Upload
aprilia-oanima
View
1.686
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
ACARA PEMBUATAN JAM DAN JELLY
Disusun oleh: Kelas B
Dwi Septya R. A1M010058
Aeny Sofiati A1M010070
Abd. Khoeron A1M010018
Akhmad Nur Fauzi A1M010086
Nurul Alfiyah A1M010004
Resti Nurmala A1M010022
Yosep Nugraha A1M010016
Sarah Nurhasanah A1M010052
Oda Putri N. A1M010006
Aprilia Fitriani A1M010040
Yuyun Isnu R. A1M010048
Agus Setiafani A1M010068
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2012
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
ACARA PEMBUATAN JAM DAN JELLY
Kelompok 3
Nurul Alfiyah A1M010004
Resti Nurmala A1M010022
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2012
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
ACARA PEMBUATAN JAM DAN JELLY
Kelompok 5
Oda Putri N. A1M010006
Aprilia Fitriani A1M010040
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2012
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
ACARA PEMBUATAN JAM DAN JELLY
Kelompok 6
Yuyun Isnu R. A1M010048
Agus Setiafani A1M010068
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2012
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Jam dan Jelly merupakan makanan semi padat, dibuat dengan
menambahkan tidak kurang dari 45 bagian berat juice atau cairan buah
untuk tiap 55 bagian berat gula. Substrat ini dipekatkan sehingga kadar
soluible solid (bahan-bahan padat yang dapat larut) tidak kurang dari
65%.
Jam sedikit berbeda dengan jelly, karena dalam pembuatan jam,
jaringan buah disertakan. Substansi penting yang diperlukan untuk
pembuatan jam dan jelly adalah pektin, asam, gula dan air.
Pektin merupakan unsur terpenting dalam pembuatan jam dan
jelly. Pembuatan jam dan jelly didasarkan atas terbentuknya gel atau
jendalan. Agar gel dapat terbentuk dengan baik keempat komponen
diatas harus ada dalam perbandingan yang harmonis. Guna membatasi
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada buah saat pembuatan jam
dan jelly dapat ditambahkan antara lain pektin dan asam.
Dalam hal ini perbandingan pektin, gula dan asam harus seimbang
supaya dapat terbentuk jam dan jelly yang baik. Jam dan jelly buah-
buahan yang baik mempunyai ciri-ciri berwarna cerah, jernih
(transparan), mempunyai konsistensi yang baik (seperti agar-agar yang
tidak terlalu keras dan kaku), jika dipisahkann dari tempatnya akan
memiliki bentuk seperti tempatnya dan tidak mengalir, mudah diratakan
pada roti, bila diiris menunjukkan irisan yang mengkilat dan tajam
ditepinya, mempunyai flavor dan warna seperti buah aslinya.
Mekanisme terbentuknya gel dalam pembuatan jam dan jelly
terjadi karena adanya gula. Gula akan menarik molekul-molekul air
yang menyelimuti molekul-molekul pektin yang bermuatan negative.
Kemudian akan dinetralkan oleh ion-ion hydrogen dari asam yang
diberikan, sehingga memungkinkan molekul-molekul pektin dapat
bergabung dalam bentuk jaringan. Jaringan yang berupa rantai-rantai
pektin inilah yang menyebabkan terbentuknya gel. Kondisi optimum
untuk pembuatan gel adalah kandungan pektin 0.5-1.5%, gula 60-65%
dan asam pada Ph 2.0-3.4 sedangkan pemanasan pada suhu 103 0C.
Pembuatan jam dan jelly pada umumnya dibutuhkan buah-buahan
yang kaya akan pektin. Banyak sedikitnya kandungan pektin buah dapat
diketahui secara kualitatif yaitu dengan alkohol tes. Bila timbul banyak
endapan maka kaya akan pektin, bila berupa benang-benang maka
hampir tidak emngandung pektin.
B. Tujuan
Mempelajari dan mempraktekkan cara pembuatan jam dan jelly.
II. Tinjauan Pustaka
Selai buah adalah produk pangan semi basah, merupakan pengolahan
bubur buah dan gula yang dibuat dari campuran 45 bagian berat buah dan 55
bagian berat gula dengan atau tanpa penambahan bahan makanan yang
diizinkan (Fatonah 2002). Selai, jeli, marmalade, dan produk selai lainnya
merupakan produk buah-buahan, pulp buah-buahan, sari buah atau
potongan-potongan buah yang diolah menjadi suatu struktur seperti gel
berisi buah-buahan, gula, asam dan pektin.
Stabilitas mikroorganisme dari selai ditentukan oleh berbagai faktor,
yaitu:
1) Kadar gula yang tinggi, biasanya 65-75 % bahan terlarut
2) Keasaman tinggi dengan pH sekitar 3,1-3,5
3) Nilai aw sekitar 0,75-0,83
4) Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105-106 0C), kecuali
jika diuapkan secara vakum dan dikemas pada suhu rendah
5) Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan, misalnya dengan
pengisian ke dalam wadah yang kedap udara (Buckle et al 1985).
Pada pembuatan selai perlu diperhatikan beberapa faktor seperti
pengaruh panas dan gula pada pemasakan, serta keseimbangan proporsi
gula, pektin dan asam. Jumlah gula yang ditambahkan harus seimbang
dengan jumlah pektin. Kondisi optimum pembentukan gel adalah dengan
kadar pektin 0,75-1,5%, kadar gula 65-70 %, dan asam dengan pH sekitar
3,2-3,4 (Buckle et al 1985).
Supaya diperoleh selai yang aromanya harum dan dengan konsistensi
yang baik, sebaiknya digunakan campuran buah setengah matang dan buah
matang penuh. Buah yang setengah matang akan memberikan pektin dan
asam yang cukup, sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan
aroma yang baik (Fatonah 2002).
