Upload
alim-sumarno
View
389
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : YUANITA LINA EVARUDINI, http://ejournal.unesa.ac.id
Citation preview
MAKNA SIMBOLIS TARI MUNG DHE DI DESA GARU KECAMATAN BARON
KABUPATEN NGANJUK
Oleh : Yuanita Lina Evarudini
Abstrak
Mung dhe berasal dari Desa Garu Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Kalahnya pasukan Diponegoro yang dipimpin oleh Sentot Prawirodirdjo melawan Belanda mengakibatkan pengikutnya tersebar di seluruh wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Para prajurit yang masih tersisa berupaya menyusun kekuatan. Namun upaya itu tidak berani terang-terangan melainkan dengan cara berpura-pura menari dan mengamen berkeliling. Dengan gerakan-gerakan yang khas yaitu menggambarkan gerakan perjuangan dengan latihan baris-berbaris dan adegan perang. Cara seperti ini mereka tempuh untuk mengelabuhi pasukan Belanda yang selalu mengikuti dan mengintai sisa-sisa prajurit Diponegoro berada dan usaha mereka ternyata berhasil dan tidak diketahui oleh pasukan Belanda dengan gerak-gerak yang memiliki makna dan simbol tertentu. Tari Mung Dhe memang sarat dengan nilai perjuangan dan bertemakan kepahlawanan dan cinta tanah air, heroik patriotisme.
Kata Kunci: Makna Simbolis, Tari Mung Dhe
1. PENDAHULUAN
Tari Mung Dhe bertemakan kepahlawanan dan cinta tanah air, heroik patriotisme,
sehingga gerak gerak tari diambilkan dari gerakan keprajuritan dan bela diri (silat),
namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya penambahan gerakan lain demi
utuhnya garapan tari ini. Pada dasarnya, cerita tari Mung Dhe menggambarkan tari
prajurit yang sedang berlatih perang yang lengkap dengan orang yang membantu dan
memberi semangat kepada kedua belah pihak yang sedang berlatih. Pihak yang
membantu memberi semangat, di sebut Botoh. Botohnya ada dua, yaitu Penthul untuk
pihak yang menang, dan Tembem untuk yang kalah. Sikap dan tingkah laku kedua botoh
ini gecul dan lucu sehingga membuat pihak dari Belanda terkecoh dengan penyamaran
dari para prajurit dan orang lain yang menyaksikan tari Mung Dhe terkesan tegang dan
kadang merasa geli sebab yang berlatih perang memakai pedang, sedangkan botohnya
lucu. Secara keseluruhan, tari Mungdhe melibatkan 14 pemain dengan masing masing
peran pada awalnya yaitu:
- 2 orang berperan sebagai penari/prajurit
- 2 orang berperan sebagai pembawa bendera
- 2 orang berperan sebagai botoh
- 8 orang berperan sebagai penabuh pengiring
Namun pada perkembangannya Tari Mung Dhe diajarkan kepada siswa sebagai
bentuk regenerasi agar Tari Mung Dhe dapat dilestarikan, selain itu siswa secara
langsung berlatih ketangkasan, latihan kanuragan dan memiliki semangat perjuangan
yang akan timbul pada dirinya. Urutan sajian tari Mung Dhe pada adegan pertama adalah
kirapan yaitu arak-arakan para prajurit yang dipimpin oleh Botoh. Adegan kedua
persiapan mulainya atraksi yang dilakukan oleh prajurit dengan gerak-gerak perang
menggunakan pedang. Adegan ketiga adalah pengambilan bendera oleh pihak yang
menang yaitu Pentul dan diberikan kepada prajurit yang menang. Selanjutnya, tugas
tembem dari pihak yang kalah menggendong pentul dan berkeliling sebagai hukuman
dalam kalahnya latihan perang tersebut. Adegan terakhir mereka membentuk formasi
kirapan kembali dan melanjutkan perjalanan arak-arakan.
Tari Mung Dhe yang dijadikan sebagai alat komusikasi antara prajurit yang sudah
terkumpul maupun yang masih terpencar disaat melanjutkan perjuangan melawan
pasukan Belanda serta memiliki adegan tari yang kontradiktif yaitu gabungan antara
adegan tegang dari penari prajurit perang dan adegan lucu (gecul) dari tokoh penthul dan
tembem tersebut. Tari Mung Dhe yang adegannya kontradiktif tersebut mengandung
makna yang ingin disampaikan untuk terhadap pasukan Belanda sehingga pasukan
Diponegoro membuat suatu simbol gerak untuk menyampaikan maksud-maksud tertentu
yang dimengerti oleh pasukan Diponegoro yang terpencar pada saat itu namun tidak
dimengerti oleh Pasukan dari Belanda.
