Upload
dody-guntama-sopril
View
59
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
iPEN/TK/2011/27
LAPORAN PENELITIAN
PENINGKATAN KUALITAS TEPUNG PISANG DENGAN
VARIABEL PROSES SUHU PENGERINGAN DAN
KONSENTRASI ZAT ADITIF ASAM SITRAT
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Kimia
Disusun Oleh:
RAKHMAT DWI HARYANTO (08521002)
DODY GUNTAMA (08521015)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2011
ii
PEN/TK/2011/27
LAPORAN PENELITIAN
PENINGKATAN KUALITAS TEPUNG PISANG DENGAN
VARIABEL PROSES SUHU PENGERINGAN DAN
KONSENTRASI ZAT ADITIF ASAM SITRAT
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Kimia
Disusun Oleh:
RAKHMAT DWI HARYANTO (08521002)
DODY GUNTAMA (08521015)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2011
iii
iv
vKATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan kanuria-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita sebagai generasi
penerusnya hingga akhir zaman. Amin.
Alhamdulillah, penyusun dapat menyeesaikan penelitian ini dan
sekaligus penyusun laporan penelitian yang berjudul Peningkatan
Kualitas Tepung Pisang Dengan Variabel Proses Suhu Pengeringan
Dan Konsentrasi Zat Aditif Asam Sitrat.
Penelitian ini merupakan salah satu mata kuliah yang diwajibkan
oleh jurusan Teknik Kimia Konsentrasi Teknik Kimia, Universitas Islam
Indonesia dengan tujuan sebagai prasyarat untuk dapat mengambil tugas
akhir (skripsi).
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak pihak yang telah meluangkan waktu dan perhatiannya,
sehingga baik langsung maupun tidak langsung turut membantu penulis
dalam menyelesaikan Laporan Penelitian ini. Ucapan terima kasih ini
penulis haturkan kepada :
vi
1. Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia serta
kemudahan kepada kami sehingga mampu menyelesaikan
semuannya ini.
2. Gumbolo Hadi Susanto,Ir., MSIE. selaku Dekan Fakultas Teknologi
Industri yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian
ini.
3. Dra. Kamariah Anwar, MS selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia -
Tekstil yang telah berkenaan membuka cakrawala keilmuan Teknik
Kimia.
4. Sukirman, Ir., MM. selaku Dosen Pembimbing, atas bimbingan dan
waktu yang disediakan selama bimbingan
5. Terima kasih banyak kepada orang tua tersayang (bapak, ibu,
kakak & adik) yang mendoakan kami dan senantiasa sabar
mendukung selama kerja praktek), seluruh keluarga besar kami
yang sudah men-support selama ini.
6. Terima kasih kami ucapkan kepada ketua laboratorium kimia
proses mbak Retno yang telah membantu dan membimbing selama
penelitian di Laboratorium kimia proses.
7. Terima kasih ucapkan kepada pak Pardi dan mas Cecep yang telah
menguji analisis hasil tepung pisang kami.
8. Untuk teman-teman kampus (FTI) khususnya Teknik Kimia08
(Arum, Linda, Eka, Ajenk, Wiwit, Nurul, Mela, Putra, Riki, Dhani,
vii
Adit, Jamar, Ahmad, Nanang, Bayu, Sayid) yang sudah memberi
support dan informasi serta teman dari luar jurusan dan fakultas
yang mensuport kami.
9. Terimakasih kepada teman-teman kos (Hena, Hafish, Arief) yang
sudah membantu.
10. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam
pelaksanaan penelitian maupun dalam penyusunan laporan yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, untuk
itu penulis mohon maaf sebesar besarnya. Akhirnya penulis berharap
semoga laporan penelitian ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Amiin Yaa Robbal Aalamin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Yogyakarta, Desember 2011
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ........................ ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS PENELITIAN..... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xi
ABSTRAKSI ............................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.............................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................... 6
1.3. Batasan Masalah........................................................... 6
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................. 7
1.4.1. Tujan Penelitian...................................................... 7
1.4.2. Manfaat Penelitia.................................. 8
BAB II TINJAUN PUSTAKA ........................................................... 9
2.1. Tinjauan Pustaka ............................................................ 9
2.2. Hipotesa Penelitian ........................................................ 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................... 36
3.1. Metodologi Pengumpulan Data................................... 36
ix
3.1.1. Metode Studi Pustaka............................................ 36
3.1.2. Metode Studi Laboratorium.................................. 36
3.2. Metodologi Pengambilan Sampel................................ 36
3.3. Alat dan Bahan Yang Digunakan ................................ 36
3.3.1. Alat-Alat Yang Digunakan..................................... 36
3.3.2. Bahan-bahan Yang Digunakan............................. 37
3.4. Prosedur Penelitian........................................................ 37
3.4.1. Proses Pengeringan..................................... ...... 37
3.4.2. Uji Kadar Air ..................................................... 40
3.4.3. Uji Spektrofotometer..................................... ... 41
3.4.4. Analisis Kadar Karbohidrat............................... 42
