33
Daftar Isi Daftar Isi Daftar Isi……………………………………………………………….. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………………… 2 B. Tujuan………………………………………………………………... 5 C. Dasar Teori…………………………………………………………. 5 BAB II PELAKSAAN A. Spesifikasi pekerjaan (TOR)…………………………………………………….. 7 B. Teknis Pekerjaaan………………………………………………………………... 8 C. Permasalahan/Hambatan dalam pelaksanaan pengukuran……………………….13 BAB III HASIL A. Jarak Langsung…………………………………………………….... 15 B. Sudut………………………………………………………………… 15 C. Beda Tinggi………………………………………………………….. 16 D. Lampiran Data Lapangan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………………………… 17 1

LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

IUT

Citation preview

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

Daftar Isi

Daftar Isi

Daftar Isi……………………………………………………………….. 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………… 2

B. Tujuan………………………………………………………………... 5

C. Dasar Teori…………………………………………………………. 5

BAB II PELAKSAAN

A. Spesifikasi pekerjaan (TOR)……………………………………………………..7

B. Teknis Pekerjaaan………………………………………………………………... 8

C. Permasalahan/Hambatan dalam pelaksanaan pengukuran……………………….13

BAB III HASIL

A. Jarak Langsung…………………………………………………….... 15

B. Sudut………………………………………………………………… 15

C. Beda Tinggi…………………………………………………………..

16

D. Lampiran Data Lapangan

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………

17

B. Saran……………………………………………………………………..

17

1

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam praktikum ini kita memakai Plane Surveying (Ilmu Ukur

Tanah). Ilmu Ukur tanah dianggap sebagai disiplin ilmu, teknik dan seni yang

meliputi semua metode untuk pengumpulan dan pemrosesan informasi tentang

permukaan bumi dan lingkungan fisik bumi yang menganggap bumi sebagai

bidang datar, sehingga dapat ditentukan posisi titik-titik di permukaan bumi.

Dari titik yang telah didapatkan tersebut dapat disajikan dalam bentuk peta.

Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ini mahasiswa akan berlatih

melakukan pekerjaan-pekerjaan survey, dengan tujuan agar Ilmu Ukur Tanah

yang didapat dibangku kuliah dapat diterapkan di lapangan, dengan demikian

diharapkan mahasiswa dapat memahami dengan baik.

Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari

cara-cara pengukuran di permukanan bumi dan di bawah tanah untuk berbagai

keperluan seperti pemetaan dan penentuan posisis relatif pada daerah yang

relatif sempit sehingga unsur kelengkungan buminya dapat diabaikan.

Pada pengukuran persil yang tidak terlalu luas, lengkung permukaan

bumi dianggap tidak terbatas , sehingga dapat diterapkan metode pengukuran

pada bidang datar dan dengan cara demikian angka-angka / data-data hasil

pembaan dilapangan dapat diproses dengan cara yang lebih mudah.

Sebagai mana batasan-batasan terdahul, ilmu ukur tanah dapat

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang teknik-teknik

pengukuran di permukaan bumi dan bawah tanah dalam areal yang terbatas

untuk kelperluan pemetaan dan lain-lain.

Mengingat areal yang terbatas di sini, maka unsure kelengkungan bumi

dapat diabaikan sehingga system priyeksinya menggunakan proyeksi

2

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

orthogonal dimana sinar-sinar proyektor saling sejajar satu sama lain dan

tegak lurus bidang proyeksi. Sedangkan peta dapat difenisikan sebagai

gambaran dari sebagian permukaan bumi dengan skala dan system proyeksi

tertentu.

Atas dasar pengukurannya peta dapat digolongkan menjadi:

- Peta teristris

- Peta fotogrametris

- Peta radar gametris

- Peta videografis

- Peta satelit

Pemetaan teristris adalah proses pemetaan yang pengukurannya

langsung dilakukan di permukaan bumi dengan peralatan tertentu. Teknik

pemetaan mengalami perkwmbangan sesuai dengan pwekwmbanngan ilmu

dan teknologi. Dengan perkembangan peralatan ukur tanah secara elektronis,

maka proses pengukuran menjadi semakin cepat dengan ketelitian yang tinggi,

dan dengan dukungan computer langkah dan proses perhitungan menjadi

semakin mudah dan cepat dan penggambarannya dapat dilakukan secara

otomatis.

