Upload
susanyulianti1
View
1.116
Download
30
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan bioetanol dari biomassa yang banyak mengandung lignoselulosa
seperti bagas merupakan salah satu energi alternatif yang cukup berpotensi untuk
diterapkan di Indonesia. Selain karena sumber bahan bakunya yang melimpah di negara
kita, produksi bioetanol dari bagas juga ramah lingkungan serta membutuhkan biaya
yang relatif murah Bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar substitusi bensin
dan sebagai bahan campuran premium. Etanol juga dapat dicampur secara langsung ke
dalam bensin dengan campuran 10% etanol dan 90 % bensin yang biasa disebut gasohol.
Pengembangan bioenergi seperti bioetanol dari biomassa sebagai sumber bahan
baku yang dapatdiperbarui merupakan satu alternatif yang memiliki nilai positif dari
aspek sosial dan lingkungan . Etanol yang mempunyai rumus kimia C2H5OH adalah zat
organik dalam kelompok alkohol dan banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Pada
umumnya etanol diproduksi dengan cara fermentasi dengan bantuan mikroorganisme
oleh karenanya sering disebut sebagai bioetanol.
Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan
relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian
(biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri
gula) atau tandan kosong kelapa sawit.
Bioteknologi menjanjikan upaya produksi etanol dari bahan-bahan berselulosa
(biomassa), bahan yang berlimpah di dunia ini. Limbah pertanian seperti merang,
bongkol jagung atau limbah industri kehutanan bisa digunakan sebagai bahan baku
produksi etanol. Tumbuhan khusus seperti rumput atau pohon mudah tumbuh dapat
dijadikan sumber energi melalui etanol.
Konversi biokimia dari biomassa menjadi etanol untuk bahan bakar transportasi
meliputi tiga tahap:
1
Pengolahan untuk melarutkan hemiselulosa dan lignin sehingga selulosa lebih
mudah dijangkau oleh enzim.
Hidrolisa selulosa menjadi gula menggunakan enzim.
Gula yang dihasilkan kemudian difermentasi menjadi etanol.
Agar proses produksi biomassa menjadi etanol dapat berlangsung ekonomis dan
mudah, berbagai upaya dilakukan untuk merancang ulang molekul-molekul enzim, alur
biokimia dan sistem sel mikroorganisma yang digunakan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
a. Mengetahui beberapa contoh lignoselulosa yang dapat dijadikan bioethanol.
b. Mengetahui jenis enzim dan mikroba pada proses pembuatan ethanol dari
lignoselulosa.
c. Mengatahui proses fermentasi dari pembuatan ethanol tersebut.
d. Mengataui kualitas produk hasil fermentasi.
e. Mengetahui keuntungan proses pembuatan ethanol dari lignoselulosa.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
a. Apa saja biomassa yang dapat dikonversi menjadi bioethanol?
b. Sebutkan jenis enzim dan mikroba yang berperan pada produksi bioethanol dari
lignoselulosa?
c. Bagaimana proses pretreatment dan fermentasi dalam proses tersebut?
d. Apa keuntungan dan kerugian dari proses pembuatan bioethanol dari selulosa
tersebut?
2
BAB II
ISI
Energi merupakan salah satu permasalahan utama dunia pada abad ke-21. Sampai saat
ini bahan bakar minyak masih menjadi konsumsi utama negara-negara dunia. Minyak bumi
bisa menjadi senjata politik yang menakutkan karena sektor industri dunia sangat bergantung
kepada pasokan minyak bumi.
Invansi Amerika Serikat ke Iraq pada 2003 lalu pun lebih disebabkan pada perang
untuk mendapatkan minyak daripada perang untuk melawan terorisme. Amerika Serikat
sebagai konsumen terbesar minyak bumi dunia dengan tingkat konsumsi 25 juta barrel/hari,
tetapi hanya memproduksi 7,5 juta barrel/hari. Oleh karena itu ketersediaan minyak bumi
adalah hal yang sangat vital untuk menjaga keberlangsungan industrinya.
Peranan BBM masih 63% dalam pemakaian energi final nasional-2003. Indonesia yang
dulu menjadi negara pengekspor minyak, sejak tahun 2004 berubah menjadi negara
pengimpor minyak. Pada tahun 2004 Indonesia mengimpor minyak 487 ribu barel/hari.
Sementara itu harga minyak dunia terus mengalami peningkatan harga. Hal ini jelas akan
menggoyang perekonomian nasional.
Struktur APBN masih bergantung pada penerimaan migas dan subsidi BBM. Naiknya
harga minyak dunia mengakibatkan membengkaknya subsidi BBM. Kebijakan pengurangan
subsidi BBM yang diterapkan pemerintah akhirnya berakibat pada meningkatnya biaya-biaya
perekonomian masyarakat.
Maka, harus ada upaya-upaya strategis untuk mengurangi ketergantungan pada minyak
bumi. Hal ini sudah cukup mendesak mengingat cadangan minyak nasional hanya sampai 18
tahun (lihat tabel) lagi, sementara konsumsi dalam negeri terus meningkat. Diprediksikan
pada tahun 2010, jumlah import BBM akan meningkat menjadi sekitar 60% – 70% dari
kebutuhan BBM dalam negeri. Fakta ini akan menjadikan Indonesia menjadi Pengimpor
BBM terbesar di Asia.
