Upload
nathalia-lase
View
84
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Genetika disebut juga dengan ilmu keturunan, berasal dari kata genos (bahasa
latin) yang artinya bersuku – suku bangsa atau asal usul. Secara “etimologi”
artinya asal mula kejadian. Namun, genetika bukan merupakan ilmu tentang asal
mula kejadian meskipun pada batas – batas tertentu memang ada kaitannya
dengan hal itu. Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk alih
informasi hayati dari generasi ke generasi. Oleh karena cara berlangsungnya alih
informasi hayati tersebut mendasari adanya perbedaan dan persamaan sifat
diantara individu organisme, maka dengan singkat dapat pula dikatakan bahwa
genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat. Dalam ilmu ini
dipelajari tentang bagaimana sifat keturunan itu diwariskan pada anak cucunya,
serta kemungkinan variasi yang timbul didalamnya.
Di Indonesia tercatat 10-20% pasangan yang infertil. Pasangan usia subur
yang ada di Indonesia ialah sekitar 25 juta, berarti terdapat 2,5-5 juta pasangan
infertil. Pada masa sekarang pola kehidupan keluarga cenderung bergeser, dari
jumlah anggota yng besar menjadi jumlah anggota yang kecil dalam 1 unit
keluarga, sehingga keluarga yang tidak atau sukar memperoleh keturunan berhak
mendapat pertolongan. Dengan semakin berkembang dan majunya ilmu
kedokteran ini sebagian besar dari penyebab infertilitas atau ketidaksuburan telah
dapat diatasi dengan pemberian obat atau operasi.
Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah fertilisasi-in-vitro yang memiliki pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-
vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang
dilakukan oleh petugas medis. Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan
untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan
secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang
permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program
ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya
yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan. Akan
1
tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program
ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang mulia menjadi
pertentangan. Banyak pihak yang kontra dan pihak yang pro. Pihak yang pro
dengan program ini sebagian besar berasal dari dunia kedokteran dan mereka yang
kontra berasal dari kalangan alim ulama (Zharfa Setiawan, 2013).
2
BAB IITINJAUAN TEORI
2.1. Definisi Inseminasi
Inseminasi merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial
artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin.
Inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. artificial insemination adalah
penghamilan atau pembuahan buatan.
Jadi, insiminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan
terhadap wanita dengan cara memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita
tersebut dengan pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah kawin
suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan (PB). Yang dimaksud dengan
bayi tabung (Test tubebaby) adalah bayi yang di dapatkan melalui proses
pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan bantuan
ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan bayi tabung karena benih laki-laki
yang disebut dari zakar laki-laki disimpan dalam suatu tabung.
Untuk menjalani proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim, perlu
disediakan ovom (sel telur dan sperma). Jika saat ovulasi (bebasnya sel telur dari
kandung telur) terdapat sel-sel yang masak maka sel telur itu di hisab dengan
sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut, kemudian di taruh dalam suatu
taqbung kimia, lalu di simpan di laboratorium yang di beri suhu seperti panas
badan seorang wanita. Kedua sel kelamin tersebut bercampur (zygote) dalam
tabung sehingga terjadinya fertilasi. Zygote berkembang menjadi morulla lalu
dinidasikan ke dalam rahim seorang wanita. Akhirnya wanita itu akan hamil.
Inseminasi permainan (pembuahan) buatan telah dilakukan oleh para sahabat nabi
terhadap pohon korma.
Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa
teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil
dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula
dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama
bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada
3
tempratur – 321 derajat Fahrenheit Bank sperma atau disebut juga Bank ayah
mulai tumbuh pada awal tahun 1970 (Suryani, 2012).
2.2. Definisi Bayi Tabung (Pembuahan in Vitro)
Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation)
adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh
wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan
ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses
ovulasi secara hormonal, pemindahan se ltelur dari ovarium dan pembuahan oleh
sel sperma dalam sebuah medium cair. ( Cynthia Devie, 2009).
Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization
(IVF) adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan
sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal,
pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba. Pembuahan sel telur (ovum)
yang dilakukan di luar tubuh calon ibu. Awalnya tekhnik reproduksi ini
ditunjukkan untuk pasangan infertile, yang mengalami kerusakan saluran telur.
Namun saat ini indikasinya telah diperluas, antara lain jika calon ibu mempunyai
lender mulut rahim yang abnormal, mutu calon ayah kurang baik, adanya
antibody pada atau terhadap sperma,tidah kunjung hamil walaupun endometriosis
telah diobati, serta pada gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya
maka program bayi tabung ini biasa dilakukan.
Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu
yang memiliki gangguan pada saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur
yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran
tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi.
Jika terdapat gangguan pada saluran tuba maka proses ini tidak akan berlangsung
sebagaimana mestinya. Proses yang berlangsung dilaboratorium ini dilaksanakan
sampai menghasilkan suatu embrio yang akan ditempatkan pada rahim ibu.
Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku (cryopreserved) dan dapat
digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung pertama yang lahir ke dunia adalah
LouiseJoy Brown pada tahun 1978 di Inggris (Zharfa Setiawan, 2013).
4
2.3. Prosedur Melakukan Pembuahan In Vitro
Sebelum mengikuti program bayi tabung, pasangan diminta untuk
memenuhi beberapa syarat:
Persyaratan umum meliputi:
1. Pasangan memiliki bukti perkawinan yang sah
2. Usia istri kurang dari 42 tahun. Hal ini untuk meminimalisir kegagalan
dan gangguan pada ibu dan anak
3. Konseling khusus dan informed consent
4. Kesiapan biaya
5. Kesiapan istri untuk hamil, melahirkan, dan memelihara bayi
Persyaratan khususnya, terdiri:
1. tidak ada kontra indikasi kehamilan
2. bebas infeksi rubella, hepatitis, toxoplasma, dan HIV
3. siklus berovulasi/respon terhadap terapi (FSH basal < 12 mIU/ml)
4. pemeriksaan infertilitas dasar lengkap
5. indikasi jelas
6. upaya lain sudah maksimal
7. analisa sperma
(Zharfa Setiawan, 2013)
2.3.1. Langkah-langkah proses Bayi Tabung:
1. Datanglah ke dokter bagian obstetri dan ginekologi bila ingin menjalani
satu siklus program Bayi Tabung
2. Bila ditemukan kelainan/masalah pada Anda berdua, dokter spesialis akan
merujuk kepusat layanan bayi tabung. Setelah diketahui penyulit
kehamilan, pasangan suami isteridisiapkan menjalani proses bayi tabung.
3. Setiap pasangan akan menerima penjelasan program Bayi Tabung dan
prosedur pelaksanaan dalam sebuah kelas/kelompok
5
4. Peserta program harus menandatangani perjanjian tertulis: bersedia bila
dokter melakukantindakan yang dianggap perlu semisal operasi, bersedia
menghadapi kemungkinanmengalami kehamilan kembar dan risiko lain
yang dapat ditimbulkan
5. Pelaksanaan program bisa dimulai berdasarkan masa haid. Calon ibu akan
diberi obat-obatan hormonal sebagai pemicu ovulasi agar menghasilkan
banyak sel telur.Perangsangan dilakukan 5-6 minggu, sampai sel telur
matang dan cukup untuk dibuahi. Selanjutnya dilakukan Ovum pick
up/Opu (pengambilan sel telur) yang dilakukan tanpa oprasi, melainkan
dengan cara ultrasonografi transvaginal. Kemudian semua sel telur
diangkat dan disimpan dalam incubator. Sedangkan calon ayah akan
diambil spermanya melalui cara masturbasi.
Beberapa jam kemudian, terhadap masing-masing sel telur akan
ditambahkan sejumlah sperma suami (inseminasi) yang sebelumnya telah
diolah dan dipilih yang terbaik mutunya. Setelah kira-kira 18-20 jam, akan
terlihat apakah proses pembuahan tersebut berhasil atau tidak. Sel telur
yang telah dibuahi sperma atau disebut zigot akan dipantau selama 22-24
jam kemudian untuk melihat perkembangannya menjadi embrio. Dari
embrio tersebut, dokter akan memilih tiga atau empat embrio yang terbaik
untuk ditanamkan kembali ke dalam rahim. Empat embrio merupakan
jumlah maksimal mengingat risiko yang akan ditanggung oleh calon ibu
dan juga janin. Embrio-embrio yang terbaik itu kemudian diisap ke dalam
sebuah kateter khusus untuk dipindahkan kedalam rahim.
