33
BAB I PENDAHULUAN Persalinan preterm masih merupakan masalah di bidang perinatologi karena baik di negara maju maupun negara berkembang sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus. Hal tersebut terutama berkaitan dengan berat badan bayi yang rendah dan belum siapnya organ-organ penting bayi prematur untuk dapat beradaptasi secara optimal dengan dunia luar 1,2,3 . Insiden partus prematurus kurang lebih 10% dari seluruh persalinan dan merupakan penyebab 80% dari kematian neonatal. Di setiap negara kejadian persalinan preterm sangat bervariasi. Di Amerika Serikat Creasy, 1993 melaporkan dari tahun 1981-1989 didapatkan angka kejadian persalinan prematur sekitar 9%-11% 1,4 . Di Indonesia angka kejadian persalinan preterm berkisar antara 10%-20 %. Di RSU Sanglah selama 3 tahun terakhir (1998-2000) adalah 3,0 % 5 . Sampai sekarang penyebab terjadinya persalinan preterm belum diketahui secara pasti, dan bersifat multifaktorial 6 . Faktor risiko yang berhubungan dengan tingginya kejadian persalinan preterm antara lain; ibu muda (kurang dari < 20 tahun), sosial ekonomi yang kurang 1

Lapsus Preterm

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lapsus Preterm

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan preterm masih merupakan masalah di bidang perinatologi karena

baik di negara maju maupun negara berkembang sebagai penyebab morbiditas dan

mortalitas neonatus. Hal tersebut terutama berkaitan dengan berat badan bayi yang

rendah dan belum siapnya organ-organ penting bayi prematur untuk dapat beradaptasi

secara optimal dengan dunia luar 1,2,3.

Insiden partus prematurus kurang lebih 10% dari seluruh persalinan dan

merupakan penyebab 80% dari kematian neonatal. Di setiap negara kejadian

persalinan preterm sangat bervariasi. Di Amerika Serikat Creasy, 1993 melaporkan

dari tahun 1981-1989 didapatkan angka kejadian persalinan prematur sekitar 9%-

11%1,4. Di Indonesia angka kejadian persalinan preterm berkisar antara 10%-20 %.

Di RSU Sanglah selama 3 tahun terakhir (1998-2000) adalah 3,0 % 5.

Sampai sekarang penyebab terjadinya persalinan preterm belum diketahui

secara pasti, dan bersifat multifaktorial6. Faktor risiko yang berhubungan dengan

tingginya kejadian persalinan preterm antara lain; ibu muda (kurang dari < 20 tahun),

sosial ekonomi yang kurang baik, ibu perokok, wanita yang tidak terikat pernikahan

yang sah, kehamilan yang tidak mendapat dukungan dari suami atau keluarga,

kehamilan ganda, dan lain-lain. Sedangkan penyebab dari persalinan preterm adalah

infeksi, iatrogenik, ketuban pecah dini, polihidramnion, kematian janin dalam rahim,

kelainan kongenital, dan lain-lain2,7,8. Dari penyebab multifaktorial ini digolongkan

ke dalam dua katagori umum yaitu : persalinan preterm spontan dan berdasarkan

indikasi medis atau obstetri2. Dikatakan bahwa 75% - 80% persalinan preterm bersifat

spontan. Dalam dasawarsa terakhir ini pada umumnya para ahli dibidang fetomaternal

memusatkan perhatian pada proses inflamasi yang terjadi pada selaput ketuban,

plasenta dan ekspresi mediator – mediator inflamasi yang dapat ditemukan dalam air

ketuban. Semuanya ini bertujuan untuk menurunkan angka persalinan preterm 1,2,3.

1

Page 2: Lapsus Preterm

Berbagai usaha telah dilakukan untuk penundaan persalinan sampai aterm

dengan maksud memberi kesempatan terjadinya pematangan paru. Paling tidak

penundaan persalinan dilakukan dua kali 24 jam untuk pemberian kortikosteroid,

yang diketahui akan mempercepat pematangan paru janin. Cara penundaan persalinan

preterm tersebut adalah dengan pemberian tokolitik tersendiri atau dikombinasikan

dengan antibiotika, disamping itu pencegahan telah dilakukan baik pencegahan

primer maupun sekunder.

2

Page 3: Lapsus Preterm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setelah kehamilan 20

minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu, BB >500gr dan <2500gr.

Kategori Berat Badan Lahir Rendah:

1.  BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) < 2500 gram,

2.  BBLSR (Berat Badan Lahir Sangat Rendah) < 1500 gram

3.  BBLER (Berat Badan Lahir Sangat Rendah ) ≤ 1000 gram (Prawiroharjo, Sarwono

2008: 668).

Partus prematurus adalah ancaman lahirnya hasil konsepsi pada umur kehamilan

kurang dari 37 minggu yang ditandai adanya kontraksi uterus yang terkoordinasi,

teratur, interval kurang dari 10 menit dengan durasi minimal 30 detik, yang

menyebabkan perubahan progresif pada serviks disertai adanya penurunan bagian

terendah atau adanya perubahan dilatasi serviks pada hasil periksa dalam oleh

pemeriksa yang sama dengan selang waktu 1 jam bersamaan dengan adanya 2 atau

lebih kontraksi setiap 10 menit dengan durasi minimal 30 detik, yang disertai adanya

penurunan bagian terendah .2

2.2 Etiologi Presalinan Preterm

Etiologi persalinan preterm adalah multifaktorial. Kira-kira sepertiga kasus

penyebabnya oleh faktor komplikasi ibu dan janin (hipertensi, solusio plasenta,

plasenta previa, kehamilan ganda, kelainan konginetal), sepertiga oleh kerena ketuban

pecah dini ( KPD ) dan sepertiganya tidak diketahui (idiopatik).2,3

Beberapa keadaan tampaknya mempunyai hubungan erat dengan terjadinya

persalinan preterm yaitu :

