108
Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi Kasus Pura Parahyangan Jagat Guru BSD) Tugas Akhir Disusun Oleh: Aidha Suryani NIM : 11170321000042 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDIN UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H / 2021 M

Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

  • Upload
    others

  • View
    20

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu

(Studi Kasus Pura Parahyangan Jagat Guru BSD)

Tugas Akhir

Disusun Oleh:

Aidha Suryani

NIM : 11170321000042

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDIN

UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

Page 2: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu

(Studi Kasus Pura Parahyangan Jagat Guru BSD)

Skripsi ini Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir

Untuk memperoleh gelar Sarjana Studi Agama-Agama (S.Ag)

Disusun Oleh:

Aidha Suryani

NIM : 11170321000042

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDIN

UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

Page 3: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

i

LEMBAR PERNYATAAN

Page 4: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

MAKNA PERLENGKAPAN TRI SANDHYA DALAM TRADISI HINDU

(STUDI KASUS PURA PARAHYANGAN JAGAT GURU BSD)

Skiripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Aidha Suryani

NIM: 11170321000042

Pembimbing

NIP: 197103101997031005

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H / 2021 M

Syaiful Azmi, MA

Page 5: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Page 6: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

iv

ABSTRAK

Aidha Suryani

Judul Skripsi: MAKNA PERLENGKAPAN TRI SANDHYA DALAM

TRADISI HINDU (Studi Kasus Pura Parahyangan Jagat Guru BSD)

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan dan menjelaskan secara detail

mengenai Makna perlengkapan Tri Sandhya dalam tradisi Hindu di Pura

Parahyangan Jagat Guru BSD. Disamping Juga untuk mengetahui bagaimana

proses pelaksanaan dan tata cara peribadatannya.

Untuk menjelaskan tujuan masalah diatas penulis menggunakan jenis

penelitian kualitatif. Dalam hal ini, penulis terlibat secara langsung dalam

pemerolehan data dengan cara observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan

pengurus di Pura Parahyangan Jagat Guru BSD yang dilakukan menggunakan

Handphone. Selain itu penelitian ini menggunakan jenis data pustaka seperti, buku,

skripsi, jurnal, artikel, media internet, dan sebagainya yang mencakup penelitian.

Memahami penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi, yaitu mengkaji

tentang makna simbol kebudayaan- kebudayaan produk manusia yang berhubungan

dengan agama atau keyakinan umat Hindu di Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

dengan menggunakan teori Clifford Geertz. Penelitian ini bertujuan untuk

menjelaskan makna , simbol sarana.

Hasil dari penelitian ini penulis mengetahui tata cara sembahyang Tri

Sandhya dan juga makna perlengkapan dalam agama Hindu. Secara umum biasanya

perlengkapan dalam suatu persembahyangan hanya dilihat dari estetikanya saja

padahal terlebih dari itu di dalam wujudnya yang unik ataupun bagus terdapat arti,

fungdi dan makna yang berbeda. Terlebih dalam tata cara melaksanakan

persembahyangan harian atau Tri Sandhya memiliki beberapa tahap, persiapan diri

dengan hati yang tulus ikhlas dan pikiran yang bersih dilanjutkan dengan

mempersiapkan sarana-prasarana, dan pelaksanaan kramaning sembah di iringi

mantram Tri sandhya. Umat Hindu di Pura Parahyangan Jagat Guru BSD, mereka

menggunakan perlengkapan sembahyang Tri Sandhya meliputi Dupa (api), Bunga,

Kwangen, Tirtha (air) dan Bija (beras), dari kelima perlengkapan tersebut memiliki

makna yang berbeda.

Kata kunci: Makna Perlengkapan Sembahyang, Tri Sandhya

Page 7: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirobbil ‘alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “MAKNA PERLENGKAPAN TRI SANDHYA DALAM

TRADISI HINDU (Studi kasus Pura Parahyangan Jagat Guru BSD)” disusun guna

memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1), Jurusan Studi

Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi yang jauh dari

sempurna ini tidak dapat selesai tanpa adanya dukungan dan banyak pihak baik

secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada:

1. Kedua Orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, do’a,

nasihat, motivasi, saran, dukungan dan dorongan moril maupun materil.

Semoga penulis dapat membalas perjuangan orang tua, untuk mama

Nurhasnah dan ayah Udin Bunco selaku orang tua yang selalu mendukung

dan pemberi semangat, juga adik-adikku Indah Septi Hariyanti dan Suci

Rahmadina yang selalu mendoakan.

2. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Syaiful Azmi, MA, selaku dosen pembimbing sekaligus Ketua

Program Studi Agama-Agama yang selalu meluangkan waktu untuk

memberikan arahan dan bimbingan serta motivasi sehingga membuka

cakrawala berpikir dan nuansa ilmu yang baru.

4. Bapak Drs. Moh. Nuh HS, M.Ag, selaku dosen pembimbing akademik dan

seluruh dosen FU dan Studi Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang tidak dapat disebut satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat

atas ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.

Page 8: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

vi

5. Seluruh jajaran pimpinan dan staf Fakultas Ushuluddin atas bantuan dalam

persiapan pelaksanaan seminar proposal dan ujian komprehensif.

6. Bapak Pinandita Nyoman Winta, Pamangku Ketut Suarna, beserta staf Pura

Parahyangan Jagat Guru BSD yang telah berkenan memberikan izin

penulis untuk melakukan penelitian sekaligus menjadi narasumber untuk

melengkapi isi skripsi.

7. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga besar H. Bodong

bin H. Gebog dan juga keluarga yang di medan yang telah memberikan

nasihat, do’a, serta dorongan kuat hingga penulis bisa kuliah dan

menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada keluarga besar Padjadjaran Cimande terutama Padjadjaran

Cimande 11 Tangerang yang telah memberikan nasihat, do’a, serta

dorongan kuat hingga penulis bisa kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman penulis Febriyanti Eka Lestari A.md, Affely Dwi Iqsani,

Ros Sudarsih, Diah Ayu Marlina, dan Budiman Farandy S.kom yang selalu

ada untuk mendengarkan keluh kesah penulis dan memberikan semangat.

10. Teman seper bimbingan Muria Khusnunisa dan Fien Milenia Agustin yang

selalu bisa bertukar keluh kesah untuk mendengarkan suka duka penulis

dan memberikan semangat. Teman seper skripsian Muhammad Ubaydillah,

Febriah Nopitasari, Faiq Amril, Nurul Bayti, Devita Anggraeni, Amelia

Rahmalia, Nawaliah Nurwakhidah.

11. Seluruh teman-teman Studi Agama-Agama angkatan 2017 terima kasih

kalian sudah memberikan warna kehidupan di Fakultas Ushuluddin.

12. Kepada teman-teman KKN Pasundan 97: Dandy, kak Laila, Fariska,

Gendhys, Arza, Fazar, Malik, Mayang, Dwi, Adesti, Mega, Fadel, Esti,

Yudi, Aini, Sani, Mahmuddin, dan NJ yang telah memberikan doa dan

semangat. Semoga kalian diberikan kelancaran dalam menyelesaikan

urusan dan diberikan kesehatan.

13. Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan tanpa

mengurangi rasa hormat, Terima kasih.

Page 9: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

vii

Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kekurangan dan

keterbatasan, penulis menyadari bahwa penelitian ini mungkin masih banyak

kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk menyempurnakan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Penulis mengharapkan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak

dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak. Semoga Allah SWT

memberikan keberkahan kepada kita semua. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta 17 Juni 2021

Aidha Suryani

Page 10: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 7

D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 8

E. Kerangka Teori............................................................................................. 9

F. Metode Penelitian....................................................................................... 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 14

BAB II PURA PARAHYANGAN JAGAT GURU BSD ................................. 17

A. Sejarah Berdirinya Pura Parahyangan Jagat Guru BSD ............................ 17

B. Pendiri Pura Parahyangan Jagat Guru BSD ............................................... 18

C. Lokasi Pura Parahyangan Jagat Guru BSD ................................................ 22

D. Struktur Nama Pengurus Pura Parahyangan Jagat Guru BSD ................... 22

E. Aliran Hindu Dalam Pura Parahyangan Jagat Guru BSD .......................... 32

BAB III TATA CARA SEMBAHYANG TRI SANDHYA ............................. 34

A. Pengertian Sembahyang ............................................................................. 34

C. Mantra-mantra Tri Sandhya ....................................................................... 39

D. Kramaning Sembah .................................................................................... 42

E. Sikap Badan, Sikap Batin, Sikap Tangan .................................................. 47

BAB IV MAKNA PERLENGKAPAN SEMBAHYANG TRI SANDYA ...... 50

A. Perlengkapan Dalam Sembahyang Tri Sandya .......................................... 50

1. Dupa ....................................................................................................... 52

2. Bunga ...................................................................................................... 53

3. Kwangen ................................................................................................. 55

Page 11: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

vii

4. Tirtha ...................................................................................................... 57

5. Bija ......................................................................................................... 59

B. Makna Perlengkapan Sembahyang Tri Sandya.......................................... 60

C. Doa-doa Metirtha, Mesekar, Mebija .......................................................... 65

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 70

A. Kesimpulan ................................................................................................ 70

B. Saran ........................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 72

Lampiran I Pedoman Interview ........................................................................... 76

Lampiran II Hasil Wawancara ........................................................................... 77

Lampiran III Hasil Dokumentasi ........................................................................ 85

Lampiran IV Surat Keterangan Riset ................................................................. 93

Page 12: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Struktur Bagan Ketua Banjar ............................................................. 21

Gambar 2 :Struktur Mandala Utama ..................................................................... 24

Gambar 3 : Struktur Madya Mandala.................................................................... 26

Gambar 4 : Struktur Nista Mandala ...................................................................... 28

Gambar 5 : Bagan Pura Bali ................................................................................. 29

Gambar 6 : Struktur Pengurus Pura ...................................................................... 30

Gambar 7 : Struktur Pengurus Pura ...................................................................... 31

Gambar 8 : Duduk besila untuk laki-laki .............................................................. 48

Gambar 9 : Duduk bersimpuh untuk perempuan .................................................. 49

Gambar 10 : Dokumentasi dupa ............................................................................ 53

Gambar 11 : Dokumentasi Bunga dan Kwangen. (bunga yang berwarna kuning) 55

Gambar 12 : Dokumentasi Bunga dan Kwangen. (Kwangen yang bentuk kojong)

............................................................................................................................... 57

Gambar 13 : Dokumentasi Tirtha (air) .................................................................. 59

Gambar 14 : Dokumentasi Bija ............................................................................. 60

Gambar 15 : Bangunan yang terdapat di Pura ...................................................... 85

Gambar 16 : Pinandita saat memulai memimpin Sembahyang Tri Sandhya ........ 85

Gambar 17 : Umat Hindu yang melaksankan Tri Sandhya di Pura ...................... 86

Gambar 18 : Melakukan Kramaning Sembah ....................................................... 86

Gambar 19 : Pelaksanaan Metirtha, Mebija .......................................................... 87

Gambar 20 : Foto bersama Pinandita dan umat Hindu ......................................... 87

Gambar 21 : Canang.............................................................................................. 88

Gambar 22: Posisi kaki perempuan melakukan Sembahyang Tri Sandhya .......... 88

Gambar 23 : Posisi kaki laki-laki .......................................................................... 89

Gambar 24 : Proses Metirtha................................................................................. 89

Gambar 25 : Umat Hindu setelah melakukan Tri Sandhya................................... 90

Gambar 26 : Patung Darwapala ............................................................................ 90

Gambar 27 : Pintu Masuk Mandala Utama ........................................................... 91

Gambar 28 : Bunga Teratai ................................................................................... 91

Gambar 29 : Wawancara dengan Bapak Alif selaku ketua masyarakat Pura

Parahyangan Jagat Guru ........................................................................................ 92

Page 13: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

ix

Gambar 30 : Wawancara dengan Pinandita Nyoman Wintha ............................... 92

Page 14: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia lahir dengan dikaruniai akal, pikiran serta kemampuan yg berbeda-

beda. Untuk itu manusia membutuhkan suatu hal untuk dirinya sebagai pondasi

kehidupan seperti beragama contohnya. Dengan beragama manusia dapat

menyelesaikan masalah dengan didorong oleh hal-hal religius dari suatu agama itu

sendiri.

Manusia membutuhkan sesuatu kekuatan spiritual ataupun konsep beribadah.

Hal ini, berlaku pada setiap manusia yang beragama. Ibadah dapat melatih diri

manusia dan akan membentuk akhlak yang baik. Akhlak yang baik merupakan hasil

dari cerminan manusia yang beragama.

Setiap umat beragama memiliki aktivitas Ibadah yang rutin dilakukan. Bagi

umat Islam, Ibadah rutin tersebut adalah menjalankan shalat 5 waktu. Bagi umat

Hindu Ibadah yang dilakukan adalah sembahyang dengan persiapan lahir dan batin.

Bagi umat Buddha biasa disebut dengan puja (pemujaan). Lalu di agama Kristen

dengan cara pergi ke gereja dan melakukan pembacaan ayat al-kitab. Banyak

agama-agama lain yang juga beribadah dengan cara mereka masing-masing.

Kelahiran agama Hindu secara historis, dilatar belakangi oleh akulturasi

kebudayaan antara suku Arya sebagai bangsa pendatang dari Iran dan Dravida

sebagai penduduk asli India. Bangsa Arya masuk ke India kira-kira tahun 1500 SM.

Dengan segala kepercayaan dan kebudayaan yang bersifat primitif (posesif), telah

menjadi thesa (Dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan) di satu pihak, dan

kepercayaan bangsa Dravida yang animis telah menjadi antitesa (tanggapan) di lain

pihak. Dari sinkretisme antara keduanya, maka lahir agama Hindu (Hinduisme)

sebagai synthesa (kesimpulan).1

Kitab suci agama Hindu yaitu Veda/Weda, Weda secara etimologi berasal

dari kata “Vid” (bahasa sansekerta) yang artinya mengetahui atau pengetahuan.

Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta

berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab suci weda dikenal pula dengan surti, yang

1 Ali Abdullah , Perbandingan Agama, (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), h. 159

Page 15: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

2

artinya bahwa kitab suci weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran

suci dengan pemekaran intitusi para maha Resi (para dewa).

Selain itu, bagaimana cara mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi

dengan melakukan metode yang diajarkan di dalam kitab suci Weda yaitu, empat

jalan yang disebut Catur Marga atau Catur Yoga, yang mana masing-masing dari

jalan tersebut memberi jaminan untuk kesuksesan dalam menuju Tuhan

berdasarkan bakat kemampuan hidup. Catur Marga atau Catur Yoga tersebut

adalah:

a. Karma Yoga Adalah jalan atau usaha yang ditempuh untuk mencapai moksa

dengan melakukan perbuatan baik.

b. Bhakti Yoga Adalah jalan menuju ke jalan Tuhan yang diwujudkan dengan

proses atas cara mempersatukan Atman dengan Brahman dengan

berlandaskan atas cinta kasih yang mendalam kepada Sang Hyang Widhi

melalui sikap berpikir, berkata dan berbuat sebagai rasa sujud

kehadapannya.

c. Yajna Yoga Yoga adalah jalan mendekatkan diri dengan Tuhan melalui

jalan pengetahuan. Ia juga dimaksud mempersatukan Jiwa Atman dengan

Paramatman yang dicapai melalui jalan mempelajari dan mengamalkan

ilmu pengetahuan ketuhanan yang dimiliki di dalam kehidupan sehari-hari.

d. Raja Yoga juga disebut sebagai raja widya yang artinya pengetahuan yang

tertinggi yaitu pengetahuan tentang hakekat Tuhan Yang Maha Esa.

e. Catur Warna Catur Warna adalah bakat keterampilan yang dimiliki antara

satu dengan yang lainnya. Bakat yang dimiliki oleh setiap orang dibedakan

berdasarkan warna sebagai identitas pengabdiannya di masyarakat.2

Dalam konsep penyembahan terhadap Sang Hyang Widhi dalam agama

Hindu tidak terlepas dari Yadnya. Kata Yadnya berasal dari kata “YAJ” dalam

bahasa sanskerta yang berarti Korban, pemujaan. Yadnya berarti upacara korban

suci.

Sebagai suatu pemujaan yang memakai korban suci, maka Yadnya

memerlukan dukungan sikap mental yang suci disamping adanya sarana yang akan

2 Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, (Pekanbaru- Riau: KDT 2013), h. 57

Page 16: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

3

dipersembahkan atau dikorbankannya. Sarana yang melengkapi pelaksanaan

Yadnya diistilahkan dengan upakara dan sajen. Secara etimologi upakara

mengandung pengertian pelayanan yang ramah tamah atau kebaikan hati. Yadnya

juga merupakan kebaktian, penghormatan dan pengabdian atas dasar kesadaran dan

cinta kasih yang keluar dari hati sanubari suci dan tulus ikhlas sebagai pengabdian

yang sejati kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).3

Tingkatan Yadnya yang didasarkan atas besar kecilnya upakara yang

dipersembahkan dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

a. Kanista

b. Madya, dan

c. Uttama.4

Adapun Ibadah dalam agama Hindu disebut juga dengan sembahyang,

sembahyang dalam agama Hindu diawali dengan persiapan terlebih dahulu.

Sembahyang ini meliputi persiapan secara lahir dan batin. Secara lahir persiapan

itu dapat meliputi kebersihan badan, sikap duduk yang baik, pengaturan nafas, sikap

tangan dan lain-lain yang merupakan sarana penunjang persiapan ini yaitu pakaian

yang bersih tidak mengganggu ketenangan pikiran, adanya bunga (kembang) dan

dupa. Sedangkan persiapan batin adalah ketenangan dan kesucian pikiran.5

Pada umumnya umat Hindu memerlukan peralatan untuk melakukan

sembahyang harian atau yang disebut juga dengan istilah Tri Sandhya contoh

peralatannya yaitu seperti dupa dan lainnya. Dengan ini saya sebagai penulis

tertarik untuk memperdalam apa saja peralatan di dalam sembahyang dalam agama

hindu, dan ingin menulis judul: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Sembahyang

Harian dalam tradisi Hindu (studi kasus Pura Parahyangan Jagat Guru BSD).

Tri Sandhya adalah sembahyang yang wajib dilakukan oleh setiap umat

Hindu tiga kali dalam sehari. Sembahyang rutin ini diamanatkan dalam kitab suci

Weda. sembahyang Pagi hari disaat matahari terbit disebut “Brahma Muhurta”

bertujuan menguatkan “guna Sattvam” menempuh kehidupan dari pagi hingga

siang hari. Siang hari sebelum jam 12 sembahyang bertujuan untuk mengendalikan

3 Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, (Pekanbaru- Riau: KDT 2013), h. 64 4 Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, (Pekanbaru- Riau: KDT 2013) h. 70 5 Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, (Pekanbaru- Riau: KDT 2013) h. 84

Page 17: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

4

“guna Rajas” agar tidak menjurus ke hal-hal negatif. Sore hari sebelum matahari

tenggelam sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “guna Tamas” yaitu sifat-

sifat bodoh dan malas.

Bagi umat Hindu sembahyang 3 kali sehari tersebut merupakan sembahyang

wajib. Karena itu seyogyanya semua umat Hindu melaksanakan kewajiban ini.