2. PEMBAHASAN
Ragam gerak penari prajurit terdapar ragam gerak kirapan, entrokan, srampangan,
pedang rangkep, dan ambil umbul-umbul. Sehingga menyimpulkan bahwa terdapat
simbol gerak yaitu ragam gerak srampangan, dan mengambil umbul-umbul. Ragam gerak
srampangan menyimbolkan posisi level atas dan bawah yang mewakili kedudukan kalah
atau menang. Posisi prajurit pedang yang berdiri sambil membawa pedang didepan
dadanya memberikan kesan bertahan. Sedangkan posisi prajurit pedang yang jongkok
menangkis pedang memberikan kesan menyerah terhadap lawan. Mengambil umbul-
umbul dan berlari berkeliling lapangan serta mengibarkan bendera merah putih
memberikan simbol kemenangan yang dicapai oleh bangsa Indonesia. Gerakan juga
itulah yang merupakan simbol diskursif sebab ketiga gerak simbol tersebut secara umum
dapat dibaca dan memberikan arti yang sama. Gerak pentul dan tembem terdiri dari jalan
masuk, gendongan,bahwa yang memiliki simbol adalah gerak gendongan. Dimana
tembem yang mewakili prajurit yang kalah harus menggendong pentul yang mewakili
prajurit yang menang. Gerak tersebut memberikan kesan yang kalah harus berada
dibawah dan yang menang berada diatas, serta ragam gerak ambil umbul-umbul yang
merupakan simbol bahwa yang menang berhak mengambil bendera merah putih untuk
diberikan kepada prajurit. Kedua gerakan tersebut merupakan simbol diskursif, dimana
gerak tersebut dimaknai sama secara umum.
Gambar
Penari Mung Dhe
(Doc. Yuanita,2013)
Busana Tari Mung Dhe adalah bahwa dari busana Tari MungDhe
memiliki simbol diskursif yang terletak pada gilig merah putih yang merupakan
simbol bahwa prajurit yang memakai gilig tersebut adalah pasukan dari Indonesia.
Warna merah yang berarti cinta atau marah dan warna putih yang berarti suci atau
damai. Gilig merah putih pada busana Tari Mung Dhe merupakan gabungan tali
berwarna merah putih yang disatukan (digilig) dan memberikan makna bahwa
niat suci yang timbul pada prajurit adalah berawal dari rasa cinta tanah air dan
gilig merah putih ditali dan disatukan dan memiliki makna bahwa dalam melawan
penjajah prajurit harus bersatu dengan niat yang suci dan cinta tanah air dan gilig
merupakan simbol diskursif sebab secara umum semua akan mengetahui bahwa
gilig adalah tanda dari pasukan Bangsa Indonesia. Pada busana baju putih lengan
panjang, celana warna hitam merupakan simbol presentasional karena secara
umum warna hitam dan putih memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang.
Gambar
Rias Prajurit Tari Mung Dhe
(Doc. Yuanita,2013)
Gambar
Topeng Pentul dan Tembem Tari Mung Dhe
(Doc. Yuanita,2013)
Topeng pentul berwarna putih merupakan penggambaran tentang kesucian
Sehingga pemeran pentul mewakili penari prajurit yang menang dalam Tari Mung Dhe.
Sedangkan topeng tembem berwarna hitam menggambarkan kesedihan. Sehingga
pemeran tembem mewakili penari prajurit yang kalah dan tugas dari tembem adalah
menggendong pentul mengelilingi arena pentas.
Pola lantai yang sering digunakan dalam Tari Mung Dhe yaitu sejajar, lingkaran
dan melengkung. Sejajar disaat rombongan melakukan adegan kirapan atau arak-arakan,
melengkung disaat berlatih perang, dan lingkaran disaat prajurit melakukan adegan
membentuk strategi perang. Arah pada penari terdapat arah hadap berlawanan baik dari
depan maupun belakang, arah hadap ini terdapat pada adegan perangan pada prajurit.
Dimana kedua prajurit saling berhadapan saling melawan dan menyerang.
Pola lantai pada penari prajurit tersebut antara lain sebagai berikut :
- Sejajar dua baris
Pada pola lantai sejajar dua baris merupakan simbol presentasional yang memiliki
makna bahwa dari rombongan kesenian sebagai tujuan untuk kirapan atau arak-arakan.
Pola lantai ini merupakan pola lantai yang utama yang digunakan untuk arak-arakan.
Sehingga terlihat monoton, para pemain musik memiliki maksud untuk mengumpulkan
para prajurit Diponegoro yang tersisa melalui bunyi alat musik dari Tari Mung Dhe.