Terjadinya kehamilan dapat diketahui melalui pemeriksaan air seni 14 hari
setelah pemindahan embrio. Bila saat masturbasi tak ada sperma yang
keluar, berarti ada sumbatan. Untuk itu akan dilakukan cara lain, yaitu
dengan MESA (Microsurgical Epydidimis Sperm Aspiration), sperma
diambil dari salurannya. Bisa juga dengan TESA (Testical Sperm
Extraction) sperma diambil langsung dari buah zakar. Bila sperma yang
dihasilkan sangat sedikit, maka dilakukan ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm
6
Injection) sperma disuntikkan ke sel telur. Cara ini khusus bagi pasangan
infertile dimana suami mempunyai sperma sangat sedikit.
6. Ibu dipantau beberapa waktu dengan pemeriksaan hormon kehamilan
(hCG) di darah dan pemeriksaan USG (Zharfa Setiawan, 2013).
2.3.2. Proses Terjadinya Bayi Tabung
Perjuangan Sperma menuju Sel Telur
Untuk mendapatkan kehamilan, satu sel sperma harus bersaing dengan sel
sperma yang lain. Sel Sperma yang kemudian berhasil untuk menerobos sel telur
merupakan sel sperma dengan kualitas terbaik saat itu.
Sumber: www.anehdidunia.com
Perkembangan Sel Telur
Selama masa subur, wanita akan melepaskan satu atau dua sel telur. Sel telur
tersebut akan berjalan melewati saluran telur dan kemudian bertemu dengan sel
sperma pada kehamilan yang normal
Sumber: www.anehdidunia.com
7
Injeksi
Dokter akan mengumpulkan sel telur sebanyak-banyaknya. Dokter
kemudian memilih sel telur terbaik dengan melakukan seleksi pada proses ini
pasien disuntikkan hormon untuk menambah jumlah produksi sel telur.
Perangsangan berlangsung 5 - 6 minggu sampai sel telur dianggap cukup matang
dan siap dibuahi. Proses injeksi ini dapat mengakibatkan adanya efek samping
Sumber: www.anehdidunia.com
Pelepasan Sel Telur
Proses pengambilan sel telor (Ovum Pick Up /OPU) dilakukan dibawah
pembiusan umum dan dituntun dengan USG transvaginal, pencoblosan dan
pegisapan cairan folikel dan sel telur yang ada didalamnya dilakukan dengan
menusukan jarum halus melalui area dibawah/disamping mulut rahim.
Proses pumbuahan akan dilakukan secara konvensional bila jumlah sel
sperma normal yaitu dengan meneteskan sperma yang sudah diproses/preparasi
kedalam cawan yang sudah ada sel telur didalamnya dan bila sperma ada kelainan
(dalam jumlah, gerak atau bentuk normalnya sedikit) akan dilakukan ICSI (Intra
Cytoplasmic Sperm Injection) yaitu dengan mengambil satu sperrma yang bagus
dan menyuntikan kedalam satu sel telur, proses ini dilakukan dengan alat khusus
dibawah mikroskop elektron.
Setelah hormon penambah jumlah produksi sel telur bekerja maka sel telur
siap untuk dikumpulkan.
8
Sumber: www.anehdidunia.com
Sperma Beku
Suami akan menitipkan sperma kepada laboratorium dan kemudian
dibekukan untuk menanti saat ovulasi.
Sumber: www.anehdidunia.com
9
Menciptakan Embrio
Pada sel sperma dan sel telur yang terbukti sehat, akan sangat mudah bagi
dokter untuk menyatukan keduanya dalam sebuah piring lab. Namun bila sperma
tidak sehat sehingga tidak dapat berenang untuk membuahi sel telur, maka akan
dilakukan ICSI.
