24
Makalah PSIKOLOGI OLAHRAGA Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Olahraga Dosen : Disusun oleh : Eka Nety Jayanti (1000730) Suci Saka Rahayu (1003523) Varininta Dityasari Betha Putri (1001393)

Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

Makalah

PSIKOLOGI OLAHRAGA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Olahraga

Dosen :

Disusun oleh :

Eka Nety Jayanti (1000730)

Suci Saka Rahayu (1003523)

Varininta Dityasari Betha Putri (1001393)

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2012

Page 2: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

A. PSIKOLOGI OLAHRAGA

Psikologi Olahraga mengandung dimensi tindakan dan perilaku manusia, di mana

komponen-komponen motorik, kognitif, dan afektif amat berperan dalam menghasilkan

berbagai pola gerak yang berbeda. Psikologi olahraga mempelajari berbagai kenyataan

psikologis yang dihadapi seseorang dalam konteks kegiatan berolahraga. Fenomena dalam

kegiatan olahraga diobservasi, didiskripsikan, dan dijelaskan secara sistematis tentang

berbagai faktor yang sekiranya berpengaruh. Psikologi olahraga turut membantu dalam

memprediksi performa atlet berdasarkan gejala-gejala sikap dan perilaku yang

ditunjukkannya, baik sebelum, selama, dan sesudah pertandingan berlangsung, maupun di

dalam keseharian proses latihan yang dijalaninya.

Berikut ini diberikan beberapa gambaran mengenai pengertian psikologi olahraga:

1. Ilmu pengetahuan yang menerapkan prinsip-prinsip psikologi di dalam

situasi/lingkungan olahraga, dengan tujuan meningkatkan penampilan/prestasi

seseorang dalam suatu kegiatan olahraga (Cox, 2002),

2. Pemahaman tentang perilaku manusia secara kejiwaan di dalam situasi/lingkungan

olahraga dan kegiatan jasmani lainnya (Horn, 1992),

3. Psikologi olahraga berhubungan dengan pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa di

lingkungan olahraga, deskripsi suatu gejala/ peristiwa, penjelasan mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi suatu peristiwa secara sistematis, meramalkan suatu

peristiwa atau akibat daripada suatu peristiwa yang dilandasi penjelasan yang

sistematis dan terpercaya, serta pengendalian peristiwa atau kemungkinan terjadinya

suatu peristiwa (Anshel et al., 1991),

4. Psikologi olahraga berusaha untuk mengaplikasikan fakta-fakta kejiwaan serta

prinsip-prinsip pembelajaran, penampilan, dan perilaku manusia yang terkait dengan

lingkungan olahraga. Seorang pelatih olahraga, misalnya, harus menaruh perhatian

terhadap manfaat faktor-faktor kejiwaan, emosi, dan sosial; dan bukan hanya terhadap

faktor fisik saja (Fuoss & Troppmann, 1981).

Pada dasarnya, psikologi olahraga diartikan sebagai pemahaman secara ilmiah tentang

perilaku seseorang di dalam kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya dengan olahraga.

Dalam pandangan olahraga kompetitif, merupakan ilmu yang meneliti perilaku

atlet/pelatih/wasit dalam kaitan olahraga kompetitif, di mana penampilan semua komponen

Page 3: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

yang terkait itu, termasuk lingkungan olahraganya sendiri saling mempengaruhi. Aplikasi

psikologi olahraga yang tepat dan benar dapat meningkatkan, baik prestasi olahraga maupun

fungsi yang berkaitan dengan aspek-aspek sosio-psikologis seseorang. Psikologi olahraga

telah menjadi sub-disiplin ilmu yang diakui pengaruh dan manfaatnya di dalam usaha

peningkatan prestasi olahraga di banyak negara di dunia.

Psikologi olahraga mencakup berbagai hal diantaranya motivasi untuk bertahan dan

mencapai tujuan, bimbingan psikologis ketika mengalami cedera olahraga dan saat

rehabilitasi, konseling dengan atlet, menilai bakat, latihan kepatuhan dan kesejahteraan,

keahlian dalam olahraga. Teori psikologi pertama dikeluarkan oleh Norman Triplett (1861-

1931), teorinya berbunyi “olahraga yang dilakukan bersama akan memberikan motivasi yang

lebih kepada seorang atlet”. Makna dari teori ini adalah jika olaharaga dilakukan oleh banyak

pemain misalnya bersepeda, maka atlet akan lebih termotivasi untuk maju.

