Upload
bi-ly
View
29
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LP Typhus Abdominal
Citation preview
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 1
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM TIFOID
1. KONSEP TEORI
1.1 PENGERTIAN
Thypoid fever/demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 1995).
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri salmonella enterica
khususnya turunannya, yaitu salmonella typhi terutama menyerang bagian saluran
pencernaan usus halus (Noer, 1996).
Sumber penularan dapat melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan
seorang penderita tifoid maupun karier kronis. Tempat penularan:
1) Food : penularan melalui makanan yang tercemar oleh bakteri salmonella typhi.
2) Fingers : penularan melalui jari-jari tangan yang kurang bersih.
3) Fly : Penularan melalui lalat yang membawa bakteri salmonella typhi ke makanan
yang dihinggapinya.
4) Feses : tinja yang banyak berkembang bakteri, salah satunya bakterinya yaitu
salmonella typhi yang ditularkan melalui tinja saat selesai BAB.
5) Vomitus : bekas muntahan yang kotor, dihinggapi lalat dan ditularkan ke makanan.
1.2 ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman salmonella thposa/eberthela thyposa
yaitu salmonella thypi dan salmonella paratyphi yang merupakan kuman negative,
motil dan tidak mengahasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia
maupun suhu tubuh yang lebih rendah sekali serta mati pada suhu 70C dan antiseptic.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu:
1. Antigen O : ohne Houch = samatik antigen (tidak menyebar) ada dalam
dinding sel kuman.
2. Antigen H : houch (menyebar) terdapat pada flagella dan bersifat termaolabill.
3. Antigen VI : kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis.
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 2
Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibody yang
lazim disebut agglutinin.
1.3 MANIFESTASI KLINIS (Mansjoer, 2002)
Gejala-gejala yang timbul bervarisasi:
1.3.1 Dalam minggu I (pertama)
Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu:
1) Demam
2) Nyeri kepala
3) Pusing
4) Nyeri otot
5) Anoreksia
6) Mual/muntah
7) Konstipasi
8) Diare
9) Perasaan tidak enak di perut
10) Epistaksis
11) Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh
1.3.2 Dalam minggu II (kedua)
Gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa:
1) Demam remiten
2) Lidah tifoid (kotor di tengah, tepid an ujung merah dan tremor)
3) Meteorismus
4) Gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma
5) Bradikardi relative
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG (Noer, 1996)
1.4.1 Laboratorium
1) Pemeriksaan Leukosit
Ditemukan leucopenia dan limfositosis
2) Pemeriksaaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali lagi ke normal setelah
sembuhnya demam tifoid
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 3
3) Biakan Darah (Gall Kultur)
Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative
tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan oleh hasil biakan
darah bergantung pada beberapa factor antara lain:
(1). Teknik pemeriksaan laboratorium
(2). Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
(3). Vaksinisasi di masa lampau
(4). Pengobatan dengan antimikroba
4) IgM dan IgG anti salmonella
1.4.2 Uji Widal
Uji widal adalah reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody (agglutinin).
Agglutinin yang spesisfik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien
demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada
orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk
menentukan adanya agluntinin dalam serum pasien yang disangka menderita
demam tifoid.
Uji widal dapat dilakukan dengan:
1) Tabung
2) Slide
Peningkatan titer uji widal empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan
diagnosis demam tifoid. Reaksi widal tunggal dengan titer antibody. OR1: 320
atau titer antibody HR1: 640 menokong diagnosis demam tifoid pada pasien
dengan gambaran klinis yang khas.
1.5 PENATALAKSANAAN (Mansjoer, 2002)
1.5.1 Bed rest minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
1.5.2 Dalam perawatan perlu dijaga hygine perseorangan, kebersihan tempat tidur,
pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
1.5.3 Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk
mencegah dekubitus.
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 4
1.5.4 Diet:
1) Tinggi kalori, tinggi protein
2) Rendah serat
3) Diet lunak: pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar
dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien.
1.5.5 Antibiotik
1) Klorampenikol
Dengan klorampenikol, demam turun rata-rata setelah lima hari. Dosis
untuk orang dewasa 4 kali 500mg/hari secara oral sampai 7 hari bebas
demam.
2) Tiampenikol
Dosis dan efektifitas tiampenikol pada penderita Typhus abdominalis sama
dengan klorampenikol. Demam rata-rata turun setelah 5-6 hari.