Penggunaan bahan bakar alternatif harus segera dilakukan terutama yang berbentuk
cair, karena masyarakat sudah sangat familiar dengan bahan bakar cair, BBM. Salah satunya
3
adalah Bioetanol. Bioetanol dengan karakteristiknya dapat mensubtitusi bensin. Indonesia
perlu mengembangkan bioetanol karena :
1. Konsumsi energi meningkat
2. Bahan bakar fosil akan habis
3. Devisa (impor bbm)
4. Potensi penggunaan biofuel
5. protokol Kyoto
6. Potensi lahan
7. Potensi sumber daya manusia (petani)
2.1 Ethanol
Ethanol dapat diproduksi melalui fermentasi glukosa. Umumnya biokonversi
glukosa menjadi etanol dilakukan dengan memanfaatkan yeast. Reaksi umumnya adalah
sebagai berikut:
C6H12O6 -> 2CO2 +2C2H5OH + Panas
Pembakaran akan merombak etanol, oksidasi (penambahan oksigen dari udara)
hydrogen menghasilkan uap air (H2O), karbon menjadi karbondioksida (CO2) dan
melepaskan energi.
2.2 Lignoselulosa
Lignoselulosa terutama tersusun atas lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
Kandungannya bervariasi tergantung pada jenis dan umur tanaman.
2.2.1 Lignin
Lignin adalah polimer tri-dimensional phenylphropanoid yang dihubungkan
dengan beberapa ikatan berbeda antara karbon-ke-karbon dan beberapa ikatan lain
antara unit phenylprophane yang tidak mudah dihirolisis (33). Di alam lignin
ditemukan sebagai bagian integral dari dinding sel tanaman, terbenam di dalam
polimer matrik dari selulosa dan hemiselulosa. Lignin adalah polimer dari unit
phenylpropene: unit guaiacyl (G) dari prekusor trans-coniferyl-alcohol, syringyl
(S) unit dari trans-sihapyl-alcohol, dan p-hydroxyphenyl (H) unit dari prekursor
trans-p-coumaryl alcohol. Komposisi lignin di alam sangat bervariasi tergantung
4
pada spesies tanaman. Pengelompokan seperti kayu lunak, kayu keras, dan rumput-
rumputan, lignin dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu: guaiacyl lignin
dan guaiacyl-syringyl lignin (Gibbs, 1958 in (34)). Guaiacyl lignin adalah produk
polimerisasi yang didominasi oleh coniferyl alcohol, sedangkan guaiacyl-syringlyl
lignin tersusun atas beberapa bagian dari inti aromatic guaiacyl dan syringyl,
bersama dengan sejumlah kecil unit p-hydroxyphenyl. Kayu lunak terutama
tersusun atas unit guaiacyl, sedangkan kayu keras juga tersusun atas unit syringyl.
Kayu lunak ditemukan lebih resisten untuk didelignifikasi dengan ekstraksi basa
daripada kayu keras (35). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa guaiacyl lignin
membatasi pemekaran (swelling) serat dan dengan demikian menghalangi serangan
enzim pada syringyl lignin. Struktur yang lebih resisten dari guaiacyl lignin juga
telah diobservasi di dalam study degradasi dari lignin sintetis oleh fungi perombak
lignin Phanerochaeta chrysosporium (Faix et al., 1985).
Beberapa study lignin terbaru menemukan bahwa terdapat struktur lignin
yang bermacam-macam (36). Lignin seperti terdiri dari daerah amorphous dan
bentuk-bentuk tersturktur seperti partikel tabung dan globul. Ada indikasi pula
bahwa struktur kimia dan tri-dimensional lignin sangat dipengaruhi oleh matrik
polisakarida. Simulasi dinamik menunjukkan bahwa gugus hydroxyl dan methoxyl
di dalam prekusor lignin dan oligomer mungkin berinteraksi dengan mikrofibril
selulosa sejalan dengan fakta bahwa lignin memiliki karakteristik hidrofobik.
Tipe ikatan utama lignin di dalam kayu spruce adalah ikatan (linkage) ether, -
aryl ether adalah yang utama. Sebagaidi mana ikatan arylglycerol- tambahan, unit
phenylpropene diikat oleh ikatan karbon-ke-karbon (37). Grup fungsional yang
mempengaruhi reaktifitas lignin meliputi gugus phenolic hydroxyl bebas,
methoxyl, benzylic hydroxyl, benzyl alcohol, noncyclic benzyl ether dan carbonyl.
Guaiacyl lignin mengandung gugus phenolic hydroxyl daripada syringyl. Skema
struktur dari lignin kayu lunak, termasuk struktur baru dibenzodiaxocin,
diperlihatkan pada Gambar 1.
5
struktur lignin
Gambar 1. Struktur lignin kayu lunak (Brunov, 1998). Gugus struktur dan
fungsional yang umum ditemukan di dalam molekul lignin juga ditampilkan.