Nilai yang ada tentang psikologi olahraga adalah mengajarkan perbedaan antara

seseorang yang baik dan seseorang yang juara. Semua permainan olahraga yang baik datang

dari persiapan dengan baik, mental maupun fisik. Untuk menjadi yang terbaik mengharuskan

Anda untuk menggunakan keahlian yang anda miliki seefektif mungkin. Jika sudah

melakukan yang terbaik, maka juara akan dengan gampang dapat diarih.

Manfaat dari hal tentang psikologi dalam olahraga adalah:

1. Mengembangkan keterampilan mental yang diperlukan oleh seorang atlet, seringkali

atlet yang layak dan berbakat tidak mencapai penampilan terbaik mereka hal ini dapat

disebabkan oleh keterampilan dan pembinaan mental yang kurang.

2. Membimbing atlet agar dapat mengatur konsentrasi mereka.

3. Meberikan motivasi agar dapat berusaha maksimal dalam pertandingan.

4. Membantu atlet untuk menekan potensi mereka dan mencapai kinerja yang mereka

impikan.

Saat ini persepsi yang populer sering menganggap bahwa psikologi olahraga hanya

penting untuk olahraga yang berbahaya. Padahal, psikologi dalam olahraga khusus mencakup

berbagai topik ilmiah, klinis yang penting dalam olahraga (bagi atlet itu sendiri).

Page 4: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

Ada alasan utama pentingnya tentang psikologi dalam olahraga, yaitu:

1. Memahami bagaimana psikologi dapat diterapkan untuk meningkatkan motivasi dan

kinerja

2. Memahami bagaimana olahraga dapat meningkatkan kesehatan mental dan

kesejahteraan secara keseluruhan.

3. Konsultasi, proses konsultasi ini sangat penting sebagai salah satu harus berkonsultasi

dengan atlet individu atau tim untuk mendapatkan keterampilan untuk meningkatkan

tingkat kinerja.

Seorang psikolog olahraga akan mengumpulkan informasi mengenai keadaan para

atlet dalam sebuah tim olahraga. Informasi tentang psikologi ini akan membantu psikolog

untuk memahami pola-pola mental dan dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah

pertandingan olahraga. Dengan menggunakan informasi ini, psikolog olahraga secara akurat

dapat memberikan bimbingan dan nasihat mengenai cara terbaik untuk menciptakan

lingkungan yang akan menelurkan atlet berkualitas. Salah Seorang psikolog olahraga sangat

memahami kondisi psikologi atlet yang dibinanya. Psikolog olahraga akan membantu para

pelatih untuk mengetahui metode yang lebih baik untuk anggota tim.

Sebenanarnya terdapat suatu kesinambungan untuk menciptakan semangat dan

kesiapan mental seorang atlet di dalam sebuah tim. Atlet secara tidak langsung memberikan

informasi tentang kondisi mereka kepada psikolog, setelah psikolog mengkaji dan

memberikan bantuan kepada pelatih, hasil pengamatan psikolog ini digunakan oleh pelatih

untuk melatih atlet yang dibinanya.

Page 5: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

B. SEJARAH PSIKOLOGI OLAHRAGA DI INDONESIA

Seorang praktisi psikolog yang memiliki ijin praktik belum tentu memiliki cukup

pengetahuan ilmu keolahragaan, di lain pihak, pakar keolahragaan tidak dibekali pendidikan

khusus psikoterapi dan konseling. Akibatnya, sampai saat ini masih terjadi kerancuan akan

siapa sesungguhnya yang berhak memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi

olahraga. Idealnya adalah seorang konsultan atau psikoterapis memperoleh pelatihan khusus

dalam bidang keolahragaan; sehingga sebagai seorang praktisi ia tetap berada di atas landasan

professinya dengan mengikuti panduan etika yang berlaku, dan di samping itu pengetahuan

keolahragaannya juga cukup mendukung latar belakang pendidikan formalnya.

Dalam upaya mengatasi masalah ini IPO sebagai asosiasi psikologi olahraga nasional

tengah berupaya menyusun ketentuan tugas dan tanggung jawab anggotanya. Di samping itu,

IPO juga tengah berupaya menyusun kurikulum tambahan untuk program sertifikasi bagi

para psikolog praktisi yang ingin memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi

olahraga. Kurikulum tersebut merupakan bentuk spesialisasi psikologi olahraga yang

meliputi: 1) Prinsip psikologi olahraga, 2) Peningkatan performance dalam olahraga, 3)

Psikologi olahraga terapan, 4) Psikologi senam.

Masalah lain yang juga kerapkali timbul dalam penanganan aspek psikologi olahraga

adalah dalam menentukan klien utama. Sebagai contoh misalnya pengguna jasa psikolog

dapat seorang atlet, pelatih, atau pengurus. Kepada siapa psikolog harus memberikan

pelayanan utama jika terjadi kesenjangan misalnya antara atlet dan pengurus, padahal

psikolog dipekerjakan oleh pengurus untuk menangani atlet, dan atlet pada saat tersebut

adalah pengguna jasa psikologi. Di satu pihak psikolog perlu menjaga kerahasiaan atlet, di

lain pihak pengurus mungkin mendesak psikolog untuk menjabarkan kepribadian atlet secara

terbuka demi kepentingan organisasi. Sachs (1993) menawarkan berbagai kemungkinan

seperti misalnya menerapkan perjanjian tertulis untuk memberikan keterangan; namun

demikian, jika atlet mengetahui bahwa pribadinya akan dijadikan bahan pertimbangan

organisasi, ia mungkin cenderung akan berperilaku defensif, sehingga upaya untuk

memperoleh informasi tentang dirinya akan mengalami kegagalan. Karenanya, seorang

psikolog harus dapat bertindak secara bijaksana dalam menangani masalah ini, demikian

pula, hendaknya seorang pelatih yang kerapkali bertindak selaku konsultan bagi atletnya

kerap kali harus mampu melakukan pertimbangan untuk menghadapi masalah yang serupa.

Page 6: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

C. PERAN PSIKOLOGI TERHADAP KEMUNGKINAN TERJADINYA

CEDERA DALAM OLAHRAGA

Dalam melakukan kegiatan olahraga, lebih-lebih untuk dapat mencapai prestasi yang

tinggi, diperlukan berfungsinya aspek-aspek kejiwaan tertentu; misalnya untuk mencapai

prestasi yang tinggi dalam cabang olahraga panahan atau menembak, maka atlet harus dapat

memusatkan perhatian dengan baik, penuh percaya diri, tenang, dapat berkonsentrasi penuh

meski ada gangguan angin atau suara, dll-nya. untuk, menjadi peloncat indah atau peloncat

menara yang berprestasi tinggi, atlet yang bersangkutan harus memiliki rasa percaya diri,

keberanian, daya konsentrasi, kemauan keras, koordinasi.gerak yang baik, dan rasa

keindahan; ini semua akan dapat, terganggu apabila atlet yang bersangkutan mengalami

gangguan emosional.

Emosi atau perasaan atlet perlu mendapat perhatian khusus dalam olahraga, karena

emosi atlet di samping mempengaruhi aspek-aspek kejiwaan yang lain (akal dan kehendak),

juga mempengaruhi aspek-aspek fisiologiknya sehingga jelas akan berpengaruh terhadap

peningkatan atau merosotnya prestasi atlet.

Ditinjau dari konsep jiwa dan raga sebagai kesatuan yang bersifat organis, maka

gangguan emosional terhadap diri atlet akan berpengaruh terhadap keadaan kejiwaan atlet

secara keseluruhan, ketidak-stabilan emosional atau "emotional instability" akan

mengakibatkan terjadinya “psychological instability", dan akan mempengaruhi peran fungsi-

fungsi psikologisnya, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian prestasi atlet.

Stres Dalam Olahraga (Gejala emosional)

Seperti halnya otot-otot kita mengalami ketegangan karena melakukan jaan fisik maka

kitapun dapat mengalami ketegangan psikis, yang disebut "stress".Menurut Gauron (1984)

stress seperti halnya ketegangan otot tidak dapat dielakan dalam kehidupan manusia sehari-

hari. Kita tidak dapat menghindarkan ketegangan psikik atau stress, beberapa ketegangan

diperlukan dan beberapa ketegangan tidak diperlukan dalam penampilan dan melakukan

tugas. Menurut Gauron kurangnya ketegangan atau "lack of tension" akan berakibat kita tidak

dapat melakukan sesuatu dengan baik. Untuk dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu

dibutuhkan adanya ketegangan otot-otot, dimana ketegangan tersebut sangat diperlukan

kemanfaatannya.

Page 7: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

Setiap atlet yang bertanding dalam suatu peristiwa olahraga merasakan adanya

peningkatan ketegangan emosional untuk mengap.tisipasi situasi pertandingan yang dihadapi.

Singer (1986) mengemukakan bahwa aktivitas penuh ketegangan tidak selalu jelek bagi

seorang atlet. Ditinjau dari macam reaksi mental dan emosional, Singer menunjukkan dua

gejala yang berhubungan dengan emosi, yaitu: tidak adanya kesiapan dan penuh kesiapan.

Tidak adanya kesiapan atau "under readiness" ada hubungan dengan kurangnya motivasi,

sedangkan "over readiness" atau penuh kesiapan berhubungan dengan kesiapan untuk

menang atau penampilan buruk, ketakutan akan kalah, dsb-nya.

Stress atau ketegangan psikis bentuknya dapat beraneka macam. Menurut Gauron

(1984) stress menunjukkan gejala tidak sama terhadap tantangan-tantangan Yang dihadapi,

untuk dapat melakukan adaptasi. Menghadapi stress, badan manusia Mengadakan reaksi

dengan cara-cara atau bentuk yang konsisten, ada pengerahan atau "arousal" sistem syarat

otonom tertentu. Jadi gejala stress menurut Gauron tersebut dapat lebih bervariasi dibanding

"tension" atau ketegangan fisik yang dialami seseorang. Stress selalu akan terjadi pada diri

individu apabila sesuatu yang diharapkan mendapat tantangan, sehingga kemungkinan tidak

tercapainya harapan tersebut menghantui pemikirannya. Stress adalah suatu ketegangan

emosional, yang akhirnya berpengaruh terhadap proses-proses psikologik maupun proses

fisiologik.

"Stressor" menurut Spielberger (1986) menunjukkan situasi-situasi atau stimuli yang

secara obyektif ditandai dengan adanya tekanan fisik ataupun psikologik atau bahaya dalam

suatu tingkat tertentu. situasi penuh stress akan ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,

dalam tingkat-tingkat yang berbeda dalam perkembangan manusia. Reaksi yang berbeda-

beda akan muncul dalam menghadapi "stressor", tergantung pada situasi tertentu yang

diperkirakan mengandung ancaman. Ancaman juga berkaitan dengan persepsi dan penilaian

individu terhadap situasi yang dihadapi sebagai hal yang dapat merugikan dan mengandung

bahaya. Dalam hubungannya dengan aktivitas olahraga, khususnya kemungkinan terjadinya

stress menghadapi pertandingan, maka permasalahannya sangat banyak tergantung pada din

atlet yang bersangkutan. Mengenai timbulnya stress, Gauron (1984) berkesimpulan:

1. “Because stress is an inevitable part of life, it cannot be avoided.

2. Since stress is inevitable, individuals must reduce its effects and cope through a

personal stress management program.

Page 8: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

3. Chronic stress may have adverse effects upon the body particularly if it is not taught

to relax".

Mungkin sekali suatu situasi yang sama dapat dirasakan sebagai ancaman bagi

seorang atlet, tetapi hanya merupakan tantangan bagi atlet lain, dan mungkin bahkan tidak

berarti apa-apa bagi atlet lain. Jadi dari pengalaman-pengalaman mengenai ancaman, ada

hubungannya dengan keadaan mental atlet yang bersangkutan. Mengenai ancaman

dalowikaitannya dengan keadaan mental atlet, Spielberger (1986) mengemukakan adanya dua

karakteristik pokok, yang disimpulkannya sebagai berikut:

'Thus, the experience of threat is, essentially, a state of mind which has two mein

characteristics:

1) It is future-oriented, generally involving the anticipation of a potentially harmful

event that has not yet happened; and

2) It is mediated by mental activities-peerception, thought, memory, and judgment which

are involved in the appraisal process". Penilaian adanya ancaman yang dihadapi dan

adanya penilaian bahaya yang dihadapi (masa depan) memberi andil penting terhadap

timbulnya reaksi emosional serta tindakan yang akan diambil individu menghindari

ancaman atau bahaya dihadapinya.

Upaya Pengendaliannya terhadap kecemasan dan stress dalam olahraga

Dalam upaya pengendalian kecemasan (anxiety) dan stress dalam olahraga

penulis garis bawahi diantaranya:

1. Strategi Relaksasi

Keadaan relaks adalah keadaan saat seorang atlet berada dalam kondisi emosi yang

tenang, yaitu tidak bergelora atau tegang. Keadaan tidak bergelora tidak berarti merendahnya

gairah untuk ben-nain, melainkan dapat diatur atau dikendalikan pada titik atau daerah Z

sesuai dengan hipotesis U-terbalik. Untuk mencapai keadaan tersebut, diperlukan teknik-

teknik tertentu melalui berbagai prosedur, baik aktif maupun pasif. prosedur aktif artinya

kegiatan dilakukan sendiri secara aktif. Sementara itu, prosedur pasif berarti seseorang dapat

mengendalikan munculnya emosi yang bergelora, atau dikenal sebagai latihan autogenik.

Page 9: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

Teknik relaksasi pertama kali dikembangkan oleh Edmund Jacobsen pada awal tahun

1930-an. Jacobsen mengemukakan bahwa seseorang yang sedang berada dalam keadaan

sepenul-inya relaks tidak akan memperlihatkan respons emosional seperti terkejut terhadap

suara keras. pada tahun 1938, Jacobsen merancang suatu teknik relaksasi yang kemudian

menjadi cikal bakal munculnya apa yang disebut dengan Latihan Relaksasi progresif

(Progressive Relaxation Training). Dengan latihan relaksasi, Jacobsen percaya bahwa

seseorang dapat diubah menjadi relaks pada otot-ototnya. Sekaligus juga, latihan ini

mengurangi reaksi emosi yang bergelora, baik pada sistem saraf pusat maupun pada sistem

saraf otonom. Latihan ini dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat.

Kira-kira pada waktu yang bersamaan, seorang dokter di Jerman bernama Johannes

Schultz, memperkenalkan suatu teknik pasif agar seseorang mampu menguasai munculnya

emosi yang bergelora. Schultz menyebut latihan tersebut sebagai Latihan Autogenik

(Autogenic Training). Teknik ini dapat melatih seseorang untuk melakukan sugesti diri, agar

is dapat mengubah sendiri kondisi kefaalan pada tubuhnya untuk mengendalikan munculnya

emosi yang terlalu bergelora. Setelah diajarkan cara-cara untuk melaksanakannya, seseorang

tidak lagi tergantung pada ahli terapinya, melainkan dapat melakukannya sendiri melalui

teknik sugesti diri (Auto-Sugestion Technique). Jadi, dengan melakukan autogenic training,

seorang atlet dapat mengubah sendiri kondisi kefaalannya. Ia juga dapat mengatur dan

mengendalikan pemunculan emosinya pada tingkatan yang dikehendaki.

Beberapa contoh dari latihan ini adalah latihan untuk merasakan berat dan panas pada

anggota gerak, dengan ungkapan, "Saya rasakan lengan kanan saya berat", "saya rasakan

lengan kanan saya panas dan relaks." Latihan pemapasan atau pengaturan aktivitas jantung

dan paru-paru, dengan contoh ungkapan, "Pemapasan saya lebih tenang dan denyut jantung

saya berdetak lebih lambat". Serta latihan untuk merasakan panas atau dingin pada perut dan

dahi. "Dahi dan perut saya lebih dingin." Jadi, latihan autogenik merupakan suatu latihan

yang menitikberatkan munculnya kemampuan pengendalian gejolak emosi pada tubuh.

Kemudian, sekitar tahun 1950-an, seorang tokoh beraliran behavioristik, Joseph Wolpe,

melakukan modifikasi dari teknik relaksasi milik Jacobsen. Wolpe menganggap bahwa teknik

milik Jacobsen tersebut memakan waktu terlalu lama. Ia lalu merancang teknik yang lebih

pendek, lebih sederhana, dan lebih mudah dilakukan. Teknik ini dikenal dengan nama latihan

relaksasi progresif yang merupakan dasar untuk melakukan pengebalan sistematik

(Systematic Desensitization). Teknik ini digunakan untuk menangani seseorang yang

Page 10: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

memiliki masalah ketegangan dan kecemasan. Mereka yang membutuhkan dapat diajarkan

untuk melakukan teknik tersebut sendiri, dengan mempergunakan alat biofeedback (EMG).

Dalam perkembangannya, teknik-teknik yang digunakan, baik oleh Jacobsen maupun

Wolpe, dianggap kurang efisien. Oleh karena itu, kemudian bermunculan model-model

relaksasi barn sebagaimana yang dikemukakan oleh Bernstein & Borkovec (1973) dan

Bernstein & Geffen (1984). Dalam perkembangan selanjutnya, latihan relaksasi progresif

digunakan sebagai teknik tersendiri, tidak lagi sebagai bagian dari pendekatan behavioristik.

Awalnya, latihan relaksasi progresif ini digunakan oleh pasien penderita kecemasan atau

ketegangan yang bersumber pada gejolak emosinya.Latihan relaksasi progresif juga dapat

dilakukan melalui suatu alat yang dikenal dengan sebutan biofeedback atau EMG

(Elektromyografi). EMG memiliki fungsi mencatat atau merekam intensitas ketegangan otot-

otot seseorang, untuk kemudian ditampilkan dalam bentuk ukuran angka-angka, misalnya +3

atau +10. Dengan menggunakan alat tersebut, seseorang dapat memantau tingkatan

ketegangan sebelum maupun sesudah dilakukan latihan.

Dengan adanya kemampuan untuk memantau perubahan tingkatan ketegangan pada

diri sendiri, maka ketegangan otot-otot dapat diatur sampai pada keadaan relaks yang

dikehendaki. Arti praktisnya adalah, seseorang dapat mengatur ketegangan-ketegangan

ototnya menjadi lebih relaks, sehingga gejolak emosinya pun menjadi lebih tenang. Apabila

penggunaan biofeedback telah dilakukan berkali-kali, maka relaksasi dapat dilakukan kapan

pun dan di mana pun, tanpa membutuhkan alat biofeedback lagi.

Oleh karena itu, para ahli kemudian berupaya keras untuk mencari modifikasi agar

latihan relaksasi progresif dapat dilakukan dalam format yang lebih pendek dan praktis.

Apabila seseorang telah beberapa kali berhasil dalam keadaan relaks, maka pengelompokan

otot dapat diperbesar menjadi lima kelompok, yaitu:

1. Lengan dan tangan bersama-sama.

2. Semua otot muka.

3. Dada, pundak, punggung bagian atas, perut.

4. Pinggul dan pangkal paha.

5. Kaki dan tapak kaki.

Page 11: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

Contoh lain dari modifikasi tersebut adalah teknik pernapasan atau breathing

technique. Teknik ini banyak dilakukan oleh para atlet karena dapat dilakukan di sembarang

tempat, misalnya di pinggir arena pertandingan, saat menunggu waktu untuk bermain,

demikian pula pada saat gejolak emosi sedang memuncak, misalnya pada malam sebelum

pertandingan, atau beberapa jam sebelum pertandingan.

Menurut Masters, dan kawan-kawan (1987) (dalam Gunarsa, S.D., 2002), manfaat

dari melakukan latihan relaksasi progresif adalah:

1. Meningkatnya pemahaman mengenai ketegangan otot. Artinya, ada pemahaman

bahwa gejolak emosi berpengaruh terhadap ketegangan otot dan sebaliknya.

2. Meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan ketegangan otot.

3. Meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan kegiatan kognitif, yaitu meliputi

kemampuan pemusatan perhatian terhadap suatu objek

4. Meningkatnya kemampuan untuk melakukan kegiatan.

5. Menurunnya ketegangan otot.

6. Menurunnya gejolak emosi karena pengaruh perubahan kefaalan.

7. Menurunnya tingkat kecemasan, serta emosi-emosi negatif lainnya.

8. Menurunnya kekhawatiran dan ketakutan.

Selain latihan relaksasi progresif, dalam melakukan perubahan atau rnodifikasi suatu

perilaku, dikenal pula suatu teknik yang disebut sebagai systematic desensitization atau

teknik pengebalan sistematik. Jika terdapat suatu keadaan atau objek yang dipersepsikan

tidak menguntungkan sehingga mempengaruhi gejolak emosi secara luar biasa clan

ditampilkan dalam emosi tegang, maka tentu akan berakibat buruk terhadap penampilan.

Seorang atlet dapat Baja merasakan ketakutan-ketakutan tertentu pada saat bertanding, seperti

hal-hal yang berkaitan dengan lawan tandingnya, suhu arena atau cuaca pada umumnya,

angin, sorakan penonton, atau penilaian dari tokoh-tokoh tertentu yang sedang menyaksikan.

Namun demikian, keadaan-keadaan seperti ini merupakan hal yang mutlak harus dihadapi.

Oleh karena itu, seorang atlet harus mampu menghadapi keadaan-keadaan yang tidak

menyenangkan sebagaimana disebutkan di atas. Kemampuan untuk menghadapi dan

mengatasi tersebut merupakan keterampilan individual dan khusus yang diajarkan oleh

pelatih atau psikolog olahraganya.

Page 12: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

Teknik pengebalan sistematik (Systematic Desensitization) merupakan latihan

bertahap untuk mengurangi kepekaan terhadap suatu rangsang, sehingga terbentuk habituasi

atau pembiasaan. Suatu rangsang yang awalnya menimbulkan gejolak emosi yang sangat

tinggi, melalui latihan sistematik tertentu, lambat-laun tidak lagi dipersepsikan negatif.

Secara bertahap, akan terjadi pengurangan atau pengenduran reaksi emosi, sehingga gejolak

emosi pun menjadi stabil. Jadi, sumber rangsang tidak diubah atau diganti, melainkan di

dalam diri atlet terjadi perubahan secara sistematik Gejolak emosi yang pada awalnya sangat

tinggi saat menghadapi suatu keadaan, lambat-laun menjadi berkurang. Ini merupakan prinsip

sistematik desensitisasi, atau upaya untuk mengatur reaksi-reaksi emosi yang bergejolak

dalam batas-batas proporsi yang wajar dan tidak merugikan.

Cara relaksasi lainnya adalah transcendental meditation atau meditasi transendental.

Teknik ini merupakan relaksasi yang dikembangkan dari tradisi India, diperkenalkan di

Amerika pada awal tahun 1960-an oleh seorang pendeta India, Maharishi Mahesh Yogi.

Keith Wallace dari UCLA merupakan salah satu psikolog pertama yang menyelicliki

mengenai teknik tersebut. Penelitian Wallace (1971) menunjukkan bahwa teknik tersebut

memberikan efek luar biasa pada tubuh, yaitu detak jantung menurun sampai stabil dan

peredaran asam laktat menjadi tiga kali lebih cepat dibandingkan saat beristirahat biasa.

Meditasi transendental merupakan teknik mental yang dapat dipraktekkan setiap pagi

dan malam selama 15 sampai 20 menit, saat seseorang duduk nyaman dengan mata tertutup

sambil memikirkan suatu 'mantera' tertentu. Setelah 20 menit, ketegangan tubuh akan

mengendor total dan orang yang bersangkutan akan mengalami kondisi yang segar dan

dinamis, percaya diri, serta siap untuk beraksi. Meditasi transendental dilakukan seseorang

dengan memusatkan perhatian dan berkonsentrasi terhadap suatu objek atau pikiran dan

kegiatan tersebut ditahannya untuk beberapa waktu dalam posisi tubuh yang nyaman, tanpa

terganggu atau teralih perhatian dan konsentrasinya. Apabila hal tersebut dapat dilakukan,

maka akan diperoleh keadaan relaks. Selama meditasi, tubuh akan mencapai tahap sadar

sepenuhnya namun tanpa beban pikiran apa pun. Pada kondisi tersebut, seseorang akan siap

menghadapi rangsang apa pun, serta siap memberikan respons yang sesuai dan optimal.

2. Strategi Kognitif

Strategi kognitif didasari oleh pendekatan kognitif yang menekankan bahwa pikiran

atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam diri seseorang. Jadi,

Page 13: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

kesalahan, kegagalan, ataupun kekecewaan, tidak disebabkan oleh objek dari luar, namun

pada hakikatnya bersumber pada inti pikiran atau proses berpikir seseorang. Misalnya,

seorang atlet bulutangkis tidak dapat menyalahkan shuttlecock karena berat atau

kecepatannya berbeda dari biasanya, karena yang menentukan sesuai atau tidaknya caranya

memukul dan kekuatan pukulan adalah proses berpikir atlet tersebut. Jadi, yang seharusnya

diubah adalah pengendali perilaku atlet, dalam hal ini gerakan atau pukulannya, agar dapat

menyesuaikan dengan keadaan khusus. Dari penjelasan ini, tampak bahwa proses kognitif

merupakan sumber dari semua perilaku pada atlet. Salah satu kegiatan yang mendukung

berfungsinya proses kognitif adalah kegiatan pemusatan perhatian yang bersumber pada inti

pikiran seseorang. Contohnya, pemikiran sebagai berikut: "Saya memusatkan perhatian

terhadap kornitmen saya untuk bermain sesuai dengan apa yang sudah saya latih dan strategi

bermain saya." Kegiatan ini merupakan kegiatan menginstruksi diri sendiri (self-instruction),

sehingga apa pun yang akan terjadi dalam permainan, atlet akan berpedoman pada proses

berpikirnya. Namun dalam kenyataannya, strategi kognitif seperti ini sangat erat kaitannya

dengan status emosi dan berbagai macam pergolakannya. Pergolakan tersebut berasal dari

tingkat ketegangan yang dialami oleh atlet, khususnya yang bersumber pada dirinya, yakni

trait anxiety.

3. Teknik-teknik Peredaan Ketegangan

Hanya mengetahui "apa" atau "what" saja mengapa atlet tegang atau takut tanpa

mengetahui "how" atau "bagaimana" cara penyembuhannya tidaklah banyak manfaatnya dan

tidak akan menolong atlet. Oleh karena itu, pelatih sebaiknya juga mempersenjatai diri

dengan keterampilan bagaimana cara meredakan ketegangan yang ada pada atlet. Ada

beberapa teknik yang bisa membantu menurunkan atau mengurangi ketegangan atlet

(desensitizatioll, techniques). Antara lain:

a. Teknik Jacobson dan Schultz, yaitu dengan mengurangi arti pentingnya pertandingan

dalam benak atlet, atau mengurangi ancaman hukuman kalau atlet gagal.

b. Teknik Cratty. Dengan teknik ini, mula-mula disusun suatu urutan (hierarki) anxiety

yang dialami atlet, dari Yang paling ditakuti sampai yang paling kurang ditakuti oleh

atlet. Pada permulaan, atlet dihadapkan pada situasi yang paling sedikit

membangkitkan anxiety. Setelah atlet terbiasa dan tidak takut lagi dengan situasi

tersebut, dia kemudian dilibatkan dalam situasi takut yang agak lebih berat. Demikian

seterusnya.