3) Kotrimoxazol (kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol)
Efektifitas kotrimoxazol kurang lebih sama dengan klorampenikol. Demam
turun rata-rata setelah 5-6 hari. Dosis dewasa 2 kali 2 tablet sampai 7 hari
bebas demam. Setiap tabletnya mengandung 80 mg Trimetoprim dan 400
mg Sulfametoksazol.
4) Amoxicilin dan ampicillin
Dalam kemampuannya untuk menurunkan demam, efektifitasnya lebih
kecil dibandingkan dengan klorampenikol. Digunakan sampai 7 hari bebas
demam, dengan ampicilin dan amoxicillin demam turun rata-rata setelah 7-
9 hari.
5) Sefalosporin generasi ketiga
Sefalosporin generasi ketiga antara lain Sefaperozon, Seftriakson, dan
Sefotaksim. Dosis dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti.
6) Fluorokinolon
Dosis dan lam pemberian belum diketahui dengan pasti.
1.5.6 Obat-obat simtomatis
1) Antipiretik
2) Kortikosteroid
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 5
1.6 KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam:
1) Komplikasi intestinal
(1) Perdarahan usus
(2) Perforasi usus
(3) Ileus porolitik
2) Komplikasi ekstra intestinal
(1) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis),
miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis
(2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombnositopenia dan atau keagulasi,
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
(3) Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
(4) Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
(5) Komplikasi ginjal: flomerulanefritis, pienlanefritis dan pernefritis
(6) Kompliasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan ortritis
(7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,
polyneuritis perifer, sindrom gullain- Barre psikosis dan sindrom katatania.
1.7 WOC (terlampir)
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 6
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA THYPOID ABDOMINALIS
2.1 Pengkajian
2.1.1 Pengumpulan data
1) Identitas klien
Umur: sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.
2) Riwayat Keperawatan.
(1). Keluhan utama.
Perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang
bersemangat serta kurang nafsu makan (terutama selama masa
inkubasi)
(2). Riwayat penyakit sekarang.
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
(3). Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun, pernah terkena demam thypoid.
(4). Riwayat kesehatan keluarga.
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita
demam tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah. Umumnya
bersifat fatal.
(5). Riwayat kesehatan lingkungan.
Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang
berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan
lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan misalnya sumber
air minum dan standar hygiene pengolahan makanan yang masih
rendah.
(6). Imunisasi.
Pada tifoid kongenital dapat lahir hidup sampai beberapa hari dengan
gejala tidak khas serta menyerupai sepsis neonatorium.
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 7
2.2 Pola Fungsi Kesehatan
1) Aktifitas
Keterbatasan gerak (tirah baring) dan kelemahan fisik.
2) Eliminasi
Diare atau konstipasi.
3) Nutrisi
Mual, muntah, anorexia, dan rasa pahit saat makan.
4) Istirahat
Gelisah saat suhu tubuh tinggi.
2.3 Pemeriksaan Fisik
1) Sistem pernapasan
Pernapasan rata-rata ada peningkatan, napas cepat dan dalam.
2) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relative.
3) Sistem persarafan
Sakit kepala, pusing, pada saat demam tinggi dapat disertai gejala system saraf
pusat seperti terjadi penurunan kesadaran.
4) Sistem perkemihan
Peningkatan pengeluaran urine karena ada peningkatan suhu tubuh.
5) Sistem pencernaan
Lidah kotor, nyeri tekan di daerah abdomen pada kuadran kanan bawah, pada
palpasi didapatkan hepetomegali dan splenamegali.
6) Sistem Muskuloskeletal
Kelemahan
2.4 Masalah Keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh
2) Resiko defisit volume cairan
3) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4) Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral
5) Ansietas
6) Defisit Perawatan Diri
7) Perubahan rasa nyaman (nyeri)
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 8
8) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
9) Gangguan pola eliminasi alvi
2.5 Perencanaan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan endotoksin kuman salmonella
typhi yang ditandai dengan: suhu tubuh > 37,5, nadi meningkat, produksi urine
berkurang. Tujuan : Suhu tubuh kembali normal setelah mendapat tindakan
keperawatan selama.x.jam dengan kriteria hasil: Klien dalam suhu tubuh
tidak panas, suhu tubuh dan nadi dalam batas normal, Suhu: 36-37,5 oC, nadi
60-100 x/mnt, RR 16-24 x/mnt,produksi urine normal 1-2cc/kgBB/jam.
