31
Makalah Kimia Organik Bahan Alam SENYAWA TERPENOID Oleh : Farah Permata (093234012) KA’09 Fitria Aprelia (093234021) KA’09 Tika Ayu Risky (093234034) KA’09 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2013

Makalah Terpenoid

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Terpenoid

Makalah Kimia Organik Bahan Alam

SENYAWA TERPENOID

Oleh :

Farah Permata (093234012) KA’09

Fitria Aprelia (093234021) KA’09

Tika Ayu Risky (093234034) KA’09

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2013

Page 2: Makalah Terpenoid

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pola hidup manusia yang tidak seimbang menyebabkan tingginya

pertumbuhan kanker di dunia. Kanker merupakan penyakit akibat pertumbuhan

yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker.

Sel-sel ini akan menyebar ke seluruh bagian tubuh sehingga dapat

menyebabkan kematian. Kanker dapat menimpa semua orang dan semua

golongan umur. Oleh karena itu, penyakit kanker merupakan penyakit yang

menjadi salah satu ancaman utama terhadap kesehatan manusia. Hampir 1 juta

individu di Amerika Serikat ditemukan menderita kanker setiap tahun, sekitar

setengah diantaranya meninggal karena penyakit ini. Metode terapi yang lazim

dilakukan selama ini untuk mengatasi kanker adalah radiasi dan kemoterapi.

Metode ini membutuhkan biaya yang mahal dalam proses pengobatannya.

Namun, hasil yang didapatkan belum memuaskan karena masih menimbulkan

efek samping yang membahayakan. Oleh karena itu, pendekatan yang

dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah penggunaaan bahan alam

sebagai alternatif agen antikanker. Salah satu hal yang menjadi pengamatan

para ilmuwan adalah obat-obatan tradisional. Hal ini dilakukan mengingat

potensi obat tradisional tersebut yang telah lama dipercaya oleh masyarakat

mammpu menyembuhkan penyakit tertentu.

Salah satu bentuk pengobatan tradisional adalah metode pengobatan

dengan menggunakan bahan-bahan herbal. Pengobatan herbal merupakan suatu

pengobatan menggunakan berbagai macam ekstrak dari tumbuhan (tanaman

obat), yang dikombinasikan dengan bahan alami lainnya yang diolah secara

modern sehingga dapat membantu membersihkan saluran darah dari

penyumbatan dan menstimulasi sistem kekebalan tubuh untuk bersama-sama

membunuh sel kanker (Anonim, 2010). Senyawa-senyawa aktif dari tanaman

obat akan bekerja serentak dalam menghambat pertumbuhan sel kanker

sehingga lama kelamaan sel kanker akan melemah dan kemudian mati.

Page 3: Makalah Terpenoid

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan berbagai

macam sumber daya alam hayati. Salah satu tumbuhan yang banyak hidup di

Indonesia adalah jenis tumbuhan paku-pakuan. Tumbuhan paku merupakan

salah satu divisi tumbuhan yang menjadi kekayaan alam hayati Indonesia.

Pemanfaatan tumbuhan paku sebagai bahan obat tidak terlepas dari

kemampuan tumbuhan paku memproduksi senyawa metabolit sekunder.

Berdasarkan hasil uji bioaktivitas, beberapa metabolit sekunder dari tumbuhan

paku menunjukkan aktivitas biologis yang menarik antara lain sebagai

antikanker (Suyatno, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian fitokimia yang telah dilakukan pada

beberapa spesies tumbuhan paku dapat dinyatakan bahwa tumbuhan paku

mengandung berbagai senyawa bioaktif golongan terpenoid, steroid,

fenilpropanoid, poliketida, flavonoid, alkaloid, stilben, santon, turunan asam

benzoat, lipid, dan senyawaan belerang (Franich, et al., 1998; Ageta & Arai,

1990; Robinson, 1991; Bohm, 1994; Wollenweber, et al., 1998; Adam, 1999

dalam Suyatno, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, maka pada makalah ini akan di bahas

mengenai salah satu senyawa metabolit sekunder yaitu Triterpen yang berhasil

di isolasi dari tumbuhan paku dan diidentifikasi serta di uji bioaktivitasnya.

