30
1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Perpindahan kalor konveksi adalah salah satu mekanisme perpindahan kalor yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Perpindahan kalor konveksi terjadi karena adanya gradien suhu, namun mekanismenya sedikit berbeda dengan perpindahan kalor konduksi yang juga terjadi akibat adanya gradien suhu. Peristiwa konveksi dapat dibagi menjadi dua, yakni konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi alami dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yang nantinya dapat mempengaruhi nilai laju kalor. Dalam konveksi alami, sejumlah bilangan-bilangan tak berdimensi diperkenalkan dan digunakan untuk mempermudah analisis laju kalor. Konveksi alami juga dapat kita amati langsung fenomenanya dalam kehidupan sehari-hari, seperti pengaruh konveksi pada cuaca, iklim, dan curah hujan di dunia. Sedangkan untuk aplikasi konveksi paksa, dapat kita amati pada alat penukar kalor ( heat exchanger). APK adalah salah satu peralatan penting yang digunakan pada hampir seluruh industri. Selama penggunaannya di industri, alat ini pun tak lepas dari permasalahan yang kerap kali ditimbulkannya. Masalah korosi dan pembentukan kerak adalah masalah yang sering dijumpai pada unit APK. Munculnya permasalahan ini diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain: desain, temperatur operasi, laju alir, pemilihan material, jenis dan dosis inhibitor korosi anti kerak yang kurang tepat. Oleh karena itu, unit lingkungan perlu dipelihara seoptimal mungkin untuk memperpanjang umur pelayanannya. II. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan konveksi alami? 2. Apa saja perbedaan antara konveksi alami dan paksa? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi laju kalor dalam konveksi alami? 4. Persamaan apa yang digunakan untuk menganalisis konveksi alami? 5. Bilangan-bilangan tak berdimensi apa saja yang digunakan dalam analisis konveksi alami? 6. Apa kaitan konveksi alami dengan curah hujan dan pemanasan global? 7. Apakah yang dimaksud dengan alat penukar kalor? 8. Bagaimanakah prinsip kerja alat penukar kalor? 9. Apa saja komponen penyusun alat penukar kalor? 10. Apa saja jenis-jenis alat penukar kalor? 11. Fenomena-fenomena apa saja yang dapat terjadi pada alat penukar kalor? 12. Parameter apa sajakah yang diperlukan untuk mengetahui kinerja suatu alat penukar kalor? III. Informasi yang Diperlukan 1. Konsep perpindahan kalor konveksi alamiah 2. Konsep perpindahan kalor konveksi paksa 3. Jenis-jenis APK 4. Fouling factor 5. LMTD dan metode NTU-efektivitas

Makalah PK Konveksi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Perpindahan Kalor Pemicu 3 dan 4 (Konveksi Alamiah dan Paksa)

Citation preview

Page 1: Makalah PK Konveksi

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Perpindahan kalor konveksi adalah salah satu mekanisme perpindahan kalor yang terjadi

dalam kehidupan sehari-hari. Perpindahan kalor konveksi terjadi karena adanya gradien suhu,

namun mekanismenya sedikit berbeda dengan perpindahan kalor konduksi yang juga terjadi

akibat adanya gradien suhu. Peristiwa konveksi dapat dibagi menjadi dua, yakni konveksi alami

dan konveksi paksa.

Konveksi alami dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yang nantinya dapat

mempengaruhi nilai laju kalor. Dalam konveksi alami, sejumlah bilangan-bilangan tak berdimensi

diperkenalkan dan digunakan untuk mempermudah analisis laju kalor. Konveksi alami juga dapat

kita amati langsung fenomenanya dalam kehidupan sehari-hari, seperti pengaruh konveksi pada

cuaca, iklim, dan curah hujan di dunia.

Sedangkan untuk aplikasi konveksi paksa, dapat kita amati pada alat penukar kalor (heat

exchanger). APK adalah salah satu peralatan penting yang digunakan pada hampir seluruh

industri. Selama penggunaannya di industri, alat ini pun tak lepas dari permasalahan yang kerap

kali ditimbulkannya. Masalah korosi dan pembentukan kerak adalah masalah yang sering dijumpai

pada unit APK. Munculnya permasalahan ini diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain: desain,

temperatur operasi, laju alir, pemilihan material, jenis dan dosis inhibitor korosi anti kerak yang

kurang tepat. Oleh karena itu, unit lingkungan perlu dipelihara seoptimal mungkin untuk

memperpanjang umur pelayanannya.

II. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan konveksi alami?

2. Apa saja perbedaan antara konveksi alami dan paksa?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi laju kalor dalam konveksi alami?

4. Persamaan apa yang digunakan untuk menganalisis konveksi alami?

5. Bilangan-bilangan tak berdimensi apa saja yang digunakan dalam analisis konveksi alami?

6. Apa kaitan konveksi alami dengan curah hujan dan pemanasan global?

7. Apakah yang dimaksud dengan alat penukar kalor?

8. Bagaimanakah prinsip kerja alat penukar kalor?

9. Apa saja komponen penyusun alat penukar kalor?

10. Apa saja jenis-jenis alat penukar kalor?

11. Fenomena-fenomena apa saja yang dapat terjadi pada alat penukar kalor?

12. Parameter apa sajakah yang diperlukan untuk mengetahui kinerja suatu alat penukar kalor?

III. Informasi yang Diperlukan

1. Konsep perpindahan kalor konveksi alamiah

2. Konsep perpindahan kalor konveksi paksa

3. Jenis-jenis APK

4. Fouling factor

5. LMTD dan metode NTU-efektivitas

Page 2: Makalah PK Konveksi

2

BAB II

JAWABAN PERTANYAAN

A. PEMICU III : KONVEKSI ALAMIAH

Tugas 1

1. Dapatkah anda menjelaskan, proses konveksi seperti apakah yang terjadi sebagai akibat

adanya pemanasan global?

Seperti kita ketahui, pemanasan global adalah peristiwa peningkatan suhu rata-rata

bumi akibat efek rumah kaca. Gas-gas rumah kaca menyebabkan panas matahari terperangkap

dan tidak bisa dipantulkan kembali ke atmosfer sehingga otomatis suhu bumi menjadi lebih

panas. Sedangkan proses konveksi sendiri terjadi saat udara mengalir dari daerah yang

bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah. Selama proses konveksi, udara yang

panas akan bergerak ke atas akibat pemanasan udara oleh matahari yang mengakibatkan udara

memuai sehingga udara menjadi lebih ringan dan bergerak ke atas, sedangkan udara yang

dingin akan bergerak ke bawah karena menyusut.

Nah, kalau temperatur meningkat akibat pemanasan global, maka tentu laju proses

konveksi semakin meningkat pula yang dapat berimbas pada perubahan dan ketidakstabilan

cuaca dan iklim.

2. Bagaimana anda menghubungkan proses konveksi yang terjadi di atmosfer saat ini

dengan tingginya curah hujan di Indonesia?

Pemanasan global di belahan bumi utara mengakibatkan es di kutub utara mencair

sehingga tinggi dan volume air laut meningkat, sehingga air laut yang menguap akibat proses

konveksi di lautan meningkat pula jumlahnya. Makin banyak uap, makin banyak awan

terbentuk → makin banyak hujan. Belum lagi ada perbedaan suhu antara belahan bumi utara

dan selatan, angin/udara bergerak dari tempat yang bersuhu tinggi ke suhu rendah. Angin

pasat → bergerak dari belahan bumi utara ke selatan melewati samudera luas, jadi membawa

banyak uap air, Indonesia ada di tengah di khatulistiwa. Belum lagi Indonesia sendiri memang

negara kepulauan yang dikelilingi lautan. Itulah mengapa curah hujan di Indonesia tinggi.

3. Apa yang anda ketahui tentang perpindahan kalor konveksi? Batasan apa yang harus

dipenuhi agar suatu proses perpindahan kalor bisa dikatakan terjadi secara konveksi

alami?