Air dapat ditambahkan selama ekstraksi. Jumlah air yang ditambahkan
tergantung pada kandungan air bahan baku. Air yang berlebihan harus
diuapkan selama pengentalan. Oleh karena itu, air yang ditambahkan harus
sedikit dan diimbangi dengan bubur buah yang cocok untuk mencegah
kegosongan dan ekstraksi pektin (Fatonah 2002).
Pengemasan produk selai dilakukan setelah produk selesai dimasak
(kondisi produk masih panas) dan sesegera mungkin diisi ke dalam
kemasan yang kemudian langsung ditutup. Pengemasan cara ini disebut hot
filling dan dengan cara ini dapat menghemat perlakuan sterilisasi setelah
pengemasan (Fatonah 2002).
Faktor-faktor Penting dalam Pembuatan Selai :
Gula
Gula termasuk pengawet dalam pembuatan aneka ragam produk-produk
makanan beberapa diantaranya jeli, selai, marmalade, sari buah pekat, sirup
buah-buahan, buah-buahan bergula, umbi dan kulit, buah-buahan beku
dalam sirup, acar manis, susu kental manis, madu dan lain sebagainya.
Gula terbagi menjadi berbagai bentuk, antara lain: sukrosa, glukosa, dan
fruktosa. Sukrosa adalah gula yang dikenal sehari-hari dengan istilah gula
pasir dan banyak digunakan dalam industri makanan, baik bentuk kristal
halus, kasar maupun dalam bentuk cair (Winarno 1997).
Daya larut gula yang tinggi mampu mengurangi keseimbangan kelembaban
relatif (ERH) dan dapat mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan
gula dipakai sebagai pengawet bahan pangan. Apabila gula ditambahkan ke
dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40 %
padatan terlarut) sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk
pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan
(Buckle et al 1985).
Apabila dalam suatu campuran terjadi penurunan kadar gula pereduksi
seperti glukosa dan fruktosa yang disebabkan penguraian gula pereduksi
menjadi asam, alkohol dan CO2 maka dapat menurunkan total padatan
terlarut (Winarno, 1980).
Pektin
Pada buah-buahan pektin banyak terdapat di bawah kulit buah, hati buah
dan sekitar biji buah. Kandungan pektin terbanyak dijumpai pada buah yang
sedang akan matang dan setelah itu jumlahnya menurun karena adanya
enzim yang mencegah pektin menjadi asam pektat dan alkohol, asam pektat
tidak dapat membentuk gel kecuali ditambahkan molekul kalsium (Fatonah
2002). Penambahan pektin pada pembuatan selai dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah gagalnya pembentukan gel pada pembuatan selai dari
buah-buahan yang kandungan pektinnya rendah (Fatonah 2002).
Gel pektin dapat terbentuk pada berbagai suhu walaupun kecepatan
pembentukan gel tergantung pada berbagai faktor yaitu gula, konsentrasi
pektin, jenis pektin, pH dan suhu. Pembentukan gel dapat menjadi lebih
cepat dengan semakin rendahnya suhu serta meningkatnya konsentrasi gula.
Gambar 1. Komponen utama molekul pektin
Asam
Asam digunakan untuk menurunkan pH bubur buah karena struktur gel
hanya terbentuk pada pH rendah. Asam yang dapat digunakan adalah asam
sitrat, asam asetat atau cairan asam dari air jeruk nipis. Tujuan penambahan
asam selain untuk menurunkan pH selai juga untuk menghindari terjadinya
pengkristalan gula. Bila tingkat keasaman buah rendah, penambahan asam
dapat meningkatkan jumlah gula yang mengalami inversi selama pendidihan
(Fatonah 2002).
Asam sitrat merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang
berbentuk kristal atau berbentuk serbuk putih. Asam sitrat mudah larut
dalam air, spritus dan etanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika
dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai
menjadi arang. Asam sitrat juga terdapat dalam sari buah-buahan seperti
nanas, jeruk, lemon, dan markisa. Asam ini dipakai untuk meningkatkan
rasa asam (mengatur tingkat keasaman) pada berbagai pengolahan
minuman, produk air susu, selai, jeli dan lain-lain (Fatonah 2002).
Gambar 2. Rumus bangun asam sitrat
Pengawet
Agar selai yang dibuat awet selama penyimpanan maka dalam
pembuatannya perlu ditambahkan bahan pengawet. Bahan-bahan pengawet
kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan-bahan kimia
yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada
dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan,
pengolahan atau penyimpanan (Buckle et al 1985).
Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk
asam atau garamnya. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama,
misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir ataupun kapang
(Winarno 1997). Pengawet sebaiknya digunakan apabila benar-benar
dibutuhkan, karena penggunaan gula yang cukup pekat sudah berfungsi
sebagai pengawet. Hal lain yang harus diperhatikan dalam penggunaan
pengawet kimia adalah dosis yang aman bagi kesehatan (Fachruddin 1998).
Tabel 1. Beberapa Pengawet Kimia dan Batas Maksimum Penggunaan
Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet organik yang
sering penggunaannya terutama pada makanan asam. Bahan ini digunakan
untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH
2,5 – 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar maka biasa digunakan
dalam bentuk natrium benzoat (Winarno 1997).
Natrium benzoat merupakan garam natrium dari asam benzoat yang sering
digunakan pada bahan makanan. Natrium benzoat stabil dalam bentuk
kristal putih, mempunyai rasa manis dan kadang-kadang sepat. Garam ini
lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan asam benzoat.
Gambar 3. Rumus Bangun Natrium Benzoat.
Karakteristik selai :
Kerapatan
Kerapatan material homogen didefinisikan sebagai massa per unit volume.
