Upload
muflihan-ahmad-kundriasworo
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LOGIKA MATEMATIKA DALAM METODE QIYAS
Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Sains
Dosen Pengampu: M. Wakhid Mustofa, M.Si.
Disusun oleh:
SYAMSUL ARIFIN 07610002
MUFLIHAN AHMAD KUNDRIASWORO 07610009
MUZAYYIN AMAM 07610011
MUHAMMAD FIRMAN AN-NUR 07610013
ARDI KUSUMA 07610016
DANAR ARDIAN PRAMANA 07610020
KHOIRUL FAIZIN 07610031
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2010
PENDAHULUAN
Kaidah agama itu sukar sekali tercapai oleh akal logika. Katalog manusia
mengenai ilmu penalaran atau logika terus mengalami penambahan. Banyak aliran
atau paham dalam ilmu logika, diantaranya adalah analitik, rasionalitasme,
empirisme, modernisme, dialektika, logika matematika, dan masih banyak lagi.
Antara paham yang satu dan yang lainnya ada yang saling bertentangan dan
adapula yang memiliki konsep dasar sama. Akan tetapi meskipun bertentangan,
bukanlah untuk saling dipertentangkan. Justru dengan banyaknya metode yang
sudah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh seperti Aristoteles, Al-Farabi, Descartes,
David Hume, Immanuel Kant, George Boole, dll sehingga dapat memilih cara
yang pas dengan persoalan yang sedang dihadapi. Antara paham yang satu dan
yang lain dapat saling mendukung.
Pembahasan mengenai logika sudah ada sejak lama, bahkan sejak sebelum
manusia mengenal istilah logika itu sendiri. Salah satu metode logika yang
dipakai sampai saat ini adalah logika simbolis atau logika matematika. Logika
matematika ini tidak jauh berbeda dengan konsep yang diperkenalkan oleh
Aristoteles sekitar dua ribu tahun yang lalu.
Selama Nabi Muhammad menjalankan pemerintahan Islam, selain menerapkan
hukum dengan wahyu dari Allah, juga melakukan ijtihad untuk beberapa masalah
yang tidak diatur dalam Al-quran. Nabi juga mendiskusikan dengan para sahabat
untuk memecahkan permasalahan. Pendapat para sahabat akan ditetapkan
sebagian hukum Islam setelah mendapat penegasan, tanggapan, dan kepastian dari
Nabi Muhammad, hal ini dinamakan sunnah taqriry. Pada masa Khulafaur
Rasyidin, pemerintahan yang baru, hukum Islam akan bertemu dengan
kebudayaan dan tatanan masyarakat baru. Dengan demikian permasalahan
semakin banyak dan beragam. Sehingga, intensitas ijtihad harus ditingkatkan,
problem baru yang belum pernah ada pada masa Rasulullah muncul.
Dengan permasalahan yang semakin komplek, metode untuk menyelesaikan
dikembangkan juga, termasuk ijtihad. Para mujtahid mengenalkan ‘Ushul Fiqh’
sebagai metode untuk menentukan hukum Islam. Ushul Fiqh terus berkembang
sehingga membuahkan hasil, diantaranya metode ijma’, ishtishab, istishan, qiyas.
Metode untuk menentukan hukum pada kasus permasalahan yang semakin
komplek dengan mengambil letak kesamaan ‘illah disebut metode qiyas. Metode
qiyas merupakan proses penarikan kesimpulan dengan pola penarikan deduktif
memiliki bentuk formal adalah silogisme. Hasil qiyas yang dihasilkan dalam
metode qiyas harus sahih, kesahihannya dipengaruhi oleh bagaimana proses
mendapatkan kesimpulannya. Dengan menggunakan logika matematika dapat
terlihat jelas setiap tahap perjalanan logika yang digunakan sampai dengan
mendapatkan kesimpulan. Dalam logika matematika menggunakan simbol-simbol
untuk mewakili konsep, sehingga perbedaan dan kekeliruan pemaknaan atau
interpretasi dari konsep dapat diminimalkan.
