45
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA Semester : IV Tahun Ajaran : 2008/2009 Kelompok : XX (Dua puluh) Tgl. Percobaan : 02 Mei 2009 Judul Percobaan : Kesetimbangan Uap Cair NAMA NIM Sriwil P Damanik 070405035 Keadaan ruangan : Tekanan Ruangan : 760 mmHg Suhu : 30 o C LABORATORIUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA

Semester : IV

Tahun Ajaran : 2008/2009

Kelompok : XX (Dua puluh)

Tgl. Percobaan : 02 Mei 2009

Judul Percobaan : Kesetimbangan Uap Cair

NAMA NIM

Sriwil P Damanik 070405035

Keadaan ruangan :

Tekanan Ruangan : 760 mmHg

Suhu : 30 oC

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA / NIM : Sriwil P Damanik / 070405035

KELOMPOK : XX (Dua puluh)

MODUL : Kesetimbangan Uap Cair

TGL. PERCOBAAN : 02 Mei 2009

Medan, 2009

Asisten,

(Rossi Wedana Tarigan)

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA / NIM : Sriwil P Damanik / 070405035

KELOMPOK : XX (Dua puluh)

MODUL : Kesetimbangan Uap Cair

TGL. PERCOBAAN : 02 Mei 2009

Medan, 2009

Dosen,

(Maulida, ST, MSc.)

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBAR PENUGASAN

NAMA / NIM : Yanthi F Sinaga / 070405022

Jessica Novia / 070405029

Sriwil P Damanik / 070405035

Tomas Y Tambunan / 070405059

KELOMPOK : XX (Dua puluh)

MODUL : Kesetimbangan Uap Cair

TGL. PERCOBAAN : 02 Mei 2009

Medan, 2009

Asisten,

(Rossi Wedana Tarigan)

Larutan biner : asam asetat 40 ml + air 80 ml

NaOH 1,5 N sebanyak 500 ml

Kenaikan suhu setiap 3 oC

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAPORAN SEMENTARA

NAMA / NIM : Yanthi F Sinaga / 070405022

Jessica Novia / 070405029

Sriwil P Damanik / 070405035

Tomas Y Tambunan / 070405059

KELOMPOK : XX (Dua puluh)

MODUL : Kesetimbangan Uap Cair

TGL. PERCOBAAN : 02 Mei 2009

Medan, 2009

Asisten,

(Rossi Wedana Tarigan)

Data Percobaan

Normalitas NaOH : 1,5 NBerat piknometer : 18,35 gramBerat piknometer + berat larutan biner : 45,07 gramBerat larutan biner : 26,72 gramr larutan biner : 1,068 gr/ml

Suhu destilat pertama keluar : 103 oC

Data Hasil Percobaan

T °CVolume Destilat

(ml)Volume NaOH (ml)

Massa Destilat

(gram)ρ (gram/ml)

106 21 18,7 24,78 0,9912

109 26 23 22,53 0,9012

112 20 31 22,32 0,8928

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM

BAB I

APLIKASI

1.1 Aplikasi Percobaan

1.1.1 Teknologi Proses Produksi Bioetanol

Alkohol merupakan bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman

yang mengandung pati seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu biasanya disebut

dengan bioethanol. Ubi kayu, ubi jalar, dan jagung merupakan tanaman pangan yang

biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga jenis tanaman

tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber

bahan baku pembuatan bioethanol atau gasohol. Namun dari semua jenis tanaman

tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat

memproduksi ethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan

baku proses produksi bio-ethanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi.

Pertimbangan keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi

harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya pengelolaan

tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan baku untuk

memproduksi setiap liter ethanol/bio-ethanol. Secara umum ethanol/bio-ethanol

dapat digunakan sebagai bahan baku industry turunan alkohol, campuran untuk

miras, bahan dasar industri farmasi, campuran bahan bakar untuk kendaraan.

Mengingat pemanfaatan ethanol/bio-ethanol beraneka ragam, sehingga grade ethanol

yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol/bio-

ethanol yang mempunyai grade 90-96,5% vol dapat digunakan pada industri,

sedangkan ethanol/bioethanol yang mempunyai grade 96-99,5% vol dapat digunakan

sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Berlainan dengan

besarnya grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan

bakar untuk kendaraan yang harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak

korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol harus mempunyai grade sebesar 99,5-100%

vol. Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi

karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air (Nurdyastuti, 2009).

Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung

sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM

yang lain, terutama molase. Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga)

rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian.

1. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman,

baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane),

gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung

(corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.

Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum

terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:

Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula

Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan

tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik

Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan

menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification)

dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan

jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan

pengontrolan proses pemasakan.

Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:

Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur

Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim

Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat

Pemanasan bubur hingga kisaran 80 - 90oC, dimana tepung-tepung yang

bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan

kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur

tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction

selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih

cair seperti sup.

Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan

proses sebagai berikut:

Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja

Pengaturan pH optimum enzim

Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM

Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses

sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang

dihasilkan).

2. Fermentasi

Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula

sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan

penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu

optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.

Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada

suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak

terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari

liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas

kontaminan.

Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam

tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi

tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi

ragi.

Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum

destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya

clogging selama proses distilasi.

3. Pemurnian / Distilasi

Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah

air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C

(Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan

mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan

bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume (Dwi, 2007).

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM

Gambar 1.1 Flowsheet Produksi Bio-Etanol

(Dwi, 2007)

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil Percobaan

Table 2.1 Data Hasil Percobaan

T °CVolume Destilat

(ml)Volume NaOH (ml)

Massa Destilat

(gram)ρ (gram/ml)

106 24 9,8 30,99 1,2913

108 29 11,6 34,9508 1,2052

110 29 12 34,8232 1,2008

2.2 Pembahasan

2.2.1 Grafik Po H2O vs Suhu (oC) (Teori)

95 100 105 110 115 1200

200400600800

1000120014001600

Suhu (°C)

Po

H2O

(mm

Hg)

Gambar 2.1 Grafik Po H2O vs Suhu (oC) (Teori)

Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa grafik yang terbentuk dari data tekanan

uap H2O dengan suhu T (oC) berupa suatu garis lurus yang mengalami peningkatan

dari kiri ke kanan yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu, maka tekanan uap

H2O juga akan semakin meningkat. Pada suhu 100oC , tekanan uap airnya adalah 760

mmHg dan pada suhu 108oC, tekanan uap airnya adalah 1004,42 (Smith, 2005).

Secara sistematis dapat dilihat dengan persamaan Antoine berikut :

t i

sat

= BiAi−LnP0

−Ci( Smith, 2005)

Dimana : tisat = Suhu uap jenuh senyawa i murni (oC)

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM

A, B, C = Konstanta parameter senyawa i murni persamaan Antoine

P˚ = Tekanan uap (kPa)

2.2.2 Grafik x H2O (Teori) vs Suhu (oC)

100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 1110

0.10.20.30.40.50.60.70.80.9

1

Suhu (°C)

x H2

O

Gambar 2.2 Grafik x H2O (Teori) vs Suhu (oC)

Pada Gambar 2.2 terlihat bahwa fraksi mol cair air (x H2O) menurun seiring

dengan bertambahnya suhu. Pada suhu 101,5oC , fraksi mol cair airnya adalah 0,7951

dan pada suhu 107oC, fraksi mol cair airnya adalah 0,3084. Hal ini disebabkan pada

suhu yang semakin tinggi di atas titik didih air 100oC, air sudah menguap sehingga

jumlah air dalam bentuk cair makin sedikit. Akibatnya x H2O semakin berkurang

pula (Kenneth, 1993).

Secara matematis dapat dilihat melalui rumus :

PiXi

=Ki≡exp [ μi¿−μi

RT ](Kenneth, 1993)

Dimana : μ* = Viskositas larut senyawa i (kg /ms )

μ◦ = Viskositas uap senyawa i (kg /ms )

T = Suhu (K)

R = Konstanta gas ideal = 8314,34 J /kg mol . K

Pi = Tekanan senyawa i (kPa)

Ki = Konstanta Henry senyawa i

Xi = Fraksi mol fasa cair senyawa i

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM

2.2.3 Grafik x H2O (Praktek) vs Suhu (oC)

105.5 106 106.5 107 107.5 108 108.5 109 109.5 110 110.50.9765

0.9770

0.9775

0.9780

0.9785

0.9790

0.9795

0.9800

Suhu (°C)

x H2

O

Gambar 2.3 Grafik x H2O (Praktek) vs Suhu (oC)

