lapsus ansal

Embed Size (px)

Citation preview

Laporan Kasus EPISODE DEPRESIF BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK (F32.2) DD GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI (F.41.2)

Oleh : Marliana Sihombing I1A007006

Pembimbing Dr. H. Yulizar Darwis, Sp. KJ, M.M.

UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unlam-RSUD ULIN Banjarmasin

Januari, 2012LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis Kelamin Alamat Pendidikan Pekerjaan Agama Suku Bangsa Status Perkawinan Berobat tanggal : Ny. SNI : 30 tahun : Perempuan : Kabupaten Rantau : SLTP : Ibu Rumah Tangga : Islam : Jawa : Indonesia : Sudah menikah : 6 Februari 2012

2.

RIWAYAT PSIKIATRIK Allonamnesa dengan suami pasien dan tante pasien pada tanggal 6 Februari 2012, pukul 10.00 WITA.

A.

KELUHAN UTAMA

Menarik Diri KELUHAN TAMBAHAN

2

Tidak mau bicara RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Alloanamnesa : Pasien tampak menarik diri sejak 1 bulan yang lalu (Januari 2012). Pasien terlihat tidak mau berbicara dengan orang disekitarnya dan lebih sering melamun. Terkadang pasien menangis sendiri tanpa sebab yang jelas, dan wajahnya terlihat murung. Awalnya, pasien pernah mengatakan bahwa ia mencurigai suaminya selingkuh dengan wanita lain, terutama karena jadwal bekerja suami pasien yang padat yakni 7 hari siang dan 7 hari malam. Sehingga pasien hanya tinggal seorang diri di rumah mengurus pekerjaan rumah dan menjaga anakanak. Pasien pernah mengaku bahwa ia merasa kurang kasih sayang karena suaminya selalu bekerja. Pasien juga pernah mengeluhkan bahwa pasien merasa lelah mengurus anaknya, terutama karena suami pasien jarang membantu

mengurus anaknya. Terutama sejak kelahiran anak ke 3 yang usianya hanya berbeda 2 tahun dari anak kedua, sehingga pasien semakin kewalahan mengurus anak-anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seorang diri. Pasien pernah ditawarkan untuk menyewa jasa pembantu, namun pasien menolak karena pasien merasa bahwa orang lain bisa mengurus anak, sehingga pasien juga merasa harus bisa mengurus anaknya tanpa bantuan pembantu.

3

Sejak anak pasien yang ke tiga berusia 1 tahun, sekitar awal tahun 2011, pasien semakin sering mengeluhkan pekerjaan rumah tangga. Pasien merasa pekerjaan dirumah tidak habis-habis. Pasien juga mengeluhkan bahwa ia merasa jenuh melakukan hal yang sama setiap hari. Apalagi karena anak-anak pasien yang umurnya berdekatan, sehingga pasien kewalahan mengurus anak-anaknya. Sejak saat itu pasien mengaku sering merasa sakit kepala, seperti ditusuk-tusuk. Namun pasien tidak pernah mengobati sakit kepalanya. Biasanya bila sakit kepalanya kambuh, pasien akan memilih untuk tidur. Pada saat itu menurut suami pasien, pasien masih bersikap seperti biasa. Walaupun pasien sering mengeluhkan urusan rumah tangga, namun belum ada gejala-gejala stress. Walaupun sering mengeluh, namun pasien tetap bisa melaksanakan pekerjaan rumah tangga seperti biasa. Menurut tante pasien, sejak kecil pasien memang memiliki sifat yang pendiam. Pasien memang tipe orang yang tidak pernah menceritakan masalah pribadinya kepada orang lain. Menurut tante pasien, pasien juga tidak memiliki orang dekat atau teman akrab untuk berkeluh kesah tentang masalah pribadi. Pasien cenderung menyimpan masalahnya sendiri. Menurut suami pasien, pasien memang terlihat lebih pendiam, tapi masih sering terlihat berinteraksi dengan tetangga sekitar, dan masih telaten dalam merawat anak-anaknya. Pada pertengahan tahun 2011, pasien pernah menuduh suaminya mengajarkan anaknya yang tidak baik, sehingga anak-anaknya menjadi nakal dan tidak menurut bila disuruh oleh pasien. Pasien menuduh suaminya

