37
Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ANALISIS KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS INDONESIA- CHINA DAN KERJASAMA AFTA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERDAGANGAN KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA Oleh : Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Saktyanu K. Dermoredjo Wahida Helena J. Purba Sri Nuryanti PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007

MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

  • Upload
    lynhi

  • View
    230

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007

ANALISIS KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS INDONESIA-CHINA DAN KERJASAMA AFTA DAN DAMPAKNYA TERHADAP

PERDAGANGAN KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA

Oleh :

Budiman Hutabarat

M. Husein Sawit

Saktyanu K. Dermoredjo

Wahida

Helena J. Purba

Sri Nuryanti

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN 2007

Page 2: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

2

ANALISIS KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS INDONESIA-CHINA DAN KERJASAMA AFTA DAN DAMPAKNYA TERHADAP

PERDAGANGAN KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA 1

Budiman Hutabarat, M. Husein Sawit, Saktyanu K. Dermoredjo, Wahida, Helena J. Purba, Sri Nuryanti 2)

`

Abstrak Banyak hasil-hasil penelitian yang menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan dapat menguntungkan atau merugikan, tergantung dari sisi mana kita melihat. Dengan hasil-hasil seperti di atas tidaklah mengherankan bahwa program liberalisasi melalui perundingan OPD mengalami kebuntuan sampai saat ini, dan beralih ke perundingan kewilayahan. Indonesia sendiri belum secara terus terang memanfaatkan langkah terakhir ini, walaupun telah hampir lima belas tahun menjadi anggota kelompok AFTA. Sementara, negara-negara tetangga dan sahabat atau sewilayah telah banyak yang mengambil prakarsa untuk menjalin kerjasama semacam ini dengan fihak lain dan dengan Indonesia. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dampak penurunan tarif terhadap produksi, ekspor bersih, PDB dan kesejahteraan menunjukkan hasil yang positif. Dengan demikian jika prasarana dan sarana yang mendukung terciptanya kondisi liberalisasi perdagangan di Indonesia dapat bersifat lebih kondusif, tidak perlu ada kekhawatiran terjadinya dampak negatif akibat liberalisasi perdagangan.

Kata kunci: OPD, liberalisasi perdagangan, kesepakatan perdagangan bebas wilayah.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara yang tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesialisasi produksi komoditas yang diunggulkan oleh masing-masing negara itu. Namun, dalam kenyataan, paling tidak dari penelitian empiris dengan semakin terbukanya suatu perekonomian tidak serta-merta menciptakan kemakmuran bagi negara-negara yang terlibat. Banyak hasil-hasil penelitian yang menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan dapat menguntungkan atau merugikan, tergantung dari sisi mana kita melihat. Dengan melakukan simulasi dari beberapa skenario, Hutabarat dkk. (2004) dan Hutabarat dkk. (2005a) mendapatkan bahwa kebijakan yang mengarah ke perdagangan yang semakin terbuka, yakni dengan penurunan out of quota tariff di negara-negara kawasan Asia dan

1 Makalah disampaikan pada Seminar Hasil Penelitian Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan

Kebijakan Pertanian, Bogor 11-12 Desember 2007. 2 Semuanya staf Peneliti pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.

Page 3: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

3

Eropa akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, tetapi penurunan out of quota tariff di kawasan Amerika akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, skenario kebijakan-kebijakan ini semuanya memberikan peningkatan surplus produsen padi, jagung, oilseeds, roots and tuber di Indonesia.

Dalam perkembangan terakhir ini, banyak negara mencoba mencari alternatif ke arah liberalisasi melalui Perdagangan Bebas Kawasan/PBK (Regional Free Trade/RFT), melalui mekanisme Kesepakatan Integrasi Wilayah/KIW (Regional Integration Agreement/RIA), Kesepakatan Perdagangan Preferensial/KPP atau Kesepakatan Perdagangan Terbatas/KPT (Preferential Trade Agreement/PTA), Kesepakatan Perdagangan Wilayah/KPW (Regional Trade Agreement/RTA), Kawasan Perdagangan Bebas/KPB (Free Trade Area/FTA) dan sebagainya. Sampai bulan Oktober 2004, di markas OPD telah terdaftar sebanyak 300 kawasan perdagangan terbatas/KPT atau preferential trade area/PTA dari seluruh dunia. Sebanyak 176 buah diantaranya terbentuk setelah tahun 1995, saat OPD terbentuk (Sutherland 2004). Dari sejumlah KPT itu, 150 di antaranya telah berlangsung ditambah 70 buah yang lain dan sedang berjalan meskipun belum didaftarkan ke markas OPD. Menurut catatan OPD hampir setiap negara saat ini turut serta dalam satu kelompok perdagangan bebas kawasan dan bahkan ada satu negara yang mengikuti 20 kelompok perdagangan terbatas.

Dengan perkembangan seperti ini, Indonesia sangatlah membutuhkan informasi dan data yang dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan setuju tidaknya melakukan perdagangan bebas terbatas dengan negara atau kelompok negara lain, paling tidak dari sisi manfaat ekonomi dan perdagangan. Kemudian, apabila memang layak diikuti, Indonesia juga membutuhkan informasi dan data tentang komoditas pertanian apa yang sebaiknya diikutsertakan dalam program liberalisasi terbatas dan apa yang tidak diikutsertakan serta bagaimana skenario penurunan hambatan perdagangannya. Sementara itu, Indonesia dan bersama negara-negara tetangganya di Asia Tenggara telah hampir 15 tahun berada dalam kelompok AFTA, yang telah menerapkan program penurunan tarif sejak tahun 2002. AFTA sendiri menggunakan mekanisme penurunan tarif istimewa secara efektif dan bersama atau Common Effective Preferential Tariffs/CEPT, dimana produk-produk yang diikutsertakan dimasukkan kedalam tiga kategori yang berbeda, yakni fast track atau jalur cepat, normal track atau jalur normal, dan exclusion list atau daftar pengecualian secara sementara. Tingkat tarif rata-rata bagi produk-produk yang masuk daftar inklusif mencapai sekitar 2.5 persen pada tahun 2004. Indonesia sendiri telah memasukkan lebih dari 7.000 produknya (termasuk produk-produk pertanian yang belum diproses) ke dalam daftar inklusif. Pada tahun 2008 mendatang, atau jadwal akhir AFTA bagi negara-negara pendiri ASEAN, tingkat tarif harus sudah mencapai 0-5 persen untuk semua produk, termasuk produk-produk yang sebelumnya masuk dalam daftar pengecualian. Keikutsertaan di AFTA adalah pengalaman pertama Indonesia mengikuti kelompok perdagangan terbatas, kemudian diikuti Indonesia-China FTA pada tahun 2004, sebagai pengalaman kedua. Dari pengalaman-pengalaman ini mungkin dapat diperoleh pelajaran berharga dalam menghadapi tawaran perdagangan terbatas berikutnya. Untuk mengkaji hal-hal tersebutlah penelitian ini dilakukan dengan judul “Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA dan Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia”.

Page 4: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

4

1.2 Perumusan Masalah Saat ini sudah terlihat bahwa perundingan Agenda Pembangunan Doha

mengalami kebuntuan. Dalam rapat Dewan Umum (General Council) OPD di Jenewa pada tanggal 27 – 28 Juli yang lalu, Ketua Komisi Perundingan Perdagangan Tuan Pascal Lamy menyarankan agar perundingan Doha dihentikan sementara dan rapat Dewan telah menerima usul ini. Selanjutnya Lamy juga menyatakan bahwa ia tidak mengusulkan tenggang waktu yang baru, jadwal baru untuk memulai perundingan lagi, atau kemungkinan terjadinya perundingan saat ini “(I did not propose any new deadlines nor any date for resumption of activity in the Negotiating Groups, nor do I think that this is possible today)” [WTO 2006]. Sementara itu, kesepakatan perdagangan bilateral dalam suatu kawasan (ASEAN, AFTA, ASEAN Plus FTA dan lain-lain) semakin berkembang.

Sebagai produsen dan konsumen beberapa produk pertanian, Indonesia harus tentu saja mengamati seluruh perkembangan di atas agar tidak memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap kesejahteraan petani, konsumen dan masyarakat. Tetapi ada beberapa isu yang ingin dan perlu diketahui bahwa: (1) Agar Indonesia tidak meniru langkah-langkah yang dilakukan oleh negara-negara tetangga kita begitu saja. Meskipun, Indonesia mempunyai kedekatan geografis dengan negara-negara tetangga tersebut, Indonesia belum tentu mempunyai kebutuhan dan masalah yang sama dengan mereka; (2) Kalau perjanjian bilateral diikuti, pemerintah harus memilih mitra dagang dan komoditas yang tepat, agar tidak terjebak dalam kepentingan negara yang lebih maju; (3) Kenyataan yang ada, sektor industri dan pertanian dalam negeri Indonesia jauh tertinggal dalam hal persaingan dan efisiensi dan tidak mempunyai infratruktur yang dibutuhkan untuk mendukung semua PPBB; dan (4) Potensi munculnya gejala bangkitnya perdagangan (trade creation) dan peralihan arah perdagangan (trade diversion).

Untuk itu diperlukan pengkajian untuk mengevaluasi dampak PPB, Kawasan Perdagangan Bebas/KPB, Kesepakatan Perdagangan Wilayah/KPW atau kesepakatan-kesepakatan sejenis yang telah dan akan diikuti Indonesia, sifat dan pola perdagangan komoditas pertanian antara Indonesia dengan mitra KPB/KPWnya dan apakah KPB/KPW ini alat yang efektif untuk mendorong perdagangan pertanian yang selama ini sarat dengan berbagai hambatan perdagangan di berbagai negara. Selain itu menjadi perhatian pula tentang perwujudan modalitas dan rencana modalitas penurunan hambatan perdagangan yang ditawarkan dan akan ditawarkan oleh Indonesia dan negara mitra KPWnya di dalam kesepakatan dan faktor-faktor pendukungnya serta dampaknya bagi sektor dan komoditas pertanian Indonesia.

1.3 Tujuan Penelitian dan Keluaran

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian terdiri atas hanya satu kegiatan dengan judul “Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA dan Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia” dengan tujuan sebagai berikut:

(1) Menganalisis kinerja perdagangan komoditas pertanian Indonesia-China dan kerjasama AFTA sebelum dan setelah dicapainya kesepakatan;

Page 5: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

5

(2) Memprakirakan skema modalitas penurunan hambatan perdagangan antara Indonesia-China dan kerjasama AFTA dan mengidentifikasi berbagai komoditas pertanian yang diusulkan dalam skema modalitas potensial beserta jalur penurunannya;

(3) Mengevaluasi dan menganalisis dampak serta manfaat kesepakatan perdagangan bebas Indonesia-China dan kerjasama AFTA terhadap, produksi, ekspor dan impor komoditas pertanian dalam negeri, serta kesejahteraan produsen pertanian dan masyarakat Indonesia;

1.3.2. Keluaran Penelitian

(1) Berbagai macam pola kesepakatan perdagangan bebas regional/KPBR yang telah berkembang di berbagai kawasan;

(2) Tinjauan kritis terhadap aturan dan ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian perdagangan bebas Indonesia-China dan kerjasama AFTA dalam kaitannya dengan kinerja sektor pertanian dalam negeri;

(3) Informasi tentang aturan perdagangan dalam kesepakatan Indonesia-China dan kerjasama AFTA yang mempengaruhi kinerja perdagangan komoditas pertanian dalam negeri;

(4) Informasi tentang berbagai jenis komoditas pertanian yang berkembang atau menyusut setelah dicapainya kesepakatan perdagangan Indonesia-China dan kerjasama AFTA;

(5) Berbagai skema modalitas potensial penurunan hambatan perdagangan dan komoditas pertanian serta jalur penurunan yang diusulkan dalam kesepakatan Indonesia-China dan kerjasama AFTA;

(6) Informasi dan data yang berkaitan dengan dampak serta manfaat kesepakatan perdagangan bebas yang telah dilakukan Indonesia dengan China dan negara-negara ASEAN selama ini terhadap produksi, ekspor, dan impor komoditas pertanian dalam negeri, serta kesejahteraan produsen pertanian dan masyarakat Indonesia;

(7) Usulan dan rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan kesepakatan perdagangan bebas regional dan penetapan komoditas pertanian serta alternatif penurunan hambatan perdagangannya bagi Indonesia.

II. METODOLOGI

2.1 Kerangka Pemikiran

Selama dua dekade terakhir ini, telah tercatat hampir setiap negara yang mengikuti Kesepakatan Umum tentang Tarif dan Perdagangan/KUTP atau General Agreement on Tariffs and Trade/GATT yang kemudian menjelma menjadi Organisasi Perdagangan Dunia/OPD atau World trade Organization/WTO telah bergabung dengan negara-negara tetangganya dalam bentuk Kesepakatan melalui berbagai mekanisme antara lain, Kesepakatan Integrasi Wilayah/KIW (Regional Integration Agreement), Kesepakatan Perdagangan Preferensial/KPP atau Kesepakatan Perdagangan Terbatas/KPT (Preferential Trade Agreement/PTA), Kesepakatan Perdagangan Wilayah/KPW (Regional Trade Agreement/RTA), Kawasan Perdagangan Bebas/KPB (Free Trade Area/FTA) dan sebagainya. Semuanya ini, sebut saja KPT atau KPB, bertujuan tidak hanya menurunkan tetapi juga menghapus hampir semua pembatasan perdagangan di antara negara-negara anggota yang ikut-serta. Perjanjian yang

Page 6: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

6

mengikat negara-negara secara terbatas atau penuh dalam suatu wilayah telah terbentuk dalam North America Free Trade Agreement/NAFTA, Europe Union/EU, Southeast Asia Free Trade Area/ASEAN FTA, the southern part of South America/MERCOSUR, the Andean region of South America/Andean Trade Preference Act, Central America/CARICOM, dan pada beberapa Negara-negara di beberapa wilayah Afrika/COMESA. Hal ini dilandasi suatu keyakinan bahwa negara-negara bertetangga, yang kadangkala mempunyai ikatan kultural dan bahasa dapat mengembangkan perdagangannya lebih cepat daripada negara-negara yang sangat berjauhan. Kadang-kadang juga lebih mudah bagi sekelompok kecil negara di suatu kawasan mencapai suatu kesepakatan dalam cara-cara penurunan hambatan perdagangan daripada bagi lebih dari 140 negara di dunia melalui perundingan perdagangan multilateral.

Menurut catatan OPD hampir setiap negara saat ini turut serta dalam satu kelompok perdagangan bebas kawasan dan bahkan ada satu atau beberapa negara yang menjadi anggota dari 20 atau lebih KPT. Salah satu contoh terbaik dalam integrasi kawasan yang diciptakan dari hasil kebijakan adalah pembentukan Pasar Bersama Eropa/PBE atau European Common Market tahun 1958 dan berevolusi menjadi Uni Eropa/UE. Memang struktur dan isu yang dirundingkan dan disepakati dalam kerjasama-kerjasama perdagangan berbeda satu sama lain, tetapi tujuan akhirnya sama, yakni untuk meningkatkan perdagangan dan kemakmuran melalui penurunan hambatan ekspor negara-negara mitra secara bersama-sama.