Pada Gambar 2.3 ditunjukkan grafik fraksi mol cair air vs suhu yang

diperoleh secara praktek. Pada suhu 106oC, fraksi mol cair airnya adalah 0,9796,

pada suhu 108oC fraksi mol cair airnya adalah 0,9785 dan pada suhu 110oC, fraksi

mol cair airnya adalah 0,9776. Secara teori, terlihat bahwa fraksi mol cair air (x H2O)

menurun seiring dengan bertambahnya suhu dan sebaliknya (Kenneth, 1993). Dari

percobaan yang telah dilakukan juga diperoleh bahwa fraksi mol cair air akan

semakin menurun dengan adanya peningkatan suhu, karena air dalam fase cair akan

berubah ke fase uap jika suhu ditingkatkan. Namun, dari grafik terlihat adanya

sedikit perbedaan fraksi mol cair air praktek dengan teori. Hal ini mungkin

disebabkan oleh berbagai hal seperti:

1. Kurang terisolasinya rangkaian peralatan yang menyebabkan uap cairan keluar ke

lingkungan saat proses destilasi

2. Penentuan volume pentiter yang tidak tepat

3. Pengukuran volume dan massa cairan yang tidak tepat.

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM

2.2.4 Grafik x HAc (Teori) vs Suhu (oC)

101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 1110

0.10.20.30.40.50.60.70.80.9

Suhu (°C)

x HA

c

Gambar 2.4 Grafik x HAc (Teori) vs Suhu (oC)

Pada Gambar 2.4 terlihat bahwa fraksi mol cair asam asetat (x CH3COOH)

secara teori bertambah seiring dengan bertambahnya suhu. Pada suhu 102,1oC, fraksi

mol cair asam asetatnya adalah 0,2739 dan pada suhu 110,6oC, fraksi mol cair asam

asetatnya adalah 0,8119. Dengan demikian, semakin meningkat suhu, akan semakin

meningkat pula fraksi mol asam asetat. Hal ini disebabkan pada suhu yang semakin

tinggi di atas titik didih air 100oC, air sudah menguap tetapi asam asetat belum

menguap. Akibatnya fraksi mol CH3COOH semakin bertambah pula (Kenneth,

1993).

Secara matematis dapat dilihat melalui rumus :

PiXi

=Ki≡exp [ μi¿−μi

RT ](Kenneth, 1993)

Dimana : μ* = Viskositas larut senyawa i (kg /ms )

μ◦ = Viskositas uap senyawa i (kg /ms )

T = Suhu (K)

R = Konstanta gas ideal = 8314,34 J /kg mol . K

Pi = Tekanan senyawa i (kPa)

Ki = Konstanta Henry senyawa i

Xi = Fraksi mol fasa cair senyawa i

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM

2.2.5 Grafik x HAc (Praktek) vs Suhu (oC)

105.5 106 106.5 107 107.5 108 108.5 109 109.5 110 110.50.0200

0.0205

0.0210

0.0215

0.0220

0.0225

0.0230

Suhu (°C)

x HA

c

Gambar 2.5 Grafik x HAc (Praktek) vs Suhu (oC)

Pada Gambar 2.5 ditunjukkan grafik fraksi mol cair asam asetat vs suhu yang

diperoleh secara praktek bahwa semakin meningkat suhu, maka semakin meningkat

pula fraksi mol cair asam asetat. Secara teori, terlihat bahwa fraksi mol cair asam

asetat (x CH3COOH) bertambah seiring dengan bertambahnya suhu dan sebaliknya

(Kenneth,1993). Dari percobaan yang telah dilakukan juga diperoleh bahwa fraksi

mol cair dari asam asetat akan semakin meningkat dengan adanya peningkatan suhu,

karena pada suhu yang semakin tinggi di atas titik didih air 100oC, air sudah

menguap tetapi asam asetat yang memiliki titik didih diatas air belum menguap,

sehingga asam asetat masih dalam fase cair. Namun, pada grafik terdapat sedikit

perbedaan antara fraksi mol cair asam asetat praktek dengan teori. Hal itu mungkin

disebabkan oleh berbagai hal seperti:

