Lina Nur K. (12-29)

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH PROSES BELAJAR DALAM PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PERAWAT

TUGAS

olehLina Nur KhumairohNIM 122310101029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER2014

PENGARUH PROSES BELAJAR DALAM PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PERAWAT

TUGAS

disusun sebagai pemenuhan tugas Pendidikan dalam Keperawatan dengan dosen Ns. Roymond H.Simamora, M. Kep

olehLina Nur KhumairohNIM 122310101029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER2014

PENGARUH PROSES BELAJAR DALAM PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PERAWAT

Nama: Lina Nur KhumairohNIM: 122310101029

A. PendahuluanPerawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Musyawarah Nasional PPNI (1999), mengatakan bahwa perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh pemerintah. Dewan pimpinan pusat PPNI (1999), mempertegas yang dikatakan perawat profesional yaitu perawat yang mengikuti pendidikan keperawatan pada jenjang pendidikan tinggi sekurang-kurangnya DIII Keperawatan. Perawat berpendidikan DIII Keperawatan disebut perawat profesional pemula.Perawat merupakan sumber daya manusia yang ikut perperan dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena jumlahnya yang dominan, perawat juga merupakan profesi yang memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus selama 24 jam kepada pasien setiap hari. Oleh karena itu, pelayanan keperawatan memberi konstribusi dalam menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Sehingga setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit harus juga disertai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan salah satunya dengan peningkatan kinerja perawat.Pada era global seperti saat ini, perubahan dalam sistem dan tatanan pelayanan kesehatan telah mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam kesehatan. Salah satu dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kesehatan adalah biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan menjadi lebih tinggi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tingginya biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan juga harus diimbangi oleh kualitas tenaga kesehatan sebagai suatu unsur pokok dalam peranan penting ini. Tenaga kesehatan yang dibutuhkan dalam bidang kesehatan dapat ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya melalui pendidikan kesehatan(Azwar, 2000). Kualitas tenaga kesehatan ditentukan oleh kualitas lulusan pendidikan kesehatan khususnya keperawatan, dimana keperawatan merupakan salah satu unsur tenaga kesehatan yang memiliki peranan penting. Perawat harus memiliki tiga kemampuan utama untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang didapat di bangku kuliah atau pendidikan keperawatan.