4

sengaja mengajarkan anaknya agar tidak menurut pada pasien. Pasien juga semakin sering menuduh suami pasien berselingkuh dengan wanita lain. Sekitar bulan desember 2011, pasien semakin pendiam. Terkadang pasien juga terlihat menangis sendiri tanpa sebab yang jelas. Bila ditanyakan penyebab pasien menangis, pasien diam saja. Pasien juga menghindari interaksi dengan tetangga. Bila ada orang yang lewat di depan rumah, pasien biasanya akan segera masuk ke dalam rumah dan seperti bersembunyi. Pasien pernah mengatakan bahwa ia merasa tidak mampu mengurus anakanak dan rumahnya. Pasien juga pernah mengatakan bahwa ia ingin mati karena tidak mampu mengurus nak-anaknya. Pasien juga pernah mengatakan bahwa ia melihat bayangan-bayangan mirip orang lain, namun tidak jelas. Pasien juga kadang terlihat berbicara sendiri. Pasien juga menjadi jarang tidur. Pasien sering hanya duduk di tempat tidur sedang melamun. Namun pasien masih mampu mengurus anak-anaknya dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bila anak pasien minta dibuatkan

susu, maka pasien akan segera membuatkan susu untuk anaknya. Pasien semakin jarang berbicara, namun masih mau menyahut bila ditanya, berupa sepatah dua patah kata. Sejak sebulan yang lalu pasien sama sekali tidak mau berbicara. Bila diajak bicara, pasien hanya mengangguk, dan tidak mau menatap lawan bicaranya. Pasien hanya mengurung diri di rumah, dan terlihat takut bila bertemu orang lain. Pasien juga tidak mau tidur dan banyak menghabiskan waktunya untuk melamun. Pasien juga tidak bisa lagi mengerjakan

5

aktivitasnya sehari-hari seperti membersihkan rumah ataupun mengurus anaknya. Untuk makan, pasien bisa makan sendiri bila dipaksa, namun kadang-kadang pasien disuapi oleh suaminya. Tanggal 6 Februari 2012, pasien dibawa oleh suami dan tantenya untuk berobat ke RS Anshari Saleh. Saat diajak bicara, pasien hanya menundukkan kepala dan tidak mau menyahut. Pasien hanya

menganggukkan kepala sesekali.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Sebelumnya pasien tidak pernah ada riwayat memakai obat-obatan terlarang atau meminum alkohol ataupun tidak pernah mengalami kelainan atau gangguan mental dan perilaku. Tidak ada riwayat demam tinggi hingga penurunan kesadaran atau kejang. Tidak ada riwayat trauma kepala.

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI1.

R iwayat Prenatal Pasien lahir pada tahun 1981. Menurut tante pasien, pasien lahir

sehat dan tidak didapatkan cacat bawaan.2.

Infancy (usia 0-1,5 tahun, trust vs mistrust) Tidak didapatkan data yang lengkap.

3.

Early childhood (1,5-3 tahun, autonomy vs shame, doubt) Tidak dipatkan data yang lengkap

4.

Preschool age (3-6 tahun, initiative vs guilt)

6

Tidak didapatkan data yang lengkap5.

School age (6-12 tahun, industry vs inferiority) Pasien merupakan anak yang pemalu. Sepulang sekolah biasanya

pasien langsung pulang ke rumah. Pada usia ini Pasien tidak pernah mengalami sakit berat, demam tinggi ataupun kejang6.

Adolesence (12-20 tahun, identity vs identity confusion) Pasien adalah remaja yang pendiam, Pasien hanya memiliki

beberapa orang teman, dan jarang bermain di luar rumah. Pasien merupakan orang yang cenderung memendam masalahnya sendiri, dan tidak mau bercerita kepada orang tua maupun saudaranya. Pasien menikah dengan suaminya yang sekarang pada saat pasien berusia sekitar 16 tahun.7.

Young adulthood (20-30 tahun, intimacy vs isolation) Pasien tidak terlalu memiliki pergaulan yang luas. Biasanya pasien

hanya berteman dengan tetangga sekitar dan jarang mengikuti arisan maupun pengajian. Pada usia ini pasien tidak pernah demam tinggi ataupun kejang. 8. Riwayat Pendidikan Tidak didapatkan data yang lengkap 9. Riwayat Pekerjaan Sejak menikah, pasien hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga.

