32
MAKALAH DOKTER MUDA BAGIAN RADIOLOGI BRONKIEKTASIS Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian Stase Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada OLEH: Karunia Dias Bhaskoro 09/281016/KU/13141 1

Makalah bronkiektasis

  • Upload
    kadibha

  • View
    288

  • Download
    49

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bronkiektasis

Citation preview

Page 1: Makalah bronkiektasis

MAKALAH DOKTER MUDA

BAGIAN RADIOLOGI

BRONKIEKTASIS

Untuk Memenuhi Sebagian SyaratUjian Stase Radiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada

OLEH:

Karunia Dias Bhaskoro

09/281016/KU/13141

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

2014

1

Page 2: Makalah bronkiektasis

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda,

69 % penderita berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-

kanak, 60 % dari penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun.

Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi.

Bronkiektasis merupakan penyakit yang jarang ditemui yang sering menyebabkan

kesakitan yang parah, termasuk infeksi pernapasan berulang yang memerlukan

antibiotik, batuk produktif yang menganggu, sesak napas, dan hemoptisis. Hal

yang menonjol dari sejarah bronkiektasis adalah gambaran hidup pasien yang

dingin dan supuratif yang tampak pada tulisan Rene Theophile Hyacinthe

Laennec pada awal abad ke 19, penjelasan pada tahun 1922 oleh Jean Athanase

Sicard dari bronkografi dengan kontras, yang memungkinkan pencitraan dari

perubahan destruktif pada saluran napas, penelitian yang dilakukan oleh Lynne

Reid pada tahun 1950an yang menghubungkan bronkografi dengan spesimen

patologis, dan selanjutnya terjadi pengurangan prevalensi yang mungkin hadir

dengan adanya terapi antituberkulosis dan imunisasi terhadap pertusis dan

campak. Pada artikel ini, saya mendikusikan perkembangan terakhir, termasuk

peranan infeksi, respon peradangan yang disederhanakan, dan defek pada

pertahanan inang, digantikannya bronkografi oleh CT scan resolusi tinggi sebagai

alat radiologi yang definitif, dan persamaan serta perbedaan antara bronkiektasis

dan cystic fibrosis dalam hal gambaran klinis dan strategi penatalaksanaannya.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Brokhiektasis?

2. Apa yang menjadi penyebab munculnya Brokhiektasis?

3. Apa saja tanda dan gejala dari Brokhiektasis?

2

Page 3: Makalah bronkiektasis

4. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan pada brokhiektasis?

5. Apa saja temuan radiologi yang dapat ditemukan?

6. Bagaimana cara pencegahan serta pengobatan yang dapat dilakukan pada

Brokhiektasis?

III. TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi

klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis pada pasien bronkiektasis.

2. Menjelaskan penemuan radiologis bronkiektasis pada foto polos dan

pemeriksaan radiologi lainnya

IV. MANFAAT

1. Dapat menambah wawasan serta pengetahuan bagi penulis dan pembaca di

bidang kesehatan, khususnya bronkiektasis.

2. Dapat memberikan informasi mengenai penemuan klinis pada pasien dengan

bronkiektasis dan diagnosisnya.

3. Dapat memberikan penjelasan mengenai penemuan radiologis bronkiektasis.

3

Page 4: Makalah bronkiektasis

BAB II

PEMBAHASAN

I. DEFINISI DAN PENJELASAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi

bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut

menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan

ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang

bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu

menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan

pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang

hemoptisis.

Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:

1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau

2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru

Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya

berkaitan dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma.

Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung

luas dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada

William Campbell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis

kistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak,

defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada

kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi,

kerusakan dan remodelling jalan nafas.

Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan

yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran

pernapasan. Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa)

mengandung sel-sel yang melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-

zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri dari:

4

Page 5: Makalah bronkiektasis

- Sel penghasil lendir

- Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu

partikel-partikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran

pernafasan.

- Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan

tubuh melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.

Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan

kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran

pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi

sebagai pemberi zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus.

Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi

yang bersifat kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan

penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang

terlihat pada CT Scan.

II. EPIDEMIOLOGI DAN INSIDENSI

Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada

negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis

mengalami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi

bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang

rendah.

Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di

negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara

populasi. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan

pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga

dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti

mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di

klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita

mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital.

5

Page 6: Makalah bronkiektasis

Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990

menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain

didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien rawat inap.