Adapun jurnal yang dipakai sebagai materi yaitu Jurnal dengan judul “Senyawa

Triterpen Tumbuhan Paku Kamuding dan Potensinya sebagai Antikanker” oleh

Ray Difa dan Suyatno (2012), Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri

Surabaya. Materi yang dibahas dalam makalah ini meliputi struktur senyawa

Tritrpen dan nama struktur yang berhasil diisolasi, cara mengisolasi, data

spectrum yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang telah

ditemukan, sifat dan uji Bioaktivitasnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diperoleh rumusan

masalah sebagai berikut”

Page 4: Makalah Terpenoid

1. Apa nama senyawa dan struktur senyawa Triterpen yang berhasil

diisolasi?

2. Apa nama tumbuhan yang dijadikan sebagai objek pengambilan sampel?

3. Bagaimana cara mengisolasi senyawa triterpen?

4. Bagaimana data spectrum yang digunakan untuk mengidentifikasi

senyawa triterpen yang telah diisolasi?

5. Bagaimana sifat dan uji bioaktivitas dari senyawa triterpen yang telah

berhasil diisolasi?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari

penyusunan makalah ini adalah:

1. Mengetahui nama senyawa dan struktur senyawa yang telah disolasi.

2. Mengetahui asal tumbuhan yang djadikan sebagai objek pengambilan

sampel.

3. Mengetahu cara mengisolasi senyawa Triterpen.

4. Mengetahui data spekturm yang digunakan untuk mengidentifikasi

senyawa triterpen yang telah berhasil diisolasi.

5. Mengetahui sifat dan uji bioaktivitas dari senyawa triterpen yang telah

berhasil diisolasi.

Page 5: Makalah Terpenoid

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum Kanker

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak

terkendali. Masalah utana dalam kanker adalah metastasis, yaitu kemampuan

sel dalam berimigrasi ke jaringan yang lebih jauh dan tumbuh di jaringan

tersebut (Murray et al., 2003). Pertumbuhanyang tidak terkendali tersebut

disebabkan oleh kerusakan DNA akibat mutasi di gen vital yang mengontrol

pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel

normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen

kimia maupun fisik yang disebut senyawa karsinogen (Murray et al., 2003).

Kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, bergantung

pada lokasinya dan karakter dari keganasan dan ada tidaknya metastasis.

Penyakit kanker ditandai dengan pertumbuhan abnormal selpada jaringan

tumbuh secara terus-menerus dan tidak terkendali. Penyebaran sel kanker dapat

dilakuakn melalui darah dan kelenjar getah bening.

Pengobatan kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu terapi radiasi, operasi

dan terapi adjuvant (pendamping). Terapi adjuvan dapat dibagi menjadi terapi

hormonal, kemoterapi, dan imunoterapi (Hahn & Payne 2003). Pengobatan

kemoterapi ditujukan untuk menghancurkan sel kanker sehingga ukuran kanker

mengecil dan kemunculannya setelah pengobatan dapat dicegah. Doxorubicin

merupakan salah satu obat kemoterapi yang umum digunakan untuk

menangani berbagai jenis kanker. Imunoterapi merupakan upaya penggunaan

senyawa tertentu untuk memicu kerusakan sel kanker oleh sistem pertahanan

tubuh. Herceptin merupakan obat yang banyak dugunakan dengan target

spesifik, yaitu memblokade protein Her2/neu (Lewis, 2003). Protein Her2/neu

merupakan reseptor yan berfungsi mendorong pembelahan sel (ER+).