UE dengan bersemangat mengejar regionalisme perdagangan dalam rangka sebagai upaya meningkatkan investasi dan persaingan serta untuk memperkuat suatu sistem internasional yang ganda kutub atau tidak tunggal, sedangkan bagi Amerika Serikat sasarannya adalah sebagai suatu strategi untuk menuju tujuan ekonomi jangka pendek, yakni memecahkan kebuntuan perundingan multilateral yang lamban dan tujuan jangka panjang, yakni tujuan strategis yang dapat diperkuat oleh liberalisasi perdagangan. Dalam istilah pemerintah AS, ini disebut strategi liberalisasi persaingan atau “competitive liberalization”. Di wilayah Asia, Jepang yang sebelumnya mengesampingkan manfaat KPT, sekarang sudah terlibat dalam beberapa KPT dan masih terus mengambil prakarsa dengan beberapa negara atau kelompok lain untuk bergabung dalam KPT. Sebagai contoh Japan-Korea FTA, Japan-Mexico FTA, Japan-Chile FTA, Japan-Singapore FTA, Japan-Canada FTA dan lain-lain.

2.2 Analisis Data , Jenis dan Sumber Data

2.2.1 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis Global Trade Analysis (GTAP Modeling). Analisis GTAP merupakan salah satu dari paket model CGE yang memiliki database hingga 89 negara dengan 57 sektor. Paket program ini memuat : [1] Peubah kuantitatif (Quantity variables); [2] Peubah harga (Price Variables); [3] Peubah kebijakan (Policy Variables); [4] Peubah perubahan teknologi (Technical Change Variables); [5] Peubah boneka (Dummy Variables); [6] Peubah cadangan (Slack Variables); [7] Peubah nilai dan perdapatan (Value and Income Variables); [8] Peubah kepuasan/utilitas (Utility Variables); [9] Peubah Kesejahteraan (Welfare Variables) dan [10] Peubah neraca perdagangan (Trade Balance Variables). Analisis GTAP dapat dipergunakan untuk melihat dampak perdagangan (tariff, subsidi ekspor, dll) dalam

Page 7: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

7

kerangka: (1) satu negara (single country) dan (2) multi market, multi country (banyak pasar atau negara).

2.2.2. Jenis dan Sumber Data Data

Penelitian ini lebih memusatkan perhatian pada analisis data agregat nasional dan internasional berupa data sekunder baik dari hasil-hasil kajian terkait OPD dan Perjanjian Pertanian/PP, hasil-hasil kajian terkait dengan integrasi ekonomi dan perdagangan di berbagai wilayah dunia, terutama di Asia maupun data statistik, serta bahan-bahan perundingan Perjanjian Pertanian/PP atau AoA dan perundingan-perundingan KPW/KPT/KPB di berbagai wilayah tersebut pada periode sebelumnya. Data sekunder lain diperoleh melalui wawancara dan penelusuran pustaka, laporan-laporan dan publikasi data dari instansi-instansi terkait, seperti: Kantor Badan Statistik Propinsi; Dinas Pertanian/Perkebunan/Peternakan/Perindustrian/Perdagangan Propinsi; Badan Statistik; Departemen Perdagangan/Keuangan/Luar Negeri; Forum WTO Nasional; Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Perternakan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian; Direktorat Jenderal Bea Cukai, Departemen Keuangan, Asosiasi Eksportir dan Importir Komoditas Pertanian; Asosiasi Petani atau Produsen Komoditas Pertanian; PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) ; OPD; Bank Dunia; Dana Moneter Internasional/DMI; Sekretariat Jenderal ASEAN; Kedutaan Besar Berkuasa Penuh China di Indonesia; lembaga komoditas dan penelitian milik pemerintah dan lembaga internasional, jasa ekspedisi (courier) swasta nasional dan internasional, dan lain-lain.

Data dan informasi dari sumber sekunder yang diperlukan meliputi tarif dan strukturnya, Produk Domestik Bruto, keragaan penduduk dan keragaan ekspor dan impor tiap negara mitra dagang/KPW Indonesia yang diharapkan dapat diperoleh di kantor bea dan cukai (pelabuhan). Sedangkan aspek pertanian meliputi luas areal; produksi dan produktivitas komoditas pertanian; volume dan nilai ekspor serta impor komoditas pertanian Indonesia, negara mitra utama/KPW Indonesia dan dunia; harga berbagai komoditas pertanian di dalam negeri di tingkat produsen dan konsumen serta di pasar dunia; baku mutu komoditas pertanian di dalam negeri dan dunia; kebijakan perdagangan pertanian negara mitra KPW Indonesia, yang menyangkut antara lain tingkat tarif, kuota tarif, hambatan nontarif, dan baku mutu komoditas pertanian. Untuk mendukung analisis penelitian dilakukan wawancara dengan para pengambil kebijakan daerah maupun pusat ataupun informan kunci yang relevan. Walaupun pendekatan ini bukan yang utama, namun dalam mencari pengaruh dampak dari berbagai kebijakan yang dihasilkan perundingan perdagangan wilayah atau kawasan, tentunya dalam penelitian ini diperlukan informasi dari berbagai pengambil/pemberi kebijakan di tingkat daerah dan pusat.

2.2.3. Lokasi Contoh

Dalam penelitian ini lokasi contoh dipilih berdasarkan pelabuhan utama ekspor produk pertanian Indonesia ke China dan negara-negara ASEAN. Komoditas yang dipilih dalam penelitian ini sangat beragam mencakup komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan. Aspek perdagangan yang diteliti mencakup sifat dan pola perdagangan komoditas pertanian antara Indonesia dengan China dan negara-negara di lingkup Asia Tenggara dan mengamati apakah KPB/KPW ini alat yang efektif untuk mendorong perdagangan pertanian yang selama ini sarat

Page 8: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

8

dengan berbagai hambatan perdagangan di berbagai negara. Selain itu menjadi perhatian pula tentang perwujudan modalitas dan rencana modalitas penurunan hambatan perdagangan yang ditawarkan dan akan ditawarkan oleh Indonesia dan negara mitra KPWnya di dalam kesepakatan dan faktor-faktor pendukungnya serta dampaknya bagi sektor dan komoditas pertanian Indonesia.

Berdasarkan ruang lingkup masalah, komoditas yang menjadi perhatian dan data yang dibutuhkan dalam analisis adalah tingkat nasional dan internasional yang meliputi berbagai negara terutama adalah negara-negara ASEAN dan China, termasuk Indonesia. Khusus di Indonesia pengamatan dan pengumpulan fakta dan diskusi juga dilakukan di beberapa provinsi contoh yang menjadi sentra produksi. Infomasi dan keterangan di lokasi contoh sentra-sentra produksi ini diharapkan dapat mempertajam analisis dan pembahasan hasil penelitian.

Pelabuhan utama sebagai jalur keluar masuknya produk pertanian Indonesia yang diamati adalah Belawan (Sumatera Utara), Makassar (Sulawesi Selatan), Tanjung Perak (Surabaya), dan Boom Baru (Sumatera Selatan).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Ragam Pola Kesepakatan Perdagangan Terbatas/KPT

Di wilayah Asia negara seperti Jepang telah semakin intensif menjalin kerjasama perdagangan dengan berbagai negara lain di kawasan yang sama maupun di luar kawasannya. Saat ini Jepang telah menjalin dan sedang mengkaji kerjasama dengan sekitar 13 negara atau kelompok negara melalui kerjasama kemitraan ekonomi/KKE atau economic partnership agreement/EPA sebagai cikal-bakal untuk kesepakatan perdagagangan bebas (Tabel 1). Dalam memprakarsai, mengikuti dan memanfaatkan strategi KPTnya, Jepang memiliki beberapa motif (Urata 2005): (i) memperoleh akses yang lebih besar ke pasar luar negeri sebagai motif yang paling utama melalui persaingan dengan pemasok-pemasok lain, (ii) melakukan pengembangan usaha di negara mitra melalui investasi langsung atau foreign-direct investment/FDI yang juga akan mengalami liberalisasi dan fasilitasi, (iii) membantu reformasi struktural di dalam negeri untuk menggairahkan ekonomi yang mandeg saat ini, (iv) untuk membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi di Asia dan (v) sebagai suatu alat untuk melaksanakan kebijakan kawasan agar perusahaan-perusahaan Jepang melakukan usahanya di kawasan ini secara bebas dan aman.

Hal yang sama dilakukan Korea Selatan dengan Chile (2004), dengan ASEAN (2006) tanpa Thailand karena masalah beras yang tidak termasuk, dengan China. Menurut Urata (2006), keikutsertaan Jepang dalam berbagai KPT sampai setahun lalu masih bersifat pasif, karena (i) Jepang baru memulai perundingan tentang KPT setelah Jepang mengusulkan pembentukan Japan-ASEAN FTA dan (ii) prakarsa KPT dengan ASEAN oleh Jepang dipicu oleh KPT China dengan ASEAN. Di wilayah ASEAN yang paling aktif dalam upaya ke arah ini adalah Singapura dengan kebijakannya memulai kerjasama perdagangan bilateral dengan mitra yang sangat beragam misalnya dengan Selandia Baru (2001), Japan (2002), Australia (2003), Amerika Serikat (2004), Korea (2006), Kanada, Eropa dan akan menyusul dengan Chile dan Meksiko. Menurut beberapa penulis kecenderungan perundingan pembentukan KPT yang baru ini

Page 9: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

9

kemungkinan akan semakin berkembang di Asia Timur [lihat Kawai (2004), Feridhanusetyawan (2005), dan Lee dan Park (2005)].

Tabel 1. FTA/EPA yang diikuti dan dirundingkan Jepang

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Nama Tahap saat ini --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Japan-Singapore Economic Partnership Agreement for a New Age Partnership Efektif November, 2002 Japan-Mexico Economic Partnership Agreement Efektif April, 2005 Japan-Philippines EPA Disetujui November, 2004 Japan-Malaysia EPA Disetujui Mai, 2005 Japan-Thailand EPA Disetujui Augustus, 2005 Japan-Korea EPA Negosiasi mulai Desember, 2003 Japan-ASEAN Comprehensive Economic Partnership (CEP) Negosiasi mulai April, 2005 Japan-Indonesia EPA Negosiasi mulai July, 2005 Japan-Chile EPA Mulai kerjasama penelitian

bersama antara ahli-ahli industri pemerintah Januari, 2005

Japan-India EPA Mulai kerjasama penelitian bersama antara ahli-ahli industri pemerintah Juli, 2005

Japan-Australia EPA Setuju memulai kerjasama penelitian April, 2005 Japan-Switzerland EPA Setuju memulai kerjasama penelitian April, 2005 Japan-China-Korea FTA Saat ini melakukan kerjasama penelitian November, 2000 ASEAN+3 Setuju melakukan pertemuan puncak November, 2004. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Sumber: Tsukamoto (2005).

Indonesia sendiri saat ini telah turut-serta dalam beberapa kawasan perdagangan bebas, antara lain: (i) di lingkungan Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara/PNAT [the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)] yang disebut AFTA (ASEAN Free Trade Area) atau Kawasan Perdagangan Bebas/KPB ASEAN, (ii) perjanjian perdagangan bebas bilateral/PPBB dan kawasan atau regional/PPBK atau PPBR [Bilateral and Regional Free Trade Agreements (BFTAs and RFTAs)] ASEAN dengan China atau ASEAN-China FTA, (iii) PPBB Indonesia dengan China (Indonesia-China FTA), dan akan muncul perjanjian-perjanjian bebas kawasan yang lain seperti Indonesia-Korea FTA, Indonesia-Japan FTA, Indonesia-India FTA, Indonesia-Pakistan FTA, Indonesia-Australia-New Zealand FTA dan mungkin juga Indonesia-USA FTA atau Indonesia-EU FTA. Negara-negara bakal mitra tadi sudah mengambil prakarsa dengan mendekati fihak Indonesia. Ada yang melakukannya secara sangat perlahan-lahan tetapi juga ada yang melakukan secara intensif, seperti Korea, Jepang dan Amerika

Page 10: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

10

Serikat dan tampak, fihak bakal mitra Indonesialah yang pertama mengambil prakarsa, sementara Indonesia hanya bersifat menunggu dan baru kemudian mengkajinya setelah perjanjian ditanda-tangani.

Sejalan dengan kemunculan KPT yang semakin berkembang, literatur telah mencatat berbagai analisis tentang dampak dan potensi dampak KPT berupa prakiraan sebelum kesepakatan diberlakukan (ex ante analysis) atau perhitungan setelah beberapa saat kesepakatan berjalan (ex-post analysis) dan bahkan secara teoretis konseptual. Viner (1950) yang diulas dalam Kerangka Pemikiran telah mengembangkan pendapatnya tentang dua sisi dampak KPT yakni melalui peluang penciptaan perdagangan dan pengalihan perdagangan. Dua konsep ini kemudian mengundang dimensi baru pembahasan tentang KPT yakni, pengaruh mi-dimangkuk dan batu landasan atau batu sandungan ke perdagangan bebas. Sampai saat ini, seiring dengan perjalanan waktu dampak KPT dapat menguntungkan atau dapat merugikan negara-negara yang terlibat.

Beberapa penulis menyatakan bahwa KPB merupakan pengingkaran pada azaz tidak boleh ada diskriminasi terhadap semua negara mitra dagang atau multi-favored nation (MFN) principle dalam perdagangan dunia. Alasan mereka adalah: (i) KPB semakin menambah kerumitan dan kebingungan aturan kebijakan perdagangan, terutama dalam hal penatalaksanaan aturan asal barang yang tumpang-tindih, bertentangan dan rumit, yang disebut pengaruh mi-dimangkuk atau spaghetti-bowl effect oleh Bhagwati (1995) dan Bhagwati et al. (1998): perusahaan dan pemerintah menjadi terjerat dalam simpul-simpul birokrasi yang kusut dan pilih-kasih yang tidak bermanfaat dalam dunia yang terintegrasi; (ii) KPB dapat dimanfaatkan oleh negara persinggahan (hub) yang kuat dengan menekan negara pinggiran (spoke) untuk menerima keadaan yang tidak masuk akal, misalnya pengecualian sektor pertanian dari liberalisasi resiprokal dan mendesak baku upah minimum dan lingkungan, sehingga liberalisasi menyeluruh semakin jauh dari jangkauan atau menjalin kesepakatan antara persinggahan dengan setiap pinggiran-pinggiran secara terpisah dan pada saat yang sama menghambat perdagangan di antara pinggiran-pinggiran. Suatu persinggahan atau pinggiran mungkin juga merupakan sebuah KPB dengan banyak anggota, yang disebut berturut-turut persinggahan plurateral dan pinggiran multilateral. Sebagai contoh, AS adalah anggota NAFTA dan mempunyai persetujuan dengan negara-negara Central American Common Market/CACM dan Singapura adalah anggota ASEAN dan mempunyai perjanjian dengan negara-negara European Free Trade Association/EFTA. Baik persinggahan dan satu (atau lebih) pinggiran dapat merupakan KPB-KPB. Sebagai contoh, UE mempunyai kesepakatan dengan negara-negara EFTA dan Southern Common Market/MERCOSUR. Saat ini terdapat beberapa persinggahan dalam wilayah geografis ekonomi dunia; (iii) KPB dapat menghambat sistem perdagangan multilateral; dan (iv) fihak yang diuntungkan dalam KPB mungkin akan membentuk kekuatan politik untuk menghambat liberalisasi multilateral (Bhagwati, 1995; Srinivasan, 1998a; Srinivasan 1998b; Krishna, 1998; Panagariya, 1999b). Andriamananjara (2004) menambahkan bahwa gelombang kewilayahan ekonomi sekarang ini dapat mendorong kewilayahan-kewilayahan baru dan menyebabkan sistem perdagangan dunia semakin terpilah-pilah dalam blok perdagangan yang saling bersaing dan agak tertutup.

