Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
16
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
17
KONSTRUKSI RUMAH PANGGUNG UNTUK KAWASAN RAWAN BANJIR
JALAN P. ANTASARI SAMARINDA
Daru Purbaningtyas
Dosen Politeknik Negeri Samarinda
Sujiati Jepriani
Dosen Politeknik Negeri Samarinda
ABSTRACT
Samarinda has potential flood area that is distributed on some places including Jalan P.
Antasari. Flood mitigation also needs community partisipation on landscape development, spesially on
potential flood area. Concept of “rumah panggung” has been issue, it’s considered this construction
house has been familiar for local people.
This research was started by surveying on location study for making design of permanent house,
rumah panggung and embankment house. And then RAB analyze were done to compare the cost of two
types of house. Flood water up was estimated by converting land use from free area of rumah panggung
to useful area of embankment house.
The result showed that construction of rumah panggung yield a profit. The cost of rumah
panggung is 3,27% more than embankment house but this construction can retard flood water up around
it.
Keywords : rumah panggung, embankment house, flood water up
LATAR BELAKANG
Samarinda sebagai Ibukota Propinsi
Kalimantan Timur berada pada ketinggian
10.200 cm di atas permukaan laut, dengan curah
hujan yang cukup tinggi 2.345 mm pertahun
serta dipengaruhi oleh sekitar 20 daerah aliran
sungai (DAS) yang merupakan sub DAS
Mahakam (Bappeda Samarinda, 2009). Kondisi
tersebut menyebabkan wilayah ini mempunyai
potensi genangan banjir yang tersebar di
beberapa kawasan.
Permasalahan banjir adalah
permasalahan bersama yang menimbulkan
kerugian material dan non material. Nur Arifaini
dkk. (1995) dalam Susilowati dkk (2006)
memberikan analisa bahwa sumber penyebab
banjir sesungguhnya adalah perubahan
percepatan tata guna lahan, laju pertumbuhan
penduduk, perilaku masyarakat, budaya, kondisi
ekonomi dan perundang-undangan yang belum
baku untuk mengendalikan pengembangan suatu
kawasan. Sehingga penanganannya secara teknis
atau non teknis memerlukan kerjasama antar
sektor yang terkait, pemerintah dan masyarakat.
Pembangunan prasarana dan sarana fisik
seperti tanggul, normalisasi alur sungai, pintu
air, penampungan air sementara (boezem),
perbaikan dan peningkatan sistem drainase tidak
sepenuhnya bisa mengubah dataran banjir
menjadi terbebas dari banjir. Pembangunan
fasilitas ini hanya bertujuan menekan besarnya
kerugian harta benda dan jiwa (flood damage
mitigation). Untuk mengurangi banjir perlu
dibangun prasarana dan sarana yang tergolong
non structural measured, yang dimaksud adalah
memberikan pemahaman risiko bermukim dan
konsep perlakuan-perlakuan (treatment)
pemanfaatan ruang di lokasi-lokasi dataran
banjir yang telah terbangun. Dan hal itu hanya
dapat diatasi melalui penerapan konsep peran
serta masyarakat di bidang penataan ruang.
Konsep rumah panggung menjadi
sebuah wacana. Dengan rumah panggung, air
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
18
banjir tidak masuk ke dalam rumah. Secara
materi dan kesehatan, ini sudah sangat
menguntungkan. Manfaatnya akan bertambah
kalau permukaan tanah tidak seluruhnya ditutup
oleh beton atau semen. Penyerapan air hujan ke
dalam tanah akan menjadi lebih baik. Dengan
demikian luas serapan air menjadi lebih besar
jika mengembangkan rumah panggung.
Berdasarkan konsep tersebut maka
pemakaian rumah panggung menjadi menarik
untuk dikaji, mengingat bentuk rumah yang
sudah familiar bagi penduduk asli dan kondisi
kota Samarinda yang cenderung semakin rawan
banjir di masa mendatang. Adapun lokasi yang
dimaksud adalah Jalan Pangeran Antasari
Samarinda Ulu, dengan pertimbangan daerah
tersebut merupakan kawasan perkotaan dan
rumah panggung masih digunakan sebagian
penduduknya.
PERMASALAHAN
Secara umum permasalahan yang terjadi
di lapangan adalah keinginan masyarakat untuk
membangun rumah permanen sehingga terjadi
pengurukan tanah di kawasan banjir. Hal ini
akan mengurangi ruang bagi air banjir di
kawasan tersebut. Melihat kondisi tersebut
maka permasalahan yang terjadi adalah :
1. Bagaimana membangun rumah permanen
dengan tetap memberi ruang bagi air
limpasan permukaan (banjir)?
2. Berapa besar perbedaan biaya yang harus
dikeluarkan apabila membangun rumah
permanen urugan dan rumah permanen
bentuk panggung?
3. Bagaimana kontribusi pemakaian rumah
panggung terhadap pengurangan genangan
banjir?
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah
memberikan gambaran keuntungan konstruksi
rumah panggung dibandingkan rumah urugan
dengan desain yang sama sesuai kebutuhan
umum penduduk ditinjau dari biaya
pembangunan dan manfaatnya dalam
mengurangi tinggi genangan banjir.
Adapun manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini adalah adanya contoh desain
rumah permanen dengan konstruksi panggung
dan urugan beserta perkiraan biaya
pelaksanaannya dan keuntungan pemakaian
rumah panggung dalam mengurangi tinggi
genangan yang terjadi di badan jalan dan
sekitarnya. Dimana informasi ini menjadi
masukan bagi masyarakat agar dapat turut
berperan dalam upaya penanganan banjir di
kawasan masing-masing.