Struktur kimia asal lignin mengalami perubahan di bawah kondisi suhu yang
tinggi dan asam, seperti pada pretreatment dengan uap panas. Reaksi pada
temperature tinggi di atas 200oC, lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil
dan terlepas dari selulosa (38). Penelitian awal pada lignin kayu keras -O-4 aryl
ether terpecah pada saat perlakuanmenunjukkan bahwa ikatan steam-explotion
yang menyebabkan penurunan bobot molekul dan meningkatkan kandungan
phenolic (38).
2.2.2 Selulosa
Selulosa adalah komponen utama yang mencapai 62.9% dari bobot kering
TKKS (6). Selulosa sangat erat berasosiasi dengan hemiselulosa dan lignin. Isolasi
selulosa membutuhkan perlakuan kimia yang intensif (5). Selulosa terdiri dari unit
monomer D-glukosa yang terikat melalui -1-4-glikosidik. Residu glukosa tersusun
dengan posisi 180oikatan antara satu dengan yang lain, dan selanjutnya
pengulangan unit dari rantai selulosa membantuk unit selobiosa (Gambar 2).
Derajat polimerasi(DP) selulosa bervariasi antara 7000 – 15000 unit glukosa,
tergantung pada bahan asalnya
6
(A)
(B)
Gambar 2. Gambar skema selulosa (A) (sumber
http://www.scientificpsychic.com/fitness/carbohydrates.html ) dan model molekul
selulosa (B) (sumber http://www.lsbu.ac.uk/water/hycel.html).
Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hydroxyl. Gugus – OH ini
dapat berinteraksi satu sama lain dengan gugus –O, -N, dan –S, membentuk ikatan
hydrogen. Ikatan –H juga terjadi antara gugus –OH selulosa dengan air. Gugus-OH
selulosa menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik. Rantai selulosa
memiliki gugus-H di kedua ujungnya. Ujung –C1 memiliki sifat pereduksi.
Struktur rantai selulosa distabilkan oleh ikatan hydrogen yang kuat disepanjang
rantai. Di dalam selulosa alami dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama
membentuk mikrofibril yang sangat terkristal (highly crystalline) dimana setiap
rantai selulosa diikat bersama-sama dengan ikatan hydrogen. Sebuah kristal
selulosa mengandung sepuluh rantai glukan dengan orientasi pararel. Tujuh kristal
polymorphs telah diidentifikasi , II, IIII,IIIII, IVI danuntuk selulosa, yang
7
dikodekan dengan Iα, I ditemukan melimpahIVII (39). Di alam, kristal selulosa
jenis Iα dan I (41). Sebagai tambahan di dalam area yang sangat terkristal, selulosa
alami mengandung area amorphous yang lebih sedikit.
2.2.3 Hemiselulosa
Hemiselulosa umumnya dikelompokkan berdasarkan residu gula utama
yang menyususun rangkanya, seperti: xylan, mannan, galactan, dan glucan,
dengan xylan dan mannan adalah gugus utama dari hemiselulosa (Gambar 3).
Hemiselulosa umumnya dilaporkan berasosiasi secara kimia atau terikat-silang
dengan polisakarida, protein, atau lignin. Xylan kemungkinan sebagai wilayah
ikatan utama antara lignin dan karbohirat lain. Hemiselulosa lebih mudah larut
daripada selulosa, dan dapat diisolasi dari kayu dengan ekstraksi. Rata-rata
derajat polimerisasi (DP) dari hemiselulosa bervariasi antara 70 dan 200
tergantng pada jenis kayu (34).
Gambar 3. Beberapa gula penyusun hemiselulosa (sumber (15))
Hemiselulosa di dalam kayu keras dan tanaman semusim terutama tersusun
atas xylan (15-30%), sedangkan hemiselulosa kayu lunak tersusun atas
galaktoglukomannan (15 – 20%) dan xylan (7 – 10%). Xylan kayu keras -D-
xylopyranosyl, yang mengandung asamterdiri atas unit 4-O-methyl-α-D-
glucuronic dan gugus samping acetil. Asam 4-O-methyl-α- 2) glycosidicD-
glucuronic diikat ke rangka xylan melalui ikatan O-(1 dan asam asetik
diesterifikasi pada gugus karbon 2 dan/atau 3 hydroxyl. Rasio molar antara xylosa
: asam glukoronat : residu acetil adalah antara 10:1:7. Xylan kayu lunak adalah
8
arabino-4-O-methylglucuronoxylan, di mana tidak terasetilasi, tetapi rangka
xylan disubstitusi pada karbon 2 dan 3 secara berurutan dengan asam 4-O-
methyl-α-D-glucuronic dan residu α-L-arabinofuranosyl (35).
Galaktoglukomannan -D-glucopyranosyl dan-1-4 unit kayu lunak
memiliki rangka ikatan- -D-mannopyranosyl, yang sebagian disubstitusi oleh α-
D-galactopyranosyl dan gugus asetil (39). Terdapat dua macam
galaktoglukomanan: fraksi larut air dan alkali, dengan rasio
mannose:glukosa:galaktosa:residu asetil 3:1:1:0.24 untuk faksi larut air, dan
3:1:0.1:0.24 untuk fraksi larut alkali (Timell, 1967 in (34)).
