Upload
yeche-minoz
View
83
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
BAB ILANDASAN TEORI
A. MEDIS
1. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu
keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada
saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah
adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius, dengan atau tanpa
disertai gejala. (Smeltzer & Bare, 2002, 1428).
2. Anatomi Fisiologi
1
Gambar I Sistem Perkemihan (sumber anatomi fisiologi)
a. GINJAL
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di
belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat
langsung pada dinding abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah
kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.
Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki –
laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap –
tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler
terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler
yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman,
serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus
distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis
viseral (langsung membungkus kapiler glumerolus) yang bentuknya besar
2
dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel
yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu
sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus
yang keluar dari korpuskel renal disebut dengan tubulus kontortus proksimal
karena jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus
yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of
Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal
asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
1) Bagian - Bagian Ginjal
Bila sebuah ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal
terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal
(medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
Gambar II Ginjal (sumber anatomi fisiologi)
a) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan
penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah
3
ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun
bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi
oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai
bownman disebut badan malphigi
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara
glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah
akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat
tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari
simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
b) Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya
disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu
piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal.
Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri
atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara
pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal.
Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan
lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut
urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi,
setelah mengalami berbagai proses.
c) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis
bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing
bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi
papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus
kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke
4
pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih
(vesikula urinaria).
2) Fungsi Ginjal:
a) Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung
nitrogen, misalnya amonia.
b) Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula
dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat
warna).
c) Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
d) Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan
asam atau basa.
3) Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata,
arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler
membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi oleh
alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan
pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian
menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
4) Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf
ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan
5
sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu
hormone adrenalin dan hormn kortison.
b. URETER
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang
± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian
terletak dalam rongga pelvis.
Gambar III Dinding Ureter (sumber anatomi fisiologi)
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
6
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit
sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh
ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis
masuk ke dalam kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan
dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter
terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf
dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
c. VESIKULA URINARIA (Kandung Kemih)
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet,
terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.
Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,
berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
1) Bagian vesika urinaria terdiri dari :
7
Gambar IV Vesika Urinaria (sumber anatomi fisiologi)
a) Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah,
bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi
oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
b) Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c) Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium
(lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan
mukosa (lapisan bagian dalam).
2) Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).
8
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor
yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah
cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi
reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi
relaksasi spinter internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan
akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi
spinter interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis.
Kontraksi spinter eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau
menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf –
saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak
masih utuh.
Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan
retensi urine (kencing tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar
dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk
relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.
Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter
masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan
dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah
Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena
membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan
menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.
d. URETRA
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
9
Pada laki- laki uretra berjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian
penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
a. Uretra Prostaria
b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam),
dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring sedikit
kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari
Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari
vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada
wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di
sini hanya sebagai saluran ekskresi.
3. Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
a. Kandung kemih (sistitis)
b. Uretra (uretritis)
c. Prostat (prostatitis)
d. Ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik,
anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama
10
mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial
kandung kemih.
2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit
diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam
antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila
terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batuk, reflex vesiko uretral
obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing
menetap dan prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c. Gangguan daya tahan tubuh
d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp
yang memproduksi urease.
(Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. 2001)
4. Etiologi
a. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
1) Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
2) Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
3) Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
b. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
1) Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan
kandung kemih yang kurang efektif
2) Mobilitas menurun
3) Nutrisi yang sering kurang baik
4) Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
5) Adanya hambatan pada aliran urin
6) Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
11
(Tessy Agus, Ardaya, Suwanto.2001)
5. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam
traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari
tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya
ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu:
a. Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain: factor
anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada
laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine
saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius
(pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang
terinfeksi.
b. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah
sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa hal
yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah
penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan
distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
(Price, Sylvia Andrson.1995)
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung
kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. System imunnitas yng menurun
e. Adanya hambatan pada saluran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii
yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan
12
penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media
pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi
ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh
traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara
lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan
cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai
hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu,
neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia
60 tahun.
(Parsudi, Imam A.1999)
Pathway ISK
13
Organisme patogen: ex. E.
coli
Faktor Anatomi
AscendingHematogen,
Limfatogen,Organ sekitar
yang terinfeksi
Koloni kuman di Uretra
Pertahanan Lokal
Tubuh Inadekuat
Alat DC
Bakteri pili 1, pili P
Ureter Ginjal
Masuk VU Menempel
di VU
(Price, Sylvia Andrson.1995)
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
a. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
b. Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis
c. Hematuria
d. Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
a. Demam
b. Menggigil
c. Nyeri panggul dan pinggang
d. Nyeri ketika berkemih
e. Malaise
f. Pusing
g. Mual dan muntah
(Smeltzer, Suzanne C.2001)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis
14
Infeksi Saluran Kemih
1) Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang
besar (LPB) sediment air kemih
2) Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik
berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
b. Bakteriologis
1) Mikroskopis
2) Biakan bakteri
c. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
d. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai
criteria utama adanya infeksi.
e. Metode tes
1) Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase leukosit positif: maka
pasien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika
terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
2) Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
3) Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi
akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau
abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi
ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
15
(Smeltzer, Suzanne C.2001)
8. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial
yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek
minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
a. Terapi antibiotika dosis tunggal
b. Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
c. Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
d. Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi.
Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif
(mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah
penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin
atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini.
Pyridium, suatu analgesic urinarius juga dapat digunakan untuk mengurangi
ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
a. Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
b. Interansi obat
c. Efek samping obat
d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
a. Efek nefrotosik obat
b. Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya
dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
16
a. Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/
b. Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malah
membahanyakan
c. Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
d. Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?
(Smeltzer, Suzanne C.2001)
9. Prognosis
Prognosis infeksi saluran kemih adalah baik bila dapat diatasi faktor pencetus dan
penyebab terjadinya infeksi tersebut.