Kerapatan biasanya dinyatakan dalam gram per sentimeter kubik (CGS)
atau kilogram per meter kubik (SI). Biasanya disebut rho atau dapat
dinyatakan dengan persamaan 1.
rho = m/V (1)
keterangan:
rho = kerapatan (g/cm3)
m = massa (g)
V = volume (cm3)
Jika suatu bahan dilarutkan dalam air dan membentuk larutan, maka
kerapatannya akan berubah. Kerapatan bervariasi sesuai dengan konsentrasi
larutan. Kebanyakan bahan seperti gula dan garam menyebabkan kenaikan
kerapatan tetapi kadang-kadang kerapatan juga dapat turun jika dalam
larutan terdapat lemak atau alkohol (Utami dewi 2004).
Kekentalan
Kekentalan merupakan suatu pengukuran daya tahan aliran suatu fluida.
Untuk memahami perilaku aliran fluida diperlukan persamaan gerak fluida
dalam sebuah alat rheological seperti viskometer. Kekentalan (viskositas)
dapat terjadi pada cairan maupun gas. Dalam cairan, kekentalan
disebabkan oleh gaya kohesif antar molekul. Dalam gas, kekentalan berasal
dari tumbukan-tumbukan di antara molekul-molekulnya tersebut
(Giancoli 2001).
Produk pangan dikatakan kental jika nilai viskositasnya tinggi dan
sebaliknya jika nilai viskositasnya rendah disebut encer. Perubahan
kekentalan (viskositas) dapat digunakan sebagai petunjuk adanya
kerusakan, penyimpangan, atau penurunan mutu pangan.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Padatan adalah bahan yang masih tetap tinggal sebagai sisa selama
penguapan dan pemanasan pada suhu 1030C-1050C (Saeni 1989). Analisa
zat padat terlarut mengukur jumlah zat padat yang larut dalam air. Penyusun
utama zat padat terlarut dalam air alami adalah bikarbonat, kalsium, sulfat,
hidrogen, silika, klorin, magnesium, sodium, potasium, nitrogen, dan fosfor.
Jumlah zat padat terlarut berbeda dengan konduktivitas listrik larutan. Pada
jumlah zat padat terlarut, yang diukur adalah jumlah ion dalam air,
sedangkan dalam konduktivitas listrik yang diukur adalah kemampuan ion-
ion tersebut dalam menghantarkan listrik (Widyasari 2002).
pH
pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu larutan dan
mewakili konsentrasi ion hidrogen (H+). Biasanya didefinisikan sebagai
negatif logaritma sepuluh konsentrasi ion hidrogen, dapat dituliskan
sebagai berikut:
pH = - log [H+] (2)
Konsentrasi ion hidrogen yang aktif biasa dinyatakan dengan pH dan sering
digunakan sebagai indikator jenis mikroba yang tumbuh dalam makanan
dan produk yang dihasilkan. Setiap mikroba masing-masing mempunyai pH
optimum, minimum dan maksimum untuk pertumbuhannya, sebagai contoh
bakteri yang dapat tumbuh baik pada pH mendekati netral, tetapi beberapa
bakteri menyukai suasana asam dan yang lain dapat tumbuh dengan sedikit
asam atau dalam suasana basa (Utami dewi 2004).
Organoleptik
Mutu bahan makanan dapat diukur berdasarkan kemampuan organ indera
manusia secara langsung sebagai penilaian organoleptik. Penilaian yang
biasa disebut juga sensory evaluation ini bersifat subjektif. Parameter yang
dinilai meliputi penampakan seperti warna buah, flavor atau aroma dan
juga tekstur yang dipengaruhi oleh kandungan air dalam sel, faktor genetis
maupun varietas buah (Syaifullah 1997).
Cara pengujian dapat digolongkan dua kelompok yaitu pengujian
pembedaan (difference test) dan pengujian pemilihan (preference test).
Dalam kelompok uji penerimaan terdapat uji kesukaan (hedonik) (Soekarto
1985).
Uji kesukaan disebut juga uji hedonik. Pada uji ini panelis diminta
tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat-tingkat
kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “suka” dapat
memiliki skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka dan
agak suka. Sebaliknya jika tanggapan ”tidak suka” dapat mempunyai skala
hedonik: amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, dan agak
tidak suka. Diantara agak tidak suka dan agak suka kadang-kadang dimintai
tanggapannya yang disebut netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak
suka. Skala hedonik direntangkan menurut rentangan skala yang
dikehendaki (Soekarto 1985).
Tabel 2. Skala Hedonik
Labu Siam
Labu siam atau jipang (Sechium edule, bahasa Inggris: chayote) adalah
tumbuhan suku labu-labuan (Cucurbitaceae) yang dapat dimakan.
Berdasarkan penampilan buahnya, labu siam terbagi menjadi dua varietas,
yaitu varietas labu Siam dan varietas labu anggur. Varietas labu siam
memiliki ukuran buah besar, dapat dipanen pada stadium cukup tua untuk
bahan sayuran, atau stadium amat muda (baby) sebagai bahan lalapan.
Varietas labu anggur memiliki ukuran buah kecil, umumnya dipanen pada
stadium amat muda (baby) untuk dijadikan bahan lalapan (Made, 2007).
Labu siam merupakan sayuran jenis buah, walaupun penggunaan labu siam
hanya untuk sayur dan lalapan, sehingga labu siam memiliki nilai ekonomis
yang relatif rendah, walaupun nilai kandungan gizinya tinggi. Salah satu
alternatif labu siam dibuat menjadi jenis makanan yang bernilai ekonomis
tinggi, yaitu dibuat selai, namun labu siam memiliki kelemahan yaitu bau
langu dan banyak getah yang dapat mengurangi kualitas selai jika
pengolahan tidak dilakukan secara tepat. Kelemahan tersebut dapat
diminimalkan dengan diberi perlakuan awal blanching sebelum diproses
menjadi selai (Yustina, 2005).