Tujuan dari makalah ini sendiri, selain memenuhi kewajiban membuat tugas,
adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu dan ketertarikan penulis terhadap bab
logika, serta mencoba mengintergrasikan dan menginterkoneksikan dengan Islam
sehingga dapat membuktikan hasil qiyas yang shahih. Pada dasarnya, antara ilmu
agama dan ilmu umum khususnya logika tidak berjalan sendiri-sendiri. Karena,
Islam mengembangkan ilmu yang bersifat universal dan tidak mengenal dikotomi
antara ilmu-ilmu qauliyyah / hadlarah al-nash (ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
teks keagamaan) dengan ilmu-ilmu kauniyyah-ijtima’iyyah / hardlarah al-‘ilm
(ilmu-ilmu kealaman dan kemasyarakatan), maupun dengan hadlarah al-falsafah
(ilmu-ilmu etis-filosofis).
LANDASAN TEORI
A. Logika Matematika
Perkataan “logika” diturunkan dari kata sifat logike (bahasa Yunani), yang
berhubungan dengan kata benda logos1 yang artinya pikiran atau kata
sebagai pernyataan dari pikiran itu. Hal ini menunjukkan kepada kita
adanya hubungan yang erat antara pikiran dan kata yang merupakan
pernyataanya dalam bahasa. Jadi, secara etimologis, logika adalah ilmu
yang mempelajari pikiran yang dinyatakan dalam bahasa. Yang dimaksud
berpikir di sini adalah suatu kegiatan jiwa untuk mencapai pengetahuan.
Logika adalah suatu bidang ilmu yang mengkaji prinsip-prinsip penalaran
yang benar dan penarikan kesimpulan yang sah, baik yang bersifat
deduktif maupun yang bersifat induktif. Logika sering dikatakan sebagai
suatu teori berpikir. Kiranya lebih tepat apabila dikatakan bahwa Logika
menuntun kepada kita bagaimana pemikiran itu seharusnya berjalan, dan
bukanlah bagaimana pemikiran itu sebenarnya berjalan.
Logika merupakan dasar dari semua penalaran (reasoning). Dengan
logika, bisa diperoleh hubungan antar pernyataan. Namun, tidak semua
pernyataan berhubungan dengan logika. Hanya pernyataan yang bernilai
benar atau salah yang bisa dihubungkan dengan logika. Pernyataan seperti
ini disebut proposisi. Salah satu poin penting dalam logika adalah metode
penarikan kesimpulan dari beberapa proposisi (inferensi). Terdapat
beberapa kaidah inferensi, di antaranya modus ponen, modus tollen, dan
silogisme. Silogisme dapat digunakan sebagai salah satu aturan dalam
memperoleh suatu pengetahuan.
Kaidah metode-metode inferensi pada dasarnya adalah sebuah tautologi.
Kaidah inferensi bermacam, macam, antara lain modus ponen, modus
tollen, silogisme, simplifikasi, penjumlahan, dan konjungsi. Agar lebih
1 Istilah Yunani logos menjukkan arti sesutau perbuatan ataupun isyarat, inti sesuatu hal, cerita, kata ataupun susunan.
jelas, berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa metode inferensi
(penarikan kesimpulan), yaitu modus ponen, modus tollen, dan silogisme.
I. Modus Ponen
Dasar modus ponen adalah tautologi (p ^ ( p → q)) → q.
Hipotesisnya adalah pernyataan p dan p→ q, sedangkan q adalah
konklusinya. Modus ponen dapat ditulis sebagai berikut :
p → q
p
________
∴ q
Modus ponen menyatakan bahwa jika hipotesis p dan implikasi p
→ q benar, maka konklusi q benar.
Contoh :
Jika a adalah bilangan genap, maka a2 genap
a bilangan genap
______________________________________
∴ a2 genap
Yang dapat dibaca “Jika a bilangan genap, maka a2 genap dan a
bilangan genap. Karena itu, a2 genap.”