10.

Riwayat Perkawinan

7

Pasien menikah pada awal tahun 1997, Pasien menikah dengan laki-laki yang dicintainya. Kemudian pasien dikaruniai 3 orang anak. Anak yang pertama lahir tahun 2001, anak kedua lahir tahun 2007 dan yang ketiga lahir tahun 2009. Selama berumah tangga, pasien tidak pernah bertengkar hebat dengan suaminya. Pasien sering menuduh bahwa suami pasien selingkuh. Pasien juga sering mengeluhkan tentang tugas menjaga anak yang dirasa pasien cukup berat.

E.

RIWAYAT KELUARGA Genogram:

Keterangan : Laki-laki Perempuan Penderita Meninggal : : : : atau

Pasien merupakan anak kedelapan dari delapan bersaudara dan tidak ada riwayat keluhan serupa pada keluarga.

8

G. RIWAYAT SITUASI SEKARANG Pasien sekarang tinggal di rumah bersama suami dan kedua anaknya. Rumah berukuran 6 x 7 m2, berdinding tembok, mempunyai 2 kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur, dan satu buah kamar mandi. Keadaan rumah pasien cukup nyaman. Rumah ini berada di pinggir jalan. Jarak antara rumah sekitar satu meter. Keluarga pasien tergolong ekonomi sedang. Hubungan pasien dengan suami dan ketiga anak kurang baik. Pasien jarang bercerita pada suami tentang masalah yang sedang dialaminya dan cenderung menutup diri. Sejak sakit, hubungan anak dengan pasien menjadi kurang dekat. Pasien juga tidak mampu lagi mengurus semua keperluan keluarga di rumah.

H. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA Pasien tidak sadar bahwa dirinya sakt.

III. STATUS MENTAL A. DESKRIPSI UMUM 1. Penampilan Pada tanggal 6 januari 2012 datang seorang wanita ke Poliklinik Jiwa RS Anshari Saleh bersama seorang laki-laki dan seorang perempuan yang merupakan suami dan tante pasien, berperawakan sedang ( tinggi

9

badan sekitar 150 cm, tidak terlalu berisi), tidak memakai make-up maupun bedak sama sekali, berpakaian kurang rapi, memakai jilbab berwarna coklat tua, baju muslim terusan warna merah tua. Pasien terlihat tampak murung dan lemah saat berjalan sehingga dibantu oleh suami. Pasien tampak tenang saat menunggu giliran pemeriksaan. Saat pertama kali masuk ruangan, pasien duduk di kursi ,pasien duduk dengan tenang. Tidak ada eyes contact saat pemeriksa menyapa dan diajak berjabat tangan dengan pemeriksa, pasien mau berjabat tangan namun memerlukan waktu yang cukup lama. Saat ditanya nama dan umur, pasien pasien hanya menundukkan kepala dan tidak mau menjawab. Saat ditanyai, pasien lambat dalam memberi respon berupa anggukan kepala. Saat ditanyai apakah pasien sedang sakit kepala, pasiien mengangguk dengan lambat. Saat ditanyai apakah pasien banyak pikiran, pasien menganggukan kepala secara lambat. Setelah beberapa pertanyaan, pasien tidak mau merespon lagi dan hanya menundukkan kepala dan menghindari kontak mata. 2. Kesadaran Komposmentis 3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Hipoaktif4.

Pembicaraan Koheren

5. Sikap terhadap Pemeriksa

10

Kurang Kooperatif 6. Kontak Psikis Kontak ada, namun terganggu dan tidak dapat dipertahankan B. KEADAAN AFEKTIF, EKSPRESI AFEKTIF KESERASIAN ,EMPATI, REAKSI EMOSIONAL I. Afek 1. Afek (mood) 2. Ekspresi afektif 3. Keserasian 4. Empati II. Hidup Emosi 1. Stabilitas 2. Pengendalian : labil : kurang : Hypothym : depresif : appropiate : Dapat dirasakan

3. Reaksi emosional : sungguh-sungguh 4. Dalam-dangkalnya : dalam 5. Skala Deferensiasi : sempit 6. Arus emosi : cepat

A. FUNGSI KOGNITIF 1. Kesadaran : komposmentis 2. Orientasi - Waktu - Tempat : sulit dievaluasi : sulit dievaluasi

11

- Orang - Situasi

: sulit dievaluasi : sulit dievaluasi

3. Konsentrasi : sulit dievaluasi 4. Daya Ingat : Jangka pendek Jangka panjang Segera 5. : sulit dievaluasi : sulit dievaluasi : sulit dievaluasi

Intelegensi dan Pengetahuan Umum : Sulit dievaluasi

B. GANGGUAN PERSEPSI1.

Halusinasi Ilusi

: sulit dievaluasi : sulit dievaluasi

2.