B. Kajian Teoritis1. Teori BelajarBelajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia karena adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku baik dalam aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Pada umumnya, teori belajar dibagi menjadi empat, yaitu teori belajar behaviorisme, kognitivisme, humanistik, dan sibernetik. Teori belajar behaviorisme menekankan pada hasil dari proses belajar. Menurut teori ini, perubahan dalam tingkah laku merupakan akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Selain itu, pada teori behaviorisme lebih mementingkan pengaruh lingkungan, adanya pengaruh atau sebab-sebab di masa lalu, adanya peranan reaksi, pembentukan kebiasaan, dan dalam memecahkan masalah ciri khasnya adalah trial dan error. Tokoh dari teori ini diantaranya Thorndike, Pavlov, Watson, Hull, Spence, Guthrie, Skinner, dan Willian Kaye Estes. Teori behaviorisme dikritik karena tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak hal di dunia pendidikan yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.Teori belajar kognitivisme menekankan pada proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut teori in, belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui suatu proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak dapat berjalan sendiri-sendiri maupun terpisah, hal ini terjadi karena proses ini merupakan suatu rangkaian yang saling terkait. Pada teori ini, peranan fungsi dan struktur kognitif serta keseimbangan diri individu (dynamic equilibrium) sangat penting. Dalam memecahkan masalah, ciri khas dari teori kognitifisme ini adalah insight. Tokoh-tokohnya yaitu Piaget, Ausube, Bruner, Koffka, Kohler, Wertheime, Kurt Lewin, Wheeler, Albert Bandura, dan Tollman. Teori kognitifisme terutama yang dikembangkan oleh Piaget sering dikritik karena sukar dipraktikkan (terutama pada tingkat lanjut). Selain itu, beberapa konsep tertentu (seperti intelegensia, belajar, atau pengetahuan) yang mendasari teori ini sukar dipahami dan pemahamannya yang masih belum tuntas.Teori belajar humanistik menekankan pada isi atau apa yang dipelajari. Menurut teori ini, manusia adalah aktor dalam kehidupan. Manusia memiliki kecenderungan bawaan melakukan aktualisasi diri yaitu berjuang menjadi apa yang mereka mampu (bertujuan untuk memanusiakan manusia). Manusia akan berpikir dan mencari hal yang terbaik bagi dirinya sendiri, tidak mengikuti lingkungan atau keadaan. Belajar akan berarti apabila berpusat pada kepentingan individu itu sendiri, dan apabila dilakukan melalui pengalaman sendir, maka belajar akan tahan lama bila melibatkan seluruh aspek pribadi. Dari keempat teori belajar, teori inilah yang paling abstrak dan paling mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Teori ini lebih menekankan pada strategi pendidikan, yang lebih melihat pada sisi manusia yang menjadi pusat perhatian dalam proses belajar. Tokoh dari teori humanistik antara lain Maslow, Rogers, Combs, Bloom, Krathwohi, Kolb, Honey, Mumford, dan Habermas.Teori belajar sibernetik menekankan pada sistem informasi yang dipelajari. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Sekilas teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitifisme yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses tersebut, dan informasi inilah yang akan menentukan proses. Tokoh dari teori sibernetik antara lain Landa, Pask, dan Scott.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses BelajarBelajar adalah suatu proses adanya perubahan perilaku seseorang kearah yang lebih baik dalam melaksanakan pembelajaran. Faktor-faktor belajar merupakan peristiwa belajar yang terjadi pada diri peserta didik, yang dapat diamati dari perbedaan perilaku sebelum dan sesudah mengalami proses belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal banyak dipengaruhi dari dalam diri siswa itu sendiri, sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan dan sarana-prasarana yang mendukung proses belajar. Antar kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi seseorang untuk meningkatkan prestasinya yang diperoleh dengan cara belajar.a) Faktor InternalFaktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam individu yang mempengaruhi terhadap belajarnya. Faktor internal dibagi menjadi dua, yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis.1) Faktor FisiologisFaktor fisiologis terdiri atas dua faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor jasmani dan cacat tubuh/panca indera.(a) faktor JasmaniJasmani berarti kesehatan, yaitu keadaan sehat. Sehat adalah suatu kondisi dimana segala sesuatu berjalan normal dan bekerja sesuai fungsinya dan sebagaimana mestinya. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya karena proses belajar akan mengalami gangguan jika kesehatan seseorang terganggu. Selain itu, seseorang yang kesehatannya terganggu akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, kurang darah, atau ada gangguan-gangguan/kelainan kelainan alat inderanya serta tubuhnya. (b) faktor Cacat Cacat merupakan suatu kelainan pada organ tubuh makhluk hidup sehingga menyebabkan suatu keadaan kurang baik atau kurang sempurna. Seseorang yang mengalami cacat, baik cacat fisik maupun cacat mental akan mempengaruhi proses belajar. Cacat atau kelainan yang terjadi pada seseorang akan mengganggu proses belajar. Seseorang yang cacat belajarnya juga terganggu, maka hendaknya belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan dengan alat bantu untuk menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatan tersebut.2) Faktor PsikologisFaktor psikologis terdiri atas delapan faktor yang mempengaruhi, yaitu kecerdasan/intelegensi, motivasi, ingatan, minat, sikap, bakat, kematangan, dan perhatian.(a) kecerdasan/intelegensiPada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Intelegensi terdiri atas kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, dan mengetahui relasi serta mempelajarinya dengan cepat. Kecerdasan merupakan salah satu aspek penting dalam prosesbelajar dan menentukan kualitas belajar seseorang. Semakin tinggi intelegensi individu, semakin besar peluang individu tersebut untuk sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu tersebut mencapai kesuksesan belajar. Sehingga diperlukan bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya.(b) motivasiMotivasi merupakan dorongan yang mendasari dan mempunyai setiap usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar seseorang. Motivasi terbagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktoryang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar diri individu, tetapi memberikan pengaruh terhadap kemauan untuk belajar, seperti pujian, peraturan,tata tertib, teladan guru, orang tua, dan lain sebagainya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memilikipengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidaktergantung pada motivasi ekstrinsik. (c) ingatanFungsi ingatan berkaitan dengan tiga aspek, yaitu menerima kesan, menyimpan kesan, dan memproduksi kesan. Kecakapan menerima kesan merupakan kemampuan seseorang untuk menerima hal-hal yang dipelajarinya. Kemampuan menyimpan kesan merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat hal-hal yang telah dipelajari dan kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap individu. Sedangkan kemampuan memproduksi kesan merupakan pengaktifan atau proses produksi ulang hal-hal yang telah dipelajari.