Pada saat bersembahyang yang bersifat wajib ini mereka harus melantunkan puja

Tri Sandhya yang kemudian diikuti dengan kramaning Sembah. Itulah sebabnya

bahwa mereka yang belum paham mengetahui Mataram Tri Sandhya sebaiknya

berusaha untuk menumbuhkan tekad dan kemauan untuk mempelajari dan

menghafalkan Mataram tersebut. Lalu juga untuk mendalami makna atau artinya,

sehingga dapat diperoleh penerangan yang lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa

(Sang Hyang Widi Wasa). 6

Menurut Koentjaraningrat, Mantra merupakan unsur penting di dalam ilmu

gaib atau magic. Mantra berupa kata-kata dan suara-suara yang sering tidak ada

berarti, tetapi dianggap berisi kesaktian atau kekuatan mengutuk. Dzulfikriddin

Menemukan mantra atau jampi adalah kata-kata susastra yang mengandung ilmu,

mistik, rahasia dan suci.7 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan mantra adalah perkataan, ucapan atau lafal yang dituturkan

dalam bahasa yang berirama dan memiliki kekuatan gaib.8

Dengan melakukan Tri Sandhya ataupun sembahyang ini bisa memberi rasa

ikhlas yang pada hakekatnya dibutuhkan oleh jiwa, dapat mewujudkan rasa aman

dan ketentraman jiwa, dapat mengatasi perbudakan material, yakni bisa memberi

kekuatan untuk memilih tingkat ataupun menilai yang lebih tinggi kedudukannya

dan yang bisa memberi manfaat dalam hidupnya serta manfaat lain yang berguna.9

Dalam melaksanakan persembahyangan, umat Hindu diwajibkan

menggunakan saran tertentu sebagai persembahan, sebagai sujud dan baktinya

6K.M. Suhardana, Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu,

(Surabaya:Paramita, 2004), h. 24 7 Yanti Sariasih , Jurnal: “Makna Mantra Tri Sandhya pada upacara persembahyangan”,

Jurnal Pendidikan, tt. 8 Yanti Sariasih , Jurnal: “Makna Mantra Tri Sandhya pada upacara persembahyangan”,

Jurnal Pendidikan, tt. 9 I Kt. Wiana, Arti Sarana Persembahyangan, Yayasan Wisma Karma, (Jakarta: Yayasan

Wisma Karma, 1999), h. 106

Page 18: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

5

dihadapan Sang Hyang Widi Wasa. Ada dua pola utama yang dipakai sebagai dasar

untuk menentukan sarana persembahyangan.

Pertama adalah Bhagavad Gita Bab IX Sloka 26 yang berbunyi :

“patram puspan phalam toyam yo me bhaktya prayacchati

tad aham bhakty-upahtram asnami prayatatmanah.”

Artinya : “Siapapun yang dengan tulus ikhlas mempersembahkan kepada-Ku

daun, bunga, buah-buahan atau air yang disampaikan dengan cinta kasih dan suci,

Aku terima.10

Kedua adalah Manava dharmasastra 1 Sloka 23 yang berbunyi sebagai berikut:

“Agnivayu ravibhayastu trayam brahma sanatanam,

dudoha yajnasiddyartha mrgyajuh samalaksanam.”

Artinya : “Sesungguhnya Tuhan menciptakan ajaran ketiga Veda yang abadi dari

api (Agni), anging (Vayu), dan matahari (Ravi) untuk dijadikan dasar pelaksanaan

Yajna.

Dari kedua pola diketahui bahwa sebagai sarana atau persembahan dalam

persembahyangan dapat dipergunakan bunga, daun, buah, air, dan api. Kemudian

dengan adanya pengaruh seni yang sedemikian tingginya, dengan memperhatikan

nilai-nilai estetika dan keindahan, maka menjadikan bunga, daun, dan buah tersebut

dipersembahkan dalam bentuk sesajen atau banten. Persembahan berupa air

dihanturkan dalam bentuk Tirtha, sedangkan api diwujudkan dalam bentuk dupa

dan diva.11 Sedangkan Beras atau Bija diletakan di dahi. Dengan begitu dari

beberapa perlengkapan tersebut memiliki pengertian dan makna-makna

tersendiri.12

10 K.M. Suhardana, Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu, (Surabaya:

Paramita, 2004), h. 11 11 K.M. Suhardana, Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu, (Surabaya:

Paramita, 2004), h. 12 12 Wawancara dengan Pamangku Nyoman Winta selaku Pinandita di pura Parahyangan

Jagat Guru BSD, Pada tanggal 17 november 2020 pukul 14.00 WIB.

Page 19: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

6

Menurut Agama Hindu sembahyang dapat menumbuhkan rasa keikhlasan

diri. Dengan tekun bersembahyang, seseorang sebenarnya telah dengan ikhlas

menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Mereka yang rajin bersembahyang akan

menerima semua cobaan dan ujian secara tulus dan ikhlas. Lalu sembahyang juga

dapat meningkatkan rasa aman dan menumbuhkan ketentraman jiwa. Mereka yang

rajin bersembahyang akan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Mereka juga akan

selalu merasa ditolong dan dilindungi oleh-Nya. Karena itu mereka akan selalu

merasa aman dan tentram.

Sembahyang dapat pula memelihara kesehatan seseorang. Dengan

melakukan Asana atau sikap duduk padmasana, dimana tulang punggung, leher dan

kepala harus tegak lurus (tidak membungkuk), kemudian dengan Pranayama atau

pengaturan nafas dengan sikap batin yang hening, tenang dan suci akan menjadikan

tubuh seseorang makin sehat.13

Berbagai model pemujaan dan ritual keagamaan tidak terlepas dengan simbol

etika atau ketentuan moral, karena pemujaan dan ritual keduanya dapat terintegrasi

sesuai dengan simbol moral yang padanya memiliki nilai “kebaikan” dan

“keburukan‟ atau (kejahatan). Kebaikan adalah model simbol moral yang bersifat

dosa. Dalam Sistem kepercayaan agama/pahala disimbolkan dengan Nirwana

(surga) dan dosa disimbolkan dengan neraka (moksa).14 Contoh makna dupa

(api/agni) Dalam tradisi Hindu dalam melakukan penyembahan atau pemujaan

dengan menggunakan beberapa peralatan seperti Dupa (api) sebagai saksi mewakili

awalnya upacara atau penyembahan, dengan dupa umat Hindu percaya pikiran akan

menjadi tenang dan tentram.15

Kebudayaan adalah rangkaian makna-makna, dan manusia adalah binatang

yang terperangkap dalam jaring-jaring yang ia tenun sendiri dari makna simbol itu.

Kebudayaan mengacu pada suatu pola makna-makna yang diwujudkan dalam

simbol-simbol yang diturun alihkan secara historis, suatu sistem gagasan-gagasan

13 K.M. Suhardana, Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu, (Surabaya:

Paramita, 2004), h. 3-4 14 Asyir Janahabhivamsa, Abhidharma Sehari-hari, (Karaniya, 2005), h. 2001

15 Wawancara dengan Pamangku Nyoman Winta selaku Pinandita di pura Parahyangan

Jagat Guru BSD, Pada tanggal 17 november 2020 pukul 14.00 WIB.

Page 20: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

7

yang diwarisi yang diungkapkan dalam bentuk simbolik yang dengannya manusia

menyampaikan, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai

sikap dan pendirian mereka terhadap kehidupan.16

Simbol-simbol agama terbentuk atas beberapa Sistem yaitu Sistem kognitif,

Sistem moral, Sistem konstitutif dan Sistem ekspresif. Sistem-sistem itu terstruktur

atas dasar kebutuhan primer manusia yang terdiri dari kebutuhan adaptasi,

pencapaian tujuan, kebutuhan integrasi dan kebutuhan mempertahankan diri dari

pola ajaran keagamaan. Berbeda dengan tanda adalah suatu simbol yang sifatnya

universal, contohnya seperti rambu lalu lintas yang memiliki banyak tanda.

Menurut KBBI tanda adalah pengenal, lambang.17

B. Rumusan Masalah

Apa Makna Perlengkapan dalam pelaksanaan sembahyang Tri Sandhya.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan yang diinginkan oleh penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui apa saja makna dari perlengkapan Sembahyang Tri

Sandhya dalam tradisi agama Hindu di Pura Parahyangan Jagat Guru

BSD

b. Untuk mengenal lebih dalam proses kegiatan dalam sembahyang Tri

Sandhya di Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

2. Manfaat Penelitian

a. untuk meningkatkan pemahaman tentang makna perlengkapan

sembahyang harian.

b. Untuk menambah wawasan mengenai agama Hindu khususnya yg ada

di pura Parahyangan Jagat Guru BSD.

c. Diharapkan dapat menumbuhkan sikap toleransi dan kerukunan

beragama.

16 Sugeng Pujileksono, Petualangan antropologi : sebuah pengantar ilmu antropologi

(Malang: UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, 2006), h.20-21 17 Tanda, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/tanda

Page 21: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

8

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini dilakukan terkait suatu pertimbangan bagaimana kegiatan

beribadah merupakan ajaran pokok dari setiap agama, dan sembahyang dalam

tradisi Hindu. Penelitian dengan judul “ Makna Perlengkapan Sembahyang Tri

Sandhya dalam Tradisi Hindu (Studi Kasus Pura Parahyangan Jagat Guru

BSD)”. Yang di dalamnya peneliti menjelaskan makna dari perlengkapan Tri

Sandhya dan juga bagaimana pelaksanaan kegiatan sembahyang.

Setelah melakukan penelusuran terhadap tema yang diambil penulis

menemukan beberapa tulisan yang terkait dengan Makna dan Tata cara Tri

Sandhya diantaranya:

Pertama, Skripsi yang berjudul Tri Sandya dalam Agama Hindu (Studi

Analisis Tentang Pelaksanaan dan Manfaatnya), Karya Khairul Anwar Bin Mat

Isa Jurusan Program Studi Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin,

Universitas Islam Negeri Sultan Kasim, Riau pada tahun 2010. Dengan

perbedaan yang penulis tulis adalah lebih menjelaskan Makna dari

perlengkapan Sembahyang Tri Sandya.

Kedua, Skripsi yang berjudul Makna Simbol-simbol dalam Agama Hindu

(Studi Terhadap Simbol-simbol di Pura Mertasari Rengas Tangerang Selatan)

karya Intan Pertiwi dari jurusan Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin UIN

syarif Hidayatullah Jakarta. Yang membedakannya dengan penulis adalah

penulis lebih memantapkan simbol sembahyang harian Tri Sandya.

Ketiga, Jurnal yang berjudul Pemaknaan dan Transmisi Mantra Tri

Sandhya Pada Remaja Hindu Bali Di Daerah Malang. Karya Khairul Candra,

Luh Putu Ema Noviyanti, Kiki Nurlaily. Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang. Yang diterbitkan Ilmu Sastra

Vol. VI No. 1 Juli 2018. Dengan perbedaan penulis menekankan pada makna

perlengkapan Tri Sandhya.

Keempat, Buku yang berjudul Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang

Umat Hindu, Karya Drs. K. M. Suhardana. Yang diterbitkan Paramita pada

tahun 2004 di Surabaya.

Page 22: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

9

E. Kerangka Teori

1. Makna Simbol

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian simbol

adalah lambang.18 Clifford Geertz mendefinisikan kebudayaan sebagai

suatu ”sistem simbol dari makna-makna. Kebudayaan adalah yang

dengannya kita memahami dan memberi makna pola hidup. Menurutnya,

kebudayaan adalah sesuatu yang semiotik atau bersifat semiotis, yaitu hal-

hal berhubungan dengan simbol yang tersedia di depan umum dan dikenal

serta diberlakukan oleh masyarakat tersebut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian makna

adalah memperhatikan setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu.

Dengan maksud pembicara atau penulis pengertian yang diberikan kepada

suatu bentuk kebahasaan.19 Secara etimologis simbol berasal dari bahasa

Yunani “sym-ballein” yang berarti melemparkan bersama sesuatu (benda,

perbuatan) yang dikaitkan dengan suatu ide.20

Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur universal setiap kebudayaan

di dunia meliputi tujuh macam, yaitu sistem religi dan upacara keagamaan;

sistem dan organisasi kemasyarakatan; sistem pengetahuan; bahasa;

kesenian; sistem mata pencaharian hidup; serta sistem teknologi dan

peralatan.

Simbol adalah ciri khas agama, karena simbol lahir dari sebuah

kepercayaan, dari berbagai ritual dan etika agama. Simbol dimaknai

sebagai sebuah tanda yang dikultuskan dalam berbagai bentuknya sesuai

dengan kultur dan kepercayaan masing-masing agama. Sementara sebagai

sebuah Sistem yang terstruktur, Simbol memiliki logika tersendiri yang

koheren (saling terkait) yang dapat dimaknai secara universal.21

18 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/simbol , pada tanggal 4 Febuari 2021 19 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, di akses melalui

https://kbbi.web.id/makna, pada tanggal 9 Maret 2021 20Intan Rahayu Ni Kadek, “Makna Simbolik Umat Hindu dalam Persembahayangan

Bulan Purnama di Kecamatan Basidondo Kabupaten Tolitoli” (Jurnal Bahasa dan Sastra Volume

5 No 1 (2020) ISSN 2302-2043). 22 Hazrat Khan Inayat, Kesatuan Ideal Agama, (Yogyakarta: Putra Langit), h. 263

Page 23: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

10

Sebagai ciri khas agama, fenomena simbol mewujudkan berbagai

model dalam berbagai bentuknya. Dan model-model simbol dimaksud

sangat selaras dengan berbagai kepercayaan (teologis), ritual dan etika

agama. Pada aspek kepercayaan melahirkan model-model simbol yang

dapat memberi interpretative terhadap berbagai wujud Tuhan yang

dipercayai, dipuja atau disembah, baik yang bersifat iman ataupun

transcendent. Misalnya di dalam Islam simbol Tuhan digambarkan dengan

“Allah”, dalam Kristen digambarkan dalam “Patung Yesus”, Hinduisme

“Patung Trimurti” dan budhisme dalam bentuk “Patung Budha”, sebagai

gambaran simbol kebebasan spiritual umatnya.22

Di dalam studi tentang orientasi simbolisme dikenal dengan empat

sistem simbol yang tersusun secara koheren yaitu : sistem kognitif, simbol

moral, Simbol ekspresif, dan simbol konstitutif.23 Simbol kognitif adalah

simbol-simbol yang memiliki koheren dengan ilmu pengetahuan, simbol

moral yang berkaitan dengan berbagai ketentuan normatif. Simbol

ekspresif yang berkaitan dengan karya seni dan simbol konstitutif yang

terkait dengan kepercayaan dan penyembahan sebagai perilaku utama

keagamaan.

2. Ibadah (sembahyang)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan

Ibadah yaitu perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang

didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.24

Beribadah berarti menjalankan ibadah, menunaikan segala kewajiban yang

diperintahkan Allah. Lalu kata peribadahan yaitu tata cara beribadah.

Sedangkan menurut bahasa inggris arti Ibadah yaitu “worship” yang istilah

lainnya adalah menyembah.

Muhammad Quraish Shihab mengatakan, ibadah adalah suatu

bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai

dampak dari rasa pengagungan yang bersemi dalam lubuk hati seseorang

23 Sumandiyo, Seni Dalam Ritual Agama, (Yogyakarta: pen. Pustaka, 2006), h. 27 24Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/ibadah , pada tanggal 4 Febuari 2021

Page 24: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

11

terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk. Rasa itu lahir akibat adanya

keyakinan dalam diri yang beribadah bahwa objek yang kepadanya

ditujukan Ibadah itu memiliki kekuasaan yang tidak dapat terjangkau

hakikatnya. Pengertian-pengertian Ibadah dalam ungkapan yang berbeda-

beda sebagaimana yang telah dikutip, pada dasarnya memiliki kesamaan

esensial, yakni masing-masing bermuara pada pengabdian seorang hamba

kepada Allah swt, dengan cara mengagungkan-Nya, taat kepada-Nya,

tunduk kepada-Nya, dan cinta yang sempurna kepada-Nya.25

Dalam istilah Hindu Ibadah yaitu Sembah-Hyang yang berarti

Sembahyang ini meliputi persiapan secara lahir dan batin. Secara lahir

persiapan itu dapat meliputi kebersihan badan, sikap duduk yang baik,

pengaturan nafas, sikap tangan dan lain-lain yang merupakan sarana

penunjang persiapan ini yaitu pakaian yang bersih tidak mengganggu

ketenangan pikiran, adanya bunga (kembang) dan dupa. Sedangkan

persiapan batin adalah ketenangan dan kesucian pikiran.26

F. Metode Penelitian

a. Jenis penelitian

Penelitian yang penulis lakukan adalah adalah penelitian lapangan

field research dengan pendekatan kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln,

kata kualitatif menyiratkan pada proses dan makna yang tidak dikaji secara

ketat dari sisi kuantitas, jumlah, intensitas atau frekuensinya. Maka dengan

metode kualitatif ini peneliti menekankan sifat realitas ketika menyelidiki

suatu fenomena sosial dan masalah manusia di lapangan.27 Yang dimaksud

kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan

yang tidak bisa diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic

atau cara-cara lain dari kuantitatif. Penelitian kualitatif secara umum dapat

25Muhammad Quraish Shihab, Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdah Cet. I, (Bandung:

Mizan, 1999). Muhammad Fu’ad ‘Abd. al-Baqy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Quran al-

Karim (Bairut: Dar al-Fikr, 1992). 26 Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, (Pekanbaru- Riau: KDT 2013), h. 70 27 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah

(Jakarta: Kencana, 2012), h. 33-34

Page 25: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

12

digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah

laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain.

Pendekatan itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yakni history yang

artinya sejarah atau riwayat. Secara terminology pengertian sejarah atau

historis itu sendiri adalah suatu rangkaian peristiwa yang meliputi unsur

tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku yang terdapat dalam

peristiwa itu. sejarah itu merupakan serangkaian cerita manusia yang

terjadi pada masa lampau dengan segala rangkaiannya.

Unsur terpenting dalam sejarah itu adalah sebuah peristiwa. selain

itu penelitian dengan daya kritis dalam sejarah itu tidak kalah pentingnya

karena dengan adanya penelitian tersebut kita bisa mengungkapkan

kebenaran dalam makna yang terkandung dalam sejarah tersebut.

b. Sumber

Peneliti menggunakan sumber penelitian primer dan sumber

penelitian sekunder. Sumber penelitian primer adalah sumber utama yang

mana segala informasinya diperoleh langsung dari pelaku / saksi peristiwa

bersejarah secara langsung. Sumber primer dapat berupa arsip atau naskah.

Sumber penelitian sekunder adalah segala informasi yang berisi

keterangan yang didapatkan dari perantara, namun perantara tersebut

dengan peristiwa sejarah tidak mempunyai keterkaitan secara langsung.

Sumber sekunder dapat berupa buku, jurnal, artikel, atau website yang

berkaitan dengan Makna perlengkapan dan Tata cara sembahyang Tri

Sandhya .

c. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan jenis pendekatan

disiplin ilmu pengetahuan, yaitu pendekatan antropologi. Dalam

pendekatan antropologi ini yaitu berupaya memahami kebudayaan-

kebudayaan manusia yang berhubungan dengan agama. Sejauh mana

agama memberi pengaruh terhadap budaya dan juga sebaliknya sejauh

Page 26: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

13

mana kebudayaan suatu kelompok masyarakat memberi pengaruh terhadap

agama.28

Clifford Geertz mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu ”system

symbol” dari makna-makna. Kebudayaan adalah yang dengannya kita

memahami dan memberi makna pola hidup. Menurutnya, kebudayaan

adalah sesuatu yang semiotik atau bersifat semiotis, yaitu hal-hal

berhubungan dengan simbol yang tersedia di depan umum dan dikenal serta

diberlakukan oleh masyarakat tersebut.29

Simbol-simbol agama terbentuk atas beberapa Sistem yaitu Sistem

kognitif, Sistem moral, Sistem konstitutif dan Sistem ekspresif. Sistem-

sistem itu terstruktur atas dasar kebutuhan primer manusia yang terdiri dari

kebutuhan adaptasi, pencapaian tujuan, kebutuhan integrasi dan kebutuhan

mempertahankan diri dari pola ajaran keagamaan.

d. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data penulis melakukan beberapa cara yaitu

dengan studi kepustakaan, wawancara observasi dan juga dokumentasi.