Perpindahan kalor konveksi terjadi akibat adanya perbedaan suhu, dimana kalor

berpindah dari tempat yang bersuhu lebih tinggi ke tempat yang bersuhu lebih rendah.

Perpindahan kalor secara konveksi dan konduksi sama-sama membutuhkan medium, tetapi

dalam konveksi, aliran kalor juga melibatkan pergerakan fluida.

Konveksi dapat terjadi secara alamiah maupun paksa. Suatu konveksi dikatakan

terjadi secara alami apabila aliran kalor terjadi akibat adanya sebab alami, bukan akibat

adanya gaya paksa dari luar. Contoh dari sebab alami ini adalah buoyancy force atau gaya

apung, yang timbul akibat adanya perbedaan densitas pada fluida setelah menerima kalor.

Jadi, batasan agar proses perpindahan kalor dikatakan konveksi alami, antara lain :

Fluida berubah densitasnya karena proses pemanasan atau pendinginan.

Page 3: Makalah PK Konveksi

3

Apabila fluida di dekat permukaan padat berkurang kerapatannya akibat proses

pemanasan maka fluida di daerah tersebut akan naik karena mempunyai gaya apung

(bouyancy force) sehingga menghasilkan suatu sirkulasi.

Fluida mengalami suatu gaya dari luar yaitu gaya gravitasi.

Sedangkan batasan yang membedakan konveksi alami dan konveksi paksa adalah :

Nilai koefisien konveksi alami (h) biasanya sangat kecil karena dipengaruhi

kecepatan fluida sebagai medium perpindahan panas yang umumnya sangat

kecil.

Pada kondisi yang sama. Jumlah kalor yang dipindahkan konveksi alami lebih

sedikit dibandingkan konveksi paksa.

4. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang buoyancy force dan body force? Bagaimana

kedua gaya tersebut dapat mempengaruhi pergerakan fluida pada perpindahan kalor

konveksi alami?

Gerakan fluida dalam konveksi bebas, baik fluida itu gas maupun zat cair, terjadi

karena gaya apung (bouyancy force) yang dialaminya. Gaya apung (bouyancy force) dari

suatu fluida ialah gaya angkat yang dialami suatu fluida apabila densitas fluida di dekat

permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apung itu

tidak akan terjadi jika fluida tidak mengalami sesuatu gaya dari luar seperti gaya gravitasi atau

gaya sentrifugal pada mesin rotasi, yang mengakibatkan arus konveksi. Jadi, jika densitas

fluida di dekat permukaan dinding berkurang, maka fluida akan bergerak ke atas membawa

kalor, dan digantikan dengan fluida di atasnya yang densitasnya lebih besar. Densitas fluida

ini juga akan berkurang akibat pemanasan, kemudian bergerak ke atas membawa kalor. Dan

fluida berikutnya yang densitasnya lebih besar bergerak ke permukaan dinding, begitu

seterusnya. Gaya apung yang menyebabkan arus konveksi-bebas disebut gaya badan (body

force).

5. Jelaskan tentang Analisis Lapisan Batas! Bagaimana analisis tersebut dapat membantu

penyelesaian permasalahan perpindahan kalor konveksi?

Konsep lapisan batas pertama kali dikemukakan oleh Ludwig Prandtl, seorang ahli

aerodinamika Jerman. Analisis gerak aliran fluida umumnya dapat dibagi menjadi dua bagian,

yaitu daerah di mana pengaruh gaya gesekan besar dan daerah tanpa pengaruh gesekan. Pada

aliran fluida bergesekan, pengaruh gesekan akan menimbulkan lapisan batas. Lapisan batas

adalah daerah yang melingkupi permukaan aliran, di mana tepat di bawah lapisan batas

terdapat hambatan akibat pengaruh gesekan atau viskositas fluida dan tepat di atas lapisan

batas aliran fluida adalah tanpa hambatan. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari konsep

lapisan batas untuk menganalisis pengaruh hambatan fluida.

Gambar 1. Lapisan Batas Termal pada Plat Isotermal

(Sumber : Incropera & De Witt, 2007)

Page 4: Makalah PK Konveksi

4

Lapisan Batas Laminar pada Plat Rata

Gambar 2. Lapisan Batas Laminar pada Plat Rata

(Sumber : Holman, 1988)

Dalam menganalisis lapisan batas laminar pada plat rata seperti pada gambar di

atas, didapatkan persamaan momentum fluida secara lengkap sebagai berikut :

(1-1)

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa dalam menganalisis suatu aliran, terdapat

pengaruh gaya gesek dan gaya tekan yang ditunjukan pada dua suku di dalam ruas kiri

persamaan di atas. Dalam persamaan tersebut ditunjukan pengaruh kecepatan di dalam

lapisan batas dan kecepatan di luar lapisan batas . Dengan memasukkan kondisi

batas, didapatkan hubungan di antara kedua kecepatan tersebut.

(2-1)

Dari persamaan tersebut didapatkan hubungan antara ketebalan lapisan batas dengan suatu

posisi secara horizontal dari profil kecepatan yang ingin ditinjau.

(3-1)

Lapisan Batas Termal

Lapisan batas termal merupakan daerah di mana terdapat gradien suhu dalam

aliran. Dalam menganalisis sistem ini kita akan menggunakan persamaan konduksi dan

konveksi seperti yang telah dipelajari sebelumnya.

(4-1)

Dalam mempelajari teori perpindahan kalor konveksi terdapat sebuah bilangan tak

berdimensi yang dapat membantu menyelesaikan berbagai permasalahan perpindahan

kalor secara konveksi yang disebut dengan angka Nusselt.

(5-1)

Pada kondisi sistem di mana terdapat suatu plat yang sedang dialiri fluida

dipanaskan pada suhu tertentu, maka perpindahan kalornya dapat dianalisis menggunakan

angka Nusselt sebagai berikut.

Page 5: Makalah PK Konveksi

5

(6-1)

Dimana menunjukan posisi di mana proses pemanasan dimulai. Persamaan di atas

berlaku jika . Jika , maka rumus di atas menjadi

(7-1)

Dengan mensubstitusikan kedua persamaan di atas, akan didapatkan nilai koefisien

perpindahan kalor pada posisi tertentu, . Setelah itu dapat dihitung nilai koefisien

perpindahan kalor disepanjang sistem atau plat dengan hubungan :

(8-1)

Analisis di atas didasarkan pada sifat yang dievaluasi dari suhu film, yaitu suhu rata-rata

antara dinding dan aliran bebas.

(9-1)

Pada kasus fluks kalor tetap, angka Nusselt adalah sebagai berikut.

(10-1)

Di mana beda suhu rata-rata adalah

(11-1)

Persamaan angka Nusselt tersebut berlaku untuk . Jika , maka

rumus di atas menjadi

(12-1)

Dengan sifat-sifat fluida dihitung dari suhu film.

Lapisan Batas Turbulen

Serupa dengan analisis lapisan laminer, dalam lapisan turbulen didapatkan angka

Nusselt sebagai berikut.

(13-1)

Pada sistem fluks kalor tetap didapatkan.

(14-1)

Di mana besarnya angka Nusselt hanya berbeda 4 persen dari rumus sebelumnya.

Page 6: Makalah PK Konveksi

6

Tebal Lapisan Batas Turbulen

Pada saat aliran sudah sepenuhnya berkembang (sepenuhnya turbulen) adalah

sebagai berikut.

(15-1)

Sedangkan untuk lapisan batas yang mengikuti pola laminer sampai Re = 5 x 105

dan

menjadi turbulen setelahnya, maka

(16-1)

Kedua persamaan diatas berlaku untuk daerah .

Penyelesaian permasalahan perpindahan kalor konveksi dapat diselesaikan dengan

pendekatan lapisan batas. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui lapisan batas, kita dapat

menentukan tebal dari lapisan batas pada area tertentu. Selain itu dengan mengetahui

lapisan batas, kita dapat menentukan kondisi yang diinginkan. Hal ini dikarenakan pada

permasalahan perpindahan kalor konveksi secara umum, biasanya sistem yang diinginkan

adalah turbulen, sebab aliran turbulen dapat mempermudah proses transfer panas.