Komposisi Gizi per 100 gram Labu Siam
Komposisi gizi KadarEnergi (kkal) 17Protein (g) 0,82Lemak (g) 0,13Karbohidrat (g) 3,9Serat (g) 1,7Gula (g) 1,85Kalsium (mg) 17Besi (mg) 0,34Magnesium (mg) 12Fosfor (mg) 18Kalium (mg) 125Natrium (mg) 2Seng (mg) 0,74Tembaga (mg) 0,12Mangan (mg) 0,19Selenium (mg) 0,2Vitamin C 7,7Tiamin (mg) 0,03Riboflavin (mg) 0,03Niacin (mg) 0,47Vitamin B6 (mg) 0,08Folat (mkg) 93Vitamin E (mkg) 0,12Vitamin K (mkg) 4,6
Sumber : Made Astawan, 2007
Nanas
Nanas, nenas, atau ananas (Ananas comosus (L.) Merr.) adalah sejenis
tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan
ini termasuk dalam familia nanas-nanasan (Famili Bromeliaceae).
Sebagai salah satu famili Bromeliaceae, buah nanas mengandung vitamin C
dan vitamin A (retinol) masing-masing sebesar 24,0 miligram dan 39
miligram dalam setiap 100 gram bahan. Kedua vitamin sudah lama dikenal
memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari
berbagai serangan penyakit, termasuk kanker, jantung koroner dan penuaan
dini.
kandungan gizi buah Nanas Segar (100 gram bahan)
N0 Kandungan gizi Jumlah
1. Kalori 52,00 kal2. Protein 0,40 g3. Lemak 0,20 g4. Karbohidrat 16,00 g5. Fosfor 11,00 mg6. Zat Besi 0,30 mg
7. Vitamin A 130,00 SI8. Vitamin B1 0,08 mg9. Vitamin C 24,00 mg10. Air 85,30 g11. Bagian dapat dimakan 53,00 %
Sumber: Departemen Kesehatan RI, (1996)
Pepaya
Buah pepaya matang sangat unggul dalam hal betakaroten (276
mikrogram/100 g), betacryptoxanthin (761 mikrogram/100 g), serta lutein
dan zeaxanthin (75 mikrogram/100 g). Betakaroten merupakan provitamin
A sekaligus antioksidan yang sangat ampuh untuk menangkal serangan
radikal bebas.
Komposisi gizi buah pepaya masak dan pepaya muda per 100 gram
Zat GiziBuah pepaya masak
Buah pepaya muda
Energi (kkal) 46 26Protein (g) 0,5 2,1Lemak (g) 0 0,1Karbohidrat (g) 12,2 4,9Kalsium (mg) 23 50Fosfor (mg) 12 16Besi (mg) 1,7 0,4Vitamin A (SI) 365 50Vitamin B1 (mg) 0,04 0,02Vitamin C (mg) 78 19Air (g) 86,7 92,3
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)
III. Metode Praktikum
A. Waktu dan Tempat
Waktu : 20 Maret 2012
Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan
B. Alat dan Bahan
Bahan : Buah matang optimal
Gula Pasir
Asam sitrat
Air
Alat : Pisau Stainless
Panci
Pengaduk
Kompor
Kain Penyaring
Blender
Botol beserta tutupnya (gelas jar)
C. Cara Kerja
1. Buah dipilih yang baik, dicuci bersih dan dikupas kulitnya.
2. Dipotong-potong, kemudian diblanching.
3. Dihancurkan dengan blender. Untuk jelly setelah diblender disaring
unutk didapat juice buah.
4. Bubur buah ditimbang sebanyak 45 bagian dan 55 bagian gula.
5. Dimasukkan dalam panic, kemudian dimasak.
6. Diatur Ph hingga mencapai Ph 3.2 dengan menambahkan asam.
7. Dimasak samapi suhu 104 derajat celcius.
8. Dimasukkan ke dalam botol atau gelas jar dalam kondisi masih
panas, kemudian ditutup dan disimpan pada suhu kamar.
9. Dilakukan pengamatan terhadap : kenampakan, aroma, rasa, tekstur
dan pengolesan pada roti.
IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Pengamatan
Jam Labu Siam
Panelis Translusensi kohesivenesskonsistens
iwarna
rasa
buah
aroma
buah
daya
oles
A 2 3 3 2 2 3 3
B 1 3 3 2 2 4 3
C 1 3 1 4 2 3 3
D 2 3 3 2 2 1 3
E 1 3 2 2 3 3 3
F 2 3 3 4 2 2 3
G 1 3 3 2 4 3 3
H 2 3 1 3 3 2 3
I 2 3 2 3 3 3 3
J 1 3 1 3 2 3 3
Jumlah 15 30 22 27 25 27 30
rata-rata 1,5 3 2,2 2,7 2,5 2,7 3
Keterangan :
o Translusensi
1. Tidak translusen
2. Agak translusen
3. Translusen
4. Sangat translusen
o Kohesiveness
1. Tidak kohesif
2. Agak kohesif
3. Kohesif
4. Sangat kohesif
o Konsistensi
1. Tidak konsisten
2. Agak konsisten
3. Konsisten
4. Sangat konsisten
o Warna
1. Hijau muda
2. Hijaau pucat
3. Hijau
4. Hijau tua
o Rasa buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
o Aroma buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
o Daya oles
1. Tidak mudah dioles
2. Agak mudah dioles
3. Mudah dioles
4. Sangat mudah dioles
Jelly Labu Siam
paneli
s
Translusens
i
kohesivenes
s
konsistens
i
Warn
a
rasa
buah
aroma
buah
A 1 3 1 2 3 2
B 1 4 2 2 3 3
C 1 4 3 2 3 4
D 1 4 3 2 4 4
E 2 3 1 2 3 4
F 2 3 2 2 2 3
G 3 4 2 1 2 3
H 1 3 2 1 2 3
I 1 3 2 2 3 4
J 2 3 3 1 2 2
jumlah 15 34 21 17 27 32
rata-
rata1,5 3,4 2,1 1,7 2,7 3,2
Keterangan :
o Translusensi
1. Tidak translusen
2. Agak translusen
3. Translusen
4. Sangat translusen