II. Modus Tollen
Dasar modus tollen adalah tautologi ( q ^ ( p → q)) →
p. Hipotesisnya adalah pernyataan q dan p
→ q, sedangkan p adalah konklusinya. Modus tollen
dapat ditulis sebagai berikut :
p → q
q
___________
p
Contoh :
Jika a bilangan genap, maka a2 genap
a2 ganjil
______________________________
∴ a bilangan ganjil
Yang dapat dibaca “Jika a bilangan genap, maka a2 genap. a2
ganjil. Karena itu, a bilangan ganjil.”
III. Silogisme
Silogisme kategoris adalah argumen yang pasti terdiri atas dua
premis dan satu konklusi, dengan setiap pernyataannya dimulai
dengan kata semua (∀) dan beberapa (∃) atau sebagian, dan berisi
tiga bagian yang masing-masing hanya boleh muncul dalam dua
proposisi silogisme.
Premis 1 : Beberapa pelajar adalah atlet.
Premis 2 : Semua atlet adalah orang yang sehat jiwa raga.
Konklusi : Jadi, beberapa pelajar adalah orang yang sehat
jiwa raga.
Silogisme hipotetis adalah silogisme yang memiliki pernyataan
kondisional atau bersyarat pada premisnya. Kesahihan dan
ketidaksahihan setiap bentuk silogisme tersebut diukur dengan
hukum dan prinsip dasar berpikir deduktif, menyangkut pengakuan
dan pengingkaran pada premisnya. Dasar silogisme hipotetis adalah
tautology (( p → q)∧(q → r)) → ( p → r) . Silogisme hipotetis ini
dapat ditulis sebagai berikut :
p → q
q → r
_______
∴ p → r
Contoh :
Jika a bilangan genap, maka a2 genap
Jika a2 genap, maka a2 habis dibagi 2
_________________________________
∴ Jika a bilangan genap maka a2 habis dibagi 2
Setiap kumpulan kata yang berarti yang disusun menurut aturan
tata bahasa disebut kalimat. Kalimat yang dibicarakan dalam
Logika Matematika adalah kalimat-kalimat yang menerangkan
(indicate sentences/declarative sentences). Kalimat yang
mempunyai nilai kebenaran, yaitu nilai benar atau salah tetapi tidak
dua-duanya disebut pernyataan. Setiap pernyataan-pernyataan
dengan menggunakan kata-kata perangkai (penghubung), sehingga
menjadi pernyataan majemuk.
Dalam silogisme lebih menekankan pada kata-kata perangkai
(penghubung) “jika….maka….”(⟹) disebut implikasi. Implikasi
yang dipelajari dalam Matematika adalah implikasi yang
didefinisikan sebgai berikut :
i. Implikasi selalu bernilai benar, apabila pendahulunya
bernilai salah, tanpa memperhatikan nilai kebenaran
berikutnya.
ii. Implikasi selalu benar, apabila pengikutnya bernilai benar,
tanpa memperhatikan nilai kebenaran dari pendahulunya.
Tabel Nilai Kebenaran Implikasi a⟹ b
A B a⟹ bB B BB S SS B BS S B
Untuk penarikan kesimpulan biasanya digunakan kata-kata
penghubung “dan” (∧) disebut konjungsi. Nilai kebenaran
konjungsi dua pernyataan ditentukan oleh nilai-nilai kebenaran
pernyataan-pernyataan tunggalnya, dan tidak perlu memperhatikan
ada tidaknya hubungan pernyataan-pernyataan tunggalnya.
Tabel Nilai Kebenaran Implikasi a∧ b
A B a∧ bB B BB S SS B SS S S
B. Metode Qiyas
Qiyas adalah menyamakan (menganalogikan) suatu perkara dengan
perkara (yang sudah ada ketetapan hukumnya) dalam hukum syariat.
Kedua perkara ini ada kesamaan ‘Illah (pemicu hukum). Menurut ulama
ushul fiqh, qiyas adalah, “Memberlakukan suatu hukum yang sudah ada
nashnya kepada hukum yang tidak ada nashnya berdasarkan kesamaan
illat.