3.4.5. Analisis Kadar Lemak Total. 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............. 47
4.1. Hasil Penelitian............................................................... 47
4.2. Pembahasan .................................................................... 53
BAB V PENUTUP. ......................................................................... 57
5.1. Kesimpulan ..................................................................... 57
5.2. Saran ............................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xDAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan Karbohidrat (gula dan tepung) Buah Pisang 16
Tabel 2.2. Nilai Gizi Beberapa Jenis Pisang ( per 100 gram bagian
yang dapat dimakan ).. 17
Tabel 2.3Syarat Mutu Tepung Pisang. 32
Tabel 2.4. Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari Berbagai
Varietas Pisang. 34
Tabel 2.5. Perbandingan Komposisi Kimia Pisang Segar, Tepung
Pisang, Beras, dan Kentang..... 34
Tabel 4.1. Hasil uji analisis % kekeringan. 47
Tabel 4.2 hasil uji lemak total metode shoxletasi-grafimetri.. 51
Tabel 4.3 hasil uji karbohidrat total metode spektrofotometer
UV/UV-VIS. 52
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. A. Pisang Kepok, B. Pisang Susu, C. Pisang Tanduk 10
Gambar 2.2. Bagian-bagian dari pohon pisang (Soenarjono, 1998)... 13
Gambar 2.3. Rumus bangun Amilopektin. (Sumber : Tarigan (1983) 31
Gambar 4.1. Grafik 4.1 Hubungan suhu pengeringan terhadap %
kekeringan. 47
Gambar 4.2. Grafik 4.2 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat
terhadap tingkat kecerahan. 48
Gambar 4.3. Grafik 4.3 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat
terhadap ordinat arah warna tak tampak 49
Gambar 4.4. Grafik 4.4 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat
terhadap tingkat ordinat arah warna tampak. 50
Gambar 4.5. Grafik 4.5 Hubungan antara suhu pengeringan terhadap
kadar lemak total.. 51
Gambar 4.6. Grafik 4.6 Hubungan antara suhu pengeringan terhadap
kadar karbohidrat total. 52
xii
ABSTRAKSI
Permasalahan paska panen yang dialami oleh petani pisang di Indonesia adalah menurunnya harga pisang di pasaran diakibatkan melimpahnya buah pisang, dan mudahnya terjadi pembusukan buah pisang sehingga dapat terbuang percuma. Oleh karena itu perlu dikembangan cara untuk menambah harga jual pisang tersebut dipasaran dan menambah waktu simpan pisang tersebut, disamping awet juga mempunyai kualitas yang baik pula. Salah satu cara yangbisa dilakukan yaitu dengan membuat tepung pisang dari buah pisang. Dari berbagai jenis pisang yang mempunyai potensi penepungan yang baik, kami akan meneliti buah pisang kepok, karena mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah: jenis pisang ini mudah ditanam disemua tempat atau mudah didapatkan, memiliki nilai jual yang rendah sehinggah bagus untuk dijadikan bahan baku, mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, dan mempunyai nilai lemak yang rendah, karena itu potensial untuk dikembangkan. Pada penelitian digunakan proses perendaman dengan asam sitrat untuk mendapatkan warna makanan yang bagus, dalam proses pembuatan larutan digunakan pelarut aquadest, karena asam sitrat larut dalam air. Dalam Proses perendaman sebagai variable independentnya adalah dilakukan dengan variasi konsentrasi (3%, 4%, 5%) dan cara pengeringan potongan-potongan pisang yang sudah direndam dioven dengan varisi suhu (800C, 900C , 1000C) . Sedang variable dependent atau responya adalah diawali uji kekeringan, analisis warna tepung pisang dilakukan dengan UV- Visible sektrofotometer, analisis kadar karbohidrat total, analisis kadar lemak total pada hasil tepung pisang yang didapatkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variasi suhu (800C, 900C, 1000C) didapatkan nilai % kekeringan rata-rata suhu 800C yaitu 6.73, suhu 90 0C yaitu 6.6, dan pada suhu 100 0C yaitu 6.4. Pada uji spektofotometer warna yang lebih bagus pada konsentrasi 5% dan suhu pengeringan 100 0C. Dari analisis kadar lemak total yang paling bagus pada variasi asam sitrat 5% suhu pengeringan 90 0C. Dari uji analisis kadar karbohidrat didapatkan pada variasi 4% asam sitrat dengan suhu pengeringan 800C.
1BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di
AsiaTenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke
Afrika(Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Pisang adalah nama
umum yang diberikan kepada tumbuhan terna raksasa berdaun besar
memanjang dari suku musaceae. Buah pisang merupakan salah satu jenis
komoditi holtikultura dalam kelompok buah-buahan yang memiliki nilai
sosial dan ekonomi cukup tinggi bagi masyarakat Indonesia karena antara lain
:
1. pisang sebagai sumber pro vitamin A yang baik.
2. pisang sebagai sumber kalori utama disamping alpukat dan durian
3. pisang cukup dikenal oleh masyarakat luas
4. budidaya pisang dapat dilakukan dimana saja dan cepat tumbuhnya.
Selain itu, komoditas pisang juga mempunyai peluang besar untuk
dimanfaatkan dalam aneka industri. Sehingga apabila ditangani secara
sungguh-sungguh pisang akan menjadi salah satu sumber devisa yang
potensial. Buah pisang juga mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan,
seperti dapat mengobati pendarahan rahim, sariawan usus, ambeien, cacar air,
diare, disentri, dan masih banyak lagi (Sulistiya, dkk 2008).