Sumber: www.anehdidunia.com
Embrio Berumur 2 Hari
Setelah sel telur dipertemukan dengan sel sperma, akan dihasilkan sel telur
yang telah dibuahi (disebut dengan nama embrio). Embrio ini kemudian akan
membelah seiring dengan waktu. Embrio ini memiliki 4 sel, yang diharapkan
mencapai stage perkembangan yang benar.
10
Sumber: www.anehdidunia.com
Pemindahan Embrio
Dokter kemudian memilih 3 embrio terbaik untuk ditransfer yang
diinjeksikan ke sistem reproduksi si pasien.
Sumber: www.anehdidunia.com
Implanted Fetus
Setelah terbentuknya embrio dari hasil pembuahan maka pada hari ketiga
(OPU adalah hari ke 0) dilakukan penanaman embrio atau Embryo Transfer (ET).
Pada hari ketiga biasanya dilakukan penanaman embrio setelah membelah
menjadi 8 sampai 10 sel, dan bila embrio yang didapatkan banyak (6 atau lebih)
dapat ditunggu sampai embrio fase Blastokist dan penanaman dilakukan pada hari
kelima sehingga angka kejadian kehamilan lebih tinggi.
Penyimpanan embrio dilakukan bila didapatkan embrio yang baik lebih
dari empat (penanaman maksimal 4 embrio) atau karena suatu keadaan ibu / rahim
dimanna tidak dimungkinkan dilakukan penanaman embrio. Selanjutnya embrio
tumbuh dan berkembang seperti layaknya kehamilan biasa sehingga kehadiran
bakal janin dapat dideteksi melalui pemeriksaan USG
11
Sumber: www.anehdidunia.com
(Anonim, 2012)
Tahap Penguatan Rahim/Support fase luteal
Penguatan rahim diberikan dapat berupa suntikan hormon HCG pada hari
ke 5, 8 dan 10 setelah pengambilan sel telur/OPU atau dapat diberikan hormon
Progesteron pervaginam mulai saat penanaman embrio.
Test kehamilan dilakukan pada hari ke 15 setelah sel telur/OPU atau hari
ke 12 setelah ET yaitu dengan pemeriksaan hormon beta hCG pada darah ibu dan
bila hasilnya diatas 10 pg/ml ibu dinyatakan hamil secara kimiawi, 2 minggu
kemudian dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat adanya kantong janin
(Gestation Sac / GS).
(I.B. Kartha, 2013)
2.4.Tingkat Keberhasilan
12
Di dunia, tingkat keberhasilan bayi tabung mencapai 40-45% untuk usia <
30 tahun, 30-35% (usia 30-38 tahun), 10-11% (usia 38-42 tahun), dan 0% (usia
>42 tahun). Sementara kemungkinan keguguran 10-15%, kemungkinan kembar
dua 25% dan kemungkinan kembar tiga5%. Kasus kembar dalam program bayi
tabung sebenarnya adalah kasus komplikasi (tidak wajar).
Saat ini teknologi bayi tabung sudah semakin berkembang. Dan
diharapkan dapat memenuhi harapan banyak pasangan menikah yang ingin
memiliki anak. Teknologi juga diharapkan akan membuat proses bayi tabung
menjadi lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah.
2.5. Teknologi Fertilisasi dan Masalah Etika
Etika fertilisasi buatan belum dicantumkan secara eksplisit dalam Buku
Etik Kedokteran Indonesia. Meskipun begitu, dalam aturan yang bersifat lebih
umum teknik fertilisasi in vitro pada manusia telah diatur dalam Undang-Undang
Kesehatan No. 36 tahun 20009 pasal 127 yang merupakan revisi dari Undang-
Undang No. 23 Tahun 1992 sebagai berikut:
Ayat 1. Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu
c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu telah diatur
ketentuan umum, ruang lingkup, persyaratan, izin penyelenggaraan, tata laksana
perizinan, pencatatan dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan, penelitian dan
pengembangan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup fertilisasi in vitro.