Tugas 2

1. Bilangan tak berdimensi apa saja yang terlibat di dalam hubungan empiris pada

perpindahan kalor konveksi?

Bilangan Reynold (Re)

Bilangan Reynold digunakan untuk menentukan jenis aliran fluida dalam pipa atau tabung

tergolong laminer (Re < 2000), transisi (2000 < Re < 4000) atau turbulen (Re > 4000).

Bilangan Reynold dapat dinyatakan dalam bentuk :

GdxuDu

v

xuRe (17-1)

dengan u = kecepatan aliran bebas, x = jarak dari tepi depan, v = µ/ρ = viskositas kinematik,

D = diameter pipa, dan G = kecepatan massa fluida.

Bilangan Nusselt (Nux)

Bilangan Nusselt menyatakan nilai perbandingan nilai perbandingan kalor konveksi dengan

konduksi dan digunakan untuk menentukan koefisien perpindahan kalor konveksi alami (hx).

Bilangan Nusselt dapat dinyatakan dalam bentuk :

k

LhNu x

x (18-1)

di mana : hx = koefisien perpindahan kalor konveksi, k = konduktivitas termal, dan L =

dimensi karakteristik yang berbeda-beda, misalnya pada

Plat : L = L = panjang plat

Silinder : L = Do = diameter luar silinder

Bola : L = Ro = jari-jari luar bola

Balok : L = L’; dengan 1/L’ = (1/Lv) + (1/Lh)

Page 7: Makalah PK Konveksi

7

Bilangan Prandtl (Pr)

Bilangan Prandtl merupakan parameter yang menghubungkan ketebalan relatif antara lapisan

batas hidrodinamik dan lapisan batas termal serta penghubung antara medan kecepatan dengan

medan suhu. Bilangan Prandtl didefinisikan sebagai perbandingan antara difusivitas

momentum dengan difusivitas termal yang dapat dinyatakan dalam bentuk :

k

c

ck

p

p/

/vPr (19-1)

di mana : v = viskositas kinematik / difusivitas momentum fluida, α = difusivitas termal, cp =

kapasitas kalor jenis zat fluida, μ = viskositas fluida dan k = konduktivitas termal.

Bilangan Grashof (Gr)

Bilangan Grashof adalah perbandingan antara gaya apung dengan gaya viskos dalam sistem

perpindahan kalor konveksi bebas. Bilangan Grashof digunakan untuk menghubungkan data

konveksi alami. Bilangan Grashof dapat dinyatakan dalam bentuk :

2

3

2

32 )()(

v

xTTgLTgG w

r (20-1)

di mana : g = percepatan gravitasi, = koefisien muai termal, ΔT = beda temperatur, ρ =

densitas fluida, μ = viskositas fluida, L = x = panjang signifikan, dan v = viskositas kinematik.

Bilangan Graetz (Gz)

Bilangan Graetz digunakan pada perhitungan konveksi gabungan (konveksi bebas dan

konveksi paksa) pada tabung horizontal. Bilangan Graetz dapat dinyatakan dalam bentuk :

PrRe4

PrRex

D

L

DGz (21-1)

di mana : D = diameter tabung, L = panjang tabung dan x = koordinat rektangular.

Bilangan Rayleigh (Ra)

Bilangan Rayleigh digunakan untuk menentukan transisi laminer ke turbulen dari suatu aliran

lapisan batas konveksi alami. Sebagai contoh, ketika Ra > 109, aliran lapisan batas konveksi

alami vertikal pada suatu plat rata menjadi turbulen. Bilangan Graetz merupakan perkalian

antara bilangan Grashof dan bilangan Prandtl, atau dapat dinyatakan dalam bentuk :

Ra = Gr . Pr = (22-1)

di mana : g = percepatan gravitasi, β = koefisien muai termal, v = viskositas kinematik, =

difusivitas termal, dan L = dimensi karakteristik.

2. Bagaimana mekanisme dan hubungan empiris untuk perpindahan kalor konveksi alami

pada plat dan silinder vertikal serta pada plat dan silinder horizontal?

Koefisien perpindahan kalor konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi dapat

dinyatakan dalam bentuk :

m

fff GrCNu )Pr( (23-1)

Dimana subskrip f menunjukkan bahwa sifat-sifat untuk gugus tak berdimensi dievaluasi pada

suhu film

Page 8: Makalah PK Konveksi

8

2

wf

TTT

Produk perkalian antara angka Grashof dan Prandtl disebut angka Rayleigh :

(24-1)

Kekurangan dari penggunaan persamaan empiris dalam penyelesaian permasalahan konveksi

adalah dimensi karakteristik yang digunakan dalam angka Nusselt dan angka Grashof

bergantung pada geometri benda padat, dengan nilai-nilai konstanta C dan m tertentu.

A. Konveksi Bebas Plat Datar Vertikal

Bilangan nusselt untuk kasus plat datar vertikal diberikan pada rumus berikut :

(25-1)

Persamaan (25-1) menunjukan perubahan koefisien perpindahan kalor lokal sepanjang plat

vertikal. Koefisien perpindahan kalor rata-rata didapatkan dengan melakukan integrasi :

(26-1)

Untuk perubahan menurut persamaan (25-1) didapatkan koefisien rata-rata adalah

(27-1)

Untuk kasus aliran turbulen dimana bilangan nusseltnya adalah

28-1)

Rumus-rumus yang lebih rumit diberikan oleh Churchill dan Chu dan berlaku untuk rentang

angka Rayleigh (Ra = Gr Pr) yang lebih luas.

untuk RaL < 109

(29-1)

untuk 10-1

< RaL < 1012

(30-1)

Gambar 3. Lapisan Batas pada Plat Datar Vertikal

(Sumber : Holman, 1988)

Page 9: Makalah PK Konveksi

9

B. Konveksi Bebas Silinder Vertikal

Permukaan Isotermal

Untuk permukaan vertikal, angka Nusselt dan angka Grashof dibentuk dengan

L, yaitu tinggi permukaan, sebagai dimensi karakteristik. Jika tebal lapisan-batas tidak

besar dibandingkan dengan diameter silinder (D), perpindahan kalor dapat dihitung

dengan rumus seperti untuk plat vertikal, dengan syarat :

(31-1)

Untuk silinder vertikal yang tidak memenuhi syarat, Bilangan Nusselt-nya

dapat diketahui dari rumus empiris umum dengan menggunakan nilai konstanta C dan

m yang diberikan pada rentang kondisi tertentu.

Fluks Kalor Tetap

Dalam kasus permukaan dengan fluks kalor tetap, laju perpindahan kalor

dapat dengan mudah diketahui dengan rumus tetapi untuk temperatur

permukaan tidak. Pada kenyataannya meningkat dengan ketinggian disepanjang

plat. Ternyata hubungan angka Nusselt untuk permukaan dengan temperatur konstan

dan fluks panas konstan hampir identik. Karena itu, relasi untuk plat isotermal dapat

juga digunakan untuk plat yang dikenai fluks panas seragam. Dengan menjadikan

temperatur pada titik tengah ( sebagai dalam evaluasi temperatur film, angka

Rayleigh, dan angka Nusselt. Diketahui sehingga angka Nusselt untuk

kasus ini dapat diekspresikan sebagai :

(32-1)

di mana adalah fluks kalor seragam.

C. Konveksi Bebas Silinder Horizontal

Pada silinder horizontal, persamaan Nusselt yang lebih spesifik dapat digunakan.

untuk 10-5

<GrPr< 1012

(33-1)

Persamaan yang lebih sederhana, tetapi berlaku hanya pada aliran laminar dari 10-6

< GrdPr <

109 :

(34-1)

Persamaan perpindahan kalor dari silinder horizontal ke logam cair :

(35-1)

D. Konveksi bebas dari Plat Horizontal

Permukaan Isotermal

Dimensi karakteristik yang digunakan dalam persamaan ini ialah panjang sisi

bagi bujur-sangkar, rata-rata kedua dimensi untuk siku-empat, dan 0,9d untuk piring

bundar. Kesesuaian dapat dicapai jika dimensi karakteristik :

Page 10: Makalah PK Konveksi

10

(36-1)

di mana A adalah luas, dan P merupakan perimeter basah (wetter perimeter)

permukaan itu. Dimensi karakteristik ini juga berlaku untuk bidang berbentuk tak

simetri.