1. Kurang terisolasinya rangkaian peralatan yang menyebabkan uap cairan keluar ke

lingkungan saat proses destilasi

2. Penentuan volume pentiter yang tidak tepat

3. Pengukuran volume dan massa cairan yang tidak tepat.

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM

2.2.6 Grafik y H2O (Teori) vs Suhu (oC)

101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 1110

0.10.20.30.40.50.60.70.80.9

Suhu (°C)

y H2

O

Gambar 2.6 Grafik y H2O (Teori) vs Suhu (oC)

Pada Gambar 2.6 terlihat bahwa fraksi mol uap air (y H2O) secara teori

berkurang seiring dengan bertambahnya suhu. Pada suhu 102,1oC, fraksi mol uap

airnya adalah 0,8239 dan pada suhu 107,8oC, fraksi mol uap airnya adalah 0,4467.

Hal ini disebabkan pada suhu 100oC (titik didih air), air sudah mulai menguap

sedangkan asam asetat belum. Tetapi jika pemanasan terus dilanjutkan, maka pada

suatu saat asam asetat akan mulai menguap juga. Akibatnya fraksi uap air (y H2O)

akan berkurang karena adanya uap asam asetat yang tercampur dengan uap air

(Smith, 2005).

Secara sistematis dapat dilihat dengan persamaan Antoine berikut :

T= Bi

Ai−LnP sat−Ci

( Smith, 2005)

Dimana : T = suhu (oC)

A, B, C = Konstanta parameter persamaan Antoine

Psat = Tekanan uap jenuh (kPa)

Dari Hukum Raoult, sebagai berikut:

Pi gas side = yigas side Ptotal = yiliquid side Pisat (T) (Cengel, 2006)

Dan Hukum Henry,

yiliquid side =

Pi gasside

H (Cengel, 2006)

Maka diperoleh rumus:

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM

yigas side=

yiliquidside xH

Ptotal (Cengel, 2006)

Dimana: H = Konstanta Henry

Ptotal = Tekanan total (kPa)

Pigas side = Tekanan uap senyawa i (kPa)

yigas side = Fraksi mol fasa uap senyawa i

yi liquid side = Fraksi mol fasa cair senyawa i

Secara teori dari persamaan di atas, pada persamaan Antoine diperoleh bahwa

semakin besar suhu maka semakin besar pula tekanan uapnya. Dari persamaan

Hukum Raoult, bila tekanan uap naik,maka Pgas side akan naik, hal ini mempengaruhi

tekanan total yang akan semakin besar,sehingga fraksi mol uap campuran menurun

karena berbanding terbalik dengan tekanan total (Cengel, 2006).

2.2.7 Grafik y H2O (Praktek) vs Suhu (oC)

105.5 106 106.5 107 107.5 108 108.5 109 109.5 110 110.50.986

0.988

0.990

Suhu (°C)

y H2

O

Gambar 2.7 Grafik y H2O (Praktek) vs Suhu (oC)

Pada Gambar 2.7 ditunjukkan grafik fraksi mol uap air vs suhu yang

diperoleh secara praktek bahwa semakin meningkatnya suhu, fraksi mol uap air

semakin menurun.Dimana pada suhu 106oC, fraksi mol uap airnya adalah 0,9883,

pada suhu 108oC fraksi mol uap airnya adalah 0,9877 dan pada suhu 110oC, fraksi

mol uap airnya adalah 0,9872. Secara teori, terlihat bahwa fraksi mol uap air (y H2O)

secara teori berkurang seiring dengan bertambahnya suhu, karena pada suhu 100oC

(titik didih air), air sudah mulai menguap sedangkan asam asetat belum. Tetapi jika

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM

pemanasan terus dilanjutkan, maka pada suatu saat asam asetat akan mulai menguap

juga. Sehingga, fraksi uap air (y H2O) akan berkurang karena adanya uap asam asetat

yang tercampur dengan uap air (Smith, 2005).

