Upload
dini-qhy
View
2.304
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 1/15
MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
POLIGAMI
oleh :
Winda Krisna Ayundari (0810913057)Zulfaida Zulia (105090100111001)
Roudlotul Jannah (105090100111003)
Dinia Rizqi Dwijayanti (105090100111005)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 2/15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Poligami merupakan permasalahan dalam perkawinan yang paling
banyak diperdebatkan sekaligus controfersial. Poligami ditolak dengan
berbagai macam argumentasi baik yang bersifat normatif, psikologis bahkan
selalu dikaitkan dengan ketidakadilan gender. Para penulis barat sering
mengklaim bahwa poligami adalah bukti bahwa ajaran Islam dalam bidang
perkawinan sangat diskriminatif terhadap perempuan. Poligami
dikampanyekan karena dianggap memiliki sandaran normatif yang tegas dan
dipandang sebagai salah satu alternatif untuk menyelesaikan fenomena
selingkuh dan prostitusi (Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, 2004:
156).
Sebagian dari masyarakat kita kurang atau tidak setuju dengan poligami
dan mereka menentang praktik poligami yang ada sekarang ini, karena efek
negatifnya sangat besar bagi keluarga dan banyak menyakiti kaum perempuan.
Namun, sebagian yang lain menyetujui poligami dengan alasan-alasan
tertentu. Kelompok terakhir ini beralasan bahwa meskipun poligami memiliki
banyak resiko, tetapi bukanlah sesuatu yang dilarang oleh agama, khususnya
Islam.
Terlepas dari pendapat pro dan kontra tentang poligami, yang jelas
masalah poligami menjadi masalah yang menarik untuk didiskusikan. Praktik poligami semakin lama semakin banyak di tengah-tengah masyarakat kita.
Dalam praktiknya, masih banyak di antara kaum poligam belum memenuhi
ketentuan yang ada, baik secara hukum negara maupun hukum agama.
Makalah ini mencoba mengkaji permasalahan poligami tersebut, terutama
bagaimana Islam memandang poligami dan syarat-syarat poligami.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
• Bagaimana Islam memandang poligami?
• Bagaimana syarat diperbolehkannya poligami?
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah :
• Mengetahui pandangan islam tentang poligami
• Mengetahui syarat-syarat poligami
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 3/15
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat di ambi dari bahasan poligami adalah dapat
megetahui makna poligami dalam ajaran agama islam. Menggali lebih dalam
makna poligami dalam islam serta dapat belajar menjadi insan yang arif dan
bijaksana untuk mengargai hidup dan bisa lebih menghargai perasaan
pasangan kita.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Poligami
Poligami memiliki akar sejarah yang panjang dalam perjalanan
peradaban manusia itu sendiri. Sebelum Islam datang ke Jazirah Arab,
poligami merupakan sesuatu yang telah mentradisi bagi masyarakat Arab.Poligami masa itu dapat disebut poligami tak terbatas, bahkan lebih dari itu
tidak ada gagasan keadilan di antara para istri. Suamilah menentukan
sepenuhnya siapa yang ia sukai dan siapa yang ia pilih untuk dimiliki secara
tidak terbatas. Isrti-istri harus menerima takdir mereka tanpa ada usaha
memperoleh keadilan (Asghar Ali Engineer, 2003: 111).
Secara etimologis (lughawi) kata poligami berasal dari bahasa Yunani,
yaitu gabungan dari dua kata: poli atau polus yang berarti banyak dan gamein
dan gamos yang berarti perkawinan. Dengan demikian poligami berarti
perkawinan yang banyak (Nasution, 1996: 84). Secara terminologis(ishthilahi) poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak
memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang
bersamaan (KBBI, 2001: 885). Jika yang memiliki pasangan lebih dari satu
itu seorang suami maka perkawinannya disebut poligini, sedang jika yang
memiliki pasangan lebih dari satu itu seorang istri maka perkawinannya
disebut poliandri. Namun dalam bahasa sehari-hari istilah poligami lebih
populer untuk menunjuk perkawinan seorang suami dengan lebih dari
seorang istri. Lawan dari poligami adalah monogami, yakni sistem
perkawinan yang hanya membolehkan seorang suami memiliki seorang istri
dalam satu waktu.
2.2 Sejarah Poligami
Poligami sudah dipraktikkan umat manusia jauh sebelum Islam datang.