Page 6: Makalah Terpenoid

B. Tinjauan Senyawa Terpenoid

Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai

bau dan dapat diisolasi dari minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga

pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan

perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu

8:5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut

adalah golongan terpenoid (Lenny, 2006). Minyak atsiri bukanlah senyawa murni

akan tetapi merupakan campuran senyawa organik yang kadangkala terdiri dari

lebih 25 senyawa atau komponen yang berlainan. Sebagian besar komponen

minyak atsiri adalah senyawa yang hanya mengandung karbon dan hidrogen atau

karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatik yang secara umum

disebut terpenoid. Minyak atsiri adalah bahan yang mudah menguap sehingga

mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain yang terdapat dalam tumbuhan.

Semua senyawa terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)-

CH=CH2 dan kerangka karbonya (carbon skeleton) disusun dengan menyambung

dua atau lebih satuan isoprena tersebut (C5) seperti pada Gambar 1. Berdasarkan

alasan tersebut, maka senyawa terpenoid seringkali dinyatakan dengan istilah

“isoprenoid”. Namun, senyawa isoprena sendiri tidak terdapat di alam, senyawa

yang sebenarnya terlibat adalah isopentenil pirofosfat, CH2=C(CH3)-CH2-CH2-

OPP. Hal ini menyebabkan ada sebagian senyawa terpenoid yang tidak tersusun

dari molekul isoprena tersebut (Tukiran, 2010).

Gambar 1. Struktur isopren

Page 7: Makalah Terpenoid

Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren atau unit C-5 atau

penyusun senyawa tersebut. Secara umum, biosintesa dari terpenoid terjadi

dengan 3 reaksi dasar yaitu:

1) Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.

2) Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-,

seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid.

3) Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan

triterpenoid dan steroid.

Mekanisme dari tahap-tahap biosintesis terpenoid adalah asam asetat yang

telah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen

menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil

koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol mnghasilkan rantai karbon

bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat

CH2OHCH2C(OHCH3)CH2COOH. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi,

eliminasi asam fosfat, dan dekarboksilasi menghasilkan iso-pentil pirofosfat (IPP)

yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh

enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung melalui ikatan kepala

ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari

polimeraisasi isoprena untuk menghasilkan terpenoid.

Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP

terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh

penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yaitu

senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.

Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme

yang sama menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa

antara bagi semua senyawa senyawa seskuiterpenoid. Senyawa diterpenoid

diturunkan dari geranil-geranil piofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi

antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama. Reaksi-reaksi

selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, dan GGPP untuk menghasilkan

senyawa-senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi

Page 8: Makalah Terpenoid

(Lenny, 2006)

sekunder. Reaksi-reaksi sekunder tersebut antara lain hidrolisis, siklisasi, oksidasi,

reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam

suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi,

dan sebagainya (Achmad, 1986). Mekanisme biosintesis senyawa terpenoid dapat

dilihat dalam Gambar 2.

Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan hanya terdapat di

dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan

tumbuhan dengan memakai eter minyak bumi, eter, atau kloroform, dan dapat

dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau alumina memakai pelarut di

atas tetapi sering kali terdapat kesukaran sewaktu mendeteksi dalam skala mikro

karena hampir semua senyawa terpenoid tidak berwarna dan tidak ada pereaksi

kromogenik yang peka (Harborne, 1987).

Berdasarkan mekanisme reaksi biosintesis senyawa terpenoid, maka

senyawa terpenoid dapat dikelompokkan menjadi seperti pada Tabel 1

Tabel 1. Jenis-jenis senyawa golongan terpenoid

Jenis senyawa Jumlah C Sumber

Monoterpenoid 10 Minyak atsiri

Seskuiterpenoid 15 Minyak atsiri

Diterpenoid 20 Resin pinus

Triterpenoid 30 Damar

Tetraterpenoid 40 Zat warna karoten

Politerpenoid≥ 40 Karet alam

Page 9: Makalah Terpenoid

Gambar 2. Reaksi biosintesis senyawa terpenoid (Achmad, 1986)

Page 10: Makalah Terpenoid

a. Monoterpenoid

Monoterpenoid merupakan senyawa “essence” dan memiliki bau yang

spesifik yang dibangun oleh 2 unit isopren atau dengan jumlah atom karbon 10.

Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi dari tumbuhan

tinggi, binatang laut, serangga dan binatang jenis vertebrata dan struktur

senyawanya telah diketahui.

Struktur dari senyawa monoterpenoid yang telah dikenal merupakan

perbedaan dari 38 jenis kerangka yang berbeda, sedangkan prinsip dasar

penyusunannya tetap sebagai penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit

isopren. Struktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau

siklik. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik,

ekspektoran, spasmolotik, dan sedatif. Disamping itu, senyawa monoterpenoid

yang sudah banyak dikenal sebagai bahan pemberi aroma makanan dan aroma

parfum (Lenny, 2006).

Dari segi biogenetik, perubahan geraniol nerol dan linalol dari yang satu

menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga

alkohol ini, yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjadi

reaksi-reaksi sekunder, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsen, oksidasi

menghasilkan sitral dan oksidasi-reduksi menghasilkan sitronelal.

Perubahan GPP in vivo menjadi senyawa-senyawa monoterpen siklik

dari segi biogenetik disebabkan oleh reaksi siklisasi yang diikuti oleh reaksi-

reaksi sekunder.

Penetapan struktur monoterpenoida mengikuti suatu sistematika tertentu

yang dimulai dengan penetapan jenis kerangka karbon. Jenis kerangka karbon

suatu monoterpen monosiklik antara lain dapat ditetapkan oleh reaksi

dehidrogenasi menjadi suatu senyawa aromatik (aromatisasi). Penetapan

struktur selanjutnya ialah menentukan letak atau posisi gugus fungsi dari

senyawa yang bersangkutan di dalam kerangka karbon tersebut (Lenny, 2006).

Page 11: Makalah Terpenoid

Cara lain untuk menentukan struktur molekul monoterpenoida adalah

dengan mengubah senyawa yang bersangkutan dengan reaksi-reaksi tertentu

menjadi senyawa lain yang mempunyai kerangka karbon yang sama.

Pembuktian struktur suatu senyawa didukung oleh sintesa senyawa yang

bersangkutan dari suatu senyawa yang diketahui strukturnya (Anonim, 2006).

b. Seskuiterpenoid

Seskuiterpen merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3 unit

isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka

naftalen. Senyawa seskuiterpen ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar,

diantaranya adalah sebagai antifeedant, hormon, antimikroba, antibiotik, toksin

serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis.

Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis- isofarnesil pirofosfat

dan trans- farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder

lainnya. Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui

mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara geranil dan nerol.

c. Diterpenoid

Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom

karbon dan dibangun oleh 4 unit isopren. Senyawa ini mempunyai bioaktivitas

yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton

inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa

pemanis, antifouling, dan antikarsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk

asiklik, bisiklik, trisiklik, dan tetrasiklik. Tatanama yang lebih banyak

digunakan adalah nama trivial (Lenny, 2006).

d. Triterpenoid

Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40

jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan

proses siklisasi dari skualen. Triterpenoid terdiri dari kerangka dengan 3 siklik

6 yang bergabung dengan siklik 5 atau berupa 4 siklik 6 yang mempunyai

gugus fungsi pada siklik tertentu. Sementara itu penamaan lebih

disederhanakan dengan memberikan penomoran pada tiap atom karbon,

Page 12: Makalah Terpenoid

sehingga memudahkan dalam penentuan substituen pada masing-masing atom

karbon. Struktur terpenoida yang bermacam ragam itu timbul sebagai akibat

dari reaksi-reaksi sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi,

reduksi dan siklisasi atas geranil-, farnesil- dan geranil-geranil pirofosfat

(Lenny, 2006).