Hal-hal yang perlu di ukkur dalam pemetaan terestris antara lain: jarak,

sudut, azimuth

3

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

Adapun proses pemetaan secara teristris dapat digambarkan sebagai

berikut:

4

Pemetaanteristris

Pengukuran di lapangan

Metode/Teori

Peralatan

- Teodolit- B.T.M- Penyipat datar- Plane table- Pita ukur - Total station dll.

-Syarat pemakaian - Cara pemakaian

Perhitungan data (X, Y, Z)

Macam ukuran

- Kerangka peta - Detil

Penggambaran- Kerangka peta - Detil- Konturing- editing

Jenis ukuran

- Sudut horizontal- Sudut vertical - Beda tinggi - Jarak- Arah/azimuth

Tingkat ketelitian

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

Dengan praktikum ini diharapkan dapat melatih mahasiswa melakukan

pemetaan situasi teritris. Hal ini ditempuh mengingat bahwa peta situasi pada

umumnya diperlukan untuk berbagai keperluan perencanaan teknis atau

keperluan-keperluan lainnya yang menggunakan peta sebagai acuan.

B. TUJUAN

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan prosedur

pengukuran kerangka kontrol horizontal dan vertikal menggunakan Poligon

Terikat Terikat Sempurna (PTTS) dan mencari Spot Hight (Titik Tinggi) juga

melakukan pengukuran detil. Lalu cara penghitungannya dengan baik dan benar.

C. DASAR TEORI

1. Pengukuran Jarak

Pengukuran jarak merupakan basis dalam pemetaan. Walaupun sudut-

sudut dapat dibaca seksama dengan peralatan yang rumit, paling sedikit ada

sebuah garis yang harus diukur panjangnya untuk melengkapi sudut-sudut dalam

penentuan lokasi titik-titik. Secara umum jarak dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

Jarak horisontal (HD), merupakan panjang garis antara dua titik (AB) terletak

pada bidang datar proyeksi

Jarak miring (SD), apabila panjang garis antara dua titik (AB) terletak tidak

pada

bidang datar.

Dalam pengukuran tanah, jarak datar antara dua titik berarti jarak

horisontal. Jika kedua titik berbeda elevasinya, jaraknya adalah panjang garis

horisontal antara garis unting-unting di kedua titik itu.

2. Pengukuran Sudut

Dalam bidang pengukuran tanah, telah dibuat bermacam-macam alat

pengukur sudut, baik yang didesain khusus untuk mengukur sudut maupun yang

didesain untuk kepentingan lain.

Alat yang didesain untuk mengukur sudut, dalam bidang geodesi dan

pengukuran tanah dikenal dengan nama theodolit. Alat ini ada bermacam-macam

5

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

tipe dan jenisnya. Walaupun secara umum semua theodolit mekanisme kerja yang

sama, namun pada tingkatan tertentu terdapat perbedaan, baik penampilan maupun

bagian dalam atau konstruksinya.

Sudut horizontal adalah selisih dari dua arah. Sudut horizontal pada

suatu titik di lapangan dapay dibagi dalam sudut tunggal dan sudut yang lebih dari

satu sehingga teknik pengukurannya juga berbeda.

Apabila titik yang akan dibidik tidak dapat langsung dibidik, pusat tanda

silang atau pakunya, maka dibantu dengan target khusus, atau benag unting-unting,

yang digantungkan di atas titik tersebut.

3. Pengukuran Beda Tinggi

Istilah sipat datar di sini berarti konsep penentuan beda tinggi antara dua

titik atau lebih dengan garis bidik mendatar atau horisontal yang diarahkan rambu-

rambu yang berdiri tegak atau vertikal. Sedangkan alat ukurnya dinamakan

penyipat datar atau waterpass (Autolevelling).

