36
BAB I PENDAHULUAN Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit. Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes.Pada waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai 1

Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sanglah

Citation preview

Page 1: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

BAB I

PENDAHULUAN

Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada

penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang.

Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,

pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan

membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan

pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali

lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.Resiko mengalami

retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes.Pada

waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada

<5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20

tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2

ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non

proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih

dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan

1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar

1000 pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.1,2,3

Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.

Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular

atau hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta

mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif berupa kesulitan membaca,

penglihatan kabur disebabkan karena edema macula, penglihatan ganda, penglihatan

tiba-tiba menurun pada satu mata, melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah

terjadi perdarahan vitreus, melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip.  Gejala objektif

pada retina yang dapat dilihat yaitu: Mikroaneurisma,dilatasi pembuluh darahHard

exudate danSoft exudate, Edema retina, dan pembentukan pembuluh darah baru.

1

Page 2: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan

funduskopi.Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan

metode diagnosis yang paling dipercaya.Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan

oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining. Terdapat banyak klasifikasi

retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya klasifikasi didasarkan

atas beratnya perubahan mikrovaskular retina.

Prinsip utama  penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.

Hal ini dapat dicapai dengan pemeriksaan rutin pada ahli  mata, kontrol glukosa darah

dan hipertensi, Fotokoagulasi, Injeksi Anti VEGF dan Vitrektomi.

Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau

menunda retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan

darah disesuaikan <140/85 mmHg). Untuk prognosis retinopati diabetes tanpa

pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat menyebabkan

kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik

dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.

Karena prevalensi retinopati diabetes yang tinggi dan pentingnya mengetahui

prevensi, penegakan diagnosis serta penanganan pada penyakit ini, maka kami

membuat karya ini. Karya ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman baik tentang

definisi, patogenesis, penegakan diagnosis, penanganan serta prevensi retinopati

diabetes serta mengaplikasikannya secara langsung dengan pembahasan laporan

kasus.

2

Page 3: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena

penyakit diabetes mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis

jika dengan pemeriksaan angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan

mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik dengan atau tanpa

eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain

yang telah diketahui sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut

(Michaelson,1980).

2.2 Patofisiologi Retinopati DM

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan

terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive

oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan

AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan

faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1

(IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan. Kedua, hiperglikemia

kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose

reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol

kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim

endotel. Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein

kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan

lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion

molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel

pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta

trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan

3

Page 4: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan

ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan

pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi

taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi

kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous 9-11.

2.3 Gejala dan Tanda Retinopati DM

Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami

gejala penurunan tajam penglihatan6. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah

retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta

perdarahan intraretina.6,11,13 Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang

mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi

hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan

akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada

pemeriksaan oftalmoskopi.12

Pada pemeriksaan funduskopi akan ditemukan kelainan-kelainan seperti :

1. Mikroaneurisma.

Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena,

dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh

darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya

sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus

dini pada mata.

2. Perdarahan retina.

3. Eksudat.

4. Neovaskularisasi retina.

Neovaskularisasi retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Tampak

sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan

4

Page 5: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

ireguler. Awalnya terletak pada jaringan retina kemudian berkembang ke

daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-

daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhiaolid

(preretinal) maupun perdarahan badan kaca.

5. Jaringan proliferasi di retina atau badan kaca

Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM proliferatif dan non

proliferatif.6,11,13 Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh

darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif.6,11,13

.Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif

intravitreous, atau ablasio retina traksional.8,9,11

Gambar 1. Diabetik Neuropati

2.4 Diagnosis Retinopati DM

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui

pemeriksaan funduskopi direk dengan fundus fotografi dapat dilakukan dokumentasi

kelainan retina.9 Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of

Ophthalmology (AAO) adalah fundus fotografi. Keunggulan pemeriksaan tersebut

adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih

5

Page 6: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

sehingga mampu dilaksanakan di pelayanan kesehatan primer.Selanjutnya, retinopati

DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy

Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus fotografi berperanan

sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula,

retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatifmaka harus

dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.7,15

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,

tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, funduskopi dan stereoscopic fundus

fotografi dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat

dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography

bila perlu.6,16 OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan

kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta

responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina

bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.6

2.5 Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM

Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina,

makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan

dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian

mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan

kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat

tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian

midriatikum17. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap.

Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk

memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian

mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan

pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan

kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks

retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan

pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai

6

Page 7: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang

normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning,

sedangkan cup-disc ratio.

2.6 Tatalaksana Retinopati DM

Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan

penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun

sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema

makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati

DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan

merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah

dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.

Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani

panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk

berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4

bulan pascatindakan. Panretinal laser Fotokoagulaso segera dilakukan pada penderita

retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema

makula signifikan, maka kombinasi fokal dan panretinal laser Fotokoagulasi menjadi

terapi pilihan.16 Fotokoagulasi laser dilakukan dengan mengarahkan laser yang

terfokus dengan berkas panjang gelombang ke bagian tertentu dari retina. Absopsinya

pada bermacam lapisan retina berpigmen intraokular, menyebabkan peningkatan suhu

lokal yang pada gilirannya menyebabkan denaturasi protein jaringan dan nekrosis

koagulatif.19

Terapi pada mata tergantung dari lokasi dan keparahan retinopatinya. Mata

dengan edema makula diabetik yang belum bermakna klinis sebaiknya dipantau

secara ketat tanpa dilakukan terapi laser. Yang bermakna klinis memerlukan fokal

laser bila lesinya setempat dan grid laser bila lesinya difus. Laser Argon pada makula

hanya cukup untuk menghasilkan bakaran sinar karena parut laser dapat meluas dan

mempengaruhi penglihatan. Terapi di bawah ambang dan mikropulise laser

7

Page 8: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

memberikan hasil yang sama efektif dengan parut yang lebih sedikit. Penyuntikan

triamcinolone atau anti-VEGF juga efektif.19

Fotokoagulasi pan-retina (PRP) diindikasikan untuk menangani retinopati

diabetik proliferatif yang risiko tinggi dan mata dengan retinopati diabetik non-

proliferatif yang berat dan retinopati diabetik proliferatif awal yang berisiko tinggi

terhadap progresi ataupun hasil pengobatan yang buruk. Dengan merangsang regresi

pembuluh-pembuluh baru, foto koagulasi pan-retina (PRP) menurunkan insiden

gangguan penglihatan berat akibat retinopati diabetik proliferatif hingga 50%.

Beberapa ribu bakaran laser dengan jarak teratur diberikan di seluruh retina untuk

mengurangi rangsangan angiogenik dari daerah yang iskemik. Daerah sentral yang

dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang pembuluh temporal utama tidak dikenai.19,20

Vitrektomi dapat membersihkan perdarahan vitreus dan mengatasi traksi

vitreoretina. Vitreoktomi dini diindikasikan untuk diabetes tipe I dengan perdarahan

vitreus luas dan proliferasi aktif yang berat dan penglihatan mata sebelah yang buruk.

Tanpa kondisi tersebut vitrektomi dapat ditunda hingga setahun karena perdarahan

vitreus akan bersih secara spontan pada 20% mata. Vitrektomi pada retinopati

diabetik proliferatif dengan perdarahan vitreus minimal hanya bermanfaat untuk mata

yang telah menjalani foto koagulasi laser pan-retina dan memiliki pembuluh darah

baru yang mulai mengalami fibrosis.19 Obat-obatan anti VEGF menjanjikan sebagai

tambahan vitrektomi untuk membantu mengurangi insiden perdarahan retina

kambuhan pascaoperasi.19

Inhibitor VEGF adalah kelompok obat yang berikatan dengan reseptor VEGF

tanpa menyebabkan aktivasi yang memblok pembentukan pembuluh darah baru dan

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Contoh obat ini yaitu: Pegaptanib,