Menurut definisi qiyas mempunyai 4 rukun, yaitu :
1. Al-Ashl (األصل) yaitu wadah hukum yang ditetapkan melalui Nash dan
‘Ijma.
2. Al-Far’u (الفرع) yaitu kasus yang akan ditentukan hukumnya.
3. Hukmul Ashl ( األصل (حكم yaitu hukum yang telah ditentukan oleh
Nash atau ‘Ijma.
4. ‘Illah (ة (عّل yaitu motivasi hukum yang terdapat dan terlihat oleh
mujtahid pada Ashl.
Berdasarkan sumber-sumber hukum Islam, sumber pokoknya yang
disepakati oleh seluruh ulama dan umat Islam adalah al-Qur’an dan al-
Sunnah. Sumber hukum lain yang banyak dipakai sehingga mayoritas
ulama cenderung menyepakatinya adalah Ijma’ dan Qiyas. Dalil yang
menunjukkan al-Qur’an, al-Hadist, Ijma’, dan Qiyas sebagai sumber
hukum Islam atau yang disebut oleh para fuqaha disebut dengan ‘al-adilah
arba’ah’,6 seperti Firman Allah Swt. dalam Surat an-Nisa’: 59
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika
kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Salah satu sumber hukum Islam adalah qiyas (analogi). Qiyas secara
etimologi berarti "ukuran", "mengetahui ukuran sesuatu",
"membandingkan" atau menyamakan sesuatu dengan yang lain2. Adapun
pengertian Qiyas secara terminologis, menurut Hanafi, Qiyas ialah
"mempersamakan hukum suatu perkara yang belum ada ketentuan
hukumnya dengan perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya karena
adanya segi-segi persamaan alam antara keduanya yang disebut illat."
Imam Syafi’i menjadikan qiyas sebagai hujjah dan dalil keempat setelah
al-Qur’an, Sunnah dan ijma’ dalam menetapkan hukum. Imam Syafi’i
adalah mujtahid pertama yang membicarakan qiyas dengan patokan
kaidahnya dan menjelaskan asas-asasnya. Mujtahid sebelum-nya sekalipun
telah menggunakan qiyas dalam ber-ijtihad, namun belum mempunyai
patokan kaidahnya dan menjelaskan asas-asasnya, bahkan dalam praktek
ijtihad secara umum belum mempunyai patokan yang jelas sehingga sulit
diketahui mana hasil ijtihad yang benar, dan mana yang keliru. Di sinilah
Imam Syafi’i tampil ke depan memilih metode qiyas, serta memberikan
kerangka teoritis dan metodologinya dalam bentuk kaidah rasional, namun
tetap praktis. Adapun qiyas sendiri dibagi menjadi menjadi 3 macam :
1. Qiyas ‘Illah / العّل ة Analogical) قياس Deduction) yaitu qiyas yang
membawa masalah far’u ke dalam masalah ashl. Dengan ‘illah yang
mengaitkan dan membawa hukum ke dalam masalah syar’i.
2. Qiyas Dalalah / الداللة (Inferred Analogy) قياس yaitu qiyas yang
terdapat pada satu permasalahan umum, pada masalah ashl dan far’u
suatu sifat yang lazim dalam permasalahan ‘illah atau suatu hukum
dari hukum-hukum tertentu.
2 Manhaj Dirasy, Ushul Fiqh Kelas 3 KMI Pondok Modern Darussalam Gontor, hal 22.
3. Qiyas Syibh / الشبه Analogy) قياس of Resemblance) yaitu
menyamakan masalah ashl dan far’u karena terdapat persamaan-
persamaan dalam sifat atau hal-hal lain diluar persamaan ‘illah.3
C. Integrasi - Interkoneksi
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai integrasi-interkoneksi
antara Metode Qiyas dengan Silogisme. Pada dasarnya, terdapat hubungan
antara keduanya. Yakni, cara mengambil suatu kesimpulan dari suatu
masalah yang dianalogikan dengan masalah yang lain. Dalam Metode
Qiyas terdapat masalah baru yang belum ada pada nash, kemudian akan
dicari hukum dari masalah baru tersebut dengan menganalogikan masalah
yang sudah ada dalam nash. Sedang dalam silogisme, suatu permasalahan
umum atau premis mayor itu memiliki hubungan dengan permasalahan
khusus atau premis minor dengan menganalogikan sesuatu yang terdapat
dalam premis mayor maupun premis minor.