Jarak bidik optimum alat penyipat datar berkisar antara 40-60 m, sehingga

apabila dua titik yang akan diukur beda tingginkya cukup dekat dan relatif datar,

maka pengukuran dapat dilakukan dengan beberapa kemungkinan.

Apabila alat didirikan diantara dua buah rambu, maka antara dua buah

rambu dinamakan slag yang terdiri dari bidikan ke rambu muka dan rambu

belakang. Selain garis bidik atau benang tengah (BT), pada umumnya teropong

dilengkapi dengan benang stadia yaitu benang atas (BA) dan benang bawah (BB).

Selain untuk pengukuran jarak optis, pembacaan BA dan BB juga untuk kontrol

pembacaan benang tengah (BT) dimana seharusnya pembacaan BT = ½

(BA+BB).

Apabila jarak antara dua buah titik yang akan diukur beda tingginya relatif

jauh, maka dilakukan pengukuran berantai atau sipat datar memanjang

(differential levellingg).

4. Detil

Detil adalah segala obyek yang ada di lapangan, baik yang bersifat alamiah

seperti sungai, lembah, bukit, alur, dan rawa, maupun hasil budaya manusia

6

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

seperti jalan, jembatan, gedung, lapangan, stasiun, dan batas – batas pemilikan

tanah yang akan dijadikan isi dari peta yang akan di buat.

Pemilihan detil, distribusi dan teknik pengukuranya dalam pemetaan

sangat tergantung dari skala dan tujuan peta itu dibuat. Missal untuk peta kadaster

atau pendaftaran hak atas tanah, yang diperlukan adalah unsure batas – batas

pemilikan tanah, sedang beda tinggi atau topografinya tidak diperlukan. Sedng

untuk peta teknik, yang diperlukan adalah unsure – unsure topografi, detil alamiah

serta hasil budaya manusia yang konkrit ada dilapangan.

Penentuan posisi dari titik – titik detil, diikatkan pada titik – titik kerangka

pemetaan yang terdekat yang telah diukur sebelumnya, atau mungkin juga

ditentukan dari garis ukur, yang merupakan sisi – sisi dari kerangka peta ataupun

garis yang dibuat khusus untuk itu.

7

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

BAB 2

PELAKSANAAN

A. Spesifikasi pekerjaan (TOR)

Pengukuran jarak :

(Jarak Pulang−Jarak Pergi)(Rata−RataJarak Pulang dan Pergi)

< 1

3000

Pengukuran sudut :

o Selisih sudut maksimum antara sudut rerata dengan sudut tunggal sebesar k √2

detik

o Salah penutup sudut rangkaian poligon maksimum sebesar 2.k″√n

o ( k : pembagian skala bacaan terkecil teodolit yang digunakan )

o ( n : jumlah titik poligon )

Pengukuran beda tinggi

o ΣΔH pergi < 12mm√D

o ΣΔH pulang < 12mm√D

o ΣΔH pergi – ΣΔH pulang < 12mm√D

o Jarak alat ke rambu depan – jarak alat ke rambu belakang < 2 %

o Jarak slag depan – jarak slag belakang < 2 %

Jarak slag

D = Jarak dalam satuan Kilometer (Km).

8

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

B. Teknis Pekerjaan

a) Kerangka Kontrol Horisontal

Pengukuran Jarak

1. Melakukan survey lapangan, dengan mendatangi langsung lokasi yang akan di

petakan.

2. Membuat sketsa polygon.

3. Menentukan titik-titik polygon, baik untuk polygon utama maupun polygon terikat

sempurna.

4. Melakukan pengukuran jarak langsung

Pengukuran jarak langsung menggunakan alat utama antara lain pita pita ukur dengan

satuan meter dengan pembagian terkecil 0.5 cm sampai 1 mm. alaat-alat pembantu

antara lain berupa

1. Jalon atau anjir

2. Pen ukur yang terbuat dari kawat baja

3. Benang dan unting-unting

4. Patok

Tahapan pengukuran dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

1. Pelurusan antara dua titik yang akan diukur.

2. Pelaksanaan pengukuran jaraknya sendiri.

Pelurusan

Pelurusan dilakukan apabila pengukuran tidak dapat dilakukan dengan sekali

membentangkan ukur dan atau permukaan tanahnya tidak mendatar, sehingga jarak

tersebut perlu dipenggal-penggal agar pada setiap penggalan dapat dilakukan

9

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

pengukuran jarak dengan sekali membentang pita ukur dan pita ukur dapat ditarik

hingga mendatar .