(Nugroho, Wahyudi.2000)
10. Komplikasi
a. Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu
saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang
multisistem, dan gangguan fungsi ginjal.
b. Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka
panjang adalah terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya
hipertensi dan gagal ginjal kronik. ISK pada kehamilan dengan BAS
(Basiluria Asimtomatik) yang tidak diobati: pielonefritis, bayi prematur,
anemia, Pregnancy-induced hypertension
c. ISK pada kehamilan: retardasi mental, pertumbuhan bayi lambat, Cerebral
palsy, fetal death.
d. Sistitis emfisematosa : sering terjadi pada pasien DM.
e. Pielonefritis emfisematosa syok septik dan nefropati akut vasomotor.
f. Abses perinefrik
(Smeltzer, Suzanne C.2001)
11. Pencegahan
a. Beberapa hal paling penting untuk mencegah infeksi saluran kencing, infeksi
kandung kemih, dan infeksi ginjal adalah menjaga kebersihan diri , bila
17
setelah buang air besar atau air kecil bersihkan dengan cara membersihkan
dari depan ke belakang, dan mencuci kulit di sekitar dan antara rektum dan
vagina setiap hari. Mencuci sebelum dan sesudah berhubungan seksual juga
dapat menurunkan resiko seorang wanita dari ISK.
b. Minum banyak cairan (air) setiap hari akan membantu pengeluaran bakteri
melalui sistem urine.
c. Mengosongkan kandung kemih segera setelah terjadi dorongan untuk buang
air kecil juga bisa membantu mengurangi risiko infeksi kandung kemih atau
ISK.
d. Buang air kecil sebelum dan setelah melakukan hubungan seks dapat flush
setiap bakteri yang mungkin masuk ke uretra selama hubungan seksual.
e. Vitamin C membuat urin asam dan membantu mengurangi jumlah bakteri
berbahaya dalam sistem saluran kemih.
f. Hindari pemakaian celana dalam yang dapat membuat keadaan lembab dan
berpotensi berkembang biaknya bakteri.
(Parsudi, Imam A.1999)
B. ASUHAN DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh
b. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
1) Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
2) Adakah obstruksi pada saluran kemih?
c. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi
nosokomial.
1) Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
2) Imobilisasi dalam waktu yang lama.
3) Apakah terjadi inkontinensia urine?
d. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
18
1) Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi
terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
2) Adakah disuria?
3) Adakah urgensi?
4) Adakah hesitancy?
5) Adakah bau urine yang menyengat?
6) Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan
konsentrasi urine?
7) Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian
bawah
8) Adakah nyeri pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran
kemih bagian atas
9) Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian
atas.
e. Pengkajian psikologi pasien:
1) Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan
yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan
terhadap penyakitnya.
(Doenges, Marilyn E. 1999)
2. Diagnosa Keperawatan Yang Timbul
a. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi
uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada
kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit.
d. Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder.
e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
(Doenges, Marilyn E. 1999)
3. Intervensi Keperawatan
19
Dx 1 :
Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra,
kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi:
Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul
Intervensi:
a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih,
masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan
dari hasil yang diharapkan
b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri.
Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat;
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus
Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi
otot.
e. Berikan perawatan perineal
Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung
kemih dan naik ke saluran perkemihan.
g. Kolaborasi:
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga
gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih
dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah
berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit
Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan
jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas
Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
20
Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi
nyeri
h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air
segar . Pemberian air sampai 2400 ml/hari
Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan
membentu membilas saluran berkemih
Dx 2:
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada
kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Evaluasi:
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih
(urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi:
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya
komplikasi
b. Tentukan pola berkemih pasien
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
d. Kaji keluhan kandung kemih penuh
Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi
jaringan(kandung kemih/ginjal)
e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat
menjadi toksik pada susunan saraf pusat
f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam
Rasional: untuk mencegah statis urin
g. Kolaborasi:
Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
21
Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan
sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.
Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan
masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran
kemih.
Dx 3:
Hipertermi berhubungan dengan penyakit.
Kriteria Evaluasi: suhu 36-370 C, nadi dan respirasi dalam rentan normal,
tidak ada perubahan warna kulit dan pusing.
Intervensi:
a. Observasi suhu tubuh pasien.
Rasional: mengetahui apakah pasien mengalami hipertermi.
b. Monitor warna kulit dan suhu kulit.
Rasional: mengetahui apakah pasien mengalami hipertermi.
c. Tingkatkan cairan intake dan nutrisi.
Rasional: menyeimbangkan suhu tubuh pasien.
d. Ajarkan untuk mengompres pada lipatan paha dan axial.
Rasional: menurunkan panas tubuh pasien.
e. Kolaborasi dengan farmasi dalam pemberian parasetamol.
Rasional: menurunkan panas tubuh pasien yang hipertermi.
Dx.4
Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder.
Kriteria Evaluasi: klien bebas dari gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas
normal, status imun normal dan menunjukkan perilaku hidup sehat.
Intervensi:
a. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi.
Rasional: menentukan intervensi selanjutnya.
b. Inspeksi membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, dan drainase.
Rasional: mengetahui tanda infeksi lebih dahulu.
c. Dorong istirahat yang cukup.
22
Rasional: istirahat cukup dapat mengurangi terjadinya infeksi.
d. Ajarkan pasien dan keluarga tanda-gejala infeksi.
Rasional: agar pasien dan keluarga memahami saat terjadi tanda-gejala
infeksi.
e. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional:mengurangi adanya infeksi oleh bakteri.
Dx.5
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostic, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pilihan beradasarkan informasi.
b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah
penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic:
tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum
pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas
dan m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk
perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah
pemeriksaan
Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum
sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda
penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari
23
sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan
mencegah pertumbuhan bakteri
e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan
masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan
dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
(Doenges, Marilyn E. 1999)
BAB IIPENGELOLAAN KASUS
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Mahasiswa/NIM : Yessika Puspitasari / 1002112
Tanggal : 07 Januari 2013
Jam : 12.00 WIB
A. Identitas
1. Pasien
Nama : Nn.B
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pasar Rebo, Jakarta Timur
Status : Belum menikah
Suku : Jawa
Agama : Katolik
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswa
Tgl. Masuk RS : 06-01-2013
24
No.RM : 01-93-9X-XX
Ruang : E
Diagnosis kerja/medis : Infeksi Saluran Kemih
2. Keluarga / Penanggungjawab
Nama : Tn.Y
Umur : 23 tahun
Hubungan : Teman
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Sleman
B. Riwayat Kesehatan Pasien
1. Kesehatan Pasien :
a. Keluhan utama saat dikaji :
Pasien mengatakan panas.
