17
BAB I PENDAHULUAN Partikel debu selalu terdapat dalam udara yang dihisap pada pernafasan, akan tetapi tidak sering dapat menimbulkan penyakit paru, oleh karena tubuh mempunyai daya protektif, yaitu rambut hidung dapat menahan kira- kira 50% debu, rambut getar dan selaput lendir bronchus, transudasi melalui dinding alveolus, fagositosis sel makrofag ke kelenjar limfe. Bila udara mengandung partikel debu terlalu banyak, maka debu itu mencapai paru-paru dalam jumlah yang banyak sehingga menimbulkan kerusakan yang bermakna yang sering disebut Pneumoconiosis. Hal ini biasanya dijumpai pada orang-orang yang bekerja pada tempat tertentu, sehingga penyakit termasuk dalam penyakit pekerjaan (occupational disease). Ada berbagai pneumoconiosis bergantung pada jenis debu yang dihisap salah satunya asbesitosis, karena debu yang mengandung asbes. Hingga kini belum diketahui dengan tepat bagaimana partikel debu itu menimbulkan perubahan/ kerusakan pada paru-paru, yang diketahui efek debu itu pada paru-paru ialah mengadakan penetrasi pada histosit, menimbulkan dislokasi sitoplasma histiosit, menyebabkan degenasi dan kematian histiosit tersebut. Kematian histiosist itu dapat diikuti dengan keluarnya zat yang bersifat sitotoksik, atau dapat pula

Makalah K3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah K3

BAB I

PENDAHULUAN

Partikel debu selalu terdapat dalam udara yang dihisap pada pernafasan,

akan tetapi tidak sering dapat menimbulkan penyakit paru, oleh karena tubuh

mempunyai daya protektif, yaitu rambut hidung dapat menahan kira-kira 50%

debu, rambut getar dan selaput lendir bronchus, transudasi melalui dinding

alveolus, fagositosis sel makrofag ke kelenjar limfe.

Bila udara mengandung partikel debu terlalu banyak, maka debu itu

mencapai paru-paru dalam jumlah yang banyak sehingga menimbulkan kerusakan

yang bermakna yang sering disebut Pneumoconiosis. Hal ini biasanya dijumpai

pada orang-orang yang bekerja pada tempat tertentu, sehingga penyakit termasuk

dalam penyakit pekerjaan (occupational disease). Ada berbagai pneumoconiosis

bergantung pada jenis debu yang dihisap salah satunya asbesitosis, karena debu

yang mengandung asbes.

Hingga kini belum diketahui dengan tepat bagaimana partikel debu itu

menimbulkan perubahan/ kerusakan pada paru-paru, yang diketahui efek debu itu

pada paru-paru ialah mengadakan penetrasi pada histosit, menimbulkan dislokasi

sitoplasma histiosit, menyebabkan degenasi dan kematian histiosit tersebut.

Kematian histiosist itu dapat diikuti dengan keluarnya zat yang bersifat

sitotoksik, atau dapat pula menimbulkan reaksi imun. Mungkin inilah dasar

terjadinya perubahan jaringan paru-paru. Perubahan paru-paru dapat bersifat

proliferatif dan fibrosis.

Asbes banyak sekali dipergunakan dalam sehari-hari, mulai dari bahan

pembuat kabel listrik, cat, ban kendaraan bermotor serta bantalan remnya sampai

pada atap rumah. Dilaporkan bahwa abses telah dipergunakan untuk pembuatan

lebih dari 1000 macam bahan yang dipakai manusia.

Serat asbes bahkan telah ditemukan pada sebuah jambangan bunga yang

dibuat tahun 2500 sebelum masehi. Ada empat jenis asbes yang kini banyak

beredar di pasaran, yaitu : chrysotile atau asbes putih, crocidolite atau asbes biru,

amosite atau asbes coklat, dan anthrophyllite atau asbes abu-abu. Sebagaimana

bahan tambang pada umumnya, asbes merupakan batuan yang mampat, namun

sangat mudah untuk dipisah-pisahkan menjadi banyak sekali serat-serat halus

Page 2: Makalah K3

yang umumnya sangat ringan dan mudah terbang. Pada era globalisasi ini,

Indonesia ditantang untrak memasuki perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga

kerja yang berkiprah disektor industri akan bertambah sejalan dengan

pertambahan industri. Dengan pertambahan tersebut maka konsekuensi

permasalahan industri juga semakin kompleks, termasuk masalah Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (K3). Pada tiga dasawarsa yang lalu, penyakit paru masih

didominasi oleh penyakit infeksi.