(d) minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan ingin tahu terhadap sesuatu. Minat mempunyai pengaruh yang besar terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat individu, maka individu tersebut tidak akan belajar dengan optimal, hal ini dikarenakan tidak ada daya tarik baginya. Jadi seorang pendidik harus mampu membangkitkan minat peserta didiknya agar tertarik terhadap materi yang akan dipelajarinya.(e) sikapSikap individu dalam belajar berpengaruh dalan keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap merupakan suatu penilaian tentang sesuatu sehingga terjadi sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Untuk mencegah munculnya sikap negatif dalam belajar, maka seorang pendidik harus profesional dan bertanggungjawab terhadap profesi pilihannya tersebut.(f) bakatbakat merupakan suatu kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat yang dimiliki seseorang sesuai denganbidang yang dipelajarinya, maka bakat tersebut akan mendukungprosesbelajarnya sehingga kemungkinanbesar ia akan berhasil.(g) kematanganKematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. Jadi, anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar dan belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang).(h) perhatianPerhatian adalah pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka individu harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajari. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian individu tersebut, maka akan timbul kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.b) Faktor EksternalFaktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi terhadap belajarnya. Faktor eksternal dibagi menjadi dua, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.1) Faktor Lingkungan Sosial(a) Lingkungan Sosial SekolahLingkungan sosial sekolah, seperti guru dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang peserta didik. Dalam hubungan yang baik, misalnya antara pendidik dan peserta didik, seorang peserta didik yang menyukai pendidiknya maka ia juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikan sehingga peserta didik akan berusaha mempelajari dengan sebaik-baiknya. Dan sebaliknya, jika peserta didik tidak menyukai pendidiknya maka ia segan untuk mempelajari mata pelajaran yang diberikannya. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar. Demikian juga dengan hubungan antar sesama peserta didik, jika seorang pesera didik mempunyai perilaku yang kurang menyenangkan, mempunyai rasa rendah diri, atau mengalami tekanan-tekanan batin akan diasingkan dari kelompok, akibat dari masalah tersebut dapat menyebabkan belajar terganggu. Sehingga dalam lngkungan sekolah sangat perlu adanya menciptakan hubungan yang baik antar peserta didik, karena hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar peserta didik. Jadi, hubungan harmonis antara pendidik dengan peserta didik dan antar peserta didik dapat menjadi motivasi bagi peserta didik untuk belajar lebih baik di sekolah.(b) Lingkungan Sosial Masyarakat Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal peserta didik akan memengaruhi belajar peserta didik. Lingkungan peserta didik yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar peserta didik, peserta didik akan kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya. Media massa memberi pengaruh terhadap proses belajar seorang peserta didik, media massa yang baik akan memberi pengaruh baik terhadap peserta didik dan juga terhadap belajarnya, sebaliknya media massa yang kurang baik juga akan memberi pengaruh yang kurang baik terhap peserta didik. Teman bergaul peserta didik mempunyai juga pengaruh yang sangat besar terhadap dirinya, teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap peserta didik dan sebaliknya, teman bergaul yang kurang baik akan memberi pengaruh yang kurang baik terhadap peserta didik termasuk juga terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu, peserta didik memerlukan bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.(c) Lingkungan Sosial Keluarga Lingkungan sosial keluarga sangat memengaruhi kegiatanbelajar. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya dapat menyebabkan anak tidak/kurang berhasil dalam belajarnya. Hubungan antara anggota keluarga mempengaruhi belajar anak, untuk kelancaran belajar dan keberhasilan anak perlu hubungan yang baik di dalam keluarga, hubungan tersebut merupakan hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman-hukuman untuk mensukseskan belajar anak sendiri. Suasana rumah juga merupakan faktor penting terhadap proses belajar peserta didik, suasana rumah yang gaduh/ramai tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar, agar anak dapat belajar dengan baik perlu diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram. Keadaan ekonomi keluarga juga berpengaruh terhadap belajar anak, anak membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat-alat tulis, buku, dan lain-lain. Kebutuhan akan fasilitas tersebut dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. Selain itu, tingkat pendidikan dan kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar, kebiasaan-kebiasaan yang baik perlu ditanamkan kepada anak agar mendorong semangat anak untuk belajar. Jadi, agar peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar dengan baik diperlukan keseimbangan antara cara orang tua mendidik atau pengertian orang tua, hubungan antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, dan kebiasaan atau kebudayaan keluarga dalam belajar.2) Faktor LingkunganNon-sosial(a) Lingkungan Alamiah Lingkungan alamiah dapat mempengaruhi proses belajar peserta didik. Kondisi udara yang segar, tidak panas, dan tidakdingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu gelap/lemah, suasana yang sejuk dan tenang merupakan faktor-faktoryang dapat memengaruhi aktivitas belajar peserta didik. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam kurang mendukung, akan mengfhambat proses belajar peserta didik.(b) Faktor InstrumentalFaktor instrumental yaitu perangkat belajar. Faktor inidapat digolongkan dua macam yaitu hardware dan software. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitasbelajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua,software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya. Ketersediaan akan perangkat-perangkat tersebut sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik.(c) Faktor Materi Pelajaran Faktor materi pelajara hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan peserta didik, begitu juga dengan metode mengajarpendidik juga disesuaikan dengan kondisi perkembangan peserta didik. Agar pendidik dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajar peserta didik, maka pendidik harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajaryang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi peserta didik. Dengan demikian, akan meningkatkan proses belajar peserta didik.