Fluks Kalor Tetap

Untuk fluks kalor tetap pada plat horizontal, dapat digunakan persamaan jika

muka yang dipanaskan menghadap ke atas

untuk GrL Pr < 2 × 108 (37-1)

untuk 2 × 108< GrL Pr < 10

11 (38-1)

Sedangkan untuk muka yang menghadap kebawah, digunakan

untuk 106< GrL Pr < 10

11 (39-1)

Dalam persamaan di atas semua sifat, kecuali β, dievaluasi pada suhu Te yang

didefinisikan dengan

(40-1)

Dan Tw adalah suhu dinding rata-rata yang, seperti terdahulu, dihubungkan dengan

fluks kalor oleh

(41-1)

Angka Nusselt, seperti dahulu, dibentuk oleh

(42-1)

3. Bagaimana pula mekanisme dan hubungan empiris untuk sistem benda dengan bentuk

tak teratur, bola, permukaan yang miring, dan dalam ruang tertutup?

A. Benda Bentuk Tak Teratur

Tidak ada persamaan umum yang berlaku untuk benda padat yang bentuknya

tak teratur. Namun, dapat digunakan

(43-1)

Dengan C = 0,775 dan m = 0,208 untuk silinder vertikal yang tingginya sama dengan

diameternya. Angka Nusselt dan angka Grashof dievaluasi dengan menggunakan

diameter sebagai panjang karakteristik. Jika panjang karakteristik dinyatakan sebagai

jarak tempuh partikel fluida di dalam lapisan batas maka digunakan nilai C = 0,52 dan

m = ¼ untuk daerah laminer.

B. Konveksi pada Bola

Yuge menyarankan rumus empiris untuk perpindahan kalor konveksi bebas

dari bola ke udara sebagai berikut :

Page 11: Makalah PK Konveksi

11

untuk 1< (44-1)

Persamaan diatas dapat diubah dengan memasukkan angka Prandtl, sehingga

didapatkan

(45-1)

Sifat-sifat dievaluasi pada suhu film dan dapat berlaku untuk perhitungan konveksi

bebas pada gas.

Untuk rentang angka rayleigh yang lebih tinggi, hasil eksperimen dari Amato dan Tien

menyarankan korelasi berikut ini :

(46-1)

Untuk rentang

C. Konveksi pada Permukaan Miring

Orientasi kemiringan plat apakah permukaannya menghadap atas atau ke

bawah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bilangan nusselt . Untuk

membuat perbedaan ini Fuji dan Imura memberikan tanda sudut θ sebagai berikut :

a. Sudut θ adalah negatif jika permukaan panas menghadap keatas.

b. Sudut θ adalah positif jika permukaan panas menghadap kebawah.

Menurut Fuji dan Imura, untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap

kebawah pada jangkauan +θ < 88°C ; 105< < 10

11 bentuk korelasinya adalah

Nu = 0.56 ( )1/4

(47-1)

Untuk plat dengan kemiringan kecil (88°< θ <90°) dan permukaan panas menghadap

kebawah dengan rentang maka persamaannya :

Nu = 0,58 ( )1/5

(48-1)

Untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap keatas dalam rentang

dan untuk sudut antara -15˚C dan -75˚C korelasinya

adalah

(49-1)

Di daerah turbulen, dengan fluidanya adalah udara didapatkan korelasi empiris sebagai

berikut :

untuk (50-1)

Dimana sama dengan yang digunakan pada plat vertikal. Jika menghadap kebawah,

diganti dengan .

Untuk silinder miring, perpindahan kalor laminar pada kondisi fluks tetap dihitung dengan

persamaan berikut :

(51-1)

Untuk

(7)

(8)

(9)

Page 12: Makalah PK Konveksi

12

Gambar 4. Sistem Koordinat untuk Plat Miring

(Sumber : Holman, 1988)

D. Konveksi pada Ruang Tertutup

Jika terdapat fluida diantara dua plat vertikal yang terpisah dengan jarak

satu dengan lain. Jika fluida tersebut diberi beda suhu ∆Tw = T1-T2, maka terjadi

perpindahan panas. Menurut MacGregor angka Grashof dihitung sebagai :

(52-1)

Pada angka Grashof yang sangat rendah, terdapat sangat sedikit arus konveksi-bebas

dan perpindahan kalor berlangsung terutama melalui konduksi melintas lapisan

tersebut. Pada angka Grashof yang lebih tinggi, terdapat berbagai ragam aliran dan

perpindahan kalor pun meningkat dengan teratur, seperti dinyatakan melalui angka

Nusselt :

(53-1)

Perpindahan kalor ke berbagai zat cair pada kondisi fluks kalor tetap dapat dinyatakan

dengan :

(54-1)

di mana :

1 < Pr < 20000

10 < L/ < 40

(55-1)

di mana :

1 < Pr < 20

10 < L/ < 40

Untuk pemanasan atau pendinginan konveksi alamiah transien dalam ruang tertutup

berbentuk silinder vertikal atau horizontal dapat dihitung dengan :

(56-1)

untuk rentang 0,75 < L/d < 2,0.

Page 13: Makalah PK Konveksi

13

4. Apa saja kekurangan dari penggunaan persamaan empiris dalam penyelesaian

permasalahan konveksi? Bagaimana antisipasi anda untuk mengatasinya?

Kelemahan dari metode pendekatan empiris adalah diperlukannya data-data

pendukung yang diperoleh dari suatu eksperimen untuk digunakan dalam menyelesaikan

persoalan-persoalan yang ada. Tanpa adanya data-data tersebut maka metode pendekatan ini

tak dapat digunakan. Selain itu penggunaan persamaan empiris dalam penyelesaian

permasalahan konveksi adalah dimensi karakteristik yang digunakan dalam angka Nusselt dan

angka Grashof bergantung pada geometri bendanya. Untuk plat vertikal hal itu ditentukan oleh

tinggi plat L, untuk silinder horizontal oleh diameter d, dan demikian seterusnya, sehingga

data eksperimen untuk soal-soal konveksi bebas terdapat dalam berbagai rujukan, dengan

beberapa hasil yang saling bertentangan.

Untuk mengantisipasinya digunakan persamaan , dengan nilai-nilai

konstanta C dan m tertentu untuk setiap kasus seperti pada Tabel 7-1 Buku Holman Edisi 10.

5. Berikan contoh sistem di mana terjadi perpindahan kalor secara konveksi bebas dan

paksa secara simultan!

Contoh sistem dari perpindahan kalor konveksi gabungan secara simultan adalah heat

exchanger. Sistem dari heat exchanger ini timbul karena adanya fluida yang dialirkan di atas

permukaan yang panas dengan kecepatan aliran paksa yang agak rendah. Bersamaan dengan

kecepatan aliran paksa, terdapat pula kecepatan konveksi yang timbul karena gaya apung yang

diakibatkan berkurangnya densitas fluida di sekitar permukaan yang panas.

Soal Perhitungan

1. Sebuah kolektor sinar matahari, berbentuk plat rata berukuran 1 m2, terletak miring

dengan sudut 20⁰ terhadap horizontal. Permukaan panas berada pada suhu 160⁰C dan

tekanan 0.1 atm. Sejajar di atas permukaan panas tersebut, dipasang jendela transparan

yang berfungsi melewatkan energi radiasi dari matahari. Jarak antara jendela

transparan dengan permukaan panas adalah 8 cm. Suhu jendela transparan

dipertahankan pada suhu 40oC. Hitunglah perpindahan kalor konveksi alami yang

terjadi di antara permukaan panas dengan jendela transparan!