Sebaliknya, para pendukung KPB berpendapat bahwa: (i) KPB dapat dijadikan sebagai langkah untuk membangun liberasi yang bersaing di mana sepasang atau sekelompok negara dapat melakukan liberalisasi secara luas, lebih dalam dan cepat dibanding jalur negosiasi OPD, terutama dalam mencabut kebijakan hambatan

Page 11: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

11

perdagangan domestik yang kompleks dan peka secara politik, (ii) KPB dapat mendorong negara-negara anggota melakukan liberalisasi ke tingkat yang lebih tinggi dari yang disepakati dalam perundingan multilateral, (iii) KPB membuat isu perundingan sulit menjadi mudah diselesaikan (Kahler 1995) dan (iv) KPB dapat mengimbas pengaruh dinamis yang mungkin menyumbang pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota melalui pengumpulan modal fisik dan manusia, pertumbuhan produktivitas dan percepatan reformasi domestik (Ethier, 1998; Fukase and Winters, 2003). Bahkan Ethier (1998) dan Ethier (1999 dalam Schiff 2006) menyimpulkan bahwa integrasi perdagangan wilayah merupakan akibat dari kesuksesan liberalisasi perdagangan multilateral atau multilateral trade liberalization dan Alesina et al. (1997 dalam Schiff 2006) berpendapat bahwa dari model ynag mereka bangun, dugaan empiris dan catatan sejarah yang ada liberalisasi perdagangan multilateral mendorong disintegrasi politik dengan negara yang semakin banyak, tetapi ukurannya semakin kecil.

Baldwin (1993 dalam Lee dan Park, 2005) menemukan bahwa blok perdagangan wilayah memberikan manfaat bagi negara anggota saja dengan adanya perdagangan bebas, sehingga hal ini merangsang para pengekspor di negara yang belum menjadi anggota akan mendesak pemerintahnya untuk mengubah kebijakan agar menjadi anggota blok, sehingga manfaat dari berbagai kemudahan sebagai anggota dapat diperoleh. Baldwin menyebut fenomena ini sebagai pengaruh domino atau domino effect. Regionalisme (kewilayahan) baru atau new regionalism saat ini yang merupakan produk dari liberalisasi multilateral yang berhasil karena menurunnya biaya perdagangan yang disebabkan penurunan hambatan tariff dan kedekatan wilayah serta biaya perundingan, sehingga efisiensi semakin ditingkatkan (Ethier, 1998; Laird, 1999; Bergsten (2001) dan Lamy, 2002). Hasil penelitian OPD (WTO 1995) dan Bank Dunia (World Bank 2000) menyatakan bahwa pertumbuhan KPT atau KPB tidak menunda liberalisasi multilateral. Namun, Lloyd dan MacLaren (2004) melihat bahwa dalam pertemuan tingkat menteri OPD di Cancun, Mexico pada September 2003 adanya kecenderungan bahwa AS dan UE telah beralih ke penyelesaian perundingan perdagangan bilateral dan wilayah, sehingga hubungan antara pertumbuhan liberalisasi KPB dan multilateral mungkin telah berubah.

Dalam melihat permasalahan ini Elger et al. (2006) melakukan analisis yang berimbang dengan kesimpulan yang berimbang pula, yakni setelah menguji dampak Kesepakatan Perdagangan Wilayah/KPW atau Regional Trade Agreement/RTA mereka menemukan bahwa KPW dapat dijadikan sebagai kerangka (building block) atau penghambat (stumbling block) menuju perdagangan bebas. Ia menjadi kerangka perdagangan bebas apabila antara lain: (i) tetap melengkapi atau sejalan dengan perjanjian multilateral sebagaimana dinyatakan dalam Pasal XXIV GATT; (ii) menggalakkan kerjasama antara negara-negara mitra wilayahnya dan mendorong mereka untuk menyelaraskan berbagai undang-undang yang dibutuhkan; dan (iii) menjadi tempat penyelesaian isu-isu perdagangan yang rawan dengan ketersedian integrasi yang lebih dalam yang tidak mungkinterjadi pada perundingan OPD.

Sebaliknya ia juga dapat menjadi batu sandungan menuju perdagangan bebas apabila: (i) aturan-aturan asal barang yang ketat menyebabkan peralihan perdagangan atau menjadi alat perlindungan; (ii) rangsangan pengembangan KPW tidak mempunyai peluang melebur menjadi suatu Kesepakatan Perdagangan Bebas/KPB atau Free Trade Agreement/FTA; (iii) KPW seringkali mendorong peningkatan tariff eksternal, sehingga menghambat liberalisasi multilateral; dan (iv) KPW dapat menambah kekuatan kelompok lobi perlindungan dan mengalihkan sumberdaya perundingan yang terbatas

Page 12: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

12

dari perundingan multilateral. Oleh karena itu, menurut Elger et al. (2006) dampak yang jelas dari KPW sulit dihitung, harus dianalisis untuk setiap bentuk KPW.

Dari tinjauan kritis terhadap dokumen yang disepakati dalam ASEAN-China FTA, tampaknya adalah ia merupakan salah satu model kerjasama AFTAs dengan negara berkembang (NB). Namun, model kerja sama itu akan berbeda dengan negara maju (NM). Kerjasama ASEAN dengan NM juga semakin gencar, seperti dengan Jepang dan lain lain. Dalam hal ini Indonesia sedang melangkah ke arena persaingan bebas dan amat liberal di AFTA. Itu akan memberikan peluang kita untuk merebut pasar, namun dapat juga menjadi ancaman buat Indonesia. Khusus tentang pertanian, Indonesia sebaiknya dapat meningkat terus daya saing untuk produk-produk perkebunan dan perikanan. Juga jangan diabaikan untuk ditingkatkan produktivitas dan efisiensi di usahatani pangan dan pasca panen untuk produk pangan. Itu tampaknya belum tertata dengan baik yang bersinergi dengan liberalisasi perdagangan dengan program kerja departemen teknis.

Seharusnya liberalisasi perdagangan itu dibahas secara detail dengan departemen teknis, yang melibatkan banyak pihak, tidak cukup hanya para birokrat. Departemen teknis seperti Deptan, harus pula memperkuat riset dan tenaga (jumlah dan kualitas) yang ikut dalam negosiasi AFTA. Dokumentasi FTA di Deptan perlu juga ditata dengan baik, tidak tercecer dan terorganisir dengan rapi, walau ada penggantian penjabat/petugas.

3.2. Tinjauan kritis terhadap aturan dan ketentuan yang telah disepakati dalam

perjanjian perdagangan bebas Indonesia-China dan kerjasama AFTA

ASEAN dibentuk pada pertengahan 1967, dengan tujuan utamanya adalah “is to accelerate economic growth through joint endeavors, under the aegis of the Foreign Ministers”. Khusus tentang perdagangan bebas, AFTA yang diputuskan pada pertemuan KTT ASEAN-6 di Singapura, Januari 1992. Itu merupakan program pengurangan tariff secara bertahap, serta penghapusan hambatan tariff pada 2008. Selanjutnya sejumlah hambatan non-tarif dihilangkan, dilakukan juga harmonisasi kepabeanan, penilaian dan prosedurnya, dan membangun stadarisasi sertifikasi produk. Dengan tambahan itulah, maka kemudian dinamakan AFTA Plus.

Tingkat kemajuan ekonomi di antara anggota ASEAN adalah amat beragam, juga tingkat kemakmuran (GDP/kapita). Negara yang GDP per kapita di atas USD 3.000 adalah Singapura, Brunei, Malaysia. Sedangkan negara anggota yang GDP/kapita rendah (kurang dari USD 500) adalah Laos, Kamboja, Myanmar. Sedangkan Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam berada diantara ekstrim tersebut.

Struktur dan perubahan struktur ekonomi diantara negara-negara ASEAN juga besar. Pada 2003, peran sektor pertanian Indonesia hanya 16,6%, bandingkan dengan Kamboja mencapai 34,5%, Myanmar sebesar 57,2%, Laos sebesar 48,6%. Peran sektor pertanian pada tahun yang sama untuk Malaysia hanya 9,7%, Singapura tidak sampai 1%. Rincian struktur ekonomi dan perubahannya dapat dilihat dalam Tabel 2 di bawah ini.

Page 13: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

13

Tabel 2. Struktur ekonomi dan perubahannya di ASEAN: 1985 dan 2003

Persen thdp GDP Pertanian (%) Non-Pertanian (Industri+Jasa) (%) Indonesia:

1985 2003

23,2 16,6

76,8 83,4

Malaysia: 1985 2003

19,9 9,7

80,1 90,3

Filipina: 1985 2003

24,6 14,5

75,4 85,5

Singapura: 1995 2003

0,2 0,1

99,8 99,9

Thailand: 1985 2003

15,8 9,8

84,2 90,2

Kamboja: 1995 2003

50,4 34,5

49,6 65,5

Laos PDR: 1995 2003

55,7 48,6

44,3 51,4

Myanmar: 1985 2000

48,2 57,2

51,8 42,8

Vietnam: 1985 2003

40,2 21,8

59,8 78,2

Sumber: World Development Indicators

Dirancang pula Common Effective Preferential Tariff (CEPT). CEPT itu adalah mekanisme perdagangan barang di wilayah ASEAN dengan kandungan produksinya mencapai 40%, maka tingkat tarif untuk produk itu dikurangi menjadi 0-5% sampai tahun 2002/2003. Sejumlah negara ASEAN yang baru bergabung diberikan waktu yang lebih lama untuk liberalisasi. Untuk Vietnam 2006, Laos dan Myanmar 2008, dan Kamboja 2010.

Pengurangan tingkat tarif di AFTA mengikuti dua jalur (track) yaitu Jalur Normal (Normal Track=NT) dan Jalur Cepat (Fast Track=FT). Pada FT, tarif sebagian besar dikurangi menjadi 0-5% sampai 2000, sedangkan untuk NT diturunkan pada tingkatan yang sama sampai 2002.

Negara anggota juga memperoleh pengecualian dari penurunan tarif menurut ketentuan CEPT di atas. Pengecualian tersebut dimungkinkan dalam persetujuan AFTA yang diperjelas dalam a Protocol Regarding the Implementation of the CEPT Scheme Temporary Exclusion List. Ada 3 kelompok produk yang mendapatkan pengecualiannya yaitu: (i) Pengecualian temporer (temporary exclusions), (ii) Produk pertanian sensitive (Sensitive Agriculture Products), dan (iii) Pengecualian umum (general exceptions).

Page 14: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

14

Sebagian dari produk pertanian yang dikecualikan dalam penurunan tarif, sehingga waktu liberalisasi perdagangan menjadi lebih lama yaitu 2010. Yang masuk dalam Pengecualian Umum itu adalah yang terkait dengan keamanan nasional, masalah moral publik; perlindungan manusia, hewan dan tumbuhan; barang-barang seni, bersejarah, dan bernilai arkeologis. Adapun rincian besarnya jumlah pos tariff masing-masing negara anggota ASEAN dengan rincian Inclusion List, Temporary Exclusion List, General Exception List dan Sensitive List tertera dalam Tabel 3.

Sebagian besar –sebanyak 55.680 atau 85% dari total pos tarif- yang jumlahnya 65.529 di ASEAN adalah masuk dalam katagori Inclusion List. Sedangkan Sensitive List jumlahnya tidak sampai 1% dari total pos tarif di ASEAN. Indonesia mencatat hanya 4 pos tarif yang masuk dalam sensitive list itu, bandingkan dengan Malaysia sebanyak 83, dan Filipina dan Kamboja masing-masing 50, dan Laos sebanyak 88 pos tariff.

Khusus untuk produk pertanian di AFTA, Indonesia adalah salah satu negara kompetitor untuk sejumlah produk pertanian, seperti karet, kopi, CPO, gula, kopra dengan negara Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina. Demikian juga untuk sejumlah produk pangan, Indonesia mengimpor dari negara ASEAN, terutama dari Vietnam dan Thailand, itu juga sebagai kompetitor kita dalam produksi pangan yang sama, terutama beras dan gula. Kinerja ekspor dan impor Indonesia selama liberalisasi ini akan dibahas dalam bab tersendiri.

ACFTA (ASEAN China Free Trade Area)

Pada awalnya, negara ASEAN melihat FTA yang dirancang pada 1992 sebagai suatu arena integrasi ekonomi di dalam negara ASEAN itu sendiri (Soesastro 2005). Karena yang terkait dengan multilateral sudah terangkum di OPD. Namun, pada 2001, pada KTT ASEAN-China yang diselenggarakan di Brunei, negara China datang dengan proposal ASEAN-China FTA dalam 10 tahun. Selanjutnya, di Phnom Penh pada 2002, para pimpinan negara ASEAN dan China menandatangani CEC (Comprehensive Economic Cooperation) yang juga masih berada di dalam FTA. Munculnya, proposal dari China ini, karena pada waktu itu, China mengalami kesulitan masuk ke WTO (Soesastro 2005).

Dalam ASEAN-China Framework Agreement on CEC itu terdiri dari 3 elemen yaitu: Liberalisasi, Fasilitasi, dan Kerjasama Ekonomi. Disamping itu, ditambah dengan mekanisme dalam implementasi perjanjian tersebut, termasuk di dalamnya tentang mekanisme perselisian (a dispute settlement mechanism). Liberalisasi perdagangan itu mencakup tentang perdagangan barang, jasa dan investasi. Dirancang pula tentang perlakuan khusus dan fleksibelitas buat negara ASEAN yang baru, untuk CLMV (Camboja, Laos, Myanmar dan Vietnam).

Page 15: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

15

Tabel 3. AFTA: Common Effective Preferential Tariff (CEPT) List untuk 2001

Negara Inclusion List

Temporary Exclusion

List

General Exception

List

Sensitive List Total

Brunei 6,284 0 202 6 6,492

Indonesia 7,190 21 68 4 7,283

Malaysia 9,654 218 53 83 10,008

Philippines 5,622 6 16 50 5,694

Singapore 5,821 0 38 0 5,859

Thailand 9,104 0 0 7 9,111

ASEAN-6 Total 43,675 245 377 150 44,447

Percentage 98.26 0.55 0.85 0.34 100

Cambodia 3,115 3,523 134 50 6,822

Laos 1,673 1,716 74 88 3,551

Myanmar 2,984 2,419 48 21 5,472

Vietnam 4,233 757 196 51 5,237

New Members Total 12,005 8,415 452 210 21,082

Percentage 56.94 39.92 2.14 1.0 100

ASEAN TOTAL 55,680 8,660 829 360 65,529

PERCENTAGE 84.74 13.40 1.28 0.55 100 Sumber: ASEAN Secretariat

Sebelum Early Harvest Program, ketentuan pengurangan tarif dan penghapusan tarif dilakukan dalam 2 track yaitu: track normal dan track sensitive. Produk yang masuk dalam NT, tingkat applied tariff produk tersebut harus dikurangi atau dihapus sesuai dengan skedul, bertahap dari tahun 2005 sampai 2010 untuk ASEAN-6. Akan tetapi untuk negara CLMV sampai dengan 2015.

Dalam ACFTA, diperkenalkan Early Harvest Program (EHP) seperti yang tercantum dalam Framework Agreement. Yaitu tahap pertama dari 3 tahap penurunan tingkat tariff, dikenal EHP. Tahap pertama tariff turun menjadi 0-10%, dan tahap terakhir 2006, semua tariff telah 0%, lihat Tabel 4.

