27
1 PENGUJIAN PENGARUH BLEACHING TERHADAP KERTAS DI ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 43 tentang Kearsipan memberikan amanat kepada lembaga kearsipan baik lembaga kearsipan nasional maupun lembaga kearsipan daerah dan perguruan tinggi negeri untuk melakukan preservasi arsip statis sehingga keselamatan dan kelestarian arsip tetap terjaga. Kegiatan preservasi ini merupakan sebuah upaya untuk meminimalkan kerusakan yang pasti akan terjadi pada bahan penyusun arsip statis. Kegiatan preservasi dilakukan melalui tindakan pencegahan dan perbaikan. Tindakan perbaikan atau kuratif merupakan tindakan yang bersifat perbaikan/perawatan terhadap arsip yang mulai/sudah rusak atau kondisinya memburuk, sehingga dapat memperpanjang usia arsip. Bleaching merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan noda dan warna kuning kecoklatan yang terjadi karena pengaruh faktor kimia, biota, dan kelembaban udara (Henry et al, 1989). Istilah bleaching tidak begitu dikenal di dunia kearsipan tetapi istilah ini lebih dikenal di perpustakaan karena kegiatan bleaching banyak dilakukan untuk memperbaiki bahan pustaka. Pada tahun anggaran 2014 ini, Subdit Instalasi Laboratorium melakukan Pengujian Arsip dan Bahan Kearsipan. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah Pengujian Pengaruh Bleaching terhadap Kertas. Dalam melakukan restorasi harus memperhatikan pengaruh penggunaan bahan kimia yang digunakan untuk memperbaiki fisik arsip, sehingga diusahakan tidak merusak kertas diantaranya bahan kimia yang digunakan adalah bahan kimia untuk bleaching/pemutih. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengujian untuk melihat sejauh mana efek bleaching ini terhadap arsip kertas. Pengujian ini tidak dapat dilakukan langsung terhadap arsip dikarenakan arsip tidak boleh dirusak sehingga pengujian dilakukan terhadap kertas sebagai bahan penyusun arsip.

Laporan Pengujian Identifikasi Kondisi Keasaman Pada Arsip Film

Embed Size (px)

Citation preview

1

PENGUJIAN PENGARUH BLEACHING TERHADAP KERTAS DI ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

TAHUN 2014

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang No. 43 tentang Kearsipan memberikan amanat kepada

lembaga kearsipan baik lembaga kearsipan nasional maupun lembaga kearsipan

daerah dan perguruan tinggi negeri untuk melakukan preservasi arsip statis

sehingga keselamatan dan kelestarian arsip tetap terjaga. Kegiatan preservasi ini

merupakan sebuah upaya untuk meminimalkan kerusakan yang pasti akan

terjadi pada bahan penyusun arsip statis. Kegiatan preservasi dilakukan melalui

tindakan pencegahan dan perbaikan. Tindakan perbaikan atau kuratif merupakan

tindakan yang bersifat perbaikan/perawatan terhadap arsip yang mulai/sudah rusak

atau kondisinya memburuk, sehingga dapat memperpanjang usia arsip.

Bleaching merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan noda dan

warna kuning kecoklatan yang terjadi karena pengaruh faktor kimia, biota, dan

kelembaban udara (Henry et al, 1989). Istilah bleaching tidak begitu dikenal di

dunia kearsipan tetapi istilah ini lebih dikenal di perpustakaan karena kegiatan

bleaching banyak dilakukan untuk memperbaiki bahan pustaka.

Pada tahun anggaran 2014 ini, Subdit Instalasi Laboratorium

melakukan Pengujian Arsip dan Bahan Kearsipan. Salah satu pengujian yang

dilakukan adalah Pengujian Pengaruh Bleaching terhadap Kertas. Dalam

melakukan restorasi harus memperhatikan pengaruh penggunaan bahan kimia

yang digunakan untuk memperbaiki fisik arsip, sehingga diusahakan tidak

merusak kertas diantaranya bahan kimia yang digunakan adalah bahan kimia

untuk bleaching/pemutih. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengujian untuk

melihat sejauh mana efek bleaching ini terhadap arsip kertas. Pengujian ini tidak

dapat dilakukan langsung terhadap arsip dikarenakan arsip tidak boleh dirusak

sehingga pengujian dilakukan terhadap kertas sebagai bahan penyusun arsip.

2

B. Dasar Pelaksanaan

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

3. Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 03

Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Arsip Nasional

Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dua kali terakhir

dengan Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor

05 Tahun 2010.

4. Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2005 tentang Penyempurnaan Pedoman Penyusunan

Penyajian Laporan di Lingkungan Arsip Nasional Republik

Indonesia.

5. Surat Perintah Direktur Preservasi Arsip Nomor: KN

04.03/551/2014 tanggal 8 April 2014 tentang pelaksanaan Magang

Proses Bleaching.

C. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dilaksanakannya kegiatan Pengujian Pengaruh Bleaching

terhadap Kertas adalah untuk mengetahui pengaruh bahan-bahan kimia

yang digunakan dalam bleaching terhadap perubahan sifat kimia dan fisik

kertas dengan parameter pengamatan visual, pH, ketahanan sobek, dan

ketahanan lipat.

Adapun sasarannya adalah dengan diketahuinya pengaruh bleaching

terhadap kertas maka akan dapat digunakan sebagai acuan untuk

menentukan apakah kegiatan bleaching dapat dilakukan terhadap arsip atau

tidak. Selain itu adalah untuk menjamin keselamatan arsip sebagai bukti

pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

3

D. Ruang Lingkup

1. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan kegiatan dilakukan selama 9 bulan, dari bulan April

hingga Desember 2014 di Subdit. Instalasi Laboratorium dan Subdit.