o Kohesiveness
1. Tidak kohesif
2. Agak kohesif
3. Kohesif
4. Sangat kohesif
o Konsistensi
1. Tidak konsisten
2. Agak konsisten
3. Konsisten
4. Sangat konsisten
o Warna
1. Hijau muda
2. Hijaau pucat
3. Hijau
4. Hijau tua
o Rasa buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
o Aroma buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
Jam Nanas
panelis Translusensi kohesivenesskonsistens
iwarna
rasa
buah
aroma
buah
daya
oles
A 1 3 3 4 3 1 4
B 1 3 2 3 2 2 3
C 1 3 3 2 2 1 3
D 1 3 3 2 2 1 4
E 1 3 2 4 1 1 3
F 1 3 1 2 2 2 4
G 1 1 1 3 3 2 3
H 1 3 2 2 2 1 3
I 1 3 3 3 3 1 3
J 1 3 3 1 4 1 4
jumlah 10 28 23 26 24 13 34
rata-
rata1 2,8 2,3 2,6 2,4 1,3 3,4
Keterangan : o Translusensi
1. Tidak translusen
2. Agak translusen
3. Translusen
4. Sangat translusen
o Kohesiveness
1. Tidak kohesif
2. Agak kohesif
3. Kohesif
4. Sangat kohesif
o Konsistensi
1. Tidak konsisten
2. Agak konsisten
3. Konsisten
4. Sangat konsisten
o Warna
1. Kuning muda
2. Kuning pucat
3. Kuning
4. Kuning tua
o Rasa buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
o Aroma buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
o Daya oles
1. Tidak mudah dioles
2. Agak mudah dioles
3. Mudah dioles
4. Sangat mudah dioles
Jelly Nanas
panelis translusensi kohesivenesskonsistens
iwarna
rasa
buah
aroma
buah
A 2 3 1 2 4 4
B 1 3 2 2 4 4
C 1 3 1 2 4 4
D 2 2 1 2 2 2
E 1 1 1 2 2 1
F 1 1 1 2 2 2
G 2 1 1 2 3 1
H 2 1 1 2 2 3
I 2 3 1 2 3 3
J 2 2 1 2 3 3
jumlah 16 20 11 20 29 27
rata-
rata1,6 2 1,1 2 2,9 2,7
Keterangan :
o Translusensi
1. Tidak translusen
2. Agak translusen
3. Translusen
4. Sangat translusen
o Kohesiveness
1. Tidak kohesif
2. Agak kohesif
3. Kohesif
4. Sangat kohesif
o Konsistensi
1. Tidak konsisten
2. Agak konsisten
3. Konsisten
4. Sangat konsisten
o Warna
1. Kuning muda
2. Kuning pucat
3. Kuning
4. Kuning tua
o Rasa buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
o Aroma buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
Jam Pepaya
Panelis translusensi kohesivenesskonsistens
iwarna
rasa
buah
arom
a
buah
daya
oles
A 3 2 2 2 2 2 2
B 3 3 3 2 2 2 2
C 3 2 3 2 2 2 2
D 3 3 3 3 3 2 2
E 3 3 3 3 3 2 2
F 3 4 3 2 2 2 2
G 3 4 2 2 2 2 2
H 3 3 2 2 2 3 2
I 3 4 3 2 2 2 2
J 1 4 1 1 1 1 2
Jumlah 28 32 25 21 21 20 20
rata-
rata2,8 3,2 2,5 2,1 2,1 2 2
Keterangan :
o Translusensi
1. Tidak translusen
2. Agak translusen
3. Translusen
4. Sangat translusen
o Kohesiveness
1. Tidak kohesif
2. Agak kohesif
3. Kohesif
4. Sangat kohesif
o Konsistensi
1. Tidak konsisten
2. Agak konsisten
3. Konsisten
4. Sangat konsisten
o Warna
1. Orange muda
2. Orange pucat
3. Orange
4. Orange tua
o Rasa buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
o Aroma buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
o Daya oles
1. Tidak mudah dioles
2. Agak mudah dioles
3. Mudah dioles
4. Sangat mudah dioles
Jelly Pepaya
panelis translusensi kohesiveness konsistensi warnarasa
buah
aroma
buah
A 2 4 3 1 2 1
B 3 3 2 1 3 2
C 1 3 4 3 2 2
D 2 4 4 4 2 1
E 2 3 3 4 3 2
F 2 3 4 3 4 2
G 2 3 3 2 3 3
H 2 3 3 2 3 1
I 3 2 3 1 3 2
J 2 3 2 1 2 3
jumlah 21 28 31 22 27 19
rata-
rata2,1 2,8 3.1 2,2 2,7 1,9
Keterangan :
o Translusensi
1. Tidak translusen
2. Agak translusen
3. Translusen
4. Sangat translusen
o Kohesiveness
1. Tidak kohesif
2. Agak kohesif
3. Kohesif
4. Sangat kohesif
o Konsistensi
1. Tidak konsisten
2. Agak konsisten
3. Konsisten
4. Sangat konsisten
o Warna
1. Orange muda
2. Orange pucat
3. Orange
4. Orange tua
o Rasa buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
o Aroma buah
1. Tidak kuat
2. Agak kuat
3. Kuat
4. Sangat kuat
B. Pembahasan
Jam
Semua buah yang matang pada dasarnya dapat diolah menjadi selai.
Namun, tidak semua buah memiliki rasa yang enak ketika sudah menjadi
produk olahan selai. Bahan yang akan diolah menjadi selai tentunya harus
benar-benar tua dan matang. Sehingga mutu yang dihasilkan baik. Selain
itu, buah yang udah matang memiliki aroma yang sangat kuat.
Untuk menghasilkan konsistensi selai yang baik. Maka pada
pembuatannya, dilakukan pencampuran buah matang dan yang mengkal.
Atribut mutu yang akan diamati dari jam hasil praktikum ini antara lain
adalah translusensi, kohesiveness, konsistensi, warna, rasa, aroma dan
daya oles. Jam atau yang dikenal dengan nama selai, idealnya digunakan
untuk pengisi roti (tawar).