3. Sistem Pembelajaran dalam Pendidikan Tinggi KeperawatanDalam rangka menghadapi persaingan global diperlukan perawat dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Langkah awal yang perlu ditempuh adalah penataan pendidikan keperawatan dan memberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga diharapkan semua pendidikan perawat yang ada di rumah sakit sudah memenuhi kriteria pendidikan minimal D-III keperawatan. Pada saat ini berbagai upaya untuk mengembangkan pendidikan keperawatan profesional sedang dilakukan dengan mengkonversikan pendidikan SOK ke jenjang Akademi Keperawatan (D-III). Lulusan Akademi Keperawatan diharapkan dapat melanjutkan ke jenjang S1 keperawatan. Dalam hal ini dibutuhkan suatu penataan yang mendasar dari Akademi Keperawatan ke peningkatan status Program Studi Ilmu Keperawatan dengan lebih menekan pada upaya meningkatkan kualitas lulusan. Sesuai dengan hakikatnya sebagai pendidikan profesi, maka kurikulum pendidikan tinggi keperawatan disusun berdasarkan pada kerangka konsep pendidikan yang kokoh, yaitu: menguasai ilmu pengetahuan (IPTEK) keperawatan; menyelesaikan masalah secara ilmiah; sikap, tingkah laku, dan kemampuan profesional; dan belajar di masyarakat. Seluruh rangkaian proses pendidikan tinggi keperawatan harus ditata dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga memungkinkan peserta didik memahami dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang diperlukan dalam melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan sesuai tuntutan profesi keperawatan keperawatan (standar profesional)dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. Peserta didik diharuskan menguasai body of knowledge yang diperlukan oleh seorang perawat profesional dan menguasai berbagai metode dan teknik keperawatan yang diperlukan untuk melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan. Dalam pengalaman belajar pada pendidikan tinggi keperawatan, secara bertahap dan terintegrasikan sepenuhnya, ditumbuhkan dan dibina kemampuan untuk memecahkan masalah secara ilmiah dan penalaran ilmiah. Penumbuhan dan pembinaan kemampuan ini juga dikaitkan dengan tercapainya proses keperawatan oleh peserta didik yang merupakan pendekatan dan penyelesaian masalah keperawatan secara ilmiah dan termasuk pembinaan keputusan klinik. Pembinaan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak profesional merupakan suatu proses panjang dan berlanjut yang terlaksana dalam duatu lingkungan yang sarat dengan model peran. Segala bentuk pengalaman belajar dikembangkan dan dilansanakan dengan berorientasi pada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan belajar aktif dan mandiri. Pengalaman belajar di masyarakat memungkinkan untuk menumbuhkan dan membina sikap serta keterampilan profesional pada peserta didik dan proses terjadinya sosialisasi/adaptasi profesional untuk membina kepekaan. Melalui dua bentuk pengalaman belajar yang dilaksanakan di masyarakat, yaitu pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan (PBL), diharapkan dan mampu mengambil suatu keputusan klinik yang merupakan penerapan terintegrasi dengan kemampuan penalaran ilmiah dan etik dengan bertolak dari masalah-masalah nyata dalam bidang keperawatan.