2.3 Potensi Bioethanol dari Biomassa Lignoselulosa
Limbah lignoselulosa memiliki potensi besar sebagai bahan baku bioethanol.
Sebagai contoh dari 1 ha sawah dapat diproduksi sebesar 766 hingga 1.148 liter
bioethanol. Jika harga ethanol sekarang adalah Rp. 5.500,- maka nilainya adalah Rp.
4,210 juta hingga Rp. 6,316 juta. Jumlah yang tidak sedikit.
2.3.1 Ethanol dari Jerami Padi
Jerami padi mengandung kurang lebih 39% sellulosa dan 27,5% hemiselullosa.
Kedua bahan polysakarida ini dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang
selanjutnya dapat difermentasi menjadi ethanol. Potensi produksi jerami padi per ha
kurang lebih 10 – 15 ton, jerami basah dengan kadar air kurang lebih 60%. Jika
seluruh jerami per ha ini diolah menjadi ethanol (fuel grade ethanol), maka potensi
9
produksinya kurang lebih 766 hingga 1,148 liter/ha FGE (perhitungan ada di
lampiran). Dengan asumsi harga ethanol fuel grade sekarang adalah Rp. 5500,-
(harga dari pertamina), maka nilai
ekonominya kurang lebih Rp.
4,210,765 hingga 6,316,148 /ha.
Menurut data BPS tahun 2006,
luas sawah di Indonesia adalah 11.9
juta ha. Artinya, potensi jerami
padinya kurang lebih adalah 119 juta
ton. Apabila seluruh jerami ini diolah menjadi ethanol maka akan diperoleh sekitar
9,1 milyar liter ethanol (FGE) dengan nilai ekonomi Rp. 50,1 trilyun. Jika dihitung-
hitung ethanol dari jerami sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan bensin nasional.
2.3.2 Ethanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Kandungan selulosa
dan hemiselullosa dari TKKS
kurang lebih adalah 45% dan
26%. Sama seperti jerami
padi, kedua polysakarida ini
dapat dihidrolysis menjadi
gula sederhana dan
selanjutnya difermentasi menjadi ethanol. Sebuah pabrik kelapa sawit (PKS) dengan
kapasitas 60 ton/jam dapat menghasilkan limbah kira-kira 100 ton/hari. Produksi
limbah dapat meningkat atau berkurang tergantung pada TBS (Tandan Buah Segar)
yang diolah. Jika seluruh TKKS ini diolah menjadi ethanol (fuel grade ethanol)
maka potensinya diperkirakan sebesar 8,254 liter/hari. Nilai ekonominya kurang
lebih Rp. 45,395,335 /hari.
2.3.3 Ethanol dari Corn Stover
Corn Stover terdiri dari daun dan
batang dari jagung (Zea mays ssp. Mays L.)
Tanaman dibiarkan dalam lapangan setelah
10
panen dan terdiri dari residu: tangkai, daun, sekam, dan tongkol yang tersisa di
lapangan setelah panen sereal gandum. Stover dibiarkan sekitar setengah dari masa
panen tanaman. Stover corn ini mirip dengan jerami. Corn stover biasanya
merupakan produk pertanian di daerah-daerah yang mempunyai jumlah produksi
jagung yang besar. Selain itu, stover juga mengandung gulma dan rumput lain non-
butir bagian dari panen jagung.
Table Komposisi Corn Stover
Komponen % berat kering
Selulosa / glucan 37.4
Xylan 21.1
Lignin 18.0
Protein 3.1
2.3.4 Ethanol dari Kayu
Membuat ethanol dengan tanpa
menghasilkan karbon dioksida yang terlepas di
udara dan menambah efek pemanasan global kini
berhasil dikembangkan oleh ZeaChem, sebuah
perusahaan yang baru saja berdiri dan berbasis di
11
Menlo Park, California. Sejenis bakteri yang juga membantu rayap untuk mencerna
kayu, digunakan dalam proses pembuatan ethnaol yang menggunakan kayu sebagai
bahan bakunya. Proses yang melibatkan bakteri tersebut mampu memproduksi 50%
lebih ethanol dari jumlah biomassa yang digunakan dibandingkan dengan yang bisa
dilakukan pada proses konvensional. Perusahaan tersebut telah melakukan
serangkaian uji coba dan saat ini sedang berencana untuk membuat sebuah pabrik
ethanol yang bisa menghasilkan 2 juta galon per tahun. Pembangunan mulai berjalan
pada awal tahun ini. Prosesnya sama dengan metode konvensional, dimulai dengan
proses mengurai biomassa menjadi gula. Pada titik ini, proses konvensional
menggunakan ragi untuk mem-fermentasi gula menjadi ethanol. Tetapi proses ini
mengakibatkan 1/3 dari karbon dioksida di dalam gula dilepaskan ke udara.