Berdasarkan aturan ini, disusunlah Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah
13
Sakit oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, Departemen Kesehatan RI
yang secara singkat memiliki isi sebagai berikut:
1. Pelayanan fertilisasi in vitro hanya dapat dilakukan dengan menggunakan
sel telur dan sperma dari suami-isteri yang bersangkutan.
2. Pelayanan ini merupakan bagian pelayanan infertilitas sehingga kerangka
pelayanannya merupakan bagian pengelolaan pelayanan infertilitas secara
keseluruhan.
3. Embrio yang dapat dipindahkan ke dalam rahim dalam satu waktu tidak
lebih dari tiga. Pemindahan empat embrio dapat dilakukan jika memenuhi
satu dari tiga keadaan sebagai berikut.
A. Rumah sakit memiliki tiga tingkat perawatan intensif bagi bayi
yang baru lahir.
B. Pasangan suami-isteri sebelumnya telah mengalami minimal dua
kali kegagalan prosedur fertilisasi in vitro.
C. Usia isteri lebih dari 35 tahun.
4. Surogasi dalam bentuk apapun dilarang dilakukan.
5. Jual beli embrio, sel telur dan spermatozoa dilarang dilakukan.
6. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk tujuan
penelitian. Penelitian mengenai embrio manusia hanya dilakukan setelah
tujuan penelitian dirumuskan dengan sangat jelas.
7. Dilarang melakukan penelitian terhadap dan/atau dengan menggunakan
embrio manusia yang berumur lebih dari 14 hari sejak tanggal fertilisasi.
8. Kultur in vitro embrio tidak boleh dilakukan lebih dari 14 hari sejak
fertilisasi (tidak termasuk cryopreservation).
9. Dilarang melakukan penelitian dan/atau percobaan terhadap atau dengan
menggunakan embrio, sel telur atau spermatozoa manusia tanpa ijin
khusus dari siapa ia berasal.
10. Dilarang melakukan fertilisasi antar-spesies kecuali jika digunakan sebagai
metode mengatasi atau mendiagnosis infertilitas manusia. Setiap hibrid
trans-spesies harus diakhiri pertumbuhannya pada tahap dua sel.
Dari beberapa landasan hukum dan etika yang dipaparkan di atas, proses
fertilisasi in vitro merupakan proses yang dapat dilakukan tetapi dengan batasan-
14
batasan hukum yang cukup mengikat. Dari pedoman di atas pun diketahui bahwa
embrio yang boleh digunakan adalah embrio yang maksimal berumur 14 hari.
2.6. Embrio In Vitro Fertilization IVF)
Ketika orang tua memiliki bayi, mereka diharuskan secara hukum dan
ketentuan sosial untuk merawat bayi tersebut dan menyediakan rumah yang baik,
kecuali jika bayi yang mereka miliki merupakan hasil embrio yang diperoleh dari
proses in vitro fertilization (IVF). Maka embrio tersebut dapat di simpan dengan
pembekuan.
Beberapa keluarga memilih untuk mengadopsi embrio yang disimpan di
cryogenic limbo. Selama IVF, embrio diciptakan di cawan petri melalui proses
implantasi. Untuk memastikan kelayakan hasil embrio yang diproduksi pada
percobaan pertama dan implantasi subsekuen, maka jumlah embrio yang
diciptakan lebih dari jumlah yang dibutuhkan. Embrio lebih ini disimpan di
tempat khusus penyimpanan embrio (cryopreservation). Embrio ini dibekukan
secara gradual kurang lebih selama 3 jam di dalam cryoprotectant, dan jika
ditujukan untuk penyimpanan dalam jangka waktu yang lama maka selanjutnya
embrio disimpan di dalam nitrogen cair dengan suhu -196° C. Di Indonesia,
terdapat aturan bahwa embrio hasil fertilisasi buatan tidak boleh ditumbuhan
secara in vitro melebihi usia 14 hari sejak fertilisasi, dan dalam proses
cryopreservation, usia perkembangan embrio mereka maksimal adalah 14 hari,
dalam kondisi ini, biasanya embrio berada dalam tahap blastokista.