Khususnya tuberkulosis, pneumoni,bronkiektasis, empiema, abses paru dan

lain-lain. Namun perkembangam yang sangat pesat di segala sektor saat ini telah

mengubah pola penyakit yang ada (Anies, 2005).

Menurut hasil tinjauan Walhi Aceh terhadap kasus-kasus kematian akibat

menghirup udara yang tercemar asbes menyimpulkan bahwa, 94 persen

penggunaan Asbes di dunia mengandung bahan Chrysotile atau hidroksida

magnesium silikat dengan komposisi Mg6(OH)6(Si4O11)H2O

(arsitektur.brawijaya.ac.id, 2006).

Kasus di negara Jepang, akibat menghirup udara yang tercemar Asbes, 500

orang meninggal dunia pada tahun 1995, dan meningkat menjadi 878 orang pada

tahun 2003, sehingga pemerintah Jepang melarang penggunaan Asbes

(arsitektur.brawijaya.ac.id, 2006).

Page 3: Makalah K3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asbestosis

Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat

menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang

luas. Asbestosis terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang

berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru,

menyebabkan parut. Menghirup asbes jugs dapat menyebabkan

penebalan pleura atau selaput yang melapisi paru-paru (www.dokter-online.co.nr,

2006).

2.2 Etiologi

Penyebab asbesitosis adalah serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk

dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk

mencernakan serat asbes, sering mengalami kegagalan sebab seratnya terlalu kuat

dan ikatan rantainya sangat kuat untuk diuraikan. Pada proses ini, makrofag

menghasilkan unsur yang diharapkan dapat menghjancurkan benda asing, tetapi

hal itu dapat juga merugikan alveoli dan secepatnya dapat meninggalkan parut.

Asbestosis sering terjadi pada pekerja di bidang pertambangan,

penggilingan, industri. Pemaparan terhadap keluarga juga dapat terjadi, apabila

serat asbes tersebut terbawa ke rumah melalui baju kerja yang tidak diganti. Ada

kasus seorang anak terkena kanker paru-paru, yang ternyata penyebabnya adalah

sang bapak yang bekerja dibidang asbes. Anak tersebut selalu memeluk ayahnya

setelah pulang kerja dari pabrik asbes. Serat asbes tersebut terhirup oleh sang

anak, dan bermanifestasi sebagai kanker paru 40 tahun kemudian.

Jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang dan

mengempis sebagaimana mestinya. Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya

pemaparan dan jumlah serat yang terhirup. Pemaparan asbes bisa ditemukan di

industri pertambangan dan penggilingan, konstruksi dan industri lainnya.

Pemaparan pada keluarga pekerja asbes jugs bisa terjadi dari partikel yang

terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja. Penyakit-penyakit yang disebabkan

oleh asbes diantaranya:

1. Plak pleura (kalsifikasi)

2. Mesotelioma maligns

3. Efusi pleura (www.dokter-online.co.nr, 2006).

Page 4: Makalah K3

2.3 Patofisiologi

Serabut yang terinhalasi, mencapai alveolus ditelan oleh makrofag

alveolar, merangsang terlepasnya C5a dan penarik kimia (kemoatraktan)

lainnya. Ambifol (lurus, kaku) mencapai paru bagian dalam lebih dari pada serabut

serpentin, menyebabkan patogenitas lebih besar. Kebanyakan asbestos terinhalasi

dibersihkan oleh makrofag, sisanya mencapai interstisium dan pembuluh limf.

Beberapa serabut yang terinhalasi dibungkus oleh hemosiderin dan glikoprotein

untuk membentuk jicin asbestos yang berbentuk halter, bermanik-manik, dan

karakteristik.

Akumulasi serat secara inhalasi dalam jangka waktu tertentu, jenis, dan

ketahanan, serta dimensi serat mempengaruhi karsinogenitas dan fibrogenisitas.

Timbulnya asbestosis bervariasi dengan kadar kumulatif dari serat yang dihirup,

semakin besar kadar akumulasi, semakin tinggi timbulnya asbestosis. Mekanisme

kerusakan paru dan fibrosis progresif mungkin meliputi:

1. Terlepasnya enzim atau radikal bebas toksik oleh makrofag neutrofil yang

ditarik ketempat deposisi asbestos.