ZeaChem menggantikan ragi dengan sejenis bakteri yang disebut Moorella
thermoacetica, yang bisa ditemukan di sejumlah tempat di alam, termasuk di dalam
sistem pencernaan rayap dan sapi. Bakteri tersebut membantu mengurai kayu yang
menjadi bahan pangan bagi kedua binatang tersebut. Dengan menggunakan
Moorella thermoacetica, gula diubah menjadi semacam cuka yang disebut asam
asetat dan tanpa melepaskan karbon dioksida sedikitpun ke udara. Selanjutnya
ZeaChem menggunakan proses kimia untuk mengubah asam asetat tersebut menjadi
ethanol. Asam asetat pada tahap awal diubah menjadi ethyl asetat, kemudian
langkah berikutnya mengubah ethyl asetat menjadi ethanol yang memerlukan
penambahan energi dari luar. Hidrogen yang digunakan sebagai sumber energi
tersebut didapatkan dari sisa-sisa proses pengubahan biomassa menjadi gula. Bahan
yang dikenal dengan lignin bisa diubah menjadi gas yang kaya hidrogen dengan
memanaskan pada kondisi yang sesuai, sebuah proses yang dikenal dengan
gasifikasi. Hidrogen yang dihasilkan kemudian dikombinasi dengan ethyl asetat
untuk membuat ethanol. Gas yang tersisa kemudian diumpankan kembali ke dalam
proses. Sejauh ini perusahaan tersebut telah menunjukkan hasil 40% lebih baik
dibandingkan dengan pendekatan konvensional, dan saat ini sedang menuju
perbaikan sebesar 50%. Meski proses yang digunakan oleh ZeaChem lebih rumit
daripada metode yang saat ini banyak digunakan, dan membangun pabrik ethanol
yang menggunakan metode tersebut juga akan membutuhkan biaya yang lebih
banyak, tetapi hasil yang didapatkan juga sepadan dengan biaya yang dikeluarkan.
12
2.3.5 Sumber Limbah Lignoselulosa yang Lain
Indonesia kaya akan biomassa lignoselulosa. Contoh di atas adalah sebagian
kecil dari potensi biomassa lignoselulosa yang ada di Indonesia. Masih banyak
sumber biomassa yang lain. Sumber-sumber yang cukup besar antara lain: sampah
organik kota, limbah industri kayu, limbah industri pulp/kertas, dan limbah-limbah
agroindustri yang lain.
Tentunya setiap limbah memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang
menentukan bagaimana teknologi biokonversi yang tepat. Namun, pada prinsipnya
setiap limbah organik lignoselulosa secara teoritis dapat diubah menjadi ethanol.
Sekali lagi, potensi yang besar ini akan tetap menjadi potensi di atas kertas saja.
Diperlukan upaya yang besar untuk mewujudkannya menjadi kenyataan. Peneliti,
pemerintah, pengusaha, dan masyarakat secara bergotong-royong bisa
mewujudkannya.
2.4 Kandungan Lignoselulosa dan Potensi Etanol yang dapat Dihasilkan
Komponen selulosa yang bisa dirombak menjadi etanol adalah hasil hidrolisis
selulosa dan hemiselulosa. Data-data di bawah ini dikumpulkan dari beberapa sumber.
Potensi produksi etanol dihitung dengan metode yang disampaikan oleh Badger (2002).
Kalau ada yang punya data lebih baik dan lebih akurat silahkan dikoreksi.
BiomassaKlason
Lignin (%)
Selulosa
(%)
Hemiselulosa
(%)
Ethanol (L
ethanol/kg
biomassa)
Referensi
Rice straw 21 38 25 0.19Taniguchi et al
(2005)
Oil palm empty
fruit bunches10 50.4 21.9 0.23
Umikalsom et
al (1997)
Hardwoods stems 18 40 24 0.20Sun and Cheng
(2002)
Softwoods stems 25 45 25 0.22Sun and Cheng
(2002)
Nut Shells 30 25 25 0.15 Sun and Cheng
13
(2002)
Corn cobs 15 45 35 0.24Sun and Cheng
(2002)
Grasses 10 25 35 0.18Sun and Cheng
(2002)
Paper 0 85 0 0.28Sun and Cheng
(2002)
Wheat straw 15 30 50 0.23Sun and Cheng
(2002)
Sorted refuse 20 60 20 0.25Sun and Cheng
(2002)
Leaves 0 15 80 0.26Sun and Cheng
(2002)
Cotton seed hairs 0 80 5 0.28Sun and Cheng
(2002)
Newspaper 18 40 25 0.20Sun and Cheng
(2002)
Waste papers from
chemical pulps5 60 10 0.23
Sun and Cheng
(2002)
Primary
wastewater solids24 8 0 0.03
Sun and Cheng
(2002)
Swine waste 0 6 28 0.09Sun and Cheng
(2002)
Solid cattle manure 2.7 1.6 1.4 0.01Sun and Cheng
(2002)
Coastal Bermuda
Grass6.4 25 35.7 0.18
Sun and Cheng
(2002)
Switch grass 12 45 31.4 0.23Sun and Cheng
(2002)
Baggase 24.05 42.64 25.4 0.21 Bransby (2007)
2.5 Enzim Dan Mikroba Yang Berperan
1. Enzim
14
Dalam pembuatan bioetanol berbahan Lignoselulosa yang mengandung selulosa
hemiselulosa, dan lignin dibutuhkan dua macam enzim, yaitu enzim selulase dan
hemiselulase. Selulase berperan dalam proses pemisahan lignin dari komponen utama
dan untuk hidrolisis selulosa. Sedangkan hemiselulase berfungsi untuk menghidrolisis
hemiselulosa.