Ranibizumab, Bevacizumab dan Regeneron. Suntikan intravitreal obat anti-VEGF

mampu menurunkan penebalan makula, tapi rata-rata besaran pengurangan dan durasi

respon kurang dibanding suntikan triamsinolon intravitreal. Hal ini mungkin

menunjukkan bahwa jalur biokimia lain yang tidak melibatkan VEGF penting dalam

patogenesis edema makula diabetes.20

8

Page 9: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

Bevacizumab (Avastin) adalah antibodi monoklonal full-length terhadap

semua isoform VEGF-A. Ini efektif untuk pengobatan neovaskular degenerasi

makula terkait usia dan untuk retinopati diabetik. Ini efektif dalam mengurangi risiko

hemorage post operatif setelah vitrektomi. Avastin digunakan dengan kombinasi

terhadap triamcinolone pada akhir vitrektomi pada perdarahan vitreus pasien dengan

diabetik retinopati proliferatif.20

Kortikosteroid menghasilkan beberapa efek melalui beberapa mekanisme efek

anti-inflamasi dan efek pengaturan VEGF. Mereka telah digunakan dalam

pengobatan retinopati diabetik sebagai peribulbar, sub-tendon dan injeksi intravitreal.

Peribulbar triamsinolon atau metilprednisolon injeksi telah digunakan untuk

mengobati edema makula diabetes baik sebagai monoterapi atau sebagai terapi

tambahan laser.

2.7 Deteksi Dini Retinopati DM

Pada tahun 2010, The American Diabetes Association 7 menetapkan beberapa

rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa

dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani

pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah

diagnosis DM ditegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan

mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM.Ketiga,

pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap

tahun oleh dokter spesialis mata.Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat

dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan

dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan

hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama

sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau

perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh

tentang risiko tersebut.7

9

Page 10: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

2.8 Penutup

Retinopati DM merupakan komplikasi mikrovaskular DM yang menjadi

penyebab utama kebutaan pada orang dewasa di negara maju. Keterlambatan

diagnosis DM dan tidak adanya gejala pada awal perjalanan penyakit menyebabkan

sebagian besar kasus retinopati DM tidak terdeteksi hingga terjadi kebutaan. Deteksi

dini, pengendalian faktor risiko, dan terapi yang memadai merupakan kunci utama

tata laksana retinopati DM. Dua dari tiga hal tersebut dapat dilaksanakan di pelayanan

kesehatan primer sehingga peranan optimal dokter umum sangat diperlukan dalam

tata laksana retinopati DM.

10

Page 11: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : JS

No.CM : 15031004

Usia : 57 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Mataram, Nusa Tenggara Barat

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Pendidikan terakhir : Sarjana

Agama : Kristen

Suku / Bangsa : Batak / Indonesia

Tanggal Pemeriksaan : 9 Juni 2015

3.2 Anamnesa

Keluhan utama :Penglihatan kabur

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poliklinik mata RSUP Sanglah dengan keluhan mata kabur

pada mata sebelah kanan. Mata kabur dirasakan sejak kurang lebih satu setengah

bulan yang lalu. Ia mengaku sebelumnya, memiliki mata kabur pada mata sebelah

kanan sejak kurang lebih 8 tahun yang lalu dan memberat pada 2 bulan terakhir

hingga mata kanannya tidak dapat melihat sama sekali. Akhirnya, ia melakukan

operasi katarak pada dua bulan yang lalu dan mengaku penglihatannya membaik.

Pada sekitar dua minggu setelah operasi, penglihatan pada mata kanannya

kembali memburuk. Ia mengatakan selain penglihatan kabur ia juga merasakan mata

merah, mata terasa perih saat membaca dan mata sering berair. Saat itu ia datang ke

rumah sakit di Mataram dan diberikan obat tetes mata. Beberapa hari kemudian

keluhan mata merah berkurang tetapi rasa nyeri dan penglihatan kabur masih

dirasakan. Ia akhirnya dirujuk ke RSUP Sanglah.

11

Page 12: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

Pada saat pemeriksaan ia masih mengeluhkan penglihatan yang kabur, mata

terasa perih saat membaca dan mata sering berair.

Riwayat penyakit terdahulu:

Pasien memiliki riwayat katarak pada mata kanan pasien dan sudah menjalani

operasi katarak dua bulan yang lalu. Ia juga memiliki riwayat diabetes melitus sejak

kurang lebih 16 tahun yang lalu. Dahulu ia jarang mengontrol penyakitnya, namun

sejak satu tahun yang lalu ia mengalami luka pada kaku sebelah kanan sehingga harus

di operasi. Sejak itu ia selalu mengontrol penyakitnnya setiap bulan dan

menggunakan obat secara teratur.Saat ini pasien menggunakan suntik insulin untuk

mengontrol gula darahnya. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi tetapi pasien

mengatakan memiliki kolesterol tinggi dan mengkonsumsi obat untuk mengontrol

kolesterolnya sejak 3 bulan terakhir. Riwayat alergi disangkal oleh pasien.

