Upload
farida-aryani-dian
View
251
Download
45
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Suatu laporan yang ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi Pangan
Citation preview
PEMBUATAN TEMPE DENGAN VARIASI AERASI (JARAK LUBANG)
BERBAHAN KACANG TUNGGAK (VIGNA UNGUILATA L.)
TUJUAN
1. Untuk melatih mahasiswa membuat tempe
2. Untuk mengetahui pengaruh perjarakan (aerasi) terhadap tekstur, aroma,
warna dan rasa tempe
DASAR TEORI
Tempe adalah pangan asli Indonesia yang dibuat dari bahan baku kedelai
melalui proses fermentasi oleh Rhizopus sp. Pembuatan tempe terdiri dari
beberapa tahap yaitu sortasi, perebusan, perendaman, pengupasan kulit, peragian
dan fermentasi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tempe (kedelai)
termasuk bahan pangan bergizi tinggi. Selain dari kedelai, tempe juga dapat dibuat
dari bahan baku kacang gude (Damardjati dan Widowati, 1995; Indrasari et al.,
1992) atau kacang tunggak (Richana dan Damardjati, 1999). Substitusi kedelai
dengan kacang gude hingga 30% masih dapat menghasilkan tempe yang diterima
oleh konsumen (Indrasari et al., 1992). Kacang tunggak tanpa dicampur kedelai
dapat menghasilkan tempe dengan baik (Haliza, dkk, 2007).
Secara umum tahu dan tempe dibuat dari bahan baku kedelai. Sekitar 80%
kedelai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri tahu dan tempe,
sedangkan sisanya digunakan oleh berbagai macam industri seperti kecap, susu
kedelai, makanan ringan dan sebagainya. Dalam beberapa tahun terakhir produksi
kedelai di Indonesia terus berkurang dan tidak mampu memenuhi kebutuhan.
Untuk mengatasinya, pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas dan
menggali sumber pertumbuhan baru serta melakukan impor kedelai (Haliza, dkk.
2007).
Kacang tunggak (Vigna unguiculata) dilaporkan memiliki peluang besar
untuk dikembangkan di daerah Sumatra dan Kalimantan yang memiliki tanah
sulfat masam (Kasno et al., 1991 dalam Haliza dkk, 2007), sedangkan kacang faba
(Vicia faba), meskipun berasal dari wilayah subtropika tetapi mampu tumbuh di
lahan kering di dataran tinggi >1000 m dpl (Adisarwanto, 2002 dalam Haliza,
2007). Demikian pula halnya kacang bogor (Vigna subterranea (L)) yang tumbuh
di daerah tropis dengan ketinggian sampai 1600 m dpl (Marwoto dan Suhartina,
2002). Kacang komak (Dolichos lablab) sangat toleran terhadap kekeringan,
beradaptasi dengan baik di lahan kering di 0-2100 m dpl (Trustinah dan Kasno,
2002 dalam Haliza, 2007). Ditinjau dari ketersediaan bibit, beberapa varietas
unggul terutama kacang tunggak juga sudah tersedia (Kurniawan et al., 2004).
Selain sebagai sumber zat gizi, tempe juga memiliki manfaat untuk
menjaga kesehatan tubuh. Tempe mengandung senyawa anti bakteri yang aktif
melawan bakteri gram positif dan bakteri penyebab diare seperti Salmonella
typhii, Shigella flexneri dan Escherichia coli K 70 (B) H 19 (Affandi dan Mahmud
1985; Mahmud, 1987). Tempe efektif untuk melawan diare yang disebabkan oleh
infeksi (Haliza dkk, 2007).
ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Nampan
2. Saringan
3. Panci
4. Kompor
5. Tampah
6. Hair dryer
7. Rak stainless steel untuk
tempe
8. Sendok
9. Timbangan
10. Jarum
Bahan:
1. Kacang tunggak (Vigna unguilata L.)
2. Ragi tempe
3. Plastik
CARA KERJA
1. Persiapan Kacang Tunggak
Mencuci 500 g kacang tunggak dan merendamnya di dalam baskom selama 1 malam (24 jam)
2. Pembuatan Tempe
DATA
Tabel 1. Hasil Pengamatan Suhu dan Massa Tempe
No. Varian Jarak Suhu Massa
U1 U2 U1 U2
1. 1 cm 400C 400C 92,0 g 93,9 g
2. 2 cm 41,50C 41,50C 98,3 g 97,0 g
Merebus kacang tunggak hingga lunak (sekitar 30-45 menit)
Melepaskan kulit kacang tunggak dari bijinya
Meniriskan kacang tunggak yang telah direbus
Meletakkan kacang tunggak pada nampan
Mengeringkan kacang tunggak dengan hair dryer untuk pengeringan yang baik
Menaburkan sedikit ragi tempe pada taburan kacang tunggak yang berada dalam nampan
Menempatkan 100 g kacang tunggak pada plastik yang telah dilubangi sesuai dengan variasi (1 cm, 2 cm, dan 3 cm)
Menaruh plastik-plastik kacang tersebut di rak stainless steel untuk tempe
Menunggu hingga 24 jam diletakkan dalam lemari
Pengamatan suhu dan berat serta uji organoleptik
Mengukur suhu tempe dan merapikan plastik dengan silotip
3. 3 cm 450C 450C 99,1 g 98,5 g
Keterangan:
Suhu awal (T0)= 280C
Massa awal (Mo) = 100 g
Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Tempe dengan Varian Jarak Lubang
No. Varian Jarak Nilai
1. 1 cm ++
2. 2 cm ++
3. 3 cm ++
Keterangan:
+++ : kompak
++ : kurang kompak
+ : tidak kompak
Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Aroma Tempe dengan Varian Jarak Lubang
No. Varian Jarak Nilai
1. 1 cm +++
2. 2 cm +++
3. 3 cm +++
Keterangan:
+++ : kacang tunggak
++ : tidak ada aroma kacang tunggak
+ : aroma busuk
Tabel 4. Hasil Uji Organoleptik Rasa Tempe dengan Varian Jarak Lubang
No. Varian Jarak Nilai
1. 1 cm +++
2. 2 cm +++
3. 3 cm +++
Keterangan:
+++ : khas tempe
++ : asam
+ : khas kacang tunggak
Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik Warna Tempe dengan Varian Jarak Lubang
No. Varian Jarak Warna
1. 1 cm +
2. 2 cm +
3. 3 cm +
Keterangan:
+++ : putih cerah
++ : putih kekuningan
+ : putih kecoklatan
ANALISIS DATA
Pada uji organoleptik tekstur tempe kacang tunggak, ketiga varian
pemberian ruang udara yaitu 1 cm, 2 cm dan 3 cm memiliki tekstur yang kurang
kompak. Hal ini ditunjukkan oleh nilai ++ pada ketiga hasil uji.
Pada uji organoleptik warna, semua varian menghasilkan warna putih
kecoklatan yang menandakan adanya aktivitas kapang pada ketiga varian ruang
udara kacang udara. Pada uji organoleptik aroma ketiga varian jarak udara
menghasilkan niai yang sam a yaitu aroma kacang tunggak (tanda +++).
Pada uji organoleptik rasa keiga varian juga tidak menunjukkan
perbedaan. Ketiganya menghasilkan tanda +++ yang berarti ketiga tempe
memiliki rasa khas tempe.
Dari uji organoleptik diatas menandakan bahwa pemberian variasi jarak
sirkulasi udara pada tempe kacang tunggak tidak memberikan perbedaan yang
signifikan dari segi tekstur, warna, bau dan rasa.
