Upload
musadiryanto
View
220
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
A S M A
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh
spasme otot polos bronkiolus. (Corwin E.J., 2001 : 430)
Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh
penyempitan yang intermiten pada saluran napas di banyak tingkat
mengakibatkan terhalangnya aliran udara. (Stein J.H., 2001 : 126)
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang
mengakibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah
hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan
gejala pernafasan (mengi atau sesak). (Mansjoer A., 1999 : 476-477)
Asma adalah gangguan pernapasan pada bronkus yang menyebabkan
penyempitan intermiten pada saluran pernafasan.
2. Anatomi dan Fisiologi
3. Etiologi
Secara etiologis asma dibagi dalam 3 tipe :
1) Asma tipe non atopik (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak adanya hubungan dengan paparan
(exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah :
a. Serangan timbul setelah dewasa.
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma.
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan.
d. Ada hubungan dengan pekerjaan dan beban fisik.
e. Rangsangan / stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan
serangan reaksi asma.
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik
merupakan keadaan yang peka bagi penderita.
5
2) Asma tipe atopik (ekstrinsik)
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan
(exposure) terhadap alergen yang spesifik. Kepekaan ini biasaanya
ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Pada tipe ini
mempunyai sifat-sifat :
i. Timbul sejak kanak-kanak
ii. Pada famili ada yang mengidap asma
iii. Ada eksim waktu bayi
iv. Sering menderita rinitis
v. Di Inggris penyebabnya house dust mite, di USA
tepung sari bunga rumput
3) Asma Campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat oleh faktor-faktor intrinsik
maupun ekstrinsik. (Alsagaff, H. dkk.1993 : 2)
4. Manifestasi Klinik
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat
hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara
spontan, maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain :
a. Bising mengi (Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa
stetoskop.
b. Batuk produktif, sering pada malam hari.
c. Napas atau dada seperti tertekan. (Mansjoer A., 1999 : 477)
5. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi
disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :
d. Kontraksi otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan
jalan napas.
e. Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
f. Pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar;
sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi,
dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti
6
dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah
keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang
buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap
antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan
pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS –
A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos
dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan
membran mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur
oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik
atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor
seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah
asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan
mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat
mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu reseptor α dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-adrenergik dirangsang, terjadi
bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik yang
dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α dan β-adrenergik
dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi
reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada
peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan peningkatan
tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan
menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan ialah bahwa penyekatan
β-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik
rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi
otot polos. (Smeltzer, S.C., 2001 : 611-612)
7
6. Pemeriksaan Penunjang
Unsur-unsur yang harus dinilai adalah obstruksi aliran udara dan
pertukaran gas :
- Spirometri di tempat tidur atau pengukuran laju ekspirasi puncak
(PEFR)
Spirometri akan memberikan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
(FEV 1.0) tetapi pasien yang menderita bronkospasme akut mungkin
tidak dapat melakukan manuver ekspirasi paksa secara lengkap.
Karena usaha ini akan memperberat gejala.
- Analisa gas darah arteri
Bila PaCO2 normal (30-40 mmHg) atau meningkat dapat segera
mengalami kegagalan. Pernapasan akut dan harus dirawat di rumah
sakit tanpa ditunda lagi.
- Pulasan sputum dengan gram atau wright dapat mematikan adanya
infeksi saluran napas bagian bawah kalau terdapat banyak leukosit dan
patogen yang terutama terdiri atas bakteri. (Stein, J.H., 1998 : 128-
129)
7. Komplikasi
8. Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa :
- Waktu serangan
i. Bronkodilator
1. Golongan adrenergik
2. Golongan methylxanthine
3. Golongan antikolinergik
ii. Antihistamin
iii. Kortikosteroid
iv. Antibiotika
v. Ekspektoransia
- Di Luar serangan
vi. Disodium chromoglycate (DSCG)
vii. Ketotiten
8
Pengobatan nonmedikamentosa :
- Waktu serangan
(1) Pemberian oksigen (O2)
(2) Pemberian cairan
(3) Drainase postural
(4) Menghindari alergen
- Di Luar serangan
Pendidikan
Imunoterapi / desensifikasi
Pelayanan / kontrol emosi. (Alsagaff H.,1993:5)
Menurut Mansjoer A. dkk (1999 : 477-479) tujuan dari terapi asma adalah:
1. Menyembuhkan dan mengobati gejala asma.
2. Mencegah kekambuhan.
3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankannya.