b. Keluhan tambahan saat dikaji :
Untuk menelan sakit, batuk, mual, lemas dan pusing.
c. Alasan utama masuk Rumah Sakit :
Pasien mengatakan panas hampir 1 bulan untuk menelan sakit, batuk,
mual, lemas dan pusing.
d. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengatakan demam sejak tanggal 2 Januari 2013, karena
semakin hari demamnya tidak turun kemudian pada tanggal 6 Januari
2013 pasien datang ke RS Bethesda. Di IGD pasien diberi terapi cairan
RL, dilakukan pemeriksaan RO Thorax, Pemeriksaan Lab PDL, GDS,
SGOT, SGPT, Ureum Creatinin dan diberi obat Ceftriaxone 1gr/IV,
xillo:dell = 1:1/IM, Rantin 25mg/IV, Primperan 10mg/IV, Naper
1cth/oral dan Cataflam 50mg/oral. Kemudian pasien dirawat di Ruang E
25
dan diberi terapi cairan Aminofluid, terapi obat tambahan Pamol dan
Diit BB.
e. Riwayat penyakit yang lalu :
Pasien pernah mengalami ISK 2 bulan yang lalu.
f. Alergi :
- Jenis : Tidak ada alergi
- Reaksi : Tidak ada alergi
- Tindakan : Tidak ada alergi
2. Kesehatan Keluarga :
Dalam keluarga tidak riwayat penyakit Infeksi Saluran Kemih
C. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Nutrisi-Metabolik
a. Sebelum sakit :
Frekuensi makan : 3x sehari
Jenis makanan/diet : Nasi dan sayur
Porsi yang dihabiskan : Satu porsi
Makanan yang disukai : Semua suka
Makanan yang tidak disukai : Hampir semua makanan disukai
Makanan pantang : Daging
Makanan tambahan/vitamin : Tidak ada
Kebiasaan makan : Di rumah dan di warung
Nafsu makan : Baik, karena setiap porsi yang
diberikan dapat dihabiskan oleh pasien
Banyaknya minum : 4-5 gelas,200cc/gelas= 800/1000cc/hari
Jenis minuman : Air putih dan teh
Minuman yang tidak disukai : Hampir semua minuman suka
Minuman yang disukai : Semua suka
26
Perubahan BB 6 bulan terakhir : Tetap 47 kg
b. Selama sakit:
Jenis makanan : BB
Frekuensi makan : 3x sehari
Porsi makan yang dihabiskan : Saat dikaji pasien menghabis-
kan 1 porsi makan
Banyaknya minum dalam sehari : 4 gelas sehari, ±
200cc/gelas= 900cc
Jenis minuman : Air putih
Keluhan :Mual, tidak nafsu makan,
ganggua menelan dan sedikit
haus
2. Pola Eliminasi
a. Sebelum sakit
1) Buang air besar (BAB)
- Frekuensi : 1x sehari
- Waktu : Pagi hari
- Warna : Kuning
- Konsistensi : Padat
- Posisi BAB : Duduk
- Penghantar untuk BAB : Pasien mengatakan tidak pernah
memakai penghantar waktu
BAB
- Pemakaian obat : Tidak ada
- Keluhan lain : Tidak ada
- Upaya yang dilakukan : Tidak ada
2) Buang air kecil (BAK)
- Frekunsi (dalam sehari) : 8x sehari
- Jumlah (cc/24 jam) : 800cc/24jam
27
- Warna : Kuning
- Bau : Khas urine
- Keluhan : Tidak ada keluhan
- Upaya yang dilakukan : Tidak ada
b. Selama sakit
1) Buang air besar (BAB)
- Frekuensi : 1-2x sehari (kadang-kadang)
- Waktu : Pagi hari
- Warna : Kuning kecoklatan
- Konsistensi : Lunak
- Keluhan : Tidak ada
- Upaya yang dilakukan : Tidak ada
2) Buang air kecil (BAK)
- Frekuensi : ±5x sehari
- Jumlah : 600cc/24 jam
- Warna : Kuning
- Bau : Khas urine
- Keluhan : Tidak ada keluhan
3. Pola aktifitas istirahat-tidur
a. Sebelum sakit
1) Keadaan aktifitas sehari-hari
- Kebiasaan olahraga : Pasien tidak teratur untuk
berolahraga
- Jenis olahraga : Lari-lari
- Lingkungan rumah : Lingkungan rumah cukup luas,
dan bersih
- Alat bantu untuk memenuhi : Pasien tidak selalu memakai
alat bantu untuk kebutuhan
28
- Apakah aktifitas sehari-hari dapat dilakukan sendiri, bantuan
alat, orang lain, sangat tergantung :
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi √
Eliminasi √
Berpakaian/berdandan √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulansi √
Naik tangga √
Memasak √
Belanja √
Merapikan rumah √
o Ket : 0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : perlu bantuan orang lain
3 : perlu bantuan orang lain dan alat
4 : tergantung total
2) Kebutuhan tidur
- Jumlah tidur dalam sehari : ± 7 jam
- Tidur siang : Tidak tentu (± 2 jam)
- Tidur malam : ± 5 jam
- Tidur yang diutamakan : Tidur malam
- Kebiasaan pengantar tidur : Tidak ada
- Pasien tidur dengan : Sendiri
- Perangkat yang digunakan : Selimut, bantal,guling
- Keluhan : Tidak ada
3) Kebutuhan istirahat
29
- Kapan : Siang hari
- Berapa lama : ± 2 jam
- Kegiatan waktu luang : Santai
- Menyediakan waktu istirahat : Ada
- Dalam suasana apa pasien bisa istirahat : Tenang
b. Selama sakit
1) Keadaan aktifitas
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi √
Makan/minum √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di TT √
Ambulansi/ROM √
Berpindah √
o Ket : 0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : perlu bantuan orang lain
3 : perlu bantuan orang lain dan alat
4 : tergantung total
2) Kebutuhan tidur
- Jumlah tidur dalam sehari
Tidur siang : ± 2 jam
Tidur malam : ± 7 jam
- Penghantar untuk tidur : Tidak ada
- Keluhan tidur : Tidak ada
- Pasien kesakitan : TIdak
3) Kebutuhan istirahat
- Perasaan pasien : Pasien mengatakan lemas dan
pusing
30
- Pasien merasa terganggu dengan lingkungan baru : Tidak
- Alat-alat medik yang mengganggu : Tidak ada
4. Pola Kebersihan Diri (sebelum sakit)
a. Kebersihan Kulit
- Kapan kebiasaan mandi : 2x sehari, pagi dan sore hari
- Mandi menggunakan : Sabun
- Keluhan : Tidak ada keluhan
b. Kebersihan Rambut
- Mencuci rambut dengan : shampoo
- Keluhan : Tidak ada keluhan
c. Kebersihan Telinga