Depersonalisasi : sulit dievaluasi Derealisasi : sulit dievaluasi

C. PROSES PIKIR 1. Arus pikira. b. c.

Produktivitas Kontinuitas Hendaya berbahasa

: sulit dievaluasi : lambat : tidak ada

2. Isi Pikira. b.

Preocupasi : sulit dievaluasi Gangguan pikiran : sulit dievaluasi

12

Waham : sulit dievaluasi D. PENGENDALIAN IMPULS Kemampuan pengendalian impuls pasien kurang. E. DAYA NILAI1. 2. 3.

Daya nilai sosial : sulit dievaluasi Uji Daya nilai : sulit dievaluasi Penilaian Realita : sulit dievaluasi

F. TILIKAN Derajat 4 = Pasien menyadari bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahuinya di dalam dirinya.. G. TARAF DAPAT DIPERCAYA Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT 1. STATUS INTERNUS Keadaan umum Gizi : Tampak baik : baik

Tanda vital

: TD = 110/80 mmHg N = 82 x/m RR = 20 x/m T = 36,6 oC

Kepala:

13

Mata

: palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya +/+

Telinga Hidung

: bentuk normal, sekret tidak ada, serumen minimal : bentuk normal, tidak ada epistaksis, tidak ada tumor,

kotoran hidung minimal Mulut : bentuk normal dan simetris, mukosa bibir tidak kering dan tidak pucat, pembengkakan gusi tidak ada dan tidak mudah berdarah, lidah tidak tremor. Leher : Pulsasi vena jugularis tidak tampak, tekanan tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Thoraks: Inspeksi Palpasi Perkusi : bentuk dan gerak simetris : fremitus raba simetris : : sonor : batas jantung normal

- pulmo - cor Auskultasi: - pulmo - cor Abdomen : Inspeksi Palpasi

: vesikuler : S1S2 tunggal, bising (-)

: Simetris : Tidak nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba

14

Perkusi

: timpani

Auskultasi: bising usus (+) tidak meningkat Ekstemitas : pergerakan bebas, tonus baik, tidak ada edema dan atropi, tremor (-) 2. STATUS NEUROLOGIKUS N I XII Gejala rangsang meningeal Gejala TIK meningkat Refleks Fisiologis Refleks patologis : Tidak ada kelainan : Tidak ada : Tidak ada : Normal : Tidak ada

V.

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA Gejala psikosomatik (+) Gejala cemas (+) Gejala depresi (+) Afek : hypothym Ekspresi afektif : depresif Stabilitas Pengendalian : labil : kurang

Reaksi emosional sungguh-sungguh Dalam-dangkalnya : dalam Skala Deferensiasi : sempit

15

Arus emosi Tilikan : tilikan 4

: cepat

Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

VI.

EVALUASI MULTIAKSIAL1. 2. 3. 4. 5.

AKSIS I AKSIS II AKSIS III AKSIS IV AKSIS V

: Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F 32.3) : None : None : Masalah dengan suami dan pekerjaan rumah tangga. : GAF scale 50-41 (gejala berat, disabilitas berat)

VII.

DAFTAR MASALAH 1. ORGANOBIOLOGIK Status interna dan neurologis dalam batas normal 2. PSIKOLOGIK Gejala psikosomatik, gejala depresi, gejala ansietas, afek hipothym, ekspresi afektif depresif, Stabilitas labil, pengendalian kurang, Reaksi emosional sungguh-sungguh, dalam, skala deferensiasi sempit, Arus emosi cepat, tilikan 4. 3. SOSIAL/KELUARGA Ada, yaitu hubungan dengan suami dan kegiatan mengurus rumah tangga.