1. Studi Pustaka : Yaitu mengumpulkan data sumber relevan dari buku,

ebook, jurnal, artikel, dsb.

2. Wawancara : Metode wawancara adalah metode pertanyaan yang

diajukan secara lisan (pengumpulan data bertatap muka langsung

dengan responden). Pada penelitian skripsi kali ini, penulis akan

melakukan proses wawancara semi terstruktur (Semi structured

Interview).

3. Observasi : Observasi adalah melihat dan mendengarkan peristiwa atau

tindakan yang dilakukan orang-orang yang diamati, kemudian merekam

hasil pengamatannya dengan catatan atau alat bantu lainya. Penulis

mengunjungi Pura Parahyangan Jagat Guru BSD yang berada di BSD

Tangerang. Dengan melihat apa saja peralatan sembahyang yang

digunakan dan mewawancarai Pinandita serta beberapa pengurus.

28Media zainul bahri, Wajah Studi Agama-agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h.

47-48 29 Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama (Yogyakarta: Kanisius Press, 1992)

Page 27: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

14

4. Dokumentasi : Metode pengumpulan data kualitatif, dengan

menganalisis dokumen-dokumen berupa gambar atau audio.

e. Analisis Data

Teknik analisis data adalah sebuah proses untuk memeriksa,

membersihkan, mengubah, dan membuat pemodelan data dengan maksud

untuk menemukan informasi yang bermanfaat sehingga dapat memberikan

petunjuk bagi peneliti untuk mengambil keputusan terhadap penelitian.

Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah dengan metode

kualitatif yaitu fokus masalah penelitian menuntut peneliti melakukan

analisis pengkajian secara sistematis, mendalam, dan bermakna

sebagaimana ditegaskan oleh Burgess yaitu dalam penelitian kualitatif,

semua investigator atau peneliti memfokuskan diri pada permasalahan

yang dikaji, dengan dipandu oleh kerangka konseptual atau teoritis.30

G. Sistematika Penulisan

Penulisan Skripsi ini terbagi menjadi beberapa bab dan sub bab

yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab Pendahuluan merupakan bab yang terdiri dari sub-sub

bab, yang berisi : Latar belakang masalah, Rumusan

masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,

Kerangka Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II : GAMBARAN UMUM PURA PARAHYANGAN

JAGAT GURU BSD

Bab ini menjelaskan tentang sejarah dan perkembangan pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, serta aktivitas sosial

keagamaan yang ada di pura tersebut.

BAB III : TATA CARA SEMBAHYANG TRI SANDYA DI

PURA PARAHYANGAN JAGAT GURU BSD

30 Sudarwan Danim dan Darwis, (2003), h. 262

Page 28: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

15

Bab ini menjelaskan tentang pelaksanaan Sembahyang

harian (Tri sandya), mulai dari waktu pelaksanaan, gerakan,

tata cara,mantra-mantra dan lainnya.

BAB IV : MAKNA PERLENGKAPAN SEMBAHYANG TRI

SANDYA DI PURA PARAHYANGAN JAGAT GURU

BSD

Bab ini menjelaskan tentang apa saja perlengkapan untuk

melaksanakan sembahyang harian Tri Sandya, dan juga

menjelaskan apa arti dan makna-makna dari perlengkapan

sembahyang Trisandya.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi Kesimpulan dari semua yang telah dipaparkan

oleh penulis dan Saran-saran dari penulis.

Page 29: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

BAB II

PURA PARAHYANGAN JAGAT GURU BSD

A. Sejarah Berdirinya Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

Pura Parahyangan Jagat Guru, pura ini dibangun karena mendapat

dukungan penuh dari para tokoh Hindu dan Parisada Provinsi Banten, serta

perjuangan selama 3 tahun akhirnya lahan ini bisa dikelola oleh umat Hindu. Pura

ini diprakarsai oleh umat Hindu di seputaran BSD City, Gading Serpong, Melati

Mas, Cisauk, Pamulang, Bintaro, Sarua, Rempoa, Serpong, dan sekitarnya. Lahan

fasilitas umum seluas sekitar 2.200 m dan IMB dari Pemda Tangerang. Awalnya,

lokasi yang ditawarkan sebagai tempat pembangunan pura oleh Pemda Tangerang.1

Tokoh Agama Pinandita nyoman Wintha mengatakan, Sebelumnya sudah

berdiri Pura Mertasari rempoa, karena sebagian umat itu tinggal di daerah yang

berbeda seperti di cinere, rempoa, tangerang, maka dari itu berkelompok di Pura

Tangerang, lalu diajukan ke Pemda, bupati dan lainya. Ketika mengajukan banyak

lika-liku permasalahan saat akan melakukan pembangunan Pura Parahyangan Jagat

Guru BSD ini. Dan sekitar 250 kartu keluarga (KK) yang bertempat tinggal di

daerah ciputat, pamulang, serpong dan lainnya membuat pembangunan ini bisa

dilakukan dengan juga perizinan pemda setempat.2 Peletakan batu pertama Pura

Parahyangan Jagat Guru BSD yang berada di kota Tangerang Selatan pada tanggal

10 Oktober 2010 pada pukul 10.00 pagi. Lalu diresmikan pada tanggal 21 Oktober

2014, oleh walikota tangerang selatan yaitu, Hj. Airin Rachmi Diany S.H M.H.3

Dalam surat tertulis Pura ini mengadakan Upacara Ngenteg Linggih dan

peresmian, Upacara Ngenteg Linggih diadakan pada tanggal 19 Oktober 2014.

Pura Parahyangan Jagat Guru BSD berjarak kurang lebih 3 km dari

kecamatan Serpong, kurang lebih 5 km dari Kota Tangerang Selatan, dan (3 km)

dari provinsi Banten. Di sekitar Pura penulis melihat ada beberapa rumah Ibadah

lainnya seperti, Gereja dan Masjid. Ada pula Pesantren yang bernama Jagat Ar’sy

yang berdekatan dengan lokasi Pura Parahyangan Jagat Guru ini. Karena

1 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021 pukul 13.00 WIB. 2 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021 pukul 13.00 WIB. 3 Profil Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

Page 30: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

18

keberagaman agama yang ada penulis melihat daerah ini masyarakatnya hidup

dengan damai, saling menghargai dan toleransi.

Pura Parahyangan Jagat Guru BSD memiliki visi dan misi sebagai berikut:

Visi

Menjadi wadah Umat Hindu terdepan, dalam pelayanan Umat guna meningkatkan

Sradha dan Bhakti serta kemandirian anggotanya melalui pemahaman Tattwa,

Susila dan Upakara berdasarkan nilai-nilai luhur Kitab Suci Weda.

Misi

1. Meningkatkan budaya Simakrama & pengabdian anggota kepada

masyarakat dalam bidang Keagamaan, Pendidikan, Sosial, Ekonomi dan

Budaya.

2. Meningkatkan persaudaraan serta kerukunan diantara para anggota.

3. Mengelola tempat suci dan pusat pembinaan Umat Hindu secara

komprehensif yang mencakup Tattwa, Susila dan Ritual.

4. Mewujudkan SDHD Banjar Tangsel sebagai mitra dengan organisasi sosial

dan keagamaan lainnya dalam meningkatkan pelaksanaan Tri Hita Karana.

5. Mengembangkan dan melaksanakan program Pendidikan, penghayatan &

pengamalan ajaran Kitab Suci Weda.4

Visi dan Misi tersebut sudah dijalankan dan diamalkan oleh umat Hindu di

Pura Parahyangan Jagat Guru.

B. Pendiri Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

Pamangku Ketut Suarna mengatakan, dengan banyak lika-liku

permasalahan saat proses perizinan dan juga pembangunan Pura Parahyangan Jagat

Guru BSD ini akhirnya diserahkan oleh Bupati Tangerang yaitu Bapak Drs. H.

Ismet Iskandar kepada Yayasan Swadharma krama serpong.5 Dalam Pura

Parahyangan Jagat Guru terdapat Pasraman (Sekolah Minggu), dengan berbagai

fungsi, Sebagai sarana untuk menanamkan ajaran-ajaran Hindu dan menjadi

pedoman dalam mencapai kebahagiaan Hidup, Mengajarkan ilmu pengetahuan

4 Profil Pura Parahyangan Jagat Guru BSD 5 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021 pukul 13.00 WIB.

Page 31: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

19

keagamaan secara umum, Untuk mengajarkan anak-anak umat Hindu yang tidak

dapat materi dalam sekolah umum.

Kt. Wiana menyatakan bahwa isi pokok pembelajaran agama Hindu adalah

Panca Sradha yang dikemas menurut konsep tiga kerangka dasar yakni : tattwa,

susila, ritual. Dalam peraturan akademik terkait dengan pelaksanaan kurikulum

tingkat satuan pendidikan terutama yang menyangkut standar isi, standar proses

maupun standar penilaian dikatakan bahwa pendidikan agama termasuk di

dalamnya pendidikan agama Hindu sebagai kelompok mata pelajaran akhlak mulia

dan kewarganegaraan senantiasa mendasar tiga ranah dalam pembelajaran yakni :

ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor titib kecerdasan, tetapi juga pada

sikap dan kepribadian peserta didik.

Penulis melihat di dalam Pura Parahyangan Jagat Guru ini memiliki ciri

khas yang unik dimana dalam menjamu tamu non-Hindu pengurus setempat akan

Mengajak tamu berkeliling Pura dalam yang mana tamu harus menggunakan kain

selendang (senteng), yaitu kain berwarna putih/kuning yang disediakan di setiap

pura untuk syarat memasuki Pura dalam. Kain selendang tersebut akan di ikatkan

di pinggang sejajar dengan pusar, dengan arti pemisah antara tubuh bagian atas

yang lebih suci dengan tubuh bagian bawah. Sama halnya dengan Islam, dalam

Hindu juga tidak memperbolehkan wanita yang sedang haid untuk masuk ke dalam

Pura.

Adapun fungsi-fungsi Pura Parahyangan Jagat Guru adalah :

1. Fungsi Pendidikan, sebagai pasraman swadarma serpong, sebagai pasraman

dharma pamulang, dan perpustakaan untuk para umat Hindu yang berada di

daerah tersebut. Saat melakukan observasi penelitian penulis melihat

perpustakaan di Pura Parahyangan Jagat Guru ini cukup besar juga, banyak

terdapat buku juga kitab-kitab. Kondisi perpustakaan juga terlihat rapi,

bersih dan nyaman.

2. Fungsi Seni dan Budaya, sebagai tempat belajar gamelan, Sekeha gong bagi

bapak-bapak dan ibu-ibu, (2 Sekeha) dan anak-anak. Tempat belajar tarian

untuk ibu-ibu, remaja dan anak-anak. Penulis melihat saat melakukan

observasi ada bapak-bapak yang sedang memainkan gamelan dan juga ada

beberapa anak muda yang ikut serta belajar bermain gamelan.

Page 32: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

20

3. Fungsi Sosial Kemasyarakatan, sebagai tuan rumah saat kegiatan donor

darah, mengadakan bantuan sosial ke masyarakat sekitar pura, mengadakan

Beasiswa untuk siswa kurang/tidak mampu, sebagai dana punia ke

Pinandita.

4. Fungsi Ekonomi, bekerja sama dengan PT. Paramartha Jagat Guru BSD

dengan menyediakan gedung graha Pura Parahyangan Jagat Guru, dan juga

mempunyai kegiatan usaha yaitu alfamart pura Parahyangan Jagat Guru.

Bekerja sama dengan koperasi Paramitha Jagat Guru Puradengan jenis

koperasi, kegiatan usaha, simpan pinjam dan juga dagang.6

6 Profil Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

Page 33: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

21

Gambar 1 : Struktur Bagan Ketua Banjar

Ada yang dinamakan Ketua Banjar yaitu ketua Pura sebagai penanggung

jawab semua kegiatan yang ada di dalam Pura. Berikut adalah struktur bagan

Ketua Banjar.

Page 34: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

22

C. Lokasi Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

Pura Parahyangan Jagat guru berlokasi di alamat, Nusa Loka, BSD City,

Serpong, Sektor 14 – 6, Mekar Jaya, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan,

Banten, 15310. Lebih tepatnya di jalan ambon no.1 Nusa Loka.7 Dengan dipilihnya

lokasi ini karena bertepatan juga dengan lahan fasos fasum atau permukiman yang

nyaman dan menarik untuk ditinggali, juga dapat diciptakan melalui penyediaan

fasilitas sosial (fasos), dan fasilitas umum (fasum) yang lengkap dan memadai.

Fasos dan fasum merupakan fasilitas yang sangat dibutuhkan oleh

masyarakat di suatu area permukiman. Fasilitas tersebut dapat berupa fasilitas

pendidikan, kesehatan, perbelanjaan, peribadatan, rekreasi dan budaya, olahraga,

dan lain-lain. Di dalam Pura Parahyangan Jagat Guru BSD terdapat sekolah minggu

(pasraman), untuk anak-anak yang di sekolahnya tidak mendapatkan pelajaran

agama Hindu.8 Karena situasi kondisi pandemi saat ini, anak-anak tetap

mendapatkan pembelajaran jarak jauh atau PJJ.

D. Struktur nama pengurus Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

Pura Parahyangan Jagat Guru BSD adalah Pura Bali, pada umumnya

struktur Pura atau denah dibagi atas tiga bagian yaitu :

1. Jaba Pura atau Jaba Pisan ( halaman luar),

2. Jaba Tengah atau halaman tengah, dan

3. Jeroan atau halaman dalam.

Terlebih dari itu ada juga pura yang terdiri dari dua halaman, yaitu :

1. Jaba Pisan atau halaman luar, dan

2. Jeroan atau halaman dalam.

Pembagian halaman Pura yang pada umumnya menjadi tiga bagian adalah

pembagian horizontal sedang (loka) pada Palinggih-palinggih adalah

pembagian yang vertikal.

7 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021 pukul 13.00 WIB. 8 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021 pukul 13.00 WIB.

Page 35: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

23

Pembagian horizontal melambangkan “Praktri” (unsur materi alam

semesta). Lalu pembagian yang vertikal adalah simbolis “Purusa” (unsur

kewajiban atau spiritual alam semesta).19

Dalam kompleks bangunan pura merupakan refleksi atau bentuk

mini dari Bhyana Agung (alam jagat raya). Hal ini karena manusia berusaha

mewujudkan alam jagat raya dalam bentuk mini sehingga mudah

berhubungan dengan Sang Hyang Widi Wasa. Juga diperlukan tempat yang

memungkinkan mereka untuk bisa berhubungan dengan Sang Hyang Widi

Wasa. Maka tempat itu yang disebut Pura (tempat sembahyang umat

hindu).10

Berikut adalah bagan bangunan-bangunan Pura Parahyangan Jagat

Guru BSD.

a. Mandala utama (bangunan utama) adalah sebagai tempat Ibadah

dan kegiatan ritual. Juga tempat yang paling utama untuk

melakukan pemujaan terhadap Ista Dewata/manifestasi Sang

Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa). Di Utama Mandala

ini dapat mendengarkan lagu pemujaan dari Pemangku dalam

memimpin umat melakukan persembahyangan ke hadapan Ista

Dewata, dan ucapan Japa Veda dari Sulinggih yang diiringi

dengan suara Bajra, dan suara Kidung yang mengalun merdu

seolah-olah mengantarkan doa.

9 I Wayan Punia, Mengapa? Tradisi dan upacara Hindu, (Denpasar. 2 Paramita) h. 101 10 K.M Suhardana, Dasar-Dasar Kepemangkuan: suatu pengantar dan Bahan Kajian

Bagi Generasi Mendatang, (Surabaya: Paramita, 2006), h. 116

Page 36: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

24

Gambar 2 :Struktur Mandala Utama

1). Padmasana Secara etimologi kata Padmasana berasal dari bahasa

Sansekerta. Padma berarti bunga teratai, dan Asana mempunyai makna

sikap duduk.“Bunga teratai dipilih sebagai lambang untuk menggambarkan

kesucian, kemuliaan, dan keagungan Sang Hyang Widhi Wasa,/ Tuhan

Yang Maha Esa. atau Padmasana adalah bangunan utama atau pelinggih

utama sebagai stana Sang Hyang Widhi / Tuhan Yang Maha Esa.

Padmasana adalah bangunan berbahan dari batu yang disucikan atau

disakralkan sebagai simbol untuk memusatkan pikiran saat umat Hindu

melakukan persembahyangan.11 Padmasana merupakan tempat untuk

bersembahyang dan menaruh sesajen.

2). Bale Pawedan adalah tempat Pandita (Orang suci atau Rohaniawan

Hindu) saat memimpin upacara keagamaan, tempat atau balai ini khusus

untuk Pandita memimpin doa saat upacara agama dan tidak boleh diduduki

oleh umat biasa selain Pandita.12 Bale Pawedan tempat pendeta (sulinggih)

memanjatkan weda / mantra saat upacara Yadnya berlangsung di sebuah

11 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Juni 2021 pukul 09.00 WIB. 12 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Juni 2021 pukul 09.00 WIB.

Page 37: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

25

pura. Bentuk dan tata letak Bale pawedan ini dalam arsitektur pura

disebutkan merupakan bangunan sekepat atau bangunan yang lebih besar

dan terletak berhadapan dengan pelinggih pemujaan.

3). Bale Pepelik adalah suatu bangunan pelengkap bangunan utama

yang dipergunakan untuk menyimpan arca – arca peninggalan atau alat -alat

upacara keagamaan.

4). Ratu Ngerurah adalah suatu bangunan pendamping bangunan

utama ( Padmasana ) dimana kita puja atau kita stanakan kekuatan Hyang

Widhi sebagai Tuhan Yang Maha Esa sebagai pelindung atau penjaga

lingkungan mandala utama.13 Dalam sanggah atau merajan alit, semeton

bali diwajibkan membangung panglurah agung. dimana palingih ini berupa

bangunan bebatuan seperti tugu dengan batu paras, batu cadas atau batu

bata. Karena Pura Parahyangan Jagat Guru adalah Pura bali. Bangunan Ratu

Ngurah yang bertugas sebagai pecalang atau penjaga sanggah pamerajan.

5). Taman Sari Adalah suatu bangunan atau disebut pelinggih

pelengkap dan pendamping bangunan Padmasana, digunakan untuk

memohon tirta atau air suci, jadi ciri utamanya terdapat kolam dan

pancuran.14 Penulis melihat Taman sari di Pura Parahyangan Jagat Guru

BSD cukup luas dan terletak di bagian belakang dekat sumber air.

6). Bale Gita adalah Sebuah bangunan berbentuk bale yang

digunakan untuk melantunkan kidung-kidung suci saat upacara keagamaan.

b. Madya Mandala adalah sebagai tempat interaksi umat dan

kegiatan sosial kemasyarakatan. Juga tempat yang berada di

tengah setelah Nista Mandala dan sebelum Utama Mandala,

Yajña, seperti tari Rejang Dewa, Baris Gede, Wayang Lemah,

Topeng Sidhakarya, bermanfaat untuk Wali Yajña, dan

hiburan.15

13 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Juni 2021 pukul 09.00 WIB. 14 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Juni 2021 pukul 09.00 WIB. 15 I Ketut. Duwijo dan Darta, Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas V,

(Jakarta: Pusat, Kurikulum dan Perbukuan, 2014), h. 73

Page 38: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

26

Gambar 3 : Struktur Madya Mandala

1). Kuri Agung (Pemedal) merupakan pintu utama pada area Pura.

Kori Agung di area Pura, terletak di bagian depan areal jeroan (dalam) Pura

dan memisahkan antara areal jeroan (dalam) dengan areal jabaan (luar)

Pura. Bangunan Kori Agung, adalah merupakan wujud material, maka itu

harus disucikan. Ruang (pintu) tempat masuk sengaja dibuat kecil, hanya

cukup untuk satu orang agar masuk satu-persatu.