Page 14: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

c. Teknik progressive muscle relaxation dari Jacobson, yaitu latihan memaksa otot-otot

yang tegang dijadikan relaks.

d. Teknik autogenic relaxation, yaitu toknik relaksasi Yang menekankan pada sugesti

diri (self-suggestion).

e. Latihan pernapasan dalam (deep breathing).

f. Meditasi.

g. Berpikir positif.

h. Visualisasi.

i. Latihan simulasi: pada waktu latihan, berlatihlah dengan menciptakan situasi seakan-

akan sedang betul-betul bertanding, dan usahakan untuk tampil sebaik-baiknya.

Lakukan latihan dengan intensitas yang tinggi seperti dalam pertandingan sebetulnya.

Biarkan atlet mengalami stres fisik maupun mental. Dengan berulang kali berlatih

dengan stres yang tinggi, diharapkan lama-kelamaan ketegangan atlet akan berkurang

pada waktu menghadapi stres.

4. Mehanisme pertahanan diri

Anxiety, kekhawatiran, dan ketakutan yang berkecamuk dalam diri atlet adalah gejala

yang umum dalam olahraga. Anxiety dan ketakutan adalah reaksi terhadap perasaan

"khawatir akan terancam pribadinya". Karena anxiety yang dialami atlet adalah sesuatu

keadaan yang sangat tidak enak dan selamanya akan berkecamuk dalam kehidupan seorang

atlet, maka dibutuhkan suatu mekanisme di dalam kepribadiannya untuk inenolongitya

mengotasi atau membebaskan dirinya dari anxiety tersebut. Mekanisme ini biasanya disebut

security operation atau defense inechanisin. Jadi mekanisme ini berfungsi sebagai alai agar

kepribadiannya tidak merasa terancam. Sering kali mekanisme ini bekerja demikian efektif

sehingga atlet benar-benar terlindung dari perasaan cemas tersebut.

Tampaknya di semua cabang olahraga sering terjadi mekanisme pertahanan demikian,

bukan hanya oleh atlet, akan tetapi juga oleh pelatih, tim manajer, pengurus dan lain-lain.

Memang mungkin saja alasan yang dikemukakan atlet, pelatih, Tim Manajer, Pengurus,

KONI, dan lain-lain memang betul karena lapangan licin, bola tidak bundar, banyak angin,

penonton ribut. Akan tetapi kebanyakan alasannya tidak rasional dan hanya merupakan

manifestasi dari perasaan kecewa karena mengalami kegagalan, serta kedok agar terhindar

dari perasaan cemas dan takut akan dikritik, dicemooh, dikecam oleh masyarakat, dan agar

Page 15: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

mereka tidak disalahkan oleh masyarakat atas kekalahan atau kegagalan mereka. Karena itu

penyebab kegagalannya dilimpahkan kepada orang atau benda lain di luar dirinya.

Sebagai pelatih, kita harus mendidik dan melatih para atlet agar tidak membiasakan

diri menggunakan defense mechanism yang tidak wajar sebagaimana contoh-contoh tersebut

di atas. Sebab-sebab dari setiap kegagalan haruslah didiskusikan, dievaluasi, dianalisis secara

rasional, intelektual dan inteligen. Pelatih harus mengajarkan dan mendidik atlet agar tidak

meremehkan kegagalan, dan menilai setiap kegagalan dengan penuh pemahaman dan

pengertian yang wajar. Dengan demikian dapatlah diharapkan pula bahwa maturitas mental

para atlet sedikit demi sedikit dapat dikembangkan.

Page 16: Makalah Olahraga Fix.docx Enje Varin Sucay

DAFTAR PUSTAKA

Faldana, Rido. (2011). Seputar Psikologi Olahraga. Tersedia di :

http://duniaolahraga.com/seputar-psikologi-olahraga_266.htm. (Diakses 15 April

2012).

Muharil. (2010). Peran Psikologi Terhadap Kemungkinan Terjadinya Cedera Dalam

Olahraga. Tersedia di : http://muharilsport.blogspot.com/2010/04/peran-psikologi-

terhadap-kemungkinan_14.html. (Diakses 15 April 2012).

Satiadarma, Monty P. (). Psikologi Olahraga & Psikologi Latihan. Tersedia di : . (Diakses 15

April 2012).