C. PembahasanTenaga kesehatan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjalankan pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan sumber daya yang penting dan sangat dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang optimal. Pada sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit, di samping dokter, perawat juga memiliki posisi yang sangat penting. Perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikan oleh perawat dilaksanakan selama 24 jam secara berkesinambungan. Selain itu, perawat merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai peran paling besar yang jumlahnya hampir mencapai 60% dari jumlah tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan suatu faktor penentu bagi kualitas pelayanan rumah sakit di mata masyarakat. Karena perawat mempunyai tugas dan fungsi yang sangat kompleks, maka rumah sakit membutuhkan SDM yang profesional dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab perawat dalam melayani pasien. Pengelolaan asuhan keperawatan akan berhasil apabila seorang perawat memiliki tanggung jawab, mempunyai pengetahuan tentang manajemen keperawatan, dan kemampuan memimpin orang lain di samping pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula.Kinerja merupakan penampilan secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sehingga yang dimaksud kinerja perawat adalah penampilan kerjanya dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien. Kinerja yang ditunjukkan perawat dapat mencerminkan baik atau tidaknya pelayanan di rumah sakit. Kinerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dan harus seimbang sehingga perawat dapat menunjukkan kinerja yang baik.Kompetensi merupakan suatu kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta sikap kerja yang ditintut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi terbentuk karena adanya keselarasan antara kemampuan mental dan keterampilan fisikial. Faktor intrinsik seperti kemampuan mental dan keterampilan fisik berpengaruh terhadap kinerja perawat. Untuk meningkatkan kualitas keperawatan diperlukan adanya keselarasan antara kemampuan mental dan keterampilan fisik. Selain itu, keterampilan, pengetahuan, dan sikap perawat berperan terhadap pemberian pelayanan asuhan keperawatan. Sehingga keseluruhan variabel intrinsik seperti kemampuan mental, keterampilan, pengetahuan, dan sikap tersebut merupakan suatu kompetensi dasar yang dibutuhkan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan, dimana kompetensi yang dimiliki perawat tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk meningkatkan kualitas kesehatan khususnya kinerja keperawatan di rumah sakit. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri pesrta didik yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan memberi arah pada kegiatan belajar demi mencapai suatu tujuan. Motivasi yang dimiliki seorang peserta didik sangat berpengaruh terhadap perilakunya untuk meningkatkan kualitas belajarnya sehingga akan mencapai hasil yang optimal, demikian juga dengan motivasi kerja seorang perawat. Motivasi kerja merupakan suatu kondisi/keadaan yang mempengaruhi seseorang untuk terus meningkatkan, mengarahkan serta memelihara perilakunya yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan lingkungan kerjanya. Jika motivasi tinggi, maka usaha untuk mencapai hasil kerja akan tinggi sehingga prestasi kerja akan tinggi pula. Seseorang memilih profesi sebagai perawat memiliki motivasi yang berbeda-beda, persepsi seseorang tehadap figur perawat akan mempengaruhi motivasi tersebut. Mahasiswa yang mempunyai persepsi baik tentang figur perawat akan menimbulkan motivasi yang tinggi untuk menjadi perawat yang baik sesuai dengan persepsinya. Motivasi yang tinggi diharapkan akan menimbulkan semangat untuk belajar dan akan menghasilkan prestasi yang baik yang pada akhirnya akan menjadi lulusan/perawat yang berkualitas dan profesional. Semakin tinggi motivasi tingkah laku disadari oleh perawat, maka perawat akan semakin bertanggungjawab terhadap profesinya tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit khususnya pelayanan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat.Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat kemampuannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin mudah untuk menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Gibson, Ivancevish, & Donnelly (1996/1995) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi umumnya menyebabkan seseorang lebih mampu dan bersedia menerima tanggung jawab. Berdasarkan hal ini yang kemungkinan besar mendorong manajemen rumah sakit mempunyai komitmen untuk selalu meningkatkan tingkat pendidikan perawat. Jika pada suatu rumah sakit sebagian besar perawat yang studi lanjut belum menyelesaikan sampai ke profesi ners. Sehingga kemungkinan hal tersebut yang mempengaruhi belum adanya peningkatan kinerja perawat. Karena jika perawat belum menempuh profesi maka kompetensi profesionalnya juga belum meningkat, sehingga akan mempengaruhi kinerjanya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Praktek profesional menuntut kompetensi dalam kaitannya dengan pengetahuan dan keterampilan teknis. Ini tidak hanya membutuhkan pengetahuan dasar yang luas, tetapi juga kedalaman pengetahuan dalam bidang yang dipilih, keinginan dan kemampuan untuk terus berkembang yang berbasis pengetahuan dan untuk berbagi dengan orang lain dan berpikir kritis dalam pengambilan keputusan.Penekanan pengembangan dan pembinaan pendidikan tinggi keperawatan lebih diarahkan pada upaya meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang. Sehingga lulusan benar-benar menunjukkan sikap profesional, menguasai ilmu pengetahuan keperawatan dalam kadar yang memadai, serta menguasai keterampilan profesional keperawatan. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa proses profesionalisasi keperawatan dapat terus berlangsung menuju terwujudnya keperawatan sebagai profesi. Mekanisme pengendalian yang efektif dan efisien perlu dikembangkan dan dibina dalam pendidikan tinggi keperawatan. Di samping itu, pihak-pihak yang mengelola pendidikan tinggi keeperawatan dan pihak-pihak yang berkepentingan atau berhubungan dengan pendidikan tinggi keperawatan agar benar-benar memahami arti dan makna pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi dan melaksanakan pendidikan keperawatan secara leseluruhan. Perkembangan keperawatan Indonesia di masa depan sangat bergantung pada keberhasilan dalam mengembangkan dan membina pendidikan tinggi keperawatan. Dari berbagai aspek pembangunan nasional, pembangunan dalam bidang pendidikan merupakan bagian yang paling mendasar dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga peningkatan SDM harus menjadi prioritas khususnya dalam memasuki era globalisasi yang dipenuhi dengan tantangan yang kompleks. Pendidikan tinggi sebagai subsistem pendidikan nasional dibentuk untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan tinggi keperawatan sebagai landasan integral dari sistem pendidikan tinggi merupakan kesatuan dari staf akademik dan peserta didik yang mempunyai kemampuan serta potensi dalam profesi, ilmiah, belajar, dan kreasi yang tinggi. Dilengkapi sarana belajar dan penelitian serta prasarana pendidikan yang secara keseluruhan mempunyai kompetensi besar untuk berperan dalam pembangunan kesehatan masyarakat secara umum dan masyarakat keperawatan kesehatan pada khususnya. Pendidikan tinggi keperawatan di Indonesia sangat menentukan dalam membina sikap dan kemampuan profesional, meningkatkan mutu pelayanan/asuhan keperawatan profesional, mengembangkan pendidikan keperawatan formal dan non-formal, menyelesaikan masalah keperawatan dengan mengembangkan IPTEK keperawatan melalui penelitian, dan meningkatkan kehidupan keprofesian. Peranan dosen atau staf pengajar dalam pendidikan tinggi keperawatan dituntut untuk lebih memahami relevansi ilmu ilmu dasar dan ilmu keperawatan dalam mendukung pelaksaan asuhan keperawatan kepada klien. Sejak mahasiswa mendapat ilmu dasar, isi kulrikulum sudah diorientasikan dan dikaitkan dengan peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, yaitu dalam membantu, mencegah, meningkatkan, dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat sakit yang dialami klien sehingga klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Penekanan dan pembekalan kompetensi dilaksanakan dengan AKSI, yaitu attitude, knowledge, skill, dan insight. Tindakan yang harus dilakukan oleh perawat profesional adalah mengembangkan pendidikan tinggi keperawatan dan memberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga diharapkan perawat yang ada di rumah sakit sudah memenuhi kriteria minimal sebagai perawat profesional (Ners) dan dapat meningkatkan kualitas kinerja keperawatan di rumah sakit dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan.

