View
56
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pediatrikkk
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses
diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi
fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan
perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara
adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada
dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa
laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 –
10% pada anak sekolah. Kemampuan motorik dan kognisi berkembang sesuai
tingkat usia anak, demikian juga pemerolehan bahasa bertambah melalui proses
perkembangan mulai dari bahasa pertama, usia pra sekolah dan usia sekolah di
mana bahasa berperan sangat penting dalam pencapaian akademik anak.
Melihat sedemikian besar dampak yang timbul akibat keterlambatan
bahasa pada anak usia pra sekolah maka sangatlah penting untuk
mengoptimalkan proses perkembangan bahasa pada periode ini. Deteksi dini
keterlambatan dan gangguan bicara usia prasekolah adalah tindakan yang
terpenting untuk menilai tingkat perkembangan bahasa anak, sehingga dapat
meminimalkan kesulitan dalam proses belajar anak tersebut saat memasuki usia
sekolah. Beberapa ahli menyimpulkan perkembangan bicara dan bahasa dapat
dipakai sebagai indikator perkembangan anak secara keseluruhan, termasuk
kemampuan kognisi dan kesuksesan dalam proses belajar di sekolah.
Dalam bab berikutnya, kami akan membahas lebih dalam mengenai
gangguan bicara beserta terapi untuk mengurangi gangguan bicara yang terjadi
pada anak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari gangguan bicara…?
2. Apa epidemilogi dari Gangguan Bicara…?
3. Bagaimana Fisiologi dari Gangguan Bicara…?
4. Apa saja Klasifikasi dari gangguan bicara…?
5. Apa apa saja etiologi dari gangguan bicara…?
6. Bagaimana Manifestasi klinik dari gangguan bicara…?
7. Apa saja terapi yang diberikan pada Pasien gangguan bicara…?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa Mengetahui atau memahami Definisi dari gangguan bicara
Dengan baik
2. Mahasiswa Dapat Tahu Epidemologi dari Gangguan Bicara
3. Mahasiswa Mampu Mengetahui Fisiologi dari ganguan Bicara
4. Mahasiswa Bisa membedakan Klasifikasi dari gangguan Bicara
5. Mahasiswa Bisa menjelaskan Etiologi dari Gangguan Bicara
6. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinik dari gangguan bicara
7. Mahasiswa Dapat tahu terapi yang diberikan pada pasien gangguan bicara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kata bahasa berasal dari bahasa latin “lingua” yang berarti lidah.
Awalnya pengertiannya hanya merujuk pada bicara, namun selanjutnya
digunakan sebagai bentuk sistem konvensional dari simbol-simbol yang
dipakai dalam komunikasi. American Speech-Language Hearing
Association Committee on Language mendefinisikan bahasa sebagai : suatu
sistem lambang konvensional yang kompleks dan dinamis yang dipakai dalam
berbagai cara berpikir dan berkomunikasi.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, bahasa didefinisikan sebagai : suatu
sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh suatu anggota
masyarakat untuk bekerja bersama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
Kamus bahasa Inggris juga memberi definisi yang sama tentang bahasa.
Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah
pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara
dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam
suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa
reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang
didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara
simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik.
Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja ia
dapat mengucapkan satu kata dengan jelas tetapi tidak dapat menyusun dua
kata dengan baik, atau sebaliknya seorang anak mungkin saja dapat
mengucapkan sebuah kata yang sedikit sulit untuk dimengerti tetapi ia dapat
menyusun kata-kata tersebut dengan benar untuk menyatakan keinginannya.
Sedangkan anak yang mengalami gangguan bicara, ia tidak mampu
atau kesulitan untuk mengungkapkan kata-kata dan menyebutkan kata-kata
tersebut.
2.2 Epidemiologi
Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia prasekolah.
Hampir sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan
keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-
16 tahun. Pada anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan
bicara dan bahasa (6,4% keterlambatan berbicara, 4,6% keterlambatan bicara
dan bahasa, dan 6% keterlambatan bahasa). Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5
tahun dan 1% pada usia remaja. Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan
bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6%
anak usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala
neurologi, sedangkan pada usia prasekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu
sekitar 15%. Menurut penelitian anak dengan riwayat sosial ekonomi yang
lemah memiliki insiden gangguan bicara dan bahasa yang lebih tinggi
daripada anak dengan riwayat sosial ekonomi menengah ke atas.