Konsistensi terbaik dihasilkan oleh jam dari bahan pepaya yaitu tegar,
konsistensi yang paling buruk dihasilkan oleh jam dari bahan labu siam.
Warna terbaik dihasilkan oleh jam dari bahan labu siam yaitu hijau, seperti
warna buah aslinya. Warna terburuk dihasilkan oleh jam dari bahan
pepaya. Rasa terbaik dihasilkan oleh jam dari bahan labu siam yaitu kuat,
rasa labu siam asli hampir sama rasanya setelah diolah menjadi jam. Rasa
terburuk dihasilkan oleh kam dari bahan pepaya. Aroma terbaik dihasilkan
oleh jam dari bahan labu siam, aroma labu siam utuh atau asli tidak begitu
beda setelah diolah menjadi jam. Aroma terburuk dihasilkan oleh jam dari
bahan nanas. Daya oles terbaik dihasilkan oleh jam dari bahan nanas. Daya
oles terburuk dihasilkan oleh jam yang berbahan dasar pepaya.
Translusensi terbaik dihasilkan oleh jam dari bahan pepaya sedangkan
hasil terburuk dihasilkan oleh jam yang berbahan dasar nanas. Kohesif
terbaik dihasilkan oleh jam dari bahan pepaya, hasil kohesif terbutuk
dihasilkan oleh jam dengan bahan baku nanas.
Menurut Winarno (1997), selama pemanasan sebagian sukrosa akan
terurai menjadi gula invert (glukosa dan fruktosa). Gula berperan dalam
proses dehidrasi yang membuat ikatan hidrogen pada pektin menjadi lebih
kuat dan membentuk jaringan polisakarida, yaitu kompleks dimana air
terperangkap dalam jaringan tersebut. Kekurangan gula akan membentuk
gel yang kurang kuat pada semua tingkat keasaman sehingga
membutuhkan lebih banyak asam untuk menguatkan strukturnya. Gula
tidak ditambahkan di awal karena adanya pemanasan akan menyebabkan
terjadinya browning karena waktu pemasakan terlalu lama.
Pemanasan ini diperlukan untuk menghomogenkan campuran buah, gula,
dan pektin serta menguapkan sebagian air sehingga diperoleh struktur gel
pada produk jam. Pemanasan biasanya dilakukan sampai suhu 105oC.
Pemanasan yang berlebihan akan menyebabkan perubahan yang merusak
kemampuan membentuk gel terutama pada buah yang sangat asam. Waktu
pemasakan juga mempengaruhi mutu produk akhir selai. Waktu
pemanasan yang terlalu lama menyebabkan selai keras dan kental.
Sebaliknya, waktu pemanasan yang kurang akan menghasilkan selai yang
encer. Pengadukan yang terlalu cepat akan menimbulkan gelembung udara
yang akan merusak tekstur dan penampakan produk akhir.
Pektin banyak dijumpai pada buah-buahan, pektin ini berfungsi untuk
membantu terbentuknya gel atau jendalan. Selain pektin juga dapat
ditambahkan Asam dalam pembuatan jam dan jelly agar produk yang
dihasilkan memiliki rasa keasaman. Penggunaan pektin dalam pangan,
pektin harus larut seluruhnya untuk menghindari pembentukan gel yang
tidak merata. Pelarutan seluruhnya memungkinkan pengempalan tidak
terjadi. Jika pectin mengental akan sulit sekali untuk melarutkannya,
pectin dapat dibuat disperse terlebih dahulu dengan cara baku biasa untuk
pembuatan disperse pada umumnya. Pektin seperti juga pembentuk gel
lainnya, tidak larut dalam suatu media yang biasanya terjadi penjendalan.
Makin sulit larut jika bahan padat dalam medium makin banyak. Untuk
memudahkan pelarutan, pektin dapat dicampur dengan padatan yang
mudah larut seperti natrium karbonat, gula, atau disperse dalam alcohol,
atau melarutkan terlebih dahulu dalam air pada suhu 60-80oC sampai
kepekatan 10% dengan pengadukan cepat. Karena pektin mempunyai sifat
koloid yang menyebabkan rasa sentuhan di mulut yang dikehendaki pada
air buah. Pectin juga dapat ditamabah pada rekontruksi air buah untuk
memperoleh konsistensi seperti keadaan aslinya (Cahyadi, 2006).
Jelly
Produk jeli hampir sama dengan selai, yaitu 45 bagian (berat sari buah)
dan 55 bagian (berat gula). Yang dimaksud dengan sari buah adalah cairan
buah yang diperoleh dari hasil penyaringan daging buah yaang telah
dihaluskan.
Seperti halnya pada pembuatan jam, pembuatan jeli juga memerlukan
adanya pektin, gula, asam, dan lainnya untuk memperoleh mutu yang baik.
Selain pektin, bahan pengental yang biasanya digunakan pula pada
pembuatan jeli adalah pati (dari umbi-umbian). Kelebihan pati adalah
mampu bertahan pada kadar asam yang tinggi pada buah-buahan.
Penabahan asam pada proses pembuatan jeli tidak boleh berlebihan, karena
pektin dapat dengan segera diubah menjadi asam pektat. Pada proses
pengolahannya, asam yaang ditambahkaan juga tidak boleh terlalu banyak,
karena dapat menyebabkan jeli yang terbntuk tidak homogen/tidak rata.
Selain faktor kematangan, jenis buah juga sangat mempengaruhi jeli yang
dihasilkan. Karena masing – masing buah memiliki tingkat kandungan
pektin yang berbeda-beda.
Kandungan gula pada jeli tidak boleh lebih dari 45 %, dengan jumlah
kepadatan terlarutnya sekitar 65 %. Gula yang ditambahkan pada
pengolahan jeli lebih kepada sebagai bahan pemanis dan pengawet.