Rasulullah Saw. membatasi poligami sampai empat orang istri. Sebelum
adanya pembatasan ini para sahabat sudah banyak yang mempraktikkan
poligami melebihi dari empat istri, seperti lima istri, sepuluh istri, bahkan
lebih dari itu. Mereka melakukan hal itu sebelum mereka memeluk Islam,
seperti yang dialami oleh Qais bin al-Harits. Ia berkata: “Aku masuk Islam
dan aku mempunyai delapan istri, lalu aku datang kepada Nabi Saw. Dan
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 4/15
menyampaikan hal itu kepada beliau lalu beliau berkata: “Pilih dari mereka
empat orang.” (HR. Ibnu Majah). Hal ini juga dialami oleh Ghailan bin
Salamah al-Tsaqafi ketika memeluk Islam. Ia memiliki sepuluh istri pada
masa Jahiliah yang semuanya juga memeluk Islam. Maka Nabi Saw.
menyuruhnya untuk memilih empat orang dari sepuluh istrinya (HR. al-
Tirmidzi). Jadi poligami sudah lama dipraktikkan oleh umat manusia jauh
sebelum Nabi Muhammad Saw. melakukan poligami. Nabi-nabi sebelum
Muhammad juga banyak yang melakukan poligami, seperti Nabi Daud a.s.,
Nabi Sulaiman a.s., dan begitu juga umatumatnya. Masyarakat Jahiliah dalam
waktu yang cukup lama mentradisikan poligami dalam jumlah yang tidak
terbatas hingga datangnya Islam. Sebagian dari orang Jahiliah ini kemudian
memeluk Islam dan sudah berpoligami, sehingga harus tunduk kepada aturan
Islam yang hanya membatasi poligami sampai empat istri saja.
2.3Poligami Menurut Islam
Hukum Islam secara prinsip tidak mengharamkan (melarang) poligami,
tetapi juga tidak memerintahkan poligami. Artinya, dalam hukum Islam
poligami merupakan suatu lembaga yang ditetapkan sebagai jalan keluar
untuk mengatasi adanya problem tertentu dalam suatu keluarga (rumah
tangga). Sesuai dengan dua prinsip hukum Islam yang pokok, yakni keadilan
dan kemaslahatan, poligami dapat dilakukan ketika terpenuhinya kedua
prinsip tersebut. Poligami harus didasari oleh adanya keinginan bagi
pelakunya untuk mewujudkan kemaslahatan di antara keluarga dan jugamemenuhi persyaratan terwujudnya keadilan di antara suami, para istri, dan
anak-anak mereka. Dengan demikian, jika poligami dilakukan hanya sekedar
untuk pemenuhan nafsu, apalagi hanya sekedar mencari prestasi dan prestise
di tengah-tengah masyarakat yang hedonis dan materialis sekarang, serta
mengabaikan terpenuhinya dua prinsip utama dalam hukum Islam tersebut,
maka tentu saja poligami tidak dibenarkan.
Poligami dalam hukum Islam merupakan suatu solusi bagi sebagian
orang (sedikit) untuk mewujudkan kesempurnaan dalam kehidupan keluarga
yang memang tidak dapat dicapai dengan monogami. Problem ketiadaan anak yang mungkin disebabkan oleh kemandulan seorang istri, ketidakpuasan
seorang suami karena kurangnya pelayanan yang prima dari seorang istri,
atau tujuan-tujuan dakwah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.
merupakan sederetan problem yang barangkali bisa dipecahkan oleh lembaga
poligami ini. Namun yang perlu dicatat, jangan sampai upaya mengatasi
berbagai problem dengan cara poligami malah menimbulkan problem baru
yang lebih besar mafsadatnya daripada problem sebelumnya. Jika hal ini
terjadi tentu poligami bukanlah suatu solusi yang dianjurkan, tetapi
sebaliknya bisa jadi malah dilarang. Kalau kita perhatikan praktik poligami di
tengah-tengah masyarakat kita, dapat kita simpulkan bahwa para poligam
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 5/15
masih banyak yang mengabaikan aturan-aturan poligami sebagaimana di atas.