Menurut Ageta (1986) dalam Burhan dan Zetra (1997), senyawa

triterpenoid tumbuhan paku secara biogenetik dapat digolongkan ke dalam

empat kelompok. Kelompok pertama adalah triterpenoid yang beranggotakan

senyawa turunan hopana, isohopana, gammaseran, neohopana, fernana,

adianana, filisana, dan 21-epifernana. Kelompok triterpen pentasiklik ini

merupakan turunan skualen. Triterpenoid pentasiklik pada umumnya dibagi

menjadi hopanoid dan nonhopanoid. Senyawa-senyawa yang termasuk

golongan hopanoid adalah hopana dan moretana, sementara itu beberapa

nonhopanoid seperti gammaserana dan senyawa familinya yang disebut

sebagai oleanana. Hopana mengandung 27-35 atom karbon dan berbentuk seri

homolog dengan konfigurasi 17α(H), 21β(H). Senyawa-senyawa yang

termasuk dalam kelompok ini mewakili triterpenoid yang terdapat pada

tumbuhan paku-pakuan dan sebagian besar terdistribusi pada kelas Filicopsida.

Senyawa hop-22(29)-ena (diploptena) (1) dan hopan-22-ol (diplopterol) (2)

adalah dua senyawa turunan hopana tak jenuh yang banyak ditemukan.

kedua adalah yang terdiri dari senyawa-senyawa oleanan, ursan,

friedelan, dammaran, shionan, dan sejenisnya. Jenis oleanan ini pada tumbuhan

paku-pakuan banyak ditemukan pada marga polypodium (Ageta & Arai, 1983;

Ageta & Arai, 1984 dalam Burhan dan Zetra, 1997). Contoh struktur senyawa

Page 13: Makalah Terpenoid

triterpen kelompok kedua yang berkerangka dasar ursan adalah α-amirin atau

β-amirin (3) dan yang berkerangka dasar friedelan adalah friedelan (4) (Ageta

& Arai, 1990).

Kelompok ketiga adalah senyawa-senyawa triterpen yang terdiri dari

polipodana, onoseran, seratan, malabarikan, dan kolisan. Contoh senyawa

triterpen yang ditemukan pada tumbuhan paku famili polypodiaceae antara lain

hop-17(21)-ene (5), serrat-14-ene (6) (Ageta & Arai, 1990).

Kelompok terakhir adalah yang mewakili perantara biogenetik fitosterol

yang diturunkan dari 2,3-oksidoskualena. Kelompok ini banyak ditemukan

pada akar polypodium formosanum (Ageta & Arai, 1984 dalam Burhan dan

Zetra, 1997). Contoh struktur senyawa triterpen kelompok keempat yang

mewakili perantara biogenetik fitosterol yang diturunkan dari 2,3-

oksidoskualen adalah sikloartenol (7).

hop-17(21)-ene serrat-14-ene

HO

H

O

β-amirin friedelan

Page 14: Makalah Terpenoid

BAB III

PEMBAHASAN

A. Asal Tumbuhan

Pada jurnal disebutkan bahwa tumbuhan yang digunakan sebagai objek

sampel adalah tumbuhan paku Adiantum philippensis L. Berikut kedudukan

tumbuhan paku Adiantum philippensis L. dalam taksonomi dapat dinyatakan

sebagai berikut:

Divisi : Pterydophyta

Kelas : Pterydopsida

Bangsa : Polypodiales

Suku : Adiantaceae

Marga : Adiantum

Spesies : Adiantum philippensis L.

(Mubashir & Shah, 2011)

Tumbuhan paku Adiantum philippensis L. sering disebut sebagai suplir

kamuding. Tumbuhan ini sering dicirikan dengan batangnya yang pendek.

Secara menyeluruh, terlihat pertumbuhannya yang tegak atau agak tegak.

Sisiknya berwarna coklat gelap, berbentuk sempit, yang panjangnya sampai 3

mm. Tangkai entalnya beralur serta warnanya agak hitam. Masing-masing

tangkai entalnya berukuran 8-18 cm. Anak-anak daunnya berjumlah sampai 12

pasang, yang letaknya agak berseling pada ental yang panjangnya mencapai 30

cm. Bentuk helaian anak daun seperti kipas. Teksturnya tipis tapi kuat.