Restorasi Arsip.

2. Pelaksana

Pelaksana keanggotaan tim kerja pengujian adalah :

1) Yanah Suryanah : Ketua (Kasubdit Instalasi Laboratorium)

2) Sari Hasanah : Koordinator (Peneliti)

3) Roby Syafurjaya : Anggota (Analis Laboratorium)

4) Sugiyo : Anggota (Arsiparis)

5) Isro Aliudin : Anggota (Penata Restorasi Arkon)

3. Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan ini meliputi : magang di Perpustakaan Nasional RI

(PNRI) dan pengujian pengaruh bleaching terhadap kertas di Arsip

Nasional RI (ANRI).

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Bleaching

Bleaching telah lama digunakan selama bertahun-tahun untuk

menghilangkan noda. Proses ini berbahaya bagi kertas jika klorin atau bahan

pemutih lainnya tidak dihilangkan sepenuhnya. Selain berbahaya bagi kertas

bleaching juga dapat merusak tinta tulisan. Proses ini tidak menambah

kekuatan kertas tetapi hanya memperbaiki penampilan kertas (Hummel, JR.

dan Barrow).

Menurut Henry et al, 1989 tujuan kegiatan bleaching adalah untuk

menghilangkan noda dan warna kuning kecoklatan yang terjadi karena

pengaruh faktor kimia, biota dan kelembaban udara. Terdapat beberapa bahan

kimia yang digunakan dalam proses bleaching (Henry et al, 1989), yaitu:

4

1. Bahan pemutih pengoksidasi

Bahan pemutih pengoksidasi adalah bahan kimia yang dapat meningkatkan

keadaan oksidasi zat warna/stain dan penyangga sehingga meningkatkan

kelarutan zat warna dan mengurangi intensitas warna. Tingkat keasaman

dari pemutih memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses kerja

dan juga terhadap efek fisik dan kimia perlakuan terhadap objek.

Contoh bahan kimia yang termasuk bahan pemutih pengoksidasi adalah :

- Hidrogen peroksida

- Hipoklorit (kalsium dan natrium hipoklorit)

- Kloramin-T

- Klorindioksida

- Kalium permanganat

2. Anti klor (disebut juga eliminator pemutih)

Anti klor merupakan istilah yang diaplikasikan untuk bahan kimia yang

biasanya digunakan untuk menghilangkan bahan pemutih setelah

perlakuan. Biasanya merupakan agen pereduksi dan digunakan hanya

dengan bahan pemutih pengoksidasi. Contoh bahan kimia yang termasuk

anti klor adalah :

- Borohidrat

- Natrium formaldehid sulfoxylat

- Natrium sulfit

- Natrium tiosulfat

3. Bahan pemutih pereduksi

Bahan pereduksi bekerja dengan cara mengurangi noda secara kimia

dan/atau oksidasi pada selulosa sehingga membuatnya menjadi berkurang

warnanya dan/atau menambah kelarutan.

Contoh bahan kimia yang termasuk bahan pemutih pereduksi adalah :

- Borohidrat (natrium borohidrat, tetrametil amonium borohidrat,

tetraetil amonium borohidrat)

- Natrium ditionit

- Kloramin-T

5

- Klorin dioksida

- Kalium permanganat

4. Cahaya

- Cahaya alami

Digunakan untuk bleaching kertas di abad 18 dan abad 19. Perlakuan

dapat dilakukan secara aqueous dan non-aqueous. Dalam perlakuan,

digunakan filter ultraviolet. Dapat digunakan untuk berbagai jenis

stain.

- Cahaya buatan

Cahaya meliputi GE spectra tubes (40-100 watts), sylvania cool light,

Norelco daylight; tungsten dan sumber halogen.

Bahan kimia yang digunakan untuk bleaching kertas adalah

chloramine T, sodium chloride-chlorine, kalium permanganat, hipoklorit dan

hidrogen peroksida. Dalam proses pembuatan kertas, untuk menghilangkan

bahan-bahan berwarna yang tidak diinginkan, maka bubur kertas dimurnikan

dahulu dengan hipoklorit, klordioksida, dan hidrogen peroksida.

Adapun bahan kimia pemutih yang biasa digunakan dalam konservasi

tekstil adalah :

1. Klorida: kalsium hipoklorit/natrium hipoklorit

2. Hipoklorit telah lama digunakan sebagai pemutih sejak tahun 1700an.

Hipoklorit temasuk bahan pemutih pengoksidasi. Bahan ini jarang

digunakan dan jika digunakan untuk konservasi tekstil. Klorit merupakan

komponen favorit yang digunakan secara komersial karena bekerja secara

cepat dan memberikan warna putih yang sangat cerah. Bahan kimia ini

dapat bereaksi dengan senyawa fenol yang sering ditemukan di dye.

3. Peroksida : hidrogen peroksida, natrium perborat

Peroksida merupakan bahan pemutih pengoksidasi. Radikal bebas yang ada

di molekul cenderung untuk mengoksidasi grup karbonil yang berwarna

menjadi grup karboksil yang transparan. Mekanisme radikal ini adalah

salah satu reaksi utama yang ditemukan di degradasi tekstil sehingga

peroksida berbahaya bagi tekstil. Kelebihan dalam menggunakan peroksida

6

adalah mudah cepat menguap sehingga pada umumnya tidak meninggalkan

residu. Kekurangannya adalah diantaranya bersifat eksplosif sehingga

memerlukan penanganan yang hati-hati.