2). Apit Lawang adalah sebuah bangunan pelinggih yang mengapit

berada di kanan kiri pintu masuk utama (kori agung). Ataupun sebagai

penjaga kuri agung biasa disebut Candi Bentar yang berfungsi sebagai

penjaga lawang, candi bentar juga sebagai lambang dari Ardha Candra.

3). Bale Pasendekan (Bale Gong) merupakan tempat istirahat

sebentar jika umat mau sembahyang di mandala utama, kalo ada upacara

agama biasanya dipakai tempat gong atau karawitan untuk mengiringi

Page 39: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

27

kegiatan upacara keagamaan.16 Bangunan ini juga sebagai tempat

penyimpanan gong yang mana akan di keluarkan dan dimainkan jika adanya

latihan untuk hari raya. Bisa juga dijadikan tempat latihan menabuh dan

menari.

4). Bale Perantenan (dapur suci) adalah dapur yang berbeda dengan

dapur umum biasa karena hanya sebuah simbol untuk kegiatan jika ada

kegiatan upacara Agama. Misalnya kegiatan hari raya Galungan dan

lainnya.

5). Bale Kulkul yaitu sebuah bangunan yang khusus untuk menaruh

kentongan besar yang dipakai atau dibunyikan hanya saat ada upacara

agama. Kentongan besar yang di simpan di bale kulkul agar bisa terjaga dan

tidak cepat rusak.

c. Nista Mandala adalah sebagai tempat pengembangan ekonomi

dan usaha. Nista atau Kanista Mandala sebagai tempat

melakukan Upacara Bhuta Yajña (pecaruan) yang

dipersembahkan kepada Bhuta Kala. Di Nista Mandala juga

terdapat bangunan Bale Kulkul dan Wantilan.17

16 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Juni 2021 pukul 09.00 WIB. 17 I Ketut. Duwijo dan Darta, Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas V,

(Jakarta: Pusat, Kurikulum dan Perbukuan, 2014), h. 73

Page 40: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

28

Gambar 4 : Struktur Nista Mandala

1). Wantilan adalah sebuah bangunan besar atau Gedung

serba guna biasanya untuk sima krama, menyiapkan keperluan

upacara atau tempat kegiatan keumatan lainnya, di lantai dua

sebagai Pasraman atau sekolah minggu.18 Wantilan di Pura

Parahyangan Jagat Guru BSD yang terletak di lantai dua dengan

areanya yang cukup luas serta selalu terjaga kebersihannya.

2). Pasraman adalah sekolah minggu yang menempati lantai

dua Gedung serba guna atau wantilan. Pasraman tempat umat Hindu

belajar biasanya anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan

agama Hindu di sekolahannya akan mengikuti pasraman di pura.

3). Perpustakaan tempat menyimpan buku – buku agama dan

umum dan sebagai tempat melatih agar anak- anak gemar membaca

baik pengetahuan agama maupun umum. Perpustakaan Pura

Parahyangan Jagat Guru ini cukup luas dan banyak sekali buku yang

tertata rapi.

18 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Juni 2021 pukul 09.00 WIB.

Page 41: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

29

Gambar 5 : Bagan Pura Bali

Struktur dan Nama Pengurus Pura Parahyangan Jagat Guru BSD periode

tahun 2021-2024 seperti berikut:

Page 42: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

30

Gambar 6 : Struktur Pengurus Pura

Page 43: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

31

Gambar 7 : Struktur Pengurus Pura

Page 44: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

32

E. Aliran Hindu dalam Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

Ada beberapa Aliran Hindu di indonesia, di dalam pura Parahyangan Jagat

Guru BSD itu menganut aliran Siwa Siddhanta.19 Saiwa Siddhanta merupakan

bagian atau sekte dalam agama Hindu.

Sebagai salah satu sistem kepercayaan, Saiwa Siddhanta sudah ada sejak

zaman prasejarah (lebih dari 6000 tahun yang lampau) menurut Dr. R. E. M.

Wheeker dengan bukti ditemukannya peninggalan pada penggalian kota

Mohenjodaro dan Harappa di India berupa Siwa Linggam dari tanah liat.20 Siwa

bermakna yang berkaitan (berhubungan dengan Siwa). Siwa dimaknai sebagai

mulia, suci, Siddha sukses, berhasil, Anta akhir, simpulan, inti.

Pertemuan Hindu (Siwa) dengan kepercayaan atau agama asli Indonesia

atau Nusantara maupun Bali, maka muncul banyak sekte di Bali, Semua sekte yang

berkembang di Bali kemudian berhasil disatukan oleh Mpu Kuturan dengan

pemujaan kepada Dewa Tri Murti, dan Danghyang Nirartha (Danghyang

Dwijendra) merintis pemujaan kepada Siwa melalui bangunan suci Padmasana.

Penyatuan sekte-sekte yang ada di Indonesia dan Bali telah demikian kuat (luluh)

yang tampak sangat menyatu seperti tampak dalam pemujaan kramaning sembah

maupun puja Tri Sandhya beserta mantra-mantra para Pandita (Sulinggih) semua

Dewa manifestasi Tuhan dipuja.

Ajaran (konsep) Siwa Siddhanta memposisikan Tuhan atau Brahman

sebagai Siwa. Siwa adalah Sanghyang Widhi sebagai wujud yang paling utama dan

mulia atau paling tinggi. Konsep Siwa Siddhanta yang dianut di Indonesia sebagai

berikut.

1. Keyakinan lokal (kepercayaan asli dari nenek moyang orang asli Indonesia).

2. Adat istiadat lokal.

3. Ajaran Tantra, ajaran Kediatmikan, dunia, niskala.

4. Ajaran Bhairawa, ajaran atau paham sekte yang pernah ada di Indonesia.

5. Inspirasi dari renungan dan hasil pemikiran para maha Rsi di Indonesia.21

19 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021 pukul 13.00 WIB. 20 I Nyoman Kardika, Tattwa Siwa Siddhanta Indonesia In Theology Of Hindu, (Jurnal

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019). 21 I Nyoman Kardika, Tattwa Siwa Siddhanta Indonesia In Theology Of Hindu, (Jurnal

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019).

Page 45: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

33

Konsep ajaran Saiwa Siddhanta yang terdapat di dalam Pura Parahyangan

Jagat Guru BSD adalah:

1. Siwa merupakan realitas tertinggi, atau realitas tertinggi disebut Siwa.

2. Jiwa atau roh pribadi adalah intisari identik dengan Siwa tapi tidak sama.

3. Ciri-ciri Siwa ; kesadaran tak terbatas, tanpa wujud, Maha ada, Maha Esa,

tanpa penyebab, tanpa noda, selalu murni dan sempurna, kekal abadi tak

terikat oleh waktu, kecerdasan tak terbatas, sumber dari segala yang ada,

maha mengetahui, kasih dan karunia yang tak terbatas, tujuan segala yang

ada, wujud kebahagiaan abadi.22

22 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku Kepala Sekolah Pasraman di pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 23 Januari 2021 pukul 13.00 WIB.

Page 46: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

BAB III

TATA CARA SEMBAHYANG TRI SANDHYA

A. Pengertian Sembahyang

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan arti kata

sembahyang adalah memohon kepada Tuhan.1 Persembahyangan salah satu dari

pengamalan ajaran Agama Hindu yang paling menonjol dilakukan umat Hindu

pada umumnya. Sembahyang adalah puncak dari yajna dan karma. Artinya, upaya

untuk mendalami ilmu pengetahuan suci atau yajna.2 Kata sembahyang berasal dari

bahasa Jawa Kuno yang terdiri dari dua kata yaitu “sembah” artinya menghormat,

takluk, menghamba, sedangkan kata “hyang” artinya Dewa atau sosok yang

mahasuci.

Sembahyang itu adalah suatu upaya spiritual untuk menguatkan upaya

mencari ilmu pengetahuan suci atau yajna dan melakukan perbuatan baik yang

disebut Subha Karma, dengan artinya sembahyang itu untuk menguatkan upaya

mencari ilmu pengetahuan suci dan memotivasi umat untuk bekerja secara nyata

mewujudkan Dharma dari ajaran kitab Weda.3 Persembahyangan tidak hanya

dilakukan karena adanya hari raya atau upacara tertentu. Dalam kitab Chandogya

Upanisad ada dinyatakan bahwa sembahyang harian itu dapat dilakukan tiga kali

sehari dengan melakukan sembahyang harian akan mendapat berkah.4

Sebagai umat manusia yang beragama, yang menjunjung tinggi keagamaan

dan kemahakuasaan Tuhan, sepantasnya manusia menyadari bahwa sesungguhnya

didalam diri manusia terdapat Atman atau jiwa yang merupakan percikan sinar dari

Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan yang maha Esa). Tanpa adanya Atman dalam diri ,

pastilah manusia tidak bisa hidup. Dengan bersembahyang umat manusia akan lebih

tenang, lebih tentram bahkan merasa damai di hati.5 Umat Hindu percaya bahwa

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/sembahyang , pada tanggal 10 Febuari 2021 2 I Kt. Wiana, Arti Sarana Persembahyangan, Yayasan Wisma Karma, (Jakarta: Yayasan

Wisma Karma, 1999), h. Sambutan iii 3 I Kt. Wiana, Arti Sarana Persembahyangan, Yayasan Wisma Karma, (Jakarta: Yayasan

Wisma Karma, 1999), h. Sambutan iii 4 I Kt. Wiana, Arti Sarana Persembahyangan, Yayasan Wisma Karma, (Jakarta: Yayasan

Wisma Karma, 1999), h. Sambutan iii 5 K. M. Suhardana, Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu, (Surabaya:

Paramita, 2004), h. 1-2

Page 47: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

35

dengan melakukan sembah dengan tulus dan ikhlas maka akan mendapat

pertolongan dan perlindungan dari Sang Hyang Widi Wasa.

Hubungan manusia Atman- Brahman ( Sang Hyang Widi Wasa) sebagai

sumber Atman tersebut). Atman yaitu percikan terkecil dari Sang Hyang Widi Wasa

atau Paramatman. Paramatman yaitu asal dan sumber dari Atman. Sang Hyang Widi

Wasa sebagai asal dari Atman adalah Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha

Penyayang, Maha Suci dan Maha segalanya. Di dalam Hindu setiap Atman atau

jiwa-jiwa yang ada di setiap manusia atau makhluk hidup di dunia ini berasal dari

Sang Hyang Widi Wasa dan juga berakhir dan kembali kepada-Nya.6

Dalam kesempatan wawancara kali ini Penulis melihat umat Hindu dalam

Pura Parahyangan Jagat Guru untuk melaksanakan sembahyang Tri Sandhya

dengan bertahap mulai dari persiapan Upakara, pakaian dan juga cara masuk ke

pura. Mulai dari mengawali pintu masuk pura yang berbeda juga dengan pintu

keluar, di perlihatkan bagaimana cara pelaksanaan sembahyang harian, apa saja

upakara yang harus disediakan untuk melaksanakan sembahyang harian.

Ketika manusia yang senantiasa merasa dirinya dekat dengan Tuhan akan

memberi pengaruh kesucian pada dirinya, karena Tuhan bersifat Maha suci. Seperti

bakti, bakti adalah penyerahan diri kepada Tuhan dengan tulus ikhlas tanpa ikatan.

Sri Krsna pernah bersabda kepada Arjuna (Bhagawad Gita, IX.34):

Manmana bhava madbhakto madyaji mam namaskuru mam evaisyai

yuktvaivam atmanam matparayanah

Artinya : Pusatkanlah pikiranmu kepadaKu, berbaktilah kepadaKu,

sembahlah Aku, sujudlah padaKu. Setelah melakukan disiplin pada dirimu sendiri

dan Aku sebagai tujuan engkau akan datang (mendekat) padaKu.

Para Rsi mengatakan bahwa orang yang sepanjang hidupnya menjalankan

Sandhya tiga kali sehari dengan tekun ia akan menjadi manusia utama. la selalu

berjaya. Seakan mencapai kebebasan semasih hidup. Seakan mencapai Jivan Mukti.

“Dia yang mengabdi kepada- Ku sujud dengan kebaktian yoga, ia naik ke atas

melampaui guna, ia wajar bersatu dengan Brahman . Begitu sabda

Krishna kepada Arjuna dalam BG. XIV. 26.

6 I.N.K. Saputra, Penuntun Dasar dan Praktis Sembahyang, (Denpasar: CV. Kayumas

Agung, 2007), h. 3

Page 48: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

36

B. Waktu Pelaksanaan Sembahyang Harian (Tri Sandhya)

Trisandya terdiri dari dua kata, yaitu “Tri” artinya tiga, “Sandya” artinya

sabda, ucapan, pikiran.7 Puja Trisandya disusun di Bali pasca G-30-S (1967) oleh

beberapa tokoh/ pemuka agama antara lain:

1. I Gst Bagus Sugriwa (alm)

2. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra (alm)

3. Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus (alm)

4. I Ketut Bangbang Gde Rawi (alm)

Dengan mengambil sumber dari: Gayatri Mantram (bait 1), Narayana

Upanisad (bait 2), Weda Parikrama (bait 3,4), dan Lontar Siwa Tattwa Purana (bait

5,6). Oleh karena berbentuk campuran antara beberapa Oleh karena berbentuk

campuran antara beberapa mantram Weda dan Wedangga, maka disebut ram Weda

dan Wedangga, maka disebut “Puja”.

Puja Trisandya diajarkan ke masyarakat untuk meningkatkan sradha yang

ketika itu sedang kacau balau oleh gerakan komunis. Maka mulailah didengungkan

kesekolah-sekolah, Pura, dll. Kini sudah memasyarakat.Sembahyang harian atau

Tri sandhya adalah sembahyang dalam umat Hindu juga biasa disebut Puja Tri

Sandhya yang dilaksanakan pada tiga waktu. Pagi hari jam 05.00-07.008, Puja Tri

Sandhya dilakukan pada waktu ini karena manusia berada dalam keadaan satwam

yaitu diri berada dalam tenang.

Siang hari jam 12.00-13.009, puja Tri Sandhya dilakukan pada waktu ini

karena ingin mengelakkan sifat rajas menguasai diri, yaitu melahirkan sifat yang

terlalu bersemangat dan banyak keinginan yang bisa menjadikan seseorang itu

sombong, egois dan pemarah.10

Dan sore hari jam 18.00-19.0011, Tri Sandhya dilakukan pada waktu ini

karena ingin mengelakkan diselimuti sifat tamas, yaitu sifat seperti malas,

7 I Made Surada, Kamus Sanskerta Indonesia, (Denpasar: Widya Dharma, 2007), h. 297. 8 KAKI TANAGel, Panca Sembah dan Kidung, (Denpasar: PT. Empat Warna

Komunikasi, 2006), h. 5 9 KAKI TANAGel, Panca Sembah dan Kidung, (Denpasar: PT. Empat Warna

Komunikasi, 2006), h. 5 10 Wawancara dengan Nyoman Winta selaku Pinandita pura Parahyangan Jagat Guru

BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021 11 KAKI TANAGel, Panca Sembah dan Kidung, (Denpasar: PT. Empat Warna

Komunikasi, 2006), h. 5

Page 49: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

37

mengantuk dan susah berpikir. Sembahyang pagi saat Raditya Dina dilakukan

untuk memperkuat Guna Sattwam.12 Sembahyang siang hari saat dalam keadaan

Madya Dina sembahyang yang dilaksanakan untuk mengendalikan Guna Rajah.

Lalu sembahyang sore saat Sandhya Dina sembahyang untuk mengendalikan Guna

Thamas.

Puja Tri sandhya baru dikenal sekitar tahun 1950-an. Pada waktu itu Prof.

Pandit Shastri menerbitkan buku Puja Tri Sandhya, sebuah buku yang dicetak

dengan huruf Bali dan huruf Latin yang sangat bagus pada jamannya. Puja Tri

Sandhya yang terdiri dari enam bait bersumber dari berbagai sumber sebagai

berikut:

1. Bait pertama, bersumber dari salah satu Mantram Gāyatrī yang terdapat

dalam kitab Rg Veda, III.62.10. Pada bait mantram dalam kitab Rg Veda

kata bhur bhuvah svah tidak ada. Tambahan kata bhur bhuvah svah itu

terdapat dalam kitab Yajur Veda Putih, 36.3.13

Mantra Gayatri atau Gayatri Mantram adalah mantram yang paling utama

dan paling mulia diantara semua mantra. Ia adalah ibu mantram yang dinyanyikan

oleh semua orang Hindu waktu sembahyang.

2. Bait kedua, bersumber dari salah satu dari suatu rangkaian mantram yang

panjang disebut Catur Veda Sirah (Empat Veda Kepala). Catur Veda Sirah

adalah salinan dari kitab Narayana Upanisad sebuah Upanisad minor

(kecil). Pada mantra ini pemuja memuja Tuhan sebagai Narayana, Tuhan

yang suci tanpa noda, Ia hanya tunggal tiada yang kedua.

3. Bait ketiga, bersumber dari Siwa Astawa, puja kedua, yaitu mantram

pemujaan kepada Dewa Siwa sebagai sebutan Tuhan dalam berbagai-bagai

sebutan. Oleh pemujanya Tuhan yang Tunggal disebut dengan banyak

nama. Ia disebut Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma, Wisnu,

Rudra dan Purusa. Masih banyak lagi sebutan yang lain. Namun bait ketiga

dari Puja Tri Sandhyā dengan puja kedua dari Siwa Astawa ada perbedaan

terutama pada baris terakhir. Bait ketiga baris terakhir pada Puja Tri

Sandhya berbunyi, “purusah parikīrtitah,” (parikirtitah artinya dipanggil),

12 Nengah Maharta, dan Wayan Seruni, Kumpulan Naskah Dharmawacana, (Lampung:

Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Nusantara Kampus Lampung, 2005), h. 86-87. 13 https://vaprakeswara.wordpress.com/tri-sandhya/ di akses pada tanggal 24 April 2021

Page 50: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

38

sedangkan pada puja kedua baris terakhir dari Siwa Astawa berbunyi,

“purusah prakŗtis tatha,” (prakrti artinya prakrti).

4. Bait keempat, kelima dan keenam bersumber dari kumpulan mantra yang

sama yaitu Ksamamahadevastuti 2-5 tersebar dalam Weda Sanggraha.

Dimana bait keempat adalah sebagai pengakuan bahwa diri serba hina dan

memohon agar Tuhan melindungi dan membersihkan dari segala noda.

5. Bait kelima, pemuja memohon ampun dan memohon agar dibebaskan dari

semua papa, semua kehinaan dan dosa. Pemuja mohon untuk dijaga karena

Ialah penjaga semua makhluk dan penguasa tertinggi atas segala yang ada.

6. Bait keenam, pemuja memohon ampun atas segala dosa dari anggota badan,

kata-kata dan pikiran.14

Pelaksanaan Tri Sandhya sama dengan ilmu yoga. Seperti yang diketahui

yoga adalah sebuah ilmu yang menjelaskan kaitan antara rohani dan jasmani

manusia untuk mencapai kesehatan yang menyeluruh.15 Yoga dari bahasa Sanskerta

yang berarti union (persatuan) ini terbentuk dari kebudayaan India kuno sejak 5.000

tahun lalu dan bertujuan menyatukan Atman (diri) dengan Brahman (Sang

pencipta).16

Pelaksanaan Tri Sandhya juga bisa menambahkan kekuatan, kecerdasan dan

kesejahteraan bagi menempuh kehidupan seharian. terdapat dalam Kitab Suci Reg

Veda III. 62. 89.10, seperti berikut:

“Om o mom

Bhur bhuvah svah

Tat savitur varenyam

Bhargo devasya dhimahi

Dhiyo yo nah pracodaya”

14 https://vaprakeswara.wordpress.com/tri-sandhya/ di akses pada tanggal 24 April 2021 15 Pujiastuti Sindhu, Yoga untuk Kesehamilan, (Bandung: Qanita, 2009), h. 20. 16 Pujiastuti Sindhu, Yoga untuk Kesehamilan, (Bandung: Qanita, 2009), h. 20.

