Upload
lathifahendy
View
31
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ANS ANS
Citation preview
LONG CASE
FISTULA ENTEROKUTAN LOW TYPE
PEMBIMBING:
dr. Fredy R. Damanik, SpB
PENYUSUN:
Lathiifa Herly Hendy
030.11.164
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
PERIODE 29 JULI 2015 – 12 SEPTEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
BATAM
LEMBAR PENGESAHAN
HALAMAN PENGESAHAN
LONG CASE
FISTULA ENTEROKUTAN LOW TYPE
Oleh :
Lathiifa Herly Hendy
030.11.164
Telah dipresentasikan tanggal :
Tempat : RS Otorita Batam
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing/Penguji
dr. Fredy R. Damanik, SpB
2
BAB I
STATUS BEDAH
Nama Mahasiswa : Lathiifa Herly Hendy Tanda Tangan :
NIM : 030.11.164
Dokter Pembimbing : dr. Fredy R. Damanik, SpB
IDENTITAS PASIEN
Nama : Burhanuddin Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 70 tahun Suku bangsa : Padang
Status perkawinan : Kawin Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang Pendidikan : SMA
Alamat : Tiban II blok CA no. 45 Tanggal Masuk RS : 27 Agustus 2015
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis dan Alloanamnesis
Tanggal : 29 Juli 2015
Pukul : 18.00 WIB
1. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari luka bekas operasi hernia sejak 1
tahun SMRS.
3
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari luka bekas operasi hernia di
pinggang kiri yang dilakukan 4 tahun yang lalu. Cairan yang keluar sedikit-sedikit dan
bergumpal seukuran biji jagung. Cairan berwarna hitam kecoklatan seperti tahi, dan
kadang berwarna kuning kehijauan seperti nanah. Cairan berbau busuk dan keluar
spontan tanpa adanya penekanan dari bekas luka. Luka bekas operasi dirasa pasien tidak
nyeri saat cairan keluar, luka hanya nyeri jika ditekan.
Luka bekas operasi hernia sering meradang sejak 1 tahun setelah operasi. Jika
sedang meradang, luka terlihat terbuka dengan sekitar luka berwarna kemerahan, terasa
hangat, bengkak, dan nyeri nyut-nyutan. Penjalaran nyeri (-), demam (-), keluar cairan
(-), mual (-), muntah (-), gangguan kentut (-), konstipasi (+). Tiap luka meradang pasien
mengobati lukanya ke dokter dan luka akan menutup kembali.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi, kencing manis sejak 4 tahun yang lalu. Tidak dikontrol dan
tidak minum obat teratur.
4. Riwayat penyakit keluarga
Keluhan yang sama seperti pasien tidak ada.
5. Riwayat kebiasaan
Tidak merokok dan minum alkohol.
B. PEMERIKSAAN FISIK
28 Juli 2015
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
4
Tanda Vital : Tekanan darah 150/90 mmHg
: Nadi 70 x/menit, ireguler
: Pernapasan 20 x/menit
: Suhu 36,5o C
Status Generalis
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Normal, septum deviasi (-), sekret (-), mukosa hiperemis (-)
Mulut : OH bagus, lidah tidak kotor
Leher : KGB dan tiroid tidak membesar
Jantung :
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba pulsasi Ictus Cordis di ICS V, 1 cm medial
midklavikularis kiri
Perkusi : Batas atas (ICS III linea parasternalis kiri dengan
suara redup), batas kiri (ICS V, 1 jari medial linea
midklavikula kiri dengan suara redup), batas kanan
(ICS IV linea sternalis kanan dengan suara redup)
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, regular, gallop (-),
murmur (+)
Paru :
5
Inspeksi : Bentuk dada simetris dan pergerakan dada simetris
saat inspirasi dan ekspirasi. Tidak ada bagian yang
tertinggal
Palpasi : Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru,
ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Lesi (+) pada regio iliaka sinistra, datar, simetris
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tidak teraba masa
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) 3 x/menit
Ekstremitas :
Atas : Akral hangat (+/+), Oedema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Oedema (-/-)