4. Sulfit : natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium tiosulfat, natrium

ditionit (hidrosulfit)

Natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium tiosulfat adalah bahan

pemutih pereduksi. Bahan kimia ini susah dihilangkan dalam serat. Bahan

ini jarang digunakan dalam konservasi tekstil.

5. Cahaya Ultraviolet

Cahaya khususnya ultra violet dengan panjang gelombang yang panjang

merupakan sumber energi yang sangat kuat. Energi ini adalah sumber

utama kerusakan kain.

B. Kertas

Kertas dapat dibuat dari serat hewan (wol, bulu binatang, rambut,

sutra), serat mineral (asbestos), sintetik (rayon, nilon, glass) dan bahkan

keramik, stainless steel, dan bahan metal lainnya, tetapi normalnya dibuat dari

serat tanaman (cotton, esparto, jerami, kayu, flax, rami/hemp, bamboo, goni/jute

dan banyak lainnya). Sel serat tanaman kaya akan selulosa yang merupakan

komposisi utama kertas. Selulosa, senyawa berwarna putih yang tidak larut

dalam air dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi, terdiri dari hidrogen,

karbon, dan oksigen. Komposisi lain dari serat tanaman adalah gula, starch,

karbohidrat dan lignin. Lignin, asam organik yang sangat komplek yang

mengelilingi dan mengisi serat di beberapa tanaman, mudah diserang oleh

bahan pengoksidasi. Sifat lignin ini mempengaruhi industri pembuatan kertas

dan sudut pandang konservasi.

Serat-serat yang berasal dari kayu, esparto, merang mengandung zat-

zat lain selain selulosa seperti lignin dan wax, oleh karena itu memerlukan

proses kimia untuk memurnikannya. Proses tersebut menghasilkan serat yang

jauh lebih pendek dari pada serat kapas dan linen, tetapi cukup panjang untuk

membuat kertas. Lignin yang tidak dihilangkan dalam proses pembuatan

kertas, mengakibatkan kertas menjadi coklat dan merupakan sumber keasaman

7

pada kertas. Dengan adanya lignin ini industri pembuatan pembuatan kertas

melakukan proses pemutihan bubur kertas menggunakan kimia pemutih atau

bleach, yang tujuan utamanya khusus untuk membuat kertas cetak atau kertas

budaya (http://kertas grafis.com, 2005).

Kekuatan dari lembaran kertas ditentukan oleh kekuatan seratnya dan

tingkat fabrilation (penenunan). Serat selulosa di kertas dapat terkena

kerusakan karena proses oksidasi, asam, basa, dan paparan cahaya baik

matahari atau buatan (Cunha, 1971). Kerusakan ini akan menyebabkan

perubahan kimia dan fisik yang tidak hanya mempengaruhi karakter kertas

tetapi juga proses penuaan/aging. Selulosa murni lebih stabil dari bahan yang

tidak murni.

III PELAKSANAAN

A. Magang di Perpustakaan Nasional RI

Dalam rangka peningkatan kualitas preservasi arsip dan penyediaan

sumber daya di bidang pengujian laboratorium ANRI mengadakan

Magang Proses Bleaching pada instansi yang sudah rutin melakukan

bleaching yaitu Perpustakaan Nasional RI. Dengan adanya magang ini

merupakan input bagi laboratorium ANRI dalam melaksanakan Pengujian

Pengaruh Bleaching terhadap Kertas.

Terdapat dua metode yang digunakan dalam proses bleaching di

Perpustakaan Nasional yaitu menggunakan kalium permanganat-asam

oksalat dan kalium permanganat-kalium disulfit. Kalium disulfit jarang

digunakan karena dalam penggunaannya menimbulkan bau yang bisa

mengganggu kesehatan dan bahan kimia ini sifatnya lebih keras

dibandingkan oksalat (daya bleachingnya lebih kuat).

Proses bleaching dilakukan secara rutin terhadap koleksi bahan

pustaka seperti buku langka, peta, gambar (litograf dan litokram), majalah

langka (sekarang tidak dilakukan karena rapuh). Koran tidak dilakukan

bleaching. Tujuan dilaksanakan bleaching adalah untuk menghilangkan

noda sehingga noda tidak menyebar lagi dan alasan estetika. Bahan

8

pustaka akan menjadi terlihat lebih cerah dan tidak berwarna coklat

setelah dilakukan bleaching.

Bleaching ini harus dilaksanakan oleh personel yang ahli karena

resiko yang ditimbulkan akibat bleaching ini sangat besar. Resiko-resiko

yang mungkin terjadi adalah kertas menjadi rapuh, timbulnya gelombang

pada kertas karena struktur selulosa yang hancur, pemudaran gambar,

tulisan hilang sehingga informasi tidak terbaca. Gambar 1. menunjukkan

resiko yang terjadi akibat bleaching yaitu informasi yang hilang pada

sebagian tulisan di kertas. Resiko bleaching juga dapat dilihat dari Gambar

2. yaitu terjadi pemudaran warna dari gambar.

Gambar 1. Informasi yang hilang akibat bleaching

.

9

Gambar 2. Pemudaran gambar akibat bleaching

Bleaching tidak bisa dilakukan terhadap bahan pustaka yang luntur

terhadap air. Tulisan yang mengandung stempel tidak bisa dilakukan

bleaching karena bisa hilang. Selain itu, bahan pustaka yang sudah rapuh

tidak bisa dilakukan bleaching.