2. Terlepasnya sitokin fibrogenik dan faktor pertumbuhan oleh makrofag

alveolar sesudah fagositosis serabut.

3. Stimulasi pembentukan kolagen fibroblas oleh asbestos.

Semua jenis serat asbes adalah fibrogenic pada paru-paru. Amphiboles,

terutama sekali serat crocidolite, dengan jelas dan nyata lebih karsinogenik pada

pleura. Serabut dengan garis tengah lebih kecil 3 mikrometer merupakan

fibrogenik sebab dapat menembus selaput set.

Adanya inflamasi akan merangsang makrofag di alveolus. Asbes akan

mengaktivasi makrofag untuk menghasilkan berbagai faktor pertumbuhan,

mencakup fibronectin, dan platelet, yang sating berhubungan untuk

mempengaruhi pertumbuhan fibroblas. Oksigen bebas seperti superoxide anion,

peroksida hidrogen, hydroxy dilepaskan oleh makrofag merusakkan protein dan

lipid yang mendukung proses inflamasi. Suatu penggerak plasminogen, yang jugs

dilepaskan oleh makrofag, menimbulkan kerusakan interstitium paru-paru lebih

lanjut dengan penurunan matriks glikoprotein (Robbins SL, 1995).

Asbestosis adalah penyakit non malignant yang secara perlahan-lahan

menjadi progresif, dimana dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan fungsi

pada paru yang bila tidak ditangani dengan baik dapat berpotensi fatal.

Page 5: Makalah K3

Mesotelioma merupakan komplikasi dari asbestosis yang berakibat fatal dan sulit

disembuhkan. Penyebab kematian seringkali adalah infeksi paru yang hebat,

korpulmonale atau kanker.

Lamanya paparan dan banyaknya asbes yang dihirup mempengaruhi

keparahan penyakit. Orang-orang dengan asbestosis yang merokok, terutama

sekali mereka yang merokok lebih dari satu bungkus per hari, resiko meningkat

pengembangan kanker paru-paru dan harus betul-betul dinasehatkan untuk

berhenti atau meninggalkan merokok. Angka kejadiannya adalah sebesar 4

diantara 10.000 orang (www.dokter-online.cn.nr, 2006).

2.4 Gejala Klinis

Gejala yang pertama asbestosis pada umumnya nafas pendek ketika

mengikuti latihan atau melakukan aktifitas fisik lainnya. Tahap awal penyakit

ditandai oleh batuk kering. Kemajuan penyakit dan peningkatan kerusakan paru,

nafas pendek terjadi bahkan ketika pasien pada posisi istirahat. Berulangnya

infeksi pernafasan ditandai dengan batuk darah. Gejala lain dari asbestosis

meliputi sakit dada, suara parau, dan susah tidur. Kesulitan lain yang berpotensial

meliputi jantung, kolaps paru dan pleuritis. Pada perokok berat dengan bronkitis

kronik dan asbestosis akan menderita batu-batuk dan sesak. Kepekaan individu

mungkin berbeda terhadap asbestosis berdasarkan pada pemeriksaan yang

berhubungan dengan pernafasan dan faktor lain yang tak dikenal. Orang-orang

yang merokok mempunyai resiko yang meningkat terhadap perkembangan

asbestosis yang mungkin berkaitan dengan pemeriksaan serat asbes di mukosiliar.

2.5 Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:

1. Terdengar suara ronki kering

2. Takipneu

3. Sianosis

4. Clubbing finger

5. Pergerakan dada melemah

6. Pada stadium lanjut dapat ditemukan corpulmonal dan gagal jantung.

Penyaringan terhadap para pekerja yang beresiko dapat mengungkapkan

inflamasi pada paru-paru dan karakteristyik lesi dari asbestosis. Rekam medik

pasien dapat mengidentifikasi pekerjaan, kegemaran, atau hal lain yang mungkin

dapat merupakan faktor yang melibatkan terpaparnya serat asbes.