Genitalia : Tidak dinilai
Status Lokalis ( Regio Iliaka Sinistra)
Inspeksi : Luka terbuka (+), berukuraan 1 cm
x 1,5 cm sekret berbau (+)
Palpasi : Hangat, oedema (+), NT (+)
Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 3 x/menit
6
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium, 25 Agustus 2015 di Poliklinik Bedah Umum RSOB
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Leukosit 7,67 4 - 11 103/mm3
Trombosit 265 150 – 450 106/mm3
Hb 11,4 11,0 – 16,5 g/dL
Ht 34,0 ↓ 35,0 – 50,0 %
LED 21 ↑ 20 mm/jam
Golongan darah
Ureum 33,8 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 1,2 0,7 – 1,2 mg/dL
Albumin 5,1 3,4 – 4,8g/dL
GDS 80 70 – 140 mg/dL
CT 8’ 4 – 10 ‘
BT 2’ 1 – 7 ‘
Pemeriksaan Urin Lengkap
Hasil dalam batas normal
Foto Rontgen Thoraks AP, 25 Agustus 2015 di Poliklinik Bedah Umum RSOB
Kesan : Pembesaran ventrikel kiri
7
USG Abdomen, 25 Agustus 2015 di Poliklinik Bedah Umum RSOB
Kesan : - Massa pada bekas operasi ; sugestif abses disertai tractus sampai dinding abdomen
- Nefrolithiasis bilateral (batu kecil pada ginjal kiri kanan)
- Pembesaran kelenjar prostat
D. RESUME
Tn. B usia 70 tahun datang ke RSOB dengan keluhan keluar cairan dari luka bekas
operasi hernia di pinggang kiri sejak 1 tahun SMRS. Cairan keluar sedikit-sedikit, spontan,
bergumpal seukuran biji jagung, berwarna coklat kehitaman dan kadang kuning kehijauan,
dan berbau busuk. Luka bekas operasi sering meradang sejak 1 tahun setelah operasi hernia
dan sering konstipasi sejak operasi tersebut. Riwayat hipertensi dan diabetes melitus sejak 4
tahun yang lalu. Tidak kontrol dan tidak minum obat teratur. Pada pemeriksaan fisik tanda
vital didapatkan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik status lokalis a/r iliaka sinistra, terlihat
luka terbuka berukuran 1x1,5 cm, sekret berbau (+), teraba hangat, oedema (+), NT (+). Pada
pemeriksaan laboratorium darah lengkap, didapatkan LED yang sedikit meningkat. Pada
pemeriksaan USG, terdapat kesan massa pada bekas operasi ; sugestif abses disertai tractus
sampai dinding abdomen.
E. DIAGNOSIS KERJA
Fistula enterokutan low type
DIAGNOSIS BANDING
Abses kronis dinding abdomen
F. PENATALAKSANAAN
Penanganan di Rawat Inap RSOB, 27 Juli 2015
Penjadwalan operasi
8
Konsul penyakit dalam
Kontrol jantung
Kontrol anestesi
EKG
Penanganan di Ruang Rawat Inap RSOB, 28 Juli 2015
Antibiotik pre-op Cefoperazone 1 gr
Puasa dari jam
Penanganan 29 Juli 2015
Operasi laparatomi eksplorasi, low anterior resekso, adhesiolisis, gastrointestinal anastomosis,
debridement luka
G. FOLLOW UP KOASS
29 Juli 2015
S : nyeri di lokasi luka, muntah 4x warna hijau, kembung
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD 140/70 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 32x/menit, S : 37,2 o C
Status lokalis (abdomen)
Inspeksi : Datar, luka post-op belum bisa dinilai karena masih terpasang perban,
drain <100 cc berwarna kemerahan
Auskultasi : Bising usus (-)
9
Palpasi : Supel, nyeri tekan di regio kanan bawah
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
A : POD 1 laparatomi eksplorasi, low anterior resekso, adhesiolisis, gastrointestinal
anastomosis, debridement luka
P : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr
- Plasminex 3 x 250 mg
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Dexketoprofen 3 x 50 mg
- Dulcolax 2 x 1 sup
- Observasi tanda vital
- Pemasangan NGT
- Puasa sampai POD 3
30 Juli 2015
S : nyeri di lokasi luka
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD 140/80 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,2 o C
Status lokalis (abdomen)
Inspeksi : Datar, luka post-op belum bisa dinilai karena masih terpasang perban
Auskultasi : Bising usus (+) lemah
10