B. Pengujian Pengaruh Bleaching di Arsip Nasional RI

1. Metode Pengujian

a. Jenis-jenis Pengujian

1) Pengamatan Kondisi Fisik Secara Visual

Pengamatan dilakukan dengan melihat kondisi fisik secara visual

seperti warna dan bentuk kertas.

2) Pengujian ketahanan sobek

Ketahanan sobek adalah gaya dalam gram gaya (gf) atau milinewton

(mN) yang diperlukan untuk menyobek kertas pada kondisi standar.

Pengujian dilakukan sesuai dengan SNI 14 – 0436 – 1989.

10

3) Pengujian ketahanan lipat

Ketahanan lipat adalah angka yang menunjukkan berapa kali kertas

tersebut dapat dilipat sampai putus pada kondisi standar. Pengujian

dilakukan sesuai dengan SNI 14 – 0491 – 1989.

4) Pengujian pH

pH dari kertas adalah konsentrasi ion hidrogen dalam larutan

ekstrak kertas diukur pada kondisi standar. Pengujian dilakukan

dengan metode ekstraksi. Pengujian dilakukan sesuai dengan SNI

14–4735-1998.

b. Peralatan dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:

- MIT folding endurance tester

- Elmendorf tearing tester

- pH meter Horiba

- Tabung Gas

- Peralatan gelas

- Bak perendam

2) Bahan

- Sampel kertas terdiri dari

HVS 70 g

HVS 80 g

Conqueror 100 g

HVS 100 g

Kertas arsip

- Kalium permanganat

- Asam oksalat

- Magnesium karbonat

- Gas CO2

11

c. Cara Kerja

1) Sampel kertas diletakan di atas streaming (bentuk sandwich)

kemudian dibasahi dengan air dalam bak perendam 1.

2) Timbang 40 g KMNO4 kemudian larutkan dengan sedikit air panas

dalam gelas piala.

3) Masukkan kalium permanganat ke dalam bak perendam 2 yang

telah diisi dengan air dingin. Volume air yang digunakan adalah 4

liter.

4) Kertas kemudian direndam di larutan KMNO4 selama 15 menit.

5) Timbang asam oksalat 400 g masukan ke dalam bak 3, aliri dengan

air dan diaduk. Volume air yang digunakan adalah 4 liter.

6) Setelah direndam di larutan KMNO4, kertas direndam di larutan

asam oksalat selama 15 menit.

7) Setelah perendaman, kertas dipindahkan ke bak 1 untuk direndam

dalam air selama 1 jam.

8) Timbang Magnesium karbonat sebanyak 49 g, masukan kedalam

tabung yang sudah diisi aquadest 20 L.

9) Alirkan gas CO2 dengan kecepatan sedang ke dalam tabung selama

1 jam hingga terbentuk larutan deasidifikasi secara sempurna.

10) Rendam kertas dengan larutan deasidifikasi selama 1 jam.

11) Angkat kertas kemudian keringanginkan selama 1 hari.

12) Setelah kering, kertas kemudian diuji dengan parameter ketahanan

sobek, ketahanan lipat, dan pH .

12

2. Hasil Pengujian

a. Kondisi Ruang Pengujian

Pengukuran kondisi suhu dan kelembaban ruangan pengujian di

laboratorium Arsip Nasional RI adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kondisi Ruangan Pengujian

No Parameter Ruang Pengujian Standar Keterangan

1. Suhu (ºC) 23,9-24,3 23±1 Tanggal

pemeriksaan 12-14

Mei 2014 2. Kelembaban (%) 52 50±2

Keterangan : * Berdasarkan SNI 14-0402-1999 tentang Kondisi Ruang dan Pengkondisian Lembaran Pulp, Kertas dan Karton Untuk Pengujian

Data pada Tabel 1 menunjukan bahwa kondisi suhu dan kelembaban

ruang pengujian sudah sesuai dengan persyaratan kondisi ruang untuk

pengujian lembaran pulp, kertas dan karton. SNI 14-0402-199 mengatur

mengenai kondisi ruang pengujian dan mensyaratkan bahwa ukuran panas

udara yang dinyatakan dalam derajat Celcius adalah sebesar 23±1 (ºC).

Adapun standar kelembaban ruangan pengujian menurut SNI tersebut

sebesar 50±2 %. Kelembaban relatif (RH) ini merupakan perbandingan

antara kandungan uap air dalam udara pada suhu dan tekanan tertentu

dengan kandungan uap air jenuh pada suhu dan tekanan tertentu. Jika

kondisi ruang sesuai standar tersebut sulit dicapai diperkenankan

menggunakan kondisi ruang pengujian dengan suhu 27±1 (ºC) dan RH

65±2 %.

13

b. Pengamatan Kondisi Fisik Kertas Hasil Bleaching

Hasil pengamatan kondisi fisik kertas setelah dilakukan bleaching

dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 2. Pengamatan Kondisi Fisik Kertas Hasil Bleaching

No Sampel Warna Awal Warna Hasil

Bleaching 1 Conqueror 100 g Putih Krem Krem

2 HVS 100 g Putih Krem

3 HVS 80 g Putih Krem

4 HVS 70 g Putih Krem

5. Arsip 1 (th 1721) Coklat Putih

6. Arsip 2 (tanpa tahun) Coklat Putih

Pengamatan sesuai Tabel 2. dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3. Kertas Conqueror

Sesudah

Sebelum

14

Gambar 4. Kertas HVS 100 g

Gambar 3, 4, 5 dan gambar 6 merupakan kertas conqueror 100 g,

HVS 100 g, HVS 80 g, HVS 70 g yang dilakukan bleaching. Bagian atas

merupakan kertas hasil bleaching sedangkan bagian bawah merupakan

kertas mula-mula sebelum dilakukan bleaching. Kertas conqueror dan HVS

yang digunakan merupakan kertas yang masih baru dan berwarna putih.