Apabila jarak yang akan diukur dari titik A ke B, seperti gambar , maka dititik

A dan B ditancapkan anjir vertical. Orang pertama melihat dari belakang anjir di A

sedemikian hingga anjir di A dan B kelhatan menjadi satu. Orang kedua membawa

anjir J1 dan dengan aba-aba dari orang pertama ia bergeser ke kanan atau kiri

sedemikan hingga orang pertama melihat anjir J1 kelihatan menjadi satu dengan anjir

di A dan B, ini berarti anjir J1 telah segaris dengan A dan B, kemudian baru anjir J1

tersebut ditancapkan vertical.

Cara yang sama dilakukan terhadap J2, J3 dan seterusnya. Jumlah anjir yang

harus ditancapkan diantara A dan B tergantung dari jarak yang akan diukur serta

kemiringan medannya. Semakin jauh jaraknya, semakin banyak anjirnya, demikian

pula untuk medan yang kemiringannya besar.

Pelaksanaan pengukuran

Pengukuran jarak langsung minimal dilakukan oleh dua orang. Orang pertama

memegangi bagian awal pita ukur. Dan orang ke dua menarik pita ukur di ujung yang

lain. Ujung awal (skala 0) pita ukur ditempatkan di A oleh orang pertama, kemudian

pita ukur dibentangkan dan ditarik hingga menyinggung anjir J1.

Selanjutnya di ujung pita ukur, misal a1 ditancapkan pen ukur dan angka

panjang pita ukur dibaca oleh orang kedua, data pembacaan dicatat.

Kemudian pengukuran dilakukan lagi dari a1 sampai a2 seperti prosedur di

atas, dengan angkka nol pita ukur diimpitkan pada pen ukur a2 pita ukur dan

mendatar menyinggung anjir j2 pada pita ukur ditancapkan lagi pen ukur a3 dan

angka panjang pita ukurnya dibaca lagi serta di catat dlam formulir. Demikian

seterusnya hingga sampai di B, pengukuran dari a ke B dinamakan pengukuran pergi.

10

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

Kemudian dengan cara yamg sama diukur pulang dari B ke A. biasanya hasil ukuran

jarak antara pergi dan pulang tidak sama dan hasilnya dirata-rata.

Pada medan medan yang miring antara P dan Q juga dilakukan pelurusan dan

pembuatan penggal-penggal lebih dahulu. Baru kemudian dilakukan pengukuran

jarak untuk setiap penggalannya. Di sini pita ukur ditarik hingga mendatar dan batas

penggal jarak yang diukur di tanah diperoleh dengan bantuan unting-unting yang

digantung dengan benang dari pita ukur yang direntangkan dan pada ujung unting-

unting di atas tanah ditancapkan pen ukur.

Angka bacaan jarak dibaca pada angka yang berimpit dengan benang unting-

unting.

Dalam perhitungan jarak lansung ini kita harus memperhatikan toleransi yang diberikan dalam pengukuran ini adalah hasil dari perhitungan tersebur tidak boleh kurang dari 1/3000,dan rumus yang digunakan dalam perhitungan ini adalah

L rata-rata / Δ L = > 1/3000

Keteranagan

L rata-rata : Rata-rata jarak pulang dan pergi

Δ L : Selisih antara jarak pulang dan pergi

1/3000 : Ketentuan yang di berikan dalam perhitungn jarak

11

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

oPengukuran Sudut

o Alat dan bahan

1. Theodolit Topcon 1 buah

2. Statif 1 buah

3. Tripod 2 buah

4. Unting-unting 2 buah

o Sentering

1. Dirikan statif pada titik yang akan di ukur

2. Lihat dari atas kepala statif apakah lubang pengunci untuk theodolit Topcon sudah

tegak lurus dengan titik yang akan di dirikan theodolit Topcon. Jika sudah merasa

tegak lurus, lalu taruh theodolit Topcon pada kepala statif

3. Lakukan sentering dengan menaik turunkan kaki statif hingga keadaan nivo kotak

dirasa cukup ditengah lingkaran.