3

Page 4: Lapsus Preterm

Iatrogenik

- penyakit sistemik berat

- adanya patologi nyata di abdomen non obstetri

- penyalahgunaan obat terlarang

- hipertensi dalam kehamilan

- trauma

Uterus

- malformasi

- overdistensi akut

- mioma besar

- desiduaitis

- aktivitas uterus idiopatik

Plasenta

- Solusio plasenta

- Plasenta previa

- sinus marginalis

- korioangioma besar

Cairan Amnion

- oligohidramnion dengan selaput ketuban yang utuh

- ketuban pecah prematur

- polihidramnion

- infeksi intra amnion subklinis

- korioamnionitis

Janin

- malformasi janin

- kehamilan majemuk

- janin hidrop

- pertumbuhan janin terhambat

- gawat janin

- kematian janin

4

Page 5: Lapsus Preterm

Serviks

- inkompeten servuks

- servisitis / vaginitis akut

Riwayat persalinan preterm ternyata berhubungan erat dengan terjadinya

persalinan preterm pada kehamilan sekarang, dengan risiko relatif 2 – 4 kali

dibandingkan dengan tanpa riwayat persalinan preterm. Kehamilan multipel

mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya persalinan preterm, bahkan 50% pada

kehamilan ganda terjadi persalinan preterm dan 90% terjadi pada kehamilan triplet.

Perdarahan pervaginam pada trisemester pertama mempunyai risiko dua kali, sedang

jika terjadi pada trismester dua dan tiga akan meningkatkan risiko 10 kali lipat untuk

terjadinya persalinan preterm.2,3

Bakteria asimptomatik pada wanita hamil ternyata juga dapat meningkatkan

risiko persalinan preterm hingga 2 kali lipat. Hal ini mungkin disebabkan karena

Invasi mikroorganisme pada cairan amnion yang menyebabkan peningkatan kadar

prostaglandin, leukotrien dan berbagai mediator imflamasi.2,3

Pada keadaan kadar fibronektin serviks melebihi 50ng/ml, dijumpai 83%

persalinan preterm, dibandingkan hanya 19% pada keadaan kadar fibronektinnya <

50 ng/ml. Peningkatan kadar fibronektin ini dapat pula memprediksi 2 sampai 14 hari

sebelum terjadinya persalinan preterm.2,3

2.3 Patogenesis Persalinan preterm

Patogenesis terjadinya persalinan prematur menurut Lockwood C J, (1995),

adalah diawali oleh proses inflamasi jaringan khorioamniotik akibat infeksi yang

berasal dari vagina & serviks yang akan meningkatkan produksi endotoksin lokal dan

sitokin inflamasi yakni IL-1 (interleukin-1), dan TNF (tumor necrosis faktor). Sitokin

ini juga meningkatkan pelepasan IL-6 (interleukin-6) dari jaringan yang sama yang

ikut berperan meningkatkan pelepasan prostanoid, leukotrin B4 dan endotelin yang

mengakibatkan terjadinya kontraksi uterus. Lebih lanjut dikemukakan juga adanya

pengaruh sitokin terhadap pelepasan protease yang dihasilkan oleh jaringan

khorioamniotik, desidua dan matrik ekstraseluler seperti kolagenase dan juga

5

Page 6: Lapsus Preterm

meningkatkan produksi IL-8 (interleukin-8) dari jaringan yang sama sehingga

meningkatkan sebukan sel leukosit PMN dan melepaskan enzim elastase yang poten

untuk merusak matriks ekstraseluler. Semua kejadian di atas akan menyebabkan

perubahan lebih lanjut dari serviks, pemisahan khorion dari desidua, dan pelepasan

fibronektin yang kadang-kadang disertai dengan pecahnya ketuban sebelum

waktunya pada kehamilan prematur. Selanjutnya dikemukakan adanya pengaruh

stress pada ibu maupun janin terhadap terjadinya proses persalinan ini. Bermacam-

macam stress hormonal yang dihasilkan oleh adrenal maupun hipotalamus yang akan

meningkatkan pelepasan CRH (corticotropic realeasing hormone) dari plasenta,

desidua, dan khorioamnion. Sebagai efektor parakrin maka CRH akan meningkatkan

produksi prostanoid dari desidua dan khorioamnion yang dapat merangsang

kontraksi uterus. Peningkatan pelepasan dari pencetus awal persalinan fisiologis

(CRH, oksitosin, progesterone withdrawl) secara bersama yang bisa terjadi lebih dini

akan meningkatkan produksi prostanoid dan protease. Berkurangnya aliran darah ke

uterus yang terjadi sekunder akibat dari kelainan pembuluh darah desidua,

menyebabkan iskemia dari uteroplasenta dengan akibat terjadinya kerusakan jaringan

setempat oleh peroksidase lemak (lipid peroksidase/LPO) dan radikal bebas, hal ini

akan meningkatkan produksi prostanoid, protease dan endotelin yang akan

meningkatkan pelepasan CRH. Perdarahan pada desidua akan menyebabkan

penurunan fungsi dari pembuluh darah uteroplasenta dan kekurangan oksigen pada

janin yang akan melepaskan CRH, meningkatkan sebukan makrofag dengan

pelepasan sitokin atau secara langsung merangsang produksi protease dan prostanoid

desidua melalui pembentukan trombin.2,3,4

Beberapa faktor penyebab kegagalan dalam pengelolaan persalinan kurang

bulan:2,3

1. Sepertiga dari kejadian persalinan prematur disebabkan oleh kelainan medik

dan obstetrik (HDK, plasenta previa, abruptio plasenta), dimana persalinan

harus segera diakhiri dan tidak bisa ditunda lagi (Indicated preterm delivery).