Riwayat sosial :

Pasien saat ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan pada waktu luang ia menjaga

warung di rumahnya. Ia tinggal dirumah bersama dengan istri dan 3 anaknya. Ia

mengatakan dahulusering menghabiskan sebagian besar waktunya diam dirumah dan

jarang berolahraga dan memiliki berat badan berlebih (92Kg). Tetapi sejak 1 tahun

terakhir ia selalu menyempatkan dirinya untuk berjalan santai sekitar rumahnya untuk

berolahraga. Ia juga lebih mengatur pola makannya dengan makan sedikit gula dan

garam.

Riwayat penyakit keluarga :

Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat keluhan pada mata

yang sama seperti pasien sebelumnya. Riwayat kencing manis juga dimiliki oleh

kedua kakak pasien. Riwayat penyakit kronis lain pada keluarga disangkal oleh

pasien.

12

Page 13: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 78x / menit

Pernafasan : 20 x / menit

Temperatur aksila : 36,8oC

VAS : 0/10

Berat Badan : 86 kg

Tinggi badan : 170 cm

BMI : 29,76 kg/m2

Status Oftalmologi

Okuli Dekstra

(OD)

Okuli Sinistra

(OS)

Visus 1/60

Pin hole : No

improvement

6/6

Pin hole : No

improvement

Supra cilia

Madarosis

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra Superior

Edema

Hiperemi

Enteropion

Ekteropion

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra inferior

Edema

Hiperemi

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

13

Page 14: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

Enteropion

Ekteropion

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pungtum lakrimalis

Pungsi

Benjolan

Tidak dilakukan

Tidak ada

Tidak dilakukan

Tidak ada

Konjuntiva tarsal

superior

Hiperemi

Folikel

Sikatriks

Benjolan

Sekret

Papil

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva tarsal

inferior

Hiperemi

Folikel

Sikatriks

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva bulbi

Kemosis

Hiperemi

- Konjungtiva

- Silier

Perdarahan subkonjungtiva

Pterigium

Pingueculae

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Sklera

Warna Tenang Tenang

14

Page 15: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

Pigmentasi Tidak ada Tidak ada

Kornea

Edema

Infiltrat

Ulkus

Sikatriks

Keratik presipitat

Arcus senilis

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Kamera okuli anterior

Kejernihan

Kedalaman

Jernih

Normal

Jernih

Normal

Iris

Warna

Koloboma

Sinekia anterior

Sinekia posterior

Hitam

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Hitam

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pupil

Bentuk

Regularitas

Refleks cahaya langsung

Refleks cahaya konsensual

Bulat

Reguler

Ada

Ada

Bulat

Reguler

Ada

Ada

Lensa

Kejernihan

Dislokasi / Subluksasi

Jernih

Tidak ada

Jernih

Tidak ada

Funduskopi Papil N.II bulat,

berbatas tidak tegas,

CDR sulit dievaluasi,

aa/vv 2:3,Retina: NVE,

Papil N.II bulat,

berbatastidak tegas,

CDR sulit dievaluasi,

aa/vv 2:3, Retina: NVE,

15

Page 16: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

Vitreous

dot blot,eksudat (+),

Makula: sulit

dievaluasi.

Keruh

dot blot,eksudat (+),

Makula: sulit dievaluasi.

Keruh

Tekanan intraokular

NCT 18 19,9

3.4 Resume

Pasien Laki-laki, 57 tahun, mengeluhkan mata kabur pada mata sebelah kanan

sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Ia memiliki riwayat operasi katarak

2 bulan sebelum operasi dan mengaku penglihatan membaik setelah operasi. 2

minggu setelah operasi penglihatan pasien kembali memburuk. ia juga merasakan

mata merah, mata terasa perih saat membaca dan mata sering berair.

Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak kurang lebih 16 tahun yang

lalu dengan riwayat DM tidak terkontrol. Dan mulai mengontrol penyakinya sejak

satu tahun terakhir karena. Saat ini pasien menggunakan suntik insulin untuk

mengontrol gula darahnya. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi tetapi pasien

mengatakan memiliki kolesterol tinggi dan mengkonsumsi obat untuk mengontrol

kolesterolnya sejak 3 bulan terakhir. Riwayat alergi disangkal oleh pasien.

Pasien saat ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan sering menghabiskan

sebagian besar waktunya diam dirumah. Sejak 1 tahun terakhir ia mulai rutin

berolahraga dan mengatur pola makan dengan baik.

Tidak terdapat riwayat keluhan pada mata yang sama seperti pasien pada

keluarga. Riwayat kencing manis juga dimiliki oleh kedua kakak pasien. Riwayat

penyakit kronis lain pada keluarga disangkal oleh pasien.

16

Page 17: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

Pemeriksaan Lokal Mata

OD Pemeriksaan

Mata

OS

1/60

PH: NI

Visus 6/6

PH: NI

Ortophoria Kedudukan Ortophoria

Segala arah Pergerakan Segala arah

Hiperemi (-), edema (-),

spasme (-)

Palpebra Hiperemi (-), edema (-),

spasme (-)

Hiperemi (-), jaringan

fibrovaskular (-)

Konjungtiva Hiperemi (-), jaringan

fibrovaskular (-)

Jernih, edema (-), infiltrat (-) Kornea Jernih, edema (-), infiltrat (-)

Normal COA Normal

Bulat, reguler Iris Bulat, reguler

Sentral, bulat, reflek cahaya

(+), Ø 5 mm

Pupil Sentral, bulat, reflek cahaya

(+), Ø 5 mm

Jernih Lensa Jernih

Keruh Vitreous Keruh

Papil N.II bulat, berbatas

tidak tegas, CDR sulit

dievaluasi, aa/vv 2:3, Retina:

NVE, dot blot,eksudat (+),

Makula: sulit dievaluasi.

Funduskopi Papil N.II bulat, berbatas

tidak tegas, CDR sulit

dievaluasi, aa/vv 2:3, Retina:

NVE, dot blot,eksudat (+),

Makula: sulit dievaluasi.

18 Tonometri NCT 19,6

3.5 Diagnosis Banding

Ocular Dextra et SinistraProliperatif Diabetic Retinopati + CSME (Clinicaly

Significant Macular Edema)

Ocular Dextra et Sinistra Oklusi Vena Retina Sentralis

Ocular Dextra et Sinistra Oklusi Cabang Vena Retina

17

Page 18: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

3.6 Diagnosis Kerja

Ocular Dextra et SinistraProliperatif Diabetic Retinopati + CSME

Ocular Dextra Pseudofakia

3.7 Usulan Pemeriksaan

- Foto Fundus

- Fundus Flourescin Angiography (FFA)

- Ocular coherence tomography (OCT)

- USG

3.8 Terapi

Injeksi Avastin (anti VEGF)

Laser Panretinal fotokoagulasi

Kontrol kadar gula darah dan HbA1C

3.9 Prognosis

Ad vitam : dubius ad bonam

Ad fungsionam : dubius ad malam

Ad sanationam : dubius ad malam

18

Page 19: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Laki-laki, 57 tahun, mengeluhkan mata kabur pada mata sebelah kanan

sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Ia memiliki riwayat operasi katarak

2 bulan sebelum operasi dan mengaku penglihatan membaik setelah operasi. 2

minggu setelah operasi penglihatan pasien kembali memburuk. ia juga merasakan

mata merah, mata terasa perih saat membaca dan mata sering berair.

Pada stadium awal, pasien retinopati diabetik umumnya tidak memberikan

gejala klinis (asimptomatis) dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada tahap yang

lebih lanjut dari penyakit, pasien mungkin mengeluhkan munculnya gejala subjektif

seperti floaters, penglihatan kabur, distorsi, kesulitan membaca, diplopia, penglihatan

menurun yang tiba-tiba, melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip. Bila kita

membandingkan terdapat kesesuaian antara teori dan gejala pasien dimana pasien

mengatakan penglihatan yang menurun, kesulitan saat membaca sehingga mata terasa

perih dan lelah serta berair.

