Upload
meezanasagabaldan
View
7.397
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN AKUAKULTUR TAWAR
Di susun oleh :
Meezan Ardhanu Asagabaldan
08/269597/PN/11331
Program Studi :
Budidaya Perikanan
LABORATORIUM AKUAKULTUR
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya perikanan merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting
bagi hajat hidup masyarakat dan dapat dijadikan sebagai penggerak utama (prime
mover) perekonomian nasional saat ini. Hal ini didasari bahwa Indonesia memiliki
keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagaimana
dicerminkan dari potensi sumber daya ikannya. Dengan potensi tersebut sumber daya
perikanan sesungguhnya memiliki keunggulan komparatif untuk menjadi sektor
unggulan. Budidaya ikan merupakan salah satu kegiatan yang sekarang ini didukung
penuh oleh Menteri Kelautan dan Perikanan agar dapat meningkatkan devisa negara
dari sektor perikanan.
Kegiatan budidaya ikan saat ini yang sudah sering dilakukan yaitu budidaya ikan
nila dan yang baru adalah ikan patin. Ikan nila merupakan jenis ikan yang memiliki
resistensi relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, memiliki toleransi yang luas
terhadap kondisi lingkungan, memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk
protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, memiliki
kemampuan tumbuh yang baik dan mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif,
sehingga ikan nila mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting
dalam bisnis ikan air tawar dunia. Ikan patin sendiri merupakan jenis ikan konsumsi air
tawar. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki
harga jual yang tinggi. . Hal itu disebabkan karena kandungan lemak dan protein yang
tinggi serta cara budidayany yang relatif mudah. Hal inilah menyebabkan ikan patin
mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya.
Pentingnya komoditas kedua ikan tersebut, mengaharuskan untuk meningkatkan
kegiatan budidaya ikan nila dan patin agar pengetahuan budidaya ini terus meningkat
dan juga meningkatkan produksi ikan di Indonesia. Praktikum Manajemen Akuakultur
Tawar ini dilakukan agar dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan bagaimana
teknik budidaya ikan nila dan patin agar praktikan mampu mengetahui lebih dalam lagi
apa saja yang harus dilakukan dalam teknis budidaya mulai dari awal sampai akhir
(pasca panen).
2
B. Waktu dan Tempat
1. Persiapan kolam dan bak pemeliharaan
Hari : Selasa
Tanggal : 12 Oktober 2010
Waktu : 14.00 – selesai
Tempat : Kolam Percobaan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
2. Tebar ikan nila dan patin
Hari : Jum’at
Tanggal : 15 Oktober 2010
Waktu : 13.30 – selesai
Tempat : Kolam Percobaan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
3. Sharing I
Hari : Jum’at
Tanggal : 22 Oktober 2010
Waktu : 13.30 – selesai
Tempat : Lab. Akuakultur, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
4. Sampling I
Hari : Jum’at
Tanggal : 29 Oktober 2010
Waktu : 13.30 – selesai
Tempat : Kolam Percobaan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
5. Sampling II
Hari : Sabtu
Tanggal : 20 November 2010
Waktu : 09.00 – selesai
Tempat : Kolam Percobaan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
3
6. Sharing II
Hari : Jum’at
Tanggal : 26 November 2010
Waktu : 13.30 – selesai
Tempat : Lab. Akuakultur, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
7. Sampling III
Hari : Jum’at
Tanggal : 3 Desember 2010
Waktu : 13.30 – selesai
Tempat : Kolam Percobaan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
8. Sharing III
Hari : Jum’at
Tanggal : 10 Desember 2010
Waktu : 13.30 – selesai
Tempat : Lab. Akuakultur, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
9. Panen dan simulasi pengangkutan ikan
Hari : Sabtu
Tanggal : 18 Desember 2010
Waktu : 06.00 – selesai
Tempat : Kolam Percobaan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
C. Tujuan
1. Mengetahui teknis budidaya ikan nila dan patin dalam sistem polikultur.
2. Mengetahui pengaruh padat tebar dan ukuran ikan nila dan patin terhadap
pertumbuhan dan survival rate –nya.
3. Mengetahui parameter apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan dan survival rate
ikan nila dan patin dalam sistem polikultur.
4. Mengetahui cara panen dan pengangkutan ikan pasca panen.
5. Mengetahui cara analisis usaha budidaya ikan nila dan patin.
4
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat
Bak fiber sebanyak 2 buah
Kolam ikan sebanyak 2 buah
Pipa paralon
Aerator
Ember
Seser
Timbangan
Penggaris
Plastik
Kalkulator
Tali tambang
Botol oksigen
Pipet ukur
Pipet tetes
Gelas ukur
Kempot
Erlenmeyer
Thermometer
pH meter
Alat tulis
Cangkul
jaring
Bahan
Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Ikan patin ( Pangasius pangasiu)
Pellet
Larutan titrasi DO (MnSO4, reagen O2, H2SO4 pekat, indikator amilum, 1/88
Na2S2O3)
Larutan titrasi CO2 (indicator PP, 1/44 NaOH)
Larutan titrasi alkalinitas (Indikator PP, Metyl Orange, 1/50 H2SO4)
Pupuk
Kapur
B. Cara Kerja
1. Bak
Bak pemeliharaan dibersihkan
Isi dengan air secukupnya.
Pasang aerator
Menebar ikan patin dan nila dengan perbadingan 25% ikan nila + 75% ikan patin
untuk bak A, 75% ikan nila + 25% ikan patin untuk bak B.
5
Sampling panjang total dan berat tubuh sebanyak 15% dari total individu
Menimbang pakan sebanyak 3% dari total biomassa: 3/100 x berat total = a
gram. Dalam 1 hari diberi 2x, maka: a gram/2 = b gram
Untuk menentukan pakan pada sampling berikutnya:
¿ berat total samplingjumlahikan yangdisampling
=rata−rata berat
= rata-rata berat x jumlah ikan yang hidup x 3%
Member makan sebanyak 2x sehari
Mengukur parameter kualitas air pada saat sampling, yang dilakukan 2 minggu
sekali, meliputi kecerahan, DO, CO2, alkalinitas, pH dan diversitas plankton.
Mencatat ikan yang mati pada saat pemeliharaan dan dianalisis penyebabnya.
Pemeliharaan dilakukan selama 10 minggu.
2. Kolam
Persiapan kolam yang meliputi perbaikan pematang, perbaikan dasar kolam
pengapuran dan pemupukan
Kolam dibiarkan selama 1 hari.
Lakukan pengisisan air secukupnya.
Menebar ikan patin dan nila dengan perbadingan 25% ikan nila + 75% ikan patin
untuk bak A, 75% ikan nila + 25% ikan patin untuk bak B.