VIII. PROGNOSIS

16

Diagnosa penyakit Perjalanan penyakit Ciri kepribadian Stressor psikososial Riwayat Herediter Usia saat menderita Pola keluarga Pendidikan Aktivitas pekerjaan Perkawinan Ekonomi Lingkungan sosial Organobiologik Pengobatan psikiatrik Ketaatan berobat Kesimpulan : baik

: baik

: baik : baik : baik : baik : baik : baik : baik : baik : baik : baik : baik : baik : baik : Dubia ad bonam

IX.

RENCANA TERAPI Medika mentosa :

Kalxetin 2 x 10 mg Clobazam 3 x 10 mg Dogmatil 3 x 50 mg : Psikoterapi suportif terhadap penderita dan keluarga.

Psikoterapi

17

Usul pemeriksaan penunjang: cek darah lengkap.

X.

DISKUSI Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan psikiatri, menunjukkan

bahwa pasien mengalami depresi akibat masalah hubungan dengan suami dan diperberat oleh kegiatan mengurus pekerjaan rumah tangga termasuk mengurus anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Pasien merasa curiga suaminya berselingkuh dengan wanita lain karena suami pasien sering bekerja. Pasien juga merasa lelah dan putus asa mengurus anak-anaknya, terutama karena suami pasien tidak meluangkan waktu untuk membantu pasien mengurus pekerjaan rumah tangga. Akibatnya, pasien sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, merasa jenuh, merasa tidak mampu mengurus pekerjaan rumah tangga, pasien merasa ingin mati, dan pasien menjadi suka melamun, susah tidur dan tidak mau bicara. Pasien juga sempat tampak berbicara sendiri dan melihat baangan-bayangan sebelumnya. Pasien merasa putus asa, tidak bersemangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pasien menjadi tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. Pasien hanya bisa duduk di tempat tidur dan melamun dan tidak ada keinginan untuk melakukan apa-apa. Keluhan susah tidur dirasakan dirasakan setiap hari. Sesuai dengan gejala yang dialami pasien, menurut PPDGJ III, diagnosis aksis I yang sesuai untuk pasien ini adalah Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3). Gejala utama dari episode depresif adalah afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

18

mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas(1). Gejala lainnya adalah konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang (1). Menurut PPDGJ III, diagnosis Episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2) memiliki kriteria (1): Semua 3 gejala utama depresi harus ada Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

19

Menurut PPDGJ III, diagnosis Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3) memiliki kriteria (1): Episode depresi yang memenuhi criteria menurut F32.2 tersebut di atas; Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi berupa auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang mnghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging yang membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika ditemukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent) Pada episode depresif diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu(1). Menurut Harold I. Lief, anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah (2).

20

Sedangkan menurut J.J Groen, anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya (2). Gejala gangguan cemas dapat berupa ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut gila, takut kehilangan kontrol dan sebagainya. Gejala fisik dapat berupa gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain (2). Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang-kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja (2). Selain itu, diagnosis defferensial untuk kasus ini adalah gangguan campuran anxietas dan depresi. Hal itu dikarenakan pada pasien ini terdapat gejala-gejala cemas dan depresi. Menurut PPDGJ III, diagnosis Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi memiliki kriteria (1):

21

1. Terdapat gejala anxietas dan depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran yang berlebihan. 2. Bila ditemukan anxietas berat dan gejala depresi yang lebih ringan, maka harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya/ gangguan anxietas fobik. 3. Bila ditemukan sindrom anxietas dan depresi yang cukup berat untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan. Dari riwayat psikososial dan lingkungan (aksis IV), pasien memiliki masalah dengan suami dan keluarga. Pasien menuduh suaminya berselingkuh dengan wanita lain, sehingga pasien selalu bekerja di luar rumah dan tidak ada waktu membantu pasien mengurus pekerjaan rumah tangga, terutama membantu pasien mengurus anak mereka yang masih kecil-kecil. Akibatnya, pasien merasa tidak mampu mengurus pekerjaan rumah seorang diri, dan sejak saat itu muncul keluhan-keluhan seperti yang di alami pasien sekarang. Dilihat dari penilaian fungsi secara global, gangguan yang dialami pasien tergolong dalam skala GAF scale GAF scale 50-41 (gejala berat (serious), diabilitas berat) (1).