Dari percobaan yang telah dilakukan juga diperoleh bahwa fraksi mol uap

dari air akan semakin menurun dengan adanya peningkatan suhu karena meskipun

pada grafik di atas terdapat sedikit perbedaan fraksi mol uap air secara praktek

dengan teori. Hal itu mungkin disebabkan oleh berbagai hal seperti:

1. Kurang terisolasinya rangkaian peralatan yang menyebabkan uap cairan keluar ke

lingkungan saat proses destilasi

2. Penentuan volume pentiter yang tidak tepat

3. Pengukuran volume dan massa cairan yang tidak tepat.

2.2.8 Grafik y HAc(Teori) vs Suhu (oC)

101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 1110

0.10.20.30.40.50.60.70.80.9

Suhu (°C)

y HA

c

Gambar 2.8 Grafik y HAc (Teori) vs Suhu (oC)

Pada Gambar 2.8 terlihat bahwa fraksi mol uap asam asetat (y CH3COOH)

bertambah seiring dengan bertambahnya suhu. Pada suhu 102,1oC, fraksi mol uap

airnya adalah 0,1761 dan pada suhu 107,6oC, fraksi mol uap airnya adalah 0,6916.

Hal ini disebabkan pada suhu sekitar 100oC, asam asetat mulai menguap. Jika

pemanasan terus dilanjutkan, maka asam asetat yang menguap akan semakin banyak.

Akibatnya fraksi mol CH3COOH dalam uap semakin bertambah pula (Smith, 2005).

Secara matematis dapat dilihat dari persamaan hukum Raoult berikut :

yiP = xiPisat (Smith, 2005)

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM

Dengan : P = Tekanan uap (kPa)

Pisat = Tekanan uap jenuh senyawa i (kPa)

xi = Fraksi mol fasa cair senyawa i

yi = Fraksi mol fasa uap senyawa i

Dan juga persamaan Antoine berikut :

t i

sat

= BiAi−LnP0

−Ci(Smith, 2005)

Dimana : tisat = Suhu uap jenuh senyawa i murni (oC)

A, B, C = Konstanta parameter persamaan Antoine

P˚= Tekanan uap (kPa)

2.2.9 Grafik y HAc (Praktek) vs Suhu (oC)

105.5 106 106.5 107 107.5 108 108.5 109 109.5 110 110.50.011

0.01120.01140.01160.0118

0.0120.01220.01240.01260.0128

0.013

Suhu (°C)

y HA

c

Gambar 2.9 Grafik y HAc (Praktek) vs Suhu (oC)

Pada Gambar 2.9 ditunjukkan grafik fraksi mol uap asam asetat vs suhu yang

diperoleh secara praktek bahwa semakin meningkatnya suhu maka semakin

meningkat pula fraksi mol uap asam asetat. Secara teori, terlihat bahwa fraksi mol

uap asam asetat (y CH3COOH) bertambah seiring dengan bertambahnya suhu dan

sebaliknya (Smith, 2005). Dari percobaan yang telah dilakukan juga diperoleh bahwa

fraksi mol uap dari asam asetat akan semakin meningkat dengan adanya peningkatan

suhu karena, pada suhu sekitar 100oC, asam asetat mulai menguap. Jika pemanasan

terus dilanjutkan, maka asam asetat yang menguap akan semakin banyak. Namun,

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM

pada grafik di atas terdapat sedikit perbedaan antara nilai fraksi mol uap asam asetat

praktek dengan teori. Hal itu mungkin disebabkan oleh berbagai hal seperti:

1. Kurang terisolasinya rangkaian peralatan yang menyebabkan uap cairan keluar ke

lingkungan saat proses destilasi

2. Penentuan volume pentiter yang tidak tepat

3. Pengukuran volume dan massa cairan yang tidak tepat.

2.2.10 Grafik y H2O vs x H2O (Teori)

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.80

0.10.20.30.40.50.60.70.80.9

x H2O

y H2

O

Gambar 2.10 Grafik y H2O vs x H2O (Teori)

Pada Gambar 2.10 grafik y H2O vs x H2O secara teori terlihat bahwa semakin

bertambahnya fraksi mol cair air maka semakin bertambah pula fraksi mol uap air,

dan sebaliknya. Pada saat fraksi mol cair air sebesar 0,1881, fraksi mol uap air

sebesar 0,3063. Dan pada saat fraksi mol cair air sebesar 0,7261, fraksi mol uap air

sebesar 0,8239. Dengan demikian grafik yang diperoleh adalah grafik yang semakin

meningkat pula (Smith, 2005).