Studi Cochrane terakhir telah melaporkan data keterlambatan bicara,
bahasa dan gabungan keduanya pada anak usia prasekolah dan usia sekolah.
Prevalensi keterlambatan perkembangan bahasa dan bicara pada anak usia 2
sampai 4,5 tahun adalah 5-8%, prevalensi keterlambatan bahasa adalah 2,3-
19%. Sebagian besar studi melaporkan prevalensi dari 40% sampai 60%.
Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia belum
pernah diteliti secara luas. Kendalanya dalam menentukan kriteria
keterlambatan perkembangan berbahasa. Data di Departemen Rehabilitasi
Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah kunjungan pasien anak terdapat
10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa. Penelitian
Wahjuni tahun 1998 di salah satu kelurahan di Jakarta Pusat menemukan
prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak yang berusia
bawah tiga tahun.
2.3 Fisiologi
I. Proses fisiologi bicara
Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan
motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba
berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek
motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan
artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.
Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat
terdapat pusat-pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua pusat
bahasa reseptif area 41 dan 42 (area wernick), merupakan pusat persepsi
auditori-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu
yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah
pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian
segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area
Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Pusat-pusat tersebut berhubungan
satu sama lain melalui serabut asosiasi.
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang
ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian
menimbulkan getaran pada membran timpani. Dari sini rangsangan
diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian
dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk
pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea
maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran primer di
otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan
disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak
yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh
getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-
paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum
(langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf
motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.
Proses Reseptif – Proses Dekode
Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada
batang otak akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas
dan rangsang mana yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap
oleh talamus dan selanjutnya diteruskan ke area korteks auditori pada
girus Heschls, dimana sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini
berasal dari sisi telinga yang berlawanan.
Proses Ekspresif – Proses Encode
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur
untuk pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan
melalui fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan
koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks
motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan
artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi
pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan
dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode fonologi.
Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.
II. Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia Di Bawah 3 Tahun
Perkembangan bahasa sangat berhubungan erat dengan maturasi
otak. Secara keseluruhan terlihat dengan berat kasar otak yang berubah
sangat cepat dalam 2 tahun pertama kehidupan. Hal ini disebabkan karena
mielinisasi atau pembentukan selubung sistem saraf. Proses mielinisasi
ini dikontrol oleh hormon seksual, khususnya estrogen. Hal ini
menjelaskan kenapa proses perkembangan bahasa lebih cepat pada anak
perempuan.
Pada usia sekitar 2 bulan, korteks motorik di lobus frontal menjadi
lebih aktif. Anak memperoleh lebih banyak kontrol dalam perilaku motor
volusional. Korteks visual menjadi lebih aktif pada usia 3 bulan, jadi anak
menjadi lebih fokus pada benda yang dekat maupun yang jauh. Selama
separuh periode tahun pertama korteks frontal dan hipokampus menjadi
lebih aktif. Hal ini menyebabkan peningkatan kemampuan untuk
mengingat stimulasi dan hubungan awal antara kata dan keseluruhan.
Pengalaman dan interaksi bayi akan membantu anak mengatur kerangka
kerja otak.
Diferensiasi otak fetus dimulai pada minggu ke-16 gestasi.
Selanjutnya maturasi otak berbeda dan terefleksikan pada perilaku bayi
saat lahir. Selama masa prenatal batang otak, korteks primer dan korteks
somatosensori bertumbuh dengan cepat. Sesudah lahir serebelum dan
hemisfer serebri juga tumbuh bertambah cepat terutama area reseptor
visual. Ini menjelaskan bahwa maturasi visual terjadi relatif lebih awal
dibandingkan auditori. Traktus asosiasi yang mengatur bicara dan bahasa
belum sepenuhnya matur sampai periode akhir usia pra sekolah. Pada
neonatus, vokalisasi dikontrol oleh batang otak dan pons. Reduplikasi
babbling menandakan maturasi bagian wajah dan area laring pada korteks
motor. Maturasi jalur asosiasi auditorik seperti fasikulus arkuatum yang
menghubungkan area auditori dan area motor korteks tidak tercapai
sampai awal tahun kedua kehidupan sehingga menjadi keterbatasan dalam
intonasi bunyi dan bicara. Pengaruh hormon estrogen pada maturasi otak
akan mempengaruhi kecepatan perkembangan bunyi dan bicara pada anak
perempuan.