Silogisme akan bernilai benar tergantung pada nilai validitasnya, dalam
metode silogisme di atas dapat menggunakan tabel kebenaran yang lazim
digunakan dalam pembuktian logika simbolik atau logika matematika.
Contoh permasalahan yang belum ada pada zaman Nabi Muhammad
adalah tentang mengkonsumsi narkoba. Narkoba sekarang ini marak,
narkoba merupakan obat yang menghilangkan kesadaran (mabuk).
Menurut ilmu kedokteran, narkoba dapat merusak syaraf otak. Narkoba ini
tidak diatur tegas dalam Al-Qur’an dan Hadist apakah narkoba haram.
Permasalahan ini belum ada pada zaman Nabi Muhammad. Permasalahan
ini dianalogikan sama dengan permasalahan mengkonsumsi Khamr.
Untuk mengambil kesimpulan apakah narkoba haram atau tidak, dengan
langkah-langkah :
1. Dari keterangan di atas dirumuskan bahwa Narkoba memabukkan.
2. Nash yang menyangkut dengan Kahmr yaitu QS : Al-Maidah :90
3Ibid, hal 22 -23
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Hal ini juga telah ditegaskan oleh hadist nabi yang menyatakan bahwa
setiap yang memabukkan termasuk Kahmr, dan hukum
mengkonsumsi Khamr adalah haram.
3. ‘Illah pada kasus tersebut adalah memabukkan (pada Khamr), ‘Illah
pada kasus serupa narkoba juga memabukkan.
4. Didefinisikan x adalah suatu barang, Mx adalah barang yang
memabukkan, Hx adalah barang yang haram hukumnya menurut
Islam, Nx adalah Narkoba.
Premis Mayor : semua (x) yang memabukkan (Mx) maka hukumnya
haram(Hx)
Premis Minor : narkoba (Nx) memabukkan(Mx)
5. Karakteristik silogismenya yaitu : Nx⇒Mx ∧ Mx⇒Hx. Setiap narkoba
memabukkan dan setiap barang yang memabukkan haram hukumnya.
6. Rumus yang sesuai :(∀ x ) Nx⇒Mx ∧ (∀ x) Mx⇒Hx ⇒ (∀ x) Nx ⇒ Hx.
Untuk setiap narkoba dimana narkoba itu memabukkan dan untuk
setiap barang yang memabukkan maka haram hukumnya.
Kesimpulannya bahwa setiap narkoba itu haram hukumnya.
7. Tabel kebenaran
Mx Hx Nx Nx⇒Mx Mx⇒Hx
Nx⇒Mx ∧
Mx⇒Hx
(A)
Nx ⇒ Hx
(B)(A) ⇒
(B)
B B B B B B B B
S B B S B S B B
B S B B S S S B
S S B S B S S B
B B S B B B B B
S B S B B B B B
B S S B S S B B
S S S B B B B BDari tabel nilai kebenaran diatas terlihat bahwa (∀ x) Nx⇒Mx ∧ (∀ x)
Mx⇒Hx ⇒ (∀ x) Nx ⇒ Hx atau untuk setiap narkoba dimana narkoba itu
memabukkan dan untuk setiap barang yang memabukkan maka haram
hukumnya.. Kesimpulannya, bahwa setiap narkoba itu haram
hukumnya adalah bernilai benar.
8. Kesimpulan : Narkoba haram dengan ‘Illah memabukkan.
Jika ditinjau dari empat rukun qiyas, maka :
1. Al-Ashl (األصل) sebagai aturan yang telah ditetapkan dalam Nash
menyatakan pedoman umum, sehingga premis mayor dan dalam
kasusu ini adalah haramnya minum khamr.