- Kapan merawat telinga : Membersihkan telinga saat
mandi
- Menggunakan alat pendengar : Tidak
- Keluahan : Tidak ada keluhan
d. Kebersihan Mata
- Kebiasaan membersihkan mata : Saat mandi
- Keluhan : Tidak ada keluhan
e. Kebersihan Mulut
- Berapa kali menggosok gigi : Kadang 2x sehari
- Menggunakan pasta gigi : Iya
- Keluhan : Tidak ada keluhan
f. Kebersihan Kuku
- Kapan memotong kuku : Bila kuku sudah panjang
- Cat kuku : Sering menggunakan cat kuku
- Keluhan : Tidak ada keluhan
5. Pola Pemeliharaan Kesehatan
a. Penggunaan tembakau
31
Pasien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi tembakau
b. NAPZA
Pasien mengatakan tidak pernah memakai NAPZA
c. Alkohol
Pasien mengatakan tidak pernah minum alkohol
d. Intelektual
- Pasien hanya mengetahui penyakit yang diderita
- Pasien tidak mengerti perawatan, pencegahan penyakit yang diderita
6. Pola Reproduksi-Seksualitas
a. Gangguan hubungan seksual : Tidak ada gangguan
b. Pemahaman fungsi seksual : -
c. Perkembangan karakteristik sekunder : -
d. Masalah menstruasi : Tidak ada masalah
e. Pap smear terakhir : -
f. Pemerikasaan payudara : -
7. Pola Kognitif-Persepsi/Sensori
a. Keadaan mental : Sadar
b. Berbicara : Jelas
c. Bahasa yang dikuasai : Indonesia dan Inggris
d. Kemampuan membaca : Baik
e. Kemampuan berkomunikasi : Bisa berkomunikasai dengan baik
f. Kemampuan memahami informasi : Pasien memahami setiap informasi
g. Tingkat ansietas : Sedang, karena sudah pernah
mengalami ISK
h. Keterampilan berkomunikasi : Memadai
i. Pendengaran : Tidak ada keluhan
j. Penglihatan : Baik
k. Vertigo : Tidak
32
l. Nyeri : Nyeri kepala
m. Upaya yang dilakukan : Teman pasien mengajak bicara dan
menyuruh pasien beristirahat
8. Pola Konsep Diri
a. Identitas diri : Pasien mampu menyebutkan nama dan tempat
tinggalnya
b. Ideal diri : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan
segera pulang
c. Harga diri : Pasien tidak merasa malu ketika kerabat
berkunjung ke rumah sakit
d. Gambaran diri : Pasien sangat senang saat bisa bercerita
e. Peran diri : Pasien sebagai keluarga biasa
9. Pola Koping
a. Pengambilan keputusan :
Dibantu orang lain, teman dan keluarga
b. Hal-hal yang dilakukan jika mempunyai masalah :
Mencari pertolongan
10. Pola Peran-Berhubungan
a. Status pekerjaan : Tidak bekerja
b. Jenis pekerjaa : -
c. Klien berkecimpung dalam organisasi masyarakat : Tidak
d. System pendukung : Teman dan orang tua
e. Dukungan keluarga di Rumah Sakit : Keluarga dan teman sangat
baik dalam memberi dukungan
f. Kesulitan dalam keluarga
- Hubungan dengan orang tua : Tidak ada
- Hubungan dengan anak saudara : Tidak ada
- Hubungan perkawinan : Tidak ada
33
g. Selama sakit
- Hubungn dengan anggota keluarga :
Baik
- Hubungan dengan masyarakat :
Baik, saat jam kunjung ada teman yang menengok
- Hubungan dengan pasien lain, anggota kesehatan lain :
Komunikatif
11. Pola Nilai dan Keyakinan
a. Sebelum sakit
- Agama : Katolik
- Larangan agama : Tidak ada
- Kegiatan keagamaan :
Macam : Pergi kegereja
Frekuensi : Setiap hari minggu
b. Selama sakit
- Kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan: Berdoa
- Membutuhkan bantuan : Iya
- Membutuhkan kunjungan rohaniawan : Iya
D. Pengkajian Fisik
1. Pengukuran TB : 157cm
2. Pengukuran BB : 47kg
3. Tanda vital
1. Tekanan darah : 100/70 mmHg
Diukur di : Tangan kanan (vena brachioradialis)
Posisi pasien : Fowler
Ukuran manset : Dewasa
2. Nadi : 100 x/menit
34
Regular/ireguler : Reguler
Diukur di : Tangan kanan (vena radialis)
Kualitas : Kuat
3. Suhu : 38,90 C
Diukur di : Axila
4. Repirasi : 22x/menit
Regular/ireguler : Reguler
Tipe pernafasan : Dada
4. Tingkat kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 E: 4 V: 5 M: 6
5. Keadaan umum : Pasien tampak sakit ringan
Pasien tampak lemah, bisa berkomunikasi dengan baik
dengan perawat dan teman
Terpasang infuse RL 20 tetes/menit di tangan kanan
tanggal 06-01-2013
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
1) Rambut
a) Rambut pasien berwarna hitam, rambut berminyak
b) Bentuk kepala bulat
c) Tidak terdapat bekas luka pada kulit kepala
d) Tidak terdapat nyeri tekan pada kepala
e) Terdapat finger print pada dahi
2) Mata
a) Wajah pasien berwarna sawo matang kemerahan dan berminyak
b) Mata kiri dan kanan pasien simetris
35
c) Pupil kana-kiri isokor
d) Sclera berwarna putih keruh
e) Konjungtiva berwarna merah pucat
f) Reflek cahaya kanan (+) kiri (+)
3) Telinga
a) Telinga kanan dan kiri simetris
b) Tidak terdapat luka pada daun telinga kanan dan kiri
c) Tidak terdapat nyeri tekan pada telinga kanan dan kiri
4) Hidung
a) Septum tepat berada di tengah
b) Lubang hidung kiri dan kanan simetris
c) Terdapat sedikit kotoran pada kedua lubang hidung
5) Mulut dan Tenggorokan
a) Kemampuan bicara jelas
b) Bibir berwarna merah pucat
c) Membran mukosa kering
d) Tonsil T1
e) Uvula berada di tengah
6) Leher
a) Leher berwarna sawo matang
b) Tidak terdapat bekas luka pada leher
c) Tidak terdapat nyeri tekan pada leher
d) Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
36
7) Dada
a) Inspeksi : dada berwarna sawo matang, tidak terdapat bekas
luka pada dada, simetris dada kanan dan kiri, ictus
cordis pada ICS 5
b) Palpasi : pernafasan dada kiri dan kanan simetris, tidak
terdapat nyeri tekan pada dada, vocal rensonan teraba
sama di semua bagian.