Banyaknya gula yang akan ditambahkan tergantung pada tinggi-rendahnya
jumlah pektin dan asam dalam buah. Semakin tinggi kandungan pektin
pada buah, semakin banyak gula yang harus ditambahkan. Semakin asam
buah yang digunakan, maka gula yang ditambahkan juga semakin banyak.
Kualitas jeli yang dihasilkan akan sebanding dengan jumlah gula yang
ditambahkan.semakin banyak gula yang ditambahkan, semakin lembek jeli
yang dihasilkan. Asam yang digunakan dalam pengolahan jeli berfungsi
untuk memperkokoh jaringan jeli yang terbentuk.
Atribut mutu yang diujikan dalam pembuatan jeli hampir sama dengan
selai, hanya saja pada jeeli tidak ada pengujian daya oles. Atribut mutu
yang akan diamati antara lain adalah translusensi, kohesiveness,
konsistensi, warna, rasa, dan aroma.
Translusensi dengan nilai rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 2,1 diperoleh
jeli pepaya. Sedangkan terendah diperoleh labu siam, dengan nilai rata-rata
1,5. Faktor utama penyebab rendahnya tingkat translusensi adalah pada
penyaringan serat buah yang kurang sempurna, sehingga berakibat pada
perolehan sari buah yang masih nampak keruh. Selain itu, tingkat
translusensi juga dipengaruhi oleh akibat dari reaksi pencokelatan yang
terjadi pada buah. Oleh karena itu, untuk mengurangi adanya reaksi
pencokelatan dilakukan blanching sebelum bahan dihaluskan. Gula juga
mampu menjadi faktor penurunan angka translusensi dari produk jeli. Gula
yang terlalu banyak dan tidak merata akan menimbulkan kristal-kristal
yang dapat mengurangi tingkat translusensi pada produk.
Pada mutu kohesiveness atau tingkat kepaduan, jeli dengan nilai rata-rata
tertinggi diperoleh jeli labu siam dengan nilai 3,4. Sedangkan nilai rata-
rata terendah diperoleh jeli nanas dengan nilai 2. Tingkat kepaduan jeli
yang dihasilkan dapat dipengaruhi olh banyaknya kadar gula yang
ditambahkan. Karena, seperti pada tngkat kejernihan, kadar gula yang
terlalu tinggi akan menyebabkan menurunnya nilai kepaduan antara satu
komponen dengan komponen lainnya dalam jeli.
Pada jurnal pengaruh penambahan CMC pada pembuatan selai nanas,
kadar gula tertinggi diperoleh dari nanas yang sudah matang. Semakin
matang, maka semakin banyak gula yang ada di dalamnya. Hal ini terjadi
karena adanya hidrolisis pati saat pematangan. Sehingga penggunaan
nanas matang sudah cukup memberikan kontribusi gula yang tinggi.
Sedangkan labu siam, memiliki kadar gula yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan nanas dan pepaya, sehingga dengan penambahan
gula yang sama banyaknya, akan terbrntuk gula yang berbeda pada jeli
karena pengaruh gula dalam bahan dasarnya. Hal ini tentunya juga sangat
berpengaruh pada hasil olahannya.
Uji organoleptik pada mutu warna, diperoleh hasil warna dengan rata-rata
tertinggi adalah jeli pepaya, yaitu sebesa 2,2. Sedangkan yang terendah
diperoleh jeli labu siam dengan nilai 1,7. Warna yang ada pada jeli sangat
dipengaruhi oleh warna alami dari bahan dasar. Terlebih lagi, pada proses
pembuatan jeli pada praktikum ini, tidak digunakan pewarna tambahan.
Dari ketiga bahan dasar yang digunakan, pepaya memiliki warna yang
lebih dominan dibandingkan lainnya, yang tentunya berdasarkan penilaian
organoleptik dari 10 panelis. Secara alamiah, buah akan mengalami
perubahan warna sejalan dengan proses kematangan buah. Buah pepaya
yang pada saat mentah berwarna hijau, maka saat mengalami pematangan
yang sempurna, warnanya akan berubah menjadi orange yang lekat. Lain
halnya dengan labu siam yang hanya mengalami perubahan warna dari
hijau tua, saat muda menjadi hijau muda, sat buah sudah matang.
Rasa buah pada jeli yang dihasilkan juga memiliki nilai yang tidak begitu
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Karena dari hasil pengujian
organoleptik yang dilakukan. Jeli labu siam dengan jeli pepaya memiliki
nilai rata-rata yang sama, yaitu 2,7. Sedangkan nilai rata-rata tertinggi
diperoleh jeli nanas dengan selisih yang tidak begitu besar, yaitu 2,9. Rasa
buah yang dimaksudkan disini adalah rasa murni dari buah yang
digunakan. Nanas, yang kita kenal sebagai buah dengan rasa yang begitu
khas, lebih dikenal masyarakat. Selain itu, aroma nanas yang begitu harum
dapat merangsang panelis saat mencicipi jeli tersebut. Berbeda dengan
nanas, labu siam dan pepaya rasa buah aslinya kurang begitu spesifik,
sehingga panelis lebih cenderung menyukai nanas. Terlebih lagi, produk
jeli dari labu siam masih menyisakan aroma yang khas dari labu siam,
yaitu aroma langu, sehingga dapat mempengaruhi nilai yang diperoleh jeli
tersebut.
Beranjak pada aroma produk jeli yang dihasilkan. Seperti yang sudah
dikemukakan sebelumnya. Dari ketiga bahan dasar yang digunakan. Nanas
dan labu siamlah yang memiliki aroma paling khas. Walaupun terdapat
perbedaan deskripsi aroma pada keduanya. Nanas, memiliki aroma harum.