Page 6: Makalah K3

Clubbing finger terjadi pada 32-42% dari semua kasus. Hal ini tidak

berhubungan dengan berat tidaknya penyakit. Berkurangnya pergerakan rongga

dada pada penyakit yang telah lanjut berhubungan dengan kerusakan ventilasi

yang akan bersifat membatasi dan mengurangi kapasitas vital. Pada penyakit

lanjut, pasien dapat menunjukkan tanda yang berhubungan dengan corpulmonal:

sianosis, distensi venajugular, hepatojugular refluks dan edema pada daerah kaki.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Hasil diagnosis didasarkan pada 3 tahap:

a. Riwayat ekspose asbes dalam periode laten yang sesuai antara ekspose dan

pendeteksian penyakit

b. Perubahan karakteristik dari fibrosis paru-paru pada pemeriksaan radiografi

c. Ketidakhadiran dari penyakit fibrotik lain yang menyerupai asbestosis

1. Tes fungsi paru-paru

Pengurangan kapasitas secara diffus dapat mendahului perubahan volume

paru-paru, tetapi penemuan dari suatu pengukuran kapasitas tidaklah

spesifik. Di samping pengurangan kapasistas secara diffus, kelainan

fisiologi yang paling awal adalah exertional hypoxemia.

Total kapasitas paru-paru dikurangi asbestosis dan bersifat membatasi.

Penggunaan spirometri, dittemukan berkurangnya kapasitas tanpa mengurangi

perbandingan dari volumeekspirasi dalam 1 detik dengan kapasitas vital.

2. Radiografi

Gambar rontgen thoraks (PA dan Lateral) adalah dasar dalam menentukan

diagnostik. Pada rontgen thoraks didapatkan, retikulo nodular infiltrat yang

diffuse yang diamati sebagian besar dibasis paru-paru, infiltrat paru-paru yang

diffuse membuat gambaran yang kabur antara batas jantung. Dapat juga

ditemukan inflamasi pada pleura, pembesaran kelenjar hylus, gambaran nodul-

nodul sudut costoprenicus yang tumpul. Kalsifikasi pleural diafragmatik

merupakan suatu indikator expose asbes yang dapat dipercaya tetapi bukanlah

suatu unsur yang diperlukan untuk hasil diagnosa asbetosis, lokasi lain pada

parietal pleura melalui intercostae 9.

Pada awal penyakit gambaran radiologis pada awal berupa bayangan garis-

garis halus khususnya di paru bagian bawah, dapat terlihat peningkatan di bagian

Page 7: Makalah K3

interstisial (banyak garis-garis) dan adanya gambaran seperti sarang lebah yang

menandai penyakit yang telah lanjut.

CT-Scan, bermanfaat penggambaran pleura atau kelainan pleura ( efusi,

plaque, mesotelioma maligna, atelektasis) dan pada penggambaran parenkimal

yang padat adalah sugestif karsinoma bronkogenik

HRCT (High Resolution Computed Tomography) scan mendefinisikan

infiltrat interstitial dan mungkin sangat menolong dalam mendiagnosis asbestosis

tahap awal. Penemuan yang khas asbestosis pada HRCT meliputi:

1. Sub pleura tak tembus cahaya linier sampai pleura

2. Fibrosis basis paru-paru dan peribronkiolar,intralobular, dan septal

intralobular

3. Adanya gambaran yang menyerupai sarang lebah (honey comb)

merupakan suatu tanda untuk karsinoma paru-paru

3. Oximetry

Evaluasi oxygenasi adalah penting sebab hypoxemia yang belum dikoreksi

akan menyebabkan hipertensi yang berkenaan dengan paru-paru dan dapat

mendorong ke arah kor pulmonal.

Dokter dapat menggunakan tes yang noninvasif test pada denyut nadi

oximetry sebagai skrening tes, terutama oximetry dilakukan pada saat

istirahat dan selama latihan (misalnya 6-menit tes berjalan)

Memperoleh informasi akurat dari pengukuran seperti gas darah arteri

yang dapat menunjukkan desaturation selama latihan.

4. Spirometri

Gambaran spirometri yang khas adalah penurunan kapasitas vital dan

kapasitas paru total, volume residu biasanya normal atau sedikit menurun serta

penurunan kapasitas difusi. Dalam mendeteksi kelainan ini secara dini maka kita

harus mengamati adanya penurunan kapasitas vital dan kapasitas difusi.

2.7 Terapi

Tujuan perawatan adalah unbtuk membantu pasien dapat bernapas dengan

mudah, mencegah infeksi dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

1. Latihan reguler, tujuannya untuk menjaga dan meningkatkan kapasitas

paru-paru. Walaupun istrirahat mungkin direkomendasikan, pasien

didukung untuk memulai aktivitas reguler.

Page 8: Makalah K3

2. Ultrasonic cool-mist, digunakan sebagai pelembab udara yg bertujuan

untuk menghilangkan sekresi lendir bronkiral.

3. Antibiotik untuk pertahanandari serangan infeksi.

4. Aspirin atau acetaminophen (Tylenol) untuk membebaskan

ketidaknyamanan dan brochodilator oral atau inhalasi dan melebarkan

saluran napas.

2.8 Prognosis

Asbetosis adalah penyakit non malignant yang secara perlahan-lahan

menjadi progresif, dimana dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan fungsi

paru yang bila tidak ditangani denagn baik berpotensi fatal. Lamanya paparan dan

banyaknya asbes yang terhirup mempengaruhi keparahan penyakit.

Mesotelioma merupakan komplikasi dari asbetosis yang berakibat fatal

dan sulit disembuhkan. Penyebab kematian paling sering adalah infeksi paru yang

hebat, kor pulmonal atau kanker.

2.9 Tahap Pencegahan Penyakit

1. Health Promotion

a. Pendidikan kesehatan kepada pekerja

b. Peningkatan dan perbaikan gizi pekerja

c. Perkembangan kejiwaan pekerja yang sehat

d. Penyediaan tempat dan lingkungan kerja yang sehat

e. Pemeriksaan sebelum bekerja (Effendy, 1997)

2. Specific Protection

a. Penggunaan masker bagi pekerja yang beresiko tinggi dapat mengurangi

pemaparan.

b. Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu

asbes di lingkungan kerja.

c. Pengendalian penggunaan asbes di tempat kerja ini adalah metoda yang

paling efektif untuk mencegah asbestosis.

d. Ventilasi udara yang cukup di ruang kerja

Page 9: Makalah K3

e. Untuk mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para

pekerja yang berhubungan dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti

merokok.

f. Guna menghindari sumber penyakit yang akan tersebar pada pihak

keluarga, disarankan setiap pekerja untuk mencuci pakaian kerjanya di

pabrik, dan menggantinya dengan pakaian bersih untuk kembali ke

rumah. Sehingga semua pakaian kerja tidak ada yang dibawa pulang,

dan pekerja membersihkan diri atau mandi sebelum kembali ke rumah

masing-masing (Aditama TY, 1992).

3. Early Diagnostic

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:

a. terdengar suara ronki keying

b. diikuti dengan keluhan takipnue, dan sianosis

c. dapat terlihat adanya jari tabuh.

d. Pergerakan dada menjadi berkurang

e. pada stadium lanjut dapat ditemukan kor pulmonal dan mungkin gagal

jantung (Aditama TY, 1992).

Penyaringan terhadap para pekerja yang beresiko dapat mengungkapkan

inflamasi pada paru-paru dan karakteristik lesi dari asbestosis. Rekam medis

pasien dapat mengidentifi-kasi pekerjaan, kegemaran, atau hal lain yang mungkin

dapat merupakan faktor yang melibatkan ekspose serabut asbes.

Sinar X dapat menunjukkan gambaran bayang-bayang atau bintik-bintik

pada bagian atas paru-paru atau suatu garis besar yang menyerupai bulu-bulu

kasar atau bayangan jantung yang tak jelas, yang memungkinkan terjadinya

asbestosis (www.Braytun+Purcell, 2005)

Hasil diagnose didasarkan pada yang berikut:

a. Riwayat ekspose asbes dalam periode laten yang sesuai antara ekspose

dan pendeteksian penyakit

b. Perubahan karakteristik dari fibrosis paru-paru pada pemeriksaan

radiografi

c. Ketidakhadiran dari penyakit fibrotik lain yang menyerupai asbestosis

d. Dyspnea

Page 10: Makalah K3

e. Basilar inspiratory bilateral terdapat suara yang kasar

f. Restriktif dari fungsi paru-paru yang berhubungan dengan pertukaran

gas lemah.

4. Limitation

Pengobatan suprotif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang

lendir/dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase

Tujuan perawatan adalah untuk membantu pasien dapat bernapas dengan

mudah, mencegah infeksi pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Antibiotik dimaksudkan untuk menyerang infeksi. Aspirin atau Acetominophen

(Tylenol) dapat membebaskan ketidaknyaman dan bronchodilators oral atau

inhalasi dan melabarkan saluran napas. Diuretik atau digitalis glycoside

digunakan untuk beberapa pasien. Pada sebagian orang yang mungkin

memerlukan oksigen sebagai tambahan.

Dapat diberikan obat semprot untuk mengencerkan lendir. Pengobatan

suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang lendir/oahak dari

paru-paru melalui prosedur postural drainase. Kadang-kadang dilakukan

pencangkokan paru-paru. Mesotelioma berakibat fatal, kemoterapi tidak banyak

bermanfaat dan pengangkutan tumor tidak menyembuhkan kanker (Aditama TY,

1992).

5. Rehabilitation

Ultrasonik, cool-mist alat pelembab udara, obat batuk dapat menghilangkan

sekresi bronkial. Latihan reguler membantu menjaga dan meningkatkan kapasitas

paru-paru. Walaupun istirahat mungkin direkornendasikan, pasien didukung untuk

mulai lagi aktivitas reguler (Aditama TY, 1992).

6. Peran keluarga dalam usaha pencegahan penyakit

Kesadaran seseorang akan pentingnya menjaga kesehatan, hidup bersih dan

sehat adalah sangat penting, terlebih kepada para pekerja yang rentan terkena

penyakit akibat kerja, seperti pads pekerja yang sering kontak dengan asbes.

Untuk itu diperlukannya perhatian khusus kepada mereka dari pihak instansi dan

keluarga sendiri. Keluarga mempunyai peran penting terhadap pencegahan

penyakit ashestesis karena jika hygiene personal dari perkerja tidak dijaga dampak

Page 11: Makalah K3

yang akan terjadi adalah penyebaran penyakit dari kemungkinan sisa serat asbes

yang tertinggal pada pakaian kerja, sehingga keluarga harus membantu

membangun kesadaran hygiene personal pekerja tersebut. Selain itu keluarga juga

harus memberikan nasehat kepada pekerja yang juga sebagai perokok untuk

meninggalkan kebiasaan merokok supaya tidak akan berlanjut kepada terjadinya,

kanker (Aditama TY, 1992).

Page 12: Makalah K3

BAB III

KESIMPULAN

Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi

akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan

parut yang luas yang disebabkan serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk

dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Asbestosis adalah penyakit non

malignant yang secara perlahan-lahan menjadi progresif, dimana dapat

menyebabkan kerusakan dan penurunan fungsi pada paru yang bila tidak

ditangani dengan baik dapat berpotensi fatal. Orang-orang dengan asbestosis

yang merokok, terutama sekali mereka yang merokok lebih dari satu bungkus

per hari, resiko meningkat pengembangan kanker paru-paru. Asbestosis dapat

dicegah dengan 5 tahap pencegahan yaitu health promotion, spesicific

protection, early diagnostic, limitation, dan rehabilitation. Peran keluarga

dalam pencegahan penyakit asbestosis sangat penting terutama pada hygiene

personal dan kesadaran kebiasaan merokok.

B. Saran

1. Perlu adanya peningkatan upaya pemerintah dalam mengatasi masalah

penyakit akibat kerja, khususnya asbestosis

2. perlu adanya perhatian dari pihak industri dalam menjaga sanitasi tempat

atau lingkungan kerja dan jaminan kesehatan pada para pekerja

3. pekerja diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akanhygiene personal

Page 13: Makalah K3

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, TY. 1992. Asbestosis, Polusi Udara dan Kesehatan. ARCAN,Jakarta

Anies. 200.5. Penyakit A!tibat Kerja. PT.EIex Media Komputindo, Jakarta

Anonim 2. 1993. Penyakit Paru Akibat Kerja, Editorial Jurnaf Respirologi

Indonesia, Vo1.18 No.14, Jakarta

Http://arsitektur.brawijaya.ac.id. 2006. Bahaya Asbes. Diakses tanggal 29

Oktober 2009

Http://www.batan.go.id. 2004. Dampak Radiologis Pelepasan Serat Asbes.

Diakses tanggal 29 Oktober 2009

Http://www.Brayton+Purcell.html. Asbestosis is a Serious. Diakses tanggal 29

Oktober 2009

Http://www.dokter-online.co.nr.2006. Asbestosis. Diakses tanggal 29 Oktober

2009

Margono,B. 1997. Penyakit Paru Kerja, Majalah llmu Penyakit Dalam, Majalah

llmu Penyakit Dalam Vo1.23, No.2, Jakarta

Price, SA. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC,

Robbins SL. 1995. Dasar Patologi Penyakit, EGC, Jakarta