Kebanyakan dari mereka melakukan poligami hanya karena pemenuhan nafsu
belaka, sehingga mengabaikan prinsip-prinsip pokok dalam hukum Islam,
yakni terwujudnya keadilan dan kemaslahatan. Akibat poligami ini tidak
sedikit para wanita (terutama istri pertamanya) dan anak-anak mereka
menjadi terlantar karena hanya diabaikan begitu saja. Tentu saja hal ini dapat
mengakibatkan perpecahan keluarga yang jauh dari tujuan suci dari lembaga
pernikahan dalam Islam. Namun demikian, di antara mereka juga ada yang
melakukan poligami dengan mengindahkan ketentuan yang
ada, sehingga mereka tetap dalam prinsip untuk mewujudkan keluarga
yang bahagia secara keseluruhan. Golongan yang terakhir ini jumlahnya
sangat sedikit.
2.4 Pandangan Ulama tentang Poligami
Allah Swt. Maha Bijaksana ketika menetapkan aturan poligami,
sehingga tidak ada kesalahan dan cela. Islam tidak menjadikan poligami
sebagai suatu kewajiban bagi lakilaki, sebagaimana tidak pula diwajibkan
bagi perempuan dan keluarganya untuk menerima perkawinan dari laki-laki
yang sudah beristri.
Perlu ditegaskan di sini bahwa tujuan disyariatkannya hukum Islam
adalah untuk kemaslahatan manusia. Dengan prinsip seperti ini, jelaslah
bahwa disyariatkannya poligami juga untuk kemaslahatan manusia. Poligami
bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang baik, bukan semata-mata untuk menyenangkan suami. Dari prinsip ini juga dapat dipahami bahwa jika
poligami itu tidak dapat mewujudkan kemaslahatan, maka poligami tidak
boleh dilakukan. Karena itulah, Islam memberikan aturan-aturan yang dapat
dijadikan dasar untuk pelaksanaan poligami sehingga dapat terwujud
kemaslahatan tersebut.
Para ulama berbeda pendapat mengenai ketentuan poligami, meskipun
dasar pijakan mereka adalah sama, yakni mereka mendasarkan pada satu ayat
dalam al-Quran, yaitu QS. al-Nisa’ (4): 3 seperti di atas. Menurut jumhur
(kebanyakan) ulama ayat di atas turun setelah Perang Uhud selesai, ketika
banyak pejuang Muslim yang gugur menjadi syuhada’ . Sebagai
konsekuensinya banyak anak yatim dan janda yang ditinggal mati ayah atau
suaminya. Hal ini juga berakibat terabaikannya kehidupan mereka terutama
dalam hal pendidikan dan masa depan mereka (Nasution, 1996: 85). Kondisi
inilah yang melatarbelakangi disyariatkannya poligami dalam Islam.
Ibnu Jarir al-Thabari sangat setuju dengan pendapat yang mengatakan
bahwa makna ayat di atas merupakan kekhawatiran tidak mampunya seorang
wali berbuat adil terhadap harta anak yatim. Maka jika sudah khawatir kepada
anak yatim, mestinya juga khawatir terhadap perempuan. Maka janganlah
menikahi mereka kecuali dengan perempuan yang kalian yakin bisa berbuat
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 6/15
adil, satu hingga empat orang. Sebaliknya, jika ada kekhawatiran tidak
sanggup berbuat adil ketika berpoligami, maka cukup menikahi seorang istri
saja (al-Thabari, 1978: 155).
Dalam menafsirkan ayat di atas al-Zamakhsyari mengatakan, kata wa
dalam ayat matsna wa tsulatsa wa ruba’ berfungsi sebagai penjumlahan (li
al-jam’i). Karena itu, menurutnya, perempuan yang boleh dinikahi oleh laki-
laki yang bisa berbuat adil bukan empat, sebagaimana pendapat ulama pada
umumnya, tetapi sembilan (al-Zamakhsyari, 1966, I: 496). Ketika
menjelaskan makna ayat 129 dari surat al-Nisa’ yang berbunyi: ”Dan kamu
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu cenderung
(kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-
katung”, al-Zamakhsyari mengatakan bahwa tuntutan kemampuan berbuat
adil terhadap para istri sesuai dengan kemampuan maksimal, sebab
memaksakan diri dalam melakukan sesuatu di atas kemampuannya perbuatan
zhalim (al-Zamakhsyari, 1966, I: 568). Ketika membahas kata aw ma
malakat aimanukum al-Zamakhsyari mengatakan bahwa untuk halalnya
hubungan seorang tuan dengan budaknya, maka harus dinikahi terlebih
dahulu. Al-Qurthubi sepakat dengan al-Zamakhsyari dalam hal menikahi
budak yang akan digauli oleh tuannya. Namun al-Qurthubi berbeda dengan
al-Zamakhsyari dalam memahami jumlah maksimal perempuan yang
dijadikan istri dalam berpoligami. Al- Qurthubi sepakat dengan apa yang
ditegaskan oleh Nabi Saw. ketika menyuruh sahabat untuk menyisakanistrinya maksimal empat orang. Dengan demikian, menurut al- Qurthubi
jumlah maksimal istri bagi suami yang berpoligami adalah empat orang (al-
Qurthubi, 1967: 17).