a. Selulase
Selulase adalah enzim yang dapat mendegradasi selulosa (polisakarida dari
bentukan glukosa). Pada Umumnya selulase mendegradasi selulosa yang memiliki
rantai yang lebih pendek dari komponen kayu (selulosa, lignin, ekstraktif dan
mineral). Berdasarkan penelitian dapat dibuktikan bahwa enzim selulase dapat
meningkatkan fibrilasi karena fines (serat halus) yang komponen utamanya
hemiselulosa dapat terdegradasi sehingga dapat dicapai derajat giling yang
dikehendaki dengan waktu giling yang lebih cepat akibat penambahan enzim
selulase.
b. Hemiselulase
Hemiselulase adalah suatu istilah kolektif untuk suatu kelompok enzim yang dapat
memecah hemiselulosa. Hemiselulosa merupakan komponen dinding sel di dalam
tumbuhan. Mereka tidak bisa dicerna oleh manusia dan terbilang kasar. Di dalam
gandum, hemiselulosa ditemukan dengan proporsi yang tinggi yaitu, 2 - 12 persen
yang juga dikenal sebagai fibrils.
2. Mikroba
Untuk menghasilkan enzim-enzim yang dibutuhkan, digunakan berbagai macam
mikroba yang dapat berjenis fungi atau bakteri.
Sebagai sumber penghasil enzim selulase adalah sebagai berikut.
- Fungi : Trichodorma viride, Humicola, Acremonium, Volvariella Sp,
Lentinus
edodes, Pleurotus Sp, Basidiomycetes, Thermoactinomycos Sp
- Bakteri : Clostridium thermocellum, Thermophilic sporocytophaga.
a. Trichodorma viride
15
Trichodorma viride merupakan jamur cellulolytic yang tumbuh pada suhu 25-
30°C dalam media cornmeal dextrose agar (CMD), potato dextrose agar (PDA).
Fungi ini tumbuh dengan cepat pada media sederhana dengan pH 5.0 - 2.5, begitu
mengurangi menurunkan suatu pencemaran minimum dari mikroba lainnya .
b. Humicola
Humicola adalah fungi yang biasa tumbuh pada tanah humus. Humicola
ditemukan di Michigan, Idaho, Tennessee, dan Washington.
c. Acremonium
Acremonium pada umumnya tumbuh lambat dan pada awalnya lembab. Jenisnya
yaitu Acremonium hyphae, Acremonium hyaline.
d. Volvariella Sp
Jenisnya adalah V. volvacea, V. esculenta, dan V. diplasia. Volvariella Sp. biasa
tumbuh pada jerami
e. Lentinus edodes
Jamur Lentinus edodes telah dikembangbiakkan selama berabad-abad di Negeri
China dan Jepang untuk kepentingan komersial. L. edodes mempunyai potensi
untuk bioconversion residu lignified ke dalam fungal protein.
f. Pleurotus Species
Jenisnya yaitu P. ostreatus, P. sajorcaju, P. florida, P. cornucopiae, dll. Fungi ini
biasa disebut " White-Rot" jamur. Pleurotus Sp mampu menguraikan/memisahkan
lignin dan polysaccharides pada kayu. P. cornucopiae tumbuh secara komersial di
Jepang, tetapi tidak satupun dari jenis tumbuh di negara-negara barat. P. ostreatus
dan P. florida mempunyai temperatur optimal sekitar 30 C. Semua dapat ditanami
pada campuran serbuk gergaji dan butir, dan pupuk.
g. Basidiomycetes
Contohnya Phanerochaeta chrysosporium. P. chrysosporium dapat menghasilkan
jumlah spora berlimpah. Tumbuh dengan cepat pada 35 - 40 C, tetapi juga baik
pada 25 C, dan memerlukan nutrisi yang cukup sederhana.
h. Thermoactinomycos Species
Thermoactinomyces sp. bersifat thermopilik, cellulolytic. Tumbuh di area tropik
dengan cepat pada 55 ke 65°C di bawah kondisi-kondisi aerobic pada berbagai
material yang mengandung kanji dan cellulosic yang lebih bahan gizi sederhana
lain.
i. Clostridium thermocellum
16
Clostridium thermocellum merupakan bakteri anaerob. Clostridium thermocellum
mempunyai kebutuhan gizi sederhana dan tumbuh pada suhu di atas 50 C.
j. Thermophilic Sporocytophaga
Thermophilic Sporocytophaga tumbuh pada media dengan suhu 55 – 650C.