Sampling panjang total dan berat tubuh sebanyak 15% dari total individu
Menimbang pakan sebanyak 3% dari total biomassa: 3/100 x berat total = a
gram. Dalam 1 hari diberi 2x, maka: a gram/2 = b gram
Untuk menentukan pakan pada sampling berikutnya:
¿ berat total samplingjumlahikan yangdisampling
=rata−rata berat
= rata-rata berat x jumlah ikan yang hidup x 3%
Member makan sebanyak 2x sehari
Mengukur parameter kualitas air pada saat sampling, yang dilakukan 2 minggu
sekali, meliputi kecerahan, DO, CO2, alkalinitas, pH dan diversitas plankton.
Mencatat ikan yang mati pada saat pemeliharaan dan dianalisis penyebabnya.
Pemeliharaan dilakukan selama 10 minggu.
6
3. Pengamatan kualitas air
Suhu udara
Termometer
Gantungkan + tunggu 5 menit
Baca skala yang terlihat Catat
Suhu air
Termometer
Rendam + tunggu 5 menit
Baca skala yang terlihat Catat
Kecerahan
Secchi disc
Masukan kedalam periran
Ulur tali hingga secchi disc tepat tak terlihat (a) Ukur panjang tali
Tarik tali hingga secchi disctepat akan terlihat (b) Ukur panjang tali
Kecerahan = b – a
pH
Sampel air
Baca skala pada pH meter Catat
DO
Sampel air
Botol oksigen
1 ml reagen oksigen
7
1ml MnSO4
Gojog 1 ml H2SO4
Gojog Ambil 50 ml Erlenmeyer
3-4 tetes indikator amilum(warna biru tua) Titrasi 1/80 N Na2S2O3
(warna bening) Hitung 1/80 N Na2S2O3 yang digunakanPerhitungan:
1 Ml 1/80 N Na2 S2 O3 = 0,1 mg O2 /L
Kandungan O2 terlarut =1000
50 x a x (f) x 0,1 mg/l f = Faktor koreksi = 1
CO2 bebas
Sampel air Botol oksigen Ambil 50 ml Erlenmeyer 3-4 tetes indikator pp(bila berwarna rose berarti tidakmengandung CO2 bebas,bila tetap bening) Titrasi dengan 1/44 N NaOH (warna rose) Hitung 1/44 N NaOH yang digunakanPerhitungan:
1 ml 1/44 N NaOH = 1 mg CO2
Kandungan CO2 =
100050 x a x (f) x 1 mg/l
(f) = faktor koreksi = 1
Alkalinitas
8
Sampel air Botol oksigen Ambil 50 ml Erlenmeyer
3-4 tetes indikator pp (bila warna rose) (bila warna bening) titrasi 1/50 N H2SO4
(warna bening)
Indikator MO Tetrasi 1/50 N H2SO4
(warna merah jerami) Hitung 1/50 N NaOH yang digunakan Perhitungan:
Kandungan CO3 ˉ=
100050 x c x (f ) mg/l………..(=x)
Kandungan HCO3 ˉ=
100050 x d x (f) mg/l ………...(=y)
4. Perhitungan Kepadatan Plankton
Mengambil air sampel dengan ember.
Menyaring air dengan plankton net, kemudian memasukan ke dalam botol
film.
Mengambil air pada botol film dengan pipet ukur dan memasukkannya pada
SR. memberi formalin dan menutup dengan kaca secara hati-hati supaya
tidak timbul gelembung udara.
Melakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan menentukan 10 bidang
pandang yang berlainan.
Menghitung demsitas plankton (D) dan indeks diversitas (H) dengan
menggunakan rumus:
D=a xVolume Flakon
Volume SR: Volume Sampel Air ( ind / l )
H=−∑ NiN
2 log NiN
5. Simulasi Pengangkutan
9
- Menyiapkan alat dan bahan
- Mengambil ikan
- Mengukur DO awal
- Menimbang ikan yang akan diangkut
- Memasukan air dalam plastik
- Memasukan ikan ke dalam plastik yang telah berisi air
- Mengisi plastik yang berisi air dan ikan dengan oksigen
- Mengikat plastik menggunakan karet
- Meletakkan dalam ayunan
- Mengayun selama 6 jam
- Mengukur DO akhir setelah 6 jam
III. HASIL PENGAMATAN
(Terlampir)
IV. PEMBAHASAN
A. Pembahasan Umum
Berdasarkan jenis ikan yang dibudidayakan, teknik budidaya dibagi menjadi dua
macam yaitu monokultur dan. Monokultur adalah metode budidaya satu spesies ikan
dalam satu lahan. Polikultur merupakan metode budidaya yang digunakan untuk
pemeliharaan banyak produk dalam satu lahan. Dengan sistem polikutur ini diperoleh
manfaat yaitu tingkat produktifitas lahan yang tinggi. Pada prinsipnya terdapat
beberapa hal yang berkaitan dengan produk yang harus diatur sehingga tidak terjadi
persaingan antar produk dalam memperoleh pakannya, selain itu setiap produk
diharapkan dapat saling memanfaatkan sehingga terjadi sirkulasi dalam satu lokasi
budidaya. (Suyanto, 1994)
Penerapan teknik budidaya secara polikultur diharapkan dapat meningkatkan
craying capacity atau daya dukung lahan tambak pada keadaan tertentu, dimana
pertumbuhan produksi akan tetap stabil. Hasil produksi dengan sistem monokultur,
petani hanya dapat memanen satu produk dalam satu periode. Namun dengan
polikultur, hasil panen dalam satu periode akan bertambah dengan pemanfaatan lahan
10
luasan yang sama, hal ini sangat membantu peningkatan penghasilan petambak (Syahid
dkk, 2006).
Praktikum manajemen akuakultur tawar kali ini menggunakan dua spesies ikan
yaitu ikan patin (Pangasius pangasius) dan nila (Oreochromis niloticus).
1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila bisa hidup di perairan air tawar hampir di seluruh Indonesia. Jenis
ikan ini sebenarnya bukan satwa asli Indonesia. Habitat aslinya adalah sungai Nil di
Mesir. Ikan ini kemudian didatangkan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1969
dari Taiwan. Jenis ikan ini memiliki toleransi lingkungan yang cukup besar,
sehingga pembudidayaannya cukup mudah. Ikan nila hidup di habitat sungai,
danau, waduk, rawa, sawah dan tambak (Suyanto, 1994).