LANDASAN TEORI
Rumah Panggung
Rumah panggung adalah rumah yang
konstruksinya dibangun ke atas dengan lantai
bawah tidak untuk ditinggali, misalnya hanya
digunakan sebagai garasi atau taman. Bentuk
panggung ada kalanya tidak cukup tinggi tetapi
tetap memberi peluang air untuk melintas di
bawahnya.
Rumah panggung tidak hanya berupa
rumah semi permanen tetapi bisa ditingkatkan
menjdi rumah permanen dengan konstruksi
beton yang didesain sebagai rumah panggung.
Perbedaan mendasar pada struktur rumah biasa
dan rumah panggung adalah lantai dasar dari
bangunan tersebut. Lantai dasar pada rumah
biasa ditumpu oleh tanah dasar atau tanah urug,
sedangkan lantai dasar rumah panggung ditumpu
oleh struktur balok kolom yang mendukung plat
lantai tersebut. Dengan kata lain konstruksi
rumah panggung permanen merupakan struktur
portal beton bertulang.
Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya adalah rencana
perhitungan banyaknya biaya yang dibutuhkan
untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain
yang berhubungan dengan pelaksanaan
bangunan tersebut.(Soedrajat, 1984)
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
19
Dalam perhitungan anggaran biaya
terlebih dahulu harus mengetahui
kuantitas/volume dari masing-masing pekerjaan.
Untuk itu diperlukan gambar kerja sebagai
dasarnya. Adapun langkah penyusunan rencana
anggaran biaya adalah sebagai berikut:
1. Menyusun pekerjaan yang terjadi
berdasarkan gambar kerja.
2. Mencari analisa harga satuan (unit price)
untuk mendapatkan satuan masing-
masing pekerjaan.
3. Menghitung harga satuan.
4. Menyusun RAB berdasarkan kelompok
pekerjaan dan menghitung harga untuk
masing-masing pekerjaan.
5. Menyusun rekapitulasi RAB.
Genangan Banjir
Analisa genangan memerlukan data
genangan yang meliputi lokasi genangan, lama
genangan yang meliputi lama dan frekuensi,
tinggi genangan dan besar kerugian. Hubungan
antara lama dan tinggi genangan mempengaruhi
besarnya kerugian yang terjadi (Gunadarma,
1996). Genangan setinggi 3 m meskipun terjadi
dalam waktu kurang dari 0,5 jam akan
memberikan kerugian yang besar dibandingkan
genangan 0,1 m selama 2 hari.
Volume air banjir yang mampu dialirkan
di bawah konstruksi rumah panggung
diperkirakan dengan menghitung tinggi ruang
kosong di bawah panggung dikalikan luas
bangunan. Sedangkan tinggi genangan yang
terjadi baru dapat dihitung apabila diketahui luas
lahan yang diurug dan luas rumah panggung
yang ada dalam satu kawasan tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut :
Gambar 1 Tahapan Penelitian
Data kawasan rawan banjir (jumlah penduduk/rumah panggung,luas
tanah dan bangunan,jumlah anggota keluarga, genangan tertinggi, kondisi
sosial)
Volume air yang melalui bawah
konstruksi
Tinggi genangan yang terjadi akibat
pengurukan
Perbandingan dan
pembahasan
Data lokasi kawasan rawan banjir
(Gang 9 dan Gang Kenanga)
Desain rumah permanen dengan
konstruksi panggung
Desain rumah pemanen dengan
urugan
RAB rumah permanen dengan konstruksi
panggung
RAB rumah permanen dengan
urugan
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
20
Adapun lokasi penelitian ditunjukkan pada sketsa lokasi berikut :
Gambar 2 Sketsa Lokasi Penelitian
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data di lokasi, maka dibuat
desain rumah permanen dengan bentuk
memanjang sederhana dengan luas bangunan
120 m2. Denah rumah dan material bangunan
yang digunakan sama untuk tipe rumah
panggung dan rumah tanpa panggung dengan
urugan. Spesifikasi material untuk kedua tipe
bangunan disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Spesifikasi Material Rumah
No. Material Urugan Panggung
1 Beton K-225
K-225
2 Baja U-24
U-24
3 Kayu Meranti, Kapur & Bangkirai Meranti, Kapur, Bangkirai
4 Pondasi Batu Gunung ( Cerucuk ulin ) Poer Plat beton
5 Sloof 15/20 cm
15/25 cm
6 Pedestal -
15/15 cm
7 Balok -
15/30 cm
8 Plat Lantai Rabat tebal = 5 cm
Beton tebal = 10 cm
9 Kolom 12/12 cm
12/12 cm
10 Ringbalk 12/17.5 cm
12/17.5 cm
Honda
Semoga Jaya
Suzuki
Samekarindo
Gan
g 9
Gan
g K
enan
ga
Jalan Pangeran Antasari
200 m
30
0 m
1,5 m 50 m 3 m
20 m
60
m
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
21
11 Kuda-kuda Konstruksi kayu
Konstruksi kayu
12 Atap pelana Multiroof
Multiroof
13 Dinding Pasangan batu bata Pasangan batu bata
14 Finishing lantai Keramik Keramik
Sumber : Perencanaan
Gambar denah dan tampak dari rumah permanen
urugan dan rumah panggung disajikan dalam
gambar-gambar di bawah ini. Dan dilanjutkan
dengan perhitungan rencana anggaran biaya
yang drangkum dalam Tabel Rekapitulasi RAB.