4. Lalu lakukan sentering dengan menggunakan skrup ABC secara bersamaan pada 2

buah skrup secara bersama dan salah satu skrup secara sendiri hingga gelembung

berada tepat di tengah lingkaran nivo tabung.

5. Lalu lihat apakah theodolit Topcon sudah benar-benar tegak lurus dengan titik diri

theodolit dengan menggunakan teropong yg tersedia untuk melihat titik yang

berada tepat di bawah.

6. Jika keadaan titik senter dan titik diri theodolit sudah pas berada di tengah berarti

theodolite sudah sentering secara sempurna, tapi jika merasa kurang sentering bias

di ulang langkah yang tadi telah di lakukan untuk sentering.

o Cara kerja menggunakan teodolit Topcon satu seri rangkap

1. Stel (dirikan) alat ukur teodolit di atas titik B dengan bantuan alat senteringnya.

2. Buat sumbu satu vertical, bidikan teropong pada target di A dengan cara

mengarahkan teropong pada target (posisi biasa). Apabila bidikan telah

12

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

mendekati target, kunci klem horizontal dan vertical dan tempatkan garis bidik

pada target dengan memutar skrup penggerak halusnya. Baca lingkaran

horisontalnya, missal R1.

3. Bidik target di C dengan cara yang sama pada langkah 2 di atas (posisi biasa).

Baca lingkaran horisontalnya, missal R2.

4. Buka klem vertikal dan horizontal alat diputar 180 (posisi Luarbiasa) . Bidik

target di C dengan cara yang sama seperti langkah 2 di atas. Baca lingkaran

horisontalnya misalnya R2’.

5. Bidik target di A dengan cara yang sama pada cara 3 (posisi luarbiasa). Baca

lingkaran horisontalnya misalnya R1’.

6. Tambahkan sudut horizontal 90 dari bacaan sudut R1’. Bidikan lagi teropong ke

titik A. baca lingkaran horisontalnya.

7. Lakukan langkah yang sama dari langkah 3-5

F

A F

A

B B

o Syarat geometri poligon tertutup dapat menggunakan rumus seperti dibawah ini :

1. ∑ s + f s = (n – 2) . 180 ⁰

2. ∑ d sin α +f x = 0

3. ∑ d cos α + f y = 0

Keterangan :

n : jumlah titik sudut

D : jarak tiap titik poligon

Rumus perhitungan poligon tertutup :

13

E

E

D

C

D

C

Gambar poligon tertutup

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

1. Sudut (β)

β = bacaan piringan horosontal kanan – bacaan piringan horisontal kiri

2. Azimuth sisi (α)

α ab=¿α x ¿ + β2 ± 180 ⁰

3. Koreksi absis (∆X i) dan koreksi ordinat (∆Y i)

∆X i = ( d i

∑ d ) . f x

∆Y i = ( d i

∑ d ) . f y

4. Koordinat sebenarnya :

X❑ = X❑ + d12 . sin α❑+∆ X a

Y ❑ = Y ❑+d12 . cos α❑+∆Y a

o Syarat geometri poligon terbuka dapat menggunakan rumus seperti dibawah ini :

1 ∑ s + f s = (Azimut akhir – Azimut awal) + (n-1). 180 ⁰

2 f x = (X akhir – X awal) - ∑ d sin α

3 f y = (Y akhir – Y awal) - ∑ d cos α

Keterangan :

n : jumlah titik sudut

D : jarak tiap titik poligon

Rumus perhitungan poligon terbuka :