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : nyeri ketuk (-),
NGT : <50 cc (hanya sebatas selang) berwarna hijau kekuningan
Drain : <100 cc serous berwarna kemerahan
A : POD 2 laparatomi eksplorasi, low anterior resekso, adhesiolisis, gastrointestinal
anastomosis, debridement luka
P : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr
- Plasminex 3 x 250 mg
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Dexketoprofen 3 x 50 mg
- Dulcolax 2 x 1 sup
- Observasi tanda vital
- Pemasangan NGT
- Puasa sampai POD 3
31 Juli 2015
S : nyeri di lokasi luka
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD 150/90 mmHg, N : 72 x/menit, RR : 16x/menit, S : 36,5 o C
Status lokalis (abdomen)
11
Inspeksi : Datar, luka post-op :
- abdomen tengah kering
- abdomen kanan bawah (drain selang) kering, drain 100 cc berwarna kemerahan
- abdomen kanan bawah (drain handscoon) rembesan pus (+)
Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
A : POD 3 laparatomi eksplorasi, low anterior resekso, adhesiolisis, gastrointestinal
anastomosis, debridement luka
P :
Injeksi : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Dexketoprofen 3 x 50 mg
- Pantoprazole 2 x 40 mg
Oral : - Amlodipin 1 x 5 mg
- Hiperil 1 x 5 mg
IVFD : Livamin 500cc/8jam
- Klem NGT, jika tidak kembung boleh aff NGT nanti siang
- Diet teh manis 8 x 15 cc
- GV luka kiri bawah (drain handscoon) dengan NaCl 500cc + gentamicin 2 mg 2x/hari
1 September 2015
S : nyeri di lokasi luka
12
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :140/80 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,9 o C
Status lokalis (abdomen)
Inspeksi : Datar, luka post-op :
- abdomen tengah kering
- abdomen kanan bawah (drain selang) kering, drain 100 cc berwarna kuning
kemerahan
- abdomen kanan bawah (drain handscoon) rembesan pus (+)
Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio perut bawah
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
A : POD 4 laparatomi eksplorasi, low anterior reseksi, adhesiolisis, gastrointestinal
anastomosis, debridement luka
P :
Injeksi : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Dexketoprofen 3 x 50 mg
- Pantoprazole 2 x 40 mg
IVFD : Livamin 500cc/8jam
- Diet bubur sering
13
2 September 2015
S : nyeri di perut bawah dan di luka operasi, gatal-gatal seluruh badan
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :140/80 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,9 o C
Status lokalis (abdomen)
Inspeksi : Datar, luka post-op :
- abdomen tengah basah
- abdomen kanan bawah (drain selang) kering, drain 100 cc berwarna kuning
kemerahan
- abdomen kanan bawah (drain handscoon) rembesan pus (+)
Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio perut bawah
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
A : POD 5 laparatomi eksplorasi, low anterior reseksi, adhesiolisis, gastrointestinal
anastomosis, debridement luka
P :
Injeksi : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Dexketoprofen 3 x 50 mg
- Pantoprazole 2 x 40 mg
Oral : - Amlodipin 1 x 5 mg
14
- Hiperil 1 x 5 mg
IVFD : Livamin 500cc/8jam
3 September 2015
S : nyeri di perut bawah, gatal-gatal seluruh badan
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :140/80 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,9 o C
Status lokalis (abdomen)
Inspeksi : Datar, luka post-op :
- abdomen tengah hiperemis (+), nyeri tekan (+), rembesan pus (+)
- abdomen kanan bawah (drain selang) kering, drain 100 cc berwarna kuning
kemerahan
- abdomen kanan bawah (drain handscoon) rembesan pus (+)
Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio perut bawah
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
A : POD 6 laparatomi eksplorasi, low anterior reseksi, adhesiolisis, gastrointestinal
anastomosis, debridement luka
P :
Injeksi : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr
- Metronidazole 3 x 500 mg
15
- Dexketoprofen 3 x 50 mg
- Pantoprazole 2 x 40 mg
- Ceterizine 2 x 1 gr
Oral : - Amlodipin 1 x 5 mg
- Hiperil 1 x 5 mg
IVFD : Livamin 500cc/8jam
- Diet bubur
- GV 3x/hari dengan cairan aquadest + gentamisin 2 mg
- Mobilisasi jalan
4 September 2015
S : -
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :140/80 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,9 o C
Status lokalis (abdomen)
Inspeksi : Datar, luka post-op :
- abdomen tengah hiperemis, rembesan (-)
- abdomen kanan bawah (drain selang) kering, drain 100 cc berwarna kuning
kemerahan
- abdomen kanan bawah (drain handscoon) rembesan cairan serous (+)
16
Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio perut bawah
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
A : POD 7 laparatomi eksplorasi, low anterior reseksi, adhesiolisis, gastrointestinal
anastomosis, debridement luka
P :
Injeksi : - Cefoperazone 2 x 1,5 gr
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Dexketoprofen 3 x 50 mg
- Pantoprazole 2 x 40 mg
- Ceterizine 2 x 1 gr
Oral : - Amlodipin 1 x 5 mg
- Hiperil 1 x 5 mg
IVFD : Livamin 500cc/8jam
- Diet bubur
- GV 3x/hari dengan cairan aquadest + gentamisin 2 mg
- Mobilisasi jalan
H. PROGNOSIS
17
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
18
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Fistula adalah hubungan abnormal antara suatu saluran dan saluran lain (fistula interna),
atau antara suatu saluran dan dunia luar melalui kulit (fistula eksterna). Menurut penyebabnya
fistula dibagi menjadi fistula bawaan, seperti fistula omfalomesentrikus, dan fistula dapatan.
Fistula dapatan dapat disebabkan oleh radang, seperti fistula perianal pada morbus Crohn, cedera
terutama trauma tajam, keganasan pada usus, dan dapat iatrogenik akibat operasi.(1)
Ada beberapa fistula yang umum ditemukan, yaitu blind fistula, fistula inkomplit, fistula
komplit, dan fistula tapal kuda. Blind fistula merupakan fistula berbentuk tabung yang terbuka
pada salah satu sisi dan sisi lainnya tertutup. Jika fistula ini tidak diobati kan berubah menjadi
fistula komplit. Fistula inkomplit merupakan fistula yang hanya terbuka di eksternal, sedangkan
pada fistula komplit terdapat bukaan lengkap yaitu internal dan eksternal. Fistula tapal kuda
berbentuk U, memiliki dua bukaan eksternal dan internal, dan biasanya ditemukan pada fistel
ani. (2,3)
Fistula Enterokutaneus atau Enterocutaneus Fistula (ECF) adalah adanya hubungan
abnormal yang terjadi antara dua permukaan berepitel yaitu antara saluran cerna dengan kulit,
baik usus besar dengan kulit maupun usus halus dengan kulit. (1,2)
19
Gambar 1. Fistula enterokutan
2.2 Epidemiologi
Fistula enterokutaneus dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi pada
saluran pencernaan. Lebih dari 75% dari semua ECF timbul sebagai komplikasi pasca operasi,
sementara sekitar 15-25% dari pasien ECF adalah pasien dengan post trauma abdomen. Fistula
Enterokutaneus (ECF) juga dapat terjadi spontan dalam kaitannya dengan keganasan, radiasi,
penyakit usus inflamasi, atau kondisi iskemik serta infeksi. Namun Fistula Enterokutaneus (ECF)
yang terjadi spontan memiliki presentase yang kecil. (4,5)
.
2.3 Etiologi dan Klasifikasi
Fistula enterokutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria anatomi, fisiologi dan
etiologi, yaitu sebagai berikut: (1-3)
1. Berdasarkan kriteria anatomi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu fistula internal
dan eksternal. Fistula internal yaitu fistula yang menghubungkan antara dua viscera,
sedangkan fistula eksternal adalah fistula yang menghubungkan antara viscera dengan kulit.
2. Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 3 yaitu high-output,
moderate-output dan low-output.
Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan pengeluaran cairan intestinal ke dunia luar,
dimana cairan tersebut banyak mengandung elektrolit, mineral dan protein sehingga dapat
menyebabkan komplikasi fisiologis yaitu terjadi ketidak-seimbangan elektrolit dan dapat
menyebabkan malnutrisi pada pasien. Fistula dengan high-output apabila pengeluaran cairan
20
intestinal sebanyak > 500ml per hari, moderate-output sebanyak 200-500 ml per hari dan low-
output sebanyak < 200 ml per hari.
3. Berdasarkan kriteria etiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu fistula yang
terjadi secara spontan dan akibat komplikasi post-operasi.
Fistula yang terjadi secara spontan, terjadi sekitar 15-25% dari seluruh fistula
enterokutaneous. Fistula ini dapat disebabkan oleh berbagai hal terutama pada kanker dan
penyakit radang pada usus. Selain itu dapat juga disebabkan oleh radiasi, penyakit
divertikular, appendicitis, dan ulkus perforasi atau iskemi pada usus.
Penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat komplikasi post-operasi
(sebesar 75%) dan ileum merupakan organ paling sering terbentuknya fisula enterokutan.
Faktor penyebab timbulnya fistula enterokutaneous akibat post-operasi dapat disebabkan
oleh faktor pasien dan faktor teknik. Faktor pasien yaitu malnutrisi, infeksi atau sepsis,
anemia, dan hypothermia. Sedangkan faktor teknik yaitu pada tindakan-tindakan preoperasi
maupun intraoperatif. Sebelum dilakukan operasi, harus dievaluasi terlebih dahulu keadaan
nutrisi pasien karena kehilangan 10-15% berat badan, kadar albumin kurang dari 3,0 gr/dL,
rendahnya kadar transferin dan total limfosit dapat meningkatkan resiko terjadinya fistula
enterokutaneous. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat disebabkan oleh kurangnya
vaskularisasi pada daerah operasi, hipotensi sistemik, tekanan berlebih pada anastomosis, dan
membuat anastomosis dari usus yang tidak sehat. Untuk mengurangi resiko timbulnya fistula,
keadaan pasien harus normovolemia / tidak anemis agar aliran oksigen menjadi lebih
optimal. Selain itu pada saat operasi harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah
timbulnya infeksi dan abses yang dapat menimbulkan fistula.
2.4 Manifestasi Klinis
Fistula enterokutan diawali dengan gangguan integritas dari dinding usus yang
menyebabkan bocornya isi usus ke rongga abdomen ataupun permukaan tubuh. Gejala awal
dimulai dari demam dan leukositosis pada hari ke 3 sampai 5 setelah operasi. (6)
21
Pada pemeriksaan fisik didapatkan infeksi pada luka. Diagnosis menjadi jelas jika
didapatkan drainase material usus pada luka di abdomen. Manifestasi lain adalah didapatkannya
abses intraabdomen pada pemeriksaan CT Scan. (6)
Manifestasi klinis pada fistula enterokutan spontan adalah demam, leukositosis, gejala
ileus, dan nyeri di daerah perut atau adanya peritonitis. Gejala ini tipikal didapatkan pada
penyakit peradangan usus. (6)
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus Fistula yaitu sebagai berikut: (6,-8)
a. Test methylen blue
Test ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula enterokutaneous dan
kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk mengetahui fungsi anatomi dan
jarang digunakan pada praktek.
b. USG
USG dapat digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya abses dan penimbunan cairan
pada saluran fistula.
c. Fistulogram
Tehnik ini menggunakan water soluble kontras. Kontras disuntikkan melalui
pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto x-ray. Dengan menggunakan tehnik
pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu : Sumber fistula, jalur fistula, ada-
tidaknya kontinuitas usus, ada-tidaknya obstruksi di bagian distal, keadaan usus yang
berdekatan dengan fistula (striktur, inflamasi) dan ada-tidaknya abses yang berhubungan
dengan fistula.
d. Barium enema
22
Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi lambung, usus halus, dan
kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula seperti penyakit divertikula,
penyakit Crohn's, dan neoplasma.
e. CT scan
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fistula enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu
stabilization, investigation, decision making, definitive therapy, dan healing.