Mikroba ini bermanfaat untuk produksi massa sel, ethanol, asam cuka, dan laktat
dari bahan kimia untuk cat/kertas.
k. Saccharomyces cerrevisae
Saccharomyces cerrevisae berfungsi untuk fermentasi glukosa.
Proses fermentasi lignoselulosa
Lignoselulosa secara umum mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Selulosa dan hemiselulosa dapat diekstaksi dan ditransformasi (dengan menggunakan
proses hidrolisis) menjadi gula kemudian mengalami proses fermentasi (dengan
menggunakan proses fermentasi glukosa/pentosa) sehingga terbentuk etanol.
Beberapa spesies mikroba dari kelompok yeast/khamir, bakteri dan fungi dapat
memfermentasi karbohidrat menjadi ethanol dalam kondisi bebas oksigen .Mikroba
melakukan fermentasi tersebut untuk mendapatkan energi dan untuk tumbuh.
Berdasarkan reaksi kimia fermentasi, hasil maksimum teoritis dari setiap kg gula adalah
0.51 kg ethanol dan 0.49 kg CO2:
3C5H10O5 –> 5C2H5OH + 5CO2 (1)
C6H12O6 –> 2C2H5OH + 2CO2 (2)
Metode fermentasi untuk gula C6 telah diketahui dengan baik sejak paling tidak 6000
tahun yang lalu, ketika orang-orang Sumeria, Babylonia, dan Mesir mulai membuat bir
dari nira. Mikroba yang sangat umum dimanfaatkan dalam proses fermentasi adalah
ragi roti (Saccharomyces cereviseae) dan Zymomonas mobilis.
Saccharomyces cereviseae memiliki banyak keunggulan antara lain adalah mampu
memproduksi ethanol dari gula C6 (heksosa), toleran terhadap konsentrasi ethanol yang
tinggi dan toleran terhadap senyawa inhibitor yang terdapat di dalam hidrolisat
biomassa lignoselulosa. Namun demikian, strain liar dari S. cerevieae tidak dapat
17
memfermentasi gula C5 (pentose) seperti: xylosa, arabinosa, celloligosaccharides,
menjadi salah satu kendala pemanfaatannya. Beberapa yeast diketahui dapat
memfermentasi xylosa seperti: Pichia stipitis, Candida shehata, dan Candida
parapsilosis , Kluyveromyces marxianus ,dapat memetabolisme xylosa melalui kerja
xylose reductase untuk merubah xylosa menjadi xylitol, dan xylitol dehydrogenase
(XDH) untuk merubah xylitol menjadi xylulose. Beberapa bakteri seperti : Klebsiella
planticola, Thermoanaerobacter mathranii, dilaporkan dapat memfermentasi xylosa
dan glukosa menjadi ethanol. Beberapa upaya rekayasa genetika juga telah dilakukan
untuk membuat S. cereviseae yang dapat memfermentasi xylosa dan glukosa. Beberapa
fungi juga dilaporkan dapat memfermentasi xylosa menjadi ethanol, yaitu: Mucor
indicus dan Rhizopus oryzae
18
Produk Bioetanol dan Analisisnya
Produk bioetanol yang dihasilkan dengan menggunakan bahan baku
lignoselulosa melalui proses fermentasi dan sebagainya bersifat ramah lingkungan dan
mempunyai titik nyala tiga kali lebih tinggi dibandingkan bensin. Bioetanol yang dibuat
dengan menggunakan energy biomassa ini dapat memperkecil resiko rumah kaca,
19
karena emisi gas karbon yang dihasilkan rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari grafik
dibawah ini :
Perbandingan Emisi Bahan Pencemar dari Campuran Bio-Ethanol dan Premium :
Karakteristik bioetanol yang dihasilkan hampir sama dengan bioetanol yang dihasilkan
dari bahan baku yang lain, seperti dari tetes tebu. Namun potensi etanol yang dihasilkan
dari bahan baku biomassa ini tinggi karena ketersediaannya yang melimpah terutama di
Indonesia.
Biomassa lignoselulosa sebagian besar terdiri dari campuran polymer karbohidrat
(selulosa dan hemiselulosa), lignin, ekstraktif, dan abu. Selulosa dan hemiselulosa
20
dapat di ekstraksi dan di hidrolisis menjadi gula kemudian difermentasi menjadi etanol.
Produk lignin dapat digunakan untuk penhasil panas dan energy.
Dapat dilihat dari bagan diatas selain produk etanol yang dihasilkan dari bahan baku
lignoselulosa tetapi juga menghasilkan hasil samping arabionse, asam asetat, dan
phernolic.
Keuntungan Lignoselulosa sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol
Ethanol sebagai bahan bakar alternatif belakangan ini menjadi salah satu pilihan
favorit sebagai pengganti bahan bakar minyak (bensin). Seperti yang telah kita ketahui
bersama, Indonesia kaya akan biomassa, apapun itu bentuknya. Oleh karena itu,
pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi sangat potensial untuk dikembangkan.