Sesuai teori, pada retinopati diabetes akan ditemukan mikro aneurismata yang

dapat dilihat berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah;

perdarahan yang dapat dilihat berupa titik, garis dan bercak yang dekat dengan

mikroaneurisma; dilatasi pembuluh darah vena; exudate baik berupa gambaran

irreguler kekuning-kuningan(Hard Exudate) maupun gambaran cotton wool paches

yaitu bercak berwarna kuning yang berisifat difus dan berwarna putih (Soft Exudate);

pembentukan pembuluh darah baru; edema retina serta hiperlipidimia.

Pada pemerikasaan fisik funduskopi yang dilakukan pada pasien, ditemukan

gambaran papil N.II bulat, berbatas tidak tegas, Cup Disc Rasio yang sulit dievaluasi,

perbandingan arteri dan vena 2:3 dengan pelebaran vena di kedua mata pasien. Pada

retina ditemukan pembentukan vena baru (NVE), dot blot dan eksudat (+) dengan

makula yang sulit dievaluasi dan vitreous yang keruh di kedua mata pasien.

Pembentukan vena baru (NVE), dot blot serta eksudat yang lebih banyak terlihat pada

mata kanan pasien. Hal ini sesuai dengan teori gejala pada retinopati diabetes

19

Page 20: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

khususnya retinopati diabetes proliferatif dimana ditemukan pembentukan pembuluh

darah baru pada retina.

Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak kurang lebih 16 tahun yang

lalu dengan riwayat DM tidak terkontrol. Ia juga memiliki kolesterol tinggi dan tidak

memiliki hipertensi. Ia memiki aktivitas rendah namun sejak 1 tahun terakhir ia mulai

rutin berolahraga dan mengatur pola makan dengan baik.

Menurut teori, salah satu komplikasi paling sering dari diabetes melitus adalah

diabetik retinopati. Hal ini dilihat dari durasi penyakit diabetes melitus, kontrol kadar

gula darah yang buruk atau kondisi hiperglikemia yang lama dan tidak

terkontrol.Riwayat diabetes melitus yang cukup lama dialami oleh pasien menjadi

faktor pendukung terjadinya retinopati diabetes. Penyakit ini berkembang sering

dengan perkembangan penyakit diabetes pada pasien, hal ini juga didukung dengan

riwayat pasien yang tidak patuh dengan terapi sehingga dapat meningkatkan risiko

terjadinya komplikasi diabetes yang salah satunya adalah retinopati diabetes.

Pasien diusulkan untuk melakukan pemeriksaan foto fundus, Fundus

Flourescin Angiography (FFA), Ocular coherence tomography (OCT) dan USG. Foto

fundus dilakukan agar komponen bagian belakang mata pasien dapat terlihat dengan

jelas. Flourescin Angiography dilakukan untuk melihat kelainan mikrovaskular

seperti microaneurisma, perdarahan serta area non perfusi yang lebih jelas pada mata.

Ocular coherence tomography digunakan untuk menilai ketebalan dari retina dan

melihat adanya pembengkakan pada retina dan memantau edema makula. USG

dilakukan untuk mengevaluasi status retina bila media diobstruksi oleh perdarahan

vitreous.

Terapi yang disarankan pada pasien adalah injeksi avastin (anti VEGF), Laser

Panretinal fotokoagulasi dan mengontrol diabetes. Hal yang paling utama diberikan

pada pasien adalah mengontrol diabetes. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol

gula darah dan kadar HbA1c. Ini bertujuan untuk mengurangi perjalanan dari

perburukan retinopati. Injeksi avastin (anti Vascular Endothelial Growth Factor)

dilakukan untuk mengurangi pembentukan pembuluh darah baru serta laser panretinal

koagulasi berfungsi untuk mengurangi daerah iskemia.

20

Page 21: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

BAB V

SIMPULAN

Retinopati diabetik adalah suatu penyakit mikroangiopati progresif kronik

yang ditandai dengan kerusakan pembuluh-pembuluh darah halus retina, akibat

kondisi hiperglikemia yang lama pada diabetes mellitus. Dalam penanganan penyakit

ini, hal yang utama adalah kontrol penyakit dan pencegahan terhadap perburukan dari

penyakit serta komplikasi lebih lanjut.

