malaria
akut memiliki episode demam, sesuai dengan tipikal demam masingmasing
plasmodium. Menggigil dapat terjadi secara tidak teratur, terutama pada infeksi
Plasmodium falciparum. Gejala lainnya yaitu sakit kepala, keringat yang meningkat,
nyeri punggung, nyeri otot, diare, nausea, vomiting, dan batuk.7
Banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi klinis tersebut antara lain:3
1) Status kekebalan yang biasanya berhubungan dengan tingkat endemisitas tempat
tinggalnya.
2) Beratnya infeksi (kepadatan parasit).
5
3) Jenis dan strain Plasmodium (spesies, resisten obat antimalaria atau Chesson strain).
4) Status gizi.
5) Sudah minum obat antimalaria.
6) Keadaan lain penderita (bayi, hamil, orang tua, menderita sakit lain dan lainlain.
7) Faktor genetik (HbF, defisiensi G6PD, ovalositosis dan lain-lain)
Secara umum, bila kepadatan parasit tinggi, biasanya risiko menjadi malaria
berat lebih besar. Walaupun demikian tidak jarang didapatkan penderita malaria berat
dengan kepadatan parasit rendah dan sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena
manifestasi klinis malaria dipengaruhi oleh banyak faktor.
Malaria berat umumnya disebabkan oleh P. falciparum. Di samping itu malaria
falsiparum merupakan jenis malaria yang telah dilaporkan resisten terhadap klorokuin
maupun multidrug. Di Irian dikenal P. vivax Chesson strain yang lebih sulit dapat
disembuhkan. Status gizi sangat mempengaruhi kekebalan tubuh terhadap infeksi
terutama pada anak-anak, sehingga tak mengherankan malaria pada anak kurang gizi
sering berkembangmenjadi berat.3
Manifestasi umum malaria: 6
1. Masa inkubasi
Biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung pada spesies parasit (terpendek
untuk P.falciparum dan terpanjang untuk P.malariae), beratnya infeksi dan pada
pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang atau otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
6
punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.vivax dan P.ovale, sedangkan
P.falciparum dan P.malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat
mendadak.
3. Gejala-gejala umum
Gejala klasik yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxysm) secara berurutan:6
a. Periode dingin
Mulai menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus
dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan
gemetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.
b. Periode panas
Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas badan tetap tinggi dapat sampai 40°C atau lebih, penderita membuka
selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntahmuntah,
dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi
kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau
lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai
basah temperatur turun, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila
penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
7
Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung antara 6-10 jam, lebih sering
terjadi pada infeksi P.vivax. Pada infeksi P.falciparum menggigil dapat berlangsung
berat atau pun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P.falsiparum, 36
jam pada P.vivax dan ovale, 60 jam pada P.malariae.6
Manifestasi klinis penderita yang sudah minum obat antimalaria atau minum
profilaksis biasanya dapat lebih ringan atau menjadi tidak jelas. Pada penderita dengan
defisiensi G6PD dapat disertai dengan hemoglobinuria. Anakanak, ibu hamil dan orang
tua, biasanya lebih rentan terhadap infeksi. Malaria pada kehamilan dapat menyebabkan
abortus, kematian janin, bayi lahir mati, berat badan lahir rendah, malaria kongenital,
partus sulit, anemia, gangguan fungsi ginjal dan hipoglikemia.3
Periodisitas serangan berhubungan dengan berakhirnya skizogoni, bilamana
skizon matang kemudian pecah, merozoit bersama dengan pigmen dan benda residu
keluar dari sel darah merah memasuki aliran darah. Ini sebenarnya merupakan suatu
infeksi protein asing. Pada infeksi akut terdapat leukositosis sedang dangan
granulositosis, tetapi dengan turunnya suhu badan maka timbul leukopenia dengan
monositosis relatif dan limfositosis. Jumlah sel darah putih sebesar 3000 sampai 45.000
pernah dilaporkan. Pada permulaan infeksi dapat terjadi trombositopenia jelas, tetapi hal
ini bersifat sementara.5
2.4. Diagnosis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita
tentang asal penderita apakah dari daerah endemik malaria, riwayat bepergian ke daerah
malaria, riawayat pengobatan kuratif maupun preventif. Beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis malaria antara lain:5
8
1. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit
malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan
hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi
tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan.
2. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II).
Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus,
sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks
sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi
laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara
immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal
dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi
P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih
rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid
test).
3. Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik
indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody
specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibody baru terjadi setelah
9
beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi
baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara lain
indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test,
radio-immunoassay.
4. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan
tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes
ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.
BAB III
MALARIA SEREBRAL
3.1. Definisi
10
Malaria cerebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium
falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang
terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya
mendapatkan perawatan yang tepat.1 Pada malaria falciparum, 10% kasus akan
mengalami komplikasi malaria serebral, dan jumlah ini memenuhi 80% kematian pada
malaria.8
Malaria serebral merupakan penyebab utama ensefalopati non-traumatik di
dunia, sehingga merupakan penyakit parasitik terpenting pada manusia. Malaria
diperkirakan telah sekitar 5% populasi dunia dan menyebabkan 0,5 – 2,5 juta jiwa
meninggal setiap tahun.9
3.2. Etiopatogenesis Malaria Serebral
Penyebab malaria cerebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di
otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah.1 selain itu,
beberapa faktor yang juga mempengaruhi manifestasi neurologi pada malaria, antara
lain:8
Demam derajat tinggi, akan mengganggu kesadaran, kejang demam (pada anak),
dan psikosis. Manifestasi tersebut akan menurun bila derajat panas diturunkan.
Apabila kesadaran tidak mengalami gangguan setelah serangan kejang atau
demam, maka prognosis penderita umumnya baik
Obat-obat antimalaria, seperti klorokuin, kuinin, meflokuin, dan halofantrin juga
dapat menyebabkan gangguan perilaku, kejang, halusinasi, dan psikosis. Bila
tidak terdapat demam tinggi atau parasitemia yang menyertai
manifestasi neurologis, maka kemungkinan penyebabnya adalah
obat antimalaria.
11
Hipoglikemia, pada infeksi malaria berat , dapat terjadi
hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia lebih sering terjadi pada ibu
hamil. Perlu adanya pertimbangan pemberian infus dextrose 25-
50% untuk mengatasi hal ini.
Hiponatremia, hampir selalu terjadi pada kasus yang dialami orang
tua dan seringkali akibat muntah berlebih.
Anemia berat dan hipoksemia dapat menyebabkan disfungsi
serebral pada pasien dengan malaria.
Patofisiologi malaria serebral yang terkait dengan infeksiusitas parasit masih belum
diketahui secara pasti. Meskipun dasar kelainan adalah adanya sumbatan mikrosirkulasi
serebral yang disebabkan parasit, namun mekanisme pastinya masih merupakan
hipotesis.8
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke
dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami
perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.
Perubahan tersebut meliputi mekanisme transpor membran sel, penurunan
deformabilitas, pembentukan knob, ekspresi varian non antigen di permukaan sel,
sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting, peranan sitokin dan NO (Nitrik Oksida).6
3.3. Diagnosis Klinis
1. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
12
Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Riwayat mendapat transfusi darah.
2. Pemeriksaaan Fisik:
Demam (T ≥ 37,5°C).
Konjunctiva atau telapak tangan pucat.
Pembesaran limpa (splenomegali).
Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
Temperatur rektal ≥ 40°C.
Nadi cepat dan lemah/kecil.
Tekanan darah sistolik <70mmHg.
Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per menit
pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.
Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kerins, produksi air seni berkurang.
Tanda-tanda anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat.
13
Terlihat mata kuning atau ikterik.
Adanya ronkhi pada kedua paru.
Pembesaran limpa dan atau hepar.
Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.
Gejala klinis untuk malaria serebral diantaranya berbagai tingkatan penurunan
kesadaran berupa delirium, mengantuk, stupor, dan ketidak sadaran dengan respon
motorik terhadap rangsang sakit yang dapat diobservasi/dinilai. Onset koma dapat
bertahap setelah stadium inisial konfusi atau mendadak setelah serangan pertama.
Tetapi, ketidak sadaran post iktal jarang menetap setelah lebih dari 30-60 menit. Bila
penyebab ketidaksadaran masih ragu-ragu, maka penyebab ensefalopati lain yang lazim
ditempat itu, seperti meningoensefalitis viral atau bakterial harus disingkirkan.6
Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat
ditemukan:11
1. Ensefalopati difus simetris
2. Kejang umum atau fokal
3. Tonus otot dapat meningkat atau turun
4. Refleks tendon bervariasi
5. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi
6. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)
7. Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul
8. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity
9. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada
14
10. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi
spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem
kadang terlihat
11. Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis,
Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus
disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP)
12. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik
ringan
Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun hanya
terdapat 3 gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu:9
1. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik
2. Kejang umum dan sekuel neurologic
3. koma menetap selama 24 – 72 jam, mula-mula dapat dibangunkan, kmudian tak
dapat dibangukan
3.4. Penatalaksanaan
Manajemen terapi atau penanggulangan malaria serebral meliputi: 2
15
1. Penanganan Umum
a. Penderita harus dirawat di ruang perawatan intensif (ICU).