III. ETIOLOGI

Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga

bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.

a. Kelainan kongenital

Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam

kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan

memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya

mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus.

Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit

kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbell

syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.

b. Kelainan didapat

Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan

merupakan proses berikut:

Infeksi

o Campak

o Pertusis

o Infeksi adenovirus

o Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau

Pseudomonas.

o Influenza

o Tuberkulosa

o Infeksi mikoplasma

Penyumbatan bronkus

o Benda asing yang terisap

6

Page 7: Makalah bronkiektasis

o Pembesaran kelenjar getah bening

o Tumor paru

o Sumbatan oleh lendir

Cedera penghirupan

o Cedera karena asap, gas atau partikel beracun

o Menghirup getah lambung dan partikel makanan

Kelainan imunologik

o Sindroma kekurangan imunoglobulin

o Disfungsi sel darah putih

o Defisiensi komplemen

o Infeksi HIV

o Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis

rematoid, kolitis ulcerativa

Keadaan lain

o Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)

IV. ANATOMI

Gambar dibawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.

7

Page 8: Makalah bronkiektasis

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan

bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini

berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai

akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung

alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus

tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya

dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran

penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas

terjadi.

Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-

paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus

alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter

0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus

alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum.

Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi

antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus yang

berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tenis.

Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh

kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu

tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan

cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai

8

Gambar 1. Anatomi Bronkus.

Page 9: Makalah bronkiektasis

lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat

inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.

Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh

kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan

regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi

surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan

produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema,

dan penyakit lainnya.

Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra

dan bronchus sinistra.

- Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan

letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh

desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga

benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra.

Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi

vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya.

Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada

di sebelah ventralnya.

Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus

superior, lobus medius, dan lobus inferior.

Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah

cranial a.pulmonalis dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang

menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal

a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder

tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.

- Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya

lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae,

menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta

thoracalis.

9

Page 10: Makalah bronkiektasis

Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah

dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus

bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus

hyparterialis.

Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus

tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal)

terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior.

Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior.

Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus

V. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan

dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang

merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding

bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses

infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic

protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap

antigen.

Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding

bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan

nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan

nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus

yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang

terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan

dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.

Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau

tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi

inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan

keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta

membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi

10

Page 11: Makalah bronkiektasis

juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan,

sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi

tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan

merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan

kerusakan jalan nafas.

VII. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi

sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai

tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi

akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut.

Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis

episodik dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering

biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya

ditemukan pada lobus atas.

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri

dada pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun.

Pasien relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru,

yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan

antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya

11

Gambar 2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami kerusakan dan

daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan.

Page 12: Makalah bronkiektasis

oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan

kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang

berbau.

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol.

Terjadi hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum

dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya,

pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan

dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada

tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen,

kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen

dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian

digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis.

Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan,

sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai

bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai

bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis

dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis

kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit

penyebab bronkiektasis lainnya.

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis.

Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan

pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis

kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang

ditemukan.

Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi

bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien

dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya.

Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan

nafas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini

juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma.

12

Page 13: Makalah bronkiektasis

Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46%

pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder

pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut.

Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan

bronkiektasi yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan

kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan

pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua

penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan.

Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.

2. Gambaran Radiologis

- Foto thorax

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat

ditemukan gambaran seperti dibawah ini:

Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat

mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin

sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches

of grapes’. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi

pada bronkus.

13

Gambar 3. Tampak Ring Shadow yang

pada bagian bawah paru yang

menandakan adanya dilatasi bonkus

Gambar 4. Tampak dilatasi bronkus

yang ditunjukkan oleh anak panah

Page 14: Makalah bronkiektasis

Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru.

Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal

yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini

sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline

shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah

parahilus.

14

Gambar 5. Tampak Ring Shadow yang

menandakan adanya dilatasi bonkus

Gambar 6. Tramline shadow terlihat

diantara bayangan jantung

Page 15: Makalah bronkiektasis

Tubular shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat

mencapai 8 mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus

yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun

gambaran ini khas untuk bronkiektasis.

Glove finger shadow

Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus

yang terlihat seperti jari-jari pada sarung tangan.

- Bronkografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media

kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP,

Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya

bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang

dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan

varikosis.

15

Gambar 7. Tampak dilatasi bronkus bawah

yang menunjukkan bronkiektasis tipe silindris.