Pada proses pembuatan tempe suhu awal tempe adalah suhu ruang ± 25-
30 oC. Pada varian lubang udara 1 cm suhu akhir yang dihasilkan pada ulangan
pertama adalah 40oC dan ulangan kedua 40oC. Variasi lubang 2 cm menghasilkan
suhu akhir 41,5 oC pada ulangan pertama dan 41,5 oC. Sedangkan variasi lubang 3
cm menghasilkan suhu akhir 45 oC pada ulangan pertama dan 45 oC pada ulangan
kedua. Dari ketiga hasil terebut dapat dilihat bahwa semakin besar jarak
pemberian ruang udara makan semakin besar aktivitas metabolisme mikroba
yang ditandai dengan suhu yang semakin tinggi.
Pada proses pembuatan tempe kacang tunggak, kacang tunggak ditimbang
beratnya hingga 100 gram. Pada pemberian jarak lubang udara 1 cm
menghasilkan berat 92 gram pada ulangan pertama dan 93,9 gram pada ulangan
kedua. Pada pemberian jarak lubang udara 2 cm menghasilkan berat akhir 98,3
gram pada ulangan pertama dan 97 gram pada ulangan kedua. Pada pemberian
jarak lubang udara 3 cm menghasilkan berat akhir 99,1 gram dan 9,5 gram. Dari
ketiga hasil ini menandakan bahwa proses dekomposisi terbesar dihasilkan oleh
pemberian jarak terkecil yaitu 1 cm, yang kedua 2 cm dan yang ketiga 3 cm. Hal
ini ditandai dengan adanya penurunan berat yang signifikan.
PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk melihat perbedaan jarak lubang pada
pembuatan tempe. Jarak lubang ini merupakan diasumsikan sebagai ventilasi,
sehingga udara dapat keluar dan masuk melaluinya. Keberadaan udara (O2) sangat
penting bagi seluruh mikroorganisme termasuk jamur Rhizopus yang berperan
dalam pembuatan tempe. Terdapat 3 varian jarak lubang, yakni 3 cm, 2 cm, dan 1
cm. Ketiga varian ini tidak memperlihatkan perbedan pada hasil pengamatan.
Ketiganya memiliki nilai yang sama pada uji organoleptik. Namun pada hasil
pengamatan mengenai massa dan suhu terdapat perbedaan dari ketiga varian ini.
Perbedaan pada suhu yakni suhu akhir akan semakin lebih tinggi dibandingkan
suhu awal. Hal tersebut dikarenakan adanya mekanisme dari mikroorganisme
dalam tempe tersebut. Pada suhu awal dinyatakan tidak ada kerja dari
mikroorganisme sehingga suhu masih berkisar pada 280C. Kemudian setelah
ditunggu satu hari, dan suhu diuukur pada varian 1 cm suhu menjadi 400C, pada
varian 2 cm suhunya menjadi 41,50C dan pada varian jarak 3 cm suhu menjadi
450C. Semakin besar jarak lubang, maka suhu akhir semakin tinggi. Menurut
Adisurya (2012) proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu
bahan baku, mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan yang
meliouti suhu, pH, dan kelembaban.
Pembuatan tempe terdiri atas dua tahap, yaitu tahap persiapan dan
pengolahan. Tahap persiapan adalah pada saat pemberian ragi tempe. Ragi tempe
merupakan kumpulan spora jamur yang tumbuh pada substrat tempe. Umumnya
jamur tersebut terdiri dari empat jenis, yakni Rhizopus oligosporus, Rhizopus
stolonifer, Rhizopus arrhizus, dan Rhizopus oryzae. Pada awalnya jamur Rhizopus
memang berada di dalam bahan mentah tempe, namun karena lingkungan
memadai maka flora-normal ini akan tumbuh dengan baik sehingga jamur dapat
memfermentasi substrat dan menjadi tempe. Tempe yang dipenuhi dengan jamur
tersebut dapat dijadikan sebagai starter ragi tempe. Tempe starter ragi tersebut
dipotong tipis, dikeringkan dan dihaluskan selanjutnya dicampur dengan tepung
tapioka yang telah disangrai lalu didinginkan. Tahap akhir ditutup dengan proses
pengayakan untuk memisahkan antara bagian yang halus dan kasar kemudian
bagian yang halus siap digunakan sebagai ragi untuk memfermentasi tempe
(Adisurya, 2012).