- Melengkung
Garis lengkung (dalam semua bentuk kecuali elemen yang bersudut) adalah halus
dan lembut, dan dengan indah dapat membawa penonton ke dalam lingkungannya atau
dengan perubahan dinamis dapat menjadi egosentris dan mengunci penonton yang sama.
Pola lantai melengkung dalam Tari Mung Dhe merupakan simbol diskursif yang makna
simbolis bahwa untuk membentuk suatu benteng pertahanan yang dilakukan oleh para
prajurit terhadap Belanda. Setelah melakukan arak-arakan mereka membentuk
melengkung dan memulai untuk atraksi menari antara adegan prajurit dan botoh.
- Melingkar
Pola lingkaran bisa membawa penonton didalam pusarannya atau dekat dengan
penari. Sehingga memusatkan perhatiannya kepada penari Mung Dhe yang berada pusat
lingkaran. Pola lantai melingkar merupakan simbol diskursif yang makna simbolisnya
bahwa orang yang sedang melakukan suatu strategi untuk berperang terhadap musuh,
agar tidak diketahui oleh musuh maka mereka membuat formasi melingkar dan formasi
melengkung dibelakang adalah untuk menutupi atau membentengi para prajurit saat
membuat strategi dan berlatih perang.
GambarSaat Pertunjukan Tari Mung Dhe
(Doc. Yuanita, 2013)
3. Kesimpulan
Makna simbol yang dimunculkan dalam gerak-gerak Tari Mung Dhe merupakan
alat komunikasi bagi para prajurit agar tidak terbaca oleh pasukan Belanda. Sehingga
secara keseluruhan bahwa Tari Mung Dhe tidak terlalu banyak memuat simbol namun
tari Mung Dhe syarat akan makna. Makna simbolis yang ada pada Tari Mung Dhe
merupakan pesan yang disampaikan oleh prajurit kepada prajurit lainnya. Dalam Tari
Mung Dhe memang tidak banyak memuat simbol agar musuh tidak mudah membaca
strategi yang dibentuk oleh para prajurit, sehingga mereka membuat gerak, pola lantai,
iringan tari, rias dan busana yang memiliki makna yang hanya diketahui oleh para
prajurit. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa simbol diskursif yang terdapat pada ragam
gerak prajurit adalah ragam gerak srampangan dan ambil umbul-umbul, untuk ragam
gerak botoh terdapat simbol pada gendongan dan ambil umbul-umbul, pada pola lantai
terdapat simbol pada bentuk lengkung dan lingkaran, pada pola iringan terdapat simbol
yang dimunculkan pada alat musik Mung, Dhe, Jur, pada busana terdapat simbol pada
gilig merah putih yang digunakan oleh prajurit. Pada perkembangannya bahwa Tari
Mung Dhe mulai diajarkan kepada siswa-siswi di sekolah sebagai regenarasi agar Tari
Mung Dhe dapat dipertahankan dan dilestarikan keberadaanya di Kabupaten Nganjuk.
Tujuannya adalah selain bagian dari regenerasi Tari Mung Dhe ini dapat dijadikan latihan
ketangkasan, latihan berperang, latihan kanuragan serta menciptakan rasa kebersamaan
dengan teman yang lain sebab diera modern ini banyak anak yang menyukai game
melalui alat elektronik yang sifatnya individualisme sehingga rasa toleransi sangatlah
kurang. Melalui Tari Mung Dhge diharapkan rasa toleransi dan kebersamaan dapat
diciptakan serta melatih dalam ketangkasan dan kanuragan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sachari. 2002. Estetika Makna, Simbol dan Daya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dillistone.F.W. 2002. The Power of Symbols. Yogyakarta: Kanisius.
Danesi, Marcel. 2009. Pesan, Tanda dan Makna.Yogyakarta:Jalasutra.
Hadi, Sumandiyo. 2007. Kajian Tari Teks dan Konteks. Yogyakarta. Pustaka Book Publisher.
Herusatoto, Budiono. 2005. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: HANINDITA,.
Mustopo, Habib. 2003. Nganjuk dan Sejarahnya. Nganjuk: Yayasan Salepuk dari Nganjuk(Sadang).
Sal Murgianto. 1983. Koreografi Pengetahuan Dasar Komposisi Tari. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Smith, Jacouline. 1985.Komposisi Tari.Yogjakarta: Ikalastri.
Suharyati.1998.Tari Mung Dhe Sebagai Salah Satu Kesenian Identitas Kabupaten Nganjuk. Skripsi : IKIP Surabaya.
Sussane K.Langer.1972.Problem of Art. Diterjemahkan oleh Widaryanto. Yogyakarta
Sobur, Alex.2009. Semiotika Komunikasi.Bandung.PT Remaja Rosdakarya.
Soedarsono. 1986. Komposisi Tari. Yogjakarta: Lagaligo.