Produk yang masuk di dalamnya adalah produk dalam Chapter 01 sampai dengan Chapter 08 pada tingkat HS 8/9 digit. Itu hampir semuanya produk pertanian dan perikanan, seperti binatang hidup, daging, ikan, susu, produk binatang lainnya,

Page 16: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

16

tumbuhan, sayuran kecuali jagung manis, buah-buahan dan kacang. Tingkat tariff pada EHP menjadi 0% mulai 1 Januari 2006.

Tabel 4. Tingkat penurunan tarif itu EHP dengan 3 tahap penurunannya

Tingkat tariff

MFN sebelumnya (x)

Semua tariff turun per 1 Januari

2004 yaitu menjadi:

Semua tarif turun pada 1 Januari 2005

menjadi:

Turun lagi pada 1 Januari 2006

0%

x>15% 10% 5% 0% 5%<x<15% 5% 0% 0%

x<5% 0% 0% 0%

Indonesia telah meratifikasi EHP melalui keputusan menteri keuangan. Indonesia telah mengeluarkan 2 keputusan yaitu SK Menkeu no.355/KMK.01/2004 tentang penetapan tarif bea masuk dalam kerangka EHP ASEAN-CHINA; dan no.356/KMK.01/2004 tentang penetapan tarif bea masuk dalam kerangka EHP Indonesia-China. Menurut ketentuan itu, maka sejak 2006, Indonesia menetapkan tarif bea masuk untuk produk impor dari China menjadi 0%, yaitu kopi (HS 0901), minyak kelapa dll (HS 1513), lemak dan minyak (HS 1516), margarine dan sejenis (HS 1517), coklat (HS 1806), sabun (3401), karet (HS 4016), gelas (HS 7011), tempat duduk (HS 9401), dan perabotan (HS 9403).

Tahap II dari ACFTA adalah penurunan tarif menurut Normal Track yang dikelompokan dalam 5 kelompok tariff. Dalam normal Track itu, ada 4 tahapan tingkat penurunannya, seperti yang tertuang dalam Tabel berikut.

Tabel 5. Normal Trak dengan 4 periode waktu dan tingkat penurunan tariff, pada 5 kelompok tarif.

Tingkat tariff

MFN sebelumnya

(x)

Semua tariff turun per 1 Juli 2005 yaitu menjadi:

Semua tarif turun pada 2007

menjadi:

Turun lagi pd 2009 akan

menjadi (5%-0%)

Pada 2010 semua tarif menjadi 0%

X>20% 20% 12% 5% 0% 15%<x<20% 15% 8% 5% 0% 10%<x<15% 10% 5% 0% 0% 5%<x<10% 5% 5% 0% 0% x<5% 5% 5% 0% 0%

Masih dalam tahap II, dikenal pula Sensitive Track. Sensitive track itu dapat digolongkan menjadi dua yaitu SENSITIVE LIST dan HIGHLY SENSITIVE LIST. Antara ASEAN-6 dengan China, itu ditetapkan paling banyak/ maksimun jumlah 400 post tarif dengan HS 6 digit, dan 10% untuk total nilai impor berdasarkan data 2001. Sensitive list itu tidak boleh melebihi dari 40% dari jumlah pos tariff dalam Sensitive Track, atau 100 pos tariff dengan HS6-digit, dipilih yang terendah.

Untuk negara CLMV, maksimum jumlah pos tariff adalah 500. Perlu dicatat bahwa jumlah pos tariff untuk ASEAN-6 berkisar dari 5.600 (Filipina) dan 10.400 (Malaysia). Jumlah pos tariff untuk itu diperlihatkan dalam tabel berikut. Indonesia menetapkan 350 masuk dalam sensitive, dan 50 untuk highly sensitive. Disamping

Page 17: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

17

Indonesia, Camboja juga mencatat cukup banyak produk yang masuk dalam sensitive dan highly sensitive yaitu masing-masing 350 dan 150. Sedangkan China menetapkan hanya 161 dan 100 pos tariff untuk masing-masing sensitive dan highly sensitive.

Tabel 6. ASEAN China FTA: Jumlah Pos Tarif untuk Sensitive and Highly

Sensitive List (HS-6 digit) Negara Sensitive Highly Sensitive Brunei 66 34 Camboja 350 150 Indonesia 349 50 Lao PR 88 30 Malaysia 272 96 Myanmar 271 0 Filipina 267 77 Singapura 1 1 Thailand 242 100 Vietnam ta ta China 161 100

Applied tariff untuk produk yang masuk dalam Sensitive List harus diturunkan, yaitu menjadi 20% paling lambat 1 Januari 2012, dan itu diturunkan lagi sehingga menjadi 0-5% paling lambat 1 Januari 2018. Khusus untuk CLMV, targetnya masing-masing negara itu adalah menjadi 1 Januari 2015 dan 1 Januari 2020. Khusus tentang Sensitive track ini akan ditinjau ulang (review) pada 2008. Kinerja ekspor dan impor Indonesia selama liberalisasi ini akan dibahas dalam bab tersendiri.

Dalam ACFTA juga tercakup tentang ROO (rule of origin)3, lihat dalam Annex 3. ROO disebutkan sebagai berikut. Suatu produk dapat diperlakukan sebagai produk asal yaitu apabila: (i) tidak kurang dari 40% berisi dengan produk original; (ii) jika nilai material, sebagian atau dihasilkan tidak lebih dari 60% dari nilai FOB negara penghasil. Kemudian ditambah lagi dengan adanya Cumulative ROO. Yaitu apabila produk akhir tidak lebih dari 40%. Perlu ditambahkan bahwa ROO ACFTA adalah sama dengan ROO AFTA, karena itu diadopsi secara eksplisit dari GATT 1994.

3 Rule of origin (ROO) itu didefinisikan menurut kamus Trade Policy Terms (W.Goode, 2003)

disebutkan seperti berikut: Laws, regulations and administrative rulings applied by governments to determine the country of origin of goods, services or investment. A decisions by a customs authority on origin can determine whether a shipment falls within a quota limitations, qualifies for a tariff preference or is affected by an anti-dumping dutiy. Peraturan ini berbeda dari satu negara dengan negara lain. Ada 3 cara untuk memutuskan tentang asal produk. Pertama, the change in tariff heading, based on whether a product has been sufficiently transformed in the exporting country to be classified now under a different chapter in the national tariff schedule. Kedua, penilaian juga dapat dilihat dalam bentuk nilai, yang mungkin telah bertambah nilainya di negara eksportir. Ketiga, ditentukan dari pengolahan khusus yang diberikan kepada produk itu denga karateristik baru seperti sekarang.

Page 18: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

18

3.3 Kinerja perdagangan komoditas pertanian Indonesia-China dan kerjasama AFTA sebelum dan setelah dicapainya kesepakatan

Keragaan Ekspor Komoditi Pertanian Indonesia sebelum dan setelah FTA Pertumbuhan perekonomian China berkembang dengan sangat pesat pasca diperbaharuinya sistem kebijakan politik perdagangan yang liberal, selama lebih dari 25 tahun China mengalami pertumbuhan yang stagnan (sebelum tahun 1980). China menjadi pemimpin perekonomian dunia dengan pangsa perdagangan yang sangat tinggi selama periode 1985 – 2000. Disisi lain selain keberhasilan di bidang perekonomian, China menjadi negara tujuan penanaman modal asing yang sangat diminati, bahkan di tahun 2002 Investasi Asing Langsung (FDI) China melebihi jumlah FDI Amerika Serikat (Imron, 2004). Perkembangan ekonomi China yang pesat memberikan keuntungan tersendiri bagi negara-negara lingkup ASEAN termasuk didalamnya Indonesia. Penguasaan teknologi di segala bidang, menjadikan China menjadi negara eksportir yang sangat kuat untuk produk-produk yang berbasis teknologi (technology – based products) dan sedangkan untuk produk yang bersifat non resource based, China menempati urutan 3 tertinggi di dunia. Imron (2004) mengemukakan beberapa persamaan antara China dan negara-negara ASEAN diantaranya memiliki kekayaaan alam yang tidak terbatas dan saat ini sama-sama berkepentingan untuk meningkatkan kinerja ekspornya. Berkenaan dengan hal tersebut berbagai perjanjian kerjasama perdagangan telah disepakati demikian halnya dengan Indonesia, data-data berikut ini akan menguraikan kinerja perdagangan Indonesia – China dari sisi ekspor, impor dan performa komoditas-komoditas pertanian unggulan. Dengan mengurutkan data nilai ekspor yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2006 berhasil dipilih komoditi pertanian utama yang menjadi komoditi andalan ekspor Indonesia – China. Produk perkebunan merupakan andalah utama ekspor Indonesia, tempat teratas diduduki oleh produk minyak sawit lainnya, karet, minyak sayur, minyak sawit, minyak inti sawit, karet lembaran, dan coklat, sedangkan untuk produk tanaman pangan, sejalan dengan maraknya pengembangan bahan bakar yang berbasis tanaman atau dikenal dengan nama bio energi, permintaan akan gaplek dalam bentuk chips dan kering meningkat dengan sangat tajam. Data pada Tabel 7 menunjukkan kinerja ekspor komoditi pertanian utama Indonesia – China. Sebelum ditandatanganinya kesepakatan perdagangan bilateral Indonesia – China, komoditi yang mengalami pertumbuhan ekspor cukup pesat adalah produk karet (SBR) sebesar 54,95 persen pertahun dan produk karet lainnya seperti SIR 3 CV (26,62 %/tahun), SIR 20 (26,62 %/tahun). Selain karet, kelapa sawit merupakan komoditi ekspor unggulan seperti minyak inti sawit (46,27 %/tahun), produk minyak inti sawit lainnya (50,45 %/tahun). Selain komoditi perkebunan, minyak sayur merupakan produk ekspor yang cukup menjanjikan dengan laju pertumbuhan 35,26 persen pertahunnya. Pasca perjanjian perdagangan pertumbuhan laju ekspor yang mengalami peningkatan cukup tinggi adalah minyak dan lemak dari sayuran, minyak sawit, serta seluruh produk karet. Hasil pengamatan di lapangan saat mengunjungi Propinsi Sumatera Selatan, salah satu pabrik karet yang dikunjungi menyebutkan bahwa permintaan karet mentah baik dalam bentuk SIR 20 atau karet lembaran dari China mengalami peningkatan yang cukup tajam hampir menyaingi eksportir utama karet Indonesia, Amerika Serikat, bahkan diperkirakan hingga 5 tahun kedepan China akan menjadi daerah tujuan karet Indonesia dengan laju permintaan mencapai 61,20 persen pertahunnya. Selain produk karet, selaras dengan permintaan akan bahan bakar berbasis tanaman pertumbuhan ekspor gaplek dalam bentuk chips mengalami peningkatan jika sebelumnya FTA cenderung menurun dengan laju penurunan 13,74

Page 19: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

19

Tabel 7. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Pertanian Utama Indonesia - China (persen / tahun) No.

hs sitc description 1997 - 2005

1997 - 2003 (Sebelum FTA)

2004 - 2006 (Setelah FTA)

1 151190 42229000 Minyak Sawit lainnya 20,78 12,21 13,01 2 400122 23125160 Karet SIR 20 25,25 26,62 64,76 3 151620 43122100 Minyak dan lemak dari sayuran (kacang-kacangan) 1,94 35,26 149,32 4 151110 42221000 Minyak sawit 8,22 -4,80 115,11 5 400121 23121000 Karet lembaran (smoked sheets) 34,49 15,20 61,29 6 151321 42241000 Minyak Inti Sawit (Crude Oil of Palm Kernel) 43,89 46,27 31,18 7 151311 42231000 Minyak Copra (Crude Oil of Copra) 30,30 29,30 38,73 8 180100 07210000 Biji coklat, pecah dan setengah pecah, mentah atau roasted 11,94 -12,64 28,52 9 400219 23211910 Karet - Polybutadiene - styrene (SBR) 35,23 54,95 20,29

10 151329 42249000 Minyak Inti Sawit lainnya 40,98 50,45 -16,84 11 71410 05481100 Gaplek iris dan kering (manioc) 8,44 -13,41 -4,86 12 400122 23125110 SIR 3 CV 36,34 26,62 -58,19 13 151790 09109910 Other Edible Mixture of Vegetable Origin 32,47 -4,20 -64,26 14 400211 23211110 Polybutadiene - styrene Latex 16,47 21,96 -1,71 15 151710 09101900 Margarine curah 10,88 -9,55 -88,28 16 151319 42239000 Minyak Copra lainnya -2,59 -23,89 -13,86 17 400599 62119990 Karet Campuran Lainnya 36,37 0,00 129,49

Sumber : BPS 1997 - 2006, diolah

Page 20: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

20

persen pertahun, pasca FTA terjadi perbaikan permintaan meskipun dengan laju yang masih negatif. Kesadaran akan tingkat kesehatan yang lebih baik bagi sebagian besar penduduk China selaras dengan pencapaian tingkat pendidikan yang lebih tinggi mengakibatkan permintaan akan minyak dan lemak dari kacang-kacangan meningkat sangat tinggi pasca perjanjian FTA. Selama periode 1997 – 2003 permintaan akan produk ini meningkat sebesar 35,26 persen pertahunnya, pasca FTA menjadi 149,32 persen pertahun. Didalam perjanjian perdagangan bilateral Indonesia – China juga disepakati kesepakatan tariff yang dikenal dengan nama “Early Harvest Package” untuk beberapa komoditi pertanian, adapun performa nilai ekspor komoditi pertanian yang masuk dalam kategori EHP dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8. Nilai Ekspor Komoditi Pertanian dalam kerangka Early Harvest Package Tahun 2004 – 2005

Kode

Jenis Produk 2004 ($ 000) 2005 ($ 000)

90111 Coffee, not roasted :-- Not decaffeinated 608,48 2822,63 90112 Coffee, not roasted :-- Decaffeinated 31,72

151311 Coconut (copra) oil and its fractions :-- Crude oil 19640,08 58649,26 151319 Coconut (copra) oil and its fractions :-- Other 7521,65 4977,62 151321 Palm kernel or babassu oil and fractions thereof :-- Crude oil 48756,64 83446,93 151329 Palm kernel or babassu oil and fractions thereof :-- Other 19568,75 25704,57 151620 Vegetable fats and oils and their fractions 229,99 202,99 151710 Margarine, excluding liquid margarine 3195,98 151790 Other 25049,03 1744,39 401691 Other :-- Floor coverings and mats 16 401693 Other :-- Gaskets, washers and other seals 64,50 30,97 401699 Other 3627,38

TOTAL 128278,479 177611,081 Sumber : WITS Data Base (diolah)

Jika dibandingkan produk-produk unggulan ekspor Indonesia dengan komoditi yang masuk dalam EHP, hanya minyak kopra, minyak inti sawit, minyak dan lemak sayur serta margarine. Sedangkan untuk komoditi karet dan lainnya tidak masuk dalam kerangka EHP demikian halnya dengan kakao, dan gaplek. Perbaikan terhadap usulan EHP hendaknya dapat ditinjau kembali dan seharusnya bersifat dinamis, para negosiator perdagangan Indonesia dapat mempertimbangkan untuk memasukkan komoditi unggulan pertanian lainnya dalam kerangka EHP mengingat dimasa yang akan datang Indonesia dengan ketersediaan sumberdaya lahan yang masih berlimpah khususnya di wilayah timur Indonesia dapat dikembangkan sebagai daerah penghasil komoditi bahan baku bio energi. Perhatian pemerintah akan keberlanjutan produk-produk perkebunan nampaknya harus semakin ditingkatkan, selama ini tanaman kelapa di propinsi sentra produksi seperti Sulawesi Utara belum banyak mendapatkan perhatian, masih banyak tanaman berusia tua tanpa pernah dibongkar dan diganti