Menurut Cholik (1991), ikan nila dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Ordo : Pecomorphi
Family : Cichilidae
Genus : Oreochromis
Spesie : Oreochromis niloticus
Nila merah termasuk omnivor atau ikan pemakan segala, baik tumbuhan
maupun hewan. Kebiasaan itu tergatung umurnya. Pada saat larva, setelah habis
kuning telur, nila merah suka dengan fitoplankton. Besar sedikit atau saat benih
sangat suka dengan zooplankton, seperti Rotifera sp, Impusoria sp, Daphnia sp,
Moina sp and Cladocera sp. Setelah dewasa sangat suka dengan cacing, seperti
cacing tanah, cacing darah dan tubifex. Nila merah bukan bottom feeder, tetapi
floating feeder. Floating feeder adalah pemakan di permukaan air. Ikan ini akan
bergerak cepat ketika diberi pakan tambahan. Meski begitu, terkadang nila merah
juga bersifat bottom feeder, yaitu memakan pada dasar perairan, pematang dan
pada benda lainnya. Tetapi tidak sampai mengaduk-ngaduk atau merusak pematang
seperti ikan mas. Atas dasar cara makan, ikan dibagi ke dalam dua golongan, yaitu
ikan yang aktif dan ikan yang pasif. Nila merah termasuk ikan yang aktif pada
siang hari (diurnal). Ikan itu akan bergerak dengan cepat ketika diberi pakan
11
tambahan. Penciumannya sangat tajam. Meski termasuk ikan yang aktif tetapi bila
sudah kenyang akan menghindari pakan itu (Cholik, 1991).
Suyanto (1994) menambahkan, ikan nila tumbuh normal pada suhu 14-38oC.
Secara alami ikan ini dapat memijah pada suhu 22-37oC. Akan tetapi suhu optimum
untuk perkembangbiakan dan pertumbuhan pada suhu 25-30oC. suhu rendah dan
tinggi yang mematikan adalah 6oC dan 42oC. Nilai pH yang dapat ditolerir antara 5-
11, namun kehidupan normal menghendaki pH 7-8. Banyak ditemukan diperairan
tenang, dan dapat hidup pada salinitas 0-29 permil. Tanah yang baik untuk kolam
pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut
dapat menahan masa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat
pematang/dinding kolam. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam
berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi. Ikan
nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m dpl).
Cholik (1991) mengatakan, bahwa Ikan nila dapat memijah 6 – 7 kali dalam
setahun. Frekuensi pemijahan terbanyak terjadi pada musim hujan. Seekor ikan nila
betina dengan berat 600 gram menghasilkan larva sebanyak 1200 – 1500 ekor
setiap pemijahan. Ikan nila jantan pada masa birahi kelihatan tegar dan berwarna
cerah serta agresif mempertahankan teritorialnya. Ikan nila jantan akan membuat
sarang di daerah terotirial, sarang tersebut berupa lekukan di dasar perairan
berbentuk bulat dengan diameter sebanding dengan ukuran ikan jantan. Sarang
tersebut berfungsi sebagai tempat pemijahan dan pembuahan telur. Setiap proses
pemijahan berlangsung sangat cepat sekitar 50 – 60 detik, menghasilkan 20 – 40
telur yang telah dibuahi.
Peristiwa ini berlangsung beberapa kali selama 20 – 60 menit dengan
pasangan yang sama atau berbeda. Daur hidup ikan nila berlangsung selama 5 – 6
bulan. Telur mempunyai garis tengah sekitar 2,8 mm berwarna abu-abu sampai
kuning, tidak lekat, tenggelam. Telur dierami dalam mulut dan menetas setelah 4 –
5 hari menghasilkan larva dengan panjang sekitar 4 – 5 mm. Larva diasuh dalam
mulut induk betina sampai menjadi benih selama 11 hari sehingga mencapai ukuran
8 mm. Ikan nila mencapai dewasa pada umur 4 – 5 bulan dengan bobot sekitar 250
gram. Masa pemijahan yang produktif berumur 1,5 – 2 tahun dengan bobot di atas
500 gram. Memijah sepanjang tahun dan mulai memijah umur 6 – 8 bulan. Seekor
12
induk betina ukuran 200 – 400 gram dapat menghasilkan anak 500 – 400 ekor
(Cholik, 1991).
Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan
tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan
air yang disebabkan oleh pelumpuran akan menghambat pertumbuhan ikan nila.
Lain halnya bila kekeruhan disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya
plankton akan berwarna hijau kekuningan dan hijau kecoklatan karena banyak
mengandung diatom. Sedangkan plankton/alga birukurang baik untuk pertumbuhan
ikan. Tingkat kecerahan air karena plankton harus dikendalikan dan dapat diukur
dengan secchi disc. Untuk di kolam dan tambak, angka kecerahan yang baik antara
20-35 cm. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Ikan nila baik hidup
pada kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang
biak dengan baik di air arus deras (Cholik, 1991).
2. Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Siluriformes
Subordo : Siluroidea
Family : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius pangasius
(Bleker, 1986 dalam Khiruman, 2007).
Patin merupakan salah satu jenis ikan dari kelompok lele-lelean. Panjang
patin dewasa mencapai 120 cm. Ukuran tubuh seperti ini merupakan ukuran tubuh
yang tergolong besar bagi ikan jenis lele-lelean. Bentuk tubuhnya memanjang
dengan warna dominan putih berkilauan seperti perak dan dibagian pungungnya
berwarna kebiruan. Kilau warna keperkan tubuhnya sangat cemerlang ketika masih
kecil, sehingga banyak orang yang memeliharanya di akuarium sebagai ikan hias.
Warna keperakan ini akan semakin memudar setelah patin semakin besar
(Khairuman, 2007). Mulut berada pada ujung agak sebelah bawah dengan dua
13
pasang kumis sebagai indera peraba (Effendi, 1997). Sirip punggung ikan patin
memiliki jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di
sebelah belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggungnya ada 6 buah atau 7 buah.
Pada bagian punggungnya terdapat siriplemak yang berukuran kecil sekali.
(Susanto, 1998).
Patin biasa hidup di lubang atau gua-gua di dasar perairan. Ikan ini bersifat
“nocturnal” atau menjauhi cahaya dan bergerak aktif pada malam hari. Patin
termasuk ikan dasar yang hidup di sungai besar dan muara sungai. Ikan patin
termasuk ikan pemakan segala (omnivore). Patin dapat memakan ikan-ikan kecil,
cacing, detritus, serangga, biji-bijian,udang kecil dan molusca. Ikan patin sampai
sekarang belum dapat dikawinkan secara alami. Perkembangbiakannnya masih
membutuhkan rangsangan agar induk betina mau mengeluarkan telurnya.