Dengan berkembangnya teknik penyimpanan dan pembekuan, terdapat
hasil perbandingan kehamilian dengan menggunakan embrio beku dengan embrio
yang tidak beku (proses alami). Berdasarkan penelitian tahun 2007, terdapat
peluang 35% keberhasilan dengan menggunakan embrio beku. Teknologi
cryopreservation embrio telah digunakan secara luas sejak bayi pertama yang lahir
dari embrio beku pada tahun 1984. Setelah IVF menjadi semakin siap dan
tersedia, jumlah embrio beku pun semakin meningkat, dan sekarang ini kurang
lebih terdapat 500.000 embrio beku di Amerika Serikat.
15
(Win Darmanto, 2013)
2.7. Pemanfaatan Embrio Beku
Dalam sebuah program bayi tabung, bila masih ada sisa embrio yang tidak
digunakan, embrio tersebut bisa dibekukan. Embrio beku dapat dipakai untuk
kehamilan berikutnya tanpa perlu melakukan stimulasi ovarium sehingga tentu
lebih menghemat biaya. Di beberapa negara, sisa embrio dapat didonorkan kepada
pasangan lain. Namun, di Indonesia hal itu tidak dapat dilakukan karena dianggap
sebagai tindakan ilegal. Embrio cadangan dapat dibekukan dengan perjanjian
tertulis apabila masih ada sisa embrio harus ditransfer ke rahim pemiliknya dalam
kurun waktu dua tahun. Ini dilakukan untuk menghindari penyimpanan embrio
secara berlebihan.
(Anonim, 2013)
2.8. Fertilisasi In Vitro di Tinjau dari Berbagai Aspek
2.8.1. Ditinjau dari Aspek Medis
Bila ditinjau dari aspek medis, pasangan suami – isteri yang dapat
melakukan Pembuahan In Vitro adalah pasangan yang mengalami masalah
infertilitas.
2.8.2. Ditinjau dari Aspek Hukum/Legal
Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992, pasal 16 ayat 1&2
mengamanatkan :
Ayat 1) Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai uapaya
terakhir untuk membantu pasangan suami - isteri mendapatkan keturunan.
Ayat 2) Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1, hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami - isteri yang sah
16
dengan ketentuan : Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami - isteri
yang bersangkutan, ditanam dalam rahim isteri dari mana ovum berasal.
Berdasarkan ayat 1 dan 2 pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tersebut, adalah
melakukan bayi tabung dari sperma suami sendiri, karena hal tersebut sangat legal
dan tidak melanggar hukum (N.D. Gadaffi, 2011).
2.8.3. Tinjauan dari Segi Hukum Perdata
2.8.3.1. Jika benihnya berasal dari suami istri:
Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro
transferembrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak
tersebut baik secara biologisataupun yuridis mempunyai satus sebagai
anak sah (keturunan genetik) dari pasangantersebut. Akibatnya memiliki
hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya
telah berceraidari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari
perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut.
Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari,maka anak itu bukan anak
sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungankeperdataan apapun
dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami,
maka secarayuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan
penghamil, bukan pasangan yangmempunyai benih. Dasar hukum ps. 42
UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam halini Suami dari Istri
penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nyamelalui
tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA.
2.8.3.2. Jika salah satu benihnya berasal dari donor:
Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-
vitro transferembrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri
akan dibuahi denganSperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah
terjadi pembuahan diimplantasikanke dalam rahim Istri. Anak yang
dilahirkan memiliki status anak sah dan memilikihubungan mewaris dan
17
hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidakmenyangkalnya
dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami
maka anak yangdilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil
tersebut. Dasar hukum ps. 42UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer
2.8.3.3. Jika semua benihnya dari pendonor:
Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat
padaperkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang
wanita yang terikatdalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai
status anak sah dari pasangan SuamiIstri tersebut karena dilahirkan oleh
seorang perempuan yang terikat dalam perkawinanyang sah
Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut
memiliki statussebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat
perkawinan secara sah danpada hakekatnya anak tersebut bukan pula
anaknya secara biologis kecuali sel telurberasal darinya. Jika sel telur
berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai
anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat diIndonesia terhadap
kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi-in-vitro
transferembrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak
relevan dan tidak dapatmeng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan yangada khususnya mengenai status
sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihanembrio yang
diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan
mengenai inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang
yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di
Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang
secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer
embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan
dan hal-hal apakah yang dilarang (Zharfa Setiawan, 2013).