Page 16: Makalah bronkiektasis

Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis

yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan

luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat.

Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena

prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan

gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media.

- CT-Scan thorax

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang

terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari

foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat

pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas

sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.

CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan

penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus

mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah

diperlukan pembedahan.

3. Patologi Anatomi

16

Gambar 8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior kiri.

Page 17: Makalah bronkiektasis

Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau

luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.

Perubahan morfologis bronkus yang terkena

a. Dinding bronkus

Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa

proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada

pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan

keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan

bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus

juga elemen-elemen elastis.

b. Mukosa bronkus

Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel

epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan

terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi

infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan

pernanahan.

c. Jaringan paru peribronkial

Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara

lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila

prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru

distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-

kista berisi nanah.

Variasi kelainan anatomi bronkiektasis

Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis

sebagai berikut :

a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)

Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk

ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis

kronik.

17

Page 18: Makalah bronkiektasis

b. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)

Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan

adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler.

Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista.

c. Varicose bronkiektasis

Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan

kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus

yang menyerupai varises pembuluh vena.

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Fibrosis Kistik

Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke

pasien yang lain, namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi

yang memperlihatkan bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang

meliputi: hiperinflasi, penebalan dan dilatasi bronkus, peribronkial cuffing,

mucoid impaction, kistik radiolusen, peningkatan tanda interstisial dan

penyebaran nodul-nodul.

IX. PENGOBATAN

Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :

Pengobatan konservatif

o Pengelolaan umum, meliputi

a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

b. Memperbaiki drainase sekret bronkus

c. Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian

antibiotik.

o Pengelolaan khusus

18

Page 19: Makalah bronkiektasis

a. Kemoterapi pada bronkiektasis

b. Drainase sekret dengan bronkoskopi

o Pengobatan simtomatik

a. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.

b. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.

c. Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.

d. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

Pengobatan Pembedahan

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau

lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas

dan resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan

konservatif yang adekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis

terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang

berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini

mutlak perlu tindakan operasi.

X. PROGNOSIS

a. Kelangsungan Hidup

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya

penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara

tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.

Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek,

survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut

biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan

19

Page 20: Makalah bronkiektasis

lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus

biasanya disabilitasnya ringan.

b. Kelangsungan Organ

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran

sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular

dan elastic dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peri

bronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah

fibrosis terutama pada daerah peribronkial.

BAB III

KESIMPULAN Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi

bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut

menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru.

Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas

dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus, penyakit akibat penimbunan

mukus, akibat infeksi dan penyakit inflamasi.

Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga

bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian

yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Gejala

spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik,

wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun.

Pada pemeriksaan radiologis dapat dilakukan Foto Polos Thoraks,

Bronchografi, dan CT Scan Thoraks

20

Page 21: Makalah bronkiektasis

Pada CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik

untuk mendiagnosis bronkiektasis dan memperlihatkan dilatasi bronkus dan

penebalan dinding bronkus. Terutama penting untuk menentukan apakah

diperlukan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Emmons EE, et al. Bronchiectasis. www.emedicine.com last update March 31, 2014.

2. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition . Editor James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004. hal 255-274.

3. Çoruh, B, Niven, AS, Pomerantz B. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis & Atelectasis. www.merck.com last update August 2013.

4. Anonymous. Bronkiektasis. http://medicastore.com/penyakit/421/Bronkientasis.html, 2013

5. Holbert JM, et al. Bronchiectasis Imaging . www.emedicine.com. Last update September 13, 2013

6. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.

7. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press. Surabaya. 2006. hal 256-261

8. Barker AF. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. 2002; 346:1383-1393.

21

Page 22: Makalah bronkiektasis

9. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740

10. Çoruh, B, Niven, AS, Pomerantz B. Pulmonary Disorder: Bronchiectasis & Atelectasis. www.merck.com last update July 2013.

11. Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in General Radiology. Philadelphia. 1975. hal 55-56

12. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115.

13. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill livingstone. Tottenham. 2003. hal 45, 163, 164 & 168.

14. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-41

15. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New York. 2005. hal 67-68.

16. Greif J. Medical Imaging in Patients with Cystic Fibrosis. www.eradimaging.com. Last update Februari 2008.

17. Ketai LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd

Edition, Loren H. Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver Inc. hal

22