Pisang merupakan komoditas tropis yang sangat berlimpah. Akan
tetapi, diversifikasi pemanfaatannya selama ini belum banyak dilakukan.
2Pengolahan pisang menjadi tepung pisang merupakan salah satu alternative
untuk mengurangi kehilangan pasca panen. Selain mengandung pati yang
dapat dicerna, tepung pisang juga mengandung komponen serat pangan
seperti pati resistant (17,5 %), polisakarida non-pati (non-starch
polysaccharides) yang berfungsi sebagai serat pangan (dietary fiber) (Juarez-
garcia et al, 2006 ; dan Ovando-martinez, et al, 2009).
Peningkatan produksi pisang mengakibatkan adanya surplus atau
kelebihan pisang, terutama didaerah daerah penghasil buah tersebut. Jika
tertunda penggunaanya dan tidak semua pisang dapat dipasarkan atau
dikonsumsi, maka akan menjadi lewat masak dan busuk, sehingga tidak dapat
di makan. Hal ini menyebabkan banyak pisang dijual dengan harga yang
rendah, bahkan dapat terbuang percuma.
Pisang mengandung polifenol oleh karena itu mudah mengalami reaksi
pencokelatan apabila kontak dengan udara. Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mencegah pencokelatan adalah penggunaan asam-asam
organik maupun anorganik seperti asam sitrat dan asam sulfat. Beberapa
peneliti melaporkan bahwa penggunaan asam sulfat atau asam sulfit dalam
pengolahan pangan kurang menguntungkan bagi penderita asmatik. Oleh
karena itu, dalam percobaan ini dipilih asam sitrat. Selain itu, asam sitrat juga
mempunyai keuntungan lain seperti mudah didapat dan sudah biasa
digunakan dalam pengolahan pangan dalam skala rumah tangga (home-
cooking) maupun skala industri (Nurdjanah, 2009).
Keadaan diatas memerlukan adanya kombinasi antara penanganan,
pemasaran pisang segar dan pengolahan pisang segar menjadi berbagai
3produk olahan, baik olahan jadi (langsung dikonsumsi) maupun produk
setengah jadi (menjadi bahan baku untuk produk olahan bahan lain). Produk
olahan setengah jadi yang baik dikembangkan adalah Tepung Pisang.
Tepung pisang adalah salah satu cara pengawetan pisang dalam bentuk
olahan. Cara membuatnya mudah, sehingga dapat di terapkan di daerah
perkotaan maupun pedesaan. Tepung pisang memiliki rasa dan bau yang khas
sehingga dapat digunakan untuk formulasi kue, makanan bayi dan aneka
makanan lain dari tepung namun demikian, tepung pisang belum begitu
dikenal masyarakat. Tepung pisang tidak sepopuler tepung Gandum / tepung
terigu, tetapi tepung pisang memiliki potensi dan menjadi peluang usaha yang
layak untuk di kembangkan, mengingat potensi buah pisang yang berlimpah
di negara kita.
Tepung pisang dapat dijadikan bahan campuran makanan khususnya
makanan bayi karena mempunyai sifat mudah dicerna. Berdasarkan sifat
mudah dicerna tersebut, tepung pisang baik pula untuk dikonsumsi oleh
mereka yang mengalami hambatan atau gangguan dalam pencernaannya atau
mengalami sakit pencernaa. Selain mudah dicerna, tepung pisang juga dapat
dijadikan sumber kalori karena mengandung karbohidrat yang tinggi. Pada
industri makanan bayi yang menggunakan pisang (misalnya rasa pisang),
pemenuhan kebutuhan bahan bakunya berupa tepung pisang masih dilakukan
melalui impor. Impor ini dilakukan karena belum adanya industri tepung
pisang ang cukup handal untuk memenuhi permintaan tersebut. Seiring
dengan makin berkembangnya industri makanan bayi yang ada di Indonesia
mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap tepung pisang. Harga
4tepung pisang impor yang mahal dan diperkirakan sekitar Rp. 16.000 per kg
(Leksowati, 1991) memberi peluang untuk digantikan dengan produksi dalam
negeri yang harganya jauh lebih murah.
Tujuan utama pemberdayaan tepung pisang adalah sebagai bahan baku
dan bahan substitusi terigu untuk industri makanan olahan. Daya substitusi
tepung pisang ini sangat tergantung dari produk yang akan dihasilkan.
Sebagai contoh untuk produk roti tawar 10%, mie 15-20%, cookies 50%
(tergantung jenis cookies) dan cake 50-100% (tergantung jenis cakenya).
Keuntungan lain yang akan didapat adalah penghematan penggunaan gula
sebesar 20% bila dibandingkan dengan pembuatan kue dari 100% terigu
Dengan demikian, penggunaan dan kemampuan substitusi tepung pisang akan
mampu menekan biaya produksi untuk industri makanan olahan
dibandingkan dengan yang menggunakan bahan baku terigu.