Tabel I
Milestones normal perkembangan bicara dan bahasa pada anak.
Umur Kemampuan Reseptif Kemampuan Ekspresif
LahirMelirik ke sumber suara
Menangis
2 - 4 BulanMemperlihatkan ketertarikan terhadap
suara-suara
Tertawa dan mengoceh tanpa arti
6 Bulan
Mengeluarkan suara yang merupakan kombi
nasi huruf
hidup (vowel) dan huruf mati (konsonan)
Memberi respon jika namanya
dipanggil
9 BulanMengerti dengan kata-
kata yang Mengucapkan “mama”, “dada”
Bergumam
12 Bulan Memahami dan menuruti perintah sederhana Mengucapkan satu kata
15 Bulan Mempelajari kata-kata dengan perlahan Menunjuk anggota tubuh
18 - 24
BulanMengerti kalimat
Menggunakan/merangkai dua kat
a
24 – 36
Bulan
Mengikuti 2 langkah perintah
Menanyakan “apa’’
Membentuk 3 (atau lebih) kalimat
Menjawab pertanyan
Frase 50% dapat dimengerti
36 – 48
Bulan
Mengerti banyak apa yang diucapkan.
Kalimat 75% dapat dimengerti, bahasa sudah
mulai jelas,menggunakan lebih
dari 4 kata dalam satu kalimat
Menanyakan “mengapa”
48 – 60
Bulan
Mengerti banyak apa yang
dikatakan, sepadan dengan fungsi kognitif
Bercerita
Menyusun kalimat dengan
baik
6 Tahun 100% kalimat dapat dimengerti Pengucapan bahasa lebih jelas
III. Kegagalan yang sering ditemukan pada komunikasi selama
perkembangan anak.
1. Kesalahan dalam bahasa
Kesalahan dalam mengartikan suatu kata
Kesalahan dalam mengorganisir kata dalam kalimat
Kesalahan bentuk kata
2. Kegagalan bicara
Gagap
Kekurangan dalam artikulasi
Kerusakan alat artikulasi
2.4 KLASIFIKASI
Sekitar 4 persen anak dan 1 persen orang dewasa memiliki kelaianan bicara
yang parah. Kelainan bicara pada usia remaja dapat merongrong kepercayaan
diri anak. Anak dapat mogok bicara jika terus mendapat ejekan kala gagap-
gugup menyerang. Semakin tidak nyaman semakin parah kondisinya. Walau
demikian, kelemahan bicara tidak berhubungan langsung dengan keberhasilan
hidup. Banyak pemimpin, pengusaha, kalangan professional yang memiliki
gangguan bicara. Mereka tetap dapat berkomunikasi dan hidup normal.
1. Gagap
Gagap (stuttering) pada masa batita dianggap normal karena masih belajar
mengembangkan keterampilan dan kemampuan bicara.
Paling banyak kegagapan ini terjadi di usia 18 bulan sampai kurang lebih
4 tahun. Misal, kata yang hendak diucapkan diulang-ulang, "Aku aku aku
mau pipis." Atau anak sulit mengucapkan kata tertentu di awal atau di
tengah, misalnya, "mmmmmama", "makkkkan."
Menginjak dewasa tidak semua orang telah memperoleh kemampuan
bahasa dengan baik. “Mmmmmm … maksudnya,” begitulah setiap kali
Aries sang ketua di sebuah organisasi kala membuka argumentasi. Bagi
yang mendengar, kesulitan bahasa seperti yang di alami Aries membuat
gregetan.