2. Al-Far’u (الفرع) kasus baru bentuk khusus, dalam silogisme sebagai
premis minor dan dalam masalah ini adalah pemakaian narkoba.
3. Hukmul Ashl ( األصل (حكم sebagai sifat keterangan, disamping itu
Ashl sebagai kesamaan dalam perlakuan nilai hukum pada far’u
sebagai keterangan premis mayor dan dalam masalah ini adalah
haram.
4. ‘Illah (ة merupakan letak kesamaan antara ashl dan far’u, sehingga (عّل
sebagai term dan dalam kasus ini yang berkedudukan sebagai ‘illah
adalah kehilangan kesadaran diri atau memabukkan.
KESIMPULAN
Integrasi – Interkoneksi Logika Matematika dalam Metode Qiyas berada dalam
ranah materi. Karena dalam ranah materi, bagaimana proses mengintegrasikan dan
menginterkoneksikan nilai-nilai kebenaran universal (Logika Matematika) dengan
nilai-nilai ke-Islaman, dalam hal ini metode Qiyas ke dalam disiplin ilmu Ushul
Fiqh untuk menggali hukum Islam yang baru yang tidak terdapat dalam nash atau
Al-Quran dan Hadist. Adapun model integrasi – interkoneksi pada pembahasan
ini adalah konfirmatif. Yaitu disiplin ilmu logika Matematika memberikan
penegasan kepada disiplin ilmu Ushul Fiqh dengan metode Qiyas di dalamnya.
Dalam Qiyas menitikberatkan pada bagaimana metode menarik kesimpulan yang
shahih. Sehingga dalam penarikan kesimpulan tidak bertentangan dengan Nash
dan ‘Ijma. Kualitas hasil qiyas bergantung pada kualitas Ashl dan ‘Illah-nya. Hasil
qiyas yang dihasilkan dalam metode qiyas harus sahih, kesahihannya dipengaruhi
oleh bagaimana proses mendapatkan kesimpulannya. Dengan menggunakan
logika matematika dapat terlihat jelas setiap tahap perjalanan logika yang
digunakan sampai dengan mendapatkan kesimpulan.
Qiyas merupakan suatu metode ijtihad yang memberikan hukum yang sama
terhadap dua permasalahan dengan metode deduksi. Penalaran deduktif memiliki
bentuk formal adalah silogisme. Dalam qiyas setiap aturan yang dijadikan
pedoman mengambil kesimpulan berupa teori atau konsep. Sehingga untuk proses
mendapatkan hasil qiyas yang shahih membutuhkan logika simbolik atau logika
matematika.
Jadi, jika suatu saat kita ragu untuk memutuskan suatu perkara atau kesulitan
dalam menghadapi sebuah persoalan, kita dapat meminta tolong kepada yang
memiliki kemampuan tak terbatas. Dalam Al-Qur'an Surat Al- Israa’: 36 :
Artinya :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Penulis berharap pemakaian logika dalam metode qiyas tidak
terhenti pada kasus ini saja, namun juga bisa digunakan dalam
kasus-kasus lain seperti menganalogikan atau qiyas zakat fitrah
dengan menggunakan beras atau sagu di Indonesia sebagai
perbandingan zakat fitrah dengan gandum di tanah Arab. Atau
masalah-masalah kontemporer lainnya yang bisa dicari
analoginya dari masalah yang terdapat pada nash.
Wallahu a’lam bishowab.
DAFTAR PUSTAKA
Sukirman M.Pd, Drs. 2006. Logika dan Himpunan. Hanggar Kreator : Yogyakarta
Dirasy, Manhaj. 2005. Ushul Fiqh Lissanah Atsalitsah Kulliyyatu-l-Mu’allimin
Al-Islamiyah. Darussalam Press. Ponorogo
http://www.informatika.org/~rinaldi/Matdis/2008-2009/Makalah2008/
Makalah0809-008.pdf
http://ern.pendis.depag.go.id/DokPdf/jurnal/1.%20juandi.pdf
http://www.smknperkapalan.net/pustakamaya/normatif/agama/sumber sumber
hukum Islam.pdf