4. Mengupayakan aktifitas harian pada tingkat normal termasuk
melakukan exercise.
5. Menghindari efek samping obat asma.
6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel.
Terapi awal yaitu :
1. Oksigenasi 4-6 liter/menit
2. Agonis ß-2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2.5 mg atau terbutalin 10
mg) inhalasi nebulasi dan pemberian dapat diulang setiap 20 menit
sampai 1 jam. Pemberian agonis ß-2 dapat secara subcutan atau IV
dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam
larutan dekstrosa 5 % dan diberikan berlahan.
3. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengahnya saja.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg IV jika tidak ada respon
segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam
serangan sangat berat.
9
B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
10
Zat allergen masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, mulut dan kontak kulit
Ketidaktahuan tentang penyakit
Reaksi tubuh terhadap allergen
Tubuh tidak tahan terhadap allergen
Kontraksi otot polos pernapasan
Bronkospasme
Penyempitan saluran pernapasan Produksi sputum berlebih
Hambatan aliran pernapasan
Distraksi ventilasi yang tidak rata dan
sirkulasi paru
Gangguan difusi gas di tingkat alveoli
hipoksia
Gangguan ventilasi (hipoventilasi)
Jalan napas tidak efektif
Penurunan sirkulasi darah, dispnea,
wheezing, anoreksia dan kelemahan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Imunitas menurun
Resiko tinggi infeksi
Batuk
Intoleransi aktivitas
Gangguan pemenuhan istirahat tidur
Resiko tinggi infeksi
Sumber : Stein J.H., (1998); Carpenito, L.J. (1999); Doenges, M.E. (2000); Smeltzer, Suzanne, C. (2001)
sianosis
ansietas
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Pada pasien asma akan ditemukan gejala letih, lelah, malaise, ketidak
mampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas,
ketidak mampuan tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, dispnea
pada saat istirahat, atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
b. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan TD,
tachycardia berat, warna kulit / membran mukosa : normal/ cyanosis.
c. Integritas Ego
Pasien ini akan terdapat gejala peningkatan faktor risiko, perubahan
pola hidup, ansietas, ketakutan dan peka rangsang.
d. Makanan / Cairan
Mual / muntah, ketidak mampuan untuk makan karena distress
pernapasan, turgor kulit buruk, berkeringat, oedema dependent.
e. Pernapasan
Napas pendek khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya
sulit napas, rasa tertekan di dada, ketidak mampuan untuk bernapas,
ronkhi, mengi sepanjang area paru atau pada ekspirasi dan kemungkinan.
Selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas,
bunyi pekak pada area paru dan kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4
atau 5 kata sekaligus.
f. Hygiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
g. Keamanan
Riwayat alergi terhadap zat / faktor lingkungan, adanya /
berulangnya infeksi, kemerahan / berkeringat.
h. Seksualitas
Penurunan libido.
i. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, penyakit lama
atau ketidak mampuan membaik, ketidak mampuan untuk membuat /
11
mempertahankan suara karena distress pernapasan, keterbatasan mobilitas
fisik.
j. Penyuluhan / Pembelajaran
Penggunaan / penyalah gunaan obat pernapasan, kesulitan
menghentikan merokok, kegagalan untuk membaik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Inefektif kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
mukus, kekentalan sekresi, dan bronkospasme.