c) Perkusi : terdengar sonor pada lapang paru.
d) Auskultasi : tidak ada suara tambahan disemua lapang paru.
8) Abdomen
a) Inspeksi : perut berwarna sawo matang, tidak terdapat bekas
luka pada perut, umbilicus tepat di tengah, kotor.
b) Auskultasi : peristaltic usus : 19x/menit.
c) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada kwadran kanan bawah dan
kiri bawah
d) Perkusi : suara tympani pada abdomen.
9) Genetalia
Tidak terpasang DC.
10) Anus
Tidak terdapat hemoroid.
11) Integument
Turgor kulit pasien tidak elastic.
12) Ekstremitas
37
a) Atas
Anggota gerak lengkap, warna kulit sawo matang, turgor kulit tidak
elastis, tidak terdapat kelainan jari pada tangan kanan dan kiri,
terpasang infus RL-500 20 tetes/menit di tangan kanan, kekuatan
otot kanan-kiri : 5/5
b) Bawah
Anggota gerak lengkap, warna kulit sawo matang, turgor kulit tidak
elastis, tidak terdapat kelainan jari pada kaki kanan dan kiri,
kekuatan otot kaki kanan dan kiri 5/5
E. Diagnostik Test
1. Ro. Thorax
Corakan grondhovaskuler kasar, air bronchogram minimal, suspek bronchitis,
besar cor dalam batas normal.
2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
a) Tanggal 06 Januari 2013
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Ureum 9.7 mg/dL 10.0-50.0
2 Creatinin 0.63 mg/dL 0.50-0.90
3 Hemoglobin 12.5 gr/dl 12.0-18.0
4 Leukosit 8,23 Rbu/mmk 4.50-11.00
5 Eosinofil 0.2 % 0.0-5.0
6 Basofil 0.1 % 0.0-0.2
7 Segmen 76.9 % 47.0-80.0
8 Limfosit 16.0 % 13.0-40.0
9 Monosit 6.8 % 2.0-11.0
10 Hematokrit 35.5 % 36.0-46.0
38
11 Eritrosit 4.20 Juta/mmk 4.10-5.30
12 RDW 13.00 % 11.60-14.80
13 MCV 84.50 Fl 92.00-121.00
14 MCH 29.80 pg 31.00-37.00
15 MCHC 35.20 g/dl 29.00-36.00
16 LED 1 jam 29.0 mm 3.0-14.00
westegram
17 LED 2 jam 55.0 mm
18 Golongan Darah O
19 SGOT (AST) 16.9 u/L 0.0-32.0
20 SGPT (ALT) 12.1 u/L 0.0-32.0
21 Glukosa sewaktu 105 mg/dL 70-140
22 Warna Urin Kuning
23 BJ 1.020
24 pH 6.0
25 Bakteri + sedikit
26 Leko Pucat 1 +
27 Sel Gliter -
28 Leko Gelap 2 +
29 Eritrosit 2 +
30 Epitel 2 +
31 Ca Oxalat -
32 Urat -
33 Silinder -
34 Hialin -
35 Granular -
36 Epitel -
39
F. PROGRAM PENGOBATAN
1. Parenteral 6. Terapi cairan
a. Cernavit 1x1 fl a. Infus RL 20 tetes /menit
b. Aminofluid 1x1 fe b. Aminofluid 500 ml
2. Non parenteral
a. Ceftriaxone 2x1 tablet
b. Rantin 2x1 tablet
c. Primperan 2x1 tablet
d. Pamol 3x1 tablet
e. Cataflam 2x1 tablet
3. Diet BB, 3x sehari
4. Pasien bedrest
5. Tidak menggunakan O2
G. Analisa Obat
No Nama Obat Indikasi Kontraindikasi Efek samping
1. Infus RL 20 tetes /menit
Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
2. Aminofluid Suplai asam amino, elektrolit dan air sebelum dan sesudah, pada individu dengan hipoproteinemia atau malnutrisi ringan
Koma hepatik, atau resiko koma hepatik, gangguan ginjal berat atau azotemia, gagal jantung kongestif, asidosis berat,
Ruam kulit, nyeri dada, palpiasi edema serebral, pulmoner dan perifer, hiperkalemia, asidosis, intoksikasi air, nyeri vaskuler,
40
karena kurangnya asupan oral.
gangguan metabolisme elektrolit yang abnormal, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipermagnesemia, hiperkalsemia.
flebitis, menggigil, demam, rasa hangat dan sakit kepala.
3. Cernevit Vitamin parenteral untuk dewasa dan anak usia lebih dari 11 tahun yang tidak mungkin atau tidak cukup diberikan secara oral.
Hipervitaminosis atau hipersensitif terhadap vitamin B1 (tiamin).
Kenaikan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase selama pemberian bolus Intra Vena, alergi, sakit pada pemberian injeksi Intra Muskular.