Jawab :

Diketahui:

A = 1m2

P = 0.1atm

Asumsi: Fluida di antara plat adalah udara

Sifat udara dievaluasi pada suhu rata-rata antara kedua plat :

Gambar 5. Ilustrasi Kolektor Sinar Matahari dan Jendela Transparan

(Sumber : Personal Resource)

Page 14: Makalah PK Konveksi

14

Dengan menginterpolasi Daftar A-6 halaman 591 buku Holman Ed.10, didapatkan :

Pr = 0.697

Menghitung Rayleigh Number

Menghitung konduktivitas termal efektif :

Menghitung laju perpindahan kalor

Nilai q diperoleh dari rumus :

2. Sebuah silinder vertikal dengan tinggi 1,8 m, diameter 7,5 cm, dan suhu 93˚C, berada

dalam lingkungan dengan suhu 30˚C. Hitunglah kalor yang dilepas melalui konveksi

alami dari silinder ini. Dapatkah silinder tersebut diperlakukan sebagai sebuah plat rata

vertikal? Berapakah diameter minimum yang harus dimiliki oleh silinder tersebut agar

dapat diasumsikan sebagai sebuah plat rata vertikal, bagaimanakah cara anda

menyelesaikan permasalahan diatas?

Page 15: Makalah PK Konveksi

15

Jawab :

Nilai – nilai sifat dapat diperoleh dari tabel A-5 bagian apendiks buku Holman Ed.10, sebagai

berikut :

Dengan mengetahui nilai sifat-sifat tersebut nilai dapat ditentukan dengan rumus :

Page 16: Makalah PK Konveksi

16

Dapatkah silinder vertikal diperlakukan sebagai plat vertikal?

Syarat sebuah silinder vertikal dapat dikatakan sebagai plat vertikal adalah :

Karena syarat tidak terpenuhi maka silinder vertikal ini tidak dapat diperlakukan sebagai plat

vertikal.

Berapakah diameter minimum yang dibutuhkan silinder vertikal agar dapat dianggap

sebagai plat vertikal ?

Memasukkan nilai Gr yang diperoleh ke dalam syarat :

Jadi diameter minimum yang dibutuhkan agar silinder vertikal dapat dianggap plat vertikal

adalah 15,20 cm.

Jika silinder tidak dapat dianalogikan dengan plat rata vertikal, bagaimanakah cara

anda menyelesaikan permasalahan di atas?

Persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan pendekatan silinder vertikal dimana untuk rumus

bilangan Nu dikembangkan oleh Le Fevre dan Ede (1956), yaitu :

Sehingga,

Kemudian mencari nilai h dengan menggunakan persamaan :

Maka, kalor yang dilepaskan dari silinder vertikal :

Page 17: Makalah PK Konveksi

17

B. PEMICU IV : KONVEKSI PAKSA

Tugas 1

1. Apa yang anda ketahui tentang alat penukar kalor dan bagaimana prinsip kerjanya?

Alat penukar kalor adalah sebuah alat yang digunakan untuk mentransfer panas dari

suatu fluida ke fluida lain yang berbeda suhunya. Adapun tujuan dari alat ini adalah untuk

memanaskan atau mendinginkan salah satu fluida dengan cara yang telah dijelaskan

sebelumnya.

Prinsip perpindahan kalor yang digunakan adalah kalor berpindah dari suhu tinggi ke

suhu rendah. Komponen dasar dari alat penukar kalor dapat dilihat sebagai sebuah tabung

dengan suatu fluida mengalir melewatinya dan fluida lain mengalir di luarnya. Sebuah alat

penukar kalor sederhana melakukan tiga operasi perpindahan panas sebagai berikut :

Perpindahan panas konveksi dari fluida ke dinding dalam tabung

Perpindahan panas konduksi yang melewati dinding

Perpindahan panas konveksi dari dinding tabung luar dengan fluida luar

Perpindahan kalor secara radiasi pada alat penukar kalor hampir tidak ada. Hal ini dikarenakan

radiasi adalah perpindahan kalor tanpa adanya medium perantara.

Gambar 6. Ilustrasi Prinsip Alat Penukar Kalor Double Tube

(Sumber : Holman, 1988)

Penjelasan gambar di atas telah dipelajari sebelumnya pada bab konduksi, yaitu dalam

menentukan laju perpindahan kalor dan koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U).

Berdasarkan pendekatan pada bab sebelumnya, didapatkan laju perpindahan kalornya adalah

sebagai berikut :

(1-2)

Sehingga untuk sebuah alat perpindahan kalor, jumlah kalor yang mengalir pada sistem

tersebut dapat dirumuskan :

(2-2)

di mana ΔT adalah perbedaan suhu menyeluruh dan A luas permukaan kontak, sehingga nilai

U nya adalah :

(3-2)

2. Dapatkan anda menjelaskan bagaimana alat ini diterapkan di industri? Industri mana

sajakah yang menggunakan APK ini dan bagaimana alat ini diterapkan dalam industri

tersebut?

Page 18: Makalah PK Konveksi

18

Alat penukar kalor merupakan alat yang sangat vital dalam skala industri guna

menjaga suhu suatu sistem dalam suatu proses yang berlangsung. Penggunaan alat penukar

kalor ini hampir ditemui di seluruh industri, seperti otomotif, makanan, migas, dan pengolahan

limbah. Berikut ini adalah penjabaran penerapan APK dalam beberapa industri.

Industri otomotif

Salah satu penerapan APK dalam industri otomotif adalah dalam bentuk

radiator mobil. Di dalam radiator, larutan air dan etilena glikol atau yang dikenal

sebagai antibeku, memindahkan panas dari mesin mobil ke radiator dan kemudian dari

radiator ke udara mengalir melalui fluida tersebut. Proses ini membantu untuk

menjaga mesin mobil dari overheating.

Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Dalam sebuah siklus PLTU, aplikasi heat exchanger sangat diperlukan untuk

menjaga agar sebuah siklus pembangkit dapat terus beroperasi. Salah satu aplikasi

tersebut adalah pemakaian heat exchanger sebagai pemanas air pengisi boiler (boiler

feedwater heater). Pada umumnya pemanas air pengisi boiler ini menggunakan jenis

shell and tube heat exchanger, yang fluida kerjanya menggunakan uap yang

diekstraksi dari turbin untuk memanaskan air pengisi boiler (feedwater) sebelum

masuk ke boiler. Pada proses selanjutnya air tersebut diubah menjadi uap yang

kemudian digunakan sebagai tenaga penggerak turbin uap.

Industri Pengolahan Limbah

Dalam industri pengolahan limbah, alat penukar kalor dimanfaatkan untuk

proses pemanasan kotoran limbah. Hal ini berfungsi untuk menjaga limbah agar

mencapai pada suhu di mana dia stabil atau tidak reaktif sehingga tidak mencemari

lingkungan.

3. Bagaimana masalah dalam unit APK di atas dapat diatasi?

Masalah pembentukan korosi dan kerak dalam unit APK dapat diatasi dengan

beberapa langkah dibawah ini, di antaranya :

Membersihkan pipa-pipa sebelum melakukan start-up APK

Memasangkan penyaring (filter) pada fluida yang masuk APK

Mengatur aliran fluida karena aliran yang terlalu cepat dapat membantu proses

penimbunan kotoran dalam APK

Melakukan proteksi galvanik terhadapat unit APK

4. Apa yang anda ketahui mengenai fouling factor dan penurunan tekanan dalam alat

penukar kalor? Bagaimana keduanya dapat menurunkan kinerja dari APK?

Fouling atau pengotor merupakan pembentukan lapisan deposit pada permukaan dari

bahan atau senyawa pada proses perpindahan panas yang tidak diinginkan. Bahan atau

senyawa itu berupa kristal, sedimen, senyawa biologi, produk reaksi kimia, ataupun korosi.