1) Kriteria hasil :
a) Mendemonstrasikan batuk efektif.
b) Mencari posisi yang nyaman untuk memudahkan peningkatan
pertukaran udara.
c) Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
2) Intervensi :
a) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk;
(1) Napas dalam dan perlahan sambil duduk setegak mungkin.
(2) Gunakan napas diafragmatik.
(3) Tahan napas selama 3-5 detik dan kemudian hembusan
sebanyak mungkin melalui mulut (sangkar iga bawah dan
abdomen harus turun).
(4) Ambil napas kedua, tahan dan batuk dari dada (bukan dari
belakang mulut / tenggorokan) dan menggunakan napas pendek,
batuk kuat.
(5) Demonstrasikan pernapasan pursed-lip.
b) Pertahankan hidrasi adekuat : meningkatkan masukan cairan 2
sampai 4 liter per hari bila tidak dikontra indikasi penurunan curah
jantung/gagal ginjal.
c) Auskultasi paru-paru sebelum dan sesudah tindakan.
d) Dorong / berikan perawatan mulut.
3) Rasional :
a) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif, menimbulkan
frustasi.
(1) Duduk tegak menggeser organ abdominal menjauhi paru
memungkinkan ekspansi lebih besar
12
(2) Pernapasan diafragmatik menurunkan frekuensi pernapasan dan
meningkatkan ventilasi alveolar.
(3) & (4) Peningkatan volume udara dalam paru meningkatkan
pengeluaran sekret.
(5) Pernapasan pursed-lip memanjangkan ekshalasi untuk
menurunkan udara yang terperangkap
b) Sekresi kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.
c) Pengkajian ini membantu mengevaluasi keberhasilan tindakan
d) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah
bau mulut. (Carpenito, L.J., 1999 : 131, Doenges, 1999 :166)
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungkan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme broncus), kerusakan alveoli.
1) Hasil yang diharapkan :
a) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat
dengan AGD (Analisa Gas Darah) dalam rentang normal dan bebas
gejala distres pernafasan.
b) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan atau situasi
2) Intervensi keperawatan :
a) Kaji frekwensi kedalaman pernafasan
b) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi
yang mudah untuk bernafas.
c) Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk istirahat tidur
d) Awasi tanda-tanda vital.
3) Rasional
a) Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b) Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi (rujuk pada DK :
bersihan jalan nafas tak efektif).
c) Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi
oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
13
d) Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler. (Doenges
E., 2000 : 168)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia /
mual-muntah.
1) Kriteria hasil :
a) Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
b) Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan/atau mempertahankan berat badan yang tepat.
2) Intervensi :
a) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini
b) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan tempat khusus
untuk sekali pakai dan tisu
c) Berikan makanan porsi kecil tapi sering
d) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat
3) Rasional :
a) Sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.
b) Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegahan utama
terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan
peningkatan kesulitan napas.
c) Membantu untuk meningkatkan kalori total
d) Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas
abdomen dan gerak diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
(Doenges M.E., 2000 : 159)
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak
adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada
lingkungan, proses penyakit kronis, malnutrisi).
1) Kriteria hasil :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko
infeksi.
2) Intervensi :
a) Awasi suhu
b) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
14
c) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
d) Kolaborasi : Berikan antimikrobial sesuai indikasi
3) Rasional :
a) Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi
b) Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
c) Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi.
d) Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kultur dan sensitivitas atau diberikan secara profilaktik
karena resiko tinggi. (Doenges M.E., 2000 : 162)
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan
berhubungan dengan kurang informasi / tak mengenal sumber informasi,
salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan
kognitif.
1) Kriteria hasil :
a) Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
b) Mengidentifkasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses
penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
2) Intervensi :
a) Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu.
b) Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif
dan latihan kondisi umum.
c) Anjurkan menghindari agen sedatif antiansietas kecuali
diresepkan / diberikan oleh dokter mengobatai kondisi pernapasan.
d) Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
e) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi, misal :
udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrim,
serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara, dorong klien /
orang terdekat untuk mencari cara mengontrol faktor ini dan faktor
di rumah. (Doenges M.E., 2000 : 162)
15