14
Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 1 LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM TIFOID 1. KONSEP TEORI 1.1 PENGERTIAN Thypoid fever/demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 1995). Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri salmonella enterica khususnya turunannya, yaitu salmonella typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan usus halus (Noer, 1996). Sumber penularan dapat melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita tifoid maupun karier kronis. Tempat penularan: 1) Food : penularan melalui makanan yang tercemar oleh bakteri salmonella typhi. 2) Fingers : penularan melalui jari-jari tangan yang kurang bersih. 3) Fly : Penularan melalui lalat yang membawa bakteri salmonella typhi ke makanan yang dihinggapinya. 4) Feses : tinja yang banyak berkembang bakteri, salah satunya bakterinya yaitu salmonella typhi yang ditularkan melalui tinja saat selesai BAB. 5) Vomitus : bekas muntahan yang kotor, dihinggapi lalat dan ditularkan ke makanan. 1.2 ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman salmonella thposa/eberthela thyposa yaitu salmonella thypi dan salmonella paratyphi yang merupakan kuman negative, motil dan tidak mengahasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu tubuh yang lebih rendah sekali serta mati pada suhu 70C dan antiseptic. Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu: 1. Antigen O : ohne Houch = samatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman. 2. Antigen H : houch (menyebar) terdapat pada flagella dan bersifat termaolabill. 3. Antigen VI : kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.

LP Typhus Abdominal

  • Upload
    bi-ly

  • View
    29

  • Download
    8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LP Typhus Abdominal

Citation preview

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 1

    LAPORAN PENDAHULUAN

    DEMAM TIFOID

    1. KONSEP TEORI

    1.1 PENGERTIAN

    Thypoid fever/demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus

    dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran

    pencernaan dan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 1995).

    Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri salmonella enterica

    khususnya turunannya, yaitu salmonella typhi terutama menyerang bagian saluran

    pencernaan usus halus (Noer, 1996).

    Sumber penularan dapat melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan

    seorang penderita tifoid maupun karier kronis. Tempat penularan:

    1) Food : penularan melalui makanan yang tercemar oleh bakteri salmonella typhi.

    2) Fingers : penularan melalui jari-jari tangan yang kurang bersih.

    3) Fly : Penularan melalui lalat yang membawa bakteri salmonella typhi ke makanan

    yang dihinggapinya.

    4) Feses : tinja yang banyak berkembang bakteri, salah satunya bakterinya yaitu

    salmonella typhi yang ditularkan melalui tinja saat selesai BAB.

    5) Vomitus : bekas muntahan yang kotor, dihinggapi lalat dan ditularkan ke makanan.

    1.2 ETIOLOGI

    Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman salmonella thposa/eberthela thyposa

    yaitu salmonella thypi dan salmonella paratyphi yang merupakan kuman negative,

    motil dan tidak mengahasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia

    maupun suhu tubuh yang lebih rendah sekali serta mati pada suhu 70C dan antiseptic.

    Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu:

    1. Antigen O : ohne Houch = samatik antigen (tidak menyebar) ada dalam

    dinding sel kuman.

    2. Antigen H : houch (menyebar) terdapat pada flagella dan bersifat termaolabill.

    3. Antigen VI : kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan

    melindungi O antigen terhadap fagositosis.

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 2

    Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibody yang

    lazim disebut agglutinin.

    1.3 MANIFESTASI KLINIS (Mansjoer, 2002)

    Gejala-gejala yang timbul bervarisasi:

    1.3.1 Dalam minggu I (pertama)

    Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu:

    1) Demam

    2) Nyeri kepala

    3) Pusing

    4) Nyeri otot

    5) Anoreksia

    6) Mual/muntah

    7) Konstipasi

    8) Diare

    9) Perasaan tidak enak di perut

    10) Epistaksis

    11) Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh

    1.3.2 Dalam minggu II (kedua)

    Gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa:

    1) Demam remiten

    2) Lidah tifoid (kotor di tengah, tepid an ujung merah dan tremor)

    3) Meteorismus

    4) Gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma

    5) Bradikardi relative

    1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG (Noer, 1996)