Pembentukan lapisan deposit ini akan terus berkembang selama alat penukar kalor

dioperasikan. Penumpukan lapisan deposit pada permukaan alat penukar kalor menimbulkan

kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi pertukaran panasnya. Untuk menghindari

penurunan performansi alat penukar kalor yang terus berlanjut, maka diperlukan suatu

informasi yang jelas tentang tingkat pengotoran untuk menentukan jadwal pembersihan.

Lapisan pengotor dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa lainnya yang

terbawa oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan ini dapat didukung oleh permukaan deposit

yang terbentuk mempunyai sifat adhesif yang cukup kuat. Gradien temperatur yang cukup

besar antara aliran dengan permukaan dapat juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan

deposit.

Page 19: Makalah PK Konveksi

19

5. Selain kedua hal tersebut, faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja dari

sebuah alat penukar kalor?

Selain faktor pengotor dan penurunan tekanan, terdapat faktor lainnya yang

menyebabkan perubahan kinerja dari alat penukar kalor :

Penambahan sekat (baffle) pada APK cangkang dan buluh

Penambahan sekat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pertukaran panas

dengan membuat aliran fluida menjadi turbulen dan menambah waktu tinggal dari

fluida tersebut. Namun demikian, pemasangan sekat akan memperbesar penurunan

tekanan operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang

dipertukarkan panasnya harus diatur.

Laju alir fluida

Secara teoritis kenaikan kecepatan aliran dapat menaikkan efektivitas dari alat

penukar kalor. Namun demikian, hal ini membuat waktu kontak menjadi singkat.

Sehingga, efektivitas APK akan naik seiring dengan kenaikan kecepatan hingga suatu

harga tertentu dan kemudian akan turun.

Tugas 2

1. Apa yang dimaksud dengan analisis dinamika fluida? Bagaimanakah analisis ini

membantu dalam menyelesaikan permasalahan pada perpindahan kalor konveksi

paksa?

Perpindahan kalor konveksi paksa merupakan proses perpindahan panas konveksi

yang terjadi di mana pergerakan fluida diakibatkan oleh gaya luar. Konveksi paksa sering

diterapkan pada proses pemanasan atau pendinginan pada skala industri. Dalam meyelesaikan

permasalahan perpindahan kalor konveksi paksa kita memerlukan suatu analisis dinamika

fluida.

Analisis dinamika fluida merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi suatu fluida

yang bersifat dinamis atau tidak tetap. Analisis ini dapat membantu dalam penyelesaian

perpindahan kalor secara konveksi paksa untuk mengidentifikasi jenis aliran fluidanya.

Misalnya untuk menganalisis apakah aliran fluida tersebut viscous atau inviscid maupun

membedakan aliran laminer atau turbulen. Dalam menyelesaikan analisis dinamika fluida

sifat-sifat yang perlu dianalisis adalah kerapatan, tekanan dan suhu.

Analisis dinamika fluida dapat membantu untuk memahami perpindahan kalor

konveksi dalam analisis lapisan batas. Besar laju perpindahan kalor dari permukaan yang

dipanaskan ke fluida atasnya dapat diketahui dengan menganalisis lapisan batas dan

menentukan pengaruh aliran tersebut terhadap gradien suhu dalam fluida. Setelah itu dapat

diketahui distribusi suhunya.

2. Bagaimana mekanisme dan hubungan empiris untuk perpindahan kalor konveksi paksa

pada aliran didalam pipa? Bagaimana pada aliran yang menyilang silinder dan bola?

Rumus-Rumus Empiris Aliran Dalam Pipa dan Tabung

Untuk aliran turbulen yang sudah berkembang penuh (fully developed turbulent

flow) dalam tabung licin, oleh Dittus dan Boelter disarankan persamaan berikut :

(4-2)

Untuk persamaan ini sifat-sifat ditentukan pada suhu fluida limbak, dan nilai eksponen n

adalah sebagai berikut :

Page 20: Makalah PK Konveksi

20

Persamaan (4-2) juga berlaku untuk aliran turbulen yang tidak berkembang sepenuhnya di

dalam tabung licin, dengan fluida yang angka Prandtl-nya berkisar antara 0,6 sampai 100,

dan dengan beda-suhu moderat antara dinding dan fluida.

Jika terdapat beda suhu yang cukup besar di dalam aliran itu, maka ada

kemungkinan terjadi perbedaan sifat-sifat fluida pada dinding tabung dan aliran tengah.

Perbedaan sifat ini akan terlihat pada perubahan profil kecepatan. Penyimpangan profil

kecepatan aliran isotermal diakibatkan oleh kenaikan viskositas gas dengan kenaikan

suhu; sedang pada zat cair viskositas menurun dengan kenaikan suhu. Untuk

memperhitungkan variasi sifat-sifat, Sieder dan Tate menyarankan rumus berikut :

(5-2)

Semua sifat-sifat ditentukan pada suhu-ruah, kecuali w yang ditentukan pada

suhu dinding. Persamaan (4-2) dan (5-2) berlaku untuk aliran yang sudah sepenuhnya

turbulen, di dalam tabung. Pada bagian pintu-masuk, di mana aliran belum berkembang,

Nusselt menyarankan rumus berikut :

(6-2)

di mana L ialah panjang tabung, dan d diameternya. Sifat-sifat dalam Persamaan (6-2)

ditentukan pada suhu-borongan rata-rata. Persamaan-persamaan di atas memungkinkan

perhitungan yang sederhana, tetap tidak jarang kesalahannya sampai ± 25 persen.

Petukhov mengembangkan persamaan yang lebih teliti, namun lebih rumit, untuk

aliran yang sepenuhnya turbulen dalam tabung licin :

(7-2)

dimana n = 0.11 untuk Tw>Tb, n = 0.25 untuk Tw<Tb, dan n = 0 untuk fluks-kalor tetap dan

untuk gas. Semua sifat ditentukan pada Tf = (Tw + Tb)/2, kecuali untuk b dan w . Faktor

gesek (friction factor) untuk tabung licin, bisa didapatkan dari persamaan berikut :

Persamaan (7-2) berlaku untuk rentang :

Hausen menyajikan rumus empiris berikut untuk aliran laminar yang berkembang

penuh, dalam tabung, pada suhu tetap :

Page 21: Makalah PK Konveksi

21

(8-2)

Koefisien perpindahan-kalor yang dihitung dan rumus ini merupakan nilai rata-rata untuk

seluruh panjang tabung. Perhatikan bahwa angka Nusselt mendekati nilai tetap 3,66

bilamana tabung cukup panjang.

Suatu rumus empiris yang agak sederhana, untuk perpindahan kalor aliran laminar

dalam tabung, diusulkan oleh Sieder dan Tate :

(9-2)

Dalam rumus ini koefisien perpindahan-kalor didasarkan atas rata-rata aritmetik beda-

suhu masukan dan keluaran, sedang semua sifat fluida ditentukan pada suhu fluida

borongan rata-rata, kecuali w yang ditentukan pada suhu dinding.

Persamaan (9-2) jelas tidak bisa digunakan untuk tabung yang sangat panjang,

karena hal ini akan menghasilkan nilai nol untuk koefisien perpindahan-kalor.

Perbandingan yang dibuat Knudsen dan Katz antara Persamaan (9-2) dan rumus-rumus

lain menunjukkan bahwa persamaan itu berlaku untuk : 10PrReL

dd

Perkalian antara angka Reynolds dan angka Prandtl yang terdapat dalam koreksi untuk

aliran-laminar disebut angka Peclet (Pe) :

(10-2)

Korelasi empiris yang disajikan di atas, kecuali Persamaan (6-2), berlaku untuk

tabung licin. Korelasi untuk tabung-tabung kasar belum banyak terdapat, dan dalam hal itu

mungkin lebih tepat jika kita menggunakan analogi Reynolds antara gesekan fluida dan

perpindahan-kalor untuk menyelesaikan soal-soal demikian. Dengan angka Stanton :

(11-2)

Koefisien gesek (friction coefficient) didefinisikan oleh :

(12-2)

di mana um ialah kecepatan aliran rata-rata. Nilai koefisien gesek untuk berbagai kondisi

kekasaran-permukaan dapat dilihat dalam Gambar 6-4 Buku Holman Edisi 10.