Page 21: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

21

dengan tanaman baru. Kebijakan pemerintah yang pro pasar harusnya bisa menjadi stimulus untuk meningkatkan produksi komoditas unggulan di tiap-tiap propinsi. Hasil kunjungan di lapangan mendukung data keragaan ekspor seperti yang telah diuraikan diatas, Propinsi Sulawesi Selatan merupakan propinsi penghasil kakao terbesar di Indonesia. Komoditi kakao sendiri memberikan kontribusi ekspor yang cukup tinggi dengan laju pertumbuhan yang meningkat dengan sangat pesat, jika selama periode 1997 – 2003 cenderung menurun, pasca FTA meningkat cukup tinggi dengan laju pertumbuhan selama tiga tahun terakhir mencapai 28,52 persen pertahun. Pelabuhan Makasssar telah siap menjadi pelabuhan internasional dengan dukungan prasarana yang telah dibangun. Pelabuhan ini menjadi pintu masuk produk-produk perkebunan yang banyak didatangkan dari wilayah timur Indonesia. Kontinuitas produk menjadi kendala tersendiri, seperti wawancara dengan eksportir kakao di Makasar, pola panen dan pasca panen masih menjadi kendala, karena masih lemahnya pengetahuan masyarakat dalam berbudidaya kakao, disamping itu tersedianya pasar untuk kualitas kakao asalan menyebabkan upaya pemerintah dan swasta untuk meningkatkan kualitas menjadi terkendala. Kinerja Impor Indonesia dari China sebelum dan setelah FTA (kerangka EHP)

Terdapat dua puluh komoditas utama yang diimpor oleh Indonesia dari China yang mempunyai arti sangat penting bagi perdagangan kita yang ditunjukkan oleh pangsa yang besar (65,95 persen) dari seluruh impor pertanian Indonesia (Tabel 9). Sub sektor hortikultura menempati urutan tertinggi dari total nilai impor Indonesia dari China. Komoditas bawang putih sebagai komoditas tertinggi (25,46%) kemudian komoditas buah-buahan terutama buah apel, pir, dan jeruk juga termasuk penyumbang devisa bagi pemerintah China dari Indonesia berdasarkan data BPS tahun 2006. Sedangkan komoditas lain merupakan bahan olahan dari karet, gula dan lain-lain. Hal ini menunjukkan ketergantungan Indonesia yang besar akan produk dari China. Oleh sebab itu kondisi ini perlu dicermati dengan melihat bagaimana perkembangannya sebelum dan setelah disepakatinya kesepakatan kerjasama perdagangan bebas antara Indonesia dan China. Sebelum disepakatinya perdagangan bebas antara Indonesia dengan China dalam bentuk Early Harvest Package (EHP), sebagian besar dari kedua puluh komoditas impor kita menunjukkan peningkatan setiap tahunnya (data WITS tahun 1997-2003). Impor buah anggur sangat signifikan peningkatannya (56,50 persen), diikuti oleh buah apel, tepung gandum, buah jeruk (termasuk jenis mandarin) dan buah pir (Tabel 10). Setelah diberlakukannya EHP pada 1 Januari 2004 (penurunan tarif bertahap, tahun 2004 dengan 5 persen da 0 persen setelah tahun 2005) , impor buah jeruk termasuk jenis mandarin, buah apel, buah pir dan bawang putih semakin besar. Hal ini juga tergambar di lokasi penelitian pelabuhan Tanjung Perak di Jawa Timur, impor buah (apel dan jeruk) dan sayuran (bawang putih) sangat membanjiri pelabuhan, dimana 75 persen volume impor berasal dari China. Sebelumnya buah apel dan jeruk dari AmerikaSerikat juga banyak diimpor, namun karena harga impor dari China lebih murah maka posisi China menjadi primadona di pelabuhan Tanjung Perak.

Tarif impor nol persen membuat harga impor semakin murah dibanding buah lokal sehingga buah impor membanjiri pasar dalam negeri mulai dari pasar moderen sampai pasar tradisional. Kondisi ini perlu mandapat perhatian bersama untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi biaya produksi dan pemasaran dari buah lokal. Indonesia dengan beragam budayanya telah memiliki komoditas buah unggulan

Page 22: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

22

terutama buah jeruk seperti jeruk Medan, jeruk Siam Banjar, jeruk Pontianak, jeruk Soe (NTT) dan lain sebagainya yang kualitasnya tidak kalah dengan buah impor.

No Kode HS Komoditas Volume (ton) Nilai (000$AS)

1 070320000 Bawang putih segar 292,234.17 105,779.19

2 080810000 Buah apel segar 82,114.53 59,609.20

3 080820000 Buah pir dan kiwi 76,088.68 51,664.71

4 080520110 Buah jeruk mandarin 48,704.85 36,017.25

5 240120100 Tembakau jenis virginia 14,610.47 35,838.98

6 210112000 Bahan baku kopi 608.02 18,240.06

7 170490120 Kembang gula tidak mengandung obat 14,792.15 14,558.19

8 401199000 Karet lainnya 4,576.20 12,021.75

9 100590000 Benih jagung atau jagung lainnya 54,044.81 10,172.07

10 230310900 Ampas dari pembuatan pati dan ampas semacam dari tapioka 25,146.80 9,127.13

11 110100000 Tepung gandum atau meslin 35,564.78 8,418.62

12 080610000 Buah anggur segar 4,719.52 7,748.10

13 210690900 Olahan ragi otolisa, olahan makanan tanpa alkohol untuk membuat minuman 2,683.25 7,095.50

14 100190190 Benih gandum atau gandum lainnya 34,859.20 6,811.39

15 170199191 Gula kasar lainnya 18,000.00 6,600.00

16 110812000 Pati jagung 22,350.29 6,240.88

17 240110900 Tembakau, jenis lain dari virginia 2,017.62 5,649.93

18 401120000 New Pneumatic tyres, of rubber of kind used on buses of lorries 6,467.21 5,432.51

19 120220000 Kacang tanah kupas 12,178.14 4,262.45

20 080510100 Buah Jeruk 6,033.84 4,181.03 Total 415,468.93 Pangsa terhadap total impor pertanian (%) 65.95

Sumber : BPS 2006 (diolah)

Namun, dari kedua puluh komoditas tersebut di atas, ternyata tidak satupun termasuk komoditas yang disepakati dimasukkan dalam paket EHP Indonesia-China. Untuk kebijakan impor, langkah pemerintah Indonesia untuk tidak memasukkan ke dua puluh komoditas tersebut cukup tepat, mengingat sebagian besar komoditas itu dapat tumbuh dengan baik di Indonesia dan pernah menjadi komoditas unggulan. Bila dimasukkan dalam paket EHP, berarti tarif impor menjadi nol persen (setelah tahun 2005), hal ini akan mendorong peningkatan volume impor kita. Oleh karena itu, pengembangan terhadap komoditas tersebut perlu diperhatikan dan harus dilindungi.

Kasus buah jeruk yang justru mengalami penurunan impor setelah EHP dijelaskan dengan kondisi di Jawa Timur. Ternyata setelah membanjirnya jeruk China yang hanya beberapa waktu sebelum EHP menjadi koreksi bagi Pemerintah Daerah untuk menggenjot produksi buah jeruk lokal. Preferens konsumen masih tetap kepada

Tabel 9. Volume dan Nilai Impor Dua puluh komoditas terbesar Indonesia dari China tahun 2006

Page 23: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

23

jeruk lokal seperti jeruk Malang dan jeruk keprok yang rasanya juga tidak kalah dengan jeruk impor. Itulah sebabnya setelah EHP ternyata impor jeruk dari China mengalami penurunan. Jadi bila pemerintah memasukkan komoditas jeruk di dalam EHP tidak mempengaruhi peningkatan impor kita.

Tabel 10. Perkembangan Nilai dan Volume Impor Indonesia dari China sebelum dan setelah EHP

No Kode HS Komoditas 1997-2003 2004-2005 Nilai impor Volume impor Nilai impor Volume impor (%) (%) (%) (%)

1 070320 Bawang putih segar 1.45 17.47 13.08 13.43 2 080810 Buah Apel 43.85 38.60 21.85 13.50 3 080820 Buah Pir dan Kwini 28.73 23.53 9.77 12.98 4 080520 Mandarin segar, Mandarin

kering, Mandarin lain segar; Mandarin lain kering

22.50 11.66 52.26 14.41

5 240120 Tembakau jenis virginia 0.00 0.00 0.00 0.00 6 210112 Bahan baku kopi 0.00 0.00 0.00 0.00 7 170490 Kembang gula tidak

mengandung obat; kembang gula lainnya

-66.64 -64.84 0.00 0.00

8 401199 Karet ban dari jenis selain untuk kendaraan dan mesin

0.00 0.00 0.00 0.00

9 100590 Jagung Lainnya 18.70 21.44 -200.00 -100.00 10 230310 Ampas dari pembuatan pati

dan ampas semacam dari tapioka

0.00 0.00 0.00 0.00

11 110100 Tepung gandum atau meslin 50.13 47.64 -36.61 -21.24 12 080610 Buah anggur segar 56.50 54.32 -13.02 26.00 13 210690 Olahan ragi otolisa, Olahan

makanan tanpa alkohol utk membuat minuman dlm kemasan 25 kg

0.00 -50.00 0.00 0.00

Olahan makanan yg digunakan utk membuat jelly

14 100190 Benih gandum, Gandum lainnya, Meslin

46.34 49.09 -199.99 -99.97

15 170199 Gula kasar lainnya -33.89 -32.95 0.00 0.00 16 110812 Pati jagung 5.46 8.36 178.71 166.83 17 240110 Tembakau, jenis lain dari

virginia 0.00 0.00 0.00 0.00

18 401120 New Pneumatic tyres, of rubber of kind used on buses of lorries

0.00 0.00 0.00 0.00

19 120220 Kacang tanah kupas -24.42 -18.76 -200.00 -100.00 20 80510 Buah Jeruk 33.75 29.23 -38.64 -19.22

Sumber : Data base WITS (Diolah)

Page 24: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

24

Posisi Perdagangan Bilateral Indonesia–China untuk Beberapa Komoditi Unggulan

Komoditi pertanian yang didefinisikan sebagai produk pangan dan pertanian dalam analisa ini adalah kelompok produk dalam HS (dua digit) 01 – 02, 04-24, 33, 35, 40-41, dan 52. Pertumbuhan impor produk pangan dan pertanian dari China lebih rendah dari ekspor ke China, hanya sebesar 21%. Namun impor produk pangan dan pertanian dari China justru meningkat tajam ketika ekspor turun drastis pada tahun 1998. Ketika perekonomian Indonesia dilanda krisis, harga bahan makanan demikian tinggi. Produk-produk China termasuk produk pangan dan pertanian telah diakui harganya murah. Oleh karena itu, wajar ketika itu produk pangan dan pertanian China yang murah membanjir di Indonesia. Peningkatannya mencapai 84% atau sebesar 40% total perdagangan bilateral (Tabel 11).

Impor total dari China menunjukkan kecenderungan yang sama dengan eskpor Indonesia ke China. Namun pertumbuhan rata-ratanya lebih besar, yaitu 24 %/Th. Impor dari China mengalami peningkatan tajam pada tahun 2000, sebesar 72%. Sedangkan penurunan terjadi pada tahun 1998, mencapai 36%. Dilihat dari nilai ekspor total Indonesia ke China selama sepuluh tahun ini sangat fantastis. Berawal dari USD 2,2 milyar menjadi USD 8,3 milyar. Demikian pun dengan impor, dari USD 1,8 milyar menjadi USD 9,4 milyar (Tabel 11). Hal ini menunjukkan bahwa kedua pihak merupakan mitra dagang dan pasar yang penting bagi masing-masing negara.

Tabel 11. Posisi Perdagangan Bilateral Indonesia – China, 1997-2006

Ekspor (USD Juta) Impor (USD Juta) Neraca (USD Juta)

CPO+RPO Natural Rubber Pertanian

Total Pertanian HS 1511 HS

4001

Total Pertanian Total 1* 2** 3*** 4****

A B C D F G A – F B-G (B-C-D)-G C-G (C+D)-G

1997 2.229 321 221 25 1.841 257 388 64 -182 -36 -12 1998 1.832 195 74 22 1.170 473 662 -278 -374 -399 -377 1999 2.009 253 118 16 1.779 465 230 -212 -346 -346 -330 2000 2.768 245 123 22 3.062 515 -294 -270 -415 -392 -370 2001 2.201 271 82 69 2.836 399 -635 -127 -278 -317 -248 2002 2.903 333 170 29 3.426 670 -524 -337 -536 -500 -471 2003 3.803 605 318 95 4.482 701 -679 -96 -510 -383 -288 2004 4.605 969 463 227 6.256 562 -1.652 406 -284 -99 128 2005 6.662 1.150 493 322 8.350 696 -1.688 454 -362 -203 119 2006 8.344 1.898 707 651 9.450 983 -1.106 916 -442 -275 375

Keterangan: * : Kasus 1: Meliputi HS 01sampai 24 (tidak termasuk HS 03 dan produk seafood), 33, 35, 40, 41, dan 52 ** : Kasus 2 : Tidak memasukkan HS 1511 dan 4001 *** : Kasus 3: Hanya memeperhitungkan HS 1511 **** : Kasus 4: Hanya memperhitungkan HS 1511 dan 4001 Sumber : Analisa Data sekunder (2007)

Sebelum disepakati EHP dengan China (1997 – 2003) neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus selama tiga tahun, 1997-1999. Sejak tahun 2000 sampai dengan 2006, bahkan kemungkinan seterusnya mengalami defisit yang terus meningkat (Tabel 1). Dalam kasus pertanian 1 (Tabel 11), neraca perdagangan sebelum EHP kecuali pada tahun 1997 mengalami defisit. Memasuki tahun 2004 pada awal implementasi EHP neraca perdagangan produk pangan dan pertanian umum dalam posisi surplus.

Page 25: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

25

Sebelum EHP Bilateral, total nilai ekspor produk pangan dan pertanian mencapai USD 2 trilyun atau sebesar 13% total ekspor ke China dan tumbuh rata-rata sebesar 11 %/Th. Sejak diimplementasikan EHP tahun 2004, total nilai ekspor pertanian telah mencapai USD 4 trilyun atau sebesar 20 % total ekspor ke China. Pencapaian dua kali nilai ekspor pasca EHP ini dicapai dengan tingkat pertumbuhan sebesar 34 %/Th. Berdasarkan nilai pertumbuhn per tahun, pertumbuhan tertinggi terjadi tahun 2003 mencapai 81%, sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 1998, yaitu turun 39%. Ini berhubungan dengan kondisi perekonomian Indonesia yang pada saat tersebut mengalami krisis.

Ekspor produk pangan dan pertanian ke China selama 1997-2006 didominasi oleh 28 jenis. Ditinjau lebih dalam komponen produk ekspor pertanian Indonesia, ditemukan dua komoditas besar sumbangannya pada neraca pertanian, yaitu minyak sawit baik mentah (CPO) maupun murni (RPO) dan karet alam. Sebelum dan sesudah EHP deficit terbesar dialami apabila tidak diperhitungkan ekspor minyak sawit dan karet alam (Kasus 2). Deficit terbesar kedua ditunjukkan kasus 3, yaitu hanya memperhitungkan ekspor minyak sawit. Kasus 2 dan 3 kecenderungan semakin deficit pasca EHP. Kasus 4, hanya memperhitungkan ekspor minyak sawit dan karet alam. Sebelum EHP selalu deficit namun nilainya terus mengecil. Sesudah EHP surplus dan semakin besar. Itu berarti, neraca perdagangan pertanian akan selalu defisit baik sebelum maupun sesudah EHP dengan China tanpa minyak sawit atau karet alam. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya posisi tawar Indonesia terhadap China terkait dengan kedua kelompok produk tersebut.