b. Untuk di daerah endemis, terapi diberikan sesegera mungkin, kadangkadang
sebelum konfirmasi parasitologik.
c. Penderita harus ditimbang untuk menghitung dosis obat antimalaria.
d. Pemberian cairan infus untuk pemeliharaan cairan dan kebutuhan kalori, jika
perlu dipasang kateter CVP, khususnya untuk penderita lanjut usia. Semua
intake harus direkam secara hati-hati.
e. Pasang kateter urin untuk mengukur pengeluaran urin seperti halnya mengukur
pengeluaran yang lain.
f. Penderita harus diawasi dari muntah dan pencegahan jatuhnya penderita dari
tempat tidur.
g. Penderita harus dibolak-balik untuk menghindari decubitus.
h. Hindari penggunaan NGT (nasogastric tube) untuk mencegah aspirasi.
2. Terapi Antimalaria
a. Obat-obat terpilih:
Kinin dihidroklorida 10 mg/kg BB i.v. dalam NaCl 0,9% (10 cc/kg BB)
diberi dalam 4 jam, diulang setiap 12 jam sampai sadar.
Hidrokortison 2 X 100 mg/hari i.v.
b. Obat-obat pengganti:
Khlorokuin sulfat 250 mg i.v. perlahan-lahan disusul dengan 250 mg dalam
500 cc NaCl 0,9% dalam 12 jam (2 kali).
Dexametason 10 mg i.v. (dosis inisial), dilanjutkan dengan 4 mg i.v. tiap 1
jam.
3. Penangaan pasien tidak sadar: 11
Buat grafik suhu, nadi, dan pernafasan secara akurat.
16
Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang
sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.
Pasang kateter urethra dengan drainase / kantong tertutup. Pemasangan kateter
dengan memperhatikan kaidah antisepsis.
Pasang nasogastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah
aspirasi pneumonia.
Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang
dapat terjadi karena tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena
kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.
Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan
hypostatic pneumonia.
4. Monitoring
Hal-hal yang perlu dimonitor: 11
o Tensi, nadi, suhu, dan pernafasan setiap 30 menit.
o Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow coma scale (GCS)
setiap 6 jam.
o Hitung parasit setiap 12-24 jam.
o Hb & Ht setiap hari.
o Gula darah setiap 4 jam.
o Parameter lain sesuai indikasi (misal : ureum, creatinin & kalium darah pada
komplikasi gagal ginjal).
3.5 Prognosis
17
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan &
kecepatan pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas
yang dilaporkan pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat
sampai 50 %. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik
daripada kegagalan 2 fungsi organ. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah
> 50 %. Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %. 11
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Munthe CE. Malaria serebral: Laporan Kasus. Cermin Dunia Kedokteran
2001;131:5-6
2. Putera HD. Malaria serebral (Komplikasi): Suatu penyakit imunologis.
Laboratorium Parasitologi FK Universitas Lambung Mangkurat, Kalimatan Selatan,
2002
3. Tjitra E. Manifestasi klinis dan pongobatan malaria. Cermin Dunia Kedokteran
1995;101:5-11
4. Khomsah. Penyakit Malaria. (available at www.google.co.id/penyakitmalaria. com,
tanggal 3 Januari 2012)
5. Dinda. Malaria. (available at www.medicafarma.com, diakses tanggal 5 Januari
2012)
6. Akhyar Y. Malaria. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru, Riau 2008
7. Weller Pf. Protozoan Infection: Malaria. Dalam Infection Disease: The Clinician’s
Guide to Diagnosis, Treatment, and Prevention. Editor: Dale DC. New York, 2004.
8. Kakkilaya BS. Central nervous system involvement in P. Falciparum malaria.
(available at www.malariasite.com, diakses tanggal 5 Januari 2012)
9. Newton CRJC, Hien TT, White N. Neurological aspects of tropical disease:
Cerebral malaria. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2000;69:433-41
10. Santoso, Baju SH. Peran tumor necrosis factor (YNF) dan factor penghambat
produksi TNF pada gejala klinik malaria falciparum dan malaria vivax di daerah
hipoendemik Lombok. 2007 (available at lib.unair.ac.id, diakses tanggal 6 Januari
2012)
11. Pusat Informasi Penyakit Infeksi. Malaria. (available at www.infeksi.com, diakses
tanggal 5 Agustus 2008).
19