Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
������
����� �������
��
��
���������
�����������
TIM EDITOR :Rino Alvani Gani
Irsan HasanC. Rinaldi A. Lesmana
PERHIMPUNAN PENELITI HATI INDONESIA
THE 12TH LIVER UPDATEAND THE ANNUAL SCIENTIFIC MEETING OF INA ASL/PPHI
2019
NASKAH LENGKAPNASKAH
LENG
KAP THE 12
TH LIVER U
PDATE
AND
THE AN
NU
AL SCIENTIFIC M
EETING
OF IN
A ASL/PPHI 2019
cover bk Liver 2019.indd 2 8/23/2019 11:43:34 AM
NASKAH LENGKAP
The 12th Liver Update and
The Annual Scientific Meeting
of INA ASL/PPHI 2019Theme
“Comprehensive Management
in Hepatobiliary Disorders & Related Disease”
TIM EDITORRino Alvani Gani
Irsan Hasan
C. Rinaldi A. Lesmana
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia
Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta
21st-23rd March, 2019
Naskah Lengkap
The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019 Theme: “Comprehensive Management in Hepatobiliary Disorders & Related Disease”
Susunan Panitia:Penasehat: Irsan HasanKetua Liver Update: Rino Alvani GaniBendahara: Andri Sanityoso
Reviewer: Rino Alvani Gani
Tim Editor:Rino Alvani GaniIrsan HasanC. Rinaldi A. Lesmana
150 x 230 mm
ISBN 978-602-53358-1-5
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang:Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun tanpa seizin penulis dan penerbit
Diterbitkan oleh:Perhimpunan Peneliti Hati IndonesiaGedung Wisma Bhakti Mulya Lt. 6 Ruang 602Jl. Kramat Raya No. 160Jakarta 10430
xiv The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019
Lunch Symposium 4: Risk and Benefit Using Sofosbuvir-based Regimen
Hemodialisys Patients Treated for Hepatitis C Using Sofosbuvir Based Regimen Poernomo Boedi Setiawan .......................................................................................... 289
Hepatocellular Carcinoma Risk Following Direct Acting Antiviral HCV Therapy Rino Alvani Gani, Sheila Rizky Melati ........................................................................... 291
Symposium 10: Bleeding in Liver Cirrhosis: Strategy Approach in Clinical Practice
Peptic Ulcer Bleeding and Impact of Long-Term PPI Therapy in Liver Cirrhosis Fauzi Yusuf ................................................................................................................. 297
Pre-Procedural Bleeding Prevention in Liver Cirrhosis Patients Fadah Akil ................................................................................................................... 305
Bleeding Post ERCP Papillotomy in Liver Cirrhosis C. Rinaldi A. Lesmana, Meudia Syahidah ..................................................................... 310
Symposium 11: Clinical Approach in Acute on Chronic Liver Failure (ACLF)
Juferdy Kurniawan, Meudia Syahidah ......................................................................... 316
Liver Transplantation for Acute-on-Chronic Liver Failure Albert Chan ................................................................................................................ 320
Symposium 12: Bacterial and Fungal Infection in Liver Disease
The Use of Anidulafungin as Antifungal Therapy in Liver Failure Rino Alvani Gani, Sheila Rizky Melati ........................................................................... 322
Intra-Abdominal Infection: New Concept in Clinical Practice C. Rinaldi A. Lesmana, Meudia Syahidah ..................................................................... 331
Symposium 13: Update on Non Alcoholic Fatty Liver Disease
Evaluasi dan Monitoring Progresi Fibrosis Hati Terkini Andri Sanityoso Sulaiman, Stefanus Satrio Ranty ........................................................ 343
The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019 343
SYMPOSIUM 13Evaluasi dan Monitoring Progresi
Fibrosis Hati Terkini
Andri Sanityoso Sulaiman, Stefanus Satrio Ranty
Divisi Hepatobilier, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Fibrosis dan sirosis hati merupakan bagian dari progresi penyakit hati kronik yang menjadi masalah kesehatan yang sangat penting, menjadi faktor prognostik utama dengan komplikasi terkait. Diagnosis dini dan pemantauan berkala penyakit hati kronik sangat diperlukan. Modalitas yang ada saat ini terdiri dari metode invasif (biopsi hati) dan non-invasif, di mana biopsi hati menjadi baku emas. Meskipun demikian, sifatnya yang invasif, risiko terjadinya sampling error maupun komplikasi mendorong munculnya modalitas non-invasif, yang terdiri atas penanda serum dan teknik imaging. Banyak studi menilai kemampuan modalitas ini dan menunjukkan kemampuan diagnostik yang sangat baik, khususnya pada fibrosis signifikan dan sirosis hati. Makalah ini menilai kemampuan antar modalitas diagnostik non-invasif serta perannya dalam diagnostik, monitoring, maupun memprediksi komplikasi yang dapat muncul dari fibrosis dan sirosis hati.
Kata Kunci: fibrosis hati, sirosis hati, penanda serum, biopsi hati, teknik imaging.