Al-Syaukani menyebutkan, bahwa sebab turunnya ayat al-Nisa’: 3
berhubungan dengan kebiasaan orang-orang Arab pra-Islam. Di antara
kebiasaan mereka adalah para wali yang ingin menikahi anak yatim tidak
memberikan mahar yang jumlahnya sama dengan mahar yang diberikan
kepada perempuan lain. Karena itu, kalau tidak bisa memberikan mahar yang
sama antara yang perempuan yang yatim dan non-yatim, Allah menyuruh
untuk menikahi perempuan yang non-yatim saja maksimal empat orang
dengan syarat dapat berbuat adil. Jika tidak dapat berbuat adil, maka cukup
satu saja. Al-Syaukani juga menegaskan bahwa menikahi wanita lebih dari
empat orang hukumnya haram karena bertentangan dengan sunnah Nabi dan
bertentangan dengan pemahaman bahasa Arab yang umum (al-Syaukani,
1973: 420). Ketika menafsirkan ayat aw ma malakat aimanukum al- Syaukani
menyatakan, untuk menjadikan budak sebagai istri tidak diharuskan
menikahinya, karena budak disamakan dengan harta milik. Dalam
menafsirkan QS. al-Nisa’: 129, sebagaimana umumnya para ahli tafsir, al-
Syaukani menegaskan, bagaimanapun usaha untuk berbuat adil, manusia
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 7/15
tidak akan mampu, lebih-lebih kalau dihubungkan dengan kemampuan
membagi di bidang nonmateri. Karena itu, Allah melarang untuk condong
kepada salah satu yang mengakibatkan yang lain menjadi terlantar. Dengan
kata lain, harus ada upaya maksimal dari seorang suami untuk dapat berbuat
adil kepada para istrinya ketika berpoligami (al-Syaukani, 1973: 521).
Al-Maraghi menyatakan dalam kitab tafsirnya bahwa kebolehan
poligami adalah kebolehan yang dipersulit dan diperketat. Menurutnya,
poligami diperbolehkan dalam keadaan darurat yang hanya dapat dilakukan
oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkan. Dia kemudian mencatat
kaidah fiqhiyah “dar’u al-mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al-mashalih”
(menolak yang berbahaya harus didahulukan daripada mengambil yang
bermanfaat). Catatan ini dimaksudkan untuk menunjukkan betapa pentingnya
untuk berhati-hati dalam melakukan poligami. Alasan yang membolehkan
poligami, menurut al- Maraghi, adalah 1) karena istri mandul sementara
keduanya atau salah satunya sangat mengharapkan keturunan; 2) apabila
suami memiliki kemampuan seks yang tinggi sementara istri tidak mampu
meladeni sesuai dengan kebutuhannya; 3) jika suami memiliki harta yang
banyak untuk membiayai segala kepentingan keluarga, mulai dari
kepentingan istri sampai kepentingan anak-anak; dan 4) jika jumlah
perempuan melebihi jumlah laki-laki yang bisa jadi dikarenakan perang. Atau
banyaknya anak yatim dan janda sebagai akibat perang juga membolehkan
dilakukannya poligami (al-Maraghi, 1969, IV: 181-182). Al-Maraghi juga
menegaskan hikmah pernikahan poligami yang dilakukan Nabi MuhammadSaw. yang menurutnya ditujukan untuk syiar Islam. Sebab jika tujuannya
untuk pemuasan nafsu seksual, tentu Nabi akan memilih perempuan-
perempuan cantik dan yang masih gadis. Sejarah membuktikan bahwa yang
dinikahi Nabi semuanya janda kecuali ‘Aisyah. Terkait dengan QS. al-Nisa’:
129 al-Maraghi mencatat, yang terpenting harus ada upaya maksimal untuk
berbuat adil. Adapun di luar kemampuan manusia, bukanlah suatu yang harus
dilakukan (al-Maraghi, 1969, V: 173).
Sayyid Qutub memandang poligami sebagai suatu perbuatan rukhshat.