Di sisi lain, pemberdayaan tepung pisang ini tentunya akan mengurangi
impor terigu yang dari tahun ke tahun terdapat kecenderungan yang semakin
meningkat. Keadaan ini secara tidak langsung memberikan implikasi adanya
peluang penghematan devisa negara, yang dapat digunakan untuk keperluan
lain yang lebih bermanfaat.. Pemberdayaan tepung pisang sebagai bahan
substitusi terigu secara nasional ternyata mampu menghemat impor terigu
sekitar 1 395 000 ton atau penghematan devisa negara senilai 301,9 juta $ AS.
Penghematan devisa sebesar itu tentunya memberikan peluang bagi negara
untuk dipergunakan untuk aktivitas ekonomi lain yang lebih bermanfaat bagi
upaya peningkatan laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Hal ini
berarti pula ada potensi permintaan terhadap tepung lain selain terigu
5sebanyak 1.395.000 ton per tahun. Jika 1 % saja dari permintaan tersebut
merupakan tepung pisang, maka jumlah permintaan tepung pisang
berdasarkan penggunaan terigu tersebut sekitar 13.950 ton per tahun.
Permintaan ini masih jauh di atas kapasitas produksi tepung pisang dalam
kajian ini yaitu 300 ton per tahun.
Untuk itulah penyusun tertarik ingin mempelajari ataupun meneliti
tentang pembuatan dan peningkatan tepung pisang yang kualitasnya lebih
baik dan lebih aman di konsumsi. Sehingga nantinya ada perbaikan
pemanfaatan bahan alam yang selama ini tidak begitu dihiraukan dan
memiliki harga yang rendah, dapat menjadi bahan pangan pilihan oleh semua
kalangan masyarakat. Dalam penelitian ini penyusun akan mengangkat
tentang tepung pisang dari pisang jenis kepok. Untuk itulah penyusun ingin
meneliti tentang pengaruh suhu pengeringan dan konsenstrasi zat aditif asam
sitrat terhadap kualitas tepung pisang yang dihasilkan.
Untuk mengetahui kualitas tepung pisang dari pisang kepok yang
dihasilkan tersebut, dilakukan dengan variabel suhu pengeringan dan
konsentrasi zat aditif asam sitrat dengan melakukan , uji kekeringan, uji
spektrofotometer, analisis kadar protein, analisis kadar karbohidrat, dan
analisis kadar lemak.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengaruh variasi dari berbagai suhu pengeringan (80 0C, 90
0C, dan 100 0C ) terhadap kualitas tepung pisang yang dihasilkan ?
2. Bagaimana pengaruh variasi dari berbagai konsentrasi ( 3 %, 4 %, dan 5
% ) zat aditif asam sitrat terhadap kualitas tepung pisang yang dihasilkan ?
61.3. BATASAN MASALAH
Dalam penelitian ini masalah yang akan di bahas di beri batasan-
batasan yang bertujuan agar lebih jelas dan terarah, maka penulisin
memberikan batasan-batasan sebagai berikut :
1. Pisang yang dipakai pada penelitian ini berupa pisang kapok putih tapi
belum matang.
2. Kondisi pisang kapok yang digunakan adalah pisang kapok yang sudah
tua.
3. Variasi suhu (80 0C, 90 0C, dan 100 0C) yang digunakan selam proses
pengeringan dalam pembuatan tepung pisang.
4. Variasi konsentrasi ( 3%, 4%, dan 5%) zat aditif asam sitrat yang
digunakan selama proses perendaman dalam pembuatan tepung pisang.
5. Analisis hasil tepung pisang dengan uji kekeringan, uji
spektrofotometer, uji analisis kadar karbohidrat, uji analisis kadar
protein, dan uji analisis kadar lemak.
Variasi suhu pengeringan dan konsentrasi zat aditif asam sitrat pada
proses pembuatan tepung pisang ini di lakukan untuk mendapatkan kualitas
tepung pisang yang terbaik. Yang menjadi Variabel dalam penelitian adalah
sebagai berikut :
Variasi suhu pengeringan 800C, 900C, 1000C dan konsentrasi zat
aditif asam sitrat 3 %, 4%, dan 5%, sebagai variable
perubah(indepeden).
Hasil uji kekeringan, uji spektrofotometer, analisis kadar
kahbohidrat, protein dan lemak, sebagai variable respon (dependen).
71.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. Tujuan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk :
1. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas tepung pisang
dengan variabel proses suhu pengeringan dan konsentrasi zat aditif
asam sitrat.
2. Pemanfaatan bahan baku pangan yang bernilai ekonomi rendah
menjadi bernilai ekonomi tinggi dan menambah waktu simpan buah
pisang pasca panen.
1.4.2. Manfaat Penelitian
1. Meningkatnya nilai ekonomi bahan baku pangan yang bernilai ekonomi
rendah menjadi bernilai ekonomi tinggi dan bertambahnya waktu simpan
buah pisang pasca panen.
2. Memperoleh kualitas tepung pisang yang tinggi pada proses
pembuatan tepung pisang dari pisang kapok.
8BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pisang
2.1.1. Klasifikasi Pisang
Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara
dan tersebar di Spanyol, Italia, India, Amerika, dan Cina. Tumbuh di
daerah dataran rendah sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan
laut (Rukmana, 1999).