    1.4.1 Laboratorium

    1) Pemeriksaan Leukosit

    Ditemukan leucopenia dan limfositosis

    2) Pemeriksaaan SGOT dan SGPT

    SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali lagi ke normal setelah

    sembuhnya demam tifoid

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 3

    3) Biakan Darah (Gall Kultur)

    Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative

    tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan oleh hasil biakan

    darah bergantung pada beberapa factor antara lain:

    (1). Teknik pemeriksaan laboratorium

    (2). Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

    (3). Vaksinisasi di masa lampau

    (4). Pengobatan dengan antimikroba

    4) IgM dan IgG anti salmonella

    1.4.2 Uji Widal

    Uji widal adalah reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody (agglutinin).

    Agglutinin yang spesisfik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien

    demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada

    orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid.

    Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense salmonella yang

    sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk

    menentukan adanya agluntinin dalam serum pasien yang disangka menderita

    demam tifoid.

    Uji widal dapat dilakukan dengan:

    1) Tabung

    2) Slide

    Peningkatan titer uji widal empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan

    diagnosis demam tifoid. Reaksi widal tunggal dengan titer antibody. OR1: 320

    atau titer antibody HR1: 640 menokong diagnosis demam tifoid pada pasien

    dengan gambaran klinis yang khas.

    1.5 PENATALAKSANAAN (Mansjoer, 2002)

    1.5.1 Bed rest minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.

    1.5.2 Dalam perawatan perlu dijaga hygine perseorangan, kebersihan tempat tidur,

    pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien.

    1.5.3 Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk

    mencegah dekubitus.

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 4

    1.5.4 Diet:

    1) Tinggi kalori, tinggi protein

    2) Rendah serat

    3) Diet lunak: pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar

    dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien.

    1.5.5 Antibiotik

    1) Klorampenikol

    Dengan klorampenikol, demam turun rata-rata setelah lima hari. Dosis

    untuk orang dewasa 4 kali 500mg/hari secara oral sampai 7 hari bebas

    demam.

    2) Tiampenikol

    Dosis dan efektifitas tiampenikol pada penderita Typhus abdominalis sama

    dengan klorampenikol. Demam rata-rata turun setelah 5-6 hari.

    3) Kotrimoxazol (kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol)

    Efektifitas kotrimoxazol kurang lebih sama dengan klorampenikol. Demam

    turun rata-rata setelah 5-6 hari. Dosis dewasa 2 kali 2 tablet sampai 7 hari

    bebas demam. Setiap tabletnya mengandung 80 mg Trimetoprim dan 400

    mg Sulfametoksazol.

    4) Amoxicilin dan ampicillin

    Dalam kemampuannya untuk menurunkan demam, efektifitasnya lebih

    kecil dibandingkan dengan klorampenikol. Digunakan sampai 7 hari bebas

    demam, dengan ampicilin dan amoxicillin demam turun rata-rata setelah 7-

    9 hari.

    5) Sefalosporin generasi ketiga

    Sefalosporin generasi ketiga antara lain Sefaperozon, Seftriakson, dan

    Sefotaksim. Dosis dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti.

    6) Fluorokinolon

    Dosis dan lam pemberian belum diketahui dengan pasti.

    1.5.6 Obat-obat simtomatis

    1) Antipiretik

    2) Kortikosteroid

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 5

    1.6 KOMPLIKASI

    Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam:

    1) Komplikasi intestinal

    (1) Perdarahan usus

    (2) Perforasi usus

    (3) Ileus porolitik

    2) Komplikasi ekstra intestinal

    (1) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis),

    miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis

    (2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombnositopenia dan atau keagulasi,

    intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

    (3) Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.

    (4) Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.

    (5) Komplikasi ginjal: flomerulanefritis, pienlanefritis dan pernefritis

    (6) Kompliasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan ortritis

    (7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,

    polyneuritis perifer, sindrom gullain- Barre psikosis dan sindrom katatania.

    1.7 WOC (terlampir)

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 6

    2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA THYPOID ABDOMINALIS

    2.1 Pengkajian

    2.1.1 Pengumpulan data

    1) Identitas klien

    Umur: sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.

    2) Riwayat Keperawatan.