2. Duapertiga terjadi persalinan prematur spontan (spontaneous preterm labour),

yang belum jelas diketahui penyebabnya. Sampai dengan saat ini pemicu awal

6

Page 7: Lapsus Preterm

persalinan preterm masih belum bisa dijelaskan dengan pasti. Beberapa

konsep yang ada telah menjelaskan patofisiologi persalinan prematur ini

dikaitkan dengan kejadian infeksi, iskemia, inflamasi, dan respon imun pada

jaringan korioamnion dan desidua. Dalam dasawarsa terakhir ini pada

umumnya para pakar bidang kedokteran fetomaternal memusatkan

perhatiannya pada proses inflamasi yang terjadi pada selaput ketuban,

plasenta dan ekspresi mediator-mediator inflamasi (IL-1β, IL-6, IL-8, TNF-α)

yang bisa ditemukan dalam air ketuban.

3. Beberapa kasus persalinan prematur datang ke kamar bersalin dalam fase

lanjut dimana persalinan tidak bisa lagi dicegah ataupun ditunda lagi.

Sebagian kasus lagi dengan faktor risiko yang tidak bisa dihindari misalnya

kelainan anatomi rahim, kehamilan ganda.

4. Upaya penundaan persalinan pada persalinan prematur membakat dengan

berbagai tokolitik tidak menunjukkan hasil yang bermakna dalam

meningkatkan usia hamil dan berat lahir secara klinis.

2.4 Gambaran klinis

Selain kontraksi uterus yang nyeri atau tidak terasa nyeri, gejala-gejala seperti

tekanan pada panggul, kram seperti saat menstruasi, keluar cairan vagina atau

berdarah, dan nyeri punggung bawah secara empiris berkaitan dengan kelahiran

preterm yang membakat. Gejala-gejala seperti itu dianggap oleh beberapa orang

sebagai kajadian yang biasa terjadi pada kehamilan normal, sehingga sering tidak

diperhatikan oleh pasien, dokter dan perawat. Namun tanda dan gejala yang menjadi

sinyal persalinan preterm, termasuk kontraksi uterus, hanya ditemukan dalam waktu

24 jam sebelum persalinan preterm. Oleh karena itu, tanda-tanda ini merupakan tanda

peringatan kelahiran perterm yang terlambat.2

2.5 Diagnosis

Diferensiasi dini anatara persalinan sebenarnya dan persalinan palsu sulit

dilakukan sebelum ada pendataran dan dlatasi serviks. Kontraksi uterus sendiri dapat

7

Page 8: Lapsus Preterm

menyesatkan karena ada kontaksi Braxton Hicks. Kontraksi ini, yang digambarkan

sebagai tidak teratur, tidak ritmik, dan tidak begitu sakit atau tidak sakit sama sekali,

dapat menimbulkan keraguan yang amat besat dalam penegakan diagnosis persalinan

preterm. Tidak jarang, wanita yang melahirkan sebelum aterm mempunyai aktivitas

uterus yang mirip dengan kontraksi Braxton Hicks yang mengarahkan ke diagnosis

yang salah, yaitu persalinan palsu.1,2

Karena kontraksi uterus sendiri dapat menyesatkan, American Academy of

Pediatrics dan the American College of Obstetricians and Gynecologists(1997)

mengusulkan kriteria berikut untuk mencatat persalinan preterm pada usia gestasi

antara 20 dan 37 minggu:

1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau

delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks.

2. Dilatasi serviks lebih dari 1cm

3. Pendataran serviks sebesar 80 persen atau lebih.

Adapun kriteria lainnya dari Ingemarsson's untuk mendiagnosis persalinan prematur:5

1. Kehamilan 28-36 minggu

2. Kontraksi uterus yang menyakitkan, teratur, yang terjadi pada interval kurang

dari 10 menit, selama paling sedikit 30 menit, menggunakan tocography

eksternal

3. Selaput utuh

4. Uterus mendatar atau hampir mendatar dan berdilatasi antara 1 dan 4 cm.

Sejumlah keluhan mungkin terdapat pada persalinan prematur (Tabel 2.1) tapi

banyak dari gejala-gejala ini sering terjadi pada kehamilan normal dan sering

diabaikan oleh dokter atau bidan yang melakukan perawatan prenatal. Sebuah studi

yang membandingkan gejala ibu hamil pada persalinan prematur dengan gejala

normal ibu hamil menunjukkan bahwa gejalanya saling melengkapi. Kontraksi seperti

kram menstruasi sering kali menjadi keluhan yang paling mencolok, dengan hanya

13% dari pasien persalinan prematur tidak terjadi gejala ini. Sekitar 10% dari wanita

hamil normal mengeluh adanya kontraksi yang menyakitkan.5

8

Page 9: Lapsus Preterm

Biasanya, pasien dengan persalinan prematur mengancam mempunyai respon

yang baik terhadap terapi konservatif sederhana (bedrest, hidrasi, obat penenang, atau

dosis subkutan terbatas terbutaline atau nifedipine). Jarang, infus kontinu dari obat

tokolitik diperlukan untuk aktivitas dan kontraksi uterus terus-menerus ada dan

signifikan. Prognosis dari persalinan saat aterm tampaknya meningkat jika persalinan

prematur dimulai pada trimester ketiga bukan di trimester kedua.5

Tabel 2.1 Gejala utama persalinan prematur. (5)