Posisi Perdagangan Bilateral Indonesia – ASEAN untuk Beberapa Komoditi Unggulan

Secara agregat pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia – ASEAN meningkat masing-masing 6%/Th dan 13%/Th selama 1997-2005. Selama periode yang sama, ekspor produk pangan dan pertanian tumbuh 9 %/Th, namun impornya turun 13 %/Th. Itu tampak dengan semakin rendahnya nilai impor dari tahun ke tahun (Tabel 12). Ekspor produk pangan dan pertanian peningkatan/penurunannya tidak fluktuatif berkisar dari -5% sampai 31% per tahun. Namun ditinjau dari komoditas, minyak sawit misalnya, pada tahun 2002 peningkatan nilai ekspor ke ASEAN mencapai 268%. Sementara untuk impor produk pangan dan pertanian, flutuasi peningkatan/penurunan sangat mencolok dari -55% sampai 75% per tahun. Keduanya terjadi sebelum AFTA. Pasca AFTA kecenderungannya sama dengan ekspor.

Ekspor regional Indonesia ke ASEAN baik sebelum dan sesudah AFTA, untuk produk pangan dan pertanian hanya didominasi oleh 13 produk, ditentukan oleh dua kelompok, dan satu tujuan utama (Tabel 12). Impor regional Indonesia dari ASEAN didominasi 17 produk pangan dan pertanian, ditentukan 4 kelompok, berasal dari dua Negara (Tabel 12). Ekspor produk pangan dan pertanian Indonesia ke ASEAN sebelum AFTA dengan (Kasus 1) atau tanpa minyak sawit dan kakao (Kasus 2) mengalami defisit, namun menjelang (2000) dan pasca AFTA mengalami surplus (Tabel 13). Itu indikasi terjadinya peningkatan pangsa produk pangan dan pertanian di pasar ASEAN. Meskipun minyak sawit dan kakao berkontribusi besar terhadap ekspor produk pangan dan pertanian, dominasi salah satunya saja tidak cukup untuk menghapus kontribusi produk yang lain (Kasus 3 dan 4). Kontribusi keduanya semakin penting pada awal dan pasca AFTA yang ditunjukkan oleh surplus perdagangan produk pangan dan pertanian meskipun hanya memperhitungkan minyak sawit dan kakao (Kasus 5).

Page 26: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

26

Tabel 12. Komoditas dan Mitra Perdagangan Regional Utama ASEAN

Kriteria Ekspor Impor

Dominan 10 besar

Babi berat 50 kg atau lebih (010392); Susu mentega (040390) Kelapa parut (080111) Kopi tidak disangarai, tidak didekafeinasi (090111) Lada utuh (090411) Jagung brondong (100590) Minyak sawit mentah (CPO) (151110) Minyak sawit murni (RPO) (151190) Minyak kelapa mentah (151311) Minyak inti sawit mentah (151321) Minyak inti sawit murni (151329) Biji kakao (180100) Tembakau sigaret (240220)

Susu tawar berlemak 1 % - 6 % (040120) Susu tawar berlemak > 6 % (040130) Susu kental manis berlemak > 1,5 % (040229) Bawang merah (070310) Kacang kapri (071331) Lengkeng (081090) Cengkeh utuh (090700) Jagung brondong (100590) Beras pecah kulit (100620) Beras giling tidak digilapkan (100630) Beras patah (100640) Pati ubi kayu (110814) Kacang tanah utuh (120220) Gula tebu mentah (170111) Gula tebu putih (170199) Air minum (220290) Bungkil kedelai (230400)

Komoditas kunci Minyak sawit mentah (CPO) (151110) Biji kakao (180100)

Beras giling tidak digilapkan (100630) Beras patah (100640) Gula tebu mentah (170111) Gula tebu putih (170199)

Mitra Utama Malaysia Viet Nam (Beras), Thailand (Gula tebu)

Sumber : Analisa Data sekunder (2007)

Tabel 13. Posisi Perdagangan Regional Indonesia – ASEAN, 1997-2005

Ekspor (USD Juta) Impor (USD Juta) Neraca

CPO+RPO Biji Kakao

Produk Kakao Pertanian

Total Pertanian HS 1511 HS

1801 HS

1802

Total Pertanian Total 1* 2** 3*** 4**** 5*****

A B C D E F G A - F B - G

(B -C -D -E) - G

C - G

(D+E) - G

(C+D+E)- G

1997 9.118 688 167 31 3 5.413 521 3.705 167 -35 -354 -487 -320

1998 9.347 798 147 57 2 4.506 914 4.841 -116 -322 -766 -855 -708

1999 8.278 585 96 38 6 4.783 1.051 3.495 -466 -605 -955 -1.008 -912

2000 10.884 616 38 54 6 6.484 468 4.400 148 50 -430 -407 -370

2001 9.507 685 39 85 9 5.462 322 4.045 363 230 -284 -228 -190

2002 9.933 896 142 131 14 6.767 429 3.166 467 180 -287 -283 -141

2003 10.725 999 167 218 17 7.730 399 2.996 600 197 -232 -164 3

2004 12.995 1.225 273 176 11 10.212 288 2.783 938 477 -14 -101 173

2005 15.825 1.334 266 208 11 17.040 290 -1.215 1.044 560 -25 -72 194 Keterangan: * : Kasus 1: Meliputi HS 01sampai 24 (tidak termasuk HS 03 dan produk seafood), 33, 35, 40, 41, dan 52 ** : Kasus 2 : Tidak memasukkan HS 1511 dan 18 *** : Kasus 3: Hanya memeperhitungkan HS 1511 **** : Kasus 4: Hanya memperhitungkan HS 18 *****: Kasus 5: Hanya memperhitungkan HS 1511 dan 18 Sumber : Analisa Data sekunder (2007)

Perdagangan regional AFTA tidak menyebar pasarnya. Hanya terkonsentrasi pada satu pangsa pasar, yaitu Malaysia. Sebelum AFTA pangsa ekspor produk pangan dan pertanian ke Malaysia mencapai 44%-58%, pasca AFTA menjadi 51%-66% dari total ekspor ke ASEAN (Tabel 14). Artinya perkembangan pangsa ekspor sebagian besar hanya terjadi di Malaysia saja, tidak ke 9 negara yang lain. Lebih jauh, Malaysia juga merupakan importir utama minyak sawit maupun kakao Indonesia, terutama biji kakao.

Page 27: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

27

Tabel 14. Dominasi Malaysia sebagai Negara Tujuan Ekspor Utama Indonesia di ASEAN

Ekspor (USD 000)

ASEAN Pertanian

Pangan & Pertanian ke Malaysia

(USD 000)

% terhadap Total ASEAN

% terhadap Total Pangan & Pertanian

ASEAN Tahun

A B C D E 1997 9.117.870 687.741 303.206 3% 44% 1998 9.346.669 798.042 423.396 5% 53% 1999 8.278.174 585.295 340.372 4% 58% 2000 10.883.554 615.980 337.235 3% 55% 2001 9.506.924 684.707 350.463 4% 51% 2002 9.933.347 895.784 498.325 5% 56% 2003 10.725.204 999.053 654.398 6% 66% 2004 12.995.192 1.225.193 800.906 6% 65% 2005 15.824.919 1.334.404 815.919 5% 61%

Sumber : Analisa Data sekunder (2007)

Seperti halnya ekspor, Negara asal impor juga hanya didominasi dua Negara, yaitu Viet Nam untuk beras (giling dan patah) dan Thailand untuk gula (mentah dan putih). Impor produk pangan dan pertanian Indonesia dari Thailand sebelum AFTA rata-rata mencapai 9% per tahun dari total perdagangan. Namun dari total produk pangan dan pertanian mencapai 54%-77% (Tabel 15). Pasca AFTA dominasi Thailand masih bertahan sebagai sumber impor utama ASEAN ke Indonesia, namun pangsanya menurun hanya mencapai 41%. Sebagian besar impor dari Thailand adalah gula tebu, yaitu gula mentah dan putih. Itu terkait dengan keberadaan gula sebagai komoditas strategis yang digendakan akselerasi produktivitasnya di dalam negeri. Seiring peningkatan produksi dan produktivitas gula domestik, impor gula semakin turun dan lalu lintasnya sangat diperhatikan satu dekade terakhir.

Viet Nam sebagai sumber utama impor di ASEAN kedua sebelum pencapaian AFTA mencapai pangsa produk pangan dan pertanian sebesar 29%. Pasca AFTA pangsanya juga menurun seiring penurunan impor pangan dan pertanian secara umum dari ASEAN, hanya 19%. Komoditas utama yang berasal dari Viet Nam adalah beras giling yang tidak digilapkan dan beras patah.

Tabel 15. Dominasi Thailand dan Viet Nam sebagai Negara Asal Impor Utama Indonesia di ASEAN

Impor (USD 000)

ASEAN Pertanian

Pangan & Pertanian

dari Thailand

(USD 000)

% terhadap

Total ASEAN

% terhadap

Total Pangan & Pertanian ASEAN

Pangan & Pertanian

dari Viet Nam

(USD 000)

% terhadap

Total ASEAN

% terhadap

Total Pangan & Pertanian ASEAN

Tahun

A B C D E F G H 1997 5.412.807 521.085 400.145 7% 77% 67.549 1% 13% 1998 4.506.165 913.947 523.272 12% 57% 354.102 8% 39% 1999 4.783.328 1.050.888 568.695 12% 54% 437.382 9% 42% 2000 6.483.549 467.899 303.282 5% 65% 113.346 2% 24% 2001 5.461.784 322.172 210.119 4% 65% 43.141 1% 13% 2002 6.767.206 428.596 226.515 3% 53% 133.169 2% 31% 2003 7.729.647 399.493 187.710 2% 47% 120.163 2% 30% 2004 10.211.899 287.597 142.798 1% 50% 28.690 0% 10% 2005 17.039.914 290.142 120.278 1% 41% 28.823 0% 10%

Sumber : Analisa Data sekunder (2007)

Page 28: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

28

3.4 Analisis dampak serta manfaat kesepakatan perdagangan bebas Indonesia-China dan kerjasama AFTA terhadap produksi, ekspor dan impor komoditas pertanian dalam negeri, serta kesejahteraan produsen pertanian dan masyarakat Indonesia

Dampak terhadap Produksi

Terdapat lima jenis simulasi kesepakatan, dua diantaranya seperti Indonesia-China dan ASEAN-China merupakan kesepakatan yang sudah berjalan sedangkan tiga lainnya merupakan simulasi pelengkap untuk perbandaingan. Simulasi tersebut ingin menunjukkan dampak terhadap negara Indonesia, China dan Rest of ASEAN. Dengan melakukan simulasi pada beberapa skenario tersebut, hasil yang diperoleh menunjukkan perbedaan dampak pada tiga negara.

Dampak penurunan tarif terhadap produksi di Indonesia mengalami peningkatan untuk semua simulasi. Dampak tertinggi pada kerjasama ASEAN-China dimana mencapai peningkatan produksi pertanian 11.08 – 13.08 persen. Kalau dilihat pada kolom tersebut, bebera komoditas primadona yang dapat dilihat dalam simulasi ini adalah raw milk, meat product, dairy product dan food product. Gambaran yang sama juga diperlihatkan yang terjadi pada negara-negara rest of ASEAN. Sedangkan dampak penurunan tarif terhadap produksi di China sebagian besar mengalami penurunan untuk semua simulasi kecuali simulasi Top 20 Indonesia-China.

Dampak terhadap Net Ekspor

Penurunan tarif diprakirakan akan mempengaruhi keragaan ekonomi makro suatu negara. Hal ini misalnya terlihat pada indikator neraca perdagangan. Dari tiga Tabel dibawah ini terlihat bahwa penurunan tarif menyebabkan neraca perdagangan Indonesia bernilai positif kecuali simulasi TOP 20 Indonesia-China. Artinya, nilai ekspor negara-negara tersebut jauh lebih besar daripada nilai impornya. Yang menarik dari simulasi ini adalah komoditas vegetables oil yang didalamnya terdapat minyak kelapa sawit menjadi primadona dalam kerjasama Indonesia-China, tetapi bila dalam simulasi ASEAN-China mengalami negatif. Hal ini kemungkinan adanya persaingan dengan negara-negara sesama ASEAN yang memiliki kontribusi produk minyak kelapa sawit yang besar seperti Malaysia.

Dampak terhadap PDB dan Kesejahteraan

Perubahan terhadap PDB digambarkan sebagai persentase perubahan PDB antara kondisi awal dan kondisi yang dihasilkan skenario. Hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan tarif tidak memberikan kesimpulan yang sama, yakni ada negara rest of ASEAN yang PDBnya semakin menurun akibat dari kerjasama Indonesia-China. Tingkat peningkatannya cenderung kecil, untuk kerjasama Indonesia-China. Gambaran yang sama juga ditampilkan pada kesejahteraan. Pencapaian kesejahteraan Indonesia terjadi signifikan bila terdapat kesepakatan Indonesia –China hingga mencapai 452 juta US$.

Dengan demikian, kekhawatiran akan dampak kesepakatan regional terhadap sektor pertanian tidak perlu ada, karena ternyata pengaruhnya positif. Walaupun demikian ini merupakan tantangan tersendiri dimana untuk mewujudkan kondisi tersebut dibutuhkan dukungan dari berbagai macam pihak.