Rangsangan yang dilakukan adalah berupa perpaduan antara kawin suntik (induce
breeding) dan tekhnik stripping. (Hamis, dkk. 2006)
3. Kegiatan Budidaya Ikan
Ada beberapa tahapan dalam kegiatan budidaya ikan secara umum yaitu sebagai
berikut:
a. Persiapan Sarana dan media
1. Kolam
Untuk ikan nila, kolam yang perlu disediakan dalam usaha budidaya antara
lain:
Kolam pemeliharaan induk/kolam pemijahan Kolam ini berfungsi sebagai
kolam pemijahan, kolam sebaiknya berupa kolam tanah yang luasnya 50-
100 m2 dan kepadatan kolam induk hanya 2 ekor/m2. Adapun syarat kolam
pemijahan adalah suhu air berkisar antara 20 – 22°C; kedalaman air 40-60
cm; dasar kolam sebaiknya berpasir.
Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan. Luas kolam tidak lebih dari
50 – 100 m2. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya
5-50 ekor/m2. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan
antara 3-4 minggu, pada saat benih ikan berukuran 3-5 cm.
Kolam pembesaran. Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk
memelihara dan membesarkan benih selepas dari kolam pendederan.
14
Kolam/tempat pemberokan. Pembesaran ikan nila dapat pula dilakukan di
jaring apung, berupa Hapa berukuran 1 x 2 m sampai 2 x 3 m dengan
kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kedalaman
kolam. Selain itu sawah yang sedang diberokan dapat dipergunakan pula
untuk pemijahan dan pemeliharaan benih ikan nila. Sebelum digunakan
petak sawah diperdalam dahulu agar dapat menampung air sedalam 50-60
cm, dibuat parit selebar 1 - 1,5 m dengan kedalaman 60-75 cm.
2. Persiapan Media
Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media
untuk pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dan
lain sebagainya. Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu
dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan
pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200
gram/m2, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-
masing dengan dosis 50-700 gram/m2, bisa juga ditambahkan pupuk buatan
yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10
gram/meter persegi.
b. Pengapuran dan pemupukan
Dua minggu sebelum dan dipergunakan kolam harus dipersiapkan. Dasar
kolam dikeringkan, dijemur beberapa hari, dibersihkan dari rerumputan dan
dicangkul sambil diratakan. Tanggul dan pintu air diperbaiki jangan sampai
teriadi kebocoran. Saluran air diperbaiki agar jalan air lancar. Dipasang saringan
pada pintu pemasukan maupun pengeluaran air. Tanah dasar dikapur untuk
memperbaiki pH tanah dan memberantas hamanya. Untuk mi dipergunakan
kapur tohor sebanyak 100-300 kg/ha (bila dipakai kapur panas, Ca 0). Kalau
dipakai kapur pertanian dosisnya 500-1.000 kg/ha. Pupuk kandang ditabur dan
diaduk dengan tanah dasar kolam. Dapat juga pupuk kandang dionggokkan di
depan pintu air pemasukan agar bila diairi dapat tersebar merata. Dosis pupuk
kandang 1-2 ton/ha. Setelah semuanya siap, kolam diairi. Mula-mula sedalam 5-
10 cm dan dibiarkan 2-3 hari agar teriadi mineralisasi tanah dasar kolam.Lalu
tambahkan air lagi sampai kedalaman 80-100 cm. Kini kolam siap untuk ditebari
induk ikan.
15
Pemupukan
Pemupukan dengan jenis pupuk organik, anorganik (Urea dan TSP),
serta kapur. Cara pemupukan dan dosis yang diterapkan sesuai dengan
standar yang ditentukan oleh dinas perikanan daerah setempat, sesuai dengan
tingkat kesuburan di tiap daerah. Beberapa hari sebelum penebaran benih
ikan, kolam harus dipersiapkan dahulu. Pematang dan pintu air kolam
diperbaiki, kemudian dasar kolam dicangkul dan diratakan. Setelah itu, dasar
kolam ditaburi kapur sebanyak 100-150 kg/ha. Pengapuran berfungsi untuk
menaikkan nilai pH kolam menjadi 7,0-8,0 dan juga dapat mencegah
serangan penyakit. Selanjutnya kolam diberi pupuk organik sebanyak 300-
1.000 kg/ha. Pupuk Urea dan TSP juga diberikan sebanyak 50 kg/ha. Urea
dan TSP diberikan dengan dicampur terlebih dahulu dan ditebarkan merata
di dasar kolam. Selesai pemupukan kalam diairi sedalam 10 cm dan
dibiarkan 3-4 hari agar terjadi reaksi antara berbagai macam pupuk dan
kapur dengan tanah. Han kelima air kolam ditambah sampai menjadi
sedalam 50 cm. Setelah sehari semalam, air kolam tersebut ditebari benih
ikan. Pada saat itu fitoplankton mulai tumbuh yang ditandai dengan
perubahan warna air kolam menjadi kuning kehijauan. Di dasar kolam juga
mulai banyak terdapat organisme renik yang berupa kutu air, jentik-jentik
serangga, cacing, anak-anak siput dan sebagainya. Selama pemeliharaan
ikan, air kolam diatur sedalam 75- 100 cm. Pemupukan susulan harus
dilakukan 2 minggu sekali, yaitu pada saat makanan alami sudah mulai
habis. Pupuk susulan ini menggunakan pupuk organik sebanyak 500 kglha.
Pupuk itu dibagi menjadi empat dan masing-masing dimasukkan ke dalam
keranjang bambu. Kemudian keranjang diletakkan di dasar kolam, dua bush
di kin dan dua buah di sisi kanan aliran air masuk. Sedangkan yang dua
keranjang lagi diletakkan di sudut-sudut kolam. Urea dan TSP masing-
masing sebanyak 30 kg/ha diletakkan di dalam kantong plastik yang diberi
lubang-lubang kecil agar pupuk sedikit demi sedikit. Kantong pupuk tersebut
digantungkan sebatang bambu yang dipancangkan di dasar kolam. Posisi ng
terendam tetapi tidak sampai ke dasar kolam. Selain pukan ulang. ikan nila
juga harus tetap diberi dedak dan katul. pemupukan di atas dapat dilakukan
untuk kolam air tawar, payau atau sawah yang diberakan.
16
c. Pemijahan dan Pembenihan
Untuk ikan nila, Perbandingan untuk ikan nila dalam pemijahan sebaiknya
adalah 1:2 dengan jumlah jantan 1 dan betina adalah 2. Jadi misalkan pada
kolam terdapat 15 ekor induk jantan, maka jumlah induk betina yang
dimasukkan pada kolam adalah 30 ekor. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya perebutan pasangan diantara induk jantan. Selain jumlah jantan dan
betina, kepadatan induk pada suatu kolam juga harus diperhatikan. Untuk satu
pasang induk ( 3 ekor ikan) disediakan minimal 4 m2. Apabila pada kolam yang
sangat luas sedangkan jumlah persediaan induk kurang, masih dianggap efektif.