2. Cadel
Candel bisa karena kelainan fisiologis, misalnya lidahnya pendek, tak
punya anak tekak, atau langit-langitnya cekung. Untuk menanganinya
tentu harus dikonsultasikan dengan dokter. Nah, yang sering terjadi adalah
karena kurang/belum matangnya koordinasi bibir dan lidah. Biasanya "r"
dibunyikan "l". Meski begitu, kecadelan tiap anak tidak sama persis.
3. Tunawicara
Gangguan bicara yang paling berat adalah tunawicara. Usia ini merupakan
saat yang paling tepat untuk mengetahui apakah anak mempunyai kelainan
tersebut atau tidak karena pada usia ini kemampuan bicara anak umumnya
sudah bagus. Jika ia hanya mengeluarkan bunyi-bunyi khas tanpa makna,
semisal “uuh..uuh”, “eeh…ehh”, untuk menjawab/menunjuk semua benda,
hal ini bisa dijadikan indikator kalau dia belum bisa bicara sama sekali.
Bila sudah ada gejala seperti itu, sebaiknya anak segera dibawa ke dokter.
Untuk langkah pertama bisa dibawa ke dokter anak sebelum mendapatkan
penanganan yang lebih intens.
4. Keterlambatan Bicara Fungsional
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering
dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga
diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan
bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena
keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang
dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan
ini sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan
bicara pada keluarga
Adapun bentuk-bentuk suara atau pengucapan batita antara lain:
1. Babbling
Sebagian anak di awal usia batita, melakukan babbling, yaitu
mengeluarkan suara berupa satu suku kata, seperti "ma..." atau "ba.."
Namun, itu masih belum bermakna. Jadi sekadar mengoceh atau
bereksperimen.
2. Bahasa "planet"
Contoh, saat meminta sesuatu dia hanya menunjuk sambil mengeluarkan
kata-kata yang tidak dimengerti orang dewasa.
3. Sepotong-sepotong
Kemampuannya untuk menangkap, mencerna, dan mengeluarkan apa
yang ingin diucapkan masih dalam tahap belajar. Wajar kalau pengucapan
masih sering tersendat-sendat/ sepotong-sepotong, hanya pada bagian
akhir kata.
4. Sulit mengucapkan huruf/suku kata
Misalnya, kata mobil disebut "mobing". Atau toko jadi "toto" atau stasiun
jadi "tatun". Pengucapan semacam ini, kan, jadi sulit ditangkap artinya.
5. Terbalik-balik
Contoh, maksud si kecil ingin mengatakan "Mau ikut ke pasar", tapi yang
dia ucapkan, "pacang icut mau", dan sebagainya. Ini tentu saja
membingungkan dan kadang sulit dipahami pihak yang diajak bicara.
6. Salah makna kata/kalimat
Nah, meskipun si kecil sudah bisa mengucapkan kata-kata menjadi
kalimat, namun masih sering terjadi salah makna. Tak jarang, rangkaian
kalimat itu justru maknanya bisa beragam. Misal, "Ma, mau mamam
cucu."
2.5 MANIFESTASI KILINIS
Sampai usia 12 bulan sama sekali belum bisa babbling.
Sampai usia 18 bulan belum ada kata pertama yang cukup jelas, padahal
sudah dirangsang dengan berbagai cara.
Terlihat kesulitan mengucapkan beberapa konsonan.
Sepertinya tidak memahami kata-kata yang kita ucapkan.
Terlihat berusaha sangat keras untuk mengatakan sesuatu,
misalnya sampai ngeces atau raut muka berubah. maka hal ini haruslah
diteliti dan diperiksa oleh ahli yang memang berkompeten di bidangnya,
untuk menghindari terjadinya salah diagnosa dan penanganan. Untuk itu,
diperlukan pemeriksaan lengkap dari aspek-aspek :
2.6 ETIOLOGI
a) Hambatan pendengaran
Pada beberapa kasus, hambatan pada pendengaran berkaitan dengan
keterlambatan bicara. Jika si anak mengalami kesulitan pendengaran,
maka dia akan mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan
menggunakan bahasa. Salah satu penyebab gangguan pendengaran anak
adalah karena adanya infeksi telinga.
b) Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan oral-
motor.
Ada kasus keterlambatan bicara yang disebabkan adanya masalah pada
area oral-motor di otak sehingga kondisi ini menyebabkan terjadinya
ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang bertanggung jawab
menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak mengalami kesulitan
menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya untuk menghasilkan bunyi
kata tertentu.
c) Masalah keturunan
Masalah keturunan sejauh ini belum banyak diteliti korelasinya dengan
etiologi dari hambatan pendengaran. Namun, sejumlah fakta
menunjukkan pula bahwa pada beberapa kasus di mana seorang anak
anak mengalami keterlambatan bicara, ditemukan adanya kasus serupa
pada generasi sebelumnya atau pada keluarganya. Dengan demikian
kesimpulan sementara hanya menunjukkan adanya kemungkinan masalah
keturunan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi.
d) Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua.
Masalah komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari
memiliki peran yang penting dalam membuat anak mempunyai
kemampuan berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang
tidak menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anak lah
yang juga membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-kata,
kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat kesimpulan dari
kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekali pun. Sering orang tua malas
mengajak anaknya bicara panjang lebar dan hanya bicara satu dua patah
kata saja yang isinya instruksi atau jawaban sangat singkat. Selain itu,
anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri
sejak dini (lebih banyak menjadi pendengar pasif) karena orang tua terlalu
memaksakan dan “memasukkan” segala instruksi, pandangan mereka
sendiri atau keinginan mereka sendiri tanpa memberi kesempatan pada
anaknya untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor yang
mempengaruhi kemampuan bicara, menggunakan kalimat dan berbahasa.
e) Faktor Televisi.
Sejauh ini, kebanyakan nonton televisi pada anak-anak usia batita
merupakan faktor yang membuat anak lebih menjadi pendengar pasif.
Pada saat nonton televisi, anak akan lebih sebagai pihak yang menerima
tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Belum lagi
suguhan yang ditayangkan berisi adegan-adegan yang seringkali tidak
dimengerti oleh anak dan bahkan sebenarnya traumatis (karena
menyaksikan adegan perkelahian, kekerasan, seksual, atau pun acara yang
tidak disangka memberi kesan yang mendalam karena egosentrisme yang
kuat pada anak dan karena kemampuan kognitif yang masih belum
berkembang). Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu yang mana
seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/orang tua
untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena yang lebih
banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan
respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak yang mengurusi
masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.
f) Keterbatasan kemampuan kognitif.
Yaitu kemampuan merepresentasikan objek yang dilihat dalam bentuk
image. Bila kemampuan kognitif terganggu, maka image tersebut tidak
akan terbentuk. Kondisi ini biasanya bisa dideteksi sendiri oleh orang tua
dengan melihat kemampuan motorik anak. Misalnya, anak yang
mengalami gangguan bicara biasanya juga kurang mampu melakukan
aktivitas lain yang sederhana sekalipun seperti memakai sepatu atau
mengancingkan baju.
g) Gangguan pervasif.
Biasanya terjadi pada anak yang mengalami ADD (attention defisit
disorder). Anak yang mengalami keterbatasan atensi ini mengalami
masalah di pusat sarafnya. Gangguan ini biasanya tidak berdiri tunggal,
tapi dibarengi ciri-ciri lain, semisal pekerjaannya tidak pernah tuntas,
sulit/tidak bisa konsentrasi dan sebagainya. Namun untuk
memastikannya, tak ada cara lain kecuali mendatangi ahli
2.7 Diagnosis
Fisiologis dan Neurologis.
Dokter memeriksa secara menyeluruh, untuk mengetahui apakah
keterlambatan tersebut disebabkan masalah pada alat pendengaran, sistem
pendengarannya, atau pun pada areal otak yang mengatur mekanisme
pendengaran-bicara dan otak yang memproduksi kemampuan berbicara. Tidak
hanya itu, pemeriksaan lengkap akan menghasilkan diagnosa yang jauh lebih
pasti tidak hanya faktor penghambatnya, namun juga metode penanganan
yang paling sesuai untuk anak yang bersangkutan.