Sakit perutSakit punggungNyeri panggulKram menstruasiPerdarahan vaginaLeukorea dengan pewarnaan merah mudaTekanan pada panggulSering berkemih

2.6 Penatalaksanaan

Oleh karena usia hamil dan berat lahir merupakan faktor penentu dari fetal survival

maka Yang menjadi tujuan utama pengelolaan persalinan adalah :

1) Meningkatkan usia hamil

2) Meningkatkan berat lahir

3) Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinata

4) Prinsip pengelolaan persalinan preterm yang membakat adalah tergantung pada

5) Kondisi ketuban masih utuh atau sudah pecah.

6) Usia kehamilan dan perkiraan berat janin.

7) Ada atau tidak adanya gejala klinis dari infeksi intra uterin.

8)  Ada atau tidak petanda-petanda yang meramalkan persalinan dalam waktu yang

relatif dekat (kontraksi, penipisan servik dan kadar IL-6 dalam air ketuban ).

Pengelolaan persalinan preterm dengan ketuban yang masih intak.

9

Page 10: Lapsus Preterm

Pada dasarnya apabila tidak ada bahaya untuk ibu dan/atau janin maka pengelolaan

persalinan preterm yang membakat adalah konservatif, yakni :

 1)  Menunda persalinan dengan tirah baring dan pemberian obat-obat tokolitik.

  2)  Memberikan obat-obat untuk memacu pematangan paru janin.

  3)  Memberikan obat-obat antibiotika untuk mencegah risiko terjadinya infeksi

perinatal

  4)  Merencanakan cara persalinan preterm yang aman dan dengan trauma yang

minimal

  5) Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi prematur.

2.6.1 Pencegahan5,7

Karena penyebab (faktor etiologi) prematuritas adalah multifaktorial, maka

upaya pencegahan prematuritas harus dilaksanakan dalam berbagai tingkat yaitu

pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

Pencegahan primer tujuannya mengurangi atau menghilangkan faktor risiko

yang ada pada populasi. Efektivitas pencegahan ini membutuhkan pemahaman yang

baik mengenai patofisiologi persalinan preterm dan pendidikan kesehatan

masyarakat. Beberapa pencegahan primer antara lain : tidak merokok, mencegah

penyakit menular seksual, perencanaan kehamilan, perbaikan gizi .

Pencegahan sekunder meliputi pengenalan individu yang berisiko persalinan

preterm dan tindakan untuk mengurangi atau mencegahnya. Contoh pencegahan

sekunder seperti: skrining persalinan preterm, diagnosis dini dan program pendidikan

terhadap pasien, pengobatan profilaksis, perubahan gaya hidup seperti mengurangi

aktivitas fisik serta sexual .

Pencegahan tersier yang dimaksud adalah untuk mengurangi morbiditas dan

mortalitas setelah diagnosis ditegakkan. Termasuk dalam tindakan ini adalah

diagnosis yang cepat dan akurat, merujuk ke tempat perawatan yang benar, dan

pengobatan spesifik.

10

Page 11: Lapsus Preterm

2.6.2 Pengobatan

Preparat farmakologi dapat menghentikan kontraksi dalam fase pra persalinan

atau dalam bagian awal kala satu persalinan. Namun demikian, setelah fase aktif

persalinan dimulai, serviks sudah mulai melebar atau ketuban sudah pecah, maka

kemajuan persalinan tidak mungkin dapat dihalangi. Tujuan utama terapi terletak

pada penghambatan(inhibisi) persalinan yaitu memperpanjang lama kehamilan

hingga 37 minggu untuk mendapatkan maturitas janin. Karena janin yang akan

tumbuh bertambah beratnya sebanyak 25 gr/ hari selama trisemester terakhir, setiap

penundaan kelahiran dan persalinan amat menguntungkan. Disamping itu masa

selang 72 jam akan memungkinkan penggunaan kortikosteroid untuk memacu

perkembangan maturitas paru paru janin.4,5

Jika terdapat peningkatan kontraksi uterus selama kehamilan dan merasakan

tanda – tanda lain yang merupakan peningkatan risiko untuk terjadinya persalinan

preterm beberapa tindakan dapat dilakukan seperti istirahat ditempat tidur. Istirahat

ditempat tidur memberikan hasil yang baik. Berbaring kesisi kiri dengan bantal

dibawah pinggul dan tungkai mengurangi beban pada serviks serta memperbaiki

sirkulasi fetomaternal.4,5

Dehidrasi merupakan penyebab utama kontraksi uterus dan dengan rehidrasi

dan mempertahankan hidrasi yang adekuat, kontraksi uterus dapat dikurangi atau

dicegah. Pemberian cairan intravena 300 ml sampai 1000 ml dalam 30-60 menit akan

memperbaiki volume sirkulasi dan akan terjadi mekanisme hambatan pengeluaran

diuretik hormon dan pelepasan oksitosin oleh hipofise posterior yang akan

mengurangi kepekaan uterus terhadap rangsangan. Disamping itu akan meningkatkan

aliran darah ke uterus sehingga menstabilkan lisosom desidua dan menurunkan

prostaglandin.