Kumpulan sporanya terdapat di sepanjang tepi daun (Joane,1989).

Rumpun Adiantum philippensis L. sering mati pada musim kemarau.

Tunas-tunas baru tumbuh kembali pada musim penghujan. Adiantum

philippensis L. termasuk paku tanah, sehingga tumbuhnya sangat dipengaruhi

sikloartenol

Page 15: Makalah Terpenoid

oleh keadaan tempat tumbuhnya. Tumbuhan ini tumbuh mulai daerah dataran

rendah sampai pada ketinggian 1.000 m. Jenis ini menyukai tanah berbatu-

batu, tanah liat, dan tanah berpasir. Selain itu, jenis ini diperbanyak melalui

spora, pecahan-pecahan rumpunnya mudah sekali ditumbuhkan. Adiantum

philippensis L. umumnya ditanam sebagai tanaman hias (Joane, 1989).

B. Teknik Isolasi

Pada jurnal dijelaskan cara mengisolasi yaitu sampel yang berupa serbuk

kering bagian aerial tumbuhan paku Adiantum philippensis seberat 800 gram

diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Maserasi

dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam sebanyak 4 kali. Selanjutnya hasil

maserasi n-heksana disaring menghasilkan ekstrak n-heksana dan residu. Ekstrak

n-heksana yang diperoleh diuapkan dengan rotary vacuum evaporator

menghasilkan ekstrak padat berwarna hijau gelap seberat 40 g.

Sebanyak 5 g ekstrak yang diperoleh, dipisahkan komponen-komponennya

menggunakan metode kromatografi cair vakum (KCV) menggunakan fasa diam

silika gel Merck 60 GF-254 dengan eluen berturut-turut n-heksana, campuran n-

heksana-etilasetat, dan etilasetat menghasilkan 111 fraksi (@ 15 mL). Hasil

pemisahan dimonitor dengan KLT dengan eluen n-heksana-etilasetat = 4 : 1.

Gabungan fraksi 40-44 yang berupa padatan kuning direkristalisasi dengan

menggunakan metanol menghasilkan isolat A sebanyak 335 mg. Selanjutnya

isolat diuji kemurnian dengan pengukuran titik leleh dan kromatografi lapis tipis

(KLT) tiga sistem eluen. Identifikasi struktur molekul dilakukan dengan metode

spektroskopi (UV, IR, dan MS).

C. Hasil Identifikasi Senyawa Triterpenoid

1. Hasil Uji Kualitatif Senyawa Triterpenoid

Hasil isolasi dari ekstrak n-heksana bagian aerial tumbuhan paku kamuding

(Adiantum philippensis L.) menghasilkan isolat yang berbentuk serbuk tidak

berwarna dengan titik leleh 186-188 0C. Hasil positif pada uji dengan pereaksi

Liebermann-Burchard (merah jingga) menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi

termasuk golongan terpenoid.

Page 16: Makalah Terpenoid

Gambar 3. Reaksi senyawa non fenolik dengen Liebermann-Burchad

2. Hasil Uji Spektroskopi Senyawa Triterpenoid

Pada jurnal disebutkan dala mengidentifikasi struktur molekul

menggunakan spektroskopi UV, IR dan MS. Hasil pengukuran spektra

ultraviolet (UV) senyawa hasil isolasi dalam pelarut n-heksana menunjukkan

puncak serapan maksimum pada panjang gelombang 272 nm ( log ε = 5,30)

dan 201 nm (log ε = 5,43) nm. Munculnya dua puncak pada λmak 272 nm dan

201 mengindikasikan bahwa terdapat ikatan C=C tidak terkonjugasi akibat

adanya transisi elektron π→π*.