18
2.8.4. Dari aspek HAM
Pasal 10 ayat 1 dari UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
yang berbunyi ”Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui pernikahan yang sah”. Jadi kalau melanjutkan keturunan
melalui donor sperma orang lain yang bukan berdasarkan perkawinan yang sah
maka itu adalah pelanggaran HAM (N.D. Gadaffi, 2011).
2.8.5. Segi Agama Islam
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk
masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun.
Oleh karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka
harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli
ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip
dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam.
Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan
pendekatan multidisipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai
disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-
benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi,
hukum, agama dan etika.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak
dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980,
mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh
Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih
Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986
mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan
pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Vatikan
secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung,
ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan
bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad
19
juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia
menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung
dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung
pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan
dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil
sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus
isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya
(vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri; maka hal ini dibolehkan, asal
keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk
membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai
dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang
sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor
sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai
akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya
berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
2.8.6. Segi Agama Kristen
Diperbolehkan, Bayi tabung tidak dipermasalahkan (dari pasangan suami
istri), dengan syarat : Sperma & ovum berasal dari pasutri yang bersangkutan
sehingga tidak terjadi perzinahan. Dalam keadaan sangat terdesak dan menjaga
keharmonisan rumah tangga. Dilarang membunuh zygot.
2.8.7. Segi Agama Hindu Kaharingan
Menurut Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung
Indonesia (KASI).
Embrio adalah mahluk hidup, sejak bersatunya sel telur dan sperma, ruh
Brahman sudah ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena
itu, embrio yang dihasilkan baik secara alarm" (hamil karena hubungan seks /
20
tanpa menggunakan teknologi fertilisasi), dan kehamilan non alami (hamil karena
menggunakan teknologi fertilisasi; Bayi tabung) merupakan suatu hasil ciptaan
Ranying Hatalla dan hasil ciptaan manusia.
Menurut agama kaharingan program bayi tabung tidak disetujui karena
sudah melanggar ketentuan. Maksudnya sudah melanggar kewajaran Tuhan
(Ranying Hatalla) untuk menciptakan manusia. Inseminasi atau pembuahan secara
suntik bagi umat hindu dipandang tidak sesuai dengan tata kehidupan agama
hindu, karena tidak melalui ciptaan Tuhan.
Meskipun dari pasangan suami istri bayi menurut agam hindu tetap tidak
di perbolehkan karena sudah melanggar hak cipta Ranying hatala langit.
2.8.8. Segi Agama Katolik
Gereja katolik tidak mengijinkan bayi tabung. Sebab bayi tabung
merupakan teknologi fertilisasi atau Konsepsi yang dilakukan oleh para ahli. Jika
manusia mengolah bayi tabung, artinya manusia itu sudah melampaui kewajaran
atau melebihi kuasa Allah Bapa yang sudah menciptakan manusia.
Karena menurut gereja katolik pernikahan bukanlah tujuan untuk
mendapatkan anak, tetapi ada tujuan lain, yaitu untuk menyatukan seorang laki-
laki dan seorang wanita yang sudah direncanakan Tuhan. Dengan melihat janji
pernikahan menurut agama katolik, yaitu:
1. Tidak boleh diceraikan, kecuali oleh maut.
2. Suka
3. Duka
4. Miskin
5. Kay a.
Pernikahan bukanlah untuk mendapatkan anak. Seorang anak akan
diberikan Tuhan jika calon orang tua sudah siap. Karena apa yang diberikan
Tuhan, itu semua adalah rencana-Nya, dan itu baik buat manusia.
2.8.9. Segi Agama Budha
21
Dalam pandangan Agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan dan
bukan kewajiban. Artinya, seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh
memilih hidup berumah tangga ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat
menjadi pertapa di vihara – sebagai Bhikkhu, samanera, anagarini, silacarini –
ataupun tinggal di rumah sebagai anggota masyarakat biasa.