    (1). Keluhan utama.

    Perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang

    bersemangat serta kurang nafsu makan (terutama selama masa

    inkubasi)

    (2). Riwayat penyakit sekarang.

    Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau

    makanan dan minuman yang terkontaminasi.

    (3). Riwayat penyakit dahulu.

    Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun

    menurun, pernah terkena demam thypoid.

    (4). Riwayat kesehatan keluarga.

    Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita

    demam tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah. Umumnya

    bersifat fatal.

    (5). Riwayat kesehatan lingkungan.

    Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang

    berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan

    lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan misalnya sumber

    air minum dan standar hygiene pengolahan makanan yang masih

    rendah.

    (6). Imunisasi.

    Pada tifoid kongenital dapat lahir hidup sampai beberapa hari dengan

    gejala tidak khas serta menyerupai sepsis neonatorium.

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 7

    2.2 Pola Fungsi Kesehatan

    1) Aktifitas

    Keterbatasan gerak (tirah baring) dan kelemahan fisik.

    2) Eliminasi

    Diare atau konstipasi.

    3) Nutrisi

    Mual, muntah, anorexia, dan rasa pahit saat makan.

    4) Istirahat

    Gelisah saat suhu tubuh tinggi.

    2.3 Pemeriksaan Fisik

    1) Sistem pernapasan

    Pernapasan rata-rata ada peningkatan, napas cepat dan dalam.

    2) Sistem kardiovaskuler

    Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relative.

    3) Sistem persarafan

    Sakit kepala, pusing, pada saat demam tinggi dapat disertai gejala system saraf

    pusat seperti terjadi penurunan kesadaran.

    4) Sistem perkemihan

    Peningkatan pengeluaran urine karena ada peningkatan suhu tubuh.

    5) Sistem pencernaan

    Lidah kotor, nyeri tekan di daerah abdomen pada kuadran kanan bawah, pada

    palpasi didapatkan hepetomegali dan splenamegali.

    6) Sistem Muskuloskeletal

    Kelemahan

    2.4 Masalah Keperawatan

    1) Peningkatan suhu tubuh

    2) Resiko defisit volume cairan

    3) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

    4) Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral

    5) Ansietas

    6) Defisit Perawatan Diri

    7) Perubahan rasa nyaman (nyeri)

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 8

    8) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

    9) Gangguan pola eliminasi alvi

    2.5 Perencanaan

    1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan endotoksin kuman salmonella

    typhi yang ditandai dengan: suhu tubuh > 37,5, nadi meningkat, produksi urine

    berkurang. Tujuan : Suhu tubuh kembali normal setelah mendapat tindakan

    keperawatan selama.x.jam dengan kriteria hasil: Klien dalam suhu tubuh

    tidak panas, suhu tubuh dan nadi dalam batas normal, Suhu: 36-37,5 oC, nadi

    60-100 x/mnt, RR 16-24 x/mnt,produksi urine normal 1-2cc/kgBB/jam.

    Intervensi:

    a. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu

    tubuh

    R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan

    membantu mengurangi kecemasan yang timbul.

    b. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat

    R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu

    mengurangi penguapan tubuh.

    c. Anjurkan untuk beristirahat mutlak sampai suhu turun dan diteruskan lagi

    sampai 2 minggu

    R/ aktivitas yang minimal mengurangi peningkatan metabolism tubuh oleh

    karena demam

    d. Memberikan kompres hangat

    R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan dilatasi pembuluh

    darah sehingga sirkulasi darah optimal.

    e. Observasi TTV tiap 3 jam sekali

    R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum

    pasien.

    f. Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum 1500cc+20/KgBB/24 jam

    R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat

    sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 9

    g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan antipiretik

    R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk mengurangi

    panas.