Pendahuluan
Fibrosis dan sirosis hati telah menjadi masalah kesehatan global yang sangat penting.1 Penyakit hati kronik akan mengalami progresi menjadi fibrosis hati.2 Fibrosis hati menjadi salah satu faktor prognostik utama, berkorelasi dengan risiko sirosis dan komplikasi yang terkait, seperti hipertensi porta, dan terjadinya karsinoma hepatoseluler (KHS).2-
Andri Sanityoso Sulaiman, Stefanus Satrio Ranty
344 The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019
4 Angka mortalitas dan morbiditas meningkat eksponensial ketika fibrosis berkembang menjadi sirosis.1 Tatalaksana fibrosis hati kini berpusat pada reversibilitas dari fibrosis dan regresi sirosis.4 Karenanya, pemantauan dan evaluasi dari progresi fibrosis hati dititikberatkan pada kemampuan dalam mendeteksi fibrosis signifikan atau pun sirosis.3, 4 Hingga saat ini terdapat dua modalitas diagnostik yang dapat digunakan untuk memantau progresi tersebut, yaitu biopsi hati, sebuah tindakan invasif yang menjadi baku emas, dan tindakan non-invasif/less invasive, yang kemudian terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu pemeriksaan dengan menggunakan serum (serum biomarker) dan pemeriksaan imaging.2, 4, 5
Pemeriksaan non-invasif menjadi pilihan utama saat ini, mengingat tindakan biopsi hati sering kali sulit digunakan untuk pemantauan, serta adanya kemungkinan komplikasi, sampling error, maupun variabilitas inter-observer.1, 3, 6 Moda diagnostik non-invasif yang ideal diharapkan spesifik, mudah digunakan, handal, dan murah.1 Pemantauan non-invasif lebih mudah, memiliki komplikasi yang sedikit, dapat digunakan sebagai pemantauan dan memiliki akurasi diagnostik yang baik. Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan pemeriksaan ini menghasilkan pilihan moda diagnostik non-invasif yang beragam, baik pemeriksaan serum biomarker maupun imaging. Makalah ini akan membahas pilihan non-invasif apa saja yang tersedia untuk berbagai etiologi fibrosis hati.
Mekanisme Fibrosis Hati
Fibrosis hati merupakan hasil proses pengrusakan dan peneymbuhan jaringan hati yang berlangsung terus menerus. Setelah kerusakan jaringan hati akut, sel parenkim mengalami regenerasi dan menggantikan jaringan nekrotik, maupun sel yang mengalami apoptosis.1 Proses ini berhubungan dengan respons inflamasi jaringan hati dan deposisi dari matriks ekstraseluler pada parenkim hati. Bila proses kerusakan ini berlangsung terus menerus, kemampuan regenerasi hati akan gagal, dan hepatosit akan digantikan oleh matriks tersebut, termasuk jaringan kolagen.1 Hasil akhir dari penggantian matriks tersebut adalah sirosis, di mana hal inidapat terjadi dalam waktu yang bervariasi, umumnya 20-40 tahun, bergantung kepada faktor genetik dan lingkungan.1
Evaluasi dan Monitoring Progresi Fibrosis Hati Terkini
The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019 345
Penumpukan matriks ekstraseluler yang melebihi degradasinya menyebabkan penebalan progresif septa fibrosis dan cross-linking kimia dari kolagen.1 Komposisi matriks ekstraseluler menstimulasi fibrogenesis.1 Akumulasi matriks ini pada akhirnya akan mengganggu pertukaran metabolic antara darah pada pembuluh darah porta dan hepatosit.1 Jaringan parut yang terbentuk dari fibrosis hati mengandung kolagen tipe I yang lebih tinggi dibandingkan matriks normal.1 Supresi matriks metalloproteinase (MMP) yang berfungsi untuk menekan produksi matriks ekstraseluler juga jelas terlihat pada fibrosis hati, akibat adanya ekspresi berlebihan dari tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMPs).1 Homeostasis matriks ekstraseluler sangat bergantung pada MMP dan TIMPs ini, sehingga derajat ekspresi TIMP berkorelasi pada derajat fibrosis.1 Peningkatan komponen dari MMP juga dapat digunakan untuk derajat fibrosis, khususnya MMP-2 meningkatkan fibrosis pada awal peningkatan MMP secara keseluruhan.1
Komponen matriks ekstraseluler memiliki kemampuan mengatur aktivitas seluler dan ketersediaan growth factor. Selain itu sitokin/kemokin, dan radikal bebas berperan penting dalam progresi maupun regresi dari fibrosis hati. Komponen inilah yang kemudian digunakan sebagai modalitas non-invasif untuk menilai derajat fibrosis hati, yaitu penanda serum direk. Beberapa penanda/marker yang digunakan antara lain dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Penanda Direk Perubahan Matriks Ekstraseluler pada Fibrosis Hati3, 4
Penanda deposisi Penanda degradasi Belum diketahui
Procollagen I C-terminal Procollagen IV c peptide Asam hyaluronic
Procollagen III N-terminal Procollagen IV N peptie Laminin
Tenascin Collagen IV YKL-40
TIMPs Undulin
TGF-Beta MMPs
Modalitas Pemantauan Fibrosis Hati Invasif
Biopsi hati merupakan pemeriksaan yang paling spesifik untuk menilai fungsi dan derajat beratnya kerusakan hati, juga dapat digunakan untuk
Andri Sanityoso Sulaiman, Stefanus Satrio Ranty
346 The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019