Setelah menyesuaikan diri, biasanya induk jantan akan menggali sarang
pada dasar kolam yang lunak. Setelah sarang tercipta, maka induk jantan akan
membawa induk betina diatas sarang untuk dibuahi. Induk betina akan
mengeluarkan telur lalu induk jantan menyemprotkan sperma untuk proses
pembuahan. Setelah proses tersebut terjadi, maka induk betina akan menghisap
telur yang telah dibuahi ke dalam mulutnya untuk dierami. Itulah sebabnya
mengapa ikan nila disebut sebagai “mouth breeder’ (Susanto, 1998).
Sedangkan untuk ikan patin, pemijahan biasanya dilakukan dengan tekhnik
kawin suntik karena induk patin tidak terangsang untuk memijah apabila dengan
lingkngan alami. Tekhnik pemijahan induksi (induce breeding) dengan
menyuntikkan larutan kelenjar hipofisa dicampur dengan ovaprim. Biasanya,
tekhnik ini diikuti dengan tekhnik pengurutan (stripping) agar telur tidak
berceceran dan bisa ditetaskan di dalam akuarium (Khairuman, 2007).
Pada usaha pembenihan, kegiatan yang dilakukan adalah :
Memelihara dan memijahkan induk ikan untuk menghasilkan burayak (anak
ikan).
Memelihara burayak (mendeder) untuk menghasilkan benih ikan yang lebih
besar. Usaha pembenihan biasanya menghasilkan benih yang berbeda-beda
ukurannya. Hal ini berkaitan dengan lamanya pemeliharaan benih. Benih ikan
nila yang baru lepas dan mulut induknya disebut "benih kebul". Benih yang
berumur 2-3 minggu setelah menetas disebut benih kecil, yang disebut juga
putihan (Jawa Barat). Ukurannya 3-5 cm. Selanjutnya benih kecil dipelihara
di kolam lain atau di sawah. Setelah dipelihara selama 3-1 minggu akan
17
dihasilkan benih berukuran 6 cm dengan berat 8-10 gram/ekor. Benih ini
disebut gelondongan kecil. Benih nila merah. Berumur 2-3 minggu,
ukurannya ± 5 cm. Gelondongan kecil dipelihara di tempat lain lagi selama 1-
1,5 bulan. Pada umur ini panjang benih telah mencapai 10-12 cm dengan
berat 15-20 gram. Benih ini disebut gelondongan besar.
d. Pendederan dan Pembesaran
Pemupukan kolam telah merangsang tumbuhnya fitoplankton, zooplankton,
maupun binatang yang hidup di dasar, seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk
dan chironomus (cuk). Semua itu dapat menjadi makanan ikan. Namun, induk
ikan juga masih perlu pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein
30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dan 3%. Pembentukan telur pada
ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam pakannya. Banyaknya
pelet sebagai pakan induk kira-kira 3% berat biomassa per han. Agar diketahui
berat bio massa maka diambil sampel 10 ekor ikan, ditimbang, dan dirata-
ratakan beratnya. Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan dengan jumlah seluruh
ikan di dalam kolam.
e. Panen
Pemanenan dibagi menjadi dua, yitu panen total dan panen sebagian.
1. Panen total
Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian
air tinggal 10 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 1 m2 di
depan pintu pengeluaran (monnik), sehingga memudahkan dalam
penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas
dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan pemanenan
secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.
2. Panen sebagian atau panen selektif
Panen selektif dilakukan tanpa pengeringan kolam, ikan yang akan dipanen
dipilih dengan ukuran tertentu. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan
waring yang di atasnya telah ditaburi pellet. Ikan yang tidak terpilih (biasanya
terluka akibat jaring), sebelum dikembalikan ke kolam sebaiknya dipisahkan
dan diberi obat dengan larutan malachite green 0,5-1,0 ppm selama 1 jam.
18
f. Pengangkutan
Ada beberapa perlakuan untuk pengangkutan pada saat panen, yaitu:
Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan
tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik
(sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan
penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air
sumur yang telah diaerasi semalam.
Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.
Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan
aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau
2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung
benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah
benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.
Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi
menjadi dua bagian, yaitu:
- Sistem terbuka, dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau
tidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba.
Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut
sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
- Sistem tertutup, dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang
memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik.
Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer
Na2(HPO)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang
diangkut dengan kantong plastik:
masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih;
hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air;
alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3
volume keseluruhan rongga (air:oksigen yaitu 1:2);
kantong plastik lalu diikat.
kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau
ditidurkan.
19
B. Pembahasan Khusus
Praktikum manajemen akuakultur tawar dilakukan secara polikultur pada bak dan
kolam dengan dua perlakuan yaitu perbandingan jumlah ikan nila dengan patin sebagai
berikut:
No Tempat budidaya Nila : Patin (ekor) Nila : Patin (%)
1 Bak A 10 : 30 75 : 25
2 Bak B 30 : 10 25 : 75
3 Kolam C 150 : 50 75 : 25
4 Kolam D 50 : 150 25 : 75
Perlakuan bak (A dan B) berbeda dengan yang ada pada perlakuan di kolam.
Untuk perlakuan bak sendiri lebih mudah dan praktis daripada perlakuan kolam pada
saat sebelum penebaran ikan. Sebelum bak digunakan, bak dibersihkan dengan
menggunakan air bersih kemudian langsung dialiri air bersih untuk pemeliharaan.
Selama pemeliharaan, air dalam bak sering dikontrol atau dibersihkan dengan
menggunakan siphon agar penyakit tidak tumbuh dalam bak. Berbeda dengan
perlakuan kolam.
Perlakuan kolam (C dan D) lebih sulit dibandingkan dengan bak, karena ada
beberapa perlakuan tambahan yang harus dilakukan sebelum penebaran, yaitu
pengolahan tanah (pencangkulan), pengapuran, dan pemupukan. Pengolahan tanah
atau pencangkulan dilakukan dengan tujuan agar memperkaya kandungan oksigen
dalam tanah sehingga perombakan bahan organik dan penetralan gas beracun dapat
berlangsung lebih cepat. Pengapuran dilakukan agar dapat membunuh parasit ikan dan
meningkatkan alkalinitas sehingga pH akan naik dan stabil. Tujuan dari pemupukan
adalah agar pakan alami seperti fitoplankton dan zooplankton dapat tumbuh dalam
perairan.
Perlakuan pada bak memang lebih mudah dan praktis jika dibandingkan dengan
perlakuan kolam, akan tetapi jika dilihat volume dan jumlah ikan yang dipelihara maka
kolam lebih unggul dalam hal produksi ikan yang optimal.
Pertumbuhan adalah pertambahan berat atau panjang yang diperhitungkan
selama jangka waktu tertentu, sedangkan laju pertumbuhan adalah pertumbuhan yang
kecepatannya dihitung per satuan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa
20
faktor, baik faktor luar maupun dalam. Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan
yaitu suhu perairan, pakan, penyakit, kadar oksigen terlarut, interaksi sosial dan lain-
lain. Faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu umur, jenis kelamin dan
jenis ikan itu sendiri (Widaningroem, 2003).