Dari gambar dapat dilihat warna kertas hasil bleaching tidak lebih putih

dibandingkan kertas awal. Hal ini dikarenakan bahan kimia dari larutan

bleaching berwarna sehingga menyebabkan warna putih dari kertas menjadi

lebih buram/gelap.

Gambar 5. Kertas HVS 80 g

Sesudah

Sebelum

Sesudah

Sebelum

15

Gambar 6. Kertas HVS 70 G

Dari hasil pengujian yang dilakukan ini dapat disimpulkan bahwa

bleaching pada bahan kertas yang secara kasa mata masih berwarna putih

tidak perlu dilakukan karena hanya akan menyebabkan perubahan warna

semakin gelap dari warna semula. Tetapi dalam pengujian ini sengaja

dilakukan karena bukan hanya untuk melihat perubahan warna tetapi juga

perubahan secara fisik dan kimia. Adapun bleaching pada kertas arsip dapat

dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 7. Kertas Arsip tahun 1721

Sebelum

Sesudah

Sebelum

Sesudah

Setelah bleaching

- Warna coklat kertas

arsip berubah

menjadi putih

- Bercak coklat hilang

- Kertas menjadi rapuh

- Kertas menjadi sobek

16

Gambar 8. Kertas Arsip

Gambar 7. dan 8. merupakan kertas arsip yang dilakukan bleaching.

Bagian atas merupakan kertas hasil bleaching sedangkan bagian bawah

merupakan kertas mula-mula sebelum dilakukan bleaching. Dari gambar

dapat dilihat warna kertas hasil bleaching lebih putih dibandikan kertas

awal. Hal ini menunjukan bleaching dapat memperbaiki penampilan fisik

kertas. Kertas arsip yang dijadikan sampel adalah kertas arsip tahun 1721

yang telah berusia hampir 300 tahun. Kertas ini sudah berusia sangat lama

sehingga sudah berwarna coklat. Dengan dilakukan bleaching, selain warna

arsip yang menjadi putih juga ditemui noda-noda hitam yang ada di kertas

arsip juga memudar warnanya sehingga memperbaiki penampilan kertas

arsip.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hoffman dkk (1991),

efek dari bleaching menggunakan kalium permanganat adalah timbulnya

bercak noda hitam yang diduga merupakan residu mangan. Menurut

Bishop Museum (1996), bleaching bisa menyebabkan sistem menjadi tidak

stabil yang akan menyebabkan reaksi selanjutnya yang biasanya

membentuk senyawa berwarna lagi, hal ini disebut reversion.

Dalam pengujian ini, bahan kimia yang digunakan adalah kalium

permanganat dan asam oksalat sesuai dengan proses bleaching yang

dilakukan di Perpustakaan Nasiona RI. Kalium permanganat adalah

oksidator kuat dengan rumus KMNO4. Ia merupakan suatu pereaksi yang

mudah diperoleh dan tidak mahal. Adapun Asam oksalat merupakan

senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam

Sebelum

Sesudah

Setelah bleaching

- Warna coklat kertas

arsip berubah

menjadi putih

- Bercak coklat hilang

- Kertas menjadi

rapuh

- Kertas menjadi

sobek

17

etanadioat. Senyawa ini merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000

kali lebih kuat daripada asam asetat. Anionnya yang dikenal sebagai

oksalat merupakan agen pereduktor.

Reaksi yang terjadi antara kalium permanganat dan asam oksalat adalah

sebagai berikut (Ardila, 2011):

5C2O42-

(L) + 2MnO4

- (L) + 16 H+ 10CO2 (L) +8H2O(L) + 2Mn2+

Staining merupakan masalah yang sering ditemui dalam konservasi

arsip. Stain/noda merupakan area yang telah berubah warnanya secara

kontras. Serat alam merupakan bahan yang mudah menyerap zat lain.

Menurut Bishop Museum (1996), bleaching tidak menghilangkan noda. Zat

yang menyebabkan warna noda hanya diubah sehingga warna noda

menjadi berkurang atau tidak terlihat.

Beberapa struktur molekul atau fenomena fisik menyebabkan serat

menjadi lebih berwarna atau menjadi gelap. Struktur molekul yang bersifat

tidak jenuh (ikatan rangkap/double) seperti fenol dan karbonil, menggeser

penyerapan cahaya dari range/rentang invisible atau UV menjadi rentang

visible. Dengan memotong sistem ikatan rangkap, senyawa berwarna

menjadi berkurang warnanya contoh nodanya menjadi tidak terlihat. Hal

ini dapat dilakukan dengan memecah atau membuat jenuh ikatan rangkap.

Golongan karbonil dapat direduksi menjadi alkohol atau dioksidasi menjadi

asam karboksilat, keduanya senyawa yang kurang berwarna. Oksidasi

seringkali menyebabkan hilangnya warna asal karena adanya sistem

unconjugated dan juga menyebabkan sistem yang tidak stabil. Ini artinya

noda akan hilang tetapi kadang-kadang sistem yang tidak stabil akan

menyebabkan reaksi selanjutnya yang biasanya membentuk senyawa

berwarna lagi.

Jika dibandingkan dengan bahan pemutih lainnya seperti natrium

borohidrat, kalsium hipoklorit, hidrogen peroksida, bleaching menggunakan

kalium permanganat menunjukkan tingkat kestabilan warna yang paling

rendah setelah dilakukan aging (Hoffman dkk (1991). Setelah dilakukan

aging, timbul bercak noda hitam yang mungkin merupakan residu mangan.