pemantauan.1, 3 Ukuran spesimen biopsi hati yang hanya mewakili 1:50.000 total massa hepar membuat penemuan histologi spesimen biopsi tidak dapat mewakili proses patologi yang terjadi. Meskipun demikian, penyakit hati kronik yang disebabkan oleh virus hepatitis, autoimun, maupun nonalcoholic steatohepatitis (NASH) pada umumnya merusak jaringan hepar dalam pola yang uniform.1
Biopsi hati diindikasikan pada beberapa kondisi (tabel 2), dengan ketentuan berukuran panjang minimal 20 mm dan diameter 1,4 mm, mengandung setidaknya 11 portal.1 Kontraindikasi relatif biopsi hati adalah anemia berat, peritonitis, asites, obstruksi bilier letak tinggi, dan efusi pleura kanan.1 Sementara itu, kontraindikasi absolut tindakan ini adalah ketidakmampuan pasien untuk diam dan mengikuti perintah untuk mengatur napas saat prosedur, adanya kecurigaan lesi vaskuler, gangguan koagulasi (INR >1.2 meskipun mendapat vitamin K, bleeding time >10 menit) dan trombositopenia berat (<50.000/ml).1
Pemeriksaan histopatologi yang dilakukan selanjutnya merupakan pemeriksaan yang memungkinkan adanya variasi persetujuan intra-observer maupun inter-observer.1, 4 Penilaian itu kemudian dimasukkan ke dalam sistem skoring.1 Beberapa sistem skoring semikuantitatif digunakan untuk menilai aktivitas kerusakan jaringan hati, dengan Ishak score dan Metavir yang paling banyak digunakan.1 Beberapa skor yang digunakan lain berupa Knodel score, yang banyak digunakan pada berbagai penelitian terkait tatalaksana infeksi virus hepatitis C kronik. Sistem skor yang lain, Scheuer, merupakan sistem skor yang mudah untuk membedakan inflamasi nekrotik dari fibrosis.1 Modifikasi dari Scheuer, Batts-Ludwig, dapat digunakan untuk etiologi virus hepatitis dan hepatitis autoimun, digunakan pada situasi klinis sehari-hari.1 Meskipun menjadi baku emas, namun biopsi hati merupakan tindakan invasif, mahal dan memiiki kemungkinan terjadinya error.4Keunggulan dan kelemahan tindakan biopsi hati dapat dilihat pada tabel 2.
Modalitas Non-Invasif untuk Fibrosis Hati
Adanya keterbatasan biopsi hati mendorong munculnya berbagai modalitas non-invasif untuk menilai derajat fibrosis hati dan sirosis hati.
Evaluasi dan Monitoring Progresi Fibrosis Hati Terkini
The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019 347
Modalitas non-invasif ini secara garis besar dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu biomarker/penanda serum, mendeteksi baik penanda direk maupun indirek (tabel 1), dan teknik imaging (ultrasonografi, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan transient elastography (TE)).3,
4 Biomarker serum mengindikasikan derajat fibrosis, sedangkan teknik imaging menilai gambaran anatomi dari parenkim hati.3 Target pemantauan fibrosis hati adalah untuk mendeteksi adanya fibrosis signifikan (METAVIR,
(selain hepatitis C), dan deteksi sirosis hati (METAVIR, F4, atau Ishak, 5-6) untuk monitoring komplikasi terkait hipertensi porta dan skrining berkala karsinoma hepatoseluler (KHS).3 Selain itu, pemantauan fibrosis hati juga digunakan untuk menilai waktu dimulainya terapi antivirus pada kerusakan hati akibat virus hepatitis, khususnya dengan etiologi virus hepatitis B, maupun koinfeksi HIV (human immunodeficiency virus) dan hepatitis C kronik.3 Nilai AUC (area under the curve) yang diharapkan pada setiap modalitas non-invasif ini adalah> 0.9 untuk fibrosis signifikan, dengan nilai
1, 5
Biomarker Serum
Banyak biomarker serum yang saat ini dikembangkan untuk menilai derajat fibrosis hati, mayoritas untuk pasien hepatitis C, mengingat banyaknya penelitian dengan etiologi tersebut (tabel 3). Pemeriksaan penanda serum ini memiliki kemampuan inter-laboratory reproducibility yang baik, sangat mudah diterapkan, dan dapat digunakan di seluruh dunia, khususnya untuk yang tidak dipatenkan.3 Meskipun demikian, kelemahan dari penanda serum ini adalah tidak ada yang spesifik untuk hati, dan hasil dari pemeriksaan tersebut dapat bervariasi, tergantung dari pengeluaran dan eksresi dari masing-masing pasien, seperti peningkatan hialuronat dapat dijumpai pada kondisi post-prandial, atau pada pasien berusia tua dengan inflamasi kronik.3, 4 Penanda serum dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu direk dan indirek, di mana biomarker direk merupakan komponen yang terlibat langsung terhadap turnover matriks ekstraseluler.1, 5, 6 Pada penggunaan penanda indirek, seringkali diragukan, seperti SGOT, yang dapat meningkat pada kondisi lain.1, 3 Interpretasi penanda serum ini membutuhkan analisis mendalam untuk menghindari terjadinya positif atau negatif palsu.3
Andri Sanityoso Sulaiman, Stefanus Satrio Ranty
348 The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019