Kelompok bak A, hasil pengamatan menunjukkan bahwa rerata panjang total
ikan nila pada saat tebar adalah 13,6 cm dan panen 19,5. Berat total pada saat tebar
adalah 60,3 gr hingga panen dengan berat 146,8 gr. Rerata panjang total pada ikan
patin adalah 14,7 cm dan panen didapat panjang 28,3 cm. Rerata berat patin sebesar 36
gr, sedangkan pada saat panen didapat sebesar 264,3 gram. Secara umum, kedua ikan
tersebut telah mengalami pertumbuhan pada saat pemeliharaan selama 2,5 bulan. Hal
tersebut diikuti oleh peningkatan konsumsi pakan pada tiap dua minggunya. Akan
tetapi, pada minggu ke 4, rerata panjang ikan nila mengalami penurunan sedangkan
rerata panjang ikan patin mengalami penurunan pada minggu ke 6. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh penurunan konsumsi pakan pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6,
yaitu dari 3147,8 gram menjadi 2176,2 gram yang dimungkinkan karena factor
lingkungan dan kualitas air yang kurang stabil.
Kelompok A menunjukkan bahwa SR ikan nila yaitu sebesar 60% sedangkan SR
ikan patin sebesar 100%. Survival Rate (SR) merupakan tingkat kelulushidupan ikan
selama masa pemeliharaan. SR ikan nila sebesar 60% menunjukkan bahwa jumlah ikan
nila yang mampu bertahan hidup samapai panen yaitu sebanyak 60% dari jumlah pada
saat tebar dan hampir semua ikan nila mati didapat pada saat tebar. Menurut Cholik
(1991), suhu antara 25-30oC akan memberikan pertumbuhan dan perkembangbiakan
yang optimal bagi ikan nila. Pada saat tebar, suhu air jauh lebih rendah daripada suhu
udara, dimana suhu air tersebut sebesar 21oC, sedangkan suhu udaranya sebesar 26oC.
Dengan demikian, suhu yang rendah pada saat tebar tersebut dapat mengakibatkan
kematian ikan nila. Hal lain penyebab kematian adalah karena ikan nila tersebut tidak
mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru, sehingga tidak dapat bertahan hidup.
Sedangkan SR untuk ikan patin yaitu sebesar 100%, yang artinya ikan patin tersebut
hidup semua dari panen sampai tebar. Hal tersebut mengingat bahwa ikan patin
merupakan ikan yang relatif lebih kuat berada pada perairan yang kurang baik
dibandingkan dengan ikan nila.
Food Convention Ratio (FCR) untuk kelompok A yaitu sebesar 1,62. FCR
merupakan banyaknya pakan yang dimakan untuk menghasilkan 1 kg daging. Hasil
21
pengamtan menunjukkan bahwa nilai tersebut merupakan kategori tinggi. Seharusnya
FCR yang baik itu bernilai kurang dari sama dengan 1. Sehingga apabila FCR lebih
dari 1, maka untuk usaha budidaya perikanan akan mengalami kerugian, karena pakan
yang diberikan pada ikan tidak sesuai dengan volume daging yang diproduksi.
Data pengamatan kualitas air menunjukkan bahwa kandungan oksigen dalam air
tiap minggunya berkurang. Hal tersebut terjadi kandungan DO (Dissolved Oxygen)
yang terdapat dalam bak pemeliharaan tersebut digunakan oleh ikan untuk proses
respirasi dan proses metabolisme tubuhnya, dimana semakin besar ikan, maka semakin
besar pula oksigen yang dibutuhkan (Effendi, 1997). Kandungan CO2 bebas dalam bak
berfluktuatif, yang dikarenakan oleh proses respirasi ikan. Sedangkan kandungan
alkalinitasnya cukup tinggi. Hal tersebut dapat terlihat pada pH nya yang netral dan
stabil, karena alkalinitas merupakan larutan penyangga yang berperan dalam
mempertahankan kestabilan pH perairan.
Hasil pengamatan panjang-berat kelompok bak B menunjukkan bahwa rerata
panjang total ikan nila pada saat tebar yaitu 13,7 cm dan pada saat panen yaitu 17,9 cm,
dengan rerata berat saat tebar sebesar 43,5 gram dan saat panen sebesar 114,9 gram.
Sedangkan rerata panjang ikan patin pada saat tebar yaitu 17,8 cm dan pada saat panen
sebesar 25,7 cm, dengan rerata berat saat tebar sebesar 50,7 gram dan pada saat panen
sebesar 211,9 gram. Hal tersebut sama halnya dengan bak A, bahwa ikan nila dan patin
mengalami kenaikan tiap harinya. Hal tersebut terlihat dari konsumsi pakan yang
meningkat pula tiap minggunya, karena pakan yang diberikan tersebut disesuaikan
dengan biomassa total ikan dikali 3%.
Data SR dan FCR menunjukkan bahwa ikan nila memiliki SR sebesar 83%,
sedangkan ikan patin sebesar 100%. SR yang kurang dari 100% pada Ikan nila
menunnjukkan bahwa ikan nila kurang baik dalam beradaptasi pada lingkungan yang
baru. Selain itu, pada saat melakukan sampling, ikan nila terlalu lama berada dalam
ember sehingga terdapat ikan nila yang mati. FCR untuk kelompok B yaitu sebesar
1,50. FCR yang lebih dari 1 menujukkan bahwa perlu adanya pengaturan pemberian
pakan agar tidak mengalami kerugian.
Menurut Cholik (1991), suhu optimum untuk pertumbuhan ikan nila yaitu
berkisar antara 25-30oC. kelompok bak B terendah yaitu pada saat tebar sebesar 21oC
dan tertinggi yaitu pada sampling pertama sebesar 28oC. Rendahnya suhu air pada saat
22
tebar dan beberapa ikan nila dalam keadaan tidak sehat mengakibatkan beberapa ikan
nila mati.
Kandungan oksigen tersebut dari minggu ke minggu mengalami penurunan yang
disebabkan oleh tingkat konsumsi oksigen oleh ikan. Kandungan oksigen tertinggi pada
bak ini yaitu pada saat tebar sebesar 7,2 ppm, sedangkan kandungan terendah yaitu
pada saat panen sebesar 2,6 ppm. Menurut Cholik (1991), semakin besar ikan, maka
semakin besar pula oksigen yang dibutuhkan untuk proses metabolisme tubuhnya.