Dalam Persamaan (11-2) angka Stanton didasarkan atas suhu-ruah, sedang angka Prandtl

dan faktor gesek didasarkan atas sifat-sifat yang ditentukan pada suhu-film.

Jika penampang saluran tempat fluida itu mengalir tidak berbentuk lingkaran, maka

disarankan agar korelasi perpindahan-kalor itu didasarkan atas diameter hidraulik DH,

yang didefinisikan oleh :

(13-2)

di mana A ialah luas penanpang aliran, dan P perimeter yang basah. Pengelompokan suku

ini dilakukan karena menghasilkan diameter fisis sebenarnya apabila diterapkan pada

penampang berbentuk lingkaran. Diameter hidraulik harus digunakan dalam menghitung

Page 22: Makalah PK Konveksi

22

angka Nusselt dan angka Reynolds, dan dalam menentukan koefisien gesek yang akan

dipergunakan dalam analogi Reynolds.

Shah dan London telah menghimpun informasi tentang gesekan-fluida dan

perpindahan-kalor untuk aliran laminar yang berkembang penuh di dalam saluran dengan

berbagai bentuk penampang (dapat dilihat dalam Tabel 6-1 Buku Holman Ed.10).

Kays dan Sellars, Tribus, dan Klein sudah menghitung angka-angka Nusselt lokal

dan rata-rata untuk bagian pintu-masuk yang laminar pada tabung-tabung bundar untuk

kasus profil-kecepatan yang berkembang-penuh. Hasil analisis ini ditunjukkan pada

Gambar 6-5 Buku Holman Ed.10 dengan menggunakan inversi angka Graetz, di mana :

(14-2)

Efek pintu-masuk untuk aliran turbulen dalam tabung lebih rumit dari pada aliran laminar,

dan tidak dapat dinyatakan dengan fungsi sederhana dan angka Graetz. Kays sudah

menghitung pengaruh beberapa nilai angka Re dan Pr ordinat pada gambar itu ialah

perbandingan angka Nusselt lokal atau angka Nusselt pada jarak tertentu dari pintu-

masuk, atau, pada kondisi termal yang sudah berkembang penuh.

Aliran Penampang Bola dan Miring

Koefisien perpindahan kalor rata-rata dalam aliran silang ditentukan melalui data

eksperimental dari Hilbert untuk gas dan dari Knudsendan Katz untuk zat cair dinyatakan

sebagai :

(15-2)

di mana konstanta C dan n sesuai dengan daftar pada Tabel 6-2 Buku Holman Ed.10.

Fand menunjukkan bahwa koefisien perpindahan kalor dari zat cair ke silinder dalam

aliran silang dapat diberikan dengan rumus yang lebih baik :

(16-2)

berlaku untuk

Untuk perpindahan kalor dari bola ke aliran fluida :

untuk 17< (17-2)

Achenbach mendapatkan persamaan yang berlaku untuk udara dengan Pr = 0,71 dan

rentang dan rentang angka reynolds yang lebih luas lagi :

untuk 100<Re< 3x (18-2)

untuk 3x < Re < 5x (19-2)

Dengan a = 5x ; b = 0,25x ; c = -3,1x

Untuk perpindahan kalor dari bola ke minyak dan air dengan rentang angka Reynolds

yang cukup luas, yaitu dari 1 sampai 200000 :

Page 23: Makalah PK Konveksi

23

(20-2)

3. Jelaskan mekanisme dan hubungan empiris untuk perpindahan kalor pada aliran yang

menyilang rangkunan tabung dengan susunan tertentu? Bagaimana anda menjelaskan

bahwa ternyata susunan (layout) dari tabung mempengaruhi besarnya kalor yang

dipertukarkan?

Oleh karena kebanyakan susunan alat penukar panas menyangkut tabung yang

tersusun rangkap, maka masalah perpindahan panas dalam rangkunan tabung merupakan hal

yang penting.

Gambar 7. Rangkunan Tabung (a) Segaris (b) Selang-seling

(Sumber : Holman, 1988)

Menyilang akan menabrak permukaan pipa dengan jumlah yang berdeda. Hal ini akan

berpengaruh pada efisiensi pertukaran panas. Dalam efisiensi pertukaran panas kita harus

memperhitungkan beberapa faktor seperti luas permukaan yang ditabrak, pressure drop, dan

juga waktu tinggal fluida.

Hal ini sejalan dengan persamaan pressure drop yang dilihat dari susunan tabung

(21-2)

Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa semakin banyak baris yang melintang maka

pressure drop akan semakin tinggi hal ini menyebabkan kecepatan aliran akan menurun dan

perpindahan kalor akan lambat.

Selanjutnya oleh Jacob, faktor friksi diberikan :

untuk baris selang-seling (22-2)

untuk baris segaris (23-2)

Dari persamaan yang dikembangkan ini dapat dilihat bahwa dalam aliran dengan

tabung selang-seling dan sejajar nilai faktor friksi untuk selang seling akan jauh lebih besar

dari pada aliran yang sejajar.

Dari semua persamaan di atas dapat disimpulkan bawa alat penukar panas dengan

tabung selang-seling akan menghasilkan pressure drop dan faktor friksi yang lebih tinggi.

Namun dengan menggunakan layout selang-seling maka cross section area pada alat penukar

panas akan lebih luas dan membuat perpindahan panas lebih tinggi (dengan mengabaikan

faktor negatif yang terjadi).

4. Jelaskan tentang metode NTU-Efektivitas serta keunggulannya! Kapan metode ini dapat

diaplikasikan?

Page 24: Makalah PK Konveksi

24

Metode NTU-efektivitas merupakan suatu metode untuk menentukan efektivitas dari

suatu alat penukar kalor. Efektivitas penukar kalor (heat-exchanger effectiveness)

didefinisikan sebagai berikut :

(24-2)

Persamaan efektivitas untuk aliran sejajar dalam NTU-efektivitas adalah sebagai berikut :

(25-2)

Sedangkan persamaan efektivitas untuk aliran lawan arah adalah sebagai berikut :

(26-2)

di mana C = dinamakan laju kapasistas (capacity rate). Sedangkan pada persamaan di

atas, fluida panas dianggap sebagai fluida maksimum dan fluida dingin dianggap sebagai

fluida minimum. Suku merupakan jumlah satuan perpindahan (number of transfer

unit = NTU) karena memberi petunjuk tentang ukuran penukar kalor.

Metode NTU-efektivitas memiliki beberapa keuntungan untuk menganalisis soal-soal

di mana kita harus membandingkan berbagai jenis penukar kalor guna memilih jenis yang

terbaik untuk melaksanakan sesuatu tugas pemindahan kalor tertentu.

Metode NTU-efektivitas dapat diaplikasikan ketika kita harus menentukan suhu

masuk atau suhu keluar pada suatu sistem penukar kalor. Hal ini dikarenakan metode NTU-

efektivitas akan melakukan analisis berdasarkan atas efektivitas penukar kalor dalam

memindahkan sejumlah kalor tertentu. Apabila suhu masuk atau suhu keluar diketahui, maka

metode LMTD lebih cocok untuk digunakan karena lebih mudah untuk dihitung.

5. Bagaimana cara menentukan besarnya faktor pengotor (dirt factor) pada sebuah APK?

Lapisan deposit pada alat penukar kalor memberikan tahanan tambahan terhadap

aliran kalor. Pengaruh menyeluruh dari penjelasan di atas dapat dinyatakan sebagai faktor

pengotor, Rf. Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan menentukan U

untuk kondisi bersih dan kondisi kotor pada alat penukar kalor tersebut. Faktor pengotoran,

oleh karena itu didefinisikan sebagai :

(27-2)

Nilai faktor pengotoran yang disarankan untuk berbagai fluida tertera dalam tabel berikut :

Tabel 1. Daftar Faktor Pengotor Normal

(Sumber : Holman, 1988)

Page 25: Makalah PK Konveksi

25

Selain persamaan di atas, faktor pengotor dapat didefinisikan ke dalam suku fluks panas dan

gradien temperatur, Q/A dan ∆Tf sebagai berikut.