Saat ini banyak dihubungkan peningkatan prematuritas dengan infeksi

intrauterin maupun ekstrauterin. Pemberian antibiotika dianjurkan sebagai profilaksis

infeksi pada pasien yang terbukti atau dicurigai. Pada kasus seperti ini obat – obatan

tokolitik saja kurang efektif sehingga diperlukan kombinasi dengan antibiotika.

11

Page 12: Lapsus Preterm

Pemberian kortikosteroid dapat merangsang kematangan paru janin.

Diberikan 2 dosis betametason 12 mg selang 12 jam secara intramuskular atau

diberikan 4 dosis deksamatason 5 mg/ 6 jam secara intramuskular. Dengan pemberian

kortikosteroid diharapkan dapat menurunkan sindroma gagal nafas dan kematian

neonatal.

Penelitian tentang pengaruh glukokotikoid terhadap pematangan paru telah

banyak dilakukan, baik invivo mapun vitro streroid ini mempercepat maturitas paru

baik dari segi anatomik, biokemik maupun fisiologik - glukokortikoid bekerja pada

paru malalui mekanisme reseptor steroid klasik. Steroid masuk kedalam sel dan

berikan dengan spesifik cytoplasmic receptor. Kompeks steroid-reseptor ini kemudian

ditranslokasi ke neuklues, dimana dia berinteraksi dengan bagian tertentu dari DNA,

menghasilkan transkripsi RNA, RNA ini kemudian di translasi dalam sitoplasma

menjadi protein glukokortikoid meningkatkan surfactan protein A,B,C beserta RNA

nya sebagaimana juga fatty acid synthase, structural protein collagen dan elastin.

Steroid berperan dalam mengatur sintesa surfactan, tapi tidak berperan dalam

memulainya.

Penelitian terhadap binatang menunjukkan bahwa steroid mempercepat

maturasi paru dan memperbaiki viabilitas bayi prematur. Steroid dapat meningkatkan

fungsi paru post natal dan peningkatan proses kognitif. Secara umum steroid

antenatal sangat efektif bila diberikan sebelum usia kehamilan 32 minggu. Hasil yang

optimal didapatkan bila bayi dilahirkan paling sedikit 2 - 3 hari. dan paling lambat

dalam 7 - 10 setelah mulainya pemberian obat

Pemberian tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan prematur

merupakan salah satu upaya pencegahan sekunder pada persalinan prematur .Tujuan

penanganan persalinan preterm adalah untuk menghentikan kontraksi uterus dengan

obat-obat tokolitik sampai kehamilan seaterm mungkin/sampai janin mempunyai

maturitas paru yang dianggap cukup. Walaupun kemungkinan obat tokolitik hanya

berhasil sementara, tetapi penundaan ini penting untuk memberikan kesempatan

pemberian kortikosteroid untuk merangsang pematangan paru-paru janin. Pemberian

12

Page 13: Lapsus Preterm

tokolitik yang tersendiri tidak dapat menurunkan mobiditas dan mortalitas bayi

sehingga di kombinasi dengan kortikosteroid.4,5

Dilema pada pemberian tokolitik adalah menentukan kapan saat memulai

pemberian tokolitik, apakah tokolitik sudah dapat diberikan begitu sudah ada tanda-

tanda kontraksi uterus, walaupun belum dapat dibedakan apakah persalinan sejati atau

palsu. (Suwardewa, 2001). Bebrapa golongan tokolitik yang sering digunkan adalah:

Golongan β-mimetik

β-mimetik sebagai tokolitik telah digunakan secara luas selama 30 tahun.

Termasuk dalam golongan ini adalah ritodrine, terbutalin, albuterol, fenoterol,

hexoprenalin, isoxuprine, metaproterenol, nylidrin, orciprenaline, dan salbutamol.

Efek yang diharapkan adalah stimulasi terhadap reseptor β menyebabkan relaksasi

otot polos. Terutam reseptor β2 agonist yang bekerja dengan meningkatkan cAMP

pada sel-sel otot polos uterus dengan jalan menurunkan calsium bebas dan

phosphorilasi enzim MLCK, sehingga dapat menghambat kontraksi uterus.3,4,5

Ritodrine merupakan obat yang bekerja cepat, kadar dalam serum 75% dapat

tercapai dalam 20 menit pada pemberian infus intravena. Efektifitas ritodrine sebagai

tokolitik dilaporkan pada penelitian multisenter dengan kontrol plasebo secara

random dari 708 pasien menunjukkan ritodrin dapat mencegah terjadinya persalinan

dalam 24 jam sebesar 92,9% dibandingkan 80,3% (P<.001) dan dalam 48 jam sebesar

78,6% vs 64,6% (P<.001).Efek samping terhadap ibu pada pemberian ritodrine yang

sering dilaporkan adalah gangguan kardiopulmonar (seperti; takikardia, hipotensi,

aritmia, iskemia miokard, oedem pulmonum) dan gangguan metabolik (seperti;

hiperglikemia, hipokalemia). Pasien juga sering mengeluh timbulnya tremor ( 10-

15%), palpitasi (33%), cemas (5-10%), gelisah (5-10%), serta beberapa gangguan

seperti, mual, muntah, sakit kepala, serta nyeri dada.

Magnesium Sulfat

Magnesium sulfat [MgSO4 7(H2O)] sudah lama dikenal dan dipakai pada penderita

preeklampsia, yang juga mempunyai sifat sebagai tokolitik. Kadar serum magnesium

13

Page 14: Lapsus Preterm

yang efektif sebagai tokolitik antara 5-8 mEq/lt, dan toksisitasnya terlihat pada kadar

serum magnesium > 10 mEq/lt .