Intervensi:
a. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu
tubuh
R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan
membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
b. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu
mengurangi penguapan tubuh.
c. Anjurkan untuk beristirahat mutlak sampai suhu turun dan diteruskan lagi
sampai 2 minggu
R/ aktivitas yang minimal mengurangi peningkatan metabolism tubuh oleh
karena demam
d. Memberikan kompres hangat
R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan dilatasi pembuluh
darah sehingga sirkulasi darah optimal.
e. Observasi TTV tiap 3 jam sekali
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
f. Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum 1500cc+20/KgBB/24 jam
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 9
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan antipiretik
R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk mengurangi
panas.
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan demam tinggi,
hipermetabolisme. Tujuan : Pasien menunjukkan balance hidrasi tubuh yang
adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil : Nadi
60-100x/menit, suhu 36,5-37,5oC, membrane mukosa lembab, turgor kulit < 2
detik, pengisian kapiler < 2 detik. Intervensi :
a. Jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya mempertahankan hidrasi
Rasional : Air merupakan komponen terbesar dalam tubuh dan sebagai
mediator sel untuk tumbuh. Dengan adanya hidrasi yang kuat maka sel akan
punya cukup media untuk berproliferasi.
b. Beri intake cairan oral minimal 1.000-1.500 ml / 24 jam
Rasional : Intake oral yang adekuat akan meningkatkan volume cairan yang
dibutuhkan sel tubuh.
c. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
Rasional : Infus dapat mengganti cairan yang hilang
d. Observasi nadi, tensi, suhu, turgor kulit, mukosa, pengisian kapiler.
Rasional : Perubahan status pasien dapat dilihat dari hal-hal yang
diobservasi tersebut.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang
akibat mual, muntah, anoreksia ditandai dengan badan lemas, nafsu makan
menurun, BB berkurang 10% dari normal.
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x24 jam dengan kriteria: nafsu makan meningkat, BB meningkat atau normal
sesuai umur
Intervensi :
a. Jelaskan tentang perlunya membatasi makanan berserat tinggi, berlemak,
dan makanan dan minuman mengandung asam.
Rasional : Serat tinggi, lemak, mengandung asam, merangsang mengiritasi
lambung dan saluran usus.
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 10
b. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
c. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
Rasional : Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
d. Obsevasi intake dan out put dalam 24 jam
Rasional : Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah
makanan.
4. Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan
kesadaran ditandai dengan pasien mengalami disorientasi mengalami
disorientasi waktu tempat dan orang, mengalami perubahan pola komunikasi.
Tujuan : Persepsi sensori kembali normal. Kriteria hasil : tingkat kesadaran
membaik, TTV dalam batas normal
a. Jelaskan pada keluarga tindakan yang akan dilakukan
Rasional : Dengan mendapatkan informasi maka akan meningkatkan peran
serta dan keterlibatan pasien dan keluarga dalam pelaksanaan tindakan.
b. Anjurkan pasien untuk beristirahat
Rasional : Istirahat akan memperbaiki keadaan umum dan tanda-tanda vital
pasien
c. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Tanda-tanda vital dalam batas normal menandakan keadaan
umum membaik.
5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.
Tujuan : pengetahuan pasien meningkat setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria hasil : pasien mengerti dan memahami tentang faktor penyebab
penyakit.
Intervensi :
a. Berikan penjelasan kepada pasien tentang faktor penyebab yang terjadi
pada penyakit pasien.
Rasional : Pasien dapat mengerti dan memahami faktor penyebab terhadap
penyakitnya.
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 11
b. Berikan penjelasan kepada keluarga dan pasien tentang cara tindakan
penanggulangan setelah pulang dari RS.
Rasional : Agar pasien mengerti hal-hal yang dapat membuat terjadinya
penyakit itu lagi.
c. Identifikasi dan memberikan penjelasan tentang pencegahan penyakit
pasien.
Rasional : Pasien mampu melakukan tindakan pencegahan yang
disarankan perawat.
6. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
pasien tampak lemah saat melakukan aktivitas
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal
setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
- Kebutuhan personal terpenuhi
- Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh
- memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.
Intervensi :
a. Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas
kemampuan (misal. Miring kanan, miring kiri).