Tanaman pisang adalah tanaman daerah tropis, kemampuan berdaptasi
tanaman ini sangat baik karena dapat ditanam di dataran rendah sampai
dataran tinggi (pegunungan) pada ketinggian 1000 meter di atas
permukaan laut (mdpl). Tanaman ini pada umumnya tumbuh dan
berproduksi optimal didaerah dengan ketinggian antara 400 - 600 mdpl.
Keadaan lingkungan tumbuh yang ideal pada suhu antara 15 - 35 C, suhu
optimum 27C, tipe iklim basah sampai kering dengan curah hujan 1.400 -
2.500 mm per tahun dan merata sepanjang tahun, cukup mendapat sinar
matahari atau tempat terbuka (Rukmana, 1999).
Menurut Rukmana (1999) kedudukan tanaman pisang dalam sistematika
(taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
8
Ordo : Scitaminae
Famili : Musaceae
Subfamili : Muscodeae
Genus : Musa
Spesies
Varietas : Musa saba banana
A
Gambar 2.1.
2.1.2 Morfologi Pisang
1. Akar
Sistem perakaran pisang keluar dari bonggol
bawah, serabut tanpa tunggang. Pertumbuhannya umumnya berkelompok
menuju samping (mendatar) di bawah permukaan tanah dan ke arah dalam
hingga 4 - 5 m. namun daya jangkau akar
: Scitaminae
: Musaceae
: Muscodeae
: Musa
: Musa paradisiaca Linn
Musa saba banana (pisang kepok )
B
A. Pisang Kepok, B. Pisang Susu, C. Pisang Tanduk
Pisang
Sistem perakaran pisang keluar dari bonggol (corm) bagian samping dan
bawah, serabut tanpa tunggang. Pertumbuhannya umumnya berkelompok
menuju samping (mendatar) di bawah permukaan tanah dan ke arah dalam
5 m. namun daya jangkau akar hanya 1.5 - 2 m (Rukmana, 1999)
9
C
Kepok, B. Pisang Susu, C. Pisang Tanduk
bagian samping dan
bawah, serabut tanpa tunggang. Pertumbuhannya umumnya berkelompok
menuju samping (mendatar) di bawah permukaan tanah dan ke arah dalam
2 m (Rukmana, 1999)
10
2. Batang
Batang pisang dibedakan menjadi dua macam, yaitu asli ( bonggol atau
corm ) dan palsu (semu). Bonggol terletak di bawah permukaan tanah dan
mempunyai beberapa mata (pink eye) yang dapat tumbuh menjadi tanaman
baru dan sebagai tempat melekatnya akar (Rukmana, 1999). Ashari (1995)
menambahkan bahwa batang pisang semu yang berasal dari pelepah daun
tumbuh saling melingkar dan tinggi batang semu dapat mencapai 2 - 9 m.
3. Daun
Daun tanaman pisang tersebar, panjang tangkai 30 - 40 cm dengan helaian
lanset panjang. Daun barunya menggulung, muncul di tengah batang semu dan
terus memanjang hingga keluar dari atas kanopi (Ashari, 1995). Umunya daun
pisang berbentuk lonjong panjang dengan lebar tidak sama, ujungnya tumpul
dengan tepi rata (Rukmana, 1999). Dikemukakan oleh Morton (1987) bahwa
tangkai daun pisang tebal , jumlahnya 4 -5 hingga 15 helai yang tersusun
spiral. Panjang daun dewasa hingga 2.75 m dan lebarnya 0.6 m.
4. Bunga
Bunga pisang yang disebut jantung (ontong) keluar dari ujung batang.
Susunannya terdiri atas daun pelindung (bractea) warna merah kecoklatan dan
bunga - bunga yang terdapat pada tiap ketiak diantara bractea yang
membentuk sisir (Rukmana, 1999), Morton (1987) menambahkan bahwa,
bunga pisang berumah satu, letak bunga betina di bagian pangkal tandan, dan
jantannya terdapat pada baris terujung. Beberapa baris setelah bunga betina
mungkin terdapat hemaprodit. Sekitar sehari setelah kelopak bunga membuka,
11
bunga jantan dan bractea terujung yang tidak membuka dan masih
mengandung bunga jantan.
Tiap kelompok bunga (sisir) berjumlah 12 - 20 buah, ke semuanya
tersusun rapi dalam satu tandan. Panjang bunga betina hingga 10 cm, punya 3
ruang yang menyatu di dalam bakal buahnya, membentuk segitiga. Bunga
jantan punya 5 benang sari yang jarang mengahasilkan tepung sari, panjang
bunga jantan mencapai 6 cm.
5. Buah
Buah pisang membengkok, berukuran 6 - 35 cm x 2.5 - 5 cm. Warnanya
bervariasi antara hijau, kuning, dan coklat (Ashari, 1995). Buah yang tersusun
dalam tandan terdiri dari beberapa sisir dan tiap sisir 6 - 22 buah (tergantung
varietas). Umumnya buah tidak berbiji dan bersifat 3n karena mengalami
partenokarpi, kecuali pisang Batu dan Klutuk yang 2n. ukuran buah bervariasi,
berkisar 10 - 18 cm dengan dengan diameter 2.5 - 4.5 cm. buah berlinggir 3 - 5
alur, bengkok dengan ujung meruncing atau membentuk leher botol. Daging
buah (mesokarp) tebal dan lunak. Kulit buah (epikarp) yang masih muda
berwarna hijau namun setelah tua berubah kuning dan strukturnya tebal
sampai tipis (Rukmana, 1999).