Page 51: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

39

Artinya: Om Sang Hyang Widhi, kami menyembah Kecemerlangan dan kemaha

muliaan Sang Hyang Widhi yang menguasai bumi, langit dan surga, Semoga Sang

Hyang Widhi menganugerahkan Kecerdasan dan semangat pada pikiran kami.17

Ketut Suarna mengatakan Puja Tri Sandhya tidak ada disemua agama Hindu

baik di India dan di dunia, Puja Tri Sandhya disusun di Indonesia oleh Parisada

Hindu Bali sebelum menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia semenjak Agama

Hindu resmi diakui di Indonesia pada 01 Januari 1959. Puja Tri Sandhya hanya

dikumandangkan oleh penganut Hindu di Nusantara sebagai Puja wajib yang

dilaksanakan tiga kali sehari.

C. Mantra-mantra Tri Sandhya

Pengertian Mantra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah, perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib (misalnya dapat

menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya).18 Kata Mantra berasal dari

bahasa Sansekerta “Manas dan Yantra”. Manas artinya, pikiran. Yantra artinya,

alat. Mantra, tidak seperti yang dikenal orang sebagai jampi-jampi, mempunyai arti

"alat untuk menenangkan pikiran". Kata-kata apa pun yang bisa menenangkan

pikiran manusia dapat dikategorikan sebagai Mantra.19

Dalam umat Hindu percaya bahwa kehidupan ini diliputi dan diserapi oleh

Mantra. Arti dan makna Mantra adalah untuk mengembangkan kekuatan supra pada

diri manusia “pikiran yang luar biasa dapat muncul dari kelahiran, obat-obatan,

mantra-mantra, pertapaan dan kontemplasi kedewataan. Maka mantra adalah suatu

ucapan yang luar biasa yang dapat mengikat pikiran.

Adapun makna atau maksud pengucapan mantra, adalah sebagai berikut

menurut Majumdar:

1. Untuk mencapai kebebasan.

2. Memuja manifestasi Tuhan Yang Maha Esa.

3. Memuja para Devata (dewa) dan roh-roh.

17 I Made Titib, Tri Sandhya, Sembahyang, dan Berdoa, (Surabaya: Paramita, 2003),

h.38. 18 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/mantra, pada tanggal 23 Maret 2021 19 http://sungging. com/2009/02/bahasa-sansekertabahasa-dewa.html diakses pada tanggal

23 Maret 2021, pukul 19.00

Page 52: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

40

4. Berkomunikasi dengan para dewa.

5. Memperoleh tenaga dari manusia super (purusottama).

6. Menyampaikan persembahan kepada Roh leluhur dan para Devata.

7. Berkomunikasi dengan roh-roh dan hantu-hantu.

8. Mencegah pengaruh negatif.

9. Mengusir roh-roh jahat.

10. Mengobati penyakit.

11. Mempersiapkan air yang dapat menyembuhkan (air suci).

12. Menghancurkan tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang dan manusia.

13. Menetralkan pengaruh bisa atau racun dalam tubuh manusia.

14. Memberi pengaruh lain terhadap pikiran dan perbuatan.

15. Mengontrol manusia, binatang-binatang buas, dewa-dewa dan roh-roh jahat.

16. Menyucikan badan manusia .20

Seperti telah dijelaskan diatas, sejalan dengan karakter seseorang, maka

mantra dapat bersifat Sattvam (Sattvika Mantra) bila digunakan untuk kebaikan

semua makhluk, menjadi Rajisikamantra dan Tamasika Mantra bila digunakan

untuk kepentingan menghancurkan orang-orang budiman, kebajikan, seseorang

atau masyarakat.

Mantra adalah weda, sehingga kitab catur weda disebut kitab mantra karena

ia tersusun dalam bentuk syair-syair pujaan. Mantra yang ditujukan kepada Tuhan

dalam salah satu manifestasi disebut “satwa”, misalnya Siwasatwa, Barunasatwa,

Wisnusatwa, Durghasatwa dan lainnya. Mantra pada umumnya memakai irama

atau lagu, sehingga mantra disebut “stora”.21

Berikut adalah mantra yang dibacakan oleh Pinandita Nyoman Winta dalam

melaksanakan sembahyang harian yang dilakukan siang hari bertepatan pukul

13.30 dan juga dengan dilaksanakan praktik ibadah agar penulis dapat melihat dan

mendengarkan bagaimana proses umat Hindu dalam melaksanakan sembahyang

harian (Tri Sandhya).

20 I Wayan Punia, Mengapa? Tradisi dan upacara Hindu, (Denpasar. 2 Paramita) h. 464-

465. 21 I Kt. Wiana, Arti Sarana Persembahyangan, Yayasan Wisma Karma, (Jakarta:

Yayasan Wisma Karma, 1999), h. 119

Page 53: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

41

Mantra Tri Sandhya sebagai Berikut:

“Om bhur bhuvah svah, tat savitur varenyam,bhargo devasya dhi mahi, dhiyo yo

nah pracodayat

Om Narayana evedam sarvam, yat bhutam yac ca bhavyam, niskalankoniranjano

nirvikalpo, nirakhyatah suddo deva eko, Narayana na dvityo ‘sti kascit

Om tvam sivah tvam mahadevah, isravah parames’varah, brahma visnus ca

rudrasca, purusah parikirtitah

Om papo ham papakramaham, papatma papasamhavah, trahi mam

pundarikaksah, sabahyabhyantarah sucih

Om ksamasva mam mahadevah, sarvaprani hitankarah, mam moca sarvah

papebyah, palayasva sadasiva

Om ksantavyah kayiko dosah, ksantavyo vaciko mama, ksantavyo manaso dosah,

tat pramadat ksamasva mam

Om Santih Santih Santih Om”

Artinya :

Om adalah bhur svah. manusia memusatkan pikiran pada kecemerlangan dan

kemuliaan Sang Hyang Widi Wasa, Semoga Ia berikan semangat pikiran diri ini.

Om Narayana adalah semua ini, apa yang telah ada dan apa yang akan ada, bebas

dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak dapat digambarkan, sucilah

dewa Narayana, Ia hanya satu tidak ada yang kedua.

Om Engkau dipanggil Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma, Wisnu,

Rudra, dan Purusa.

Om hamba ini papa, perbuatan hamba papa, diri ini papa, kelahiran hamba papa,

lindungilah hamba Sang Hyang Widi Wasa, sucikanlah jiwa dan raga hamba.

Page 54: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

42

Om ampunilah hamba Sang Hyang Widi Wasa, yang memberikan keselamatan

kepada semua makhluk, bebaskanlah hamba dari segala dosa, lindungilah oh Sang

Hyang Widi.

Om ampunilah dosa anggota badan hamba, ampunilah dosa hamba, ampunilah dosa

pikiran hamba ampunilah hamba dari kelahiran hamba.

Om, damai, damai, damai , Om22

Puja Tri Sandhya merupakan rangkuman dari enam bait Mantra yang

dipetik dari kitab-kitab mantra, yaitu Kitab Catur Weda Samhita, Kitab Catur Weda

Sirah dan Kitab Wedaparikrama.

Bait demi bait dari mantram Puja Tri Sandhya merupakan himpunan mantra,

sebagai nyanyian pujaan. Setiap nyanyian pujaan pada umumnya mengandung tiga

komponen yaitu : pujian, pengakuan, permohonan. Namun di beberapa bait mantra

komponen kedua yaitu pengakuan kadang-kadang tidak ada. Pada mantram Puja

Tri Sandhya ketiga komponen itu ada dan terstruktur secara serasi, yaitu bait

pertama, kedua dan ketiga adalah pujian, bait keempat adalah pengakuan serta bait

kelima dan keenam adalah permohonan.

Bahasa mantram Puja Tri Sandhya adalah bahasa Sansekerta. Ada tiga jenis

bahasa Sansekerta yaitu, Sansekerta Veda, Sansekerta Klasik dan Sansekerta

Kepulauan (Hibrida). Sansekerta Veda adalah bahasanya kitab Catur Veda

Samhita, Sansekerta Klasik adalah bahasanya kitab-kitab Itihasa dan Purana, dan

Sansekerta Kepulauan atau Hibrida adalah bahasa Sansekerta yang didapati di Jawa

dan Bali terutama dalam lontar-lontar puja. bait pertama dari Puja Tri Sandya

memakai bahasa Sansekerta Veda, bait kedua memakai bahasa Sansekerta Klasik,

bait ketiga sampai dengan keenam memakai bahasa Sansekerta Kepulauan atau

Hibrida.23

D. Kramaning Sembah

22 I Kt. Wiana, Arti Sarana Persembahyangan, Yayasan Wisma Karma, (Jakarta:

Yayasan Wisma Karma, 1999), h. 121 23 https://vaprakeswara.wordpress.com/tri-sandhya/ di akses pada tanggal 24 April 2021

Page 55: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

43

Persembahyangan atau pemujaan yang dilakukan sebagai kegiatan suci

harus dipersiapkan secara lahir dan batin dengan menenangkan pikiran, perkataan,

dan perbuatan. Juga dengan melakukan pembersihan badan dan mengenakan

pakaian yang bersih dan rapi. Kramaning Sembah (panca sembah) adalah tata cara

Menyembah Sang Hyang Widi Wasa. Karena itulah memerlukan beberapa

persiapan sebelum melaksanakan Kramaning sembah.

Dalam kesempatan wawancara kali ini penulis di perlihatkan dan di

paparkan apa saja yang harus dilakukan dan apa saja sarana-prasarana untuk

melakukan kramaning sembah.

1. Persiapan kramaning sembah.

Persembahyangan atau pemujaan yang dilakukan sebagai kegiatan suci

harus dipersiapkan secara lahir dan batin dengan menenangkan pikiran, perkataan,

dan perbuatan. Juga dengan melakukan pembersihan badan dan mengenakan

pakaian yang bersih dan rapi. Kramaning Sembah (panca sembah) adalah tata cara

Menyembah Sang Hyang Widi Wasa. Persiapan itu meliputi:

a. Asuci laksana, yaitu melakukan pembersihan badan dengan mandi.

Badan yang bersih dan sejuk akan membuat kenyamanan dan

ketenangan dalam melakukan pemujaan. Dengan memusatkan pikiran

kehadapan Sang Hyang Widi Wasa.

b. Pakaian, pakaian yang digunakan dalam pemujaan kehadapan Sang

Hyang Widi Wasa harus diupayakan sederhana atau secukupnya dalam

melakukan pemujaan. Pakaian harus bersih dan tidak mengganggu

konsentrasi.

Pakaian sembahyang sebaiknya adalah pakaian yang umum digunakan

umat untuk bersembahyang adalah, bagi laki-laki menggunakan kemben

atau kain mekancut, menggunakan baju putih dengan saput kuning

diikat dengan umpal, dan juga mengenakan udeng. Sedangkan untuk

perempuan mengenakan kain, baju yang sesuai dan tidak terlalu tipis

agar tidak memperlihatkan aurat tubuh, menggunakan ubet-ubet atau

Page 56: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

44

senteng, selendang. Rambut diikat atau pusung. Konjer (kuncir) untuk

gadis dan pusung sanggul untuk yang sudah menikah.24

c. Sarana sembahyang, Sebelum melakukan persembahyangan hendaknya

mempersiapkan sarana untuk pemujaan meliputi: canang sari atau

bunga, kwangen, dupa sesari,thirta, dan alat yang dibutuhkan.25

d. Menuju tempat persembahyangan, perjalanan menuju ke tempat suci

pura atau tempat sembahyang harus dengan hati tenang dan

mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widi Wasa.

e. Tempat duduk, saat sudah sampai tempat pemujaan cari tempat yang

layak, bersih dan juga harus konsentrasi.26

2. Menurut, “Keputusan Mahasabha ke VI tahun 1991.”

a. Asana, berasal dari urat kata ,”as,” artinya duduk atau sikap. Jadi asana

artinya sikap yaitu sikap sembahyang yang meliputi sikap tangan dan

sikap badan. Ketika melaksanakan Puja Tri Sandhya sikap tangan

adalah, Amustikarana (musti artinya ibu jari) yaitu sikap dengan

mempertemukan ibu jari tangan kanan dan tangan kiri dengan posisi

tangan kanan berada dalam genggaman tangan kiri. Selanjutnya Puja Tri

Sandhyā dapat dilakukan dengan sikap berdiri (Padasana) atau dengan

duduk (Padmasana bagi laki-laki dan Bajrasana bagi perempuan), sesuai

tempat dan situasi yang tersedia.

b. Pranayama, artinya mengatur jalannya nafas. (Prana artinya tenaga

hidup/nafas, ayama artinya pengendalian/pengaturan). Gunanya untuk

menenangkan pikiran dan mendiamkan badan untuk mengikuti jalannya

pikiran. Bila pikiran dan badan sudah tenang barulah mulai

sembahyang.

Prānāyāma dilakukan dengan cara :

Menarik nafas dengan ucapan mantram dalam hati, “Om Ang namah.”

Menahan nafas dengan ucapan mantram dalam hati, “Om Ung namah.”

24 Wawancara dengan Nyoman Winta selaku Pinandita pura Parahyangan Jagat Guru

BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021 25 Wawancara dengan Nyoman Winta selaku Pinandita pura Parahyangan Jagat Guru

BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021 26 I.N.K. Saputra, Penuntun Dasar dan Praktis Sembahyang, (Denpasar: CV. Kayumas

Agung, 2007), h. 55-58

Page 57: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

45

Mengeluarkan nafas dengan ucapan mantram dalam hati, Om Mang namah.”

c. Karasoddhana, yaitu pembersihan dan penyucian badan melalui tangan

dengan lafalan mantram :

Penyucian tangan kanan, matramnya, “Om suddha mām svāhā.”

Artinya : (Om bersihkanlah hamba).

Penyucian tangan kiri, mantramnya, “Om ati suddha mām svāhā.”

Artinya: ( Om lebih bersihlah hamba).

3. Kramaning sembah (panca sembah) , adalah urutan yang akan dipandu oleh

pemangku atau pinandita yang ada dalam pemujaan.

a. Sembah puyung (tangan kosong), dengan melakukan cakupan tangan

kosong dan pusatkan pikiran dengan mantram di bawah.

Om atm tattawama suddha man swaha

Artinya: “Ya Tuhan, Atmma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah

hamba.”

b. Sembah dengan bunga, sembah ini di tujukan kepada Sang Hyang Widi

Wasa dalam wujudnya sebagai Hyang Surya atau Siwa Aditya. Ucapkan

Mantam di bawah ini.

Om Adityasya par jyoti

Rakta tejo mamo stute

Sweta pankaja madhyastha

Bhaskaraya namo stute

Artinya : “Ya Tuhan, sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat. Engkau

bersinar merah, hamba memuja Engkau. Hyang Surya yang beristana di

tengah-tengah teratai putih. Hamba memuja engkau yang menciptakan

sinar matahari berkilauan.”

c. Sembahyang dengan Kwangen, jika tidak ada kwangen bisa

menggunakan bunga. Sembahyang ini ditujukan kepada Istadewata

pada hari dan tempat persembahyangan itu. Ista Dewata ini adalah

Dewata yang diinginkan kehadiran-Nya pada waktu memuja.

Page 58: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

46

Istadewata adalah wujud Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai wujud-

Nya. Ucapkan mantam di bawah.

Om nama dewa adhistanaya

Sarwawya pine siwaya

Padmasana ekaprathistaya

Ardhanareswari ya namo namah swaha

Artinya: ”Om Hyang Widhi, hamba memujamu sebagai dewa

sumber sinar yang berstana paling utama. Hamba memujamu sebagai

Siwa penguasa semua makhluk, hamba memujamu sebagai satu-satunya

penegak segalanya, yang bersemayam pada padmasana. Hamba

menunjukkan pemujaan hamba padamu Siwa Raditya, dan hamba puja

Sang Hyang Widi Wasa sebagai wujud Ardanareswari (perwujudan

tunggal dari laki-laki dan perempuan).”27

d. Sembah dengan Bunga atau Kwangen, untuk memohon waranugraha.

Martamnya sebagai berikut :

“Om anugrah manoharam

Dewa datta nugrahaka

Arcanam sarwa pujanam

Namah sarwa nugrahaka

Dewa-dewi mahasiddhi

Yajnanya nirmalatmaka

Laksmi siddhisca dirgahayuh

nirwighna sukha wrddisca”

Artinya : Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah,

pemberi dewata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai

segala anugrah. Kemahasiddhian Dewa dan Dewi berwujud yadjna suci.

Kebahagiaan, panjang umur, bebas dari rintangan dan kesehatan

jasmani rohani. 28

27 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Sehari-hari Menurut Hindu, Edisi 2011, h. 13-18 28 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Sehari-hari Menurut Hindu, Edisi 2011, h. 13-18

Page 59: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

47

e. Sembahyang dengan cakupan tangan kosong sama seperti yang pertama.

Hanya saja sebagai penutup. Dengan matram sebagai berikut :

“Om Dewa suksma parama cintyaya nama swaha

Om Santih, Santih, Santih, Om”

Artinya: Ya Tuhan, hamba memuja engkau Dewata yang tidak

terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan anugerahkanlah

hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.

Mantram ini dipakai untuk sembahyang muspa, untuk memuja di Pura

atau tempat suci lain bisa menggunakan mantram yang disesuaikan

baitnya.29

E. Sikap Badan, Sikap Batin, Sikap Tangan

Dalam agama Hindu Sembahyang dapat memelihara kesehatan seseorang

dengan melakukan Asana atau sikap duduk Padmasana dimana tulang punggung,

leher dan kepala harus tegak lurus (tidak membungkuk), kemudian dengan

Pranayama atau pengaturan nafas dengan sikap batin yang hening, tenang dan suci

akan menjadi tubuh yang sehat.30 Maka dari itu ada sebutan Sikap Badan, sikap

Batin dan Sikap Tangan.

1. Sikap Badan

Sebelum melakukan sembahyang, umat Hindu akan bersikap Asuci

Laksana, yaitu mensucikan diri dengan pikiran yang baik, pikiran dan

jiwa harus benar-benar suci, bersih dan hening. Dengan membasuh tubuh

dengan air dan memakai pakaian yang bersih.31

Sikap badan atau asana pada waktu bersembahyang adalah sebagai

berikut:

a. Padmasana adalah cara duduk bersila untuk laki-laki.

b. Bajrasana adalah cara duduk bersimpuh untuk perempuan.

29 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Sehari-hari Menurut Hindu, Edisi 2011, h. 13-18 30 K. M. Suhardana, Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu, (Surabaya:

Paramita, 2004), h. 4 31 Wawancara dengan Nyoman Winta selaku Pinandita pura Parahyangan Jagat Guru

BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021

Page 60: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

48

c. Padasana adalah cara berdiri dengan memperhatikan situasi dan

kondisi setempat.32

Gambar 8 : Duduk Bersila untuk Laki-Laki

32 K. M. Suhardana, Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu, (Surabaya:

Paramita, 2004), h. 4-6

Page 61: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

49

Gambar 9 : Duduk Bersimpuh untuk Perempuan

2. Sikap Batin

Umat Hindu dalam bersembahyang akan selalu berusaha untuk menjaga

sikap batin sebagai berikut:

a. Bersikap tenang dengan hati yang suci.

b. Percaya sepenuhnya akan Tuhan.

c. Penyerahan diri secara total dan tulus ikhlas kepada-Nya.

d. Sembahyang hendaknya tidak mempunyai tujuan untuk memperoleh

mukjizat dan kesaktian.