Sesungguhnya dalam Agama Buddha, hidup berumah tangga ataupun
tidak adalah sama saja. Masalah terpenting di sini adalah kualitas kehidupannya.
Apabila seseorang berniat berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen dan
setia dengan pilihannya, melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan
sebaik-baiknya. Orang yang demikian ini sesungguhnya adalah seperti seorang
pertapa tetapi hidup dalam rumah tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Sang
Buddha. Dengan demikian, inseminasi dan bayi tabung diperbolehkan dalam
agama budha (Suryani, 2012).
2.9. Dampak Positif dan Dampak Negatif Bayi Tabung
Dampak bayi tabung tentunya memberi pengaruh pada dampak positif dan
negatif dikemudian hari yang mungkin terjadi pada ibu atau bayinya. Teknologi
bayi tabung yang dikembangkan tahun 1987-an telah memberikan kebahagian
kepada pasangan suami isteri yang sulit mendapatkan keturunan. Dengan
teknologi bayi tabung mereka dapat memperoleh keturunan.
2.9.1. Dampak positif dari teknik bayi tabung, antara lain :
1. Memberi harapan kepada pasangan pasutri yang lambat punya anak atau
mandul.
2. Membantu orang lain yang mengidap penyakit.
3. Memberikan harapan bagi kesejahteraan umat manusia.
4. Menghindari penyakit (seperti penyakit menurun/genetis, sehingga untuk
kedepan akan terlahir manusia yang sehat dan bebas dari penyakit keturunan.
5. Menuntut manusia untuk menciptakan sesuatu yang baru.
22
2.9.2. Dampak negatif dari teknologi bayi tabung ini, antara lain :
1. Munculnya persewaan rahim dan permasalahannya (menyewa rahim ibu
yang lain).
2. Bertentangan dengan kodrat dan fitrah manusia sebagai mahluk tuhan.
3. Kemajuan teknologi telah memperbudak manusia.
4. Memerlukan biaya yang besar sehingga hanya dapat dijangkau oleh kalangan
tertentu.
(Anonim, 2013)
23
BAB IIIPENUTUP
3.1. Kesimpulan dan Saran
3.1.1. Kesimpulan
1. Kebutuhan untuk melanjutkan keturunan adalah naluri setiap insan yang
normal. Olehkarena itu, secara naluri pula setiap insan normal akan
mencari pasangan yang sesuai bagi dirinya. Sebagai satu pasangan suami
istri yang normal, manakala keturunan yang di idamkan belum juga
diperoleh, maka keadaan ini memunculkan keraguan akan kesuburannya.
Pada masakini keraguan tersebut dapat dihilangkan setelah setelah semua
pemeriksaan yang diperlukan selesai dilakukan. Tekhnik rekayasa
reproduksi yang meliputi pembiakan gamet dan embrio invitro telah begitu
maju dan sangat jauh berkembang. Namun dibutuhkan tanggung jawab
etik berkadar tinggi dari setiap ilmuwan dan seoptimal mungkin baik bagi
pasutri maupun embriohasil pembuahan.
2. Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan
tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain (ibu titipan)
diperbolehkan islam dengan alasan jika keadaan kondisi suami istri yang
bersangkutan benar-benar memerlukannya dan status anaknya hasil
inseminasi macam ini sah menurut islam
3. Inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor diharamkan (dilarang
keras) islam, bahkan hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari
hasil inseminasi macam ini statusnya sama dengan anak yang lahir diluar
perkawinan yang sah.
4. Menurut agama kristen dan budha diperbolehkan dan menurut agama
hindu kaharingan dan katholik tidak di perbolehkan.
24
3.1.2. Saran
1. Teknik Pembuahan In vitro merupakan teknologi canggih dalam
perkembangan ilmu pengetahuan oleh karena itu dalam penggunaannya
sebaiknya tidak menyalahi etika agama, hukum maupun etika dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Tindakan apapun hendaknya memikirkan dahulu sebab dan akibatnya agar
tidak salah langkah.
25
26