Gambar 2.2.
2.1.3 Kandungan Gizi Pisang
Pisang merupakan tanaman asli Asia, yang tersebar hampir di seluruh
belahan dunia, ternasuk Indonesia. Tanaman pisang mengandung nilai gizi
yang cukup tinggi, karena dalam 100 gram daging pisang mengandung 70
% air, karbohidrat 27 %, serat kasar 0.5 %, pr
0.9 %, vitamin serta mineral 0.1 %. Dari hasil pengujian yang dilakukan
oleh Direktorat Gizi (1979,
menunjukkan bahwa daging buah pisang mengandung beberapa vitamin A,
vitamin B, Vitamin C,
energi sebesar 68 kkal sampai dengan 127 kkal, sehingga tanaman pisang
dapat menggantikkan posisi ubi kayu.
Gambar 2.2. Bagian-bagian dari pohon pisang (Soenarjono, 1998)
.1.3 Kandungan Gizi Pisang
Pisang merupakan tanaman asli Asia, yang tersebar hampir di seluruh
belahan dunia, ternasuk Indonesia. Tanaman pisang mengandung nilai gizi
yang cukup tinggi, karena dalam 100 gram daging pisang mengandung 70
% air, karbohidrat 27 %, serat kasar 0.5 %, protein 1.2 %, lemak 0.3 %, abu
0.9 %, vitamin serta mineral 0.1 %. Dari hasil pengujian yang dilakukan
oleh Direktorat Gizi (1979, dalam Widjanarko dan Suwarno, 1994)
menunjukkan bahwa daging buah pisang mengandung beberapa vitamin A,
vitamin B, Vitamin C, dan dari 100 gram daging buah pisang dihasilkan
energi sebesar 68 kkal sampai dengan 127 kkal, sehingga tanaman pisang
dapat menggantikkan posisi ubi kayu.
12
Daun
Tandan
Buah
Jantung
Batang
Bonggol
Akar
pohon pisang (Soenarjono, 1998)
Pisang merupakan tanaman asli Asia, yang tersebar hampir di seluruh
belahan dunia, ternasuk Indonesia. Tanaman pisang mengandung nilai gizi
yang cukup tinggi, karena dalam 100 gram daging pisang mengandung 70
otein 1.2 %, lemak 0.3 %, abu
0.9 %, vitamin serta mineral 0.1 %. Dari hasil pengujian yang dilakukan
Widjanarko dan Suwarno, 1994)
menunjukkan bahwa daging buah pisang mengandung beberapa vitamin A,
dan dari 100 gram daging buah pisang dihasilkan
energi sebesar 68 kkal sampai dengan 127 kkal, sehingga tanaman pisang
13
Pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik , antara lain menyediakan
energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah - buahan lain. Pisang kaya
mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium. Pisang juga
mengandung vitamin yaitu C, B kompleks, B6 dan serotin yang aktif sebagai
neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak (Anwar, 2003).
a. Energi Instan
Nilai energi pisang sekitar 136 kalori untuk setiap 100 gram, yang secara
keseluruhan berasal dari karbohidrat. Nilai energi pisang dua kali lipat lebih
tinggi daripada apel. Apel dengan berat sama (100 gram) hanya mengandung
54 kalori. Kandungan energi pisang merupakan energi instan, yang mudah
tersedia dalam waktu singkat, sehingga bermanfaat dalam menyediakan
kebutuhan kalori sesaat (Anwar, 2003).
Karbohidrat pisang menyediakan energi sedikit lebih lambat dibandingkan
dengan gula pasir dan sirup, tetapi lebih cepat dari nasi, biskuit, dan sejenis
roti. Oleh sebab itu, banyak atlet saat jeda atau istirahat mengonsumsi pisang
sebagai cadangan energi. Karbohidrat pisang merupakan karbohidrat
kompleks tingkat sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga dapat
menyediakan energi dalam waktu tidak terlalu cepat. Karbohidrat pisang
merupakan cadangan energi yang sangat baik digunakan dan dapat secara
cepat tersedia bagi tubuh (Anwar, 2003).
Gula pisang meupakan gula buah, yaitu terdiri dari fluktosa yang
mempunyai indek glikemik lebih rendah dibandingkan dengan glukosa,
sehingga cukup baik sebagai penyimpan energi karena sedikit lebih lambat di
metabolism. Sehingga bekerja keras atau berfikir, selalu timbul rasa kantuk.
14
Keadaan ini merupakan tanda - tanda otak kekurangan energi, sehingga
aktivitas secara biologis juga menurun (Anwar, 2003).
Untuk melakukan aktivitasnya, otak memerlukan energi berupa glukosa,
glukosa darah sangat vital bagi otak untuk dapat berfungsi baik, antara lain
diekspresikan dalam kemampuan daya ingat. Glukosa tersebut terutama
diperoleh dari sirkulasi darah otak karena glikogen sebagai cadangan glukosa
sangat terbatas keberadaannya. Glukosa darah terutama didapat dari asupan
makanan sumber karbohidrat. Pisang adalah alternative terbaik untuk
menyediakan energi di saat - saat istirahat atau jeda, pada waktu otak sangat
membutuhkan energi yang cepat tersedia untuk aktivitas biologis (Anwar,
2003).