18

Dengan adanya noda yang timbul ini menunjukkan bahwa beaching

menimbulkan resiko timbulnya noda selanjutnya.

Dalam pengujian ini, terjadi resiko-resiko yang terjadi diantaranya

kertas arsip menjadi sobek setelah dilakukan bleaching (Gambar 7 dan 8.).

Hal ini dikarenakan kertas sudah tua sehingga rapuh. Walaupun sudah

dilakukan secara hati-hati, kemungkinan sobek dari kertas masih tetap ada

karena tergantung kondisi arsip sehingga dalam bleaching perlu

mempertimbangkan kondisi dari kertas apakah rapuh atau tidak. Diketahui,

banyak arsip-arsip yang disimpan lama sudah bersifat rapuh walaupun

penampilan fisik terlihat lebih kuat. Tapi jika dilakukan sedikit tekanan,

akan mudah sobek. Resiko timbulnya lubang akibat bleaching sangat

membahayakan arsip karena informasi penting yang terkandung dalam

arsip bisa hilang.

Resiko lainnya yang ditemui adalah tidak meratanya warna hasil

bleaching dan timbulnya kerutan-kerutan. Walaupun sudah menggunakan

streaming/alas dan dilakukan perendaman lembar demi lembar dan satu

persatu, resiko tidak meratanya warna putih/timbul belang tetap ada.

Gambar 9. Pewarnaan yang tidak merata pada kertas hasil bleaching

Gambar 10. Bercak-bercak putih pada kertas hasil bleaching

Setelah bleaching

- Timbul warna coklat pada area tertentu

- Warna putih kertas tidak merata

- Timbul kerutan

Setelah bleaching

- Warna putih kertas tidak merata

- Timbul bercak putih

19

Gambar 9. menunjukkan kertas hasil bleaching yang mengalami

pewarnaan tidak merata yaitu ada bagian-bagian tertentu yang lebih gelap

dari daerah sekitarnya dan timbulnya kerutan-kerutan. Adapun Gambar 10

menunjukkan kertas hasil bleaching yang belang yaitu adanya bercak yang

lebih putih di area sekitarnya. Hal ini mungkin disebabkan ada bagian dari

kertas yang tidak terendam bahan kimia dengan sempurna dan proses

pengeringan yang tidak maksimal. Oleh karena itu, proses bleaching sangat

membutuhkan konservator yang terlatih dan berpengalaman serta telah

menguasai teknik bleaching dengan baik.

c. Pengujian pH (Keasaman) Kertas Hasil Bleaching

Hasil pengujian pH kertas hasil bleaching adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil Pengujian pH (Keasaman)

No Sampel pH Awal pH Hasil Bleaching

Penurunan pH

1 Conqueror 100 g 9,14 8,52 0.62

2 HVS 100 g 9,20 8,19 1,01

3 HVS 80 g 8,68 8,55 0,13

4 HVS 70 g 8,76 8,22 0,54

Tingkat keasaman kertas sebelum dilakukan bleaching berkisar antara

8,68-9,20. Berdasarkan Tabel 3. di atas dapat dilihat bahwa kisaran pH

hasil bleaching semuanya bersifat basa yaitu berkisar 8,19 – 8,55. Dari hasil

pengujian tingkat keasaman ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan pH

dan rata-rata penurunannya tidak melebihi satu skala. Diketahui bahwa

proses bleaching bersifat asam karena perendaman menggunakan asam

oksalat dan ini sangat berbahaya bagi arsip. Berdasarrkan pengukuran

menggunakan indikator universal diketahui pH larutan bleaching 0-1.

Dalam pengujian ini, setelah dilakukan perendaman dengan larutan

bleaching dilakukan proses deasidifikasi. Proses deasidifikasi memegang

peranan penting di sini dalam menurunkan asam hingga kertas kembali

bersifat basa. Selain deasidifikasi, proses pencucian/pembilasan

menggunakan air suling yang dilakukan juga memegang peranan dalam

20

mempengaruhi pH. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Hofmann et al. (1991) menunjukkan bahwa proses pencucian dan

deasidifikasi dapat memperbaiki pH kertas yang telah di bleaching.

Kandungan asam di dalam kertas dapat mempercepat reaksi

hidrolisis sehingga mempercepat kerusakan kertas. Hidrolisis merupakan

suatu reaksi yang terjadi karena adanya air. Reaksi tersebut menyebabkan

putusnya rantai polimer serat selulosa membentuk unit-unit yang lebih

kecil dan molekul air. Sifat asam dapat dengan mudah berpindah sehingga

jika terjadi kontak langsung antara arsip yang bersifat asam akan menulari

arsip yang dalam keadaan baik. Kertas hasil bleaching harus segera

dihilangkan asamnya melalui proses deasidifikasi. Deasidifikasi adalah cara

menetralkan asam yang sedang merusak kertas dan memberi bahan

penahan (buffer) untuk melindungi kertas dari pengaruh asam dari luar.

d. Pengujian Ketahanan Sobek

Hasil pengujian ketahanan sobek kertas hasil bleaching adalah sebagai

berikut :