Kandungan oksigen terlarut berbanding terbalik dengan kadungan CO2 bebas. Semakin
tinggi kandungan oksigen dalam suatu perairan, maka semakin rendah kandungan CO2
nya (Effendi, 2003). Data hasil pengamatan pun menunjukkan demikian bahwa
kandungan CO2 bebas pada bak ini secara umum mengalami peningkatan seiring
dengan menurunnya DO. Semakin tingginya kandungan CO2 disebabkan oleh hasil
respirasi ikan tersebut. pH air pada bak ini relatif stabil yaitu netral, yang diikuti oleh
tingginya kandungan alkalinitas untuk mempertahankan pH.
Data panjang berat kelompok kolam C menunjukkan bahwa rerata panjang nila
saat tebar yaitu sebesar 13 cm dan saat panen sebesar 18,1 cm, dengan rerata berat saat
tebar sebesar 35,5 gram dan saat panen sebesar 201,9 gram. Sedangkan rerata panjang
ikan patin saat tebar sebesar 17,1 cm dan saat panen sebesar 25 cm, dengan rerata berat
saat tebar sebesar 41,3 gram dan saat panen sebesar 275 gram. Secara umum baik ikan
nila maupun patin, rerata panjang dan berat tubuh mengalami kenaikan tiap waktunya.
Hal tersebut diikuti oleh penambahan konsumsi pakan setiap waktu. Pakan yang
diberikan tersebut disesuaikan dengan total biomassa ikan dikalikan 3%.
SR untuk ikan nila yaitu sebesar 42% dan ikan patin sebesar 100%. Rendahnya
SR ikan nila tersebut disebabkan karena ikan nila yang digunakan pada saat tebar
banyak yang terserang penyakit seperti jamur yang menyebabkan sebagian ikan nila
tidak dapat bertahan hidup. Selain itu, kondisi lingkungan yang baru juga dapat
memepengaruhi, terlebih pada kolam yang memiliki fluktuasi kualitas air yang
berubah-ubah. FCR yang diperoleh yaitu sebesar 0,59. FCR tersebut tergolong rendah
yaitu dibawah 1, sehingga sangat cocok untuk budidaya. FCR yang keci (<1)
menunjukkan bahwa dengan menggunakan pakan yang sedikit, dapat menghasilkan
pertumbuhan panjang berat yang signifikan juga. Semakin kecil nilai FCR maka
semakin sedikit pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging.
23
Suhu air pada kolam pemeliharaan kelompok C berkisar antara 25-30oC. suhu
tersebut merupakan suhu optimal bagi pertumbuhan ikan nila dan patin. Hal itu
diperkuat dengan pustaka bahwa Menurut Cholik (1991), suhu optimum untuk
pertumbuhan ikan nila yaitu berkisar antara 25-30oC.
Kandungan oksigen dalam air terendah yaitu pada saat panen sebesar 2,6 ppm.
Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kepadatan fitoplankton pada saat panen yang
hanya 93 ind/ml, sehingga produksi oksigen hasil fotosintesis fitoplankton pun sedikit.
Kandungan oksigen dalam air terbesar yaitu pada saat sampling ketiga, yang mencapai
8 ppm. Pada saat sampling ketiga, densitas fitoplankton relatif tinggi sehingga oksigen
yang dihasilkan dari fotosintesis banyak. Kepadatan plankton terbesar yaitu pada saat
sampling pertama, dimana kepadatan fitoplankton mencapai 555 ind/ml dan kepadatan
zooplankton sebesar 102 ind/ml. Hal tersebut disebabkan pada saat sampling pertama
cuaca dalam keadaan mendung sehingga penetrasi cahaya matahari sangat sedikit dan
proses fotosintesis berlangsung tidak optimal. Kandungan CO2 terendah yaitu pada saat
tebar, sebesar 24 ppm, sedangkan alkalinitas tebar adalah 470 ppm. Rendahnya
kandungan CO2 bebas akan diikuti oleh tingginya kandungan alkalinitas, karena
alkalinitas berfungsi sebagai penyangga pH perairan. Hal tersebut menyebabkan
kandungan alkalinitas pada saat sampling pertama sangat rendah yaitu sebesar 26 ppm.
Data panjang berat kelompok kolam D menunjukkan, bahwa mengalami
pertumbuhan pada kedua ikan ini. Rerata panjang ikan nila pada saat tebar sebesar
13,07 cm dan pada saat panen sebesar 27,2 cm, dengan rerata berat pada saat tebar
sebesar 43,3 gram dan pada saat panen sebesar 235,3 gram. Sedangkan rerata panjang
ikan patin pada saat tebar yaitu sebesar 13,75 cm dan pada saat panen sebesar 27,2 cm,
dengan rerata berat pada saat tebar sebesar 22,85 gram dan rerata berat pada saat panen
sebesar 251,2 gram. Rarata panjang dan berat ikan nila dan patin dari waktu ke waktu
semakin meningkat, yang diikuti dengan peningkatan konsumsi pakan tiap minggunya.
FCR yang dihasilkan yaitu sebesar 0,78, sehingga dapat dikatakan baik untuk usaha
budidaya perikanan karena dapat memanfaatkan pakan yang minimum (FCR<1) untuk
meningkatan pertumbuhan ikan. SR untuk ikan nila yaitu sebesar 92% dan ikan patin
sebesar 98%, yang menujukkan kegiatan budidaya pada kelompok kolam D sukses dan
berhasil.
Suhu air pada kolam pemeliharaan kelompok kolam D berkisar antara 25,5-29oC.
Suhu ini termasuk dalam suhu optimum untuk pertumbuhan ikan nila dan patin
24
(Cholik, 1991). Kandungan DO terbesar yaitu pada saat tebar, sebesar 10,4 ppm. Hal
tersebut karena kepadatan fitoplankton pada saat tebar cukup tinggi yang mencapai 178
ind/ml. Kandungan DO terendah yaitu pada saat panen sebesar 2,6 ppm, yang
disebabkan oleh rendahnya kepadatan fitoplankton yang hanya mencapai 88 ind/ml,
sehingga oksigen yang dihasilkan melalui proses fotosintesis sedikit. Seharusnya
kandungan oksigen terlarut terbesar yaitu pada sampling pertama dengan kepadatan
fitoplankton terbesar yang mencapai 433 ind/ml. hal itu terjadi karena pada sampling
pertama cuaca dalam keadaan mendung, sehingga proses fotosintesis tidak berlangsung
optiomal dan oksigen yang dihasilkan lebih sedikit. Kandungan CO2 terendah yaitu
pada saat tebar, sebesar 20 ppm dan tertinggi yaitu pada sampling ketiga mencapai 110
ppm. Kandungan alkalinitas tertinggi yaitu pada saat sampling pertama, sebesar 130
ppm dan terendah yaitu pada sampling ketiga sebesar 80 ppm. Nilai pH pada kolam
pemeliharaan ini berfluktuatif, namun masih dalam keadaan netral.