Namun, kandungan protein dan lemak pisang ternyata kurang bagus dan
sangat rendah, yaitu hanya 2.3 % dan 0.13 %. Meski demikian, kandungan
lemak dan protein pisang masih lebih tinggi dari apel, yang hanya 0,3 %.
Karena itu, tidak perlu takut kegemukan walau mengosumsi pisang dalam
jumlah banyak (Anwar, 2003).
b. Kaya Mineral
Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, kalsium, dan besi.
Bila dibandingkan dengan jenis makanan nabati lain, mineral pisang,
khususnya besi, hampir seluruhnya (100%) dapat diserap tubuh. Berdasarkan
berat kering, kadar besi pisang mencapai 2 miligram per 100 gram dan seng
0,8 mg. bandingkan dengan apel yang hanya mengandung 0.2 mg besi dan 0.1
mg seng untuk berat 100 gram (Anwar, 2003).
15
Kandungan vitaminnya sangat tinggi, terutama provitamin A, yaitu
betakaroten, sebesar 45 mg per 100 gram berat kering, sedangkan pada apel
hanya 15 mg. pisang juga mengandung vitamin B, yaitu tilamin, riboflavin,
niasin dan vitamin B6 (piridoxin). Kandungan vitamin B6 pisang cukup tinggi,
yaitu sebesar 0.5 mg per 100 gram. Selain berfungsi sebagai koenzim untuk
beberapa reaksi dalam metabolism, vitamin B6 berperan dalam sintetis dan
metabolisme protein, khusunya serotonin. Serotonin diyakini berperan aktif
sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Vitamin B6 juga
berperan dalam metabolism energi yang berasal dari karbohidrat. Peran
vitamin B6 ini jelas mendukung ketersediaan energi bagi otak untuk aktivitas
sehari - hari (Anwar, 2003).
Khasiat lain dari buah pisang adalah untuk obat luka lambung, menurukan
kolesterol darah, mencegah kanker usus, menjaga kesehatan jantung,
membantu melancarkan pengiriman oksigen ke dalam otak, menyuburkan
rambut, menghaluskan kulit, dan sebagainya (Rukmana, 1997).
Perbandingan kandungan karbohidrat (gula dan tepung) pada pisang
mentah dan pisang matang ditunjukkan pada Tabel 1 :
Tabel 2.1 . Kandungan Karbohidrat (gula dan tepung) Buah Pisang
Jenis Pisang KarbohidratGula Tepung
Pisang mentah 0.1 - 2 % 19.5 - 21.5 %Pisang matang 20 % 1 %
Selain karbohidrat, pisang juga mengandung vitamin (C, A, dan B) dan Na,
Ca, Mn, Fe, Mg, P, Cl, dan I (Marlina, 1990)
16
Tabel 2.2. Nilai Gizi Beberapa Jenis Pisang ( per 100 gram bagian yang dapat
dimakan )
Sumber : direktorat gizi departemen kesehatan R.I. 1979
2.2 Penepungan
2.2.1 Penepungan Secara Umum
Proses penepungan merupakan proses pengecilan ukuran (size
reduction) suatu bahan padat secara mekanis tanpa diikuti dengan
perubahan sifat kimia dari bahan yang digiling. Misalnya tepung beras,
tepung tapioka, tepung maizena, tepung terigu, sagu, dan beras ketan.
Dengan adanya pemrosesan penepungan maka butiran-butiran tepung
yang sangat halus, permukaan bidangnya menjadi sangat lebar.
Penepungan menyebabkan bahan menjadi bersifat higroskopis,
yaitu bahan halus mudah sekali menjadi lembab karena sangat mudah
menyerap uap air. Namun keuntungan dari penepungan yang paling
tampak adalah aroma dan cita rasa bahan yang ditepungkan menjadi
sangat mencolok (Fennema, 1996).
Jenis pisang Kalori
(kal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbo
hidrat (g)
K
(mg)
P
(mg)
Fe
(mg)
Vit. A
(S.I)
Vit. B1
(mg)
Vit. C
(mg)
Air
( g)
b.d.d
(%)
Ambon 99 1.2 0.2 25.8 8 28 0.5 146 0.08 3 72.0 75
Angleng 68 1.3 0.2 17.2 10 26 0.6 76 0.08 6 80.3 75
Lampung 99 1.3 0.2 25.6 10 19 0.9 618 4 72.1 75Mas 127 1.4 0.2 33.6 7 25 0.8 79 0.09 2 64.2 85
Raja 120 1.2 0.2 31.8 10 22 0.8 950 0.06 10 65.8 70
Raja sere 118 1.2 0.2 31.1 7 29 0.3 112 4 67.0 85Raja Uli 146 2.0 0.2 38.2 10 28 0.9 75 0.05 3 59.1 75
17
Tujuan pengecilan ukuran adalah untuk membuat bahan menjadi
ukuran tertentu baik untuk keperluan konsumen ataupun untuk proses
berikutnya. Ada dua kategori pengecilan ukuran yaitu extreme size
reduction (penepungan) dan pengecilan ukuran dengan ukuran yang
relatif besar dan bentuk yang tertentu. Pembuatan tepung bertujuan
untuk mencegah timbulnya kerusakan bahan yang bersifat fisik maupun
kualitatif (mutu). Berkurangnya kualitas adalah satu-satunya bentuk
kerusakan yang harus dihindari, namun dalam kenyataannya dua bentuk
kerusakan ini saling berkait dan sering mempengaruhi sehingga akan
membentuk kerusakan tepung yang lebih serius.