Gambar 3 Rencana Denah Rumah Permanen
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
22
Gambar 4 Tampak Depan dan Belakang Rumah Urugan
Gambar 5 Tampak Kiri dan Tampak Kanan Rumah Urugan
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
23
Gambar 6 Tampak Depan Rumah Panggung
Gambar 7 Tampak Samping Kiri Rumah Panggung
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
24
Tabel 2 Rekapitulasi RAB Rumah Urugan
NO URAIAN PEKERJAAN JUMLAH HARGA
I PEKERJAAN
PENDAHULUAN Rp
11,727,520.00
II PEKERJAAN TANAH /
PASIR Rp
46,320,899.20
III PEKERJAAN PANCANGAN Rp
688,324.00
IV PEKERJAAN PASANGAN / PLESTERAN Rp
130,843,836.86
V PEKERJAAN BETON TAK BERTULANG Rp
629,369.13
VI PEKERJAAN BETON BERTULANG Rp
32,312,108.19
VII PEKERJAAN LANTAI /
DINDING Rp
15,386,563.40
VIII PEKERJAAN KUSEN ALUMINIUM Rp
31,944,250.00
IX PEKERJAAN KAP DAN
RANGKA Rp
83,675,709.65
X PEKERJAAN PLAFOND Rp
20,397,176.64
XI PEKERJAAN INSTALASI LISTRIK Rp
6,375,000.00
XII PEKERJAAN SANITASI Rp
8,845,000.00
XIII PEKERJAAN CAT-CATAN Rp
23,923,903.80
XIV PEKERJAAN LAIN – LAIN Rp
1,570,000.00
JUMLAH Rp
414,639,660.87
PPN 10% Rp
41,463,966.09
I.M.B.( 2.4% + 1.000.000 ) Rp
10,951,351.86
JUMLAH TOTAL Rp
467,054,978.81
DIBULATKAN Rp
467,055,000.00
Terbilang :
Empat Ratus Enam Puluh Tujuh Juta Lima Puluh Lima Ribu Rupiah
Tabel 4 Rekapitulasi RAB Rumah Panggung
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
25
NO URAIAN PEKERJAAN JUMLAH HARGA
I PEKERJAAN
PENDAHULUAN Rp 11,727,520.00
II PEKERJAAN TANAH /
PASIR Rp 2,358,066.56
III PEKERJAAN PANCANGAN
Rp -
IV PEKERJAAN PASANGAN /
PLESTERAN Rp 63,037,259.96
V PEKERJAAN BETON TAK
BERTULANG Rp 20,005,216.00
VI PEKERJAAN BETON BERTULANG Rp 138,960,109.64
VII PEKERJAAN LANTAI /
DINDING Rp 15,386,563.40
VIII PEKERJAAN KUSEN ALUMINIUM Rp 31,944,250.00
IX PEKERJAAN KAP DAN
RANGKA Rp 83,675,709.65
X PEKERJAAN PLAFOND
Rp 20,397,176.64
XI PEKERJAAN INSTALASI LISTRIK Rp 6,375,000.00
XII PEKERJAAN SANITASI
Rp 8,845,000.00
XIII PEKERJAAN CAT-CATAN
Rp 23,923,903.80
XIV PEKERJAAN LAIN - LAIN
Rp 1,570,000.00
JUMLAH
Rp 428,205,775.65
PPN 10%
Rp 42,820,577.57
I.M.B.( 2.4% + 1.000.000 ) Rp 11,276,938.62
JUMLAH TOTAL Rp 482,303,291.83
DIBULATKAN
Rp 482,303,000.00
Terbilang : Empat Ratus Delapan Puluh Dua Juta Tiga Ratus Tiga Ribu Rupiah
Luas wilayah yang ditinjau sekitar 200 x 300 m2
atau 60.000 m2 (6 hektar). Hasil pengamatan
lapangan (Gambar 2) memberikan luas total
bangunan permanen (beton) di sepanjang jalan
utama dan di dalam kedua gang adalah 7.040
m2. Sehingga luas sisanya merupakan bagian
yang dianggap masih dapat mengalirkan air
yang terdiri dari lahan kosong dan rumah
panggung, yaitu seluas 52.960 m2
dikurangi luas
badan jalan 900 m2 (300 x 3 m
2) di Gang
Kenanga dan 450 m2 (300 x 1,5 m
2) menjadi
51.610 m2.
Volume air yang dapat dialirkan di
bawah bangunan dan lahan kosong hanya
diperhitungkan untuk kondisi jalan tidak banjir.
Tinggi urugan dan panggung sebesar 2 m tidak
seluruhnya dapat menampung air mengingat
adanya tanaman liar di lahan kosong dan bagian
lumpur di bawah bangunan. Ruang bebas di
bawah panggung atau lahan kosong dalam
pengamatan rata-rata hanya setinggi 1 m.
Sehingga volume air yang masih dapat tanpa
menimbulkan genangan di jalan dan rumah
adalah sebesar 51.610 m3.
Apabila luas bagian ruang bebas
tersebut beralih fungsi menjadi bagian yang
diurug untuk dibangun maka sejumlah 51.610
m3 air yang tadinya masih dapat ditampung akan
mengisi badan jalan dan bangunan yang ada.
Tanpa memperhitungkan luas bagian bangunan
di atas urugan, maka kenaikan muka air pada
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
26
wilayah tersebut menjadi 51.610 m3/60.000 m
2 =
0,86 m.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
biaya rumah panggung sedikit lebih tinggi dari
rumah urugan. Biaya rumah urugan dengan luas
bangunan 120 m2 adalah Rp 467.055.000,- atau
Rp 3.892.125,- / m2 dan biaya rumah panggung
Rp 482.303.000,- atau Rp 4.019192,- / m2.
Dengan kata lain biaya pembangunan rumah
panggung 3,27% lebih besar dari biaya
pembangunan rumah permanen dengan
pengurugan.
Jika ditinjau dari tinggi genangan yang
dapat terjadi akibat beralih fungsinya rumah
panggung menjadi rumah urugan untuk wilayah
tersebut adalah setinggi 0,86 m. Artinya desain
rumah tinggal dengan bentuk panggung akan
memberikan kontribusi pencegahan terjadinya
kenaikan genangan banjir karena air akan
tertampung di bawah bangunan. Semakin luas
wilayah yang beralih fungsi menjadi bangunan
(tanpa panggung) maka semakin tinggi
genangan yang akan terjadi.