4. Ceftriaxone Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap Ceftriaxone, seperti: infeksi saluran nafas, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis, infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak, infeksi intra abdominal, infeksi genital (termasuk gonore), profilaksis perioperatif, dan infeksi pada pasien dengan gangguan pertahanan tubuh.
Hipersensitif terhadap cephalosporin dan penicillin (sebagai reaksi alergi silang).
Reaksi hipersensitivitas (urticaria, pruritus, ruam, reaksi parah seperti anaphilaxis bisa terjadi) efek GI (diare/radang usus besar) efek lainnya (infeksi candidal).
5. Rantin Ulkus duodenum aktif, ulkus lambung aktif yang tidak membahayakan dan kondisi hipersekretori pathologikal seperti Sindroma Zollinger-Ellison.
Disfungsi ginjal & hati, hamil, menyusui, anak-anak, keganasan lambung.
Sakit kepala, pusing, gangguan pencernaan, ruam kulit.
6. Primperan Gangguan lambung-usus, mabuk perjalanan, mual di
Keadaan dimana jika terjadi perangsangan saluran pencernaan
Reaksi ekstrapiramidal, pusing, rasa lelah,
41
pagi hari, mual dan muntah karena obat, anoreksia (kehilangan nafsu makan), kembung, ulkus peptikum, stenosis pilorik (bersifat ringan), dispepsia, nyeri pada ulu hati, gastroduodenitis, dispepsia sesudah gastrektomi, endoskopi, dan intubasi.
bisa membahayakan, seperti penyumbatan usus, feokromositoma, epilepsi.
mengantuk, sakit kepala, depresi, keresahan/kegelisahan, gangguan saluran pencernaan, hipertensi.
7. Pamol Untuk meringankan:Rasa sakit atau nyeri, misalnya : sakit kepala, sakit gigi, sesudah pencabutan gigi, nyeri pada otot.Demam misalnya karena imunisasi.
Penderita yang hipersensitif terhadap Paracetamol. Gangguan fungsi hati berat.
Jarang terjadi, efek samping yang tidak spesifik pada pemakaian Paracetamol pernati dilaporkan. Mual, muntah, diare, diaforesis, pallor dan sakit perut. Pada dosis besar dan pemakaian lama dapat menyebabkan kerusakan hati.
8. Cataflam Keadaan meradang setelah traumatic yang disertai rasa sakit atau nyeri , peradangan atau nyeri setelah operasi, sebagai tambahan pada infeksi THT yang meradang yang disertai nyeri hebat. Sindroma nyeri pada tulang belakang, reumatisme non artikular.
Hipersensitif terhadap Diklofenak atau obat-obat anti radang non steroid lainnya.
Kadang-kadang:Gangguan lambung usus, sakit kepala, pusing, vertigo, kemerahan pada kulit, peningkatan serum transaminase.Jarang :Ulkus peptikum, abnormalitas fungsi ginjal, perdarahan saluran pencernaan, hepatitis, hipersensitifitas.
42
H. Analisa Data
No Data Masalah Penyebab1 DS:
- Pasien mengatakan sedikit nyeri saat berkemih.
DO: - Tekanan Darah 100/70 mmHg- Nadi 100 x/mnt- Wajah menyeringai saat
berkemih
Nyeri akut Agen inflamasi
2 DS: - Pasien mengatakan demam- Pasien mengatakan merasa
pusingDO: - Suhu 38,90 C- Kulit kemerahan- Kulit teraba hangat- Nadi 100 x/mnt
Hipertermi Penyakit
3 DS:- Pasien mengatakan lemas- Pasien mengatakan sedikit
Kekurangan volume cairan
Intake tidak adekuat
43
hausDO: - Turgor kulit tidak elastic- Suhu 38,90 C- Membrane mukosa kering
I. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosis Keperawatan1 Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi ditandai dengan:
DS:- Pasien mengatakan sedikit nyeri saat berkemih.
DO: - Tekanan Darah 100/70 mmHg- Nadi 100 x/mnt- Wajah menyeringai saat berkemih
2 Hipertermi berhubungan dengan penyakit ditandai dengan:DS: - Pasien mengatakan demam- Pasien mengatakan merasa pusing
DO: - Suhu 38,90 C- Kulit kemerahan- Kulit teraba hangat- Nadi 100 x/mnt
44
3 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat ditandai dengan:DS:- Pasien mengatakan lemas- Pasien mengatakan sedikit haus
DO: - Turgor kulit tidak elastic- Suhu 38,90 C- Membrane mukosa kering
45
J. Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Nn.B
Umur : 22 th
Ruangan : E/10 B
No Diagnosis keperawatan &
Data Penunjang
Tindakan Keperawatan
RasionalTujuan Dan Kriteria Hasil Tindakan
1 Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan:DS:- Pasien mengatakan
sedikit nyeri saat berkemih.
DO: - Tekanan Darah 100/70
mmHg- Nadi 100 x/mnt- Wajah menyeringai
saat berkemih
Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria:- Mampu mengontrol nyeri- Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Tanda vital dalam rentang normal
- Tidak mengalami gangguan tidur
Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.1. Kaji keadaan umum
pasien dan pantau GCS setiap 6 jam sekali.
2. Kaji nyeri kepala setiap 6 jam sekali, baik itu intensitas, frekuensi, durasi, lokasi.
3. Pantau tanda-tanda vital:- adanya hipertensi /
hipotensi- frekuensi dan irama
jantung- pola dan irama dari
pernapasan.
Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.1. Mengetahui keadaan umum
pasien, tingkat kesakitan, dan mengobservasi apabila terjadi perubahan GCS.
2. Untuk mengetahui derajat/tingkat nyeri yang dialami pasien.
3. Hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena syok (kolaps sirkulasi vaskuler). Peningkatan TIK dapat terjadi.- Perubahan terutama adanya
bradikardia dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak.
- Ketidakteraturan
46
4. Anjurkan untuk tirah baring dan batasi aktivitas yang menambah nyeri kepala, misal : jangan banyak bicara dulu.
5. Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien.
6. Berikan obat analgetika. Misal : ceftriaxone dan cataflam.
pernapasan dapat memberikan gambaran, lokasi kerusakan serebral / peningkatan TIK.