Karena itu, poligami hanya bisa dilakukan dalam keadaan darurat yang benar-
benar mendesak. Kebolehan ini pun masih disyaratkan adanya sikap adil
kepada para istri. Keadilan yang dituntut di sini termasuk dalam bidang
nafkah, muamalah, pergaulan, serta giliran tidur malam. Bagi suami yang
tidak mampu berbuat adil, maka cukup seorang istri saja (Sayyid Qutub,
1966, IV: 236). Ameer Ali juga berpendapat sama seperti Sayyid Qutub (Ali,
1922: 229). Sedang Fazlur Rahman mengatakan, kebolehan poligami
merupakan satu pengecualian karena keadaan tertentu. Sebab kenyataannya,
kebolehan itu muncul ketika terjadi perang yang mengakibatkan banyaknya
anak yatim dan janda (Nasution, 1996: 101). Muhammad Abduh bahkan
berkesimpulan bahwa poligami tidak diperbolehkan (haram). Poligami hanya
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 8/15
mungkin dilakukan seorang suami dalam keadaan tertentu, misalnya
ketidakmampuan seorang istri untuk mengandung atau melahirkan. Dengan
mengutip QS. al-Nisa’(4): 3, Abduh mencatat, Islam memang membolehkan
poligami tetapi dituntut dengan keharusan mampu meladeni istri dengan adil.
Abduh akhirnya sampai pada satu kesimpulan bahwa pada prinsipnya
pernikahan dalam Islam itu monogami (Nasution, 1996: 103). Muhammad
Rasyid Ridha sependapat dengan gurunya, Muhammad Abduh, mengenai
haramnya berpoligami, jika suami tidak mampu berbuat adil kepada istri-
istrinya (Nasution, 1996: 104). Sementara itu Abdul Halim Abu Syuqqah
(1997, 5: 390) menguraikan faktor-faktor yang dapat mendorong
dilakukannya poligami, yakni: 1) memecahkan problema keluarga, seperti
istri mandul, terdapat cacat fisik, dan istri menderita sakit yang
berkepanjangan; 2) memenuhi kebutuhan yang mendesak bagi suami, seperti
seringnya bepergian dalam waktu yang lama dan sulit disertai oleh istrinya
karena sibuk mengasuh anak-anak atau karena sebab lain; 3) hendak
melakukan perbuatan yang baik terhadap perempuan salih yang tidak ada
yang memeliharanya, misalnya perempuan itu sudah tua, karena memelihara
anak-anak yatim, atau sebab-sebab lainnya; dan 4) ingin menambah
kesenangan karena kesehatannya prima dan kuat ekonominya. Semua faktor
ini harus dipenuhi oleh suami yang berpoligami ditambah persyaratkan dapat
berlaku adil, mampu memberi nafkah kepada istri-istri dan anak-anaknya, dan
mampu memelihara istri-istri dan anak-anaknya dengan baik (Abu Syuqqah,
1997, 5: 388).
2.5Hukum Poligami
Hukum poligami (menikah lebih dari satu istri) bagi lelaki yang mampu
dan tidak ada kekhawatiran akan terjerumus dalam perbuatan zhalim. Yang
demikian itu dibolehkan karena mengandung banyak maslahat di dalam
memelihara kesucian kehormatan, kesucian kehormatan wanita-wanita yang
dinikahi itu sendiri dan berbuat ihsan kepada mereka, memperbanyak
keturunan yang dengannya ummat Islam akan menjadi banyak dan makin
banyak pula orang yang menyembah Allah swt semata. Dalil poligami iniadalah firman Allah Swt. :
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 9/15
Rasulullah Saw. pun mengawini lebih dari satu istri, dan Allah Swt.