Mekanisme kerja MgSO4 dengan cara menghambat kontraksi uterus belum diketahui

secara lengkap. MgSO4 mempunyai dua cara kerja sebagai tokolitik yaitu:

1. Menekan pelepasan asetilkolin oleh motor end plate pada sambungan

neuromuskuler sehingga menekan transmisi impuls saraf ke otot polos uterus,

dengan akibat relaksasi otot uterus.

2. Bersifat antagonis terhadap kalsium baik tingkat seluler maupun ekstraseluler,

penurunan kalsium intraseluler akan menyebabkan penurunan aktifitas

adenosine triposfatase sehingga tidak terjadi aktifasi kompleks aktin-miosin

yang menimbulkan kontraksi otot polos, dengan hasil akhir relaksasi otot

polos uterus.

Dianjurkan pemberian MgSO4 sebagai tokolitik sebaiknya diberikan pada fase laten

dini dalam persalinan, agar diperoleh hasil yang optimal Elliot melaporkan bahwa

MgSO4 dapat mencegah kelahiran dalam 24 jam sebesar 78%, dalam 48 jam 76%,

dalam 72 jam 70% dan sampai lebih dari 7 hari sebesar 51% pada ketuban masih

utuh. Magnesium sulfat menjadi lebih efektif dengan dilatasi serviks yang masih

kecil. Kehamilan dapat diperpanjang dalam 48 jam sebesar 87% pada penderita

dengan dilatasi serviks kurang dari 2 cm, 62% dengan dilatasi serviks antara 3 sampai

5 cm, dan 31% dengan dilatasi serviks lebih dari 6 cm. Tokolitik kurang efektif jika

diawali dengan pecah selaput ketuban, hanya 64% tidak terjadi kelahiran dalam

waktu 48 jam dan pada kehamilan kembar sebesar 69% tidak terjadi kelahiran dalam

waktu 48 jam (Hearne, 2000). Pada penelitian di Denpasar, MgSO4 mempunyai

efektivitas sebesar 86,79 % untuk menunda persalinan minimal 48 jam. Hasil ini

sama dengan yang dikemukakan oleh Elliot (1995), yaitu sebesar 87 %3. Saat ini di

RS Sanglah sudah mempunyai prosedur tetap pemberian tokolitik MgSO4 pada

persalinan prematur. Efek sampingnya, a.l; kemerahan pada wajah (flushing),

lethargia, sakit kepala, kelemahan pada otot, diplopia, mulut kering, mual muntah,

nafas pendek, dan oedem paru. Hilangnya refleks patella terjadi bila kadar serum

mencapai 8 sampai 12 mg/dl. Kesukaran bernafas, hipotensi, perubahan pada

14

Page 15: Lapsus Preterm

elektrokardiografi terjadi pada kadar serum 15 sampi 17 mg/dl. Sedangkan henti

jantung terjadi pada kadar serum 30 sampai 35 mg/dl. MgSO4 dapat melewati

plasenta dan dapat menyebabkan lethargi dan hipotoni, serta mungkin juga dapat

menekan sistem pernafasan pada neonatus. Demineralisasi dapat terjadi sekitar 50%

pada bayi yang ibunya mendapat mgSO4 selama lebih dari 7 hari.3,4,5

Golongan Calsium Channel Blockers (Antagonis Kalsium)

Obat-obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium

ekstraseluler ke intraseluler. Ada dua tipe saluran kalsium, yaitu (1) potensial

dependent channel, yang diaktivasi oleh depolarisasi membrane sel, (2) kerja

reseptor, yaitu diatur oleh adanya beberapa bahan kimia; neurotransmiter,

prostaglandin, hormon atau obat-obatan lain. Miometrium mengalami relaksasi

karena adanya bahan-bahan yang menghambat saluran kalsium terutama pada

potensial dependent channel (Caritis, 1992). Contoh preparat yang paling poten

dalam menghambat kontraksi miometrium golongan ini adalah nifedipine. Sebagai

tikolitik dalam penangan persalinan prematur obat ini mempunyai efek yang paling

kuat dibandingkan antagonis kalsium yang lain. Bioavailabilitas nifedipine pada

pemberian oral kira-kira 65% dan konsentrasi puncak tercapai dalam waktu 30 menit.

Pemberian awal dengan menggunakan loading dose 30 mg, kemudian diikuti dengan

10-20 mg tiap 4 sampai 6 jam. Beberapa perbedaan dosis dan cara pemberian

nifedipine meliputi:

10 mg sublingual tiap 20 menit sampai 3 kali dosis (maksimum 40 mg)

10 mg sublingual dengan 20 mg oral

30 mg secara oral

Mulai kerja obat sesudah pemberian oral adalah kira-kira 20 menit, dengan

konsentrasi puncak dalam plasma dapat dicapai dalam waktu 1 jam (antara 15-90

menit). Mulai kerja obat lebih cepat pada pemberian sublingual, dimana kadar serum

dalam darah sudah dapat tercapai dalam 5 menit pemberian sublingual ini. Lama

kerja obat pada pemberian dosis tunggal dapat sampai 6 jam, dan tidak terjadi efek

komulatif pada pemberian secara oral tiap 6 jam. Nifedipine dapat menghambat

15

Page 16: Lapsus Preterm

kontraksi miometrium pada wanita tidak hamil, hamil dan post partum secrara invitro.