`Performa diagnostik penanda serum dalam mendeteksi fibrosis dan sirosis telah banyak diteliti. Secara umum, penanda biologis memiliki tingkat akurasi yang lebih rendah dalam mendeteksi fibrosis derajat sedang, dibandingkan dengan sirosis.1, 3 Pemeriksaan yang paling banyak dipakai adalah APRI dan Fibrotest ®, khususnya dengan etiologi virus hepatitis C, dalam mendeteksi fibrosis signifikan dan sirosis (AUC: 0.77 dan 0.84 untuk APRI dan AUC: 0.79 dan 0.86 untuk Fibrotest®).3 Sementara itu, nilai AUC APRI untuk hepatitis B adalah 0.79 dan 0.75 pada derajat fibrosis signifikan dan sirosis.3 Pada pasien koinfeksi hepatitis C dan HIV, nilai penanda serum ini, khususnya yang tidak memiliki paten, lebih rendah tingkat akurasinya dalam menilai derajat fibrosis, tetapi tidak sirosis.3 NAFLD Fibrosis Score merupakan skor penanda serum yang paling banyak diteliti pada pasien dengan NAFLD, dan telah divalidasi. Pemeriksaan ini memiliki nilai diagnostik yang lebih baik pada populasi Kaukasia, dibandingkan Asia.3
Salah satu penanda serum yang baru diteliti adalah 90K/Mac-2 binding protein (M2BP), glikoprotein yang terdapat pada matrike ekstraleluler, dan meningkat pada beberapa tumor dan pada pasien dengan infeksi virus.2 Pada fibrosis hati, sel stelata hati memproduksi M2BPGi, yang berperan sebagai messenger kepada sel Kupffer yang pada akhirnya mendorong progresi fibrosis.2 Penanda ini menandakan aktivasi sel stelata hati, berbeda dengan kolagen.2 Penanda ini diukur dengan immunoassay, menggunakan antibodi anti-WFA dan anti-M2BP, lalu dimasukkan ke dalam mesin immunoanalyzer. Beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan M2BPGi merupakan predictor yang paling tepat untuk menilai fibrosis berat atau pun sirosis hati,dibandingkan dengan FIB-4, APRI, HA dan kolagen tipe IV. Selain virus hepatitis, NAFLD, primary biliary cirrhosis, atresia bilier, dan hepatitis autoimun.2 Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan terapi hepatitis C kronik, di mana terjadi penurunan signifikan pasca terapi hepatitis C.2
M2BPGi ini juga memiliki korelasi yang kuat dengan parameter non-invasif lainnya, seperti alfa-fetoprotein (AFP), albumin, SGOT, trombosit, bilirubin total, dan umur. Korelasinya juga baik dengan skor Child-Pugh dan skor MELD.2 Selain hepatitis C, M2BPGi juga dapat digunakan untuk
Evaluasi dan Monitoring Progresi Fibrosis Hati Terkini
The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019 349
memprediksi kemungkinan serokonversi HBeAg pada infeksi hepatitis B kronik, di mana nilai >1.55 COI merupakan prediktor buruk untuk terjadinya serokonversi.2 Studi yang dilakukan oleh Mak, et.al. menunjukkan M2BPGi
7 Studi dilakukan terhadap 327 pasien hepatitis B kronik yang mendapatkan terapi antivirus, di mana didapatkan nilai titik potong yang optimal 0.26, 0.34, 0.57, dan 1.21 untuk deraat fibrosis F0-1, F2, F3, dan F5. Pada titik potong 0.25, 0.45, dan 0.96 didapatkan AUC sebesar 0.653, 0.795,
7 M2BPGi 7
untuk mengalami HCC sebesar 77%, sedangkan pada nilai 1-4 memiliki angka insiden kumulatif sebesar 31.6%.2 Meskipun M2BPGi memiliki nilai diagnostik yang baik, penanda ini juga meningkat pada kondisi fibrosis organ lain, seperti idiopathic pulmonary fibrosis dan pankreatitis kronik.2
Tabel 2. Indikasi, Pro dan Kontra Tindakan Biopsi Hepar1, 5
Indikasi Diagnosis, menilai derajat hepatitis B kronik, hepatitis C kronik, alcoholic
liver disease, nonalcoholic steatohepatitis (NASH) maupun hepatitis
autoimun
Diagnosis kelainan zat besi (hemokromatosis, Wilson’s disease)
Evaluasi penyakit hati kolestatik, primary biliary cirrhosis, dan primary sclerosing cholangitisEvaluasi nilai abnormal pemeriksaan biokimia hati, di mana pemeriksaan
serological tidak konklusif
Monitoring regimen obat hepatotoksik
Diagnosis massa hepar
Status pendonor hati sebelum transplantasi
Evaluasi penyakit sistemik
Hepatosplenomegali karena sebab yang tidak jelas
Andri Sanityoso Sulaiman, Stefanus Satrio Ranty
350 The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019
Pro Baku emas untuk menilai fibrosis
Observasi langsung dan penilaian kuantitatif terhadap derajat fibrosis,
inflamasi dan steatosis
Derajat yang berbeda akibat sistem skoring yang berbeda
Mendiagnosis berbagai bentuk penyakit hepar
Menilai progresi penyakit hati maupun efek dari tatalaksana yang
diberikan
Baku emas untuk menilai fibrosis
Observasi langsung dan penilaian kuantitatif terhadap derajat fibrosis,
inflamasi dan steatosis
Derajat yang berbeda akibat sistem skoring yang berbeda
Mendiagnosis berbagai bentuk penyakit hepar
Menilai progresi penyakit hati maupun efek dari tatalaksana yang
diberikan
Kontra Tindakan invasif
Variabilitas sampling/evaluasi bagian yang sangat kecil dari organ hepar
secara keseluruhan (1:50.000)
Variabilitas intra- dan inter- observer
Tidak cocok digunakan untuk pemeriksaan berulang
Risiko komplikasi, morbiditas dan mortalitas
Biaya tinggi
Tabel 3. Penanda Biologis Serum untuk Menilai Derajat Fibrosis dan Sirosis Hati dari berbagai Etiologi
Hepatitis B
Hui score = 3.148 + 0.167 x indeks massa tubuh + 0.088 x bilirubin - 0.151 x albumin -
0.019 x trombosit
Zeng score = -13.995 + 3.220 log(α-2-macroglobulin) + 3.096 log(usia) + 2.254