Secara matematis dapat dilihat berikut :

YiXi

=γ iPi

sat

P (Smith, 2005)

Dimana : Yi = Fraksi mol fasa cair senyawa i

Xi = Fraksi mol fasa uap senyawa i

P = Tekanan (kPa)

Pisat = Tekanan uap jenuh senyawa i (kPa)

γi = Koefisien aktivitas senyawa i

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM

2.2.11 Grafik y H2O vs x H2O (Praktek)

0.987 0.9872 0.9874 0.9876 0.9878 0.988 0.9882 0.98840.976

0.977

0.978

0.979

0.980

x H2O

y H2

O

Gambar 2.11 Grafik y H2O vs x H2O (Praktek)

Secara praktek diperoleh bahwa hubungan fraksi mol uap air akan semakin

meningkat apabila fraksi mol cair air semakin meningkat pula (Gambar 2.11). Secara

teori terlihat bahwa semakin bertambahnya fraksi mol cair air maka semakin

bertambah pula fraksi mol uap air dan sebaliknya (Smith, 2005). Dari percobaan

yang telah dilakukan juga diperoleh bahwa fraksi mol uap air akan semakin

meningkat apabila fraksi mol cair air semakin meningkat pula, karena keduanya

berbanding lurus. Secara matematis dapat dilihat berikut :

YiXi

=γ iPi

sat

P (Smith, 2005)

Dimana : Yi = Fraksi mol fasa cair senyawa i

Xi = Fraksi mol fasa uap senyawa i

P = Tekanan (kPa)

Pisat = Tekanan uap jenuh senyawa i (kPa)

γi = Koefisien aktivitas senyawa i

Namun, pada grafik di atas terdapat sedikit perbedaan antara nilai fraksi mol

uap asam asetat praktek dengan teori. Hal itu mungkin disebabkan oleh berbagai hal

seperti:

1. Kurang terisolasinya rangkaian peralatan yang menyebabkan uap cairan keluar ke

lingkungan saat proses destilasi

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM

2. Penentuan volume pentiter yang tidak tepat

3. Pengukuran volume dan massa cairan yang tidak tepat.

2.2.12 Grafik y HAc vs x HAc (Teori)

0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.90

0.10.20.30.40.50.60.70.80.9

x HAc

y HA

c

Gambar 2.12 Grafik y HAc vs x HAc (Teori)

Pada Gambar 2.12 grafik x CH3COOH vs y CH3COOH secara teori terlihat

bahwa semakin bertambahnya fraksi mol cair asam asetat maka semakin bertambah

pula fraksi mol uap asam asetat dan sebaliknya. Pada saat fraksi mol cair asam asetat

sebesar 0,2739, fraksi mol uap asam asetat sebesar 0,1761. Dan pada saat fraksi mol

cair asam asetat sebesar 0,4176, fraksi mol uap asam asetat sebesar 0,2888. Dengan

demikian grafik yang diperoleh adalah grafik yang semakin meningkat pula (Smith,

2005).

Secara matematis dapat dilihat berikut :

YiXi

=γ iPi

sat

P (Smith, 2005)

Dimana : Yi = Fraksi mol cair senyawa i

Xi = Fraksi mol uap senyawa i

P = Tekanan (kPa)

Pisat = Tekanan uap jenuh senyawa i (kPa)

γi = Koefisien aktivitas senyawa i

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM

2.2.13 Grafik y HAc vs x HAc (Praktek)

0.0116 0.0118 0.012 0.0122 0.0124 0.0126 0.0128 0.0130.019

0.01950.02

0.02050.021

0.02150.022

0.02250.023

x HAc

y HA

c

Gambar 2.13 Grafik y HAc vs x HAc (Praktek)

Secara praktek diperoleh bahwa hubungan fraksi mol uap asam asetat akan

semakin meningkat apabila fraksi mol cair asam asetat juga semakin meningkat

(Gambar 2.13). Secara teori, terlihat bahwa semakin bertambahnya fraksi mol cair

asam asetat maka semakin bertambah pula fraksi mol uap asam asetat dan sebaliknya

(Smith, 2005). Dari percobaan yang telah dilakukan juga diperoleh bahwa fraksi mol

uap asam asetat akan semakin meningkat apabila fraksi mol cair asam asetat semakin

meningkat, karena keduanya berbanding lurus. Secara matematis dapat dilihat

berikut :

YiXi

=γ iPi

sat

P (Smith, 2005)