1 Sudut (β)

β = bacaan piringan horosontal kanan – bacaan piringan horisontal kiri

2 Azimuth sisi (α)

α ab=¿α x ¿ + β2 ± 180 ⁰

3 Koreksi absis (∆X i) dan koreksi ordinat (∆Y i)

∆X i = ( d i

∑ d ) . f x

∆Y i = ( d i

∑ d ) . f y

4 Koordinat sebenarnya :

5 X❑ = X❑ + d12 . sin α❑+∆ X a

14

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

Y ❑ = Y ❑+d12 . cos α❑+∆Y a

b) Kerangka Kontrol Vertikal

Pengukuran beda tinggi

Alat dan bahan

1. Water pass ( sipat datar ) 1 buah

2. Statip 1 buah

3. Rambu ukur 2 buah

4. Payung 1 buah

Langkah – langkah pengukuran

Jika jarak antar titik kontrol pemetaan relative jauh, pengukuran beda tinggi

dengan penyipat datar tak dapatt dilakukan dengan satu kali berdiri alat. Oleh karena

itu antara dua buah titik control yang berturutan dibuat beberapa slag dengan titik

bantu dan pengukurannya dibuat secara berantai (differential leveling).

1. Menempatkan rambu ukur pada titik A dan A1 dan memasang alat di tengahnya.

Mula – mula membaca bacaan rambu belakang (BA, BT, BB) pada rambu A dan

putar alat ke A1 membaca bacaan rambu muka ( BA, BT, BB ) pada rambu A1.

2. Memindahkan rambu pada titik A ke titik A2 dan alat ke titik tengah antara titik A1

dan A2 membaca bacaan rambu A1 dan A2.

3. Kemudian memindahkan rambu dari A1 ke B. lakukan langkah yang sama pada

langkah 2. Apabila hanya ada satu rambu,metode yang sama dapat dilakukan.

15

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

4. Apabila tinggi –tinggi relative antara masing – masing rambu dinyatakan dengan

H1, H2,…Hn, kemudian tinggi relative H antara A dan B dapat di peroleh

persamaan – persamaan berikut dan selanjutnya elevasi HB juga dapat diperoleh

H1 = BTA – BTA1

H2= BTA1 – BTA2

…Dst…

Hn = BTn belakang – BTn muka

HAB = H = BTbelakang - Btmuka

Langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Beda tinggi pergi pulang dan jarak antar titik poligon dijumlahkan, kemudian

dirata-ratakan.

2. Hitung kesalahan penutup beda tinggi dengan rumus :

∆h + fh = 0 → fh = - ∆h

3. Koreksikan beda tinggi rata-rata dengan rumus

k = di

∑d x fh

4. Kemudian beda tinggi yang telah dikoreksi dapat diperoleh dengan rumus :

∆h’ = ∆h + k

Pengukuran tinggi titik kontrol vertikal dilakukan dengan metode sipat datar.

Spesifikasi pengukuran adalah sebagai berikut :

1. Cek garis kolimasi alat dan pengukuran beda tinggi memakai sepatu rambu.

2. Pengukuran beda tinggi dalam 1 seksi yaitu pergi pulang dalam 1 hari.

3. Selisih ∑ D rambu muka dan ∑ D rambu belakang sebesar 2%.

4. Tinggi garis bidik terendah 0,3 m dan kesalahan penutup maksimum pergi

pulang sebesar 12 mm√ D

D = Jarak dalam satuan Kilometer (Km).

16

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

c) Pengukuran Azimuth MatahariAzimuth matahari (AM) untuk setiap saat bisa ditentukan bila kita dapat

mengamati matahari, terlebih mengingat posisi indonesia yang berada di zona equator. Dimana sepanjang tahun akan selalu menjumpai Matahari di siang harinya. Cara pengamatan dan penentuannya cukup mudah, yaitu hanya dengan menentukan tinggi matahari dan dicatat waktu pengamatannnya. Apabila sebelum atau sesudah mengamat matahari, teropong dibidikkan ke arah titik acuan (P) dan dibaca lingkaran horizontalnya, maka dapat dihitung sudut horizontal antara titik acuan dan matahari saat diamat (ψ). Selanjutnya azimuth matahari bisa dihitung, seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar Azimut matahari dan titik acuan