4. Untuk mengurangi nyeri kepala dan mencegah makin luasnya infark akibat meningkatnya aktivitas.
5. Untuk mengalihkan perhatian pasien pada nyeri sehingga pasien tidak merasa nyeri.
6. Untuk mengurangi nyeri pada pasien.
2 Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.Hipertermi berhubungan dengan penyakit ditandai dengan:DS: - Pasien mengatakan
demam- Pasien mengatakan
merasa pusing
Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam hipertermi dapat teratasi dengan kriteria:- Suhu pasien 36-370C- Nadi dan respirasi dalam
rentang normal- Tidak ada perubahan
Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.1. Observasi suhu
sesering mungkin.2. Observasi warna dan
suhu kulit.
3. Observasi tekanan darah nadi dan respirasi.
Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.1. Mengidentifikasi terjadinya
peningkatan suhu tubuh.2. Mengidentifikasi adanya
kemerahan pada kulit mengetahui bila pasien masi mengalami hipertermi.
3. Tekanan darah, nadi dan respirasi yang normal merupakan indikasi tidak
47
DO: - Suhu 38,90 C- Kulit kemerahan- Kulit teraba hangat- Nadi 100 x/mnt
warna kulit- Tidak ada pusing dan
merasa nyaman4. Berikan cairan
intravena.5. Ajarkan keluarga untuk
kompres pada lipat paha dan axila dan memberikan minum sedikit-sedikit tapi sering.
6. Kolaborasi dalam pemberian pamol.
terjadinya hipertermi.4. Cairan intravena akan membuat
suhu tubuh menurun.5. Kompresan pada lipat paha dan
axila pada pasien hipertermi dapat menurunkan suhu tubuh pasien.
6. Pemberian obat dapat menurunkan suhu tubuh pasien.
3 Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat ditandai dengan:DS:- Pasien mengatakan
lemas- Pasien mengatakan
sedikit haus
DO: - Turgor kulit tidak
elastic- Suhu 38,90 C
Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam kekuranagn volume cairan dapat teratasi dengan kriteria klien dapat:- Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal- Tidak ada tanda dehidrasi,
elastic turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebih
- Intake oral dan intravena adekuat
Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.
a. Observasi status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat).
b. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan.
c. Observasi TTV .
d. Berikan cairan oral.
e. Dorong keluarga untuk membantu pasien
Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB.1. Kelembaban mukosa dan
adanya nadi yang adekuat menggambarkan tidak terjadinya hidrasi pada pasien.
2. Hasil lab dapat menentukan apakah pasien masih mengalami deficit volume cairan atau tidak.
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal menandakan pasien tidak mengalami deficit cairan.
4. Cairan oral dapat menyeimbangkan cairan dalam tubuh.
5. Pemasukan intake adekuat dapat mengatasi terjadinya
48
- Membrane mukosa kering
makan.f. Kolaborasi dalam
pemberian cairan intra vena.
kekurangan volume cairan.6. Cairan intravena dapat
meningkatkan volume cairan tubuh pasien.
49
K. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : Nn.B
Ruangan : E/10 B
N
O
DIAGNOSA TGL/JAM IMPLEMENTASI PARAF
1. DX.1 07 Januari 201312.20
12.30
12.40
12.50
13.30
13.40
I : - Mengobservasi KU pasien
KU : gelisah,pusing, kesadaran CM,GCS : 15 ( E:4, V:5, M :6 )
- Mengobservasi tanda vital sign pasien:TD : 100/70mmHg N : 84x/mntS : 38,90CR :22x/mnt
- Mengajarkan tekhnik nafas dalam
- Mengobservasi KU pasien, pasien gelisah, pusing
- Menganjurkan pasien untuk istirahat
E :DS : Pasien mengatakan sedikit sakit untuk BAKDO : TD : 100/70mmHg S : 38,90C N : 80x/mnt R : 22x/mnt
2. DX.2 07 Januari 201312.30
12.30
12.30
13.00
13.50
I :- Observasi suhu pasien 38,90 C
- Mengobservasi kemerahan pada kulit pasien
- Mengobservasi tekanan darah 100/70mmHg dan respirasi 22x/mnt
- Mengecek pemasukan oral pasien
50
E : DS :Pasien mengatakan kepala pusingDO :Suhu pasien 38,90 C
3. DX .3 07 Januari 201312.40
13.00
13.30
I :- Mengobservasi turgor kulit
pasien tidak elastic- Mengobservasi membrane
mukosa pasien kering- Memberikan minum kepada
pasien- Balance cairan pasien
CM: 700cc CK: 500cc BC:+200cc
E : DS :Pasien mengatakan minta minum karena haus DO : Klien lemes, turgor kulit tidak elastic dan membrane mukosa kering
4. DX.1 08 Januari 201307.30
08.00
08.10
12.00
13.45
S : Pasien mengatakan masih nyeriO : KU sedang ,Kes Compos MentisA : Masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6I :- Mengobservasi KU klien Klien
gelisah, pusing berkurang- Mengkaji tanda vital:
TD : 100/60mmHgN :95x/mntS :37,80CR : 20x/mnt
- Memberi obat per oral ceftriaxone 2x1 tablet dan cataflam 2x1 tablet.