log(GGT) + 2.437 log(hyaluronate)
HIV-Hepatitis C
FIB-4 = umur (tahun) x SGOT [U/L]/(trombosit[109 /L] x (SGPT [U/L])1/2
SHASTA index = -3.84 + 1.70 (1 if HA 41-85 ng/ml, 0 otherwise) + 3.28 (1 if HA >85 ng/
ml, 0 otherwise) + 1.58 (albumin 60 IU/L, 0 otherwise)
Evaluasi dan Monitoring Progresi Fibrosis Hati Terkini
The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019 351
NAFLD
NAFLD Fibrosis Score (NFS) = (-1.675 + 0.037 x umur (tahun) + 0.094 x IMT (kg/m2) +
1.13 x IFG/diabetes (ya = 1, tidak = 0) + 0.99 x ratio SGOT/PT - 0.013 x trombosit (x109
/L) - 0.66 x albumin [g/dl])
BARD score (IMT ≥28 = 1; ratio SGOT/PT ≥0.8 = 2; diabetes = 1; skor ≥2, odds ratio for advanced fibrosis = 17)
Hepatitis C
Fibrotest® (Biopredictive, Paris, France): kombinasi g α-2-macroglobulin, γGT,
apolipoprotein A1, haptoglobin, bilirubin total, usia dan jenis kelamin
Forns Index = 7.811 - 3.131 x ln(trombosit) + 0.781 x ln(GGT) + 3.467 x ln(usia) - 0.014
x (kolesterol)
AST to Platelet Ratio (APRI) = SGOT(/ULN)/trombosit(109 /L) x 100
FibroSpectII® (Promotheus Laboratory Inc, San Diego, USA) kombinasi α-2-
macroglobulin, hyaluronate dan TIMP-1
MP3 = 0.5903 x log(PIIINP [ng/ml]) - 0.1749 x log(MMP-1 [ng/ml])
Enhanced Liver Fibrosis score® (ELF) (Siemens Healthcare, Erlangen, Germany)
kombinasi usia, hyaluronate, MMP-3 dan TIMP-1
Fibrosis Probability Index (FPI) = 10.929 + (1.827 x Ln[AST]) + (0.081 x usia) + (0.768 x
riwayat penggunaan alkohol*) + (0.385 x HOMA-IR) - (0.447 x kolesterol)
Hepascore® (PathWest, University of Western Australia, Australia) kombinasi bilirubin,
γGT, hyaluronate, α-2- macroglobulin, usia dan jenis kelamin
Fibrometer® (Echosens, Paris, France) kombinasi trombosit, PT, SGOT, α-2-
macroglobulin, hyaluronate, ureum dan usia
Lok index = -5.56 - 0.0089 x trombosit (103 /mm3 ) + 1.26 x AST/ALT ratio = 5.27 x INR
Gotebörg University Cirrhosis Index (GUCI) = AST x prothrombin - INR x 100/
trombosit
Virahep-C model = -5.17 + 0.20 x ras + 0.07 x usia (tahun) + 1.19 ln(SGOT [IU/L]) - 1.76
ln(trombosit [103 /ml]) + 1.38 ln(ALP [IU/L])
Fibroindex = 1.738 - 0.064 x (trombosit [104 /mm3 ]) + 0.005 x (AST [IU/L]) + 0.463 x
(gamma globulin [g/dl])
HALT-C model = -3.66 - 0.00995 x trombosit (103 /ml) + 0.008 x serum TIMP-1 + 1.42 x
log(hyaluronate)
Pemeriksaan Liver StiffnessElastrografi Transien (ET)
Andri Sanityoso Sulaiman, Stefanus Satrio Ranty
352 The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019
Pemeriksaan ini dikembangkan oleh Echosens dengan nama Fibroscan ® yang menilai kecepatan frekuensi gelombang suara 50 Hz yang dipancarkan dan dipantulkan kembali oleh jaringan hati.3, 5 Hasil didapatkan dalam bentuk kilopascal (kPa), dengan nilai normal berkisar pada 5 kPa, dengan rentang nilai 2.5-75 kPa.3, 6 Nilai yang diperoleh kemudian dicocokkan ke dalam rentang nilai, sesuai dengan etiologi, dan akan didapatkan derajat fibrosis.3 Pemeriksaan ini memiliki keunggulan berupa waktu yang singkat, pemeriksaan yang mudah, telah divalidasi, dan memiliki nilai prognostik pada sirosis hati.3 Pemeriksaan ini direkomendasikan sebagai bagian dari guidelineEuropean Association for the Study of the Liver (EASL) dan Asian-Pacific Association for the Study of the Liver (APASL) untuk memonitor progresifitas penyakit hati kronik.4 Meskipun demikian, alat ini memiliki kemampuan membedakan berbagai derajat fibrosis sedang yang rendah, membutuhkan biaya peralatan yang mahal, dan kemungkinan adanya positif palsu pada hepatitis akut dan kongesti hati.3 Alat ini memiliki nilai diagnostik yang lebih tinggi untuk menilai fibrosis signifikan dan sirosis.4 Kesulitan pada pemeriksaan ini adalah pada pasien obesitas, di mana dibutuhkan probe yang berbeda, asites, dan pasien dengan sela iga yang sempit.3, 4
Telah banyak penelitian dilakukan untuk menilai kemampuan diagnostik alat ini dalam mendeteksi fibrosis signifikan dan sirosis.3 Secara umum,
dan 0,83, sementara spesifisitas mencapai 0.78, 0.86, dan 0.89 pada pasien hepatitis B kronik maupun hepatitis C kronik.4 Studi yang ada telah menilai kemampuan alat ini pada pasien dengan hepatitis B maupun hepatitis C kronik, dan didapatkan nilai yang overlap, khususnya pada derajat fibrosis yang rendah.3 Meskipun demikian, ET terbukti menjadi alat yang handal dalam menyingkirkan kemungkinan sirosis, dengan nilai negative predictive value 96% dan positive predictive value 74%.3, 5 Nilai AUC ET dalam mendiagosis sirosis hati mencapai 0.99, lebih tinggi dibandingkan kemampuannya dalam mendiagnosis fibrosis signifikan (0.65-0.97).3 Penelitian ini juga dilakukan pada populasi NAFLD, meski dengan beberapa keterbatasan, juga menunjukkan hasil serupa, di mana ditemukan kemampuan yang sangat baik dalam mendiagnosis sirosis.3
Evaluasi dan Monitoring Progresi Fibrosis Hati Terkini
The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019 353