1. Metode tinggi matahari

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, dalam perhitungan dengan

menggunakan pendekatan metode tinggi matahari data yang diperlukan adalah:

a. Tinggi matahari saat pengamatan (h)à helling

b. Deklinasi matahari (d)

c. Serta lintang pengamatan (j)

d. Rumus

17

OO

AM

ψAo

P

U

Z

M

P

-tλ

q

AoAM

cos A=sin( δ )−sin( ϕ )*cos ( z )cos (ϕ )*sin( z )

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

Untuk menghilangkan kesalahan sistematis karena kesalahan penentuan harga

lintang (j) dan tinggi matahari (h) à pengamatan dilakukan pada pagi dan sore hari.

Sehingga akan didapatkan Azimuth Pagi (Ap) dan Azimuth Sore (As).

Jika terjadi perbedaan, maka diambil nilai rata-ratanya . Untuk mendapatkan

ketelitian yang lebih baik, sebaiknya :

a. pengamatan dilakukan pagi dan sore hari

b. pengamatan dilakukan dalam beberapa seri

c. tinggi matahari yang diamat serendah mungkin (5o s.d. 15o) à lintang di

daerah indonesia < 15

Pengamatan matahari bisa dilakukan dengan beberapa cara:

a. Menggunakan filter gelap. Setelah terpasang filter pada teropong, matahari

bisa diamat secara langsung. Pengamatan dilakukan dengan menepatkan tepi-tepi

matahari disinggungkan terhadap benang silang. Jika pada diafragma teropong

terdapat lingkaran matahari, maka pengamatan terhadap pusat matahari bisa

dilakukan dengan memasukkan matahari pada lingkaran tersebut.

b. Menadah bayangan matahari. Cara ini hampir sama dengan cara sebelumnya

(dengan filter gelap), yang membedakan adalah cara mengamatnya dengan menadah

bayangan matahari pada sebuah kertas putih.

Koreksi yang diberikan pada hasil pengamatan antara lain :

a. Koreksi refraksi

Apabila saat pengamatan diukur pula temperatur dan tekanan udara, maka

koreksinya menggunakan rumus:

dimana rm adalah koreksi refraksi menengah; cp adalah koreksi barometrik; ct adalah

koreksi temperatur; yang ketiganya harus dilihat pada tabel.

Apabila data temperatur dan tekanan udara tidak ada, maka koreksinya adalah:

b. Koreksi paralaks

18

Ap=360o−As

r=rm∗c p∗c t

r=−58 cot \( h rSub { size 8{u} } \) } {¿

p' '=ph *cos(hu )

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

Besarnya koreksi paralaks (p”) adalah

Dengan besarnya ph untuk setiap harinya bisa dicari dalam tabel deklinasi matahari,

atau diambil harga rata-ratanya sebesar 8”8

Bisa juga besarnya p” langsung dilihat pada table.

c. Koreksi ketinggian tempat

Untuk pengamatan dengan ketelitian tinggi, koreksi ini harus diberikan. Untuk itu

harus diketahui tinggi tempat dari MSL. Caranya yaitu diukur secara langsung, atau

diinterpolasi dari peta topografi. Tetapi untuk pengamatan tidak teliti, koreksi ini

biasanya diabaikan.

Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan tinggi pusat matahari terkoreksi dengan

rumus:

h = hu + r + p + ½ d vertical

Perhitungan azimut pusat matahari (A) dengan rumus :

A = cos-1 sin δ – sin φ . sin h

cos φ . cos h

Perhitungan azimut sisi yang dicari dengan rumus :

α = A + β + ½ d sec

d) Pengukuran Detil

Pengukuran detil dengan metode jarak dan sudut

o Alat dan bahan

5. Theodolit Topcon 1 buah

6. Statif 1 buah

7. Tripod 2 buah

8. Unting-unting 2 buah

9. Rambu ukur 2 buah

10. Pita ukur 1 buah

Langkah kerja

Cara kerja menggunakan teodolit Topcon satu seri

1. Stel (dirikan) alat ukur teodolit di atas titik B dengan bantuan alat

senteringnya, dan mengukur tinggi alat (ta).