Dimana : Yi = Fraksi mol fasa cair senyawa i

Xi = Fraksi mol fasa uap senyawa i

P = Tekanan (kPa)

Pisat = Tekanan uap jenuh senyawa i (kPa)

γi = Koefisien aktivitas senyawa i

Namun, pada grafik di atas terdapat sedikit perbedaan antara nilai fraksi mol

uap asam asetat praktek dengan teori. Hal itu disebabkan berbagai hal seperti:

1. Kurang terisolasinya rangkaian peralatan yang menyebabkan uap cairan keluar ke

lingkungan saat proses destilasi

2. Penentuan volume pentiter yang tidak tepat

3. Pengukuran volume dan massa cairan yang tidak tepat.

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM
Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM

BAB III

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat dibuat dari percobaan ini adalah :

1. Semakin tinggi temperatur maka tekanan uap suatu cairan atau larutan akan

semakin tinggi pula.

2. Setelah pemanasan, maka diperoleh massa destilat pada suhu 106˚C adalah

30,99 gram, pada suhu 108˚C adalah 34,9508 gram dan pada suhu 110˚C

adalah 34,8232 gram.

3. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh densitas destilat I adalah 1,2913

gr/ml, destilat II adalah 1,2052 gr/ml dan destilat III adalah 1,2008 gr/ml.

4. Apabila dilakukan pemanasan pada suatu larutan melewati titik didihnya

(bubble point), fraksi zat yang lebih volatil akan semakin berkurang dalam

fasa cair, sedangkan dalam fasa uap akan semakin bertambah.

5. Apabila dilakukan pendinginan pada suatu larutan melewati titik embunnya

(dew point), fraksi zat yang kurang volatil akan semakin bertambah dalam

fasa cair, sedangkan dalam fasa uap akan semakin berkurang.

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM

DAFTAR PUSTAKA

Cengel, Y. A. and M. A Boles. 2006. Thermodynamics: An Engineering Approach,

5th ed. New York: The McGraw Hill Companion Inc.

Dwi. 2007. Bioethanol. http://www.dwienergi.blogspot.com. 08 Mei 2009

Kenneth, FRS. 1993. Prinsip- prinsip Keseimbangan Kimia. Jakarta: Universitas

Indonesia

Nurdyastuti, Indyah.2009. Teknologi Proses Bio-Ethanol. http://www.geocities.com

08 Mei 2009

Perry. 1999. Chemical Engineers Handbook. New York: The McGraw Hill

Companies Inc.

Smith, JM. 2005. Introduction To Chemical Engineering Thermodynamics. Sixth

Edition. New York : The McGraw Hill Companies Inc.

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM

LAMPIRAN B

PERHITUNGAN

B.1 Membuat Larutan NaOH 2 N dengan Aquadest 100 ml

BM NaOH = 40 gr/mol

Valensi = 1

N =

grMr x

1000ml x valensi

2=

gr40 x

1000100 x 1

Massa = 8 gram

Jadi, untuk membuat larutan NaOH 2 N diperlukan padatan NaOH sebanyak

8 gram kemudian ditambahkan air hingga 100 ml.

B.2 Menentukan ρ larutan biner sebelum dipanaskan

Massa piknometer kosong = 14,67 gr

Massa piknometer + larutan biner = 45,42 gr

Volume larutan biner = 25 ml

Massa larutan biner = 30,75 gr

r =

mV =

30 , 7525 = 1,23 gr/ml

B.3 Menentukan konsentrasi campuran HAc dan air sebelum dipanaskan

Sebanyak 5 ml larutan biner ditirasi dengan larutan NaOH 2 N didapat

volume yang digunakan sebanyak 11,1 ml.

CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O

Mol NaOH = 11,1 ml x 2 N = 22,2 mmol

Mol larutan mula-mula = mol HAc = mol NaOH = 22,2 mmol

Volume larutan yang dititrasi = 5 ml

M =

22,2 mmol5 ml = 4,44 M

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM

B.4 Menentukan fraksi mol masing-masing komponen dalam larutan sebelum

dipanaskan

1. Volume HAc mula-mula sebelum dipanaskan = 50 ml

r HAc = 1,05 gr/ml

Massa HAc= 1,05 gr/ml x 50 ml = 52,5 gr

Mol HAc =

52 ,560 = 0,875 mol (BM HAc = 60 gr/mol)

2. Volume H2O sebelum dipanaskan = 80 ml

r H2O = 1 gr/ml

Massa H2O sebelum dipanaskan = r H2O x V

= 1 x 80

= 80 gr

Mol H2O =

8018 = 4,444 mol

Mol total = 0,875 + 4,444 = 5,319 mol

Fraksi mol HAc :

X HAc =

0,8755,319 = 0,164

Fraksi mol H2O :

X H2O =

4,4445,319 = 0,836

B.5 Menentukan ρ setelah pemanasan

1. Destilat I

r =

mV =

30,9924 = 1,2913 gr/ml

2. Destilat II

r =

mV =

30 , 1325 = 1,2052 gr/ml

3. Destilat III

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM

r =

mV =

30 , 0225 = 1,2008 gr/ml

B.6 Menentukan fraksi mol air dan HAc dalam fasa uap dan cair

a. Destilat 1 (T=1060C)

Volume NaOH yang digunakan = 9,8 ml

Mol HAc = Volume NaOH x molaritas NaOH

Mol HAc = 9,8 x 2

Mol HAc = 19,6 mmol = 0,0196 mol

Massa HAc = 0,0196 mol x 60 gr/mol

= 1,176 gr

Massa 24 ml destilat = 30,99 gr

Massa air = Massa destilat - Massa HAc

= 30,99 – 1,176

= 29,814 gr

Mol air =

29,81418 = 1,656 mol

Komposisi destilat = Komposisi uap

Y H2O =

1,6560,0196 + 1,656

= 0,9883

Y HAc = 1 - 0,9883 = 0,0117

Interpolasi untuk mencari Po dari data lampiran B.1

Po HAc pada 990C = 400 mmHg

Po HAc pada 118,1 0C = 760 mmHg

P0 HAc pada 1060C = 400 mmHg + (760−400118 ,1−99 )

(106-99)

= 531,937 mmHg

P0 H2O pada 106 0C = 937,877 mmHg

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM

X H 2O=Y H2O xPΟHAc

(PΟ HAc − PΟH

2O ) x Y H2O +P

Ο H2

O

= 0,9 883 x 531 ,937(531 , 937− 937 , 877 ) x 0,9883+937 , 877

= 0,9796

X HAc = 1- 0,9796

= 0,0204

LAMPIRAN A

DATA TEORI

Tabel A.1 Tekanan Uap Murni Asam Asetat

T(0C) P0 HAc (mmHg)

99,0 400

118,1 760

Tabel A.2 Tekanan Uap Murni Air pada Berbagai Temperatur

T(0C) P0 H2O (mmHg)

1000C

1020C

1040C

1060C

1080C

1100C

1120C

1140C

1160C

1180C

760

815,86

875,06

937,92

1004,42

1074,56

1148,74

1227,25

1309,94

1397,18

(Sumber : Perry, 1999)

(Sumber : Perry, 1999)

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM

Tabel A.3 Tekanan Konstan Kesetimbangan Uap-Cair Larutan Biner

KomponenSuhu (oC)

Fraksi mol H2O

A B Liquid Vapor

H2O CH3COOH

118,3 0,0 0,0

110,6 0,1881 0,3063

107,8 0,3084 0,4467

105,2 0,4498 0,5973

104,3 0,5195 0,6580

103,5 0,5824 0,7112

102,8 0,6750 0,7797

102,1 0,7261 0,8239

101,5 0,7951 0,8671

100,8 0,8556 0,9042

100,6 0,8787 0,9186

100,5 0,9134 0,9409

KomponenSuhu (oC)

Fraksi mol HAc

A B Liquid Vapor

H2O CH3COOH 118,3 1,0 1,0

110,6 0,8119 0,8119

107,8 0,6916 0,6916

105,2 0,5502 0,5502

104,3 0,4805 0,4805

103,5 0,4176 0,2888

Page 31: LAPORAN PRAKTIKUM

102,8 0,3250 0,2203

102,1 0,2739 0,1761

101,5 0,2049 0,1329

100,8 0,1444 0,0958

100,6 0,0814 0,0814

100,5 0,0966 0,0591

(Sumber : Perry, 1999)

Page 32: LAPORAN PRAKTIKUM

LITERATUR