Pasien Laki-laki, 57 tahun, mengeluhkan mata kabur pada mata sebelah kanan

sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Ia memiliki riwayat operasi katarak

2 bulan sebelum operasi dan mengaku penglihatan membaik setelah operasi. 2

minggu setelah operasi penglihatan pasien kembali memburuk. ia juga merasakan

mata merah, mata terasa perih saat membaca dan mata sering berair. Sesuai dengan

teori, pada retinopati diabetes.

Pada pemerikasaan fisik funduskopi yang dilakukan pada pasien, ditemukan

kelainan yang sesuai dengan teori yaitu gambaran papil N.II bulat, berbatas tidak

tegas, Cup Disc Rasio yang sulit dievaluasi, perbandingan arteri dan vena 2:3 dengan

pelebaran vena di kedua mata pasien. Pada retina ditemukan pembentukan vena baru

(NVE), dot blot dan eksudat (+) dengan makula yang sulit dievaluasi dan vitreous

yang keruh di kedua mata pasien.

Untuk pemeriksaan penunjang, sesuai dengan teori pasien diusulkan untuk

melakukan pemeriksaan foto fundus, Fundus Flourescin Angiography (FFA), Ocular

coherence tomography (OCT) dan USG.Serta untuk penanganan pasien, diterapi

dengan injeksi avastin (anti VEGF), Laser Panretinal fotokoagulasi dan mengontrol

diabetes.

21

Page 22: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

Daftar Pustaka

1. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004;27:1047-53.

2. Noble J, Chaudhary V. Diabetic retinopathy. CMAJ. 2010; 182(15):1646.

3. Fong DS, Aiello L, Gardner TW, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD. Diabetic retinopathy. Diabetes Care. 2003; 26(Suppl1):S99-102.

4. Wong TY, Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski J. Global prevalence of diabetic retinopathy: Pooled data from population studies from the United States, Australia, Europe and Asia. Prosiding The Association for Research in Vision and Opthalmology Annual Meeting; 2011.

5. Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW, Tjokroprawiro A. The DiabCare Asia 2008 study - Outcomes on control and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J Indones. 2010;19(4):235-43.

6. Paulus YM, Gariano RF. Diabetic retinopathy: A growing concern in an aging population. Geriatrics. 2009;64(2):16-26.

7. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes - 2010. Diabetes Care. 2010;33(Suppl1):S11-61.

8. Fong DS, Aiello L, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD, Ferris FL. Retinopathy in diabetes. Diabetes Care. 2004;27 (Suppl1):S84-7.

9. Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes. 2009;27(4):140-5.

10. Westerfeld CB, Miller JW. Neovascularization in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 514-7.

11. Bloomgarden ZT. Screening for and managing diabetic retinopathy: Current approaches. Am J Health-Syst Pharm.2007;64 (Suppl12):S8-14.

12. Chui TYP, Thibos LN, Bradley A, Burns SA. The mechanism of vision loss associated with a cotton wool spot. Vision Res. 2009;49:2826-34.

22

Page 23: Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan

13. Kern TS, Huang S. Vascular damage in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 506-12.

14. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) Research Group. Fundus photographic risk factors for progression of diabetic retinopathy: report number 12. Ophthalmology.1991; 98:823-33.

15. Williams GA, Scott IU, Haller JA, Maguire AM, Marcus D, McDonald HR. Single-field fundus photography for diabetic retinopathy screening: a report by American Academy of Ophthalmology. Ophthalmology. 2004;111:1055-62.

16. American Academy of Ophthalmology. Preferred Practice Patern for Diabetic Retinopathy; 2008.

17. Chu C, Salmon J. Examination of the fundus. The Journal of Clinical Examination. 2007;2:7-14.

18. Benjamin L, James B. Examination of the retina and optic disc. In: Benjamin L, James B, editor. Ophthalmology investigation examination techniques. China: Elsevier; 2007. p. 45-50.

19. Eva PR, John PW. 2009. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. Edisi ke 17.

Jakarta: EGC

20. Alghadyan AA. Diabetic Retinopathy: An Update. Saudi Journal of

Ophtalmology. 2011; 25: 99-111

23