Faktor - faktor yang mempengaruhi proses pengecilan ukuran
bahan yaitu :
1. Semakin lama waktu penggilingan dan penggayakan, maka bahan
akan semakin halus dan semakin sedikit % bahan yang tertinggal
2. Ukuran dan bentuk bahan, semakin besar ukuran dan bentuk bahan,
maka proses pengecilan ukuran akan semakin sulit
3. Struktur bahan, bahan yang berstruktur rendah/kristal lebih
menguntungkan karena pemecahan lebih mudah terjadi sepanjang
rontokan, selain itu gaya tekan lebih efisien
4. Jenis mesin yang digunakan performanya lebih baik maka proses
pengecilan ukuran akan berlangsung lebih cepat
5. Kadar air, semakin banyak kadar air makan bahan akan mengumpal
dan proses pengecilan ukuran akan berlangsung lebih lama
18
6. Suhu pada mesin akan meningkat dengan adanya gaya gesekan
yang cepat sehingga mengurangi efisiensi energi yang dipakai.
7. Kekerasan bahan, bahan yang keras sukar untu dihancurkan dan
bila permukaan kasar menyebabkan mesin cepat aus.
2.2.2 Tepung Pisang
Untuk menjaga agar buah pisang lebih awet tetapi mutunya tetap
bahkan nilainya lebih tinggi, pisang dapat diolah menjadi berbagai makanan
misal sale, keripik, dan tepung pisang (Atang, 1988)
Tepung pisang adalah hasil penggilingan buah pisang kering (chip
pisang). Produk ini dapat digunakan sebagai formulasi kue dan makanan
bayi, pembuatan tepung ini belum begitu dikenal, akan tetapi cukup mudah
dilakukan dan biayanya tidak begitu mahal (Departemen Pertanian, 2003)
Kadar air buah pisang sebesar 60 - 84 %, di mana nilai tersebut
menunjukkan kandungan air dalam buah. 16 - 40 % sisanya ialah
karbohidrat, vitamin dan mineral. Sedangkan kadar air tepung pisang rata-
rata ialah 6 - 7 % (Satuhu, et al., 2002).
Tepung pisang menggunakan bahan dasar buah pisang (daging), pada
umumnya semua jenis pisang dapat digunakan. Kriteria buah pisang yang
dapat digunakan Bahan baku dalam pembuatan tepung pisang adalah pisang
yang masih mentah namun sudah cukup tua (tingkat kematangan 70-80%).
Jenis pisang yang dapat dijadikan tepung adalah kepok dan cavendis buah
pisang kapok mempunyai warna tepung yang paling baik, yaitu putih.
19
Tahap-tahap dalam pembuatan tepung pisang adalah sebagai berikut
(Departemen Pertanian, 2009 ) :
1. Pemanasan dan pengupasan
Pemanasan pendahuluan (Blanching) dilakukan untuk mencegah
terjadinya perubahan performansi produk yaitu mengurangi getah
buah, dan memudahkan pengelupasan kulit buah (Kordylas, 1991).
Pisang dipanaskan ( 15 menit ), kulitnya menjadi kusam dan layu,
serta kulitnya tidak bergetah. Pisang yang telah dingin dikupas dengan
pisau atau dengan bilah bambo yang dibentuk seperti mata pisau.
2. Pengirisan
Pisang diiris dengan ketebalan irisan 3 mm. Proses pengirisan dapat
dilakukan secara manual dengan pisau stainless steel atau dengan
mesin perajang buah pisang yang akan menghasilkan ketebalan irisan
lebih seragam. Semakin kecil ukuran irisan semakin baik, karena akan
semakin cepat kering jika dikeringkan.
3. Perendaman Asam Sitrat
Irisan buah pisang di rendam dalam larutan Asam Sitrat 3%, 4%, 5%
asam sitrat selama 10 menit. Perendaman dalam larutan Asam Sitrat
bertujuan untuk mencegah reaksi pencoklatan (browning) pada irisan
buah, sehingga dapat memperbaiki warna tepung pisang yang
dihasilkan.
4. Pengeringan
Irisan pisang dihamparkan di atas tampah atau nyiru, setelah itu
dilakukan penjemuran sampai kering, selain itu pengeringan dapat
20
dilakukan dengan alat pengering. Pengeringan dilakukan sampai
bahan benar-benar kering ditandai dengan bahan mengeras, tapi
mudah dipatahkan (rapuh). Hasil pengeringan ini berupa chip pisang.
5. Penggilingan
Chip pisang digiling dengan alat penggiling, sampai halus ( biasanya
80 mesh ). Hasil penggