25
FK UKI Clinical Trial Blok 12 Metodologi Penelitian Kelompok 14 B Kamis, 5 Februari 2015 Skenario 3

Makalah Penelitian Klinis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

vhjvhjb

Citation preview

Page 1: Makalah Penelitian Klinis

FK UKI

Clinical Trial

Blok 12 Metodologi Penelitian

Kelompok 14 B

Kamis, 5 Februari 2015

Skenario 3

Page 2: Makalah Penelitian Klinis

I. Definisi Uji Klinis

Penelitian Klinis (Clinical Trial) mencakup dua pengertian:

a. Clinical Trial sebagai rangkaian kegiatan penelitian obat pada manusia.

b. Clinical Trial sebagai metode penelitian yang bersifat eksperimen.

Uji klinik yaitu suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia,dimana sebelumnya diawali oleh pengujian pada binatang atau pra klinik.

Penelitian klinis adalah penelitian yang menggunakan pasien dan sukarelawan yang sehat sebagai subyek penelitian.(kamus kesehatan)

II. Tahapan Uji Klinis

1. Tahap Pertama

Tahap pertama yang dilakukan adalah pemberian obat untuk pertama kali nya pada manusia,setelah obat yang bersangkutan telah lolos uji farmakologi dan toksiologi pada binatang percobaan.

2. Tahap Kedua

Tujuan penelitian pada tahap ini untuk menentukan apakah efek farmakologi yang telah di buktikan pada tahap pertama tersebut berguna untuk pengubatan. Indikator dari pengukuran tahap ini adalah penyembuhan penyakit.tetapi karena kesembuhan tersebut biasanya terjadi pada waktu yang panjang,maka efek farmakologi lah yang di jadikan indikator,misalnya kadara gula darah,penurunan tekanan darah, dan lain sebainya.

Page 3: Makalah Penelitian Klinis

3. Tahap Ketiga

Pada tahap ini di perlukan orang percobaan atau penderita yang lebih banyak,dan dilakukan di luar tempat penelitian tahap ke dua,dan hasil penelitian ini dapat memperkuat atau menolak hal-hal yang di temukan pada penilitian tahap kedua.

4. Tahap Keempat

Tahap ini adalah penelitian yang di lakukan setelah obat di pasar kan. Oleh sebab itu,penelitian ini sering di sebut post marketing drug surveillance, yang tujuanya adalah mengatasi kekurangan informasi yang ada pada penilitian tahap sebelumnya. Penelitian ini mencakup tiga masalah pokok yaitu. 1) Efek samping terutama yang muncul akibat pengunaan obat jangka

pendek.2) Masalah manfaat,yang mencakup efek obat pada pemberian jangka

panjang dalam usaha pencegahan kekambuhan,,komplikasi penyakit dan manfaat obat-obatan dibanding dengan cara penyembuhan yang lain.

3) Data pengunaan, yang mencakup pengunaan obat untuk indikasi baru. Kelebihan pakai overused,salah guna misused, dan penyalagunaan abused, yang biasanya di jumpai pada percobaan klinis yang terkontrol.

Page 4: Makalah Penelitian Klinis

III. Tipe-Tipe Uji Klinis

1. Open trial2. Non-randomized controlled trial3. Randomized controlled trial

IV. Syarat Uji Klinis

Penelitian yang melibatkan subyek manusia harus dilakukan hanya oleh, atau secara ketat diawasi oleh peneliti yang cakap dan berpengalaman dan sesuai dengan protokol yang secara jelas menyatakan: Tujuan penelitian Alasan untuk mengusulkan bahwa hal tersebut melibatkan subyek

manusia Sifat dan tingkatan resiko yang diketahui bagi subyek Sumber-sumber yang mengusulkan untuk merekrut subyek Cara yang diusulkan untuk memastikan bahwa persetujuan subyek

dapat diinformasikan secara memadai dan sukarela.

V. Tujuan Uji Klinis

1. Uji klinik bertujuan untuk membuktikan atau menilai manfaat klinik suatu 0bat,pengobatan, atau strategi terapetik tertentu secara objektif dan benar.

2. Untuk menghindari pracondong/biaspemakai , pasien,atau perjalanan alami penyakit itu sendiri.

3. Uji klinik harus dapat memberikan jawaban yang benar (valid) mengenai manfaat klinik intervensi terapi tertentu.

Page 5: Makalah Penelitian Klinis

VI. Keuntungan Uji Klinis

1. Dengan dilakukannya randominasi maka dapat dikontrol secara efektif, oleh karena factor confounding akan terbagi secara seimbang diantara kedua kelompok subyek.

2. Kriteria inklusi, perlakuan dan outcome telah ditentukan terlebih dahulu.3. Statistic akan lebih efektif, oleh karena :

a. Jumlah kelompok perlakuan dan control sebanding b. Kekuatan atau power statistic tinggi

4. Uji klinis secara teori sangat menguntungkan oleh karena banyak metode statistic harus berdasarkan pemilihan subyek secara random.

5. Kelompok subyek merupakan kelompok sebanding sehingga intervensi dari luar setelah randominasi tidak banyak berpengaruh terhadap hasil penelitian selama intervensi tersebut mengenai kedua kelompok subyek.

VII. Kelemahan Uji Klinis

1. Desain dan pelaksanaan uji klinis kompleks dan mahal 2. Uji klinis mungkin dilakukan dengan seleksi tertentu sehingga tidak

representative terhadap populasi terjangkau atau populasi target. 3. Uji klinis paling sering dihadapkan kepada masalah etik 4. Kadang-kadang uji klinis sangat tidak praktis

VIII. Langkah-Langkah Uji Klinis

1. Menetapkan Pertanyaan dan Hipotesis

Berdasarkan atas latar belakang masalah, rumusan masalah dan hipotesis yang sesuai harus ditulis yang memperlihatkan hubungan antar-variabel. Sangat dianjurkan untuk merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang mengacu

Page 6: Makalah Penelitian Klinis

pada tujuan utama penelitian yang berujung pada primary outome. Tujuan utama ini yang paling harus diperhatikan dalam pemilihan desain, memperkirakan besar sampel, dan seterusnya. Secondary outcomes seyogianya dibatasi; apabila tidak maka akan mempersulit setiap langkah selanjutnya dalam keseluruhan proses uji klinis, baik dalam penghitungan besar sampel, rekrutmen peserta, pengukuran, analisis data, serta interpretasinya.

2. Menentukan Desain

Berdasarkan hipotesis yang dibangun, dapat ditetapkan desain yang dipergunakan, apakah desain paralel atau menyilang, atau desain lain yang lebih kompleks. Dalam praktik, bila mungkin dianjurkan untuk menggunakan desain yang paling sederhana yang secara sahih dapat menjawab pertanyaan penelitian, karena: (1) desain yang sederhana akan memberikan hasil yang lebih langsung dan mudah dipahami oleh para klinikus, pengguna utama uji klinis; dan (2) analisisnya tidak banyak menggunakan asumsi. Desain uji klinis yang lebih kompleks sering memberikan hasil yang tidak mudah dipahami oleh sebagian besar klinikus, dan pada analisisnya kerap kali digunakan pelbagai asumsi statistika yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh data yang ada.

3. Menetapkan Peserta Penelitian

a. Menetapkan populasi terjangkau Populasi terjangkau atau populasi sumber adalah bagian dari populasi

target yang merupakan sumber peserta yang akan diteliti. Pemilihan populasi terjangkau ini lebih didasarkan atas alasan praktis, bukan alasan metodologis. Namun perlu amat diperhatikan bahwa karakteristik peserta harus sesuai dengan pertanyaan penelitian yang ingin dijawab. Pada rencana uji klinis tentang manfaat suatu antibiotik baru untuk sepsis neonatus, misalnya, maka populasi terjangkau adalah neonatus yang menderita sepsis yang dirawat dalam kurun waktu yang tersedia.

Page 7: Makalah Penelitian Klinis

b. Menentukan kriteria pemilihan (eligibility titeria) Kriteria pemilihan membatasi karakteristik populasi-terjangkau yang

telah memenuhi persyaratan untuk uji klinis. Kriteria ini harus dijelaskan secara rinci sejak awal perencanaan, oleh karena penting untuk menyusun desain penelitian, pemilihan peserta, simpulan penelitian dan generalisasi hasil penelitian ke populasi. Seperti pada semua desain, kriteria pemilihan pada uji klinis juga terdiri atas kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi (kriteria penerimaan)Kriteria inklusi merupakan syarat umum yang harus dipenuhi oleh

peserta agar dapat disertakan ke dalam penelitian. Persyaratan kriteria inklusi biasanya mencakup karakteristik klinis, demografis, geografis, dan waktu. Dalam penerapan kriteria inklusi harus diperhitungkan kemampulaksanaan, kemungkinan generalisasi, serta spesifisitas yang diperlukan. Kriteria inklusi yang longgar mempermudah untuk mendapatkan peserta penelitian dan lebih mudah generalisasi ke populasi. Uji klinis jenis ini disebut sebagai uji klinis pragmatis, karena hasilnya sesuai untuk diterapkan dalam dunia nyata, yakni dalam praktik klinis sehari-hari.

Di lain sisi kriteria inklusi dapat dibuat sangat ketat sehingga diperoleh pasien yang homogen, namun sulit untuk memperoleh kasus dan melakukan generalisasi. Misalnya pada studi tentang manfaat obat biru terhadap diabetes melitus dibuat kriteria inklusi: pasien diabetes melitus usia 40-50 tahun tanpa hipertensi, tanpa obesitas, tanpa kelainan fungsi ginjal, dan lain-lainnya. Uji klinis ini disebut sebagai explanatory trial (uji klinis eksplanatori) karena bermaksud untuk sedapat mungkin memperoleh hubungan antara obat yang diuji dengan diabetes tanpa banyak dipengaruhi faktor-faktor lain. Namun akibatnya akan sulit untuk memperoleh kasus atau peserta untuk diteliti, dan kelak sulit melakukan generalisasi hasil penelitian oleh karena dalam kenyataan sehari-hari pasien yang menderita diabetes seringkali juga disertai dengan obesitas, kelainan mata, ginjal, hipertensi dan lain-lain. Uji klinis eksplanatori yang jauh lebih ketat terdapat pada ranah farmakologi, farmakodinamik, biokimia, dan sejenisnya.

Page 8: Makalah Penelitian Klinis

Kriteria eksklusi (kriteria penolakan) Kriteria eksklusi adalah tiap keadaan yang menyebabkan peserta yang

memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Dalam kriteria eksklusi ini termasuk kontraindikasi, terdapatnya keadaan atau penyakit lainyang memengaruhi variabel yang diteliti, kepatuhan pasien, peserta yang menolak diteliti, dan masalah etika.

Seperti halnya kriteria inklusi, kriteria eksklusi harus dinyatakan dengan jelas dan logis. Jangan misalnya pada kriteria inklusi sudah disebut bahwa ‘yangdimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien yang berusia di bawah usia 1 tahun', pada kriteria eksklusi ditulis: 'peserta yangberusia 1 tahun atau lebih tidak diikutsertakan dalam penelitian ini'. Hindarkan pula menuliskan kriteria eksklusi yang tidak spesifik, misalnya: "kelainan bawaan" (perlu diingat bahwa anensefali, penyakit jantung bawaan, labioskisis, atau polidaktili, semua adalah kelainan bawaan namun derajat dan dampaknya berbeda terhadap penyakit atau variabel yang diteliti).

c. Menetapkan besar sampel Salah satu hal yang sangat penting daram uji klinis adalah menentukan

besar sampel. Di satu sisi jumlah peserta harus cukup banyak agar dapat rnewakili popurasi terjangkau serta dapat memperlihatkan perbedaan bila perbedaan tersebut ada. Namun di lain sisi harus sesuai dengan subyek yang tersedia, dana, dan waktu. Jumlah peserta yang terlalu sedikit dianggap tidak etis karena meski telah mengorbankan sejumlah peserta, waktu, biaya, fasilitas, pemikiran akhirnya hasil penelitian tidak konklusif. Sebaliknya jumlah peserta yang terlalu banyak juga bertentangan dengun etika terutama oleh karena menyia-nyiakan pasien (kontrol) untuk menerima obat yang kurang efektif, padahal dengan jumlah subyek yang lebih sedikit sudah dapat diambil simpulan.

Umumnya variabel yang diteliti dalam uji klinis adalah variabel nominal (misalnya proporsi kesembuhan) atau numerik (misalnya penurunan kadar kolesterol). Skala variabel yang diteliti sangat penting, untuk diperhatikan dalam penetapan besar sampel dan analisis hasil penelitian.

Page 9: Makalah Penelitian Klinis

4. Melakukan Pengukuran Data Dasar

Selain identitas pasien, sebelum dilakukan randomisasi perlu dicatat data demografis, klinis, dan laboratorium yang relevan dengan penelitian. Data klinis seperti umur, jenis kelamin, diagnosis, dan lain-lain yang relevan dengan prognosis harus dicatat, antara lain untuk penilaian kesetaraan pelbagai variabel di antara kelompok setelah randomisasi. Jangan lupa dalam tiap prosedur pengukuran, prinsip dasar pengukuran harus dipatuhi, agar dapat diperoleh hasil pengukuran dengan validitas dan reliabilitas yang dipat dipertanggungjawabkan.

5. Melakukan Randomisasi

Salah satu aspek lain yang sangat penting dalam uji klinis adalah proses randomisasi (randomization) atau disebut pula sebagai alokasi acak (random allocation, random assignment). Istilaah tersebut harus dibedakan dari pemilihan subyek penelitian secara acak (random sampling, random selection). Randomisasi adalah proses untuk menenfukan alokasi peserta mana yang akan mendapat perlakuan dan peserta mana yang merupakan kontrol berdasarkan pada asas peluang. Di sisi lain, random sampling adalah cara pemilihan subyek dari populasi menjadi sampel berdasarkan asas peluang. Tujuan utama randomisasi adalah untuk mengurangi bias seleksi dan perancu (confounding), dengan terbaginya secara seimbang variabel-variabel yang tidak diteliti pada kedua kelompok.

Proses randomisasi yang dilakukan dengan baik, bila melibatkan cukup banyak peserta, cenderung untuk menghasilkan kelompok-kelompok dengan variabel-variabel yang sebanding, termasuk variabel perancu, baik yang sudah diketahui maupun yang tidak atau belum diketahui. Dengan demikian maka bila kedua kelompok diperlakukan sama (kecuali obat yang diteliti) dan terdapat beda hasil perlakuan, maka beda tersebut semata-mata disebabkan oleh karena perbedaan perlakuan dan bukan karena beda karakteristik peserta pada kedua kelompok.

Dikenal pelbagai cara randomisasi; berikut dikemukakan cara randomisasi yang paling sering dipergunakan, yakni randomisasi sederhana (simple randomization), randomisasi dalam blok (block randomization), dan randomisasi dalam strata (stratifed randomization).

Page 10: Makalah Penelitian Klinis

Randomisasi sederhana (simple randomization) Pada uji klinis paralel dengan dua kelompok, cara alokasi acak dengan

melemparkan mata uang logam dapat dipakai. Namun cara ini tidak elegan; sehingga para peneliti lebih menganjurkan untuk menggunakan tabel angka random atau program komputer.

Kelebihan randomisasi sederhana ini adalah setiap peserta mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh perlakuan A atau B, dan apabila jumlah peserta cukup banyak maka jumlah dan karakteristik peserta dalam tiap kelompok akan sama atau setara. Bila jumlah peserta hanya sedikit, misalnya 30, maka randomisasi sederhana mungkin akan memberikan hasil yang tidak seimbang, misalnya 18 pada kelompok A dan 12 pada kelompok B. Ketidakseimbangan jumlah tersebut tentu dapat menimbulkan dugaan ketidakseimbangan pelbagai karakteristik subyek di antara kedua kelompok.

Kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan jumlah peserta dalam kelompok terapi dengan kelompok kontrol memang selalu ada. Hal ini amat tergantung pada besar sampel; makin kecil jumlah peserta, makin besar risiko untuk memperoleh hasil yang tidak sebanding. Jumlah peserta dalam kedua kelompok biasanya akan mendekati seimbang (dengan randomisasi sederhana) bila jumlah seluruh peserta lebih dari 200 orang. Apabila proses randomisasi menghasilkan kelompok-kelompok yang tidak seimbang, sebagian menyebutnya sebagai kegagalan proses randomisasi (failure of randomization process). Sebenarnya ini adalah sebuah misnomer (penamaan yang tidak tepat); bila prosedur randomisasi telah dilaksanakan dengan benar, maka tidak ada yang gagal, karena kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan memang akan selalu ada. Bila ternyata terjadi ketidakseimbangan faktor-faktor prognostik, maka tidak mungkin lagi untuk dilakukan pengulangan, oleh karena peserta sudah terkumpul. Yang masih dapat dilakukan adalah melakukan penyesuaian (adjustment) untuk menyingkirkan perancu yang tidak tersingkir dalam randomisasi, biasanya dengan melakukan analisis multivariat.

Page 11: Makalah Penelitian Klinis

Randomisasi blok (block ranilomization)Untuk menghindarkan ketidakseimbangan dalam alokasi peserta, dapat

dilakukan cara randomisasi blok. Cara ini bertujuan untuk membuat setiap saat jumlah peserta dalam kelompok-kelompok selalu sebanding atau tidak ada beda yang mencolok.

Randomisasi blok dapat mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi bila dilakukan dengan randomisasi sederhana. Inti prosedur ini adalah setiap sekian peserta berturut-turut (4 peserta berturut-turut bila ukuran blok adalah 4) akan terbagi menjadi dua sama besar, sehingga kapan pun penelitian dihentikan tidak akan terjadi beda yang mencolok antara kedua kelompok. Di sini perlu diingat untuk tidak membuat blok terlalu kecil (misal blok untuk 2 pasien), karena akan memungkinkan peneliti menebak giliran berikutnya. Sebaliknya juga jangan menggunakan blok yang terlalu besar, oleh karena menjadikan tujuan untuk menjaga keseimbangan antarkelompok tidak akan tercapai. Selain randomisasi dengan ukuran blok yang tetap, dapat pula dibuat randomisasi dalam blok dengan ukuran blok yang berubah-ubah. Teknik randomisasi dalam blok ini lazim digunakan pada randomisasi pada studi multisenter, yakni randomisasi dalam strata (stratified randomization).

Randomisasi dalam strata (stratified randomization)Bila pada uji klinis terdapat faktor prognosis yang sangat penting yang

diduga memengaruhi hasil, maka perlu dilakukan stratifikasi prognosis, sehingga diperoleh subkelompok (strata) yang lebih homogen. Randomisasi dilakukan pada tiap strata secara terpisah, kemudian semua peserta yang terpilih digabungkan kembali dalam kelompok yang sesuai. Strata yang dimaksud dapat berupa jenis kelamin kelompok umur, stadium penyakit, atau lokasi (pada uji klinis multisenter).

Evaluasi cara randomisasiCara randomisasi harus dituliskan secara eksplisit baik pada usulan

penelitian maupun pada laporan penelitian; jadi tidak cukup hanya disebutkan "dilakukan randomisasi" saja. Cara randomisasi yang terbaik adalah dengan

Page 12: Makalah Penelitian Klinis

tabel angka random; karena tabel tersebut mudah diperoleh, maka sedikit alasan untuk membenarkan penggunaan cara yang lain.

Randomisasi dengan menggunakan program komputer juga memberikan hasil yang baik; teknik ini seringkali disebut sebagai pseudorandomisasi, oleh karena ia disusun bukan berdasarkan pada proses random, akan tetapi memberikan hasil yang nilainya sama dengan hasil pada proses random.

6. Melakukan Intervensi

Penyamaran (masking, blinding)Tujuan penyamaran ini adalah untuk menghindarkan bias, baik yang

berasal dari peneliti, peserta, atau evaluator. Oleh karena bias dapat terjadi di berbagai bagian uji klinis, maka penyamaran harus diupayakan dalam pelbagai tahapan, khususnya dalam pelaksanaan intervensi serta pengukuran dan evaluasi hasil.

Penyamaran mempunyai nilai yang amat penting dalam uji klinis, karena itu harus selalu diupayakan dengan sungguh-sungguh, namun ia bukan merupakan keharusan. Terdapat cukup banyak keadaan yang menjadikan penyamaran tidak mungkin dilaksanakan, misalnya uji klinis yang membandingkan strategi pengobatan antara terapi medikamentosa dan tindakan bedah. Dalam keadaan tertentu penyamaran saat pelaksanaan intervensi tidak dapat dilakukan namun dapat dilakukan penyamaran pada saat pengukuran outcome (misal ahli pencitraan atau ahli patologi-anatomik yang menentukan outcome tidak pernah berhubungan dengan peserta atau bahkan dengan anggota peneliti yang lain).

Salah satu teknik penyamaran yang cukup banyak dipakai dalam uji klinis, baik pada desain paralel atau pun menyilang, adalah penggunaan plasebo, yang diberikan pada kelompok kontrol. Pada penggunaan plasebo banyak hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, karena berkaitan dengan substansi dan aspek etika.

Plasebo dapat dipergunakan selama belum ada terapi standar untuk penyakit yang diteliti. Plasebo juga dapat digunakan apabila pengobatan

Page 13: Makalah Penelitian Klinis

yang diteliti merupakan tambahan pada regimen standar yang sudah ada (add-on treatment).

Plasebo diperlukan terutama apabila hasil pengobatan bersifat subyektif, misal berkurangnya rasa sakit perubahan gambaran radiologis, dan lain sebagainya. Apabila efek yang dinilai bersifat obyektif, misalnya mati atau hidup, kadar kimia darah (diukur dengan mesin), maka plasebo tidak penting dalam penilaian hasil, namun masih penting untuk menghindarkan perlakuan yang berbeda terhadap kedua kelompok yang diteliti.

Plasebo lebih aman untuk penyakit yang tidak berat. Pada penyakit berat, apalagi apabila sudah ada petunjuk bahwa obat yang diteliti bermanfaat maka penggunaan plasebo perlu dipertanyakan.

Maksud penggunaan plasebo adalah untuk menyingkirkan atau mengurangi bias, baik dari sisi peneliti maupun peserta. Bila peneliti mengetahui jenis obat yang digunakan maka ia cenderung (disadari atau tidak) untuk melakukan tindakan atau penilaian yang lebih menguntungkan peserta yang diberikan obat yang diteliti. Dari sisi peserta, dengan plasebo dapat dikurangi pengaruh efek plasebo (placebo effect) karena efek plasebo diharapkan terjadi seimbang pada kedua kelompok. Efek plasebo adalah perasaan mengalami efek hanya karena seseorang merasa diobati. Selain itu peserta yang tahu diberi obat yang kurang berkhasiat mungkin akan melakukan hal-hal yang memengaruhi perjalanan penyakitnya (misal minum obat lain mengubah gaya hidup).