Beberapa penelitian membandingkan penanda serum dengan ET dan didapatkan performa yang ekuivalen dalam mendeteksi fibrosis signifikan pada pasien dengan virus hepatitis, namun ET menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mendeteksi sirosis hati.3 Meskipun demikian kemampuan aplikabilitas ET yang lebih rendah dibandingkan penanda serum.3 Baik ET maupun penanda serum kemudian digunakan dalam algoritme untuk mendiagnosis sirosis, baik pada pasien dengan etiologi virus hepatitis B maupun virus hepatitis C (gambar 1 dan 2).1, 8
Komparasi ini pun dilakukan pula terhadap penanda serum terbaru, M2BPGi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Xu, et al. terhadap 680 pasien dengan hepatitis C kronik dan 164 kontrol menunjukkan penanda biomarker ini memiliki performa yang ekuivalen dengan ET.9 Pada studi ini, penanda ini juga dibandingkan dengan modalitas non-diagnostik lain, seperti APRI dan
0.774 dan 0.892, dengan titik potong 0.945 dan 1.355. Dibandingkan dengan FIB-4 dan APRI, nilai AUC M2BPGi lebih baik secara signifikan. Hal yang sama juga ditemukan dalam mendiagnosis sirosis, namun hanya ditemukan superioritas dibandingkan dengan FIB-4, dan ekuivalen dengan APRI.9
Pemeriksaan Imaging Lain
Pemeriksaan imaging lain yang banyak digunakan adalah pSWE (point shear wave elastography) yang dikembangkan oleh Siemens, dalam bentuk acoustic radiation force impulse (ARFI).3 Pemeriksaan ini serupa dengan ET, namun memiliki keunggulan karena dapat digunakan bersama dengan ultrasonografi.3 Kemampuannya dalam mendiagnosis serupa dengan ET, yaitu lebih akurat dalam mendeteksi sirosis, dibandingkan fibrosis signifikan (AUC 0.821-0.99 vs 0.77-0.94).3 Kemampuan diagnostik ARFI cukup baik pada berbagai etiologi kerusakan hati, yaitu virus hepatitis dan NAFLD.3 Pada beberapa studi terkait NAFLD, 80% pasien dengan IMT antara 30-40 kg/m2, dan 58% pasien dengan IMT lebih dari 40 kg/m2 dapat dievaluasi dengan baik.3 Beberapa studi membandingkan ET dan psWE ARFI dan didapatkan pemeriksaan ARFI memiliki kemampuan yang serupa dengan ET dalam mendeteksi fibrosis signifikan dan sirosis hati.3 Hanya sedikit studi yang mengevaluasi pemeriksaan imaging lain, seperti 2D-shear wave elastography
Andri Sanityoso Sulaiman, Stefanus Satrio Ranty
354 The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019
dan strain elastography.3 Keduanya menilai kekakuan hati, namun hingga saat ini data yang ada dinilai belum cukup.3
Pasien Hepatitis C kronik naive
ET + Penanda serum
Tidak setuju
Tes ulang dan mencari keterangan
Tidak setuju
Biopsi hati
Setuju
Ditemukan/tidak fibrosis berat/ sirosis hati
Biopsi hati tidak diperlukan
Gambar 1. Algoritme Diagnosis Fibrosis dan Sirosis Hati pada Pasien Hepatitis C Kronik8
Pasien Hepatitis B kronik naive
ET
< 6 kPa
Tidak ada fibrosis hati signifikan
SGPT normal
Pikirkan ET berkala bila DNA VHB > 2000 IU/mL
SGPT meningkat, namun < 5 x batas atas normal
Ekslusikan penyebab peningkatan SGPT lain
ET berkala
6-9 kPa
Zona abu-abu
Apa pun nilai DNA VHB dan status HBeAg
Biopsi hati
> 9 kPa
fibrosis berat
Apa pun nilai DNA VHB dan status HBeAg
Biopsi hati tidak diperlukan
Gambar 2. Algoritme Diagnosis Fibrosis dan Sirosis Hati pada Pasien Hepatitis B Kronik8
Penggunaan Modalitas Non-Invasif pada Komplikasi Fibrosis Hati
Selain mendiagnosis fibrosis hati signifikan dan sirosis hati, modalitas diagnostik non-invasif ini juga digunakan untuk menilai progresi fibrosis hati, seperti hipertensi porta dan karsinoma hepatoseluler (KHS).3 Beberapa
Evaluasi dan Monitoring Progresi Fibrosis Hati Terkini
The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019 355
studi menunjukkan ET dapat digunakan untuk mendeteksi hepatic venous pressure gradient (HVPG) yang signifikan, maupun varises.3 Nilai AUC ET
0.93 dengan titik potong sebesar 13.6 kPa untuk sensitivitas 90%, dan 21 kPa untuk spesifisitas 90%.3 Titik potong ini juga dapat digunakan untuk menilai kemungkinan tindakan reseksi pada KHS.3 Meskipun demikian, pada HVPG > 12 mmHg, mekanisme hipertensi porta menjadi tidak hanya karena resistensi intrahepatik, tetapi juga ekstrahepatik.3 Oleh karena itu, ET sulit dinilai untuk memonitor respons hemodinamik dari penggunaan beta blocker.3 Selain penggunaan di atas,, penggunaan ET juga dapat berguna pada 1 tahun pertama pasca transplantasi hati, untuk menilai rekurensi infeksi hepatitis C kronik.3
Beberapa pemeriksaan penanda serum juga digunakan untuk memperkirakan adanya HVPG yang signifikan, seperti skor yang menggabungkan hitung trombosit dan bilirubin total memiliki nilai AUC 0.91, dengan sensitivitas 88% dan spesifisitas 86% pada titik potong -1.3 Penelitian lain menunjukkan varises esophagus dapat diprediksi dengan menggunakan modalitas non-invasif ini. Meskipun demikian, pengukuran HVPG dan endoskopi saluran cerna atas hingga kini belum dapat digantikan dengan metode non-invasif.3 Profil seluruh modalitas monitoring fibrosis hati, kelebihan dan kekurangannya dapat dilihat pada tabel 4.