19

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

2. Buat sumbu satu vertical, bidikan teropong pada target di A dengan

cara mengarahkan teropong pada target (posisi biasa). Apabila bidikan

telah mendekati target, kunci klem horizontal dan vertical dan

tempatkan garis bidik pada target dengan memutar skrup penggerak

halusnya. Baca lingkaran horisontalnya.

3. Bidik target detil bangunan atau detil spot high dengan cara yang sama

pada langkah 2 di atas (posisi biasa).

4. Baca bacaan pada rambu Ba, Bt, Bb. Dan bacaan horizontal dan

vertikal, kemudian catat ke dalam tabel yang telah di sediakan

sebelumnhya.

e) Pengambaran Manuskrip

Dalam proses penggambaran peta secara manual akan dihasilkan peta

manuskrip atau peta dasar yang dapat juga disebut sebagai peta induk. Peralatan

yang digunakan untuk penggambaran tersebut antara lain, kertas gambar, meja

gambar, busur derajat, segitiga / penggaris, alat pembuat kisi (grid), pensil,

penghapus, rapidograf dan alat lain yang mungkin dibutuhkan.

Adapun garis besar penggambaran peta situasi, antara lain :

1. Plotting titik-titik kerangka pemetaan (X,Y,Z) dengan skala tertentu, dengan

menentukan kordinat tengah, rumus :

Xt= X max+ X min2 ……………………………………… (II.4.36)

Yt=Y max+Y min2

……………………………………….. (II.4.37)

2. Plotting detil (X,Y,Z) atau grafis

3. Penarikan garis kontur, disesuaikan dengan interval kontur

20

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

BAB 4

PENUTUP

Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum pengukuran KKH dan KKV, mahasiswa mampu

melakukan prosedur pengukuran kerangka kontrol horizontal dan vertikal

menggunakan Poligon Terbuka Terikat Sempurna (PPTS) dan cara perhitungannya

dengan baik dan benar.

Mahasiswa dapat mengetahui problem-problem yang ada di lapangan serta

cara mengatasi dengan baik dan benar.

Saran

Menentukan titik yang benar-benar strategis, dalam segi terhalang atau

tidaknya jarak pandang dalam penggunaan alat, terhalang mobil atau

pohon atau tidak.

Menentukan waktu yang tepat, sehingga lalulintas tidak terlalu ramai,

lebih baik mengukur di pagi hari, sehingga juru ukur pun masih segar dan

21

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

masih konsentrasi penuh, cuaca tidak terlalu panas dan memudahkan juru

ukur

Alat benar-benar di sentering, sehingga kesalahan mekanis tidak terlalu

besar, jangan menyepelekan permasalahan sentering, karena jika sentering

tidak tepat, kemungkinan kesalahan juga semakin besar, sehingga

kemungkinan mengulang juga berkurang.

Melakukan penggalan-penggalan pada pengukuran jarak langsung,

sehingga mengurangi pengaruh undulasi

Menggunakan alat yang sudah benar-benar terkalibrasi dengan baik

Berkonsentrasi benar saat membaca dan mendengarkan operator alat

Menggunakan rambu yang ada nivonya, atau mennyelaraskan bacaan

benang tengah, benang atas, dan benang bawah.

Daftat Pustaka

1. www.google.com

2. Basuki, Ir. Slamet, M.Si. 2011. Ilmu Ukur Tanah (Edisi Revisi), Yogyakarta

UGM Press.

22

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH II

Poligon Terbuka Terikat Sempurna

(PTTS)

Kelompok : 12

23

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM IUT2

Nama Anggota :

1. Dewi Indah H : 11/315079/NT/14917

2. Finata Mandasari : 11/320689/NT/15076

3. Nicky Agsen Haspriliory : 11/315120/NT/14958

4. Sulton Amil M : 11/320740/NT/15123

PROGRAM DIPLOMA TEKNIK GEOMATIKA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

24