1. Stabilization
Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification, resuscitation, control of sepsis, nutritional
support, control of fistula drainage
a. Identification
Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi pasien dengan fistula
enterokutaneous. Pada minggu pertama postoperasi, pasien menunjukkan tanda-tanda demam
dan prolonged ileus serta terbentuk erythema pada luka. Luka akan terbuka dan terdapat
drainase cairan purulen yang terdiri dari cairan usus. Pasien dapat mengalami malnutrisi yang
disebabkan karena sedikit atau tidak diberikan nutrisi dalam waktu lama. Pasien dapat
menjadi dehidrasi, anemis, dan kadar albumin yang rendah. (5)
b. Resuscitation
Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume sirkulasi. Pada tahap ini,
pemberian kristaloid dibutuhkan untuk memperbaiki volume sirkulasi. Transfusi sel darah
merah dapat meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen dan pemberian infuse albumin
dapat mengembalikan tekanan onkotik plasma.(5)
c. Control of sepsis
Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya sepsis dengan pemberian
obat antibiotik. (5)
23
d. Nutritional support
Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous merupakan komponen
kunci penatalaksanaan pada fase stabilization. Fistula enterokutaneous dapat menimbulkan
malnutrisi pada pasien karena intake nutrisi kurang, hiperkatabolisme akibat sepsis dan
banyaknya komponen usus kaya protein yang keluar melalui fistula. Pasien dengan fistula
enterokutaneous membutuhkan kalori total sebanyak 25-32kcal/kg perhari dengan rasio
kalori-nitrogen 150:1 sampai 200:1, protein minimal 1,5g/kg perhari. Jalur pemberian nutrisi
ini dilakukan melalui parenteral. Selain itu, perlu diberikan elektrolit dan vitamin seperti
vitamin C, vitamin B12, zinc, asam folat. (5)
e. Control of fistula drainage
Terdapat berbagai tehnik yang digunakan untuk managemen drainase fistula yaitu
simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan suction catheter. Selain itu, untuk
mencegah terjadinya maserasi pada kulit akibat cairan fistula, dapat diberikan karaya
powder, stomahesive atau glyserin. Beberapa penulis melaporkan keberhasilan menggunakan
Vacuum Assisted Closure (VAC) system untuk penatalaksanaan fistula enterokutaneous.
Obat-obatan (Somatostatin, Octreotide dan H2 Antagonis) dapat juga diberikan untuk
menghambat sekresi asam lambung, sekresi kelenjar pankreas, usus, dan traktus biliaris. (3,5)
2. Investigation
Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula. Ada beberapa
cara yang dapat dilakukan yaitu: (3,5)
a. Test methylen blue
b. USG
c. Fistulogram
d. Barium enema
e. CT scan
3. Decision
24
Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam 4-6 minggu pada pasien
dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari sepsis. Penutupan spontan dapat terjadi
pada sekitar 30% kasus. Fistula yang terdapat pada lambung, ileum, dan ligamentum of Treiz
memiliki kemampuan yang rendah untuk menutup secara spontan. Hal ini berlaku juga pada
fistula dengan keadaan terdapat abses besar, traktus fistula yang pendek, striktur usus,
diskontinuitas usus, dan obstruksi distal. Pada kasus-kasus tersebut, apabila fistula tidak
menutup (output tidak berkurang) setelah 4 minggu, maka dapat direncanakan untuk
melakukan operasi reseksi. Pada rencana melakukan tidakan operasi, ahli bedah harus
mempertimbangkan untuk menjaga keseimbangan nutrisi dengan memberikan nutrisi secara
adekuat, kemungkinan terjadinya penutupan spontan dan tehnik-tehnik operasi yang akan
digunakan. (5)
4. Definitive therapy
Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula enterokutaneous yang
tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan yang tepat. Sebelumnya, pasien harus
dalam kondisi nutrisi yang optimal dan terbebas dari sepsis. (3,5)
Pada saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru. Insisi secara transversal
pada abdomen di daerah yang terbebas dari perlekatan. Tujuan tindakan operasi selanjutnya
adalah membebaskan usus sampai rektum dari ligamentum Treiz. Kemudian melakukan
eksplorasi pada usus untuk menemukan seluruh abses dan sumber obstruksi untuk mencegah
kegagalan dalam melakukan anastomosis. (3,5)
Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada segmen tersebut
merupakan tindakan yang tepat. Pada kasus-kasus yang berat, dapat digunakan tehnik
exteriorization, bypass, Roux-en-Y drainase, dan serosal patches. Namun tindakan- tindakan
tersebut tidak menjamin hasil yang optimal. Berbagai kreasi seperti two-layer, interrupted,
end-to-end anastomosis menggunakan segmen usus yang sehat dapat meningkatkan
kemungikan anastomosis yang aman.(3,5)
5. Healing
25
Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian nutrisi harus terus
dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan penutupan dinding abdomen.