Hasil pengamatan pada Bak, pemeliharaan ikan dalam bak B memiliki hasil
yang lebih baik daripada bak A. SR pada bak B lebih tinggi daripada bak A, yang
menunjukkan ikan pada bak B lebih banyak yang hidup dibandingkan dengan bak A.
Meskipun data panjang berat bak A lebih tinggi daripada bak B. begitu juga dengan
nilai FCR yang menunjukkan bahwa pada bak B pun lebih kecil daripada bak A,
sehingga ikan yang dipelihara dalam bak B dapat lebih efektif dalam mengkonversi
pakan menjadi daging. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Mudjiman (2007),
bahwa dalam budidaya yang baik maka FCR nya akan lebih kecil.
Kualitas air pada bak B lebih baik daripada bak A. ditinjau dari kandungan CO2,
bak B jauh lebih kecil daripada kandungan CO2 bak A. Kadar CO2 tertinggi pada bak B
yaitu sebesar 54 ppm, sedangkan kandungan CO2 tertinggi pada bak A yaitu sebesar
120 ppm. Menurut Effendi (2003), batasan kadar CO2 suatu perairan yang baik dalam
mendukung kehidupan organisme air didalamnya yaitu tidak melebihi 25 ppm, karena
CO2 ini bersifat racun bagi ikan.
Perbandingan pemeliharaan ikan di kolam, pemeliharaan ikan di kolam D
memiliki hasil yang lebih baik daripada kolam C. SR pada kelompok D lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok C, yang ditunjukkan dengan ikan yang hidup pada
kolam D lebih banyak daripada ikan yang hidup di kolam C. Menurut Cholik (1991),
tingkat kelulushidupan (SR) sangat mempengaruhi berhasil tidaknya budidaya suatu
ikan. Hal lain dapat dilihat dari pertambahan panjang dan berat ikan selama
25
pemeliharaan bahwa kelompok D lebih tinggi daripada kelompok C. Meskipun FCR
kolam D lebih tinggi daripada kolam C, namun FCR tersebut masih di bawah 1,
sehingga kegiatan budidaya tidak akan mengalami kerugian.
Kolam D memiliki kualitas air yang lebih baik dari kolam C. Kandungan DO
dalam kolam D relatif lebih tinggi dari kolam C. menurut Effendi (1997), Oksigen
tersebut digunakan oleh ikan untuk proses metabolisme tubuhnya. Kadar oksigen yang
semakin tinggi dalam suatu perairan, maka akan semakin baik untuk perumbuhan ikan.
Selain itu, kandungan CO2 kolam D lebih rendah dari kolam C, dimana CO2 tertinggi
pada kolam D yaitu sebesar 110 ppm, sedangkan kandungan CO2 tertinggi pada kolam
C yaitu sebesar 128 ppm.
Berdasarkan hasil pengamatan pada perlakuan kolam D yaitu tebar patin 25%
ditambah nila 75%, pemeliharaan di kolam lebih baik dibandingkan dengan bak B.
Dilihat dari data panjang-berat menunjukkan bahwa pertambahan panjang dan berat
ikan yang dipelihara dikolam, jauh lebih tinggi dibandingkan pertambahan panjang dan
berat ikan yang dipelihara di bak. Hal tersebut dapat diakibatkan ikan dapat
mengkonversi pakan dengan optimal yang dapat dilihat dari FCRnya yang kurang dari
1. Hal lain adalah kolam mengandung banyak fitoplankton dan pakan alami bagi ikan
sehingga pertumbuhan ikan akan lebih optimal. Selain itu, kolam mengandung
berbagai macam unsur hara yang dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya.
Hasil SR pun menunjukkan bahwa ikan yang dipelihara di kolam memiliki
tingkat kelulushidupan yang lebih tinggi daripada ikan yang dipelihara di bak. Menurut
Cholik (1991), tingkat kelulushidupan (SR) sangat mempengaruhi berhasil tidaknya
budidaya suatu ikan. Data kualitas air menunjukkan bahwa kandungan oksigen di
kolam lebih besar daripada kandungan oksigen dalam bak. Oksigen ini sangat penting
bagi pertumbuhan ikan. Meskipun kadar CO2 bebas dalam kolam lebih tinggi dari bak,
namun di kolam terdapat banyak fitoplankton yang dapat memanfaatkan CO2 tersebut
untuk proses fotosintesis yang pada akhirnya akan menghasilkan oksigen.
Berdasarkan hasil pengamatan pada perlakuan tebar patin 75% + nila 25%,
pemeliharaan dikolam C lebih baik daripada di bak A. Hal tersebut hampir sama
dengan dengan pembahasan sebelumnya yang dapat dilihat dari berbagai pengamatan,
seperti FCR pada kolam jauh lebih kecil daripada bak sehingga ikan yang dipelihara
26
dalam kolam lebih efektif dalam mengkonversi pakan, sehingga pertumbuhannya jauh
lebih pesat dibandingkan ikan yang dipelihara di bak.
Dilihat dari kualitas airnya, kandungan DO di kolam lebih besar daripada
kandungan DO dalam bak. Oksigen terlarut ini sangat penting bagi pertumbuhan ikan.
Meskipun kadar CO2 bebas dalam kolam lebih tinggi dari bak, namun di kolam
terdapat banyak fitoplankton yang dapat memanfaatkan CO2 tersebut untuk proses
fotosintesis yang pada akhirnya akan menghasilkan oksigen.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Polikultur merupakan metode budidaya yang digunakan untuk pemeliharaan banyak
produk dalam satu lahan.
2. Survival Rate pada ikan patin lebih baik dibandingkan dengan ikan nila.
3. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan survival rate ikan nila dan patin yaitu
pemberian pakan, FCR, tempat pemeliharaan, kualitas air yang meliputi suhu air,
suhu udara, kandungan DO, CO2, alkalinitas dan pH.
4. Perlakuan pemeliharaan ikan di kolam lebih baik daripada pemeliharaan ikan di bak.
B. Saran
Kegiatan pemeliharaan atau budidaya akuakultur tawar ini terus ditingkatkan agar
nantinya praktikan mendapat ilmu yang lebih sehingga dapat dimanfaatkan dan
diterapkan dalam kegiatan perikanan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Cholik, F. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian
Effendi, H. 1997. Biologi Perikanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta
Khairuman. 2007. Budidaya Patin Super. Agromedia Pustaka. Jakarta
Mudjiman, A. 2007. Makanan Ikan, Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susanto, A. 1998. Budidaya Ikan Nila Merah. Siuspanga Express. Medan
Suyanto, R. 1994. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta
Widaningroem, R, Ir. 2003. Bahan Ajar Biologi Perikanan. Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
28