22

Penelitian neurotransmitter telah memberi kontribusi penting dalam memahami mekanisme biologi yang mendasari terjadinya depresi. Secara khusus telah diteliti mengenai noradrenalin dan serotonin. Noradrenalin dikonversi menjadi 3 methoxy 4 hydroxyphenylglycol (MHGP) oleh enzim monoamine oxidase (MAO), yang konsentrasinya meningkat pada pasien depresi. MAO juga terlibat dalam konversi serotonin menjadi 5-hydroxyindolacetic acid (5-HIAA). Suatu penelitian telah menunjukkan konsentrasi 5-HIAA menurun pada cairan serebrospinal pasien depresi. Kondisi demikian juga terdapat pada otak post mortem korban bunuh diri. Noradrenalin dan serotonin adalah 2 monoamin kunci yang penting dipertimbangkan dalam teori monoamin pada gangguan depresi (3). Penderita ini dianjurkan untuk mendapat terapi psikofarmaka dengan Kalxetin 2 x 10 mg yang mengandung fluoxetine yaitu obat antidepresi yang menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter dan menghambat

penghancuran oleh enzim monoamine oxidase sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada celah sinaps neuron tersebur yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin (4,5). Selain itu pasien juga mendapat terapi Clobazam 3 x 10 mg. Clobazam yaitu obat golongan anti-ansietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya (benzodiazepine receptors) akan meng-reinforce the inhibitory action of GABAergic neuron, sehingga hiperaktivitas dari system limbic SSP yang terdiri dari dopaminergic, noradrenergic, serotoninergic neurons yang dikendalikan oleh GABA-ergic neurons akan mereda. Selain itu, clobazam digunakan spesifikasi untuk pasien dewasa yang tetap aktif. Sedangkan alprazolam efektif untuk anxietas

23

antisipatorik (ansietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi), onset of action lebih cepat dan mempunyai komponen anti-depresi. Pasien juga diterapi dengan dogmatil 3x50 mg. Dogmatil (Sulpiride) adalah salah satu golongan obat anti anxietas. Sulpiride efektif untuk meredakan gejala somatik dari sindroma anxietas dan paling kecil resiko ketergantungan obat (4). Sulpiride sangat berbeda dalam struktur kimianya dengan neuroleptik trisiklik dan neuroleptik butirofenon. Kedudukannya adalah sebagai suatu peralihan antara neuroleptik dan antidepresi. Efek sulpiride yaitu potensi neuroleptik lemah, tidak sedatif melainkan meningkatkan motivasi dan mencerahkan suasana. Sifat antiemetik menonjol. Efek samping sulpiride dapat berupa kegelisahan, gangguan tidur, hiperprolaktinemia, penambahan berat badan, dan terjadi penurunan ambang kejang dan diskinesia (6). Prognosis untuk penderita ini adalah dubia ad bonam. Selain terapi psikofarmaka dilakukan psikoterapi berupa terapi keluarga dan masyarakat agar bisa menerima keadaan penderita dengan tidak menimbulkan stressor-stressor baru, melainkan dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk kesembuhan penderita. Psikoterapi merupakan penatalaksanaan gangguan jiwa lanjutan yang sudah tenang bertujuan untuk menguatkan daya tahan mental, mempertahankan kontrol diri dan mengembalikan keseimbangan adaptatif. Psikoterapi pada penderita ini sebaiknya ditunjang dengan pemeriksaan psikologi terlebih dahulu, sehingga bisa dipilih metode yang cocok untuk menunjang kesembuhan penderita.

24

Peran keluarga dan masyarakat sangat penting dalam membantu kesembuhan pasien. Karena disini jelas terdapat hubungan yang kurang baik dengan salah satu keluarga yang jika terjadi kembali dapat menjadi suatu pemicu kekambuhan penyakit pasien.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya, 2001. 2. Maramis WF. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press, 2005. 3. Woroasih S. Hubungan stressor psikososial dengan depresi pada lanjut usia. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1999. 4. Maslim Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: PT Nuh Jaya, 2007. 5. Indriani R. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan POM RI: Jakarta, 2008. 6. Gery Schmitz, Hans Lepper & Michael Heidrich. Farmakologi Dan Toksikologi Edisi III. Jakarta : Penerbit EGC, 2008.

26