3. Sikap Tangan

Dalam melakukan persembahyangan dalam agama Hindu, maka sikap

tangan adalah sebagai berikut:

a. Bersembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedua tangan

dicakupkan atau diletakan diatas dahi, sehingga ujung jari berada

diatas ubun-ubun.

b. Bersembahyang kepada Dewa (Dewata), cakupan jari tangan

ditempatkan di tengah-tengah dahi dan ujung kedua ibu jari tangan

berada diantara kedua kening.

Page 62: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

50

c. Bersembahyang ke hadapan Pitara, dengan mencakupkan jari tangan

ditempatkan di ujung hidung, dengan kedua ujung ibu jari tangan

menyentuh hidung.

d. Bersembahyang ke hadapan Bhuta, cakupkan tangan di ulu hati,

dengan ujung jari tangan mengarah ke bawah.33

Setelah penulis melihat umat Hindu selesai bersembahyang pasti ada

perlengkapan sarana sembahyang seperti tirtha, bija dan lainnya. Mengikuti proses

persembahyangan metirtha, mebija, mesekar memiliki makna yang penting untuk

melaksanakan persembahayangan umat Hindu.34

33 K.M. Suhardana, Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu, (Surabaya:

Paramita, 2004), h. 8-10 34 diakses pada tanggal 24 Mei 2021 https://kb.alitmd.com/%E2%80%8Bmakna-sarana-

persembahayangan-hindu/

Page 63: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

BAB IV

MAKNA PERLENGKAPAN SEMBAHYANG TRI SANDYA

A. Perlengkapan Dalam Sembahyang Tri Sandya

Dalam melaksanakan persembahyangan umumnya umat Hindu

menggunakan beberapa sarana untuk memantapkan hati dalam melakukan

persembahyangan. Sarana (perlengkapan) tersebut adalah seperti Dupa, Buah,

Bunga, Kwangen, Kalpika, Tirtha dan Bija. Lalu juga disamping itu pengucapan

mantra dengan sikap badan tertentu juga tergolong dalam sarana. Sama seperti

dalam agama Islam menggunakan perlengkapan seperti sajadah, baju bersih peci

dan sarung untuk laki-laki dan mukena untuk perempuan.

Dalam sembahyang harian (Tri Sandhya) hanya menggunakan sarana

(Upakara) Upakara adalah salah satu alat untuk menghubungkan diri kehadapan Ida

Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk yang nyata, seperti yang tertuang dalam

Kitab Bhagavadgītā, IV.11 berbunyi :

Ye yathā māṁ prapadyante

tāṁ s tthaiva bhajāmy aham

mama vartmānuvartante

manu ṣyāḥ pārtha sarvaśaḥ

Artinya : “Dengan jalan manapun (beryajña) ditempuh manusia kepada-Ku,

semuanya Ku-terima, semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal, Oh

Partha.1

Secara etimologinya, kata upakara terdiri dari dua suku kata, yaitu upa dan

kara. Kata upa artinya “berhubungan” dan kara artinya “tangan”. Jadi,

upakara berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan, pekerjaan dan

tangan. Kamus Jawa Kuno Indonesia, juga terdapat penjelasan kata upakara, yang

berarti “Pertolongan, bantuan, sumbangan, pemberian, hadiah, anugrah. Juga

diartikan, perbuatan salah, penghinaan atau celaan”. Pada Kamus Bali Indonesia,

disebutkan arti kata Upakara berarti sajen, Sedangkan di dalam buku Memelihara

Tradisi Weda dijelaskan “upakara artinya melayani dengan ramah tamah” dalam

1 Kadek Joni Purnawan, Upakara “pendidikan Agama Hindu”, Universitas Pendidikan

Ganesha.

Page 64: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

51

terjemahan disebut juga upacara. Upakara yang dibuat dan telah memiliki bentuk

sehingga dapat digunakan, lalu sebuah upakara dikatakan berfungsi. Menurut buku

Upakara Yajna, fungsi Upakara adalah sebagai sarana persembahan atau korban

suci, artinya upakara yang dibuat digunakan sebagai persembahan kepada Tuhan,

karena Tuhanlah yang menciptakan segala isi dunia ini. Maka umat manusia

berkewajiban mempersembahkan kembali kepada Tuhan dalam bentuk upakara.

Dalam buku Tetandingan Lan Sorohan Bebanten, fungsi upakara

disebutkan berdasarkan atas pengelompokan/sorohan bebanten, yaitu:

1. Kelompok upakara sebagai pembersih/penyucian dimana kelompok ini

meliputi, banten beakala, tetebasan durmangala, prayascita, lis bale

gading, banten pedudusan.

2. Kelompok upakara sebagai wujud pralingga atau sthana Ida Sang Hyang

Widhi Wasa. Bebanten yang termasuk kelompok ini seperti daksina dan

sesayut.

3. Kelompok ketiga yakni kelompok upakara sebagai persembahan,

diantaranya, banten caru, banten gelar sanga, banten tawur dan

sejenisnya.

Implementasi setiap perlengkapan sembahyang oleh umat beragama Hindu

sangat beragam tergantung Yajna dan cara memaknai jenis perlengkapan tersebut,

misalnya agni (api) dilambangkan dengan dupa sebagai saksi dalam setiap gerak

Langkah dalam hidup manusia bahwa apapun yg kita lakukan baik dan buruk saksi

Tuhan atau alam semesta pasti mengetahuinya. Bunga atau kembang sebagai

perlambang kesucian dan keindahan agar manusia hidup menjaga kesucian pikiran

perkataan dan perbuatannya dan mengembangkan cinta kasih kepada semua ciptaan

Tuhan.

Dari penjelasan di atas, yang menjelaskan fungsi upakara , maka dapat

dipahami bahwa fungsi dari sebuah upakara tergantung pada bentuk upakara dan

difungsikan sesuai dengan jenis yajna yang dilaksanakan.2 Sarana untuk

melaksanakan Sembahyang Tri Sandhya yaitu, Dupa, Bunga, Kwangen, Tirtha, dan

juga Bija. Yang mana dari beberapa sarana di atas memiliki makna. Berikut arti dan

2 Wijayananda, (2003), h. 13

Page 65: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

52

fungsi dari sarana sembahyang Tri Sandhya yang penulis dapatkan dari wawancara

dan juga sumber teks lainnya.

1. Dupa

Dupa memiliki banyak sebutan seperti, Agni, Api. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia Dupa adalah kemenyan, setanggi, dan sebagainya

yang apabila dibakar asapnya berbau harum.3 Dalam tradisi Hindu untuk

membuat dupa harus dari bahan pilihan, seperti kayu cendana yang

mengeluarkan bau harum agar membuat pikiran tentram dan juga tenang.

Api memiliki peran penting dalam upacara-upacara agama Hindu,

sertiap upacara yang dilakukan didahulukan dengan menyalakan api/dupa.

Melalui kesempatan saat melakukan wawancara penulis melihat Pinandita

yang akan menyalakan api/dupa saat akan melakukan persembahyangan.

Tidak lupa sebelumnya sudah didoakan oleh Pinandita yang ada di Pura.

Ciri khas juga menjadi unggul karna dupa setiap umat Hindu

bersembahyang menggunakan sarana api/dupa.

Fungsi dari dupa adalah sebagai pemimpin upacara atau

sembahyang. Dan juga pembasmi dari segala kotoran, pengusir roh jahat,

dan sebagai saksi upacara.4 Cara menggunakan dupa dengan mengasapi

benda atau seserahan.5

Selain Dupa ada beberapa api yang digunakan dalam kegiatan

persembahyangan dan memiliki beberapa wujud sebagai berikut :

a. Dipa : api dengan nyala yang memancarkan sinar cahaya yang

terang benderang. Misalnya, api dari lilin, lampu, lampu listrik dan

sejenisnya.

3 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/dupa, pada tanggal 9 Maret 2021 4 I Nyoman Putu Sutirta, Sarana Persembahayangan dan Cara Pembuatannya, (Yayasan

Ghandi Putri : Denpasar, 2020), h. 6 5 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku Kepala Sekolah Pasraman di pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 23 Januari 2021 pukul 13.00 WIB.

Page 66: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

53

b. Obor : api dengan nyala yang besar berkobar-kobar. Termasuk jenis

ini adalah obor, dari perakpak, tombrog (obor dari bambu), dan

sebagainya.6

Gambar 10 : Dokumentasi Dupa

2. Bunga

Bagi Umat Hindu, bunga dalam sesaji sebagai lambang dari

kesucian hati dalam memuja Sang Hyang Widi Wasa serta sinar-sinar suci-

6 I Nyoman Putu Sutirta, Sarana Persembahayangan dan Cara Pembuatannya, (Yayasan

Ghandi Putri : Denpasar, 2020), h. 6

Page 67: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

54

Nya, para leluhur dan para Rsi. Bunga tidak hanya dipakai untuk

sembahyang saja, tetapi juga dipakai untuk persembahan-persembahan lain.

Karena itulah Seyogyanya dipersembahkan bunga yang baru mekar,

harum dan tidak boleh menggunakan bunga yang telah jatuh ke tanah.7

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Arti bunga adalah bagian

tumbuhan yang akan menjadi buah, biasanya elok warnanya dan harum

baunya.8 Dalam kitab Agastya Parwa disebutkan ada beberapa bunga yang

tidak baik dipersembahkan atau dipakai sebagai sarana persembahyangan.

“Nihan ikang kembang tan yogya pujakena ring bhatara : kembang

uleren, kembang ruru tan inuduh, kembang laywan, laywan ngaranya

alewas mekar, kembang munggah ring sema, nahan ta lwir ning kembang

tan yogya pujakena de nika sang satwika.”

Artinya : Inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan kepada

Bhatara, bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa diguncang, bunga

yang berisi semut, bunga yang layu yaitu bunga yang lewat masa mekarnya,

bunga yang tumbuh di kuburan. Itulah jenis-jenis bunga yang tidak patut

dipersembahkan oleh orang baik-baik.9

Fungsi dari bunga yaitu sebagai simbol Sang Hyang Widi Wasa

(Siwa).10 Juga sebagai simbol menghantarkan rasa kasih dan cinta.11 Bunga

sebagai simbol Tuhan diletakkan di ujung cakupan tangan pada saat

menyembah dan sesudahnya bunga tersebut diletakkan di atas kepala atau

disumpingkan di telinga. Sedangkan bunga sebagai sarana persembahan

maka bunga dipakai mengisi sesajen.12

Tidak setiap bunga bisa dipakai sebagai sarana persembahyangan.

Untuk bunga yang paling baik menurut ajaran agama dan serba guna adalah

7 I Wayan Suraba, Cara Praktis Untuk Memahami Agama Hindu Melalui Kumpulan

Dharmawacana, (Paramita : Surabaya, 2013), h.152 8 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/bunga, Pada tanggal 10 Maret 2021 9 https://vaprakeswara.wordpress.com/tri-sandhya/ di akses pada tanggal 24 April 2021 10 I Wayan Suraba, Cara Praktis Untuk Memahami Agama Hindu Melalui Kumpulan

Dharmawacana, (Paramita : Surabaya, 2013), h.151 11 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku Kepala Sekolah Pasraman di pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 23 Januari 2021 pukul 13.00 WIB. 12 I Nyoman Putu Sutirta, Sarana Persembahayangan dan Cara Pembuatannya,

(Yayasan Ghandi Putri : Denpasar, 2020), h. 6

Page 68: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

55

bunga teratai. Bunga ini akarnya di lumpur, daunnya di air, dan bunganya

membujur di udara. Bunga yang terbaik adalah bunga teratai untuk

digunakan sebagai persembahan.13

Gambar 11 : Dokumentasi Bunga Dan Kwangen. (Bunga Yang Berwarna Kuning)

3. Kwangen

13 I Nyoman Putu Sutirta, Sarana Persembahayangan dan Cara Pembuatannya,

(Yayasan Ghandi Putri : Denpasar, 2020), h. 6

Page 69: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

56

Kwangen berasal dari bahasa jawa kuno yaitu “Wangi” yang artinya

harum.14 Bagi umat Hindu Kwangen merupakan hal yang sangat penting.

Kwangen dipakai untuk memuja Sang Hyang Widi Wasa dalam wujud

purusa pradana (Arda Nareswari) dan sebagai pemberi anugrah.15

Kwangen dibuat dari daun pisang yang berbentuk lonjong dan juga

berbentuk segitiga lancip karena memiliki lambang dari Ardhacandra. Yang

dilengkapi dengan daun-daunan plawa, dan hiasan puncaknya digunakan

janur yang berbentuk cili, disertai bunga.16 Di dalamnya diisi perlengkapan

hiasan dari janur yang disebut bunga, uang kepeng dan porosan silih asih.

Adapun yang dimaksud porosan silih asih adalah dua potong daun sirih yang

diisi kapur dan pinang, diatur sedemikian rupa sehingga jika digulung

tampak bolak-balik, yaitu yang satu tampak bagian perutnya dan yang satu

lagi tampak punggungnya.

Fungsi dari kwangen yaitu sebagai Ista Dewata yang artinya adalah

Dewata yang diinginkan dan dimohon kehadirannya pada waktu

bersembahyang, misalnya sebagai Batara Brahma, Batara Siwa dan lainnya.

Jika tidak ada kwangen maka sebagai gantinya dapat dipergunakan bunga.17

Kwangen juga menyimbolkan sesari dan berfungsi sebagai penebus

segala kekurangan yang ada. Kemudian bunga, bunga yang digunakan

adalah bunga yang berbau harum dan tidak layu bunga merupakan simbol

dari ketulus ikhlasan dan kesucian hati.18 Dalam sembahyang kwangen

simbol Omkara/Ongkara.

Omkara adalah aksara suci Sanghyang Widhi. Dengan demikian

kwangen adalah simbol Sanghyang Widhi. Oleh karena itu pada waktu

sembahyang memakai sarana kwangen hendaknya sedemikian rupa

14 I.N.K. Saputra, Penuntun Dasar dan Praktis Sembahyang, (Denpasar: CV. Kayumas

Agung, 2007), h. 42 15 I Wayan Suraba, Cara Praktis Untuk Memahami Agama Hindu Melalui Kumpulan

Dharmawacana, (Paramita : Surabaya, 2013), h.152 16 I.N.K. Saputra, Penuntun Dasar dan Praktis Sembahyang, (Denpasar: CV. Kayumas

Agung, 2007), h. 42 17 K. M. Suhardana, Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu, (Surabaya:

Paramita, 2004), h. 15 18 Ni Kadek Intan Rahayu, Makna Simbolik Umat Hindu dalam Persembahayangan

Bulan Purnama di Kecamatan Basidondo Kabupaten Tolitoli, (Jurnal Bahasa dan Sastra Volume 5

No 1 (2020) ISSN 2302-2043).

Page 70: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

57

sehingga muka kwangen berhadap-hadapan dengan muka penyembahnya.

Hal ini dimaksudkan agar penyembah dengan yang disembah berhadap-

hadapan.

Gambar 12 : Dokumentasi Bunga Dan Kwangen. (Kwangen Yang Bentuk

Kojong)

4. Tirtha

Tirtha atau air sangatlah penting dalam persembahayangan, karena

keagungan air sebagai pembersih atau sarana penyucian, dan pemberi

kehidupan.19 Kata tirtha berasal dari bahasa sansekerta, menurut para ahli

Max Muller, Sir Monier William menyebutkan arti kata Tirtha adalah

pemanidan atau sungai, kesucian atau setitik air, sungai yang suci, jika

disimpulkan tirtha itu bermakna, penyucian atau membersihkan.20

Semua peralatan dan bangunan-bangunan yang ada di Pura harus

dipercikkan air sebelum upacara dimulai. Selanjutnya percikkan air suci

kepada orang dalam upacara itu untuk mendapatkan kesehatan, ketentraman

(damai di hati).

19 I.N.K. Saputra, Penuntun Dasar dan Praktis Sembahyang, (Denpasar: CV. Kayumas

Agung, 2007), h. 50 20 I Kt. Wiana, Arti Sarana Persembahyangan, Yayasan Wisma Karma, (Jakarta:

Yayasan Wisma Karma, 1999), h. 106

Page 71: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

58

Air dianggap mempunyai kekuatan untuk melenyapkan pengaruh

jahat. Maka itulah pentingnya air dalam kehidupan beragama sehingga

semua upacara keberagamaan tidak lepas dari sarana air.21 Tirtha atau air

suci untuk persembahyangan ada dua macam, yaitu tirtha pembersih dan

Tirtha wangsuhpada. Dalam persembahayangan tirtha berfungsi sebagai

pembuka dan penutup persembahayangan.

Tirtha pembersih berfungsi untuk menyucikan upakara atau sarana

sembahyang dan juga di pakai untuk menyucikan diri dari segala kotoran.

Tirtha inidigunakan sebelum di mulainya persembahayangan.22 Tirtha

wangsuhpada adalah tirtha yang dimohon pada waktu persembahyangan

sebagai simbol waranugraha atau sebagai berkah.23

Didalam ajaran Agama Hindu, ada ketentuan yang menetapkan

bahwa yang boleh membuat tirtha hanyalah sulinggih yang sudah

melakukan dwijati, seperti: Peranda, Rsi, Pandita MPU dan sebagainya.

sedangkan mereka yang belum didiksa dan belum melakukan loka

Phalacraya, misalkan Pamangku dan sejenisnya belum dibolehkan membuat

air suci" tirtha.

Karena itulah dalam persembahyangan para pinandita yang belum

medwijati hanya bisa memohon (nunas) tirtha. Ketentuannya adalah

pemangku, pemohon atau siapapun dia, bisa saja kepala keluarga kalau

untuk kepentingan keluarga harus sudah bersih lahir batin. Berpakaian yang

semestinya dilakukan dalam bersembahyang,menghadap ke Pura atau

Sanggah atau Padmasana atau pelangkiran, tergantung sarana yang ada.

Kedua tangan diangkat sampai diatas kepala dengan memegang suatu

wadah khusus untuk air suci, berisi bunga didalam air, sambil memegang

dupa yang telah dinyalakan.

21 G. Pudja, Wedaparikrama, (Jakarta : Departemen Agama RI, 1971), hlm. 53. 22 I.N.K. Saputra, Penuntun Dasar dan Praktis Sembahyang, (Denpasar: CV. Kayumas

Agung, 2007), h. 51 23 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku Kepala Sekolah Pasraman di pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 23 Januari 2021 pukul 13.00 WIB.

Page 72: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

59

Gambar 13 : Dokumentasi Tirtha (Air)

5. Bija

Bija atau biji beras yang dicuci dengan air atau air cendana.

Terkadang juga dicampur dengan kunyit sehingga berwarna kuning.24 Beras

untuk bija diupayakan harus beras yang galih, atau beras utuh yang tidak

patah.25 Bija dibuat dari biji beras yang dicuci dengan air bersih lalu

direndam dengan air cendana. Penggunaan Bija bertujuan untuk

mensucikan pikiran, perbuatan, dan perkataan. Bija diletakan di antara dua

kening, di dada, dan ditelan.

Fungsi bija adalah sebagai lambang kumara yaitu putra Dewa Siwa.

Yang dimaksud kumara adalah benih kesiwaan yang bersemayam di dalam

diri setiap manusia. Simbol bija sebagai lambang kesucian yaitu 3 bija

diletakan di dahi, ditelan 3 biji, dan ditaruh di dada atau di pangkal

tenggorokan.26 Juga sebagai simbol untuk menemukan kesucian rohani

dengan harapan agar memperoleh kesempurnaan hidup.

24 I.N.K. Saputra, Penuntun Dasar dan Praktis Sembahyang, (Denpasar: CV. Kayumas

Agung, 2007), h. 54 25 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku Kepala Sekolah Pasraman di pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 23 Januari 2021 pukul 13.00 WIB. 26 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku Kepala Sekolah Pasraman di pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 23 Januari 2021 pukul 13.00 WIB.