Hasil pengukuran spektra IR dasri hasil isolasi yang dipreparasi dengan

teknik pellet KBr memberikan pita-pita serapan pada daerah: (2934:2855 cm-1)

puncak vibrasi ulur C-H alkil, (1641:1525 cm-1) regang C=C, dan (1457:1378

cm-1) vibrasi tekuk C-H alkil. Berdasarkan data spektrum IR senyawa isolat

merupakan senyawa non fenolik karena hanya menunjukkan puncak vibrasi

ulur C-H alkil (2934 ; 2855 cm-1), regang C=C (1641 ; 1525 cm-1), dan vibrasi

tekuk C-H alkil (1457 ; 1378 cm-1).

Sedangkan spektrum massa isolat A memberikan puncak-puncak pada

m/z (int.rel %): 410(30,30), 395(3,30), 367(6,06), 325(1,51), 274(0,30),

257(3,03), 243(3,03), 229(6,06), 217(15,15), 204(30,30), 191(100),

175(15,15), 161(36,36), 147(21,21), 134(27,27), 123(36,36), 109(42,42),

Page 17: Makalah Terpenoid

95(60,60), 81(62,12), 69(54,54), 55(54,54), serta 41(33,33) seperti yang

disajikan pada Gambar dibawah ini:

Gambar 4. Spektrum MS Isolat A

D. Hasil Penentuan Struktur Molekul Isolat A

Pada jurnal, senyawa terpenoid yang telah berhasil diisolasi adalah senyawa

neohop-13(18)-ena. Pola fragmentasi yang ditunjukkan dalam spektrum massa

mendukung bahwa isolat merupakan senyawa neohop-13(18)-ena. Puncak ion

fragmen pada m/z 191yang sangat tinggi intensitas relatifnya (100%) mendukung

identifikasi senyawa golongan triterpenoid golongan neohop-13(18)-ena. Puncak

m/z 191 muncul karena terlepasnya gugus C14H23+, selain itu ion-ion pada m/z 41,

55, dan 69 merupakan ciri khas dari terpenoid dengan rumus molekul CnH2n-1

dengan n= 3, 4, dan 5. Berdasarkan data spektroskopi di atas serta perbandingan

dengan data literatur maka dapat disimpulkan bahwa isolat A merupakan senyawa

neohop-13(18)-ena. Berikut struktur senyawanya:

Neohop-13(18)-ena

Page 18: Makalah Terpenoid

E. Sifat dan Uji Bioaktivitas BSLT

Sebanyak 5 mg isolat dilarutkan dalam 1 mL kloroform. Larutan yang

terbentuk disebut larutan induk dengan konsentrasi 5000 µg/mL. Larutan induk

kemudian dipipet sebanyak 10, 25, 50, 75, dan 100 µL dan dimasukkan ke

dalam masing-masing vial yang berbeda. Selanjutnya masing-masing vial

dibiarkan sampai pelarutnya menguap. Ke dalam masing-masing vial

dimasukkan 10 ekor larva Artemia salina, kemudian ditambah air laut sampai

volumenya mencapai 5 mL dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam

dihitung jumlah larva Artemia salina yang mati. Hasil yang diperoleh dianalisis

probit dengan menggunakan program SPSS 16 for windows untuk menentukan

besarnya LC50 senyawa hasil isolasi (Mc Laughlin, et al., 1991).

Berdasarkan hasil uji pendahuluan aktivitas antikanker dengan

menggunakan metode brine shrimp lethality test (BSLT), menunjukkan bahwa

isolat A positif memiliki potensi sebagai antikanker. Hasil dari analisis probit

menggunakan SPSS 16 diperoleh harga LC50 sebesar 67,378 µg/mL.

Adanya aktivitas antikanker pada tumbuhan paku Adiantum philippensis

L. karena kandungan terpenoidnya terutama golongan triterpenoid membuat

tumbuhan ini berpotensi untuk menjadi obat antikanker. Senyawa terpenoid

dikenal sebagai salah satu golongan senyawa kimia dalam tanaman yang

memiliki aktivitas antikanker dan antioksidan (Lisdawati, 2002).