Page 29: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

29

Tabel 16. Hasil Simulasi Dampak Penurunan Tarif terhadap Produksi Komoditas di Indonesia (%)

EHP Indonesia-China

Top 20 Indonesia-China

EHP ASEAN-China

EHP Indonesia-ASEAN-CHINA

Top 20 ASEAN-China Commodity

50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100%

Agriculture 0.1849 0.369 1.0598 2.1198 11.0832 13.0773 10.9151 13.312 1.246 1.2693

Paddy rice 0.03 0.06 0.0229 0.0458 0.0566 0.0615 0.1476 0.1921 -1.0018 -0.9708

Wheat -0.6638 -1.3276 -0.6111 -1.2223 -1.0592 -1.2996 -2.0053 -2.7518 -0.1393 -0.5939

Cereal grains nec 0.0089 0.0178 -0.0545 -0.1089 1.0284 1.079 0.9878 1.0127 1.1963 1.2147 Vegetables, fruit, nuts 0.1785 0.3569 0.0984 0.1967 0.1177 0.0102 0.4449 0.5302 0.5977 0.6594

Oil seeds 0.332 0.6639 0.3458 0.6916 -0.1723 -0.2338 0.0817 0.3955 0.3612 0.5676 Sugar cane, sugar beet

0.0425 0.085 -0.04 -0.0799 0.5127 0.5746 0.6011 0.6958 -1.1865 -1.1285

Plant-based fibers -0.5286 -1.0574 0.3419 0.6838 -0.7888 -0.9625 -1.2734 -1.8712 -0.3576 -0.7616

Crops nec -0.1124 -0.2246 -0.0284 -0.0569 -0.3257 -0.474 -0.72 -1.1177 0.3932 0.385 Cattle, sheep, goats, horses 0.0219 0.0438 0.0153 0.0305 -0.0729 -0.1095 0.007 0.0099 0.179 0.1784

Animal products nec -0.0062 -0.0125 -0.0057 -0.0113 0.9072 1.7021 0.9702 1.7836 0.1841 0.1854

Raw milk -0.0654 -0.1308 -0.0684 -0.1367 1.3024 1.2881 1.2548 1.1853 0.1331 0.0958 Wool, silk-worm cocoons -0.0387 -0.0776 0.2198 0.4395 -0.156 -0.1883 -0.0942 -0.1399 0.1322 0.0823

Meat: cattle, sheep, goats, horse 0.0992 0.1983 0.0905 0.1809 0.0323 0.0197 0.2319 0.3233 0.266 0.3126

Meat products nec -0.0887 -0.1773 -0.0773 -0.1546 1.8789 3.6421 1.8076 3.5158 0.1137 0.0632 Vegetable oils and fats 1.0811 2.1622 1.1038 2.2077 -0.1302 -0.1602 0.6461 1.7147 0.3474 0.9454

Dairy products -0.3317 -0.6635 -0.2834 -0.5668 5.1946 5.1967 4.7556 4.4626 -0.0927 -0.2811

Processed rice 0.0337 0.0674 0.0262 0.0525 0.053 0.0548 0.1468 0.1909 -1.0201 -0.9897

Sugar 0.0446 0.0892 -0.0424 -0.0847 0.5152 0.573 0.605 0.6968 -1.2372 -1.1767

Food products nec 0.0358 0.0715 -0.0943 -0.1885 2.1823 2.298 2.0928 2.1411 2.1878 2.2308

Beverages and tobacco products 0.1122 0.2243 0.1007 0.2014 0.007 0.0054 0.2271 0.3423 0.1895 0.251

Non_Agriculture 4.8065 9.6119 4.4369 8.8754 9.4768 10.8853 21.3951 28.171 6.4321 7.7767

Forestry 0.9947 1.9893 -0.1339 -0.2678 -0.042 0.0188 1.199 2.2644 -0.2468 -0.4058

Textiles -0.3053 -0.611 1.5533 3.1067 -0.2742 -0.3269 -0.1763 -0.5169 0.0966 -0.1675

Page 30: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

30

Tabel 17. Hasil Simulasi Dampak Penurunan Tarif terhadap Produksi Komoditas di China (%)

EHP Indonesia-China Top 20 Indonesia-China

EHP ASEAN-China EHP Indonesia-ASEAN-CHINA

Top 20 ASEAN-China Commodity

50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100%

Agriculture -0.2386 -0.4779 0.2481 0.4965 -0.6333 0.089 -0.7789 -0.4092 -5.8622 -9.9972

Paddy rice 0.0061 0.0121 0.0058 0.0116 0.0155 0.0202 0.028 0.0387 0.0493 0.0924

Wheat 0.0097 0.0194 0.0089 0.0178 -0.0143 -0.0288 -0.0029 -0.0077 0.0848 0.1623

Cereal grains nec 0.0027 0.0055 0.0077 0.0155 0.0489 0.0783 0.0718 0.1054 0.1147 0.1997 Vegetables, fruit, nuts 0.0027 0.0054 0.0108 0.0216 0.0004 0.0046 0.0088 0.0157 0.0256 0.0514

Oil seeds -0.0381 -0.0761 -0.0412 -0.0824 -0.0086 -0.0206 -0.0398 -0.0887 -0.0658 -0.1171 Sugar cane, sugar beet -0.0002 -0.0004 0.1026 0.2052 0.045 0.0672 0.0511 0.0729 -0.3599 -0.6887

Plant-based fibers 0.0224 0.0448 0.0486 0.0972 0.0338 0.0616 0.0539 0.1024 0.1721 0.3451

Crops nec 0.1226 0.2443 -0.1161 -0.2322 -0.876 -0.3395 -0.7296 -0.1834 -2.1889 -3.0686 Cattle, sheep, goats, horses 0.0115 0.0231 0.0115 0.0231 0.0374 0.0672 0.0432 0.0847 0.0337 0.0831

Animal products nec 0.011 0.022 0.0091 0.0182 -0.0282 -0.0543 -0.0152 -0.0308 0.0672 0.1255

Raw milk 0.012 0.0239 0.0118 0.0235 0.0314 0.0572 0.0376 0.0749 0.0362 0.0878 Wool, silk-worm cocoons 0.0095 0.0191 0.0168 0.0335 0.1279 0.2385 0.1406 0.2606 0.1351 0.2543

Meat: cattle, sheep, goats, horse 0.0143 0.0286 0.0115 0.0231 0.0557 0.1003 0.0633 0.1223 0.0437 0.1068

Meat products nec 0.0123 0.0246 0.0058 0.0117 -0.3749 -0.6901 -0.3389 -0.6422 0.1128 0.1839 Vegetable oils and fats -0.4914 -0.9828 -0.4909 -0.9818 0.0563 0.1303 -0.4864 -0.905 -2.0695 -4.0554

Dairy products 0.0205 0.0411 0.0119 0.0238 0.0026 0.0175 0.0158 0.0493 0.0697 0.1643

Processed rice 0.0047 0.0093 0.0044 0.0087 0.0317 0.0494 0.0457 0.0681 0.0349 0.074

Sugar 0.0149 0.0298 0.6082 1.2165 0.1344 0.2083 0.205 0.2926 -2.2922 -4.289

Food products nec 0.0044 0.0089 0.0137 0.0275 0.0322 0.0944 0.0456 0.1166 0.0877 0.2002

Beverages and tobacco products 0.0098 0.0195 0.0072 0.0144 0.0155 0.0273 0.0235 0.0444 0.0466 0.0908

Non_Agriculture -0.0572 -0.1149 0.692 1.385 -0.09 1.0293 -0.4017 0.3037 -5.0657 -8.4164

Forestry -0.0318 -0.0637 -0.0173 -0.0347 -0.0065 -0.0222 -0.0505 -0.098 -0.0857 -0.1681

Textiles 0.022 0.044 0.0474 0.0947 0.0337 0.0634 0.0496 0.0994 0.1606 0.3279

Page 31: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

31

Tabel 18. Hasil Simulasi Dampak Penurunan Tarif terhadap Produksi Komoditas di Rest of ASEAN (%)

EHP Indonesia-China Top 20 Indonesia-China

EHP ASEAN-China

EHP Indonesia-ASEAN-CHINA

Top 20 ASEAN-China Commodity

50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100%

Agriculture -0.2279 -0.4558 -0.3017 -0.6031 16.3694 15.5419 17.3839 16.2098 13.1357 13.3807

Paddy rice 0.0088 0.0176 0.0094 0.0189 -0.232 -0.334 -0.3002 -0.4009 -0.109 -0.3027

Wheat 0.0003 0.0005 0.0025 0.0051 1.0404 0.8834 0.2754 0.0804 0.6181 -0.2462

Cereal grains nec 0.008 0.0159 0.0078 0.0156 0.3715 0.3571 0.3024 0.2897 0.0106 -0.1652 Vegetables, fruit, nuts 0.0068 0.0135 0.0031 0.0062 0.0354 0.2663 0.4404 0.6746 0.7322 1.3278

Oil seeds 0.0268 0.0535 0.0274 0.0548 -0.85 -1.1234 0.1391 -0.1265 4.9684 5.5197 Sugar cane, sugar beet

0.0145 0.0291 -0.0013 -0.0025 -0.021 -0.0823 0.0331 -0.0203 2.1235 2.6428

Plant-based fibers 0.0118 0.0236 -0.0045 -0.009 -0.7672 -1.05 -0.9172 -1.2035 -1.359 -2.0281

Crops nec -0.0413 -0.0826 -0.0394 -0.0789 1.5667 1.7704 1.3434 1.5598 1.2265 1.4796 Cattle, sheep, goats, horses -0.0012 -0.0024 -0.0003 -0.0006 0.2929 0.2249 0.4076 0.3336 -0.0449 -0.1054

Animal products nec 0.0047 0.0094 0.0059 0.0119 0.3185 0.4853 0.3077 0.4718 -0.3182 -0.479

Raw milk 0.0109 0.0218 0.0068 0.0137 5.0529 5.1175 5.1283 5.1986 0.2085 0.0506 Wool, silk-worm cocoons 0.016 0.0321 -0.0054 -0.0108 0.0749 -0.7856 -0.1147 -0.9789 -0.5909 -1.3053

Meat: cattle, sheep, goats, horse -0.0028 -0.0056 -0.0015 -0.003 0.1849 0.164 0.3408 0.315 0.143 0.1383

Meat products nec 0.0087 0.0174 0.0098 0.0195 0.6497 1.04 0.4578 0.847 -0.7351 -1.0476 Vegetable oils and fats -0.3438 -0.6876 -0.3485 -0.6969 0.1958 0.1815 0.9097 0.5483 2.7546 4.1995

Dairy products 0.0148 0.0297 0.0135 0.0269 7.8844 7.9966 7.9272 8.0475 0.1919 -0.0063

Processed rice 0.0083 0.0165 0.0089 0.0178 -0.2954 -0.4036 -0.3388 -0.4461 -0.0065 -0.1776

Sugar 0.0167 0.0335 -0.0024 -0.0048 -0.0249 -0.0848 0.0391 -0.0111 2.5395 3.1731

Food products nec 0.0045 0.0091 0.0057 0.0114 0.7551 0.7839 0.6473 0.6794 0.4046 0.2685

Beverages and tobacco products -0.0004 -0.0008 0.0008 0.0016 0.1368 0.1347 0.3555 0.3514 0.3779 0.4442

Non_Agriculture -0.2834 -0.5666 -0.1221 -0.2433 17.7728 16.9714 29.0229 27.5727 27.2324 31.5571

Forestry -0.0532 -0.1063 0.0034 0.0068 -0.0407 -0.028 -0.0439 -0.085 -0.3819 -0.5429

Textiles 0.0064 0.0128 -0.0514 -0.1028 0.4739 0.4612 1.0338 1.0263 0.8713 0.6484

Page 32: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

32

Tabel 19. Hasil Simulasi Dampak Penurunan Tarif terhadap Net Ekspor Komoditas di Indonesia (Juta US$)

EHP Indonesia-China Top 20 Indonesia-China

EHP ASEAN-China EHP Indonesia-ASEAN-CHINA

Top 20 ASEAN-China Commodity

50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100%

Agriculture 6.7926 13.6014 -14.1597 -28.3188 230.591 267.8888 180.4449 209.0668 82.6868 83.7582

Paddy rice -0.1549 -0.3098 -0.1413 -0.2826 -0.0456 -0.045 -0.1838 -0.3041 0.4787 0.4804

Wheat -0.2311 -0.462 0.3146 0.6293 -9.1228 -9.6163 -8.8908 -9.1709 -9.0435 -9.2793

Cereal grains nec -0.6096 -1.2191 -0.4862 -0.9723 -2.1273 -2.366 -2.9126 -3.5898 -1.5629 -1.9821 Vegetables, fruit, nuts -3.9739 -7.9479 -7.3054 -14.6108 -1.5418 -7.0228 -6.4408 -15.2344 -0.7886 -9.0796

Oil seeds -3.3133 -6.6265 -3.1561 -6.3123 -2.7114 -3.1813 -6.8453 -10.3095 -4.0942 -6.4889 Sugar cane, sugar beet

-0.0023 -0.0045 -0.0017 -0.0035 -0.0041 -0.0047 -0.0066 -0.009 0.0064 0.0057

Plant-based fibers 1.4049 2.8127 -10.1326 -20.2652 0.1899 0.3707 -1.1655 0.4333 -2.242 -0.9325

Crops nec -8.7908 -17.5701 -4.3134 -8.6269 -17.4111 -23.4864 -44.0104 -67.3937 -0.116 -4.8275 Cattle, sheep, goats, horses -0.4906 -0.9811 -0.4456 -0.8913 -0.5852 -0.693 -1.367 -1.8937 -0.6337 -0.9358

Animal products nec -0.5238 -1.0475 -0.4777 -0.9553 0.7321 -0.2026 0.4018 -0.9707 0.3734 0.3942

Raw milk -0.0034 -0.0068 -0.0031 -0.0061 -0.0247 -0.0362 -0.0306 -0.0451 -0.0053 -0.0076 Wool, silk-worm cocoons -0.0526 -0.1051 -0.07 -0.1399 -0.0741 -0.0889 -0.1594 -0.217 -0.0468 -0.0794

Meat: cattle, sheep, goats, horse -0.2382 -0.4763 -0.2379 -0.4757 -0.0285 -0.1215 -0.4804 -0.7737 -0.469 -0.6616

Meat products nec -4.5902 -9.1802 -4.1059 -8.2118 50.4234 97.4114 43.8563 86.9228 -2.7003 -5.082 Vegetable oils and fats 35.218 70.4361 36.1806 72.3612 -7.5537 -8.9989 15.1691 49.6092 3.3617 22.0314

Dairy products -1.9995 -3.9987 -1.7557 -3.5113 20.833 20.8792 17.7197 15.905 -2.3083 -3.4254

Processed rice -1.8259 -3.6518 -1.658 -3.3159 -1.4548 -1.6986 -3.6028 -5.3253 -62.9622 -63.5191

Sugar -1.2412 -2.4824 -2.1006 -4.2012 -1.8201 -2.2714 -3.5123 -5.0381 -36.4854 -36.8695

Food products nec -1.1722 -2.3441 -13.7032 -27.4063 203.4209 209.6217 183.9879 178.1519 202.3017 204.5101 Beverages and tobacco products -0.6168 -1.2335 -0.5605 -1.1209 -0.5031 -0.5606 -1.0816 -1.6804 -0.3769 -0.4933

Non_Agriculture 62.171 124.3249 72.769 145.5382 -182.4196 -211.7253 -26.0201 18.1885 1.1841 40.6914

Forestry -6.4804 -12.9606 4.519 9.038 5.1068 9.6037 -2.8276 -4.8223 -0.3998 -0.5048

Textiles -15.4698 -30.9633 125.181 250.362 -12.1608 -14.4059 -5.6928 -22.718 4.7437 -8.7643

Page 33: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

33

Tabel 20. Hasil Simulasi Dampak Penurunan Tarif terhadap Net Ekspor Komoditas di China (Juta US$)

EHP Indonesia-China Top 20 Indonesia-China EHP ASEAN-China EHP Indonesia-ASEAN-CHINA

Top 20 ASEAN-China Commodity

50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100%

Agriculture -21.2695 -42.556 -17.2952 -34.5906 -57.4175 -42.3681 -58.1184 -65.1094 -113.8116 -177.57

Paddy rice -0.0181 -0.0362 -0.0353 -0.0705 0.6784 0.7998 1.0054 1.1255 1.3419 1.7008

Wheat 0.0255 0.0512 -0.0293 -0.0587 -0.0311 -0.1755 0.0878 -0.0149 2.0815 4.0002

Cereal grains nec 0.082 0.1643 0.0033 0.0065 2.0863 2.2956 3.6548 3.9291 5.6082 8.406 Vegetables, fruit, nuts 0.5884 1.178 5.938 11.876 -8.5562 -15.206 -2.4653 -9.542 0.1074 -1.5331

Oil seeds 1.7144 3.4292 1.3593 2.7185 -0.2932 -1.6165 2.025 2.4481 12.5778 24.9735 Sugar cane, sugar beet

0.0001 0.0001 -0.0076 -0.0153 0.0563 0.0662 0.0892 0.1004 0.1902 0.2615

Plant-based fibers -0.0025 -0.005 0.0311 0.0622 -0.0582 -0.2164 0.151 0.0084 0.4467 0.5721