Berdasarkan rencana anggaran biaya
pembangunan dan kontribusinya terhadap
terjadinya genangan, maka konstruksi rumah
panggung lebih menguntungkan. Dengan biaya
yang sedikit lebih tinggi (3,27%) dari rumah
urugan, rumah panggung dapat menekan
kenaikan tinggi genangan di sekitarnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Rencana anggaran biaya pembangunan
rumah urugan tipe 120 adalah Rp
467.055.000,- atau Rp 3.892.125,- / m2.
2. Adapun rencana anggaran biaya rumah
panggung dengan tipe yang sama diperoleh
sebesar Rp 482.303.000,- atau Rp
4.019192,- / m2.
3. Peralihan fungsi dari lahan kosong dan
rumah panggung menjadi rumah permanen
urugan di wilayah tersebut dapat menaikkan
tinggi genangan sebesar 0,86 m.
4. Pemakaian rumah panggung lebih
menguntungkan karena dengan biaya yang
sedikit lebih tinggi (3,27%) dari rumah
urugan, rumah panggung dapat menekan
kenaikan tinggi genangan di sekitarnya.
Penelitian ini merupakan satu bagian
kecil dari upaya penanganan banjir yang
menyeluruh. Akan lebih baik apabila :
1. Rumah panggung yang direncana juga
menggunakan material kayu sehingga dapat
lebih jelas menunjukkan manfaat rumah
panggung dari segi biaya dan tinggi
genangan yang dapat ditekan.
2. Penelitian lebih lanjut dalam upaya
pencegahan dan penanganan banjir yang
melibatkan pemakaian rumah panggung di
dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Profil Daerah Kota Samarinda, 2009 from
http://www.bappeda kaltim.com
Sarono, 2002, Musim Hujan Datang, Banjir
Mengancam, Harian Sinar Harapan (16
November 2002).
Soedrajat, 1984, Analisa Anggaran Biaya
Pelaksanaan, Penerbit, Bandung.
Sunggono, 1995, Buku Teknik Sipil, Beta Offset,
Bandung
Susilowati dkk, 2006, Analisis Perubahan Tata
Guna Lahan dan Koefisien Pengaliran
terhadap Debit Drainase Perkotaan,
Jurnal Media Teknik Sipil, p 27
Tim Penyusun, 1996, Drainase Perkotaan,
Penerbit Gunadarma, Jakarta.
Tohari, Adrin, 2007, Rumah Panggung Solusi
Pemukiman Jakarta yang Rawan Banjir,
Kapanlagi.com (21 Maret 2007)
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
27
KORELASI ANTARA CBR TAK TERENDAM DENGAN PARAMETER FISIS
TANAH TIMBUNAN LOKAL SAMARINDA
Kukuh Prihatin
Dosen Politeknik Negeri Samarinda
Suryadi
Dosen Politeknik Negeri Samarinda
ABSTRACT
Land development with reclamation embankment requires material that has fulfill prerequisite of
granule gradation in the form of 80% minimal sand and 20% maximum silt-clay, and another
prerequisite is embankment compaction. The reclamation implementer on site that is generally want to
know the embankment material fast and easily is just one of density tests for example California Bearing
Ratio (CBR), could be knew the other density parameters, that is dry unit weight d), void ratio (e) dan
porosity (n) with assumption unsaturated.
This research is carried out by means of laboratory test for using sand (passing no. 10 or 2 mm
diameter) picked up from Sungai Mahakam Samarinda and silt-clay (passing no. 200 or 0,075 mm
diameter) are taken from Gunung Lipan Samarinda. Sampel are made 5 variations with sand and silt-
clay composition are 100% : 0%, 95% : 5%, 90% : 10%, 85% : 15%, 80% : 20% . Then, material are
tested Modified Proctor compaction with 25 sampels (5 variations x 5 sampel/variation). The next step is
a unsoaked CBR test with 25 sampels. The last step is test of volumetric-gravimetri with 25 sampels.
d),
d value is obtained from
85% sand and 15% silt-clay with a unsoaked CBR is 19,16%. The result of this research are explained
that linier regresi equation related to unsoaked CBR with fisis parameters are dry unit weight, CBR =
23,039. γd – 24,163 ; void ratio, CBR = -19,581. e + 24,075 and porosity, CBR = -32,584. n + 25,686.
The equation between parameters is valid whenever it is used for the Samarinda’s local material with
80% minimum sand and 20% maximum silt-clay compositions.
Keywords : embankment, local material, CBR, fisis parameter
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang tinggi
mengakibatkan lahan hunian semakin sempit
dan perlu adanya pengembangan lahan. Salah
satu cara untuk tujuan pengembangan kawasan
dengan cara reklamasi. Reklamasi adalah suatu
pekerjaan penimbunan tanah dengan skala
volume dan luasan yang sangat besar pada suatu
lahan atau kawasan kosong dan berair seperti di
kawasan pantai, daerah rawa, sungai, danau dan
laut. Reklamasi merupakan suatu cara tepat
untuk mengatasi permasalahan untuk
pengembangan kawasan yang ada di Kalimantan
Timur khususnya Samarinda yang didominasi
daerah rawa.
Pada saat pelaksanaan reklamasi
kebutuhan material timbunan sangat besar.
Selain persyaratan umum yang harus dipenuhi
sebagai material timbunan yaitu pasir minimum
80% dan lanau-lempung maksimum 20%
(Wahyudi H, 1997), persyaratan kepadatan juga
harus dipenuhi. Pihak Kontraktor, sebagai
pelaksana lapangan, ingin mengetahui secara
cepat dan mudah pada saat material timbunan
tiba di lapangan hanya melihat komposisi pasir
dan lanau-lempung dapat ditentukan material
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
28
tersebut memenuhi persyaratan atau tidak
sebagai material timbunan sesuai dengan
kepadatan yang disyaratkan tanpa harus
melakukan uji kepadatan seperti sand cone atau
CBR lapangan. Selain itu, CBR yang dilakukan
adalah CBR tak terendam karena material yang
digunakan dominan pasir, lebih cocok untuk
material timbunan reklamasi karena sifat
kapilaritas yang rendah.