    2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan demam tinggi,

    hipermetabolisme. Tujuan : Pasien menunjukkan balance hidrasi tubuh yang

    adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil : Nadi

    60-100x/menit, suhu 36,5-37,5oC, membrane mukosa lembab, turgor kulit < 2

    detik, pengisian kapiler < 2 detik. Intervensi :

    a. Jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya mempertahankan hidrasi

    Rasional : Air merupakan komponen terbesar dalam tubuh dan sebagai

    mediator sel untuk tumbuh. Dengan adanya hidrasi yang kuat maka sel akan

    punya cukup media untuk berproliferasi.

    b. Beri intake cairan oral minimal 1.000-1.500 ml / 24 jam

    Rasional : Intake oral yang adekuat akan meningkatkan volume cairan yang

    dibutuhkan sel tubuh.

    c. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral

    Rasional : Infus dapat mengganti cairan yang hilang

    d. Observasi nadi, tensi, suhu, turgor kulit, mukosa, pengisian kapiler.

    Rasional : Perubahan status pasien dapat dilihat dari hal-hal yang

    diobservasi tersebut.

    3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang

    akibat mual, muntah, anoreksia ditandai dengan badan lemas, nafsu makan

    menurun, BB berkurang 10% dari normal.

    Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan

    3x24 jam dengan kriteria: nafsu makan meningkat, BB meningkat atau normal

    sesuai umur

    Intervensi :

    a. Jelaskan tentang perlunya membatasi makanan berserat tinggi, berlemak,

    dan makanan dan minuman mengandung asam.

    Rasional : Serat tinggi, lemak, mengandung asam, merangsang mengiritasi

    lambung dan saluran usus.

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 10

    b. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau

    sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat

    Rasional : situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

    c. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan

    Rasional : Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

    d. Obsevasi intake dan out put dalam 24 jam

    Rasional : Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah

    makanan.

    4. Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan

    kesadaran ditandai dengan pasien mengalami disorientasi mengalami

    disorientasi waktu tempat dan orang, mengalami perubahan pola komunikasi.

    Tujuan : Persepsi sensori kembali normal. Kriteria hasil : tingkat kesadaran

    membaik, TTV dalam batas normal

    a. Jelaskan pada keluarga tindakan yang akan dilakukan

    Rasional : Dengan mendapatkan informasi maka akan meningkatkan peran

    serta dan keterlibatan pasien dan keluarga dalam pelaksanaan tindakan.

    b. Anjurkan pasien untuk beristirahat

    Rasional : Istirahat akan memperbaiki keadaan umum dan tanda-tanda vital

    pasien

    c. Observasi tanda-tanda vital

    Rasional : Tanda-tanda vital dalam batas normal menandakan keadaan

    umum membaik.

    5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.

    Tujuan : pengetahuan pasien meningkat setelah dilakukan tindakan

    keperawatan.

    Kriteria hasil : pasien mengerti dan memahami tentang faktor penyebab

    penyakit.

    Intervensi :

    a. Berikan penjelasan kepada pasien tentang faktor penyebab yang terjadi

    pada penyakit pasien.

    Rasional : Pasien dapat mengerti dan memahami faktor penyebab terhadap

    penyakitnya.

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 11

    b. Berikan penjelasan kepada keluarga dan pasien tentang cara tindakan

    penanggulangan setelah pulang dari RS.

    Rasional : Agar pasien mengerti hal-hal yang dapat membuat terjadinya

    penyakit itu lagi.

    c. Identifikasi dan memberikan penjelasan tentang pencegahan penyakit

    pasien.

    Rasional : Pasien mampu melakukan tindakan pencegahan yang

    disarankan perawat.

    6. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan

    pasien tampak lemah saat melakukan aktivitas

    Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal

    setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam.

    Kriteria hasil :

    - Kebutuhan personal terpenuhi

    - Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh

    - memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.

    Intervensi :

    a. Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas

    kemampuan (misal. Miring kanan, miring kiri).

    R/ agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien

    yang bedrest.

    b. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.

    R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas

    c. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.

    R/ untuk menghindari kekakuan sendi.

    d. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).

    R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi

    7. Perubahan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peradangan pada usus

    halus yang ditandai dengan adanya rasa nyeri tekan pada ulu hati.

    Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan tindakan

    keperawatan.

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 12

    Kriteria hasil: Pasien mengatakan tidak merasa nyeri. Tanda vital : Nadi 60-

    100 x/mnt , Tekanan Darah : 120/ 80 mmhg. Skala nyeri 0 (tidak nyeri).