Crops nec 2.4351 4.8433 -4.6356 -9.2711 -33.3185 -21.0868 -30.451 -17.7635 -72.9677 -101.983 Cattle, sheep, goats, horses -0.0115 -0.023 -0.0164 -0.0328 0.013 0.032 0.0108 0.0283 -0.0173 -0.0578

Animal products nec -0.3931 -0.7855 -0.6276 -1.2553 6.1801 11.9455 6.8652 12.2626 0.6989 -0.2987

Raw milk -0.0026 -0.0053 -0.0061 -0.0121 0.0103 0.0153 0.0093 0.0105 0.0004 -0.0063 Wool, silk-worm cocoons -0.5349 -1.0691 -1.2639 -2.5278 3.3778 6.2526 3.1636 5.5731 -1.5897 -4.0313

Meat: cattle, sheep, goats, horse -0.0895 -0.179 -0.1206 -0.2413 0.2705 0.5222 0.2517 0.4163 -0.0992 -0.4266

Meat products nec -0.4133 -0.8242 -1.1726 -2.3452 -54.7802 -97.8034 -51.1369 -94.5414 8.4997 9.3789 Vegetable oils and fats -22.8857 -45.771 -23.1098 -46.2196 1.1721 2.2237 -23.7725 -45.7535 -96.1455 -190.0255

Dairy products 0.0589 0.1177 0.0074 0.0147 -0.2574 -0.2658 -0.1327 -0.0971 0.5767 0.952

Processed rice 0.0909 0.1821 -0.0008 -0.0015 4.7031 6.4334 6.9475 8.7722 0.3579 2.4343

Sugar 0.0107 0.0215 2.0842 4.1684 0.1596 0.2493 0.2102 0.3018 -7.7113 -13.9539

Food products nec -1.9272 -3.8512 4.3619 8.7238 20.7732 62.3746 24.7518 66.6386 31.3545 80.4998 Beverages and tobacco products 0.0029 0.0061 -0.0548 -0.1095 0.3966 0.7921 0.6167 0.9881 0.8773 1.5671

Non_Agriculture -13.4554 -26.9171 -1.0183 -2.0372 5.8834 -30.3434 -37.2401 -84.4193 9.5492 8.5901

Forestry 1.9298 3.8609 -2.4832 -4.9663 -3.6192 -7.021 0.0101 -1.4389 2.6036 4.4161

Textiles 13.5756 27.1702 30.365 60.7299 10.8298 25.4165 24.5102 51.446 102.6009 208.2644

Page 34: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

34

Tabel 21. Hasil Simulasi Dampak Penurunan Tarif terhadap Net Ekspor Komoditas di Rest of ASEAN (Juta US$)

EHP Indonesia-China Top 20 Indonesia-China EHP ASEAN-China EHP Indonesia-ASEAN-CHINA

Top 20 ASEAN-China Commodity

50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100%

Agriculture -14.8773 -29.7585 -15.889 -31.7781 469.1505 553.1298 268.475 341.0767 237.1207 226.7866

Paddy rice 0.1865 0.373 0.1785 0.357 -7.3837 -9.3251 -10.2639 -12.1305 -14.156 -18.0069

Wheat 0.0337 0.0675 0.0454 0.0908 -5.9675 -6.1585 -5.9322 -6.0815 -4.5977 -4.0276

Cereal grains nec 0.2381 0.4762 0.2407 0.4814 -3.459 -4.1907 -5.9635 -6.5132 -8.23 -11.1409 Vegetables, fruit, nuts 1.0026 2.0045 0.4389 0.8779 15.1559 49.9573 -12.4072 23.4494 -34.5164 -18.6099

Oil seeds 0.6751 1.35 0.6669 1.3338 -3.6753 -4.4859 -9.6704 -9.8593 2.4712 -5.1227 Sugar cane, sugar beet

0.0026 0.0053 0.0084 0.0169 -0.3422 -0.4293 -0.5067 -0.5954 -0.9273 -1.2053

Plant-based fibers 0.023 0.0459 0.4324 0.8648 -6.9453 -7.8169 -12.6579 -13.5505 -13.0937 -13.8646

Crops nec -3.4779 -6.9562 -3.3414 -6.6827 291.8297 313.5645 238.0915 261.4339 206.8758 206.6438 Cattle, sheep, goats, horses 0.0204 0.0408 0.0194 0.0387 1.7258 1.3863 0.4025 0.0627 -3.2911 -4.3067

Animal products nec 0.119 0.2379 0.1112 0.2223 -5.5836 -8.3389 -11.497 -14.1989 -13.4229 -17.9201

Raw milk 0.0007 0.0013 0.0008 0.0016 -0.1447 -0.1664 -0.2091 -0.2313 -0.14 -0.192 Wool, silk-worm cocoons -0.0013 -0.0026 0.0014 0.0027 0.1874 0.4426 -0.6966 -0.4427 -1.7188 -2.2874

Meat: cattle, sheep, goats, horse 0.0416 0.0832 0.0314 0.0628 0.4996 0.1809 -1.7636 -2.0584 -5.2497 -6.8585

Meat products nec 1.1473 2.294 1.1071 2.2142 69.7541 112.0494 34.2854 76.9602 -92.9105 -126.3461 Vegetable oils and fats -17.9955 -35.9913 -18.251 -36.5019 3.8502 3.1355 20.9978 2.1714 106.4158 169.7207

Dairy products 0.1321 0.2642 0.0984 0.1967 50.3135 50.9553 44.5872 45.3327 -9.948 -13.4845

Processed rice 1.2433 2.4863 1.191 2.382 -28.5463 -36.6781 -41.3759 -48.7971 20.6084 4.6827

Sugar 0.6391 1.2779 -0.0729 -0.1458 -6.4107 -8.3711 -11.4979 -12.9809 77.3932 97.1993

Food products nec 0.6788 1.3568 0.8459 1.6918 102.9548 106.2461 57.2425 61.6346 31.1924 1.1323 Beverages and tobacco products 0.4135 0.8268 0.3585 0.7169 1.3378 1.1728 -2.69 -2.5285 -5.634 -9.219

Non_Agriculture 10.6272 21.261 12.6778 25.356 -393.0498 -458.2801 -113.8495 -170.5081 24.221 155.3758

Forestry 1.9838 3.9675 -0.3188 -0.6376 0.6596 1.9807 -4.658 -1.3479 -4.8923 -6.1762

Textiles 0.7856 1.57 -7.1455 -14.2909 52.891 52.9799 49.0685 49.9241 -17.4749 -87.5136

Page 35: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

35

Tabel 22. Hasil Simulasi Dampak Penurunan Tarif terhadap PDB (%) dan Kesejahteraan (Juta US$) di Masing-Masing Negara/Agregasi Negara

EHP Indonesia-China Top 20 Indonesia-China EHP ASEAN-China EHP Indonesia-ASEAN-

CHINA Top 20 ASEAN-China Countries

50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100% 50% 100%

Perubahan PDB (%)

Indonesia 0.1312 0.2623 0.1272 0.2544 0.0349 0.0367 0.2953 0.4295 0.2247 0.2940

China 0.0148 0.0295 0.0127 0.0253 0.0103 0.0175 0.0254 0.0471 0.0703 0.1375

Rest of ASEAN -0.0042 -0.0083 -0.0028 -0.0056 0.0911 0.0879 0.4078 0.3999 0.4432 0.5484

Kesejahteraan (Juta US$)

Indonesia 226.25 452.43 200.10 400.20 86.22 95.60 481.88 713.27 333.16 452.57

China 115.02 229.96 109.01 218.02 72.30 136.70 181.31 358.29 557.43 1116.40

Rest of ASEAN -28.15 -56.29 -19.50 -39.00 482.03 507.14 1749.53 1747.51 2121.21 2752.83

KESIMPUAN DAN SARAN KEBIJAKAN

ACFTA adalah salah satu model kerjasama AFTAs dengan negara berkembang (NB). Namun, model kerja sama itu akan berbeda dengan NM. Kerjasama ASEAN dengan NM juga semakin gencar, seperti dengan Jepang, Amerika Serikat, Australia, Uni Eropa dan lain-lain.

Indonesia sedang melangkah ke arena persaingan bebas dan amat liberal di AFTA. Kinerja perdagangan dalam kerangka bilateral maupun regional menunjukkan perkembangan yang menjanjikan. Laju pertumbuhan ekspor pasca perjanjian bilateral Indonesia – China menunjukkan peningkatan yang signifikan untuk ekspor komoditi unggulan perkebunan seperti karet, kakao, minyak kelapa sawit, minyak kopra, gaplek dan minyak serta lemak sayur (kacang-kacangan). Kesepakatan tariff dalam kerangka Early Harvest Package memberikan keuntungan yang bersifat win win solution bagi kedua negara, untuk saat ini Indonesia lebih diuntungkan mengingat sebagian dari komoditias ekspor kita sudah masuk dalam kerangka EHP, sedangkan dari sisi impor, komoditi pertanian yang dominan diimpor dari China masih tidak termasuk dalam kerangka EHP. Secara lebih spesifik, jika dikaji lebih dalam nampaknya Indonesia belum mendapatkan manfaat yang berlebih dari kerangka EHP. Sebelum EHP Bilateral, total nilai ekspor produk pangan dan pertanian mencapai USD 2 trilyun atau sebesar 13% total ekspor ke China dan tumbuh rata-rata sebesar 11%/Th. Sejak diimplementasikan EHP tahun 2004, total nilai ekspor pertanian telah mencapai USD 4 trilyun atau sebesar 20 % total ekspor ke China.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa dampak penurunan tariff terhadap produksi, ekspor bersih, PDB dan kesejahteraan menunjukkan hasil yang positif. Dengan demikian jika prasarana dan sarana yang mendukung terciptanya kondisi liberalisasi perdagangan di Indonesia dapat bersifat lebih kondusif, tidak perlu ada kekhawatiran terjadinya dampak negatif akibat liberalisasi perdagangan.

Page 36: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

36

Semangat liberalisasi perdagangan yang ditunjukkan meningkatnya jumlah impor produk pertanian dari negara-negara maju akan memberikan peluang kita untuk merebut pasar, namun dapat juga menjadi ancaman buat Indonesia. Khusus tentang pertanian, Indonesia sebaiknya dapat meningkat terus daya saing untuk produk-produk perkebunan dan perikanan. Juga jangan diabaikan untuk ditingkatkan produktivitas dan efisiensi di usahatani pangan dan pasca panen untuk produk pangan. Itu tampaknya belum tertata dengan baik yang bersinergi dengan liberalisasi perdagangan dengan program kerja departemen teknis.

Seharusnya liberalisasi perdagangan itu dibahas secara detail dengan departemen teknis, yang melibatkan banyak pihak, tidak cukup hanya para birokrat. Departemen teknis seperti Deptan, harus pula memperkuat riset dan tenaga (jumlah dan kualitas) yang ikut dalam negosiasi AFTA. Dokumentasi FTA di Deptan perlu juga ditata dengan baik, tidak tercecer dan terorganisir dengan rapi, walau ada penggantian penjabat/petugas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. ”Posisi Produk Pertanian dalam ASEAN-China Free Trade Area (AC-FTA)”, Modul training Agricultural International Trade Policy, Ciawi 7 Maret 2007.

ASEAN Secretariat, lihat http://www.aseansec.org Basri, F.H. 1991. ”Perkembangan Terbaru Teori Perdagangan Internasional”, Jurnal

Ekonomi Bisnis Indonesia, No. 1 Tahun VI, 1991, Hal. 219 – 245. Baldwin, R. E. and A. J. Venables. 1995. “Regional economic integration,” In G.M. Grossman and K. Rogoff (Eds). Handbook of International Economics. Volume III. North-Holland, Amsterdam. Bhagwati, J. 1971. “Trade-diverting customs unions and welfare improvement: A clarification. Economic Journal 81: 580-587. Chacoliades, M. (1990), “International Economics”, International Edition, McGraw-Hill,

Singapore. Diao,X. , A. Somwaru, and T. Roe. 2001. ”A global analysis of agricultural reform in WTO member,” In M. E. Burfisher (Ed.). Agricultural Policy Reform in WTO--The Road Ahead. Agricultural Economic Report No. 802. ERS-USDA: pp. 25-40. Goode, W. (2003), Dictionary of Trade Policy Terms, Cambridge Univ.Press: Cambridge Husin, Imron. (2004) The Emergence of China : Some Economic Challenges to

Indonesia. Paper Presented in AT10 Research Conference, 3 – 4 February 2004, Tokyo.

Hutabarat, B., M. Husein Sawit, B. Rahmanto, Supriyati, H. J. Purba, A. Setyanto. 2004.

Penyusunan Bahan Advokasi Delegasi Indonesia dalam Perundingan Multilateral. Laporan Akhir Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Page 37: MAKALAH SEMINAR 2007-PERDAGANGAN - Pusat Sosial Ekonomi ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_BHB_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 ... PUSAT ANALISIS

37

Hutabarat, B., M. Husein Sawit, B. Rahmanto, Supriyati, H. J. Purba, A. Setyanto. 2005a. Penyusunan Bahan Advokasi Delegasi Indonesia dalam Perundingan Multilateral. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Hutabarat, B., M. Husein Sawit, H. J. Purba, S. Nuryanti, A. Setiyanto, Juni Hestina.

2005b. Analisis Perubahan dan Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Regional dan Penetapan Modalitas Perjanjian Multilateral. Laporan Akhir Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Kenen, Peter B. 1989. “The International Economy”, 2nd ed, Englewood Cliffs, N.J.,

Prentice-Hall International Inc. Lee, H. and D. van der Mensbrugghe. 2006. Economic Integration, Sectoral Adjustments and Natural Groupings in East Asia. Paper prepared for the 5th APEF Conference on Asia Regionalism. 5-6 July 2006, Korea. http://www.cc.kangwon.ac.kr: diakses 10 Agustus 2006. Lloyd, P.J. and D. MacLaren. 2003. The Case for Free Trade and the Role of RTAs.

Seminar on Regionalism and the WTO. Geneva, 14 November 2003. http://www.wto.org: diakses 12 Juli 2006.

Panagariya, A. 1999a. Preferential Trade Liberalization: The Traditional Theory and

New Developments. Depertment of Economics, University of Maryland, College Park MD 20742. Maryland.

Panagariya, A. 1999b. Regionalim in Trade Policy: Essays in Preferential Trading.

World Scientific, London. Soesastro, H. 2005. “Indonesia’s Role in ASEAN and Its Impact on US-Indonesia Economic Relationship”, Indonesian Quarterly, 33 (4) Sutherland, P., J. Bhagwati, K. Botchwey, N. FitzGerald, K. Hamada, J. H. Jackson, C.

Lafer, and T. de Montbrial. 2004. The Future of WTO: Addresing Institutional Challenges in the New Millennium. http://www.wto.or di akses 8 Agustus 2006.

UNDP . 2005. The Great Maze: regional and bilateral FTAs in Asia, policy paper: Asia-

Pacific Trade and Investment Inisiative UNDP Regional Center in Colombo. Viner, J. 1959. The Customs Union Issues. Carnegie Endowment for International

Peace. New York. WTO. 1999. The Legal Text: The Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations. WTO Cambridge. WTO. 2006. Report by the Chairman of the Trade Negotiations Committee. WTO

News Item. Wonnacott, P. and R. Wonnacott. 1981. Is unilateral tariff reduction preferable to a

customs union? The curious case of missing feoreign tariffs,” American Economic Review 71 (4): 704 - 711.