Obat ini dapat menghambat kontraksi secara spontan dan juga karena pengaruh

oksitosin, ergometrin, kalsium, potasium dan prostaglandin. Obat ini pada beberapa

penelitian dilaporkan memiliki efektivitas yang sama dengan MgSO4, tatapi

nifedipine lebih cepat menghentikan kontraksi uterus daripada magnesium sulfat,

yaitu dalam waktu 2.98 ± 3.03 jam berbanding 4.8 ± 4.23 jam. Antagonis kalsium

yang berlebihan dapat menyebabkan depresi jantung berat; meliputi henti jantung,

bradikardia, blok atrioventrikular dan payah jantung kongestif. Efek ini jarang

dijumpai dalam klinik. Toksisitas yang ringan dapat menimbulkan flushing, sakit

kepala, pusing, mual, muntah. Oleh karena itu monitoring yang ketat harus dilakukan

dan bila terjadi efek samping segera dilakukan hidrasi yang adekuat..

Nifedipine dapat melewati plasenta dan dapat mempengaruhi aliran darah fetus yang

dapat dianalisa dengan Doppler pada aliran arteri umbilikalis pada ibu-ibu yang

mendapat terapi nifedipine dan ritodrine, tetapi hasilnya tidak menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna.3,4

Obat Penghambat Sintesa Prostaglandin

Obat ini menghambat enzim cyclooxygenase sehingga menurunkan sintesa

prostaglandin dan mencegah perubahan asam arakidonat bebas menjadi

prostaglandin. Oleh karena prostaglandin (E dan F) merupakan mediator terjadinya

kontraksi uterus, maka dengan menurunnya produksi prostaglandin aktivitas

kontraksi uterus dapat diturunkan. Indomethasin adalah obat golongan ini yang paling

sering dipakai. Dibandingkan dengan pemberian secara parenteral, bioavaibilitas

yang lebih sempurna tercapai pada pemberian secara oral atau secara perektal. Tetapi

absorbsi terhadap suppositoria rektal masih lebih lambat daripada peroral.

Konsentrasi dalam plasma tercapai dalam 1 sampai 2 jam setelah pemberian.

Indomethasin dapat diberikan 25 mg secara oral tiap 4 jam selama 48 jam, sedangkan

pada penderita yang megalami toleransi terhadap pemberian secara oral dapat

diberikan dosis awal 50 mg atau 50 – 100 mg secara perektal. (Hearne, 2000)

Pemberian terapi dengan golongan obat penghambat sintesa prostaglandin pada

16

Page 17: Lapsus Preterm

umumnya dibatasi dalam hanya dalam waktu 48 – 72 jam dan hanya pada kehamilan

32 minggu atau kurang, karena efek samping pada fetus seperti konstriksi duktus

arteriosus yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonum, penurunan fungsi renal

yang reversible disertai dengan oligohidramnion, perdarahan intraventrikular,

nekrotik enterokololitis, dan hiperbilirubinemia. Efek samping yang berat ini hanya

terjadi pada pemberian terapi indomethasin dalam waktu yang lama, dosis yang besar,

serta penggunaan pada umur kehamilan setelah 32 minggu. Efek samping maternal

yang paling sering timbul adalah mual ringan dan heartburn. 3,4,5

Golongan oxytocin-antagonist

Mekanisme kerja golongan ini belum diketahui secara pasti, walaupun

demikian sebagian besar setuju bahwa obat ini berperan terhadap oksitosin, dimana

peran oksitosin sendiri adalah merangsang aktivitas utrerus baik secara langsung

melalui reseptor, ataupun secara tidak langsung melalui peningkatan sintesa

prostaglandin. Suatu jenis obat yang paling popular dari golongan ini adalah atosiban.

Dosis efektif atosiban tercapai pada dosis 300 μg/menit dengan pemberian secara

infus intravenous. Infus selanjutnya harus dilanjutkan sampai 6 jam setelah kontraksi

uterus menghilang dan dapat diteruskan sampai pada dosis maksimal yang dapat

dicapai dalam waktu 12 jam. Atosiban tidak efektif diberikan secara oral dan

penyerapannya secara intranasal sangat buruk. Keuntungan atosiban ini adalah sangat

jarang terjadi efek samping yang berat. 4,5

2.6.3 Perawatan Bayi prematur

Perawatan Bayi Prematur

1. Posisi kepala di bawah (pada sudut sekitar 30o) dipertahankan untuk memudahkan

drainage tractus respiratorius. Jika perdarahan intracranial dicurigai, bayi harus

dibaringkan dalam posisi horizontal

2. Sekret diaspirasi dari dalam tengkorak dan hidung secara hati-hati dengan alat

pengisap lendir

17

Page 18: Lapsus Preterm

3. Inkubator sangat menolong karena suhu, kelembaban dan oksigen bisa dikontrol.

Atmosfer yang paling baik adalah atmosfer yang hangat. Untuk mencegah

terjadinya retrolental fibroplasia, kadar oksigen harus dibawah 40 %

4. Bayi yang apneu harus diberi oksigen selama 1 sampai 2 menit dari kelahiranyya.

Diperlukan pernapasan buatan yang memadai. Kami mendapatkan bahwa teknik

pernapasan dengan balon dan masker (bag and mask technique) merupakan teknik

yang efisien dan aman

5. Tindakan resusitasi harus hati-hati dan tidak kasar. Pemukulan dan pemijatan

tidak dianjurkan. Yang paling baik adalah penanganan yang sedikit mungkin

6. Kadang-kadang diperlukan laryngoskop untuk mengeluarkan debris dari dalam

tractus respiratorius dan untuk melakukan intubasi guna memasukkan oksigen

7. Respirasi yang sukar dan menetap dapat menunjukkan adanya pneumothorax atau

hernia diafragmatika

8. Kalau bayinya terbius oleh obat-obat yang digunakan ibu, maka pengaruh obat-

obat depresan ini dapat dilawan dengan pemberian Nalline kepada bayi tersebut.