D. KesimpulanTenaga kesehatan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjalankan pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan sumber daya yang penting dan sangat dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang optimal. Perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikan oleh perawat dilaksanakan selama 24 jam secara berkesinambungan. Karena perawat mempunyai tugas dan fungsi yang sangat kompleks, maka rumah sakit membutuhkan SDM yang profesional dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab perawat dalam melayani pasien.Kinerja yang ditunjukkan perawat dapat mencerminkan baik atau tidaknya pelayanan di rumah sakit. Untuk meningkatkan kualitas keperawatan diperlukan adanya keselarasan antara kemampuan mental dan keterampilan fisik. Selain itu, keterampilan, pengetahuan, dan sikap perawat berperan terhadap pemberian pelayanan asuhan keperawatan. Sehingga keseluruhan variabel tersebut merupakan suatu kompetensi dasar yang dibutuhkan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan, dimana kompetensi yang dimiliki perawat tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk meningkatkan kualitas kesehatan khususnya kinerja keperawatan di rumah sakit.Motivasi merupakan dorongan yang mendasari dan mempunyai setiap usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Jika motivasi tinggi, maka usaha untuk mencapai hasil kerja akan tinggi sehingga prestasi kerja akan tinggi pula. Mahasiswa yang mempunyai persepsi baik tentang figur perawat akan menimbulkan motivasi yang tinggi untuk menjadi perawat yang baik sesuai dengan persepsinya. Motivasi yang tinggi diharapkan akan menimbulkan semangat untuk belajar dan akan menghasilkan prestasi yang baik yang pada akhirnya akan menjadi lulusan/perawat yang berkualitas dan profesional. Semakin tinggi motivasi tingkah laku disadari oleh perawat, maka perawat akan semakin bertanggungjawab terhadap profesinya tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit khususnya pelayanan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat.Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat kemampuannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin mudah untuk menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Pendidikan tinggi keperawatan di Indonesia sangat menentukan dalam membina sikap dan kemampuan profesional, meningkatkan mutu pelayanan/asuhan keperawatan profesional, mengembangkan pendidikan keperawatan formal dan non-formal, menyelesaikan masalah keperawatan dengan mengembangkan IPTEK keperawatan melalui penelitian, dan meningkatkan kehidupan keprofesian. Sehingga diharapkan perawat yang ada di rumah sakit sudah memenuhi kriteria minimal sebagai perawat profesional (Ners) dan dapat meningkatkan kualitas kinerja keperawatan di rumah sakit dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan.

E. Daftar PustakaBastable, Susan B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-prinsip Pengajaran dan Pembelajaran. Jakarta: EGC.

Djamarah, Rusman. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Mulyaningsih. 2013. Peningkatan Kinerja Perawat dalam Penerapan MPKP dengan Supervisi oleh Kepala Ruang di RSJD Surakarta. http://www.jurnal.stikes-aisyiyah.ac.id [diakses pada tanggal 8 Februari 2014]

Mulyono, M. Hadi et.al. 2013. Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Tingkat III 16.06.01 Ambon. http://www. journal.unhas.ac.id [diakses pada tanggal 14 Februari 2014]

Nursalam & Ferry Efendi. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Ridwan, Lutfi Fauji. 2013. Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Perawat Suatu Kajian Literatur. http://pustaka.unpad.ac.id [diakses pada tanggal 8 Februari 2014]

Slameto. 2003.Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT.Asdi Mahasatya.

Syah, Muhibbin. 2010.Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada.

Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Bagian 4 Pendidikan Lintas Bidang. Bandung: IMTIMA.

Jember, 18 Februari 2014Diperiksa OlehDisusun Oleh

Ns. Roymond H.Simamora, M.Kep Lina Nur KhumairohNIP 197606292005011001NIM 122310101029