Tahap penyembuhan (terutama pada kasus postoperasi) ini membutuhkan keseimbangan
nitrogen, pemberian kalori dan protein yang adekuat untuk meningkatkan proses
penyembuhan dan penutupan luka. (5)
2.7 Komplikasi
Trias klasik untuk komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh fistula enterokutaneous, yaitu
sepsis, malnutrisi, serta berkurangnya elektrolit dan cairan tubuh. Fistula dapat menimbulkan
abses lokal, infeksi jaringan, peritonitis hingga sepsis. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat
meningkatkan pengeluaran isi usus yang kaya akan protein dan cairan tubuh serta elektrolit
sehingga dapat menimbulkan malnutrisi dan berkurangnya kadar elektrolit dan cairan tubuh.
Pemberian nutrisi parenteral sangat diperlukan, karena dapat meningkatkan penutupan fistula
secara spontan. Pada pasien yang membutuhkan penutupan fistula dengan operasi, nutrisi
parenteral dapat meningkatkan status nutrisi sehingga dapat mempertahankan kontinuitas usus
dengan cara meningkatkan proses penyembuhan luka dan meningkatkan sistem imun. (5,6)
2.7 Prognosis
Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan mortalitas sebesar 10-15%, lebih banyak
disebabkan karena sepsis. Namun, sebanyak 50% kasus fistula dapat menutup secara spontan.
Faktor-faktor yang dapat menghambat penutupan spontan fistula yaitu FRIEND (Foreign body
didalam traktus fistula, radiasi enteritis, Infeksi/inflamasi pada sumber fistula, Epithelisasi pada
traktus fistula, Neoplasma pada sumber fistula, Distal obstruction pada usus). Tindakan
pembedahan dapat menyebabkan lebih dari 50% morbiditas pada pasien dan 10% dapat kambuh
kembali. (7-9)
DAFTAR PUSTAKA
26
1. De Jong W, R. Sjamsuhidaayat. Buku Ajar Ilmu Bedah ed. 3. Jakarta: EGC. 2010,
752
2. Dorland W.A.N. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC. 2002, h. 84
3. Kozell K and Martin L., 1999. Managing the Challenges of Enterocutaneous Fistula.
Available from www.cawc.net/open/wcc/1-1/Kozell.pdf p. 10-14
4. Amato J., 2005. Enterocutaneous Fistula. Available from
http://74.125.153.132/search? q=cache
:7TAvijyGRV0J:www.mssurg.net/Team5Conferences/2005-6/Enterocutaneous %
2520 Fistula%2520-%25203.pdf+ enterocutaneous+fistula+john+ amato&cd=1&hl=
id&ct= clnk&gl =id&client=firefox-a. p. 95-98
5. Evenson A. R et al., 2006. Current Management of Enterocutaneous Fistula.
Available from http://www.ptolemy.ca /members/archives/
2006/Fistula/evenson2006.pdf. (Download : 8 Juni 2009) p. 455-463
6. John L Cameron, Andrew M Cameron. Current: Surgical Therapy ed: 11. Elsevier
Saunders. 2014. P 142-145.
7. Thompsom M.J and Epanomeritakis E., 2008. An Accountable Fistula Management
Treatment Plan. Available from : http://www.eakin.co.uk/ Uploads/ Docs/An_
Accountable _Fistula_Management_Treatment_Plan_BJN.pdf. (Download : 16 Juni
2009) p. 434-439
8. Edward E.W et al. Small Intestine. In : Charles F., Bronicardi et al. Swartz-Principle
of Surgery. McGraw-Hill. p. 1037-1038
9. Stein D. E. 2008. Intestinal Fistulas. Available from http://emedicine.medscape.
com/article/179444-diagnosis
27