21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Adanya perbedaan pendapat dalam aliran- aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan. Persoalan lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan. Tarik –menarik di antara aliran-aliran kalam dalam menyelesaikan dalam persoalan ini, tampaknya dipicu oleh truth claim yang di bangun atas dasar kerangka berfikir masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Tiap – tiap aliran mengaku bahwa fahamnya dapat menyucikan dan memelihara keesaan Allah. Faham keadilan Tuhan, dalam pemikiran kalam, bergantung pada pandangan, apakah manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat? Ataukah manusia itu hanya terpaksa saja? Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia ini menyebabkan perbedaan penerapan makna keadilan, yang sama-sama disepakati mengandung arti meletakkan sesuatu pada tempatnya. B. Rumusan masalah 1

Makalah Ega Dan Yuyun Tentang Kalam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lkalam

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar belakangAdanya perbedaan pendapat dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan.Persoalan lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan. Tarik menarik di antara aliran-aliran kalam dalam menyelesaikan dalam persoalan ini, tampaknya dipicu olehtruth claimyang di bangun atas dasar kerangka berfikir masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Tiap tiap aliran mengaku bahwa fahamnya dapat menyucikan dan memelihara keesaan Allah.Faham keadilan Tuhan, dalam pemikiran kalam, bergantung pada pandangan, apakah manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat? Ataukah manusia itu hanya terpaksa saja? Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia ini menyebabkan perbedaan penerapan makna keadilan, yang sama-sama disepakati mengandung arti meletakkan sesuatu pada tempatnya.B. Rumusan masalahPada makalahini akan di bahas mengenai1. Perbuatan tuhan dan manusia2. Kehendak mutlak dan keadilan tuhan3. Sifat sifat tuhan

BAB IIPEMBAHASAN A. PERBUATAN TUHANSemua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan. Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memilki kemampuan untuk melakukannya.[footnoteRef:2] [2: Abdul Rozak, M.Ag., Ilmu Kalam, (Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2006) hlm 153]

1. Aliran MutazilahAliran Mutazilah, sebagai aliran kalam yang bercorak Rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Di dalam al-Quran pun jelas dikatakan bahwa tuhan tidaklah berbuat zalim. Ayat-ayat al-Quran yang dijadikan dalil oleh Mutazilah untuk mendukung pendapatnya diatas adalah surat al-Anbiyaa (21):23 dan surat ar-Rum (30) : 8.Qadi Abd al-Jabar, seorang tokoh Mutazilah mengatakan bahwa ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Tuhan hanya berbuat baik dan yang Maha suci dari perbuatan buruk. Dengan demikian, Tuhan tidak perlu ditanya. Ia menambahkan bahwa seseorang yang dikenal baik, apabila secara nyata berbuat baik, tidak perlu ditanya mengapa ia melakukan perbuatan baik itu adapun ayat yang kedua, menurut al-Jabar mengandung petunjuk bahwa Tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk, pernyataan bahwa ia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentulah tidak benar atau merupakan berita bohong.Dasar pemikiran tersebut serta konsep tentang keadilan Tuhan yang berjalan sejajar dengan paham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak Tuhan, mendorong kelompok Mutazilah untuk berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban terhadap manusia kewajiban-kewajiban tersebut dapat disimpulkan dalam satu hal yaitu kewajiban berbuat terhadap manusia. 2. Aliran AsyariahMenurut aliran Asyariyah, faham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia (ash-shalah wa al-ashlah), sebagaimana dikatakan aliran Mutazilah, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Hal ini ditegaskan al-Ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat dan yang terbaik bagi manusia. Dengan demikian aliran Asyariyah tidak menerima faham Tuhan mempunyai kewajiban. Tuhan dapat bebuat sekehendak hati-Nya terhadap makhluk. Sebagaimana yang dikatakan al-Ghazali, perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (Jaiz) dan tidak satu pun darinya yang mempunyai sifat wajib.Karena percaya kepada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa, aliran Asyariyah menerima faham pemberian beban di luar kemampuan manusia, Asyaari sendiri dengan tegas mengatakan dalam al-Luma, bahwa Tuhan dapat meletakkan beban yang tidak dapat dipikul pada manusia. Menurut faham Asyariah perbuatan manusia pada hakitkatnya adalah perrbuatan tuhan dan diwujudkan dengan daya Tuhan bukan dengan daya manusia, ditinjau dari sudut faham ini, pemberian beban yang tidak dapat dipikul tidaklah menimbulkan persoalan bagi aliran Asyariah, manusia dapat melaksanakan beban yang tak terpikul karena yang mewujudkan perbuatan manusia bukanlah daya manusia yang terbatas, tetapi daya Tuhan yang tak terbatas.3. Aliran MaturidiyahMengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Aliran Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, mereka berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, dengan demikian Tuhan berkewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian halnya dengan pengiriman Rasul Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan Asyariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh al-Bazdawi, bahwa Tuhan pasti menepati janji-Nya, seperti memberi upah orang yang telah berbuat kebaikan. Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan Tuhan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.