Bahan baku dari tempe yang kami buat adalah kacang tunggak (vigna
unguiculata L.). Kacang tunggak atau yang juga dikenal dengan kacang tolo
merupakan kerabat dari kacang panjang. Bentuknya sangat khas, berwarna
kekuningan dan di tengahnya berwarna hitam. Kacang ini kaya manfaat untuk
kesehatan dan diet. Kacang tunggak memiliki kulit biji yang lebih tipis
dibandingkan dengan kacang kedelai. Sehingga pada proses pembuatan di mana
kulit kacang tersebut sulit untuk dibuang. Maka dari itu kulit kacang tunggak
tidak dikupas. Karea kulit kacang tidak dikupas, maka dari itu dapat
mempengaruhi kekompakan dari tempe ini. Menurut Ratnaningsih dkk (2009),
adanya kulit ari yang masih menempel pada biji kacang tolo menyebabkan tekstur
tempe kacang tolo tidak sekompak tempe kedelai karena menghalangi
pertumbuhan miselia jamur tempe. Semakin banyak kulit ari yang masih
menempel pada biji kacang tolo akan menghasilkan tempe kacang tolo yang
semakin tidak kompak. Selain itu dengan ditinggalkannya kulit ari pada kacang
tolo, maka akan mempengaruhi hasil warna pada tempe tersebut. Menurut
Ratnaningsih dkk (2009) warna tempe dari tolo adalah putih kecoklatan.
Pembentukan warna ini disebabkan karena masih adanya kulit ari kacang tolo
yang terikut selama pembuatan tempe baik yang masih menempel pada biji
kacang tolo maupun pencucian yang tidak terlalu bersih.
Dalam segi aroma, tempe yang dibuat pada praktikum ini sudah memiliki
aroma tempe, aroma tempe ini muncul karena adanya aktivitas kapang Rhizopus
yang dapat memfermentasikan kacang tunggak.Hal ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ratnaningsih (2009), tempe dari kacang tolo memiliki aroma
yang asam, seperti aroma pada tape. Aroma tape ini disebabkan oleh proses
fermentasi yang menghasilkan laktat dan etanol. Dalam segi rasa, tempe yang
dihasilkan dari kacang tolo memiliki rasa gurih dan khas tempe. Kemudian tingkat
kegurihan berbeda antara varian jarak lubang. Jarak lubang 1 cm memiliki
kegurihan yang paling baik. Hal tersebut dikarenakan aerasi ini dinilai baik,
sehingga kapang tumbuh dengan baik. Kegurihan yang muncul pada tempe ini
juga dipengaruhi dari teknik pembuatan tempe yang tidak melepaskan kulit
kacang tunggak. Rasa gurih tersebut dimungkinkan berasal dari kulit kacang
tunggak. Menurut Ratnaningsih (2009) rasa tempe kacang tolo yang lebih gurih
dibandingkan tempe kedelai, dan hal tersebut merupakan kelebihan yang perlu
ditonjolkan untuk menutupi kekurangan sensoris yang ada.