Jenis ketersamaran

1. Uji klinis terbuka (open trial). Pada uji klinis terbuka ini, baik peneliti maupun peserta mengetahui obat yang diberikan. Desain ini seringkali dilakukan pada studi pendahuluan yang akan dilanjutkan dengan uji klinis acak tersamar ganda. Desain ini juga dipergunakan apabila ketersamaran tidak mungkin dilaksanakan (misal penelitian untuk membandingkan hasil mastektomi sederhana vs. radiasi dengan mastektomi radikal pada kanker payudara).

Page 14: Makalah Penelitian Klinis

2. Tersamar tunggal (single mask). Dalam keadaan ini salah satu pihak (biasanya peserta penelitian, lebih jarang juga dokter yang mengobati) tidak mengetahui terapi yang diberikan. Bila dokter mengetahui obat yang diberikan, seperti halnya pada uji klinis terbuka, dapat terjadi bias (bias perlakuan dan bias pengukuran) oleh karena peneliti cenderung untuk memberikan perhatian dan penilaian yang lebih baik pada kelompok perlakuan.

3. Tersamar ganda (double mask). Pada desain ini baik peneliti maupun peserta tidak mengetahui pengobatan yang diberikan; prosedur ini akan mengurangi terjadinya pelbagai bias, dan dianggap sebagai baku emas untuk uji klinis.

4. Triple mask. Pada desain ini baik peserta, peneliti, maupun penilai tidak tahu obat yang diberikan. Namun pada umumnya, meskipun terdapat 3 komponen ketersamaran, cukup disebut sebagai tersamar ganda saja.

7. Mengukur Variabel Efek

Variabel tergantung (efek, outcome) yang akan diukur harus sudah direncanakan sejak awal. Demikian pula teknik pemeriksaan yang digunakan. Sesuai dengan skala variabel maka variabel yang dinilai dapat berskala nominal, ordinal, atau numerik. Kriteria penilaian juga sudah harus dengan jelas dituliskan pada protokol penelitian. Sangat dianjurkan agar pemeriksa variabel efek tidak mengetahui peserta masuk kelompok perlakuan atau kelompok kontrol.

Pada uji klinis terhadap obat X untuk meningitis tuberkulosa, efek yang dinilai adalah kesembuhan. Dalam hal ini skala variabel tergantung adalah nominal dikotom (sembuh atau tidak sembuh). Pada penelitian obat Y untuk menurunkan tekanan darah, variabel yang dinilai adalah berskala numerik (tekanan darah diastolik, dalam mmHg). Perlu diingat kembali seyogianya fokus penelitian adalah pada pengukuran terhadap primary outcome variable yang merupakan alasan utama mengapa uji klinis perlu dilakukan.

Page 15: Makalah Penelitian Klinis

8. Menganalisis Data

Analisis data uji klinis dilaksanakan dengan menggunakan uji statistika yang sesuai, yang sudah ditulis dalam usulan penelitian. Uji hipotesis yang akan digunakan harus pula ditetapkan pada waktu merencanakan uji klinis. Hal-hal yang perlu dipikirkan untuk uji hipotesis adalah skala pengukuran, distribusi data, besar sampel, jumlah kelompok, serta jumlah variabel.

1. Pada uji klinis dengan variabel bebas berskala nominal dua kelompok (obat baru vs. obat standar) dan variabel efek berskala nominal (sembuh-tidak sembuh), uji hipotesis dilakukan dengan uji kai-kuadrat. Perlu diperhatikan bahwa apabila sampel dipilih secara independen harus dipakai uji kai-kuadrat untuk 2 kelompok independen, sedangkan apabila sampel dipilih secara serasi (matching) maka harus dipergunakan uji kai-kuadrat untuk kelompok berpasangan (uji Mc Nemar).