Indonesia memiliki keunggulan dalam hal biomassa lignoselulosa dibandingkan
negara-negara beriklim dingin. Kalau mereka mencari bahan baku, di sini malah
kebalikannya. Biomassa lignoselulosa di Indonesia, melimpah, murah, tapi juga banyak
yang disia-siakan. Ada banyak potensi biomassa lignoselulosa di Indonesia. Bioetanol
adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan, dimana memiliki
keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18 %. Di Indonesia, minyak
bioethanol sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya
merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal
masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah tanaman
21
yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti: tebu, nira, sorgum, ubi kayu, garut, ubi
jalar, sagu, jagung, jerami, bonggol jagung, dan kayu.
Banyaknya variasi tumbuhan yang tersedia memungkinkan kita lebih leluasa
memilih jenis yang sesuai dengan kondisi tanah yang ada. Sebagai contoh ubi kayu dapat
tumbuh di tanah yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit
dan dapat diatur waktu panennya. Namun kadar patinya yang hanya 30 persen, masih
lebih rendah dibandingkan dengan jagung (70 persen) dan tebu (55 persen) sehingga
bioetanol yang dihasilkan jumlahnya pun lebih sedikit.
Biaya produksi bioetanol tergolong murah karena sumber bahan bakunya
merupakan limbah pertanian atau produk pertanian yang nilai ekonomisnya rendah serta
berasal dari hasil pertanian budidaya tanaman pekarangan (hortikultura) yang dapat
diambil dengan mudah. Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan murah.
Pemanfaatan Limbah Bioetanol
Limbah dari proses produksi pun dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran
pembuatan pupuk organik. Karena berasal dari biomasa, limbah bioetanol baik cair
maupun padat mengandung bahan organik yang dibutuhkan tanaman, mengandung unsur
makro dan mikro yang diperlukan tanaman.
a. Limbah Cair
Untuk membuat pupuk, 4 liter limbah cair dicampur dengan 1 liter larutan
mineral, 1 kg ampas tebu yang sudah menjadi abu, dan 2 sak alias 100 kg pupuk
kandang. Pupuk kandang asal kotoran ternak adalah sumber nitrogen, unsur makro
yang paling dibutuhkan tanaman. Limbah bioetanol yang mengandung enzim alfa-
amilase berperan mengurai protein dalam kotoran ternak menjadi zat organik yang
bisa diserap tanaman. Untuk memperkaya hara, ditambahkan larutan mineral terdiri
dari unsur mikro seperti magnesium, besi, mangan, dan boron.
Sedangkan abu ampas tebu mengandung karbon aktif penghambat
pertumbuhan cendawan yang kerap menyerang akar tanaman. 'Karbon aktif
menyerap aflatoksin yang dihasilkan cendawan sehingga cendawan tidak
berkembang. Seluruh bahan itu lantas diaduk sampai rata dengan pengaduk
22
berkekuatan 2 PK alias 1500 watt. Dengan itu, semua bahan tercampur sempurna
sehingga bisa langsung ditaburkan di lahan. Sebaiknya pupuk didiamkan semalam
dan ditutup plastik agar enzim bekerja sempurna.
Pengaruh pupuk organik dengan campuran limbah singkong. Dibanding
Canavalia ensiformis yang hanya dipupuk dengan pupuk kandang biasa,
produktivitas kacang kara pedang Made Satria lebih tinggi. Setiap tanaman
menghasilkan 10-15 polong, dengan pupuk kandang saja, 5 polong.
Manfaat lain jika pupuk itu dipakai pada penanaman bunga potong dan jagung.
Jagung yang ditanam di lahan 2 ha maksimal hanya 1% yang terserang cendawan
akar rigidoporus dan sclerotium. Padahal biasanya serangan cendawan akar jagung
mencapai 20%. Pada bunga potong, pertumbuhan krisan dan sedap malam lebih
cepat 15-20%. Pemakaian pupuk limbah bioetanol pun hemat, hanya 10% dosis
pupuk kandang murni.
b. Limbah Padat
Sementara limbah padat bioetanol dicampur dengan bekatul dan pupuk
kandang digunakan sebagai pakan ternak sapi. Hasil penelitian di Laboratorium Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, limbah padat kaya
kandungan karbohidrat, glukosa, dan serat. Total kalori yang dihasilkan lebih tinggi
dibanding onggok ampas tapioka, yang sama-sama dihasilkan dari singkong dan
bungkil kedelai. Ragi untuk fermentasi kaya protein. Fermentasi juga membuat
protein singkong lebih mudah diubah menjadi daging, Makanya total kalorinya lebih
tinggi. Maklum, meski pakan utamanya tanaman hijau, asupan karbohidrat dan
glukosa pada sapi membuat pertambahan bobot lebih cepat. Itu lantaran keduanya
lebih mudah dikonversi menjadi daging ketimbang selulosa-kandungan utama pakan
hijauan. Makanya begitu pakan mengandung limbah padat bioetanol diberikan pada 3
sapi peranakan ongole, bobotnya naik 10% dari 240 kg. Tak melulu sapi, limbah
padat bioetanol bisa menjadi alternatif konsentrat buatan pabrik untuk kerbau,
kambing, dan ayam.
23
24