- Mengobservasi KU pasien, pasien gelisah
E : DS : pasien mengatakan nyeri suprapubik berkurang,DO : pasien gelisah
51
TD : 100/60mmHg N : 95x/mnt R :20x/mnt S :380C
5 Dx 2 08 Januari 201307.40
08.0008.10
12.00
13.00
13.30
S :Pasien mengatakan masi merasa sedikit demamO: Kulit pasien teraba hangat dan kemerahanA:Masalah belum teratasiP:lanjutkan intervensi 1-6I :- Mengkaji suhu pasien 380C- Memberikan obat pamol.- Mengecek cairan intravena
pasien- Membantu memberikan minum
pada pasien- Memotivasi keluarga untuk
memberikan minum sedikit-sedikit tetapi sering
E : DS : pasien mengatakan masih sedikit pusingDO : suhu pasien 380C, kulit teraba hangat
6 DX.3 07 Januari 201308.00
08.30
08.3009.0010.00
S :O : mulut pasien terlihat masih keringA : masalah belum teratasiP : lanjutkan intervensi1-6I- Mengobservasi mukosa pasien
kering- Nadi pasien 95x/mnt- Membantu pasien untuk minum- Mengajarkan pada keluarga
untuk memberikan minum sedikit-sedikit tapi sering
- Balance cairan pada pasien CM:900cc CK:750cc BC:+150
52
13.30E : DS : -DO : nadi pasien 95x/mnt, membrane mukosa kering, Balance cairan pada pasien CM:900cc CK:750cc BC:+150
Diagnosa Medis : Infeksi Saluran Kemih
53
BAB IIIPEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang pasien kelolaan Nn. B dengan Infeksi Saluran Kemih,
yang telah dikelola dua hari di ruang E Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta pada
7-8 Januari 2013 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan mulai dari
pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, menentukan rencana
tindakan keperawatan, melakukan implementasi, evaluasi sampai
pendokumentasian kasus kelolaan.
A. Pengkajian Keperawatan
Dari pengkajian yang telah dilakukan pada klien Ny. K diperoleh data hasil;
klien mengalami demam, nyeri pada supra pubik dan nyeri saat pasien
berkemih. Tanda tanda tersebut sesuai dengan karakteristik Infeksi Saluran
Kemih menurut teori pengkajian Merlyn E Doengoes, 2000, yaitu
B. Diagnosa Keperawatan
Dalam pengelolaan kasus Nn.B ditemukan beberapa diagnosa keperawatan
yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
2. Hipertermi berhubungan dengan infeksi.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi.
Pada tinjauan teori menurut Merlynn E Doengoes, 2000, 2003 dan Effendy,
1995 dan disesuaikan dengan NANDA 2009-2011 adalah :
1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan nyeri.
2. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia,
flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastis.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral;
kelemahan/kelelahan umum.
5. Peningkatan suhu tubuh ( hipertermi ) berhubungan dengan proses
penyakit ( viremia )
54
6. Nyeri berhubungan dengan proses patologi penyakit
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
8. Perubahan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang
lemah
9. Kecemasan ringan sedang sehubungan dengan kondisi pasien yang
memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
10. Gangguan proses keluarga sehubungan dengan anggota keluarga dirawat
di rumah sakit.
11. Resiko infeksi sehubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus /
NGT).
Dari tiga diagnosa yang muncul pada kasus kelolaan, ada tiga diagnosa sama
dan ada 11 diagnosa yang tidak diangkat karena kurang sesuai dengan keadaan
klien.
C. Perencanaan
Dilakukan penulisan perencanaan dengan menyesuaikan teori Doengoes 2000
dan NANDA 2011 :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi.
Tindakan yang sudah dilakukan antara lain
a. Observasi keadaan umum pasien dan pantau GCS setiap 6 jam sekali
b. Kaji nyeri kepala setiap 6 jam sekali, baik itu intensitas, frekuensi,
durasi, lokasi.
c. Pantau tanda-tanda vital:
Adanya hipertensi / hipotensi
Frekuensi dan irama jantung
Pola dan irama dari pernapasan.
d. Anjurkan untuk tirah baring dan batasi aktivitas yang menambah nyeri
kepala, misal : jangan banyak bicara dulu.
e. Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien.
f. Berikan obat analgetika.
Misal : ceftriaxone dan cataflam.
55
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit.
Tindakan yang sudah dilakukan
a. Kaji Observasi suhu sesering mungkin.
b. Observasi warna dan suhu kulit.
c. Observasi tekanan darah nadi dan respirasi.
d. Berikan cairan intravena.
e. Ajarkan keluarga untuk kompres pada lipat paha dan axila dan
memberikan minum sedikit-sedikit tapi sering.
f. Kolaborasi dalam pemberian pamol.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat.
Tindakan yang sudah dilakukan
a. Observasi status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi
adekuat).
b. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan.
c. Observasi TTV .
d. Berikan cairan oral.
e. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
f. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena.
D. Implementasi
Tahap implementasi asuhan keperawatan dilaksanakan selama dua hari, 7-8
Januari 2013.
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi.
Tindakan yang sudah dilakukan antara lain
a. Observasi keadaan umum pasien dan pantau GCS setiap 6 jam sekali
b. Kaji nyeri kepala setiap 6 jam sekali, baik itu intensitas, frekuensi,
durasi, lokasi.
c. Pantau tanda-tanda vital:
Adanya hipertensi / hipotensi
Frekuensi dan irama jantung
Pola dan irama dari pernapasan.
56
d. Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien.
e. Berikan obat analgetika.
Misal : ceftriaxone dan cataflam.
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit.
Tindakan yang sudah dilakukan
a. Kaji Observasi suhu sesering mungkin.
b. Observasi warna dan suhu kulit.
c. Observasi tekanan darah nadi dan respirasi.
d. Berikan cairan intravena.
e. Kolaborasi dalam pemberian pamol.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat.
Tindakan yang sudah dilakukan
a. Observasi status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi
adekuat).
b. Observasi TTV .
c. Berikan cairan oral.
d. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
e. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena.
E. Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi, mulai teratasi karena
pasien mengatakan nyeri pada area supra pubik mulai berkurang.
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, belum teratasi karena klien
mengataan badan masih demam dan pusing. Suhu tubuh pasien 380C.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak
adekuat,mulai teratasi karena Balance Cairan pasien +150cc namun
membrane mukosa pasien masih kering.
57
BAB IVPENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi, mulai teratasi karena
pasien mengatakan nyeri pada area supra pubik mulai berkurang.
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, belum teratasi karena klien
mengataan badan masih demam dan pusing. Suhu tubuh pasien 380C.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak
adekuat,mulai teratasi karena Balance Cairan pasien +150cc namun
membrane mukosa pasien masih kering.
4. Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam dua diagnosa
memperoleh hasil masalah teratasi sebagian dan masih ada diagnosa
yang belum teratasi.
B. Saran
1. STIKES BETHESDA
Melanjutkan kegiatan dan pertahankan kualitas pengajaran pada
mahasiswa.
2. Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
Pertahankan kwalitas pelayanan perawatan kepada pasien.
58