Page 73: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

60

Gambar 14 : Dokumentasi Bija

B. Makna Perlengkapan Sembahyang Tri Sandya

Melakukan persembahyangan umumnya umat Hindu menggunakan

beberapa sarana untuk memantapkan hati dalam melakukan persembahyangan.

Sarana persebahyangan tidak hanya memiliki arti dan fungsi saja, tetapi sarana-

sarana yang dipergunakan untuk persembahayangan umat Hindu juga memiliki

makna yang masih jarang diketahui banyak orang.

Dalam Dharma wacana makna perlengkapan Sembahyang harian Tri

Sandhya. Dalam ilmu pengetahuan suci yang diajarkan oleh para Maharsi kepada

umat sedharma.

1. Api (dupa)

Makna Api sebagai pemimpin upacara di jelaskan dalam kitab Isa Upanisad

Mantra : 18.

Yang artinya: “O Tuhan kuat laksana api, mahakuasa, tuntunlah kami, semua

segala tingkahlaku, menuju kepadamu yang bijaksana, jauhkan dari jalan

tercela yang jauh darimu, baik penghormatan maupun kata-kata yang hamba

lakukan.”

Page 74: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

61

Dalam syair upanisad tersebut ada kata ”agni naya” yang artinya api penuntun

atau api pemimpin.27 Selain itu Makna Dupa sebagai pembasmi segala kotoran

tampak jelas pada persembahyangan sehari-hari dimana melalui mantram.

Ong Ang Dupa Dipastraya namah swaha

Artinya : ”Mohon disucikan diri atas sinar suci Ida Sanghyang Widhi”.

Api juga sebagai saksi upacara dalam kehidupan. Dalam persembahyangan

dupa sebagai saksi dan asapnya sebagai lambang gerakan rohani keangkasa sebagai

stana para Dewa.28

Makna Dupa 1 batang yaitu, perlambang Tuhan itu Satu dalam

manifestasinya sebagai surya Raditya.

2. Bunga

Makna bunga, tidak hanya dipakai untuk melengkapi persembahan-

persembahan lain. Oleh karena itu hendaknya dipergunakan bunga yang baru

mekar, berbau wangi, dan belum dihinggapi serangga. Dan juga sebaiknya

tidak mempergunakan yang tidak mempunyai kelopak bunga, misal sari konta.

Bunga berwarna kuning, untuk memuja Hyang Widhi dengan sebutan

Mahadewa yang memiliki kekuatan seperti nagapasa,memancarkan sinar

berwarna kuning. Persembahyangan dengan bunga berwarna kuning biasanya

digabungkan dengan kwangen yang dilengkapi dengan bunga berwarna

kuning.

Bunga berwarna putih, untuk memuja Hyang Widhi dengan sebutan Iswara,

memiliki kekuatan seperti badjra, memancarkan sinar berwarna putih(netral).

Berikut adalah makna dari bunga:

a. Bunga memiliki fungsi sebagai simbol dari Sang Hyang Widi Wasa

(siwa), sebagai lambang cinta kasih.

b. Bunga juga sebagai lambang restu bakthi terhadap-Nya

27 I.N.K. Saputra, Penuntun Dasar dan Praktis Sembahyang, (Denpasar: CV. Kayumas

Agung, 2007), h. 44 28 I Nyoman Putu Sutirta, Sarana Persembahayangan dan Cara Pembuatannya,

(Yayasan Ghandi Putri : Denpasar, 2020), h. 6

Page 75: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

62

c. Bunga sebagai lambang peleburan dosa dan saksi kebenaran.29

Selain itu dalam agama Hindu terdapat satu bunga yang diistimewakan

yaitu bunga Teratai. Bunga teratai merupakan salah satu bunga yang sangat

dihormati, karena mereka memahami bahwa para dewa dan dewi bersemayam

diatas bunga teratai. Mereka juga percaya bahwa warna merah yang terdapat

pada bunga teratai itu merupakan suatu kesucian dan keberuntungan.30

Bunga teratai mempunyai tiga bagian yang ketiganya seolah-olah hidup di

tiga alam yang berbeda. Ketiga bagian tersebut ialah akar, tangkai dan bunga.

Akar bunga teratai tertanam di tanah, lalu tangkainya hidup di air, kemudian

bunganya mekar di udara.31

Namun bunga ini tidak menjadi sarana persembahyangan harian (Tri

Sandhya) karena tidak umum dipakai dan susah juga mencarinnya, jadi bunga

teratai dipakai untuk perlengkapan ritual karena memiliki nilai filosofi yang

tinggi. Dimana bunga teratai hidup di tiga alam, yaitu tanah/lumpur, air dan di

darat. Penulis melihat beberapa bunga teratai ada di dalam Taman sari.

Berikut adalah semua sarana persembahyangan terlepas dari sembahyang

Tri Sandhya juga memiliki arti dan makna yang dalam dan merupakan

perwujudan dari Tatwa Agama Hindu. Arti dari masing-masing sarana tersebut

yaitu: contoh Canang, merupakan upakara yang akan dipakai sarana

persembahan kepada Sang Hyang Widhi Wasa atau Bhatara Bhatari leluhur.

Unsur - unsur pokok daripada canang tersebut adalah:

a. Porosan terdiri dari : pinang, kapur dibungkus dengan sirih. Dalam

lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah

lambang pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam

manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.

29 I Wayan Suraba, Cara Praktis Untuk Memahami Agama Hindu Melalui Kumpulan

Dharmawacana, (Paramita : Surabaya, 2013), h. 154 30 I Wayan Punia, Mengapa? Tradisi dan Upaca Hindu (Surabaya: PT. Kisanlal Sharma-

PARAMITA, 2007), h. 72-76. 31 I Ketut Wiana, Arti dan Fungsi sarana Persembahyangan (Surabaya: PARAMITA,

2000), h. 37-38

Page 76: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

63

b. Plawa yaitu daun-daunan yang merupakan lambang tumbuhan

tumbuhnya pikiran yang hening dan suci, ya pikiran yang hening dan

suci, seperti yang disebutkan dalam lontar Yadnya Prakerti.

c. Jejahitan, reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan

kelanggengan pikiran.

d. Urassari yaitu berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara

yaitu bentuk sederhana dari pada hiasan Swastika, sehingga menjadi

bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.

3. Kwangen

Dikaitkan dengan aksara suci, Kwangen merupakan sejenis upakara

sebagai simbol Tuhan atau "om kara", yaitu : kojong merupakan simbol

angka tiga, potongan bagian atas yang lonjong merupakan simbol

“Ardhacandra”, uang yang bentuknya bulat adalah simbol “vindu”,

sedangkan cili atau bunga beserta daun-daunnya adalah simbol

“nada”.32 Kwangen ini adalah tanda atau isyarat agar umat atau bhakta

syang akan mengingat, mengucapkan, dan mengharumkan nama suci

Tuhan.

Keberadaan Kwangen sangat penting dalam upacara

persembahyangan karena memiliki makna simbolik yang dipuja yaitu

Tuhan Yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi Wasa). Dalam lontar Siwagama

disebutkan bentuk kwangen sebagai simbol "om kara" dalam bentuk

upakara, Kwangen memiliki bentuk yang kecil, yaitu bagian bawah lancip

dan bagian atas mekar seperti bunga yang sedang kembang.33 Dapat

dimaknai bahwa Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) adalah indah, harum,

dan suci sehingga menarik untuk dipuja dan dimuliakan.

Cara penggunaan Kwangen yaitu dijepit (dipegang) pada cakupan

kedua telapak tangan tepat sejajar dengan ubun-ubun dan menghadap pada

diri kita.

4. Tirtha

32 I Made Titib, Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu, (Denpasar: Paramita

2009), h. 136 33 http://mudiartana.wordpress.com/2011/05/13/filosofis-canang-dan-kwangen/ di akses

pada tanggal 21 Maret 2021, pukul 15.00

Page 77: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

64

Makna Tirtha, tirtha adalah air yang telah disucikan, kesuciannya

diperoleh dengan jalan dimantrai oleh orang yang berwewenang seperti

pemangku, pinandita, pemande, pandita dan sri mpu.34 Ada beberapa

jenis tirtha dan juga manfaatnya :

a. Tirtha yang dimanfaatkan sebagai penyucian terhadap bangunan,

terhadap alat-alat upacara ataupun terhadap diri sendiri, tirtha ini

adalah jenis tirtha penglukatan, tirtha pembersihan, tirtha prayascita.

b. Tirtha yang dimanfaatkan sebagai penyelesaian upacara upacara

dalam persembahyangan, tirtha ini biasanya di mohon di suatu

pelinggih utama pura yang disebut titha wansuhpada.

c. Tirtha yang dipakai untuk penyelesaian upacara kematian,

contohnya tirtha penembak, tirtha pemanah dan tirtha pengentas.

Tirtha ini berasal dari Sang Dwijati Sulinggih.35

Di dalam weda parikrama dan surya sevana dijelaskan, maksud dari

pemakaian tirtha itu adalah sebagai penyucian secara lahiriah dan

rohaniah (lahir dibersihkan dengan air, rohani di bersihkan dengan

kesucian tirta.36

5. Bija

Dalam tradisi Hindu, dengan menaburkan benih beras di bangunan

tempat yang dipergunakan dalam suatu upacara sebagai simbol penaburan

benih yang suci.37 Berikut ini adalah makna bija dalam persembahyangan

umat Hindu.

a. Bija yang di tempelkan di kening dan di antara dua alis, bermakna

agar diharapkan mampu menumbuhkan pikiran yang suci (Anja

Cakra).

b. Bija yang diletakan di dada dekat leher , bermakna agar di harapkan

mampu memberikan kebahagiaan (Wisuda Cakra).

34 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku Kepala Sekolah Pasraman di pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 23 Januari 2021 pukul 13.00 WIB 35 I Wayan Suraba, Cara Praktis Untuk Memahami Agama Hindu Melalui Kumpulan

Dharmawacana, (Paramita : Surabaya, 2013), h. 149 36 Putu Setia, Doa Metirtha, Mesekar dan Mebija, (Redaksi Pustaka) 37 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku Kepala Sekolah Pasraman di pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 23 Januari 2021 pukul 13.00 WIB

Page 78: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

65

c. Beras/ bija yang ditelan sebagai simbol untuk menumbuhkan bibit

kesucian rohani dengan harapan agar memperoleh kesempurnaan

hidup.38

Ada pula penempatan bija diletakkan pada titik-titik yang peka

terhadap sifat dari kedewataan (ke-Siwaan). Dan titik-titik dalam tubuh

tersebut ada lima yang disebut Panca Adisesa, yaitu sebagai berikut.

1. Diletakkan di pusar atau disebut titik manipura cakra.

2. Di ulu hati (padma hrdaya) zat ketuhanan diyakini paling

terkonsentrasi di dalam bagian padma hrdaya ini (hati berbentuk

bunga tunjung atau padma). Titik kedewataan ini disebut Hana hatta

cakra.

3. Di leher, diluar kerongkongan atau tenggorokan yang disebut

wisuda cakra.

4. Di dalam mulut atau langit-langit rongga mulut.

5. Di antara dua alis mata yang disebut anjacakra.sebenarnya letaknya

yang lebih tepat, sedikit diatas, diantara dua alis mata itu.39

Menurut kitab Bhagawad Gita bahwa dalam diri manusia terdapat sifat

kedewataan daiwi sampad dan sifat keraksasaan asuri sampad.

Menumbuhkembangkan benih ke-Siwa-an berarti menumbuhkembangkan sifat

kedewataan agar dapat mengatasi sifat keraksasaan. Kedua sifat tersebut

bersemayam di dalam pikiran dan lubuk hati manusia. Untuk tumbuh dan

berkembangnya benih ke-Siwa-an itu dalam pikiran dan lubuk hati maka

disimbolkan dengan menempelkan bija tersebut di tengah kedua kening serta

menelannya.

C. Doa-doa Metirtha, Mesekar, Mebija

Dalam melakukan aktivitas dalam umat Hindu di iringi doa-doa atau

mantram sebagai bentuk rasa syukur dan juga meminta anugerah dari Sang

38 I Wayan Suraba, Cara Praktis Untuk Memahami Agama Hindu Melalui Kumpulan

Dharmawacana, (Paramita : Surabaya, 2013), h. 154 39 “Makna Penempatan Bija” https://inputbali.com/budaya-bali/makna-dan-penempatan-

bija-dalam- persembahyanganhindu-bali diakses pada tanggal 13 april 2021

Page 79: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

66

Hyang Widi Wasa.40 Terlepas dari itu setelah bersembahyang biasanya umat

Hindu akan menerima tirtha sebagai waranugraha atau anugrah. Berikut adalah

doa-doa ketika melakukan Metirtha, Mebija dan Mesekar :

Doa ketika Metirtha

“Om Ang Brahma amrta ya namah

Om Ung Wisnu ya namah

Om Mang Iswara ya namah”

Artinya: Ya Tuhan dalam Wujud Brahma, Ya Tuhan dalam wujud Wisnu,

Ya Tuhan dalam wujud Iswara, Anugerahkanlah hamba air suci.40

Doa meminum Tirtha (dilakukan saat akan meminum)

“Om Om sarira ya namah

Om Om sada Siwa ya namah

OmOm paramasiwa ya namah”

Artinya : Ya Tuhan sebagai Ciwa Sadha Ciwa dan parama Ciwa

Anugrahilah badan dan rohani ini air suci.

Doa ketika meraup tirtha

“Om Om sarira ya namah

Ang Ung Mang Gangga amrta ya namah

Om Ang sama sampurna ya namah”

Artinya : Ya Tuhan sempurnakanlah badan ini, Ya Tuhan sebagai

perwujudan Gangga amertha, anugrahilah diri kami dari kesucian, sinar

yang maha suci, yang maha sempurna.

Doa ketika metirtha ke badan (dilakukan hanya sekali)

“Om atma raga sarira pari suddha ya namah”

40 Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku Kepala Sekolah Pasraman di pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 23 Januari 2021 pukul 13.00 WIB.

Page 80: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

67

Artinya : Ya Tuhan sebagai badan atma yang suci, sucikanlah badan ini.

Doa Mesekar

Mesumpang/mecunduk di Ciwadrawa (ubun-ubun) dengan puja berikut :

“Om Siwa Raditya ya nama swaha”

Yang mempunyai arti simbolis, agar kita tetap dan percaya terhadap Sang

Hyang Widi Wasa.

Mesekar pada dua telinga dengan puja berikut:

“Om Dewa Sri Dwei ya nama swaha”

Bunga di bagi dua, tangan melipat (bersilang) dengan tangan kanan

membungai telinga kiri dan tangan kiri membungai telinga kanan.

Doa Mebija

Bija atau beras diletakan di dahi di tengah-tengah antara kening kanan dan

kiri, dengan doa sebagai berikut:

“Om criyam bhawantu”

Artinya : semoga kebahagiaan meliputi hamba.

Bija yang diletakan pada pangkal tenggorokan dengan doa sebagai berikut

:

“Om aukham bhawantu”

Artinya : semoga kesenangan selalu datang pada hamba.

Bija yang ditelan tanpa dikunyah, doanya sebagai berikut:

“Om prnam bhawantu

Om ksama sampurna ya namah swaha”

Artinya : semoga segala kesempurnaan menjadi bertambah sempurna.41

41 Pustaka Manikgeni, Doa Metirtha, Mesekar, Mebija, Edisi revisi, h. 7-9

Page 81: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

68

Sebelum para umat diberikan Bija untuk diletakan di dahi, leher dan

dimakan. Penulis melihat Pinandita membacakan Mantra/ doa untuk meminta

kepada Sang Hyang Widi Wasa, begitupun sama dengan air (tirtha).

Tri Sandhya adalah kewajiban umat Hindu Nusantara untuk

melaksanakannya karena sebagai wujud Sradha dan bakti kehadapan Tuhan,

dilaksanakan Pagi, Siang dan sore hari.bisa dilaksanakan dirumah dan ditempat

Ibadah / Pura dan tidak harus memakai perlengkapan.

Umat Hindu yang bekerja dan tidak bisa menggunakan sarana-prasarana

atau upakara untuk melakukan sembahyang Tri Sandhya, bisa dengan berdoa dan

mengucapkan mantra puja Tri Sandhya saja tanpa diikuti dengan kramaning

sembah. Karena takut mengganggu aktivitas orang lain yang tidak biasa dengan

bau dari perlengkapan sembahyang. Contohnya, dengan umat Hindu yang bekerja

kantoran cukup melaksanakan sembahyang harian dengan membaca doa dan

mantra puja Tri Sandhya saja. Saat melaksanakan di kantor bisa dengan mencari

tempat yang tenang. Sedang di perjalanan, sikap duduk biasa, ucapkan dalam hati

tidak apa-apa tanpa dupa, karena kramaning sembah hanya bisa dilakukan jika

keadaan memungkinkan, misalnya ada tempat pemujaan seperti, Pura, Candi,

kamar suci atau tempat yang biasa dipakai untuk melakukan pemujaan.

Perlengkapan disetiap Pura, menurut Pamangku Ketut suarna Perlengkapan

persembahyangan hampir sama disetiap Pura terlebih ada perayaan ritual pada hari

hari tertentu. Perlengkapan sembahyang Tri Sandhya pada hakikatnya sama

disetiap Pura yang membedakannya ketika melakukan sembahyang diluar Pura

biasanya hanya menggunakan dupa dan bunga saja atau dengam mengucapkan

mantra sudah bisa bersembahyang, terlebih dengan adanya upacara hari raya

biasanya berbeda perlengkapannya dengan bersembahyang harian.

Ni Made Dwi Yanti selaku warga Bali asli mengatakan masyarakat Bali

yang beragama Hindu biasanya melaksanakan Tri Sandhya bisa dirumah, di pura

juga bisa saat adanya upacara Agama, bisa juga melakukannya sendiri, karena

biasanya di kantor ada Padmasana untuk membanten dan sembahyang. Hampir di

setiap kantor di Bali mempunyai Padmasana. Tidak harus di ke tempat suci atau ke

pura untuk melaksanakan sembahyang harian ini, bisa dimana saja asal tempatnya

Page 82: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

69

bersih dan pakaian yang dipakai juga rapi cocok untuk bersembahyang. Selain itu

Ni Made Dwi mengatakan sembahyang tanpa sarana diperbolehkan yang terpenting

berdoa dengan tulus dan ikhlas.42

Selain itu, wanita yang sedang menstruasi atau datang bulan juga tetap bisa

melakukan Tri Sandhya di dalam kamar. Ketika datang bulan itu menurut umat

Hindu yang tidak diperbolehkan adalah masuk ke tempat suci, bukan tidak boleh

memuja Tuhan. Umat Hindu mempercayai Tuhan ada di mana-mana

jadi, melaksanakan Tri Sandhya di dalam kamar pun tidak masalah selagi tempat

bersih. Maka dari itu hubungan dengan Sang Hyang Widi Wasa tidak akan terputus

walaupun melakukan di mana saja.

Berbeda dengan Islam saat perempuan haid tidak boleh melaksanakan

shalat. "Apabila haid datang, tinggalkanlah shalat," (HR Bukhari dan Muslim).

Ketika dalam masa haid, berarti seorang perempuan sedang dalam keadaan tidak

suci atau kotor, sehingga larangan saat haid ini tidak boleh dilanggar dan

perempuan akan bisa melaksanakan shalat ketika sudah selesai haid dan juga

melaksanakan mandi wajib.