R/ agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien
yang bedrest.
b. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas
c. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
R/ untuk menghindari kekakuan sendi.
d. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi
7. Perubahan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peradangan pada usus
halus yang ditandai dengan adanya rasa nyeri tekan pada ulu hati.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan tindakan
keperawatan.
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 12
Kriteria hasil: Pasien mengatakan tidak merasa nyeri. Tanda vital : Nadi 60-
100 x/mnt , Tekanan Darah : 120/ 80 mmhg. Skala nyeri 0 (tidak nyeri).
Intervensi
a. Atur posisi yang nyaman bagi klien: lutut fleksi.
R/ Mengurangi tekanan intra abdominal.
b. Lakukan tindakan untuk mengurangi nyeri : massage dipunggung, kompres
pd abdomen.
R/ Relaksasi otot dan sistem syaraf pada abdomen.
c. Kolaborasi dalam pemberian analgesik, antikolinergik sesuai instruksi.
R/ Memblok receptor nyeri dan menghambat transmisi nyeri ke SSP.
d. Observasi keluhan nyeri, skala nyeri, expresi klien.
R/ Deteksi tingkatan nyeri, sebagai evaluasi hasil tindakan keperawatan.
8. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum yang ditandai dengan RR meningkat (>30x/menit), terdengar
ronkhi, batuk tidak efektif, sesak, produksi sputum (warna: kuning kehijauan,
merah; kekentalan, jumlah).
Tujuan: Pasien menunjukkan keefektifan bersihan jalan nafas setelah dilakukan
Tindakan keperawatan selama .....x24jam dengan kriteria hasil:
- RR normal (16-24x/menit)
- Ronkhi berkurang/tidak terdengar ronkhi
- Sesak nafas berkurang/tidak sesak lagi
Intervensi:
a. Jelaskan pada oarangtua penyebab ketidakefektifan jalan nafas
R/ Peradangan pada parenkim paru menyebabkan produksi sekret
meningkat ditunjang dengan batuk tidak efektif sehingga terjadi
penumpukan sekret dan mengalami obstruksi jalan nafas yang
mengakibatkan ketidakefektifan jalan nafas.
b. Beri minum susu hangat atau air hangat
R/ Air hangat/susu hangat dapat melebarkan bronkus dan membantu proses
drainase sekret.
c. Lakukan penguapan memakai alat berocare/nebulizer dengan terapi
mukolitik dan bronkodilator.
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 13
R/ mukolitik dapat mengencerkan sekret dan bronkodilator dapat
melebarkan bronkus/jalan nafas.
d. Berikan clapping dan fibrasi pada daerah paru yang terdapat sekret
R/ clapping dan fibrasi membantu merontokkan sekret pada dinding paru
dan membawanya ke saluran nafas yang lebih besar.
e. Lakukan penghisapan/suction
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu batuk efektif.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotik
R/ antibiotik mempunyai aktivitas untuk membunuh bakteri dalam alveoli.
g. Observasi RR, suara nafas tambahan dan karakteristik sputum.
R/ menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan sehingga perlu
dilakukan tindakan.
9. Gangguan pola eliminasi alvi berhubungan konstipasi akibat penekanan
lumen usus ditandai dengan konstipasi, BAB tidak lancar, feses keras
Tujuan : anak memperlihatkan adanya perbaikan pola eliminasi alvi setelah
dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria hasil:
BAB lancar, tidak ada konstipasi
Feses normal tidak keras
Intervensi:
a. Jelaskan pada orangtua pasien penyebab pasien tidak bisa BAB
R/ dengan penjalasan yang diberikan pasien akan mengerti dan kooperatif
terhadap tindakan yang akan dilakukan.
b. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi pemberian laksatif
misalnya: ducolax sup, lavement.
R/ laksatif bekerja dengan cara melunakkan feses sehingga feses mudah
keluar.
c. Observasi frekuensi BAB, konsistensi feses dan efek pemberian laksatif
terhadap pengeluaran feses.
R/ dengan observasi akan mengetahui keadaan pasien dan dapat
menentukan tindakan secara tepat.
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 14
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Keperawatan. 2000. Alih Bahasa: Monica
Ester. Jakarta: ECG
Doenges, Marylinn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta :EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid I. Jakarta: Medika
Aesculapius.
Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Ed. 3. Jakarta: FKUI.
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua.
Jakarta : EGC