Untuk menentukan tingkat kepadatan
suatu tanah dapat dilihat dari tiga parameter
yaitu relative density (DR), berat volume kering
(d) dan angka pori (e). Relative density hanya
digunakan untuk jenis tanah granular, sedangkan
berat volume kering (d) dan angka pori (e)
untuk semua jenis tanah berbutir halus maupun
berbutir kasar (granular). Karena itu berat
volume kering (d) dan angka pori (e) lebih
sesuai digunakan pada pekerjaan reklamasi
karena jenis tanah timbunannya terdiri dari tanah
berbutir halus dan kasar.
Day (1997) dalam diskusinya
mengatakan bahwa kepadatan, yang ditentukan
dari angka pori (e), dipengaruhi oleh adanya
partikel lempung untuk mengisi ruang pori yang
paling kecil. Semakin besar kandungan lempung
pada tanah timbunan maka akan mempengaruhi
kepadatan. Di lapangan banyak terjadi material
yang datang dominan lanau-lempung.
Biasanya pemakaian material timbunan
di Samarinda banyak diambil dari luar
Samarinda, sehingga harga material akan lebih
mahal. Untuk memanfaatkan sumber daya alam
yang ada di Samarinda dan untuk mengatasi
ketersediaan material maka dalam penelitian ini
digunakan material lokal yang diambil dari
Sungai Mahakam yang harga materialnya lebih
murah dibandingkan dengan material dari luar
Samarinda.
Dari beberapa permasalahan diatas
maka diambil judul korelasi antara CBR tak
terendam dengan parameter fisis tanah timbunan
lokal Samarinda. Dengan adanya material
timbunan yang tiba di lapangan bisa langsung
diketahui nilai parameter fisis (angka pori, e dan
porositas, n), kepadatan tanah (berat volume
kering, d) dan nilai CBR.
Permasalahan
Permasalahan-permasahalan yang sering
dialami oleh para kontraktor di lapangan adalah
dalam menentukan kepadatan tanah (d, e dan n)
dan nilai CBR suatu material timbunan
reklamasi, yang disebabkan oleh bervariasinya
komposisi pasir dan lanau-lempung saat tiba di
lapangan, melihat kondisi tersebut maka
permasalahan yang terjadi adalah:
- Bagaimana pengaruh komposisi pasir dan
lanau-lempung terhadap berat volume tanah
(d).
- Bagaimana hubungan antara kepadatan tanah
(d) dengan nilai CBR.
- Bagaimana hubungan antara angka pori dan
porositas tanah timbunan dengan CBR
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui korelasi antara CBR tak terendam
dengan parameter fisis tanah timbunan lokal
Samarinda yang ditentukan dari nilai kepadatan
tanah (berat volume kering, d), angka pori (e)
dan porositas ( n).
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat
menjadi solusi di dalam penanganan masalah
pemilihan material timbunan pada reklamasi
untuk mengetahui komposisi dan parameter fisis
material timbunan yang akan diperlukan
berdasarkan CBR yang diharapkan.
Penelitian ini juga dapat sebagai
masukan para praktisi lapangan karena adanya
daftar nilai korelasi antara CBR tak terendam
dengan parameter fisis tanah timbunan
reklamasi, yang apabila salah dalam pemilihan
komposisi material timbunan akan
mengakibatkan kerusakan struktur dan kerugian
yang besar.
Batasan Masalah
Mengingat tingkat kedalaman dan
sangat spesifiknya judul penelitian ”Korelasi
antara CBR Tak Terendam dengan parameter
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
29
fisis tanah timbunan reklamasi”, maka dalam
penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh
parameter fisis tanah ( d, e, n, wc) terhadap nilai
CBR. Korelasi ini dilakukan dalam kondisi tidak
terendam (unsoaked).
Lingkup Pekerjaan
Pada penelitian ini akan dilaksanakan
pengujian-pengujian yang berkaitan dengan
judul penelitian sebagai berikut :
- Test Modified Proctor untuk memperoleh
berat volume kering ( d ) dan kadar air (wc)
- Test CBR Tak Terendam untuk
mendapatkan nilai CBR Tak Terendam.
- Test Volumetri-Gravimetri untuk
memperoleh Gs, e dan n.
TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan Berat-Volume Tanah
Berat volume tanah kering (γd)
Vs
Wsd atau
)1( w
td
Ws : berat tanah kering dan
Vs : volume tanah kering
t : berat volume kering
Kadar air (w)
Kadar air adalah perbandingan antara
berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws).
%100S
W
W
W
Specific gravity (Gs)
Perbandingan antara berat volume butiran
padat (s) dengan berat volume air (w).
W
SSG
Angka pori (e)
Angka pori (e) adalah rasio antara volume
void (Vv) dan volume solid (Vs). Angka
pori banyak digunakan dalam mekanika
tanah untuk menyatakan berbagai
parameter fisis sebagai fungsi dari
kepadatan tanah.
S
V
V
Ve atau
tc
s
w
Ge
)1(
Porositas (n)
Porositas (n) dapat didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume pori dan
volume total.
V
Vn V atau
e
en
1
Pemadatan
Pada beberapa pekerjaan sipil, tanah
dipadatkan untuk meningkatkan sifat-sifat teknis
tanah. Tanah dipadatkan oleh mesin dengan
peralatan rolling atau vibrating. Kepadatan
tanah diperoleh dari kepadatan lapangan yang
ditetapkan oleh test kepadatan laboratorium
yaitu modified compaction yang diperkenalkan
oleh Proctor untuk mensimulasikan kepadatan
dari peralatan berat, yang menghasilkan energi
pemadatan yang lebih besar. Pemadatan tanah
terdiri dari kumpulan partikel tanah yang
dipadatkan oleh mesin sehingga terjadi
peningkatan berat volume kering tanah.