Ajaran Tattwa agama Hindu mengajarkan agar setiap manusia berusaha

untuk mengharmoniskan kehidupannya dengan gerak dinamis dari alam tempat

hidup dan mengembangkan kehidupannya dengan sembahyang sendiri pada

hakikatnya suatu upaya untuk mengharmonisasikan seluruh potensi diri. Jika

seluruh potensi diri dapat diharmoniskan dan merealisasikan kesucian Sang Hyang

Atma dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mewujudkan keharmonisan dalam diri

harus adanya gerak diri untuk menyesuaikan dengan dinamika alam semesta. Hal

ini dapat dilakukan dengan melakukan sembahyang harian Tri sandhya.43

Kenapa perempuan yang haid dalam ajaran umat Hindu boleh sembahyang

di rumah asalkan tidak di tempat suci seperti Pura, dan juga orang yang bekerja bisa

42 Wawancara dengan Ni Made Dwi Yanti selaku PNS di Bali, Pada tanggal 28 Mei 2021

pukul 19.00 WIB.

43 I Kt. Wiana, Sembahyang Menurut Hindu, (Surabaya: Paramita, 2006), h. 8

Page 83: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

70

melaksanakan tanpa upakara atau perlengkapan, karena bagi umat Hindu

melaksankan Sembahyang Tri Sandhya memiliki banyak manfaat seperti:

a. Sembahyang dapat menumbuhkan rasa keikhlasan diri. Dengan tekun

Sembahyang umat Hindu mempercayai seseorang sebenarnya telah dengan

ikhlas menyerahkan dirinya kepada Sang Hyang Widi Wasa. Ketika mereka

yang rajin bersembahyang dan mendapatkan cobaan maka mereka akan

menerimanya dengan tulus dan ikhlas.

b. Sembahyang bisa meningkatkan rasa aman dan menumbuhkan ketentraman

jiwa, bagi umat Hindu mereka yang rajin bersembahyang akan selalu

merasa dekat dengan sang pencipta, dan juga akan merasa ditolong,

dilindungi oleh-Nya.

c. Dengan bersembahyang maka diri tidak akan diperbudak oleh materi atau

harta benda. Karena ketika bersembahyang bisa lebih mudah untuk

memilah-memilih mana benda yang bermanfaat dan mana yang tidak

berguna.

d. Dengan bersembahyang juga bisa menumbuhkan rasa cinta terdahap diri

sendiri. Jika sudah sayang dan cinta diri sendiri maka akan sayang dan cinta

juga terhadap yang lain misalnya, keluarga dan orang lain.

e. Tanpa di sadari dengan Bersembahyang alam ini akan lebih lestari,

sembahyang memerlukan sarana seperti bunga, daun-daunan dan lainnya

akan menimbulkan rasa tertarik untuk menanam dan memelihara

pepohonan sehingga menjadi alam yang terpelihara.41

Maka dari itu umat Hindu memperbolehkan perempuan yang sedang haid

bersembahyang di rumah, dan orang yang bekerja kantoran bisa dengan hanya

membaca mantra dan juga berdoa, agar manfaat tetap di dapat oleh umat Hindu dan

tetap berhubungan kepada Sang Hyang Widi Wasa.

Umat Hindu diwajibkan memahami setiap doa yang ada dalam bait-bait

Puja Tri Sandya sehingga menambah keyakinan dan keheningan dalam

pelaksanaannya. dengan memahami apa yang kita akan lakukan sehingga jelas

41 K. M. Suhardana, Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu, (Surabaya:

Paramita, 2004), h.. 3-4

Page 84: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

71

tujuan dan arahnya sehingga menjadikan kita selalu ingin mendekatkan diri kepada

Tuhan. Nyoman Wintha selaku Pinandita di pura PJG mengatakan, setiap Umat

Hindu akan di ajari Tri sandhya mulai dari sekolah dasar guna agar masyarakat

Hindu mengerti makna dari sembahyang harian (Tri Sandhya).

Page 85: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa makna

perlengkapan pelaksanaan sembahyang Tri sandhya dalam tradisi Hindu ada lima

yaitu Dupa, Bunga, Kwangen, Tirtha, dan Bija. Dari lima macam perlengkapan

tersebut memiliki makna yang berbeda.

1. Dupa (api) sebagai pemimpin upacara, pembasmi segala kekotoran dan

pengusir roh jahat.

2. Bunga sebagai simbol menghanturkan rasa cinta kasih.

3. Kwangen sebagai simbolik Tuhan yang dipuja dan pemberi anugrah.

4. Tirtha (air) sebagai simbol penyucian ada air yang menjadi waranugraha

atau pembawa berkah, pelebur dosa.

5. Bija (beras) sebagai simbol kesucian rohani dengan harapan memperoleh

kesempurnaan hidup.

Pelaksanakan Sembahyang Tri Sandhya mempunyai tata cara seperti

dengan mempersiapkan perlengkapan lalu melakukan pembacaan mantra diikuti

kramaning sembah. Waktu dilaksanakan Tri Sandhya yaitu pagi, siang dan sore

menjelang malam. Dalam menjalankan tiga waktu ini diwajibkan dalam Hindu, bisa

dilakukan di tempat-tempat tertentu seperti, Pura, rumah dan lainnya. Dengan tata

cara tertentu, seperti di Agama Islam yang mewajibkan menjalankan Shalat lima

waktu dengan waktu tertentu.

Dalam melaksanakan sembahyang dalam Agama manapun memiliki tata

cara tertentu, seperti dalam Agama Hindu di Pura Parahyangan Jagat Guru BSD ini

dalam Persembahyangan atau pemujaan yang dilakukan sebagai kegiatan suci harus

dipersiapkan secara lahir dan batin dengan menenangkan pikiran, perkataan, dan

perbuatan. Juga dengan melakukan pembersihan badan dan mengenakan pakaian

yang bersih dan rapi. Di setiap melakukan aktivitas dalam umat Hindu di iringi doa-

doa atau matram sebagai bentuk rasa syukur dan juga meminta anugerah dari Sang

Hyang Widi Wasa. Terlepas dari itu setelah bersembahyang biasanya umat Hindu

akan menerima tirtha sebagai waranugraha atau anugrah.

Page 86: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

71

B. Saran

Terkait penelitian penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan,

karena itu penulis mengharapkan agar mengadakan penelitian lebih lanjut dengan

aspek yang tentunya berbeda, dalam jurusan Studi Agama-agama penelitian ini

bukanlah sebagai kesimpulan akhir.

Penulis juga berharap dengan adanya penelitian ini agar mahasiswa

khususnya di Fakultas Ushuludin dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi

dalam pembelajaran. Selain itu penulis juga mengharapkan kepada pihak terkait di

Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

agar lebih memperbanyak referensi buku bacaan tentang Sejarah keagamaan Hindu

di Indonesia.

Page 87: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

DAFTAR PUSTAKA

BUKU/EBOOK

Abdullah, Ali. Perbandingan Agama, Bandung: Nuansa Aulia, 2007.

Asyir, Janahabhivamsa. Abhidharma Sehari-hari, Karaniya, 2005.

Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Bahri, Zainul Media. Wajah Studi Agama-agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015.

Duwijo dan Darta. I Ketut, Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas V,

Jakarta: Pusat, Kurikulum dan Perbukuan, 2014

G. Pudja. Wedaparikrama, Jakarta : Departemen Agama RI, 1971.

Geertz, Clifford. Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius Press, 1992.

Inayat, Hazrat Khan. Kesatuan Ideal Agama, Yogyakarta: Putra Langit

Khotimah. Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, Pekanbaru- Riau: KDT 2013

Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2004

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya

Ilmiah, Jakarta: Kencana, 2012.

Profil Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

Pujileksono, Sugeng. Petualangan antropologi : sebuah pengantar ilmu

antropologi, Malang: UMT 2006.

Punia, I Wayan. Mengapa? Tradisi dan upacara Hindu, Denpasar. 2 Paramita.

Pustaka Manikgeni. Doa Metirtha, Mesekar, Mebija, Edisi revisi

Redaksi Pustaka Manikgeni. Doa Sehari-hari Menurut Hindu, Edisi 2011.

Saputra, I.N.K. Penuntun Dasar dan Praktis Sembahyang, Denpasar: CV. Kayumas

Agung, 2007.

Setia, Putu. Doa Metirtha, Mesekar dan Mebija, Redaksi Pustaka

Shihab, Quraish Muhammad. Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdah (Cet. I;

Bandung: Mizan, 1999). Muhammad Fu’ad ‘Abd. al-Baqy, al-Mu’jam al-

Mufahras li Alfazh al-Quran al-Karim (Bairut: Dar al-Fikr, 1992).

Sindhu, Pujiastuti, Yoga untuk Kesehamilan, Bandung: Qanita, 2009.

Page 88: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

73

Suhardana, K. M. Pengantar Menuju Pedoman Sembahyang Umat Hindu,

Surabaya: Paramita, 2004.

Sumandiyo. Seni Dalam Ritual Agama, Yogyakarta: pen. Pustaka, 2006.

Suraba, I Wayan. Cara Praktis Untuk Memahami Agama Hindu Melalui Kumpulan

Dharmawacana, Paramita : Surabaya, 2013.

Surada, I Made. Kamus Sanskerta Indonesia, Denpasar: Widya Dharma, 2007.

Sutirta, I Nyoman Putu. Sarana Persembahayangan dan Cara Pembuatannya,

Yayasan Ghandi Putri : Denpasar, 2020.

TANAGel, KAKI. Panca Sembah dan Kidung, Denpasar: PT. Empat Warna

Komunikasi, 2006.

Titib, I Made. Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu, Denpasar: Paramita

2009.

Titib, I Made. Tri Sandhya, Sembahyang, dan Berdoa, Surabaya: Paramita, 2003.

Wiana, I Ketut. Makna Upacara Yajna dalam Agam Hindu, Surabaya: Paramitra

2001.

Wiana, I Kt. Arti Sarana Persembahyangan, Yayasan Wisma Karma, Jakarta:

Yayasan Wisma Karma, 1999.

JURNAL

Kardika I Nyoman, “Jurnal Sphatika” ,Tattwa Siwa Siddhanta Indonesia In

Theology Of Hindu, VOLUME X No. 1 2019.

Candra Khairul, Luh Putu Ema Noviyanti, Kiki Nurlaily, Pemaknaan dan

Transmisi, “Jurnal Poetika” ,Mantra Tri Sandhya Pada Remaja Hindu Bali

Di Daerah Malang, Vol. VI No.1 Juli 2018.

Maharta Nengah, dan Wayan Seruni, “Kumpulan Naskah Dharmawacana”,

(Lampung: Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Nusantara

Kampus Lampung, 2005.

Rahayu Ni Kadek Intan, “Jurnal Bahasa dan Sastra”, Makna Simbolik Umat Hindu

dalam Persembahayangan Bulan Purnama di Kecamatan Basidondo

Kabupaten Tolitoli, Volume 5 No 1 (2020) ISSN 2302-2043.

Sariasih Yanti, “Makna Mantra Tri Sandya pada Upacara Persembahyangan”,

Jurnal Pendidikan. tt.

Page 89: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

74

INTERNET

Di akses pada tanggal 24 Mei 2021 https://kb.alitmd.com/%E2%80%8Bmakna-

sarana-persembahayangan-hindu/

“Makna Penempatan Bija” https://inputbali.com/budaya-bali/makna-dan-

penempatan-bija-dalam- persembahyanganhindu-bali diakses pada tanggal

13 april 2021

Bunga, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/bunga, Pada tanggal 10 Maret 2021

Dupa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/dupa, pada tanggal 9 Maret 2021

http://mudiartana.wordpress.com/2011/05/13/filosofis-canang-dan-kwangen/ di

akses pada tanggal 21 Maret 2021, pukul 15.00

http://sungging.com/2009/02/bahasa-sansekertabahasa-dewa.html diakses pada

tanggal 23 Maret 2021, pukul 19.00

https://vaprakeswara.wordpress.com/tri-sandhya/ di akses pada tanggal 24 April

2021

Ibadah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/ibadah , pada tanggal 4 Febuari 2021

Makna, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, di akses melalui

https://kbbi.web.id/makna, pada tanggal 9 Maret 2021

Sembahyang, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, diakses

melalui https://kbbi.web.id/sembahyang , pada tanggal 10 Febuari 2021

Simbol , dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/simbol , pada tanggal 4 Febuari 2021

Tanda, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, diakses melalui

https://kbbi.web.id/tanda

Page 90: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

75

WAWANCARA

Wawancara dengan Ni Made Dwi Yanti selaku PNS di Bali, Pada tanggal 28 Mei

2021 pukul 19.00 WIB.

Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman

pura Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Maret 2021 pukul

13.00 WIB.

Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku kepala sekolah di pasraman

pura Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 01 Juni 2021 pukul 09.00

WIB.

Wawancara dengan Pamangku Ketut Suarna selaku Kepala Sekolah Pasraman di

pura Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 23 Januari 2021 pukul

13.00 WIB.

Wawancara dengan Pamangku Nyoman Winta selaku Pinandita di pura

Parahyangan Jagat Guru BSD, Pada tanggal 17 november 2020 pukul 14.00

WIB.

Page 91: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

76

Lampiran I Pedoman Interview

A. Profil Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

1. Kapan Pura ini mulai didirikan?

2. Kenapa didirikan di sini (BSD)?

3. Apa Tujuan dibangunya Pura Parahyangan Jagat Guru BSD?

4. Siapa saja yang terlibat dalam pembangunan Pura ini?

5. Mengapa di ambil lokasi ini sebagai pembangunan Pura?

6. Aliran apa yang terdapat di Pura ini?

7. Apa saja makna dari perlengkapan Tri Sandhya ?

8. Bagaimana tata cara melakukan sembahyang Tri Sandhya?

9. Apa saja kegiatan yang ada di Pura Parahyangan Jagat Guru BSD?

B. Makna Perlengkapan dan Tata cara Sembahyang Tri Sandhya

1. Ada berapakah perlengkapan Sembahyang Tri Sandhya

2. Apa saja makna, arti dan fungsi dari perlengkapan itu?

3. Bagaimana tata cara melaksankan sembahyang Tri Sandhya di Pura

Parahyangan Jagat Guru BSD?

4. Bagaimana cara Metirtha, Mesekar dan Mebija?

5. Bagaimana dengan umat Hindu yang bekerja kantoran melaksanakan Tri

Sandhya?

Page 92: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

77

Lampiran II Hasil Wawancara

HASIL WAWANCARA

Nama : Nyoman Winta

Alamat : Sarwa Permai C.8 no.21 Pamulang, Tangerang Selatan

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Jabatan : Pinandita

Jadwal wawancara : 17 November 2020

Sekilas Tentang Profil Dan Kegitan Pura Parahyangan Jagat Guru BSD

Dalam struktur pembangunan sebuah pura

utamanya Pura Parahyangan Jagat Guru BSD ini pasti ada

yang namanya Pengempon atau bisa juga di sebut ketua

Banjar artinya ketua pura yang memberi tugas untuk

melakukan upacara tetap dan pembinaan pura umat Hindu,

juga sebagai penanggung jawab dalam semua kegiatan.

Ketua Banjar memiliki wakil bertugas untuk membantu

ketua Banjar dalam menjalankan tugasnya. Ada juga

sekretaris yang bertugas mencatat kegiatan dan merapikan

arsip kegiatan yang dilakukan di pura Parahyangan Jagat

Guru. Sebagamana layaknya didirikan tempat Ibadah akan

Page 93: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

78

selalu ada suka-duka dan lika-liku perjalanan bagaimana

Pura Parahyangan jagat Guru BSD didirikan.

HASIL WAWANCARA

Nama : Ketut Suarna

Alamat : BSD sektor 14 Jalan Pinca, blok G3 no.47

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Jabatan : Pamangku

Jadwal wawancara : 23 Januari 2021

a. Apa saja perlengkapan saat melakukan Tri Sandhya

b. Apa saja makna dari perlengkapan itu

Jawaban : Dalam melaksankan sembahyang harian atau Tri

Sandhya umat Hindu di Pura Parahyangan Jagat Guru biasanya

akan menyiapkan beberapa perlengkapan atau sarana-prasarana

yaitu Dupa (api), Bunga, Kwangen, tirtha (air), dan Bija (beras).

Biasanya dupa yang ada di pura di buat sendiri oleh pengurus,

terkadang juga membelinya, bunga yang di pakai tidak boleh

bunga yang layu dan sudah jatuh ke tanah, melainkan bunga

yang bagus dan segar, kwangen juga di buat sendiri oleh

pengrus, tirtha atau air yg sudah di doakan oleh pinandita dan

juga bija atau beras yang sudah di rendam air juga di doakan

oleh pinandita.

Page 94: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

79

Dari semua perlengakapan itu memiliki arti,fungsi dan makna

yang berbeda. Dupa sebagai pemimpin upacara , sebagai

perantara antara umat dan Sang Hyang Widi Wasa. Bunga

sebagai simbol menghanturkan rasa cinta kasih tergadap Sang

Hyang Widi Wasa, Kwangen sebagai simbolik yang di puja

yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi Wasa). Tirtha

atau air di bagi menjadi 3 manfaat yaitu pemebersihan sarana,

mendapat berkah dan juga sebagai penyucian. Bija atau beras

sebagai simbol kesucian yang akan di letakan di dahi dan juga

di leher.

Page 95: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

80

HASIL WAWANCARA

Nama : Ni Made Dwi Yanti

Alamat : Gianyar Bali

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Jabatan : Umat Hindu

Jadwal wawancara : 28 Mei 2021

a. Umat Hindu biasa melakukan sembahyang Tri

Sandhya dimana?

b. Bagaimana dengan orang yang bekerja kantoran untuk

melaksanakan Tri Sandhya karna dalam melaksanakan

Tri Sandhya kan memerlukan Perlengkapan seperti

Dupa dan lainnya?

Jawaban: Umat Hindu di bali biasa melakukan sembahyang tri

Sandhya bisa dirumah juga bisa di pura saat ada upacara agama

kalaupun tidak ada biasanya umat Hindu akan

melaksanakannya sendiri.

Jika umat Hindu yang sedang bekerja biasanya di bali ada

padmasana di setiap kantor jadi tidak akan tertinggal dalam

melaksanakan Tri Sandhya, tetapi umat Hindu yang bekerja

biasanya melaksanakan Tri Sandhya hanya dengan berdoa yang

tulus dan membaca mantra. Biasanya juga hanya dengan

Page 96: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

81

perlengkapan bunga dan canang saja.

Page 97: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

82

Page 98: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

83

Page 99: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

84

Page 100: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

85

Lampiran III Hasil Dokumentasi

Gambar 15 : Bangunan Yang Terdapat di Pura

Gambar 16 : Pinandita Saat Memulai Memimpin Sembahyang Tri Sandhya

Page 101: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

86

Gambar 17 : Umat Hindu Yang Melaksankan Tri Sandhya Di Pura

Gambar 18 : Melakukan Kramaning Sembah

Page 102: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

87

Gambar 19 : Pelaksanaan Metirtha, Mebija

Gambar 20 : Foto Bersama Pinandita Dan Umat Hindu

Page 103: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

88

Gambar 21 : Canang

Gambar 22: Posisi Kaki Perempuan Melakukan Sembahyang Tri Sandhya

Page 104: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

89

Gambar 23 : Posisi Kaki Laki-Laki

Gambar 24 : Proses Metirtha

Page 105: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

90

Gambar 25 : Umat Hindu Setelah Melakukan Tri Sandhya

Gambar 26 : Patung Darwapala

Page 106: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

91

Gambar 27 : Pintu Masuk Mandala Utama

Gambar 28 : Bunga Teratai

Page 107: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

92

Gambar 29 : Wawancara Dengan Bapak Alif Selaku Ketua Masyarakat Pura

Parahyangan Jagat Guru

Gambar 30 : Wawancara Dengan Pinandita Nyoman Wintha

Page 108: Makna Perlengkapan Tri Sandhya Dalam Tradisi Hindu (Studi

93

Lampiran IV Surat Keterangan Riset