Andri Sanityoso Sulaiman, Stefanus Satrio Ranty
356 The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019
Tabel 4. Profil Modalitas Monitoring Fibrosis HatiPenanda Serum Pengukuran Liver Stiffness
Elastrografi
Transien
pSWE-ARFI 2D-SWE MR elastography
Kelebihan
Dapat dilakukan
berulang kali
Memiliki
kemampuan
aplikasi tinggi (95)
Murah dan tersedia
luas (tanpa paten)
Dapat digunakan
pada rawat jalan
Paling banyak
tersedia dan telah
tervalidasi
User-friendlyRentang nilai yang
luas (2-75 kPa)
Kualitas baik
Dapat dilakukan
berulang kali
Memiliki performa
yang sangat baik
untuk sirosis (AUC
> 0.9)
Memiliki nilai
prognosis pada
sirosis hati
Dapat digunakan
pada mesin
ultrasonografi
biasa
ROI lebih kecil dari
ET, namun lokasi
dapat dipilih oleh
operator
Dapat digunakan
pada lebih
banyak populasi
dibandingkan
ET (asites and
obesitas)
Performa ekuivalen
dengan ET
Dapat digunakan
pada mesin
ultrasonografi
biasa
ROI dapat
disesuaikan, baik
lokasi maupun
ukuran
Mengukur liver stiffness secara real timeMemiliki rentang
nilai tinggi (2-150
kPa)
Dapat diaplikasikan
dengan baik
Memiliki performa
baik untuk sirosis
Dapat
menggunakan
mesin MRI biasa
Menilai seluruh
bagian hepar
Dapat digunakan
pada lebih
banyak populasi
dibandingkan
ET (asites and
obesitas)
Performa baik
untuk sirosis
Kelemahan
Tidak spesifik
untuk hati
Tidak dapat
membedakan pada
derajat fibrosis
menengah
Performa yang
kurang baik
dibandingkan ET
untuk sirosis hati
Mahal dan dapat
tersedia terbatas
Hasil dapat
berbeda bila
disertai gangguan
lain seperti
hemolisis,
sindrom Gilbert,
peradangan
Membutuhkan alat
khusus
ROI tidak dapat
dipilih
Tidak dapat
membedakan
derajat fibrosis
menengah
Aplikasi rendah
dibandingkan
penanda serum,
khususnya pada
kondisi obesitas,
asites
Positif palsu
pada hepatitis
akut, kolestasis,
kongesti hepar,
food intake¸dan
konsumsi alkohol
berlebihan
Tidak dapat
membedakan
berbagai derajat
fibrosis menengah
Memiliki satuan
yang berbeda (m/
detik)
Memiliki rentang
nilai yang sempit
(0.5-4.4 m/detik)
Kriteria kualitas
belum ditentukan
Memerlukan
validasi lebih lanjut
Tidak dapat
membedakan
derajat fibrosis
menengah
Kriteria kualitas
belum ditentukan
Dipengaruhi
inflamasi
Memerlukan
validasi lebih lanjut
Tidak dapat
digunakan pada
kasus kelebihan
zat besi
Membutuhkan
fasilitas MRI
Memakan waktu
Mahal
Evaluasi dan Monitoring Progresi Fibrosis Hati Terkini
The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019 357
Selain menilai komplikasi hati, beberapa penanda serum dan teknik imaging ini juga digunakan untuk menilai keluaran klinis. Beberapa studi menilai liver-related outcomes mortality dengan berbagai penanda serum, seperti ELF, FibroTest, dan ET.10 Hal ini menambah kemampuan modalitas diagnostik non-invasif untuk menilai prognosis pasien.10 Nilai AUC dari studi ini bervariasi, antara 0.7 hingga 0.82, dengan beberapa etiologi. Hasil studi dapat dilihat pada tabel 5.10
Tabel 5. Studi yang Menilai Kemampuan Modalitas Non-Invasif dalam Menilai Keluaran Klinis10
Studi Etiologi N Keluaran Klinis Modalitas AUC
Mayo, et. al. (2008) PBC 161 Liver-related outcome mortality
ELF 0.73-0.863
Navea, et. al. (2009) ALD 218 Mortalitas FibroTest 0.79
Parkes, et. al. (2010) Mixed 457 Liver-related outcome mortality
ELF 0.82
Vergni, et. al. (2011) Hepatitis C
kronik
1457 Liver-related outcome mortality
ET
FibroTest
0.82
0.8
Cost-effectiveness Penggunaan Metode Non-Invasif dalam Pemantauan Penyakit Hati Kronik
Sebuah meta-analisis dilakukan oleh Crossan, et. al. untuk menilai cost-effectiveness dalam penggunaan metode ini pada tahun 2015. Hasil meta-analisis menunjukkan pada beberapa kasus, seperti infeksi virus hepatitis C kronik, tatalaksana awal tanpa perlu adanya penentuan derajat fibrosis, tentunya merupakan pendekatan yang paling cost-effective.11Pada pasien dengan hepatitis B kronik dan HBeAg positif, penggunaan metode non-invasif ini lebih tepat digunakan untuk menentukan tatalaksana, sementara pada pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif, pendekatan seperti infeksi virus hepatitis C kronik, di mana tatalaksana dapat segera dimulai dapat dipikirkan, tanpa melihat derajat fibrosis.11