berfirman:
Rasulullah saw pun bersabda setelah ada beberapa orang sahabat yang
mengatakan: “ Aku akan selalu shalat malam dan tidak akan tidur .” Yang satu
lagi berkata: “ Aku akan terus berpuasa dan tidak akan berbuka.” Yang satu
lagi berkata: “ Aku tidak akan mengawini wanita.” Ketika ucapan itu sampai
kepada Nabi Saw., beliau langsung berpidato di hadapan para sahabatnya,
seraya memuji Allah Swt., kemudian beliau bersabda :
Berpoligami itu mengandung banyak maslahat yang sangat besar bagi
kaum laki-laki, kaum wanita dan Ummat Islam secara keseluruhan. Sebab,
dengan berpoligami dapat dicapai oleh semua pihak tunduknya pandangan
(Ghadhdhul bashar), terpeliharanya kehormatan, keturunan yang banyak,
lelaki dapat berbuat banyak untuk kemaslahatan dan kebaikan para istri dan
melindungi mereka dari berbagai faktor penyebab keburukan dan
penyimpangan. Tetapi orang yang tidak mampu berpoligami dan takut kalau
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 10/15
tidak dapat berlaku adil, maka hendaknya cukup kawin dengan satu istri saja,
karena Allah swt berfirman:
2.6 Syarat – Syarat Poligami
Menurut pasal 5 UU Perkawinan menetapkan syarat-syarat poligami
sebagai berikut :
• Adanya persetujuan dari istri/istri-istri
• Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak mereka
• Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan
anak-anak mereka
Selain UU pasal 5 tentang perkawinan, syarat-syarat lain yang berkaitan
dengan poligami antara lain adalah :
1.Membatasi jumlah istri yang akan dikahwininya.
Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya,
"Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari
perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat." (Al-Qur'an, Surat an-
Nisa’ ayat 3)
Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahawa Allah telah
menetapkan seseorang itu berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang
istri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristri satu, boleh dua, tiga atau
empat saja.
Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka
dengan perempuan agar tidak berbuat sesuka hatinya. Di samping itu,
dengan pembatasan empat orang istri, diharapkan jangan sampai ada lelaki
yang tidak menemukan istri atau ada pula wanita yang tidak menemukansuami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang istri saja, maka
akan banyak wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari
empat, mungkin terjadi banyak lelaki tidak memperolehi istri.
2.Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih
ada tali persaudaraan menjadi istrinya.
Misalnya, berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak
saudara dengan emak saudara baik sebelah ayah mahupun ibu. Tujuan
pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota
keluarga. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya kalau kamu berbuat
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 11/15
yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di
antara sesama kamu." (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)
Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah Saw. juga
memperkuatkan larangan ini, “ Bahawa Urnmu Habibah (istri Rasulullah)
mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab;
"Sesungguhnya dia tidak halal untukku." (Hadis riwayat Bukhari dan
Nasa'i)
Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk
agama Islam, beliau memberitahu kepada Rasulullah bahawa beliau
mempunyai istri yang kakak beradik. Maka Rasulullah menyuruhnya
memilih salah seorang di antara mereka dan menceraikan yang satunya
lagi. Jadi telah disepakati tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik
ini di dalam Islam.
3. Disyaratkan pula berlaku adil
Sebagaimana yang difirmankan Allah Swt., "Kemudian jika kamu
bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara istri-istri kamu), maka
(kahwinlah dengan) seorang saja, atau (pakailah) hamba-hamba
perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk
mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman." (Al-Qur'an, Surat
an-Nisa’ ayat 3)
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap
adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalausampai empat orang istri, cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau itupun
masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua saja. Dan kalau dua itu pun
masih khuatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan
seorang saja.
Para mufassirin berpendapat bahawa berlaku adil itu wajib. Adil di
sini bukanlah bererti hanya adil terhadap para istri saja, tetapi
mengandungi erti berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang
suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a) Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami
kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat
memelihara beberapa orang istri. Apabila dia tetap berpoligami, ini
bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian
adalah tidak adil.
b) Adil di antara para istri.
Setiap istri berhak mendapatkan hak masing-masing dari
suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan,
pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah
kepada setiap suami. Adil di antara istri-istri ini hukumnya wajib,
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 12/15
berdasarkan firman Allah dalam Surat an-Nisa’ ayat 3 dan juga
sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Barangsiapa yang mempunyai dua istri, lalu dia cenderung kepada
salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka
berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan
pinggangnya miring hampir jatuh sebelah." (Hadis riwayat Ahmad
bin Hanbal)
c) Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak
mengurangi nafkah dari salah seorang istrinya dengan alasan bahawa
si istri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali kalau si istri itu
rela. Suami memang boleh menganjurkan istrinya untuk membantu
dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih
kepada seorang istri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan
sebab-sebab tertentu. Misalnya, si istri tersebut sakit dan memerlukan
biaya rawatan sebagai tambahan.
Prinsip adil ini tidak ada perbezaannya antara gadis dan janda,
istri lama atau istri baru, istri yang masih muda atau yang sudah tua,
yang cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidikan tinggi atau
yang buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sihat, yang
mandul atau yang dapat melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak
yang sama sebagai istri.
d) Adil dalam menyediakan tempat tinggal.Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahawa suami
bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk
tiap-tiap istri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami.
Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan
e) Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan
perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari
seorang ayah.
Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak
membeza-bezakan antara anak si anu dengan anak si anu. Berlaku adil
dalam soal nafkah anak-anak mestilah diperhatikan bahawa nafkah
anak yang masih kecil berbeza dengan anak yang sudah besar. Anak-
anak perempuan berbeza pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari
ibu yang mana, kesemuanya mereka berhak memiliki kasih sayang
serta perhatian yang seksama dari bapa mereka. Jangan sampai
mereka diterlantarkan kerana kecenderungan si bapa pada salah
seorang istri serta anak-anaknya saja.
Keadilan juga sangat dituntut oleh Islam agar dengan demikian si
suami terpelihara dari sikap curang yang dapat merosakkan
rumahtangganya. Seterusnya, diharapkan pula dapat memelihara dari
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 13/15
terjadinya cerai-berai di antara anak-anak serta menghindarkan rasa
dendam di antara sesama istri.
Sesungguhnya kalau diperhatikan tuntutan syarak dalam hal
menegakkan keadilan antara para istri, nyatalah bahawa sukar sekali
didapati orang yang sanggup menegakkan keadilan itu dengan
sewajarnya. Bersikap adil dalam hal-hal menzahirkan cinta dan kasih
sayang terhadap istri-istri, adalah satu tanggungjawab yang sangat
berat. Walau bagaimanapun, ia termasuk perkara yang berada dalam
kemampuan manusia. Lain halnya dengan berlaku adil dalam soal
kasih sayang, kecenderungan hati dan perkara-perkara yang manusia
tidak berkesanggupan melakukannya, mengikut tabiat semulajadi
manusia.
Hal ini sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah dalam
Surat an-Nisa’ ayat 129, "Dan kamu tidak sekali-kali akan sanggupberlaku adil di antara istri-istri kamu sekalipun kamu bersungguh-
sungguh (hendak melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung
dengan melampau-lampau (berat sebelah kepada istri yang kamu
sayangi) sehingga kamu biarkan istri yang lain seperti benda yang
tergantung (di awang-awang)."
Selanjutnya Siti 'Aisyah (r.a.) menerangkan, “ Bahawa Rasulullah
Saw. selalu berlaku adil dalam mengadakan pembahagian antara
istri-istrinya. Dan beliau berkata dalam doanya: "Ya Allah, inilah
kemampuanku membahagi apa yang ada dalam milikku. Ya Allah, janganlah aku dimarahi dalam membahagi apa yang menjadi milikku
dan apa yang bukan milikku."
Menurut Prof. Dr. Syeikh Mahmoud Syaltout; "Keadilan yang
dijadikan syarat diperbolehkan poligami berdasarkan ayat 3 Surat an-
Nisa’. Kemudian pada ayat 129 Surat an-Nisa’ pula menyatakan
bahawa keadilan itu tidak mungkin dapat dipenuhi atau dilakukan.
Sebenamya yang dimaksudkan oleh kedua ayat di atas ialah keadilan
yang dikehendaki itu bukanlah keadilan yang menyempitkan dada
kamu sehingga kamu merasakan keberatan yang sangat terhadap
poligami yang dihalalkan oleh Allah. Hanya saja yang dikehendaki
ialah jangan sampai kamu cenderung sepenuh-penuhnya kepada salah
seorang saja di antara para istri kamu itu, lalu kamu tinggalkan yang
lain seperti tergantung-gantung."
Kemudian Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shidieqy pula menerangkan;
"Orang yang boleh beristri dua ialah yang percaya benar akan dirinya
dapat berlaku adil, yang sedikit pun tidak akan ada keraguannya. Jika
dia ragu, cukuplah seorang saja." "Adil yang dimaksudkan di sini
ialah 'kecondongan hati'. Dan ini tentu amat sulit untuk dilakukan,
sehingga poligami adalah suatu hal yang sukar untuk dicapai.
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 14/15
Jelasnya, poligami itu diperbolehkan secara darurat bagi orang yang
benar-benar percaya dapat berlaku adil." Selanjutnya beliau
menegaskan, jangan sampai si suami membiarkan salah seorang
istrinya terkatung-katung, digantung tak bertali. Hendaklah
disingkirkan sikap condong kepada salah seorang istri yang
menyebabkan seorang lagi kecewa. Adapun condong yang dimaafkan
hanyalah condong yang tidak dapat dilepaskan oleh setiap individu
darinya, iaitu condong hati kepada salah seorangnya yang tidak
membawa kepada mengurangkan hak yang seorang lagi.