Tabel 4. Hasil Pengujian Ketahanan Sobek

No Sampel Ketahanan Sobek (mN) Persentase

Penurunan (%) Awal

Hasil Bleaching

1 Conqueror 100 g MD=1000 CD=1013

MD=704 CD=752

MD=29,6 CD=25,8

2 HVS 100 g MD=680 CD=760

MD=424 CD=506

MD=37,7 CD=33,4

3 HVS 80 g MD=693 CD=700

MD=464 CD=493

MD=33,0 CD=29,6

4 HVS 70 g MD=560 CD=720

MD=430 CD=480

MD=23,2 CD=33,3

Berdasarkan Tabel 4. di atas dapat dilihat bahwa kekuatan fisik

kertas yaitu ketahanan sobek mengalami penurunan setelah dilakukan

proses bleaching. Penurunan kekuatan berdasarkan hasil pengujian ini

beragam yaitu 23,2 - 37,7 % dari kekuatan awal. Hal ini terjadi pada semua

jenis kertas yang diuji baik dari gramatur yang tertinggi yaitu 100 g

21

hingga gramatur 70 gram. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa

proses bleaching akan menyebabkan penurunan kualitas kekuatan kertas

dalam hal ini kekuatan sobek. Diketahui serat selulosa di kertas dapat

terkena kerusakan karena proses oksidasi, asam, basa, dan paparan cahaya

baik matahari atau buatan. Dalam bleaching digunakan larutan yang

bersifat asam yang membahayakan kekuatan serat di dalam kertas.

Menurut Cunha (1971), serat selulosa dapat rusak karena adanya asam

sehingga menyebabkan perubahan fisik dan kimia yang tidak hanya

mempengaruhi karakteristik kertas tapi juga proses aging.

Dalam tekstil, bleaching tidak dianjurkan untuk dilakukan pada tekstil

yang diharapkan memiliki stabilitas jangka panjang. Proses bleaching

bertentangan dengan prinsip dasar konservasi yaitu stabilisasi dan

pelestarian karena biasanya melemahkan struktur serat (Bishop Museum,

1996). Bleaching untuk alasan kosmetik bisa dilakukan untuk klien swasta

atau untuk display museum. Keputusan untuk melakukan bleaching

merupakan keputusan bersama antara kurator/pemilik dan konservator.

Kurator dapat mempertimbangkan melakukan bleaching dengan

mempertimbangan fungsi dari tekstil, nilai kesejarahan, nilai

interpretasinya. Konservator mempertimbangkan kondisi fisik dari tekstil

dan kemungkinan keberhasilan atau kegagalan prosedur bleaching.

22

e. Pengujian Ketahanan Lipat Hasil pengujian ketahanan lipat, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 5. Hasil Pengujian Ketahanan Lipat

No Sampel Ketahanan Lipat (Lipatan) Persentase

Penurunan (%) Awal

Hasil Bleaching

1 Conqueror 100 g MD=48 CD=35

MD=11 CD=10

MD=77,0 CD=71,0

2 HVS 100 g MD=33 CD=17

MD=5 CD=7

MD=84,0 CD=58,8

3 HVS 80 g MD=25 CD=17

MD=11 CD=6

MD=56,0 CD=64,7

4 HVS 70 g MD=24

CD=7

MD=9 CD=5

MD=62,5 CD=28,5

Berdasarkan Tabel 5. di atas dapat dilihat bahwa kekuatan fisik

kertas yaitu ketahanan lipat mengalami penurunan setelah dilakukan

proses bleaching. Penurunan kekuatan berbagai sampel kertas berdasarkan

hasil pengujian ini beragam yaitu dari 28, 5 - 84 % dari kekuatan awal.

Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa proses bleaching akan

menyebabkan penurunan kualitas kekuatan kertas dalam hal ini kekuatan

lipat.

Berdasarkan hasil pengujian dan studi literatur yang telah dilakukan

perlu dilakukan pertimbangan untuk menentukan apakah suatu kertas

perlu dilakukan bleaching. Pertimbangan-pertimbangan yang perlu

dilakukan dalam melakukan bleaching menurut Bishop Museum, 1996

adalah :

1. Pertimbangan pertama adalah apakah kertas cukup kuat untuk

menahan bleaching. Apakah prosedur bleaching menyebabkan

kerugian pada kertas?akankan proses bleaching menyebabkan

kerusakan langsung yang luas dari serat?apakah hasil bleaching yang

diperoleh sama atau melampui kerusakan yang dilakukan?untuk

konservator, jawaban atas pertanyaan ini adalah jarang ‘ya’.

2. Sifat kertas harus mempengaruhi keputusan tentang bleaching. Arsip

memiliki nilai kesejarahan dan jika dilakukan bleaching apakah

23

dengan menghilangkan noda yang ada dapat membuat nilai yang

terkandung dalam kertas menjadi berkurang/hilang karena menjadi

tidak valid. Beberapa noda memiliki nilai sejarah dan seharusnya

tidak dihilangkan. Dalam berbagai kasus, noda bisa saja sangat

menganggu karena begitu banyak dan sangat gelap. Kemudian

besarnya noda bisa menghapuskan desain penting fitur yang

digunakan untuk menafsirkan suatu bahan bersejarah secara benar.

Biasanya kertas yang menguning diabaikan karena menandakan

tanda-tanda zaman dan akibat penggunaan.

3. Apakah warna asli atau penampilan kertas dapat ditentukan?jika iya,

apakah bleaching mengembalikan kertas ke keadaan awal? Atau

apakah bleaching akan mengubah warna atau menghasilkan

penampilan yang tidak rata atau jerawatan? Ukuran, lokasi, dan

tingkat kegelapan noda juga menjadi bahan pertimbangan.