Kesimpulan
Penilaian fibrosis hati pada penyakit hati kronik sangat penting, tidak hanya untuk menilai progresi penyakit atau pun menentukan terapi, tetapi
Andri Sanityoso Sulaiman, Stefanus Satrio Ranty
358 The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019
juga untuk menilai keberhasilan terapi dan juga melihat kemungkinan adanya komplikasi dari penyakit hati kronik. Biopsi hati, sebagai baku emas untuk menilai derajat fibrosis hati memiliki keterbatasan, khususnya karena sifatnya yang invasif, biaya yang mahal, dan sulitnya untuk digunakan sebagai alat pemantauan. Modalitas diagnostik fibrosis hati non-invasif, baik penanda serum maupun teknik imaging untuk menilai derajat kekakuan hati memiliki pendekatan yang berbeda, namun keduanya memiliki kemampuan diagnostik yang baik dibandingkan dengan biopsi hati. Diperlukan pemahaman mengenai kondisi pasien yang menyeluruh sebelum menentukan pilihan modalitas diagnostik fibrosis hati non-invasif yang akan digunakan.
Kombinasi dari kedua modalitas diagnostik non-invasif, yaitu penanda serum dan teknik imaging dikembangkan untuk menseleksi pasien yang memang membutuhkan biopsi hati, sehingga komplikasi maupun kesalahan dalam biopsi hati dapat diminimalisir. Selain itu, kombinasi penggunaan kedua modalitas ini juga perlu dipikirkan dalam menilai keberhasilan terapi. Daftar Pustaka
1. Kang J, Lee M. Noninvasive Diagnostic and Prognostic Assessment Tools for Liver Fibrosis and Cirrhosis in Patients with Chronic Liver Disease. 2017. In: Liver Cirrhosis - Update and Current Challenges [Internet]. IntechOpen.
2. Shirabe K, Bekki Y, Gantumur D, Araki K, Ishii N, Kuno A, et al. Mac-2 binding protein glycan isomer (M2BPGi) is a new serum biomarker for assessing liver fibrosis: more than a biomarker of liver fibrosis. J Gastroenterol. 2018;53(7):819-26.
3. European Association for Study of L, Asociacion Latinoamericana para el Estudio del H. EASL-ALEH Clinical Practice Guidelines: Non-invasive tests for evaluation of liver disease severity and prognosis. J Hepatol. 2015;63(1):237-64.
4. Li C, Li R, Zhang W. Progress in non-invasive detection of liver fibrosis. Cancer Biol Med. 2018;15(2):124-36.
5. Chin JL, Pavlides M, Moolla A, Ryan JD. Non-invasive Markers of Liver Fibrosis: Adjuncts or Alternatives to Liver Biopsy? Front Pharmacol. 2016;7:159.
6. Soresi M, Giannitrapani L, Cervello M, Licata A, Montalto G. Non invasive tools for the diagnosis of liver cirrhosis. World J Gastroenterol. 2014;20(48):18131-50.
Evaluasi dan Monitoring Progresi Fibrosis Hati Terkini
The 12th Liver Update and The Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI 2019 359
7. Mak LY, Wong DK, Cheung KS, Seto WK, Lai CL, Yuen MF. Role of serum M2BPGi levels on diagnosing significant liver fibrosis and cirrhosis in treated patients with chronic hepatitis B virus infection. Clin Transl Gastroenterol. 2018;9(6):163.
8. Jiang H, Zheng T, Duan T, Chen J, Song B. Non-invasive in vivo Imaging Grading of Liver Fibrosis. J Clin Transl Hepatol. 2018;6(2):198-207.
9. Xu H, Kong W, Liu L, Chi X, Wang X, Wu R, et al. Accuracy of M2BPGi, compared with Fibro Scan(R), in analysis of liver fibrosis in patients with hepatitis C. BMC Gastroenterol. 2017;17(1):62.
10. Scott R, Guha IN. Non-invasive monitoring of liver fibrosis. Br Med Bull. 2014;112(1):97-106.
11. Crossan C, Tsochatzis EA, Longworth L, Gurusamy K, Davidson B, Rodriguez-Peralvarez M, et al. Cost-effectiveness of non-invasive methods for assessment and monitoring of liver fibrosis and cirrhosis in patients with chronic liver disease: systematic review and economic evaluation. Health Technol Assess. 2015;19(9):1-409, v-vi.