Afif Ab. Fattah Tabbarah dalam bukunya Ruhuddinil Islami
mengatakan; "Makna adil di dalam ayat tersebut ialah persamaan;
yang dikehendaki ialah persamaan dalam hal pergaulan yang bersifat
lahir seperti memberi nafkah, tempat tinggal, tempat tidur, dan
layanan yang baik, juga dalam hal menunaikan tanggungjawab
sebagai suami istri."
4. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan istri mahupun anak-anak.
Jadi, suami mesti yakin bahawa perkahwinannya yang baru ini tidak
akan menjejaskan serta merosakkan kehidupan istri serta anak-anaknya.
Kerana, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga
kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan
baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.
5. Berkuasa menanggung nafkah.
Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah zahir,
sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda, "Wahai sekalian pemuda, sesiapa
di antara kamu yang berkuasa mengeluarkan nafkah, maka hendaklah
kamu berkahwin. Dan sesiapa yang tidak berkuasa, hendaklah berpuasa."
Hadis di atas menunjukkan bahawa Rasulullah Saw. menyuruh
setiap kaum lelaki supaya berkahwin tetapi dengan syarat sanggup
mengeluarkan nafkah kepada istrinya. Andaikan mereka tidak
berkemampuan, maka tidak digalakkan berkahwin walaupun dia seorang
yang sihat zahir serta batinnya. Oleh itu, untuk menahan nafsu seksnya,
dianjurkan agar berpuasa. Jadi, kalau seorang istri saja sudah kepayahan
untuk memberi nafkah, sudah tentulah Islam melarang orang yang
demikian itu berpoligami. Memberi nafkah kepada istri adalah wajib
sebaik saja berlakunya suatu perkahwinan, ketika suami telah memiliki
istri secara mutlak. Begitu juga si istri wajib mematuhi serta memberikan
perkhidmatan yang diperlukan dalam pergaulan sehari-hari.
5/11/2018 Makalah Poligami Kelompok 9 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-poligami-kelompok-9 15/15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau
menikahi beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Hukum
perkawinan dalam Islam membolehkan bagi seorang suami melakukan
poligami dengan syarat yakin atau menduga kuat mampu berlaku adil
terhadap istri-istrinya, sebagaimana yang di isyaratkan oleh kata kunci 3 surat
al-Nisa’: “Maka jika kamu takut tidak akan mampu berlaku adil, maka
kawinlah seorang istri saja”. Kebolehan poligami ini bukan anjuran tetapi
salah satu solusi yang diberikan dalam kondisi khusus kepada mereka (suami)
yang sangat membutuhkan dan memenuhi syarat tertentu. Artinya, dalam
hukum Islam poligami merupakan suatu lembaga yang ditetapkan sebagai
jalan keluar untuk mengatasi adanya problem tertentu dalam suatu keluarga
(rumah tangga). Menurut pasal 5 UU Perkawinan menetapkan syarat-syarat
poligami sebagai berikut adanya persetujuan dari istri/istri-istri, adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-
istri dan anak-anak mereka, adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qurthubi. 1967. Al-Jami’ li al-Ahkam al-Qur’an. Kairo: Dar al-Kitab
al-‘Arabiyyah. Jilid V
Al-Syaukani. 1973. Fath al-Qadir: al-Jami’ Bain Fann al-Riwayah wa al-
Dirayah min ‘Ilm al-Tafsir. Beirut: Dar al-Fikr. Jilid I
Al-Thabari, Ibnu Jarir. 1978. Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an. Beirut: Dar al-
Fikr. Jilid IV
Muchtar, Kamal, 1974, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta;
Bulan Bintang. Marzuki. 1996. “Beberapa Aspek Hukum Perkawinan Islam
di Indonesia, Mesir, dan Pakistan: Suatu Studi Perbandingan”. Tesis S-2 di
Program Pascasarjana IAIN Syarif. Hidayatullah Jakarta
Nasution, Khoiruddin, 1996, Riba dan Poligami; Sebuah Studi atas Pemikiran
Muhammad Abduh, Jakarta; Pustaka Pelajar
Nurudin, Amiur dan Tarigan, Ahmad Azhari, 2004, Hukum Perdata di Indonesia,
Jakarta; Pernada Media