Psikologis
Pemeriksaan secara psikologis juga diperlukan untuk memahami
fungsi-fungsi lain yang berhubungan dengan kemampuan berbicara dan
berbahasa, seperti tingkat intelegensi serta tingkat perkembangan sosial-
emosional anak. Pemeriksaan secara psikologis ini juga dimaksudkan untuk
melihat sejauh mana pengaruh dari hambatan yang dialami anak terhadap
kemampuan emosional dan intelektualnya. Pemeriksaan ini juga harus
ditangani oleh ahli atau psikolog yang berkompeten dan berpengalaman dalam
menangani anak dengan problem keterlambatan bicara.
Setelah hasil pemeriksaan keluar, maka orang tua dengan rekomendasi
ahlinya dapat mengambil langkah tepat seperti misalnya, melakukan terapi
bicara atau jika usia anak sudah harus sekolah, maka dimasukkan pada
sekolah yang dapat memberikan perlakuan dan perhatian yang tepat sesuai
dengan masalah anak tersebut.Ada keterlambatan bicara yang masih bisa
diupayakan untuk diatasi sendiri oleh orangtua, tapi ada juga yang harus
melibatkan ahli.
2.7 Terapi
Terapi mandiri yang bisa dilakukan untuk mengurangi gangguan bicara pada
anak adalah sebagai berikut:
1. Menyebut nama-nama anggota tubuh. Misal, anak berdiri di depan kaca,
tunjuk anggota tubuh yang dimaksud sambil menyebutkan namanya, "Ini
tangan Mama, ini tangan Adek."
2. Ketika anak bicara tidak jelas tapi kita mengerti maksudnya, coba
betulkan kata-katanya lalu minta ia bicara lebih jelas lagi, baru kemudian
penuhi permintaannya. Contoh, si kecil minta susu tapi hanya menunjuk-
nunjuk, orangtua bisa mengatakan, "Susu" atau "Mau susu, ayo bilang
dulu."
3. Mengucapkan nama benda yang digunakan sehari-hari dengan cara terus
mengulang-ulang dan memintanya mengikuti.
4. Ketika seharusnya anak sudah bisa mengucapkan 2-3 kata dalam satu
kalimat tapi ia hanya mengucapkan satu kata, minta ia mengatakan dengan
benar. Umpama, anak hanya mengatakan "ayam" untuk makan ayam
goreng, berikan contoh bagaimana seharusnya, "Adek mau makan ayam
gorengnya? Ayo bilang, makan ayam," dengan suara lebih keras dan minta
ia mengulanginya.
5. Jika ada konsonan-konsonan yang masih sulit diucapkannya di usia 12-18
bulan, beri kesempatan untuk terus meng- ulanginya.
6. Sering-seringlah mengajak anak bicara. Sesekali keraskan suara atau
pertegas intonasinya bila anak terlihat tak mengerti.
Tips Untuk Orang Tua
Banyak-banyak mengajak anak bicara. Walaupun mereka
sepertinya belum mengerti, tapi kata-kata tersebut akan diingatnya
dan suatu saat akan diekspresikannya.
Hati-hati dalam memilih kata di depan anak. Karena anak sangat
mudah menyerap dan mengingat, jangan mengucapkan kata-kata
kotor/umpatan.
Supaya lebih mudah dimengerti, ajak anak ngobrol dalam suasana
yang menyenangkan. Misal, ketika bicara tentang hujan, orangtua
memperbolehkan anak menadahkan tangan untuk menampung air
hujan sambil bercerita saat hujan seluruh tanaman akan basah. Bisa
juga sambil menyanyikan lagu-lagu tentang hujan.
Ketika bicara usahakan anak memang sedang menaruh perhatian.
Apakah matanya sedang melihat ke arah kita/benda yang kita
tunjukkan atau ke arah lain. Bila anak terlihat memerhatikan
sesuatu, ajak ia bicara mengenai hal/benda yang sedang
diperhatikannya itu.
Berikan makanan padat sesuai usia anak untuk merangsang otot
bicaranya.
Jangan mudah menyerah untuk terus mengajaknya bicara.