Kacang tunggak atau kacang tolo telah dikenal luas di Indonesia. Dari segi
gizi kacang tunggak jika dihitung per 100 g bahan mengandung protein 22,9 g,
lemak 1,1 g dan karbohidrat 61,6 g. Sedangkan setiap 100 g kacang kedelai
mengandung protein 30,2 g, lemak 15,6 g dan karbohidrat 30,1 g (Purwanti,
2010). Dari hasil data diperoleh bahwa ketiga varian aerasi (jarak lubang) tidak
berpengaruh terhadap tekstur, aroma, warna dan rasa tempe. Namun ketiga varian
aerasi ini berpengaruh pada suhu dan juga massa dari tempe. Pengaruh ini
dikarenakan adanya mekanisme kehidupan dari kapang. Kapang tersebut hidup
dan bermetabolisme membentuk panas, karena kapang berada dalam tempe, maka
panas (kalor) ini akan mempengaruhi suhu dari tempe tersebut. Sedangkan
penurunan dalam segi massa, dipengaruhi oleh kinerja kapang tersebut. Kapang
Rhizopus akan memecah protein yang dikandung oleh kacang tunggak menjadi
asam amino. Pemecahan tersebut akan mengurangi massa dari tempe tersebut.
Proses pembuatan tempe ini adalah aerob, sehingga untuk dapat berhasil
membuat tempe dibutuhkan udara atau O2. Kelebihan dari penggunaan bahan
baku kacang tunggak, yaitu rendah lemak sehingga tidak memunculkan
pembentukan peroksida dalam tubuh. Berikut adalah reaksi pembentukan
peroksida.
O2 + 2H+ H2O2
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan yaitu pada pembuatan tempe
kacang tunggak dengan variasi aerasi tidak berpengaruh pada tekstur, rasa, aroma
dan warna dari tempe tersebut. Kelebihan dari penggunaan bahan baku kacang
tunggak, yaitu rendah lemak sehingga tidak memunculkan pembentukan
peroksida dalam tubuh.
DAFTAR RUJUKAN
Affandi, E dan M.K.M.S. Mahmud. 1985. Pengujian aktivitas antibakterial pada
tempe terhadap bakteri penyebab diare. Penelitian Gizi dan Makanan, 8 :
45-46.
Damardjati, D. S. Widowati and H. Taslim. 1996. Soybean processing and
utilization in Indonesia. IARD Journal 18(1):13-25.
Damardjati, D. dan S. Widowati. 1995. Prospek pengembangan kacang gude di
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian IV (3):53-59.
Marwoto dan Suhartina. 2002. Kacang bogor: budidaya, potensi dan
pengembangan. Pengembangan kacang-kacangan potensial mendukung
ketahanan pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor.p:83-92.
Purwanti, S. 2010. Optimasi Pemanfaatan Kacang Tunggak (Vigna unguilata L.).
(Online), (http://sripurwanti.blog.uns.ac.id/files/2010/02/proposal-
kacang-tunggak.pdf), diakses pada 17 November 2015.
Ratnaningsih, N. Nugraheni, M. Rahmawati, F. 2009. Pengaruh Jenis Kacang
Tolo, Proses Pembuatan dan Jenis Inokulum Terhadap Perubahan Zat-zat
Gizi pada Fermentasi Tempe Kacang Tolo. Jurnal Penelitian Saintek. 14
(1).
Richana, N. dan Damardjati, D.S. 1999. Karakteristik fisiko-kimia biji kacang
tunggak (Vigna unguiculata (L) Walp) dan pemanfaatannya untuk tempe.
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 18(1): 72-77
Trustinah dan A. Kasno. 2002. Pengembangan dan kegunaan kacang komak.
Pengembangan kacang-kacangan potensial mendukung ketahanan
pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Bogor.p: 70- 82.
LAMPIRAN
Hasil Tempe dengan varian jarak lubang: 1 cm; 2 cm
dan 3 cm
Hasil Tempe dengan varian jarak lubang: 1 cm; 2 cm
dan 3 cm ulangan pertama dan kedua
Potongan tempe kacang tunggak pada varian 1 cm
Potongan tempe kacang tunggak pada varian 1 cm
Potongan tempe kacang tunggak pada varian 2 cm
Potongan tempe kacang tunggak pada varian 3 cm
Potongan tempe kacang tunggak pada varian 1 cm
yang sudah digoreng
Potongan tempe kacang tunggak pada varian 1 cm
yang sudah digoreng