    Intervensi

    a. Atur posisi yang nyaman bagi klien: lutut fleksi.

    R/ Mengurangi tekanan intra abdominal.

    b. Lakukan tindakan untuk mengurangi nyeri : massage dipunggung, kompres

    pd abdomen.

    R/ Relaksasi otot dan sistem syaraf pada abdomen.

    c. Kolaborasi dalam pemberian analgesik, antikolinergik sesuai instruksi.

    R/ Memblok receptor nyeri dan menghambat transmisi nyeri ke SSP.

    d. Observasi keluhan nyeri, skala nyeri, expresi klien.

    R/ Deteksi tingkatan nyeri, sebagai evaluasi hasil tindakan keperawatan.

    8. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan

    produksi sputum yang ditandai dengan RR meningkat (>30x/menit), terdengar

    ronkhi, batuk tidak efektif, sesak, produksi sputum (warna: kuning kehijauan,

    merah; kekentalan, jumlah).

    Tujuan: Pasien menunjukkan keefektifan bersihan jalan nafas setelah dilakukan

    Tindakan keperawatan selama .....x24jam dengan kriteria hasil:

    - RR normal (16-24x/menit)

    - Ronkhi berkurang/tidak terdengar ronkhi

    - Sesak nafas berkurang/tidak sesak lagi

    Intervensi:

    a. Jelaskan pada oarangtua penyebab ketidakefektifan jalan nafas

    R/ Peradangan pada parenkim paru menyebabkan produksi sekret

    meningkat ditunjang dengan batuk tidak efektif sehingga terjadi

    penumpukan sekret dan mengalami obstruksi jalan nafas yang

    mengakibatkan ketidakefektifan jalan nafas.

    b. Beri minum susu hangat atau air hangat

    R/ Air hangat/susu hangat dapat melebarkan bronkus dan membantu proses

    drainase sekret.

    c. Lakukan penguapan memakai alat berocare/nebulizer dengan terapi

    mukolitik dan bronkodilator.

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 13

    R/ mukolitik dapat mengencerkan sekret dan bronkodilator dapat

    melebarkan bronkus/jalan nafas.

    d. Berikan clapping dan fibrasi pada daerah paru yang terdapat sekret

    R/ clapping dan fibrasi membantu merontokkan sekret pada dinding paru

    dan membawanya ke saluran nafas yang lebih besar.

    e. Lakukan penghisapan/suction

    R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada

    pasien yang tidak mampu batuk efektif.

    f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotik

    R/ antibiotik mempunyai aktivitas untuk membunuh bakteri dalam alveoli.

    g. Observasi RR, suara nafas tambahan dan karakteristik sputum.

    R/ menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan sehingga perlu

    dilakukan tindakan.

    9. Gangguan pola eliminasi alvi berhubungan konstipasi akibat penekanan

    lumen usus ditandai dengan konstipasi, BAB tidak lancar, feses keras

    Tujuan : anak memperlihatkan adanya perbaikan pola eliminasi alvi setelah

    dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria hasil:

    BAB lancar, tidak ada konstipasi

    Feses normal tidak keras

    Intervensi:

    a. Jelaskan pada orangtua pasien penyebab pasien tidak bisa BAB

    R/ dengan penjalasan yang diberikan pasien akan mengerti dan kooperatif

    terhadap tindakan yang akan dilakukan.

    b. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi pemberian laksatif

    misalnya: ducolax sup, lavement.

    R/ laksatif bekerja dengan cara melunakkan feses sehingga feses mudah

    keluar.

    c. Observasi frekuensi BAB, konsistensi feses dan efek pemberian laksatif

    terhadap pengeluaran feses.

    R/ dengan observasi akan mengetahui keadaan pasien dan dapat

    menentukan tindakan secara tepat.

  • Ns.Dewi Apriliyanti, M.Kep Page 14

    DAFTAR PUSTAKA

    Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Keperawatan. 2000. Alih Bahasa: Monica

    Ester. Jakarta: ECG

    Doenges, Marylinn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk

    perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta :EGC

    Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid I. Jakarta: Medika

    Aesculapius.

    Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Ed. 3. Jakarta: FKUI.

    Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua.

    Jakarta : EGC