Takarannya adalah 0,2 mg yang diberikan ke dalam vena umbilicalis. Jika berat

bayi kurang dari 1000 gram, takarannya adalah 0,1 mg. Obat-obat perangsang

tidak boleh digunakan

9. Sekalipun tidak ada kesepakatan apakah tali pusat harus dijepit secara dini

ataukah bayi harus diangkat lebih tinggi daripada placenta sampai denyut tali

pusat berhenti, namun terdapat kesepakatan bahwa tali pusat tidak boleh diurut ke

arah bayi karena darah tambahan yang masuk mendadak ke dalam sirkulasi darah

bayi dapat menimbulkan overloading dan memberikan beban kepada jantung

10. Karena prematuritas umumnya disertai kongenital, bayi harus diperiksa dengan

cermat

18

Page 19: Lapsus Preterm

11. Kalau mungkin kelahiran harus dihadiri oleh dokter spesialis anak

12. Bangsal perawatan prematur yang terpisah dengan staf yang terlatih khusus

merupakan fasilitas yang amat berharga.

13. Yang terbaru adalah metode Kanguru untuk bayi prematur: perawatan ini bisa

digunakan sebagai penggnti perawatan dengan inkubator, caranya, dengan

mengenakan popok dan tutup kepala pada bayi yang baru lahir. Kemudian, bayi

diletakkan di antara payudara ibu dan ditutupi baju ibu yang berfungsi sebagai

kantung kanguru. Posisi bayi tegak ketika ibu berdiri atau duduk, dan tengkurap

atau miring ketika berbaring. Hal ini dilakukan sepanjang hari oleh ibu atau

pengganti ibu (ayah atau anggota keluarga lain). 5

2.7 Komplikasi

Komplikasi pada bayi:

a. Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin). Paru-paru yang matang

sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernafas dengan bebas, ketika lahir

kantung udara (alveoli) harus dapat terisi oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli

bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang disebut surfaktan, yang

dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Bayi

prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang memadai,

sehingga alveolinya tidak tetap terbuka. Diantara saat-saat bernafas, paru-paru

benar-benar mengempis, akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma

ini bisa menyebabkan kelainan lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat

fatal. Kepada bayi diberikan oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka

perlu ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa

diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan trakea

bayi).7

b. Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks

menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau serangan

apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi prematur juga

memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa menyebabkan apneu (henti

nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin belum matang. Untuk mengurangi

19

Page 20: Lapsus Preterm

mengurangi frekuensi serangan apneu bisa digunakan obat-obatan. Jika oksigen

maupun aliran darahnya terganggu. otak yang sangat tidak matang sangat rentan

terhadap perdarahan (perdarahan intraventrikuler).atau cedera .7

c.  Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian

makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan membatasi

jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu

banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung yang berukuran

kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga

pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah.7

d. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)

e. Displasia bronkopulmoner.

f. Penyakit jantung.

g.Jaundice.

Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk

membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)

dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,

memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang

dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice). Peningkatan ini terjadi karena fungsi

hatinya masih belum matang dan karena kemampuan makan dan kemampuan

mencernanya masih belum sempurna. Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan

akan menghilang sejalan dengan perbaikan fungsi pencernaan bayi.7

h. Infeksi atau septikemia. Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang

sempurna. Mereka belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya

melewati plasenta (ari-ari). Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi

prematur lebih tinggi. Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis

nekrotisasi (peradangan pada usus).7

i.  Anemia

j. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa tinggi

(hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).

k. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.

20

Page 21: Lapsus Preterm

l. Keterbelakangan mental dan mo

DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham FG2, Norman F Gant et al,2001; Preterm birth, in: Willims

Obstetri, 21ed, McGraw-Hill, pp:689 – 720.

2. Iams JD1, 2002; Preterm birth, In: Normal and problem pregnancy, 4th ed,

Gabbe Obsteris, Churchill livingstone Inc, pp:755 – 801

3. Joseph kipisa, Ronald Bolognesaa, 1999; Obstetri management of

prematurity, In: Neonatal perinatal medicine, Diseases of the fetus and infant,

sixth edition, vol. 1, Mosby, pp: 265 – 281.

4. Cuningham FG1, MacDonal PC, Norman F Gant,1989; Preterm birth, in:

Willims Obstetri, 18ed, Apleton&Lange pp:

5. Mintareja T. Tinjauan kasus persalinan preterm di RSUP Sanglah Denpasar

periode 1 Januari 1998-31 Desember 2000. Penelitian deskriptif. 2001.

6. Suwardewa TGA. Persalinan preterm di RSUP Denpasar tahun 2000.

Disampaikan pada Simposium sehari perkembangan baru diagnosis dan

penatalaksanaan persalinan preterm. Denpasar, 2 April 2000.

7. Pschirrer ER, Monga M, 2000; Risk factors of pretem labor, In: Clincal

Obstetrics and Gynecologi, vol.43, no. 4, Lippincott Williams & wilkins, pp:

717 – 726.

8. Goldenberg RL, Rouse DJ, 1998; Prevention of premature birth, In: The New

England Journal of Medicine, vol 339, no. 5, pp: 331– 320.

21