Lee dan Suedkamp (1972) telah
mempelajari kurva-kurva pemadatan dari 35
jenis tanah dan menyimpulkan bahwa kurva
pemadatan tanah-tanah tersebut dapat dibedakan
hanya menjadi empat tipe umum. Hasilnya
terlihat pada Gambar 2.1. Kurva pemadatan
tipe A berbentuk bel umumnya terdapat hampir
pada semua tanah lempung dengan nilai batas
cair (LL) antara 30 – 70. Kurva tipe B
berpuncak satu setengah, umumnya terdapat
pada pasir dengan LL < 30 (kurva tipe B
merupakan hasil yang lebih cocok dengan
kondisi sampel pengujian kami yang dominan
tanah pasir). Kurva tipe C berpuncak ganda,
yang terdapat pada tanah dengan LL < 30 atau
LL > 70. Kurva tipe D berbentuk ganjil,
umumnya terdapat pada tanah yang mempunyai
LL > 70.
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
30
Gambar 2.1. Tipe-tipe Kurva Pemadatan yang Sering Dijumpai pada Tanah
Nilai puncak dari berat isi kering disebut
kerapatan kering maksimum dan kadar air pada
kerapatan kering maksimum disebut kadar air
optimum.
Hubungan antara kadar air () dan berat
volume kering (d) dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1
t
d
dengan :
t : berat volume tanah basah (gr/cc)
w : kadar air (%)
Pengujian CBR
Pengujian stabilitas yang paling banyak
digunakan para perencana untuk menunjukkan
indeks stabilitas adalah pengujian California
Bearing Ratio atau disingkat CBR. Pengujian
CBR dirancang untuk menunjukkan stabilitas
relative dari tanah yang telah disiapkan dengan
kepadatan dan kadar air tertentu, yang
disesuaikan dengan kondisi lingkungan dibawah
lapisan perkerasan.
Pengujian kekuatan merupakan
pengujian penetrasi, dimana sebuah batang
(piston) silender ditekan pada tanah yang telah
direndam dengan kecepatan pembebanan yang
konstan. Sebuah kurva beban terhadap penetrasi
dapat dibuat dan kurva ini dibandingkan
terhadap kurva standar yang diperoleh untuk
batu pecah. Untuk kebanyakan kasus, nilai CBR
ditentukan sebagai perbandingan beban pada
penetrasi 0.1 inchi (2.5 mm) dari tanah terhadap
batu pecah dan dinyatakan dalam prosentase.
Pada Gambar 2.2. Kurva 1 adalah
kurva standar untuk CBR=100%. Kurva 2
adalah kurva percobaan CBR yang dilakukan,
dengan keterangan sebagai berikut:
P : tegangan vertikal yang diinginkan.
Ps : tegangan yang terjadi pada penurunan 0.1
inchi (2.54 mm).
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
31
Gambar 2.2. Contoh Pengujian CBR
METODOLOGI PENELITIAN
Komposisi material dan jumlah sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1, berikut :
Tabel 3.1. Komposisi material dan jumlah sampel
sampel
ke
pasir
%
Lanau dan
lempung %
Pemadatan CBR
1
2
3
4
5
100
95
90
85
80
0
5
10
15
20
Modified Proctor kondisi
tidak terendam (tiap
benda uji dibuat 5 sampel
modified proctor)
CBR kondisi tidak
terendam (tiap benda uji
dibuat 5 sampel )
= 25 Sampel = 25 Sampel
Persiapan material
Material tanah timbunan dikondisikan
berdasarkan Metode AASHTO (American
Association of State Highway and
Transportation Officials). Persyaratan ukuran
butiran material timbunan yang terdiri dari
komposisi lanau-lempung dan pasir sebagai
berikut :
1. Lanau-lempung adalah material lolos
ayakan No. 200 (diameter 0,075 mm).
2. Pasir adalah material lolos ayakan No. 10
(diameter 2 mm).
Material lanau-lempung diambil dari
Gunung Lipan Samarinda Seberang dan material
pasir diambil dari Sungai Mahakam Samarinda.
Tahapan Pengujian
Untuk memahami langkah-langkah
pengujian maka dapat dilihat pada Gambar 3.1.
berikut.