2. Bila variabel bebas berskala nominal 2 kelompok (misalnya lelaki-perempuan) dan variabel efek berskala numerik (misalnya kadar kolesterol), maka uji yang digunakan adalah uji-t yakni uji-t untuk 2 kelompok independen atau uji-t untuk kelompok berpasangan. Namun apabila distribusi data tidak normal maka dipakai uji non-parametrik, atau dapat dilakukan tranformasi data lebih dahulu (dengan logaritme, akar, atau teknik lain) sebelum dilakukan uji parametrik seperti uji-t.

3. Bila variabel bebas berskala nominal lebih dari 2 kelompok, dan variabel efek berskala numerik, digunakan analisis varians (Anova).

4. Apabila terjadi perbedaan lama pengamatan dari masing-masing peserta, jadi yang dinilai bukan hanya apakah terjadi efek namun juga saat terjadinya efek, maka digunakan analisis kesintasan (survaival analysis).

IX. Prinsip Dasar Uji Klinis

1. Riset biomedik pada subjek manusia harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan berdasarkan eksperimen laboratorium hewan percobaan dan pengetahuan yang adekuat dari literature ilmiah.

Page 16: Makalah Penelitian Klinis

2. Disain dan pelaksanaan eksperimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu protocol untuk kemudian diajukan kepada suatu komisi independen yang ditugaskan untuk mempertimbangkan, member komentar dan bimbingan.

3. Riset biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang dengan kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medik yang kompeten.

4. Riset biomedik pada manusia tidak boleh dikerjakan kecuali bila kepentingan tujuan penelitian tersebut sepadan denga resik yang akan dihadapi subjek.

5. Setiap penelitian pada subjek manusia harus diketahui oleh peneliti secara seksama mengenai resiko yang mungkin timbul dan manfaat potensial, baik bagi subjek maupun bagi orang lain.

6. Dalam penelitian, hak seseorang untuk melindungi integritas dirinya harus selalu dihormati. Penelitian harus berusaha menekan sekecil mungkin dampak penelitian terhadap integritas mental, fisik dan kepribadian seubjek.

7. Seorang dokter tidak diperbolehkan ikut dalam proyek riset dengan subjek manusia kalau ia tidak dapat memperkirakan bahaya apa yang mungkin timbul.

8. Dalam mempublikasikan hasil penemuannya, maka harus dilaporkan hasil yang akurat. Eksperimen yang dilakukan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip yang digariskan dalam Deklarasi Helsinki tidak boleh diterima untuk publikasi.

9. Dalam setiap riset pada manusia, maka kebanyakan subjek yang bersangkutan harus diberi tahu tentang tujuan, metoda, manfaat serta bahaya potensial danrasa tidak enak yang akan dialami.

10.Dalam meminta persetujuan setelah penjelasan ini, dokter harus berhati-hati bilamana ada kemungkinan bahwa pasien merasa tergantung dari dokternyaatau dalam keadaan dimana subjek memberi persetujuan dibawah paksaan.

Page 17: Makalah Penelitian Klinis

11.Untuk penderita yang tidak kompeten secara hukum, maka persetujuan setelah penjelasan harus diminta dari pelindungnya yang sah menurut hukum setempat.

12.Dalam protokol riset selalu harus dicantumkan pernyataan tentang norma-norma etik yang dilaksanakan dan telah sesuai dengan prinsip-prinsip Deklarasi Helsinki.

X. Manfaat Uji Klinis

• Menentukan efektivitas obat terhadap penyakit tertentu.• Menentukan keuntungan dan kerugian/bahaya obat terhadap

manusia (efek samping).• Membuktikan derajat dan keamanan obat yg digunakan manusia.