(28-2)

Soal Perhitungan

1. Hot water enters a counter flow heat exchanger at 99oC. It is used to heat a cool stream of

water from 4 to 32oC. The flow rate of the cool stream is 1.3 kg/s, and the flow rate of the

hot stream is 2.6 kg/s. The overall heat-transfer coefficient is 830 W/m2.oC. What is the area

of the heat exchanger? Calculate the effectiveness of the heat exchanger!

Diketahui :

Aliran lawan arah

= 99oC

= 4oC

= 32oC

= 1,3 kg/s

= 2,6 kg/s

= 830 W/m2.oC

= 4180 J/kg.oC

Ditanya :

A = ?

= ?

Asumsi :

Jenis alat penukar kalor = pipa ganda

= 4180 J/kg.oC (fluida panas dan dingin sama-sama air

Jawab :

Mencari suhu keluar fluida panas

kalor lepas = kalor terima

Suhu masuk dan keluar baik fluida dingin maupun panas telah diketahui, maka bisa dicari

∆Tm

Page 26: Makalah PK Konveksi

26

Mencari luas yang diperlukan alat penukar kalor

Mencari nilai efektivitas

Nilai fluida dingin lebih kecil, brarti fluida minimumnya → fluida dingin. Sehingga :

2. 75,000lb/hr of ethylene glycol is heated from 100 to 200⁰F using steam at 250⁰F. Available

for the service is a 17¼ inch. ID 1-2 exchanger having 224 tubes ¾ inch. OD, 14 BWG,

16’0” long on 15/16 inch. Triangular pitch. Baffles are spaced 7 inch apart. What is dirt

factor?

Diketahui : m ethylene glycol = 75.000 lb/hr

T1 in = 1000F T1 out = 200

0F

T2 in = 2500F T2 out = 250

0F

Karakteristik APK :

Diameter dalam shell (ID) = 17,25 inch

Jarak antar baffles (b) = 7 inch

Diameter luar tube (OD) = 0.75 inch

Panjang tube (L) = 16 ft

Jenis tube = 14 BWG

Pitch tube (Pt)= 15/16 inch

Jumlah tube (Nt) = 224

Passes tube side (npass) = 2

Passes shell side = 1

Ditanya: Rf = ?

Asumsi :

Pada APK, steam (fluida panas) mengalir pada tube sedangkan etilen glikol (fluida

dingin) mengalir pada shell. Pemilihan fluida ini disebabkan karena uap yang

terkondensasi bersifat korosif sehingga perawatan APK akan lebih mudah jika uap

dialirkan di dalam tube.

Steam diasumsikan memiliki sifat-sifat termal yang sama dengan air untuk menentukan

nilai viskositas.

Tidak ada aliran kalor antara sistem dan lingkungan.

Kalor yang dilepas oleh steam hanya digunakan untuk berubah wujud menjadi cair dan

tidak digunakan untuk menurunkan suhunya.

Basis : 1 jam

Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menghitung nilai Rf :

1. Menentukan besarnya Q dan massa steam yang masuk dengan menggunakan asas Black

(kalor yang dilepas = kalor yang diterima).

Data-data yang dibutuhkan untuk menghitung nilai Q :

cetilen glikol = 0,63 Btu/lb.0F

Page 27: Makalah PK Konveksi

27

Lsteam = 900 Btu/lb.

Q = m.c. ∆T = (75.000 lb/hr)(0,63 Btu/lb.0F)[(200-100)

0F] = 4.725.000 Btu/hr

Qlepas (steam) = Qterima (etilen glikol)

ms . L + ms .c . ∆T = me .c . ∆T

ms . L + ms .c . (250 – 250)oF = me . c . ∆T

ms.L = me.c.∆T

ms. 900 Btu/lb = 4.725.000 Btu/hr

msteam = 5.250 lb/hr

2. Menghitung ∆Tlm dengan metode LMTD

3. Untuk shell (fluida panas) steam

4. Untuk tube (fluida dingin) etilen glikol

Tube pitch merupakan penjumlahan dari diameter tube dan jarak ruangan (C’). Jadi :

Page 28: Makalah PK Konveksi

28

5. Mengitung Rf

Uclean = 7315,214607,2501500

607,250.1500.

hohio

hohio Btu/ft

2.0F.hr

Menghitung Utotal

a” = 0,1963 ft2 didapat dari tabel 2 buku Kern

A = N.L.a” = 224. 16”.0,1963 ft2 = 703.54 ft

2

Udirt = FfthrBtuFft

hrBtu

TA

Q o

o

ml

../79,7302,91.54,703

/4725000

.

2

2

Rf = BtuFfthrxUdirtUclean

UdirtUclean o /..0089.079,737315,214

79,737315,214

.

2

Jadi, dirt factor = BtuFfthr o /..0089.0 2

Page 29: Makalah PK Konveksi

29

BAB III

KESIMPULAN

A. Konveksi Alamiah

Konveksi terjadi akibat adanya perbedaan suhu, membutuhkan medium dan melibatkan aliran fluida.

Perbedaan konveksi alami dan paksa adalah sebab terjadinya konveksi. Konveksi alami terjadi akibat

adanya sebab alami seperti gaya apung, sementara konveksi paksa terjadi akibat adanya gaya luar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konveksi alami adalah faktor bentuk, kecepatan fluida dan jenis

fluida.

Angka-angka tak berdimensi yang digunakan untuk perhitungan konveksi alami adalah bilangan

Reynold, Prandtl, Grashof, Graetz dan Nusselt.

Penyelesaian masalah konveksi sering menggunakan pendekatan persamaan empiris (hasil eksperimen)

karena kompleks. Penggunaan pendekatan persamaan empiris harus memperhatikan bentuk geometri

benda dan kondisi sistem.

B. Konveksi Paksa

Alat penukar kalor adalah alat yang difungsikan untuk melakukan perpindahan sejumlah kalor atau

panas dari suatu fluida ke fluida yang lainnya. Tujuan perpindahan panas ini di dalam proses produksi

adalah untuk memanaskan ataupun mendinginkan suatu fluida hingga mencapai temperatur tertentu

yang diinginkan ataupun juga bertujuan untuk mengubah keadaan (fase) fluida dari satu fase ke fase

yang lainnya.

Jenis-jenis alat penukar kalor antara lain double pipe heat exchanger, shell and tube heat exchanger,

compact heat exchanger dan lain-lain. Masing-masing jenis memiliki kompleksibilitas dan tujuan

penggunaan yang berbeda.

Parameter untuk mengukur kinerja alat penukar kalor antara lain faktor pengotor, LTMD, dan metode

NTU-efektifitas.

Page 30: Makalah PK Konveksi

30

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. (2014) Corrosion Behaviour of Heat Exchangers. [Online] Available at :

http://www.amag.at/fileadmin/AMAG/AMAG/Documents/Specifications/Clad_Brazing/Lot-EN-

Korrosion.pdf (Accessed 28 April 2014).

Cengel, A. Yunus. (2003). Heat Transfer 2th Edition. Singapore : McGraw-Hill Book Company.

Handoyo, E.A. (2000) Jurnal Teknik Mesin : Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube

Heat Exchanger. [Online] Available at :

http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/ (Accessed 28 April 2014).

Holman, J.P. (Terjemahan : Ir. E. Jasjfi, M.Sc). (1988). Perpindahan Kalor Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.

Holman, J.P. (2010). Heat Transfer Tenth Edition. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Incropera, Frank P. et al. (2011). Fundamental of Heat and Mass Transfer Seventh Edition. USA : John Wiley

& Sons, Inc.

Kern, Donald Quentin. (2010). Process Heat Transfer. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Lytron. (2012) What is Heat Exchanger?. [Online] Available at :

http://www.lytron.com/Tools-and-Technical-Reference/Application-Notes/What-is-a-Heat-Exchanger

(Accessed 28 April 2014).