Sedangkan labu siam memiliki aroma langu. Pada pengujian
organoleptiknya sendiri, parameter yang digunakan bukanlahtingkat
keharumannya, tetapi kuat atau tidaaknya aroma tersebut pada jeli yang
dihasilkan. Jeli labu siam, memiliki nilai tertinggi pada pengujian ini, yaitu
dengan rata-rata sebesar 3,2. Berikutnya adalah nanas, dengan nilai rata-
rata sebesar 2,7. Yang terakhir adalah jeli pepaya dengan nlai rata-rata 1,7.
Pada praaktikum pembuatan jeli ini juga tidak ditambahkan essens
penambah aroma buah, sehingga aroma buah yang dihasilkan pada jeli
benar-benar murni dari aroma buah yang digunakan. Walaupun langu,
aroma pada buah labu siam memberikan rangsangan yang lebih kuat
kepada panelis, dari pada aroma buah nanas yang harum. Aroma buah
pepaya yang kurang khas mengakibatkan jeli yang dihasilkan juga
memiliki aroma yang kurang kuat. Hanya samar-samar saja.
Mutu lain yang terakhir dinilai adalah tingkat konsistensi dari jeli yang
dihasilkan. Nilai rata-rata yang dihasilkan, menunjukkan bahwa jeli
pepaya memiliki rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 3,1. Berikutnya adalah
jeli labu siam dengan nilai rata-rata sebesar 2,1 dan yang terakhir adalah
nanas dengan nilai rata-rata 1,1.
Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena
penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga
terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini
menangkap air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.
Kekentalan juga dipengaruhi oleh faktor gula, asam, dan air paada bahan
maupun selama proses pengolahan. Kadar gula yang tinggi mampu
mengikat air sehingga tekstur yang terbentuk semakin padat. Asam dan air
yang tinggi dapat menimbulkan hidrolisis pektin pada buah, sehingga jeli
yang dihasilkan dapat menjadi lembek. Pepaya dengan kadar gula yang
cukup tinggi mampu membentuk tekstur yang kuat. Dan pada labu siam
walaupun kadar gula terbilang rendah, tetapi kadar air dari labu siam lebih
rendah dari pada nanas, sehingga lebih mempu memberikan efek konsisten
yang lebih tinggi. Rendahnya nilai rata-rata pada jeli nanas, dapat
dipengruhi oleh faktor keasaman dan kadar airnya. Pada selai nanas, kedua
faktor tersebut memiliki nilai yang tinggi, sehingg menghasilkan jeli yang
lebih lembek dibandingkan dengan produk jeli lainnya.
Tingkat konsistensi juga dipengaruhi oleh pemberian karagenan pada
ketiga jeli, sehingga memberikan hasil yang lebih baik, dari pada tanpa
pemberian karagenan.
V. Penutup
A. Kesimpulan
Jam dengan translusensi terbaik adalah jam pepaya dengan nilai rata-
rata 2,8. Pada produk jeli, jeli pepaya juga memiliki nilai translusensi
yang lebih tinggi yaitu 2,1.
Jam dengan kohesiveness terbaik adalah jam pepaya dengan nilai
rata-rata 3,2. Pada produk jeli, jeli labu siam memiliki nilai
kohesiveness yang lebih tinggi yaitu 3,4.
Jam dengan warna terbaik adalah jam labu siam dengan nilai rata-
rata 2,7. Pada produk jeli, jeli pepaya memiliki warna lebih tinggi
yaitu 2,2.
Jam dengan rasa buah terbaik adalah jam labu siam dengan nilai
rata-rata 2,5. Pada produk jeli, jeli nanas memiliki rasa yang lebih
kuat yaitu 2,7.
Jam dengan konsistensi terbaik adalah jam pepaya dengan nilai rata-
rata 2,5. Pada produk jeli, jeli pepaya juga memiliki nilai konsistensi
yang lebih tinggi yaitu 3,1.
Jam dengan aroma terkuat adalah jam labu siam dengan nilai rata-
rata 2,7. Pada produk jeli, jeli labu siam juga memiliki nilai aroma
terkuat yaitu 3,2.
Pada mutu daya oles, jam daari bahan dasar nanas memiliki
kemampuan daya oles yang lebih tinggi dari pada produk jam
lainnya.
B. Saran
Penambahan asam, gula, air, dan karagenan harus disesuaikan
dengan jumlah bahan dasar yang digunakan.
Saat pemasakan, pengadukan harus benar-benar diperhatikan untuk
menghindari terjadinya penjendalan pada produk.
Daftar Pustaka
Astriyani, Yustina.2005.Studi Eksperimen Pembuatan Selai Labu Siam (Sechium edule) dengan Perlakuan Awal Blanching. Skripsi. S1 PKKKonsentrasi Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Buckle, K.A., et al. 1985. Ilmu Pangan. Hari Purnomo, Adiono, penerjemah. Universitas Indonesia Press. Terjemahaan dari: Food Science. Jakarta.
Cahyadi, W.. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.
Departemen kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara. Jakarta.
Direktorat Gizi, Depkes RI. 1992. Kandungan Gizi Buah Pepaya.
Fachruddin. 1998. Membuat Aneka Manisan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Fatonah, Wida. 2002. Optimasi Selai dengan Bahan Baku Ubi Jalar Cilembu [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lies, M. Suprapti. 2005. Aneka Olahan Beligu dan Labu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Margono, Tri. 2000. Selai dan Jeli. P. T. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Noerhartati, Endang, dkk. 2000. Pembuatan Selai Salak (Salacca Edulis Reinw):Kajian dari Penambahan Natrium Benzoat dan Gula yang Tepat Terhadap Mutu Selai Salak Selama Penyimpanan. Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya.
Ropiani. 2006. Skripsi Karakterisasi Fisik dan pH Selai Buah Pepay Bangkok. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekarto, Soewarto T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Syahrumsyah, Hudaida, dkk. 2010. Pengaruh Penambahan Karboksil Metil Selulosa (CMC) dan Tingkat Kematangan Buah Nanas Terhadap Mutu Selai Nanas. Universitas Mulawarman. Samarinda.
Winarno, F.G.. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.