4. Jenis dari noda akan membantu dalam menentukan apakah bleaching

akan menjadi efektif. Noda yang fresh/baru dengan penetrasi sangat

kecil ke dalam serat biasanya akan sukses hilang melalui metode

pencucian tanpa harus bleaching. Terdapat suatu aturan bahwa, noda

yang telah ada di serat lebih dari 3 bulan biasanya sudah dianggap

sudah menyatu/’set’. Ini artinya biasanya mereka sudah terikat atau

bereaksi dengan serat di suatu tahap dimana zat tersebut tidak dapat

dilepas.

5. Titik akhir untuk dipertimbangkan adalah sejarah masa lalu kertas.

Apakah sudah ada upaya yang dilakukan untuk menghapus atau

mengurangi noda ini?bahan kimia apa yang digunakan/metode apa

yang digunakan?apakah prosedur penghilangan noda ini lebih efektif

dari usaha sebelumnya?

24

IV PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Proses bleaching pada bahan kertas yang secara kasat mata berwarna

putih akan mengotori warna kertas dan membuat warna semakin

gelap.

2. Proses bleaching pada arsip kertas yang berwarna coklat akan

membuat warna kertas menjadi lebih putih.

3. Proses bleaching dapat menurunkan sifat fisika dan kimia kertas

sehingga menurunkan daya tahan kertas.

4. Proses bleaching menimbulkan resiko yang sangat tinggi terhadap

kertas yaitu hilangnya tulisan, robeknya kertas, timbulnya

kerutan/gelombang, warna yang tidak merata serta timbulnya noda

baru.

B. Saran

1. Bleaching tidak perlu dilakukan terhadap bahan kertas yang berwarna

putih.

2. Bleaching tidak dianjurkan dilakukan terhadap kertas arsip.

3. Bleaching harus dilakukan oleh konservator yang menguasai teknik

bleaching dan sudah berpengalaman.

4. Bleaching terhadap kertas untuk alasan kosmetik memerlukan

pertimbangan-pertimbangan yang matang meliputi kekuatan kertas,

nilai sejarah, noda pada kertas, upaya perbaikan sebelumnya.

5. Perlu dilakukan pengujian lanjutan untuk melihat pengaruh bleaching

setelah disimpan lama/aging dengan salah satu parameter brightness.

Jakarta, Desember 2014

Mengetahui

Kasubdit Instalasi Laboratorium,

(Yanah Suryanah)

Koordinator,

(Sari Hasanah)

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardilla, Nirka. 2011. Kesetimbangan dan Dinamika Kimia Kinetika Reaksi

Ion Permanganat dengan Asam Oksalat. Jember : Jurusan Kimia, Fakultas

MIPA Universitas Jember.

2. Bishop Museum. 1996. To Bleach or Not To Bleach. Honolulu Hawai’i: The

State Museum of Natural and Cultural History.

3. Burgess, Helen. Practical Considerations for Conservation Bleaching. Ottawa :

Conservation Processes Research, Canadian Conservation Institute.

4. Cunha, G. Martin and D.G Cunha. 1971. Conservation of Library Materials.

A manual and Bibliography on the Care, Repair and Restoration of Library

Materials. Metuchen, NJ : the Scarecrow Press.

5. Henry, Walter, et al. 1989. Bleaching. Chap. 19 in Paper Conservation

Catalog. Washington D.C.: American Institute for Conservation Book and

Paper Group.

6. Hummel, Ray.O, JR and Barrow, W.J. Lamination and Other Methods of

Restoration dalam

https://www.ideals.illinois.edu/bitstream/handle/2142/5651/librarytre

ndsv4i3f_opt.pdf?sequence=1

7. Hofmann, Christa, et al. 1991. Comparison and Evaluation of Bleaching

Procedures: the Effect of Five Bleaching Methods on the Optical and Mechanical

Properties of New and Aged Cotton Linter Paper Before and After Accelerated

Aging. The American Institute for Conservation.

8. Smith, Theresa. 2007. Historical Bleaching of Ingres Drawings at the Fogg

Art Museum. Smith, ANAGPIC.

9. SNI 14-0402-1999 tentang Kondisi Ruang dan Pengkondisian Lembaran

Pulp, Kertas dan Karton Untuk Pengujian.

10. http://kertas grafis.com, 2005.

26

27

11. kisaran pH hasil bleaching semuanya bersifat basa yaitu berkisar 8,19 – 8,55. pH

kertas sebelum dilakukan bleaching berkisar antara 8,68-9,20. Dari hasil

pengujian tingkat keasaman ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan pH dan

rata-rata penurunannya tidak melebihi satu skala. Diketahui bahwa proses

bleaching besifat asam karena perendaman menggunakan asam oksalat dan ini

sangat berbahaya bagi arsip. Proses deasidifikasi memegang peranan penting

di sini dalam menurunkan asam hingga kertas kembali bersifat basa.

12. Kandungan asam di dalam kertas dapat mempercepat reaksi hidrolisis sehingga

mempercepat kerusakan kertas. Hidrolisis merupakan suatu reaksi yang terjadi

karena adanya air. Reaksi tersebut menyebabkan putusnya rantai polimer serat

selulosa membentuk unit-unit yang lebih kecil dan molekul air. Sifat asam

dapat dengan mudah berpindah sehingga jika terjadi kontak langsung antara

arsip yang bersifat asam akan menulari arsip yang dalam keadaan baik. Kertas

hasil bleaching harus segera dihilangkan asamnya melalui proses deasidifikasi.

Deasidifikasi adalah cara menetralkan asam yang sedang merusak kertas dan

memberi bahan penahan (buffer) untuk melindungi kertas dari pengaruh asam

dari luar.

13. 14. 15.

16.