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
32
Gambar 3.1. Diagram Alir Tahapan dan Jenis Pengujian yang Dilakukan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Korelasi antara Berat Volume Kering (γd) dengan Kadar Air (wc) Pada Pengujian Modified
Proctor
Tabel 4.1. Hubungan antara berat volume kering (γd) dengan kadar air (wc) pada kondisi tidak
terendam
% Air
P : L = 100% : 0% P : L = 95% : 5% P : L = 90% : 10% P : L = 85% : 15% P : L = 80% : 20%
d
(gr/cc)
wc
(%)
d
(gr/cc)
wc
(%)
d
(gr/cc)
wc
(%)
d
(gr/cc)
wc
(%)
d
(gr/cc)
wc
(%)
4.00 1.58 3.42 1.67 6.78 1.74 3.90 1.77 3.65 1.77 4.04
8.00 1.60 7.01 1.66 7.37 1.72 7.91 1.87 7.06 1.83 7.48
12.00 1.57 8.90 1.67 9.55 1.78 11.23 1.83 10.03 1.87 12.02
16.00 1.65 11.82 1.70 13.06 1.80 14.05 1.88 13.51 1.82 15.05
20.00 1.56 14.73 1.64 16.34 1.65 18.14 1.78 17.35 1.77 16.71
Sumber : Hasil Pengujian
Kesimpulan Korelasi antara CBR dengan parameter fisis
Persiapan Material dan Alat
Peralatan
- Timbangan
- Cawan
- Piknometer
- Oven
- Vacum
- CBR
- Modified Proctor
Komposisi Material Timbunan, dengan
batasan :
- Pasir (min. 80%)
- Lanau+lempung (max. 20%)
Pemeraman benda uji 1 hari
Pengujian Modified Proctor
Kondisi tidak terendam
(tanpa masa perendaman)
CBR
Untuk menentukan nilai CBR dari variasi kadar air
Pengujian Volumetri-Gravimetri ( Gs, e, n)
Korelasi antara CBR dengan parameter fisis
(.γd, e, n)
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
33
Keterangan:
Prosentase air (200 ml, 400 ml, 600 ml, 800 ml, 1000 ml) terhadap berat total tanah 5000 gram
Gambar 4.1. Pengaruh kadar air (wc) terhadap berat volume kering ( d) pada kondisi tidak terendam
Pada Gambar 4.1. dan Tabel 4.1 terlihat
bahwa cenderung pada semua komposisi pasir
dan lanau-lempung, semakin besar kadar air (wc)
maka semakin besar pula γd-nya, tetapi pada
kadar air tertentu γd akan menurun, hal ini
disebabkan oleh besarnya prosentase air yang
mengisi pori-pori antar butiran sehingga
prosentase butiran solid yang masuk tidak
maksimal. Pada Gambar 4.1. dan Tabel 4.1
juga terlihat bahwa semakin besar prosentase
lanau-lempung dalam campuran maka kadar air
optimumnya (wopt) akan semakin besar pula, hal
ini disebabkan oleh kandungan lempung (SiO2)
yang besar dapat menyerap air (H2O) yang lebih
banyak.
Apabila dilihat dari segi kepadatan (γd
max), semakin besar prosentase lanau-lempung
maka γdmax nya akan semakin besar pula, tetapi
pada campuran dengan lanau-lempung 20%,
γdmax nya menurun, hal ini disebabkan karena
kandungan lempung yang besar dapat
menyebabkan instabilitas seperti daya dukung
rendah dan penurunan yang besar. Nilai γd
terbesar terjadi pada komposisi pasir 85% dan
lanau-lempung 15%.
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
34
Korelasi antara CBR Tak Terendam dengan Kepadatan (γd)
Tabel 4.2. Hubungan Antara Kepadatan (γd) dengan CBR Tidak Terendam
% Air
P : L =
100% : 0%
P : L =
95% : 5%
P : L =
90% : 10%
P : L =
85% : 15%
P : L =
80% : 20%
d
(gr/cc)
CBR
(%)
d
(gr/cc)
CBR
(%)
d
(gr/cc)
CBR
(%)
d
(gr/cc)
CBR
(%)
d
(gr/cc)
CBR
(%)
4.00 1.58 5.75 1.67 5.11 1.74 11.50 1.77 16.61 1.77 15.97
8.00 1.60 6.39 1.66 4.15 1.72 10.22 1.87 18.84 1.83 16.18
12.00 1.57 5.11 1.67 5.43 1.78 12.77 1.83 18.10 1.87 16.45
16.00 1.65 7.98 1.70 7.35 1.80 13.20 1.88 19.16 1.82 15.65
20.00 1.56 4.79 1.64 4.47 1.65 4.47 1.78 16.61 1.77 15.01
Sumber : Hasil Pengujian
Gambar 4.2. Korelasi antara Kepadatan γd dengan CBR Tidak Terendam, Dry Side
Pada Gambar 4.2. garis-garis regresi
linear menunjukkan zone valid. Zone valid
adalah hasil regresi dari kepadatan versus kadar
air minimum sampai kadar air optimum (dry
side).
Pada Gambar 4.2. dan Tabel 4.2.
terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi
pasir dan lanau-lempung, semakin besar
kepadatan γd maka semakin besar pula nilai
CBRnya, kecuali pada pasir 80% dan lanau-
lempung 20% terjadi penurunan kepadatan γd
dan nilai CBRnya.
Hal ini disebabkan karena semakin besar
kepadatan γd berarti tanahnya semakin padat
maka daya dukung tanahnya semakin besar,
yang ditunjukkan dengan nilai CBR semakin
besar.
Korelasi antara CBR dengan angka pori (e)
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
35
Tabel 4.3. Hubungan antara angka pori (e) dengan CBR Tidak Terendam
% Air
P : L =
100% : 0%
P : L =
95% : 5%
P : L =
90% : 10%
P : L =
85% : 15%
P : L =
80% : 20%
E CBR
(%) e
CBR
(%) e
CBR
(%) e
CBR
(%) e
CBR
(%)
4.00 0.668 5.75 0.586 5.11 0.505 11.50 0.367 16.61 0.456 15.97
8.00 0.664 6.39 0.594 4.15 0.533 10.22 0.293 18.84 0.414 16.18
12.00 0.697 5.11 0.558 5.43 0.495 12.77 0.311 18.10 0.392 16.45
16.00 0.544 7.98 0.547 7.35 0.454 13.20 0.234 19.16 0.417 15.65
20.00 0.685 4.79 0.606 4.47 0.581 4.47 0.367 16.61 0.450 15.01
Sumber : Hasil Pengujian
Gambar 4.3. Korelasi antara Angka Pori (e) dengan CBR Tidak Terendam, Dry Side
Pada Gambar 4.3. dan Tabel 4.3. menunjukkan bahwa dominan pada semua komposisi pasir dan lanau-
lempung, peningkatan harga CBR akan mengakibatkan mengecilnya angka pori (e).
Hal ini disebabkan karena dengan
meningkatnya nilai CBR maka tanah akan
mengalami reposisi butiran (perbaikan posisi
butiran) yang akan mengakibatkan mengecilnya
angka pori.