Dari hasil pengujian dengan uji BSLT maka senyawa hasil isolasi dapat

digolongkan sebagai zat yang toksik karena harga LC50 senyawa neohop-

13(18)-ena terletak antara 5-75µg/mL. Dengan demikian senyawa tersebut

mempunyai peluang untuk digolongkan sebagai senyawa yang bersifat

antikanker. Menurut Anderson (1991), bahwa senyawa murni dianggap

memiliki aktivitas biologi apabila nilai LC50 < 200µg/mL. Namun demikian

untuk lebih memastikan berapa besar aktivitas antikanker dari senyawa isolat

perlu dilakukan uji langsung pada sel kanker.

Page 19: Makalah Terpenoid

BAB IV

SIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan terhadap jurnal penelitian yang berjudul

“Senyawa Triterpen Tumbuhan Paku Kamuding dan Potensinya sebagai

Antikanker” oleh Ray Difa dan Suyatno (2012), Jurusan Kimia, FMIPA,

Universitas Negeri Surabaya, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Senyawa triterpenoid yang terkandung pada isolat dari daun tumbuhan paku

Adiantum philippensis L. diduga merupakan senyawa neohop-13(18)-ena

dengan rumus molekul C30H50 dan memiliki struktur sebagai berikut:

2. Senyawa neohop-13(18)-ena positif mempunyai aktivitas sebagai antikanker

pada uji pendahuluan menggunakan larva udang laut Artemia salina L. Hal

ini dibuktikan dengan nilai LC50 sebesar 67,378 µg/mL.

Page 20: Makalah Terpenoid

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Universitas Terbuka

Ageta, H & Arai, Y., 1990. Chemotaxonomy of Fern 3. Triterpen from

Polypodium polipodiodes. J. Nat. Prod. 53(2) 325-332.

Anonim. 2006. Sekilas tentang senyawa Metabolit Sekunder Non-Fenolik.

http://www.chem_is_try.com. Diakses tanggal 10 September 2011.

Anonim. 2010. Fito- kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker. Amelia

(Puslitbang Bogor). [email protected]. Diakses pada tanggal 02 Januari

2011.

Burhan R.Y.P dan Zetra, Y., 1997. Pencarian Bahan-Bahan Kimia Berguna Dari

Tumbuhan Keluarga Paku-Pakuan sebagai Sumber Prekursor Senyawa

Penanda Biologik. Laporan Penelitian. Surabaya : Lemlit ITS. 14-32.

Darmawan, A., Sundowo, A., Fajriah, S., dan Artanti, N. 2006. Uji Aktivitas

Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak Metanol Beberapa Jenis Benalu.

Jurnal Kimia Indonesia. 1 (1) 1-4.

Difa, Ray dan Suyatno. 2012. Senyawa Triterpen Tumbuhan Paku Kamuding

(Adiantum philippensis L.) dan Potensinya Sebagai Antikanker. Dalam

Seminar Nasional Kimia (SNAKI) 2012

Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro.

Bandung: ITB.

Joane, Gilbert. 1989. Cryptograms: Fern and Fern Allies. Jakarta: Pustaka Utama.

Lenny, Sofia. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Karya Ilmiah. Medan:

Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Mubashir, Sofi and Shah, Wajahat A. 2011. Phytocemical and Pharmalogical

Review Profile of Adiantum VenustumI. International Journal of

PharmTech Research. Vol 3(2): 827-830.

Page 21: Makalah Terpenoid

Suyatno. 2008. Senyawa Metabolit Sekunder dari Tumbuhan Paku Chingia

sakayensis (Zeiller) Holt dan Aktivitas Sitotoksiknya terhadap Sel Murine

Leukimia P-388 secara in vitro. Disertasi. Program Pascasarjana

Universitas Airlangga.

Suyatno. 2011. Keragaman Kimiawi dan Bioaktivitas Metabolit Sekunder dari

Tumbuhan Paku (Pteridophyta). Seminar Nasional Kimia. Jurusan Kimia

Universitas Negeri Surabaya.

Page 22: Makalah Terpenoid