B. Perbuatan ManusiaMasalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang dilakukan oleh kelompok Jabariyah dan kelompok Qadariyah, yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan lebih mendalam oleh aliran Mutazilah, Asyiariyah dan Maturidiyah.Akar dari permasalahan perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat Maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Maka di sini timbullah pertanyaan, sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan tergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidup?, dan apakah manusia terikat seluruhnya kepada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan?.[footnoteRef:3] [3: Sarjoni, ILMU KALAM Perbandingan Antar Aliran : Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia, (Online) 2010. (http://sarjoni.wordpress.com/2010/01/01/ilmu-kalam-perbandingan-antar-aliran-perbuatan-tuhan-dan-perbuatan-manusia/., diakses tanggal 19 April 2010)]

1. Aliran JabariyahDalam pembahasan mengenai perbuatan manusia tampaknya ada perbedaan pandangan antara Jabariyah Ekstrim dan Jabariyah Moderat. Jabariyah Ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukanlah merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi kemauan yang dipaksakan atas dirinya. Salah seorang tokoh Jabariyah Ekstrim, mengatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.Jabariyah Moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab (acquisition), menurut faham kasab manusia tidaklah majbur. Tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan. Tetapi manusia itu memperoleh perbuatan yang diciptakan oleh Tuhan.2. Aliran QadariyahAliran Qadariyah menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik itu berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu ia berhak menentukan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang telah ia perbuat.Faham takdir dalam pandangan Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya untuk alam semesta beserta seluruh isinya yang dalam istilah al-Quran adalah Sunatullah.Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin Islam sendiri banyak ayat al-Quran yang mendukung pendapat ini misalnya dalam surat al-Kahfi ayat ke-29 yang artinya : Katakanlah, kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau, berimanlah dia, dan barang siapa yang ingin kafir maka kafirlah ia3. Aliran MutazilahAliran Mutazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena itu, Mutazilah menganut faham Qadariyah Menurut tokoh Mutazilah manusia yang menciptakan perbuatan-perbuatannya. Mutazilah dengan tegas menyatakan bahwa daya juga berasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya perbuatan. Jadi Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia.Aliran Mutazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan. Menurut mereka bagaimana mungkin dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang menentukannya.Aliran Mutazilah mengaku Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya.4. Aliran AsyariyahDalam faham Asyari, manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia diibaratkan anak kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya. Oleh karena itu Aliran ini lebih dekat dengan faham jabariyah daripada faham Mutazilah. Untuk menjelaskan dasar pijakannya, Asyari memakai teori Al-kasb (acquisition, perolehan), segala sesuatu terjadi dengan perentaraan daya yang diciptakan, sehingga menjadi perolehan dari muktasib (yang memperoleh kasb) untuk melakukan perbuatan, dimana manusia kehilangan keaktifan, yang mana manusia hanya bersikap pasif dalam perbuatan-perbuatannya. Untuk membela keyakinan tersebut Al-Asyari mengemukan dalil Al-quran yang artinya : Tuhan menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat (Q.S. Ash-shaffat : 96)Aliran Asyariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya, dengan demikian Kasb mempunyai pengertian penyertaan perbuatan dengan daya manusia yang baru. Ini implikasi bahwa perbuatan manusia dibarengi kehendaknya, dan bukan atas daya kehendaknya.5. Aliran MaturidiyahMengenai perbuatan manusia ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah bukhara. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham mutazilah, sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asyariya. Kehendak dan daya buat pada diri manusia manurut Maturidiyah Samarkand adalah kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Perbedaannya dengan Mutazilah adalah bahwa daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian posisinya lebih kecil daripada daya yang terdapat dalam faham Mutazilah. Oleh karena itu, manusia dalam faham Al-Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam faham Mutazilah.Maturidiyah bukhara dalam banyak hal sependapat dengan Maturidiyah Samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan baginya.C. Tentang Sifat Sifat TuhanPertentangan paham antara kaummutazilahdengan kaumasyariyahdalam masalah ini berkisar sekitar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak.1. MutazilahKaum mutazilahmencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Definisi merekatentang Tuhan, sebagaimanadijelaskan oleh al-asyari, bersifat negatif. Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai hajat dan sebagainya. Ini tidak berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak mengetahui, tidak berkuasa, tidak hidup dan sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, berkuasa,dan sebagainya, tetapi mengetahui, berkuasa, dan sebagainya tersebut bukanlah sifat dalam arti kata sebenarnya.[footnoteRef:4] [4: Harun Nasution,Teologi Islam,UI Press, Jakarta, 2010, hlm. 135]

Pandangan tokoh-tokoh mutazilah tentang sifat-sifat Tuhan :a. Arti Tuhan mengetahui kataAbu al-huzail,ialah Tuhan mengetahui dengan perantara pengetahuan dan pengetahuan tersebut adalah Tuhan sendiri. Dengan demikian, pengetahuan Tuhan sebagaimana dijelaskan oleh Abu huzail adalah Tuhan sendiri, yaitu dzat atau esensi Tuhan.b. Arti Tuhan mengetahui dengan esensinya kataal-jubbai, ialah untuk mengetahui, Tuhan tidak berhajat kepada suatu sifat dalam bentuk pengetahuan atau keadaan mengetahui.c. SebaliknyaAbu hasyimberpendapat bahwa arti Tuhan mengetahui melalui esensinya, ialah Tuhan mempunyai keadaan mengetahui.2. AsyariyahKaum Ayariyahmembawa penyelesaian yang berlawanan dengan mutazilah di atas. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut al-asyari sendiri tidak dapat di ingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatanya, disamping menyatakan Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa, dan sebagainya juga menyatakan bahwa Tuhan mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya.Dan menurutal- baghdadi, terdapat konsesus di kalangan kaum asyariah bahwa daya, pengetahuan, hayat, kemauan, pendengaran, penglihatan dan sabda Tuhan adalah kekal.Sifat sifat ini kataal- ghazali, tidaklah sama dengan, malahan lain dari, esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri.Uraian uraian ini juga membawa paham banyak yang kekal, dan untuk mengatasinya kaum asyariah mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah Tuhan, tetapi tidak pula lain dari Tuhan.[footnoteRef:5] [5: ibid]

3. MaturidiyahKaum maturidiyah golongan bukhara, karena juga mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifa-sifat. Persoalan banyak yang kekal, mereka selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri, juga dengan mengatakan bahwa Tuhan bersama-sama sifat-Nya kekal,tetapi sifat-sifat itu sendiri tidaklah kekal.Sedangkankaum maturidiyah golongan samarkanddalam hal ini kelihatanya tidak sepaham dengan mutazilah karena al- matuiridi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan tetapi pula tidak lain dari Tuhan.

D. Tentang kehendak mutlak dan keadilan TuhanPangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Sebagai pencipta alam, Tuhan haruslah mengatasi segala yang ada, bahkan harus melampaui segala aspek yang ada itu. Ia adalah eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan yang tidak terbatas karena tidak ada eksistensi lain yang mengatasi dan melampaui eksistensi-Nya.1. MutazilahKaum mutazilahmengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidak mutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia srta adanya hukum alam ( sunatullah ) yang menurut Al- Quran. Oleh sebab itu, dalam pandangan mutazilah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah alam semesta. Selanjutnya, aliran mutazilah mengatakan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Abd Al-jabbar bahwa keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada manusia, dan segala perbuatan-Nya adalah baik.[footnoteRef:6] [6: Abdul Razaq dan Rasihan Anwar,Ilmu Kalam,CV. Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm. 182]

2. AsyariyahKaum asyariyah, karena percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Mereka mengartikan eadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakanya sesuai dengan kehendak-Nya.Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran asyariyah memberi makna keadilan keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak hati-Nya.3. MaturidiyahDalam memahami kehendak mutlak dan keadilan Tuhan, aliran ini terpisah menjadi dua, yaitu maturidiyah samarkand dan maturidiyah bukhara. Pemisahan ini disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan. Kaum maturidiyah samarkand mempunyai posisi yang lebih dekat kepada mutazilah,tetapi kekuatan akal dan batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan lebih kecil daripada yang diberikan aliran mutazilah.Kehendak mutlak Tuhan, menurutmaturidiyah samarkand,dibatasi oleh keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.Adapunmaturidiyah bukharaberpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tak ada satu dzat pun yang lebih berkuasa daripada-Nya dan tidak ada batasan-batasan bagi-Nya. Aliran maturidiyah samarkand lebih dekat dekat dengan asyariyah.Lebih jauh lagi,maturidiyah bukharaberpendapat bahwa ketidak adilan Tuhan haruslah di pahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Secara jelas, al- bazdawi mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos, Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan untuk kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanAdanya perbedaan pendapat dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan. Persoalan lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan.Semua uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam faham mutazilah kekusaan mutlak tuhan mempunyai batasan-batasan. Adapun kaum maturidi golongan bukhara menganut pendapat bahwa tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Maturidiah golongan samarkan, tidaklah sekeras golongan bukhara. Maka dari itu tidak perlu ditegaskan bahwa yang menentukan batasan-batasan itu bukanlah dzat selain dari tuhan, karena diatas tuhan tidak ada suatu dzatpun yang lebih berkuasa. Tuhan adalah diatas segala-galanya. Batasan-batasan itu di tentukan oleh tuhan sendiri dan dengan kemauan-Nya sendiri pula.

DAFTAR PUSTAKA Raza,Abdul dan Anwar, Rasihan,Ilmu Kalam,CV. Pustaka Setia, Bandung, 2011.

Harun Nasution,Teologi Islam,UI Press, Jakarta, 2010.

Rozak, Abdul,. Ilmu Kalam, Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Sarjoni, ILMU KALAM Perbandingan Antar Aliran : Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia, (Online) 2010. (http://sarjoni.wordpress.com/2010/01/01/ilmu-kalam-perbandingan-antar-aliran-perbuatan-tuhan-dan-perbuatan-manusia/., diakses tanggal 19 April 2010)14