Korelasi antara CBR dengan porositas (n)
Tabel 4.4. Hubungan antara porositas (n) dengan CBR Tidak terendam
% Air
P : L =
100% : 0%
P : L =
95% : 5%
P : L =
90% : 10%
P : L =
85% : 15%
P : L =
80% : 20%
N CBR
(%) n
CBR
(%) n
CBR
(%) n
CBR
(%) n
CBR
(%)
4.00 0.401 5.75 0.369 5.11 0.336 11.50 0.268 16.61 0.313 15.97
8.00 0.399 6.39 0.373 4.15 0.348 10.22 0.226 18.84 0.293 16.18
P : Pasir
L : Lanau-lempung
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
36
12.00 0.411 5.11 0.358 5.43 0.331 12.77 0.238 18.10 0.282 16.45
16.00 0.352 7.98 0.353 7.35 0.312 13.20 0.190 19.16 0.294 15.65
20.00 0.407 4.79 0.377 4.47 0.367 4.47 0.268 16.61 0.310 15.01
Sumber : Hasil Pengujian
Gambar 4.4. Korelasi antara Porositas (n) dengan CBR Tidak Terendam, Dry Side
Pada Gambar 4.4. dan Tabel 4.4.
terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi
pasir dan lanau-lempung, semakin besar nilai
CBR maka semakin kecil pula porositasnya.
Hal ini disebabkan karena semakin besar
nilai CBR maka tanahnya mengalami reposisi
butiran sehingga porositas butiran mengecil dan
hal ini dapat dilihat dari mengecilnya nilai
porositas.
KESIMPULAN
Dari hasil pengujian material lokal
Samarinda dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada semua komposisi pasir dan lanau-
lempung, semakin besar kadar air (wc) maka
semakin besar pula dry density (γd), tetapi
pada kadar air tertentu γd akan menurun.
Karena prosentase air yang mengisi pori-
pori antar butiran besar sehingga prosentase
butiran solid yang masuk tidak maksimal.
Semakin besar prosentase lanau-lempung
dalam campuran maka wc optimumnya akan
semakin besar pula, karena kandungan
lempung (SiO2) yang besar dapat menyerap
air (H2O) yang lebih banyak. Jika dilihat
dari segi kepadatan (γdmax), semakin besar
prosentase lanau-lempung maka γdmax nya
akan semakin besar pula, tetapi pada
campuran dengan lanau-lempung 20%, γdmax
nya menurun, karena kandungan lempung
yang besar dapat menyebabkan instabilitas
seperti daya dukung rendah dan penurunan
yang besar.
2. Semakin besar γd maka semakin besar nilai
CBR dan semakin kecil nilai angka pori (e)
dan porositas (n), karena semakin besar
kepadatan γd berarti tanahnya semakin padat
Porositas (n)
P : Pasir
L : Lanau-lempung
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
37
maka daya dukung tanahnya semakin besar,
yang ditunjukkan dengan nilai CBR semakin
besar dan tanahnya mengalami reposisi
butiran sehingga pori-pori antar butiran
mengecil dan hal ini dapat dilihat dari
mengecilnya nilai e dan n.
3. Korelasi antara γd, e, n dengan CBR
a. Pasir 100% dan Lanau-lempung 0% → CBR = 33,826. γd – 47,751 (R2 = 0,979)
CBR = -17,566. e + 17,61 (R2 = 0,9377)
CBR = -45,529. n + 24,096 (R2 = 0,9314)
b. Pasir 95% dan Lanau-lempung 5% → CBR = 65,19. γd – 103,55 (R2 = 0,9771)
CBR = - 53,26. e + 35,929 (R2 = 0,8039)
CBR = -131,55. n + 53,32 (R2 = 0,8064)
c. Pasir 90% dan Lanau-lempung 10% → CBR = 35,941. γd – 51,371 (R2 = 0,9554)
CBR = -37,795. e + 30,697 (R2 = 0,8452)
CBR = -83,592. n + 39,646 (R2 = 0,8352)
d. Pasir 85% dan Lanau-lempung 15% → CBR = 23,039. γd – 24,163 (R2 = 0,9979)
CBR = -19,581. e + 24,075 (R2 = 0,8838)
CBR = -32,584. n + 25,686 (R2 = 0,8622)
e. Pasir 80% dan Lanau-lempung 20% → CBR = 4,6659. γd + 7,6947 (R2 = 0,944)
CBR = -7,2126. e + 19,232 (R2 = 0,9378)
CBR = -14,689. n + 20,544 (R2 = 0,9431)
4. Komposisi material lokal Samarinda yang
optimal terhadap kepadatan adalah
material dengan komposisi pasir 85%
dan lanau-lempung 15%. Bila
kandungan lanau-lempung bertambah
banyak (>15%) atau bertambah sedikit
(<15%), mengakibatkan kepadatan
menurun.
5. Parameter tanah yang paling dominan
pengaruhnya terhadap harga CBR adalah
parameter kepadatan tanah (γd), hal ini
karena peningkatan harga CBR akan
diperoleh apabila kepadatan tanah
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Day, Robert W., 1997, Discussions Grain-Size
Distribution for Smallest Possible Void
Ratio, Journal of Geotechnical and
Geoenvironmental Engineering, ASCE,
Vol. 123 No. 1, 78 pages
Johnson, A.W., and J.R. Sallberg, 1960, Factors
That Influence Field Compaction of
Soils, HRB Bull. No. 272, 206 pages
Lee, P.Y., and Suedkamp, R.J., 1972,
Characteristics of Irregularly Shaped
Compaction Curves of Soils, Highway
Research Record No. 381, National
Academy of Sciences, Washington,
D.C., 1-9
Wahyudi, Herman, 1997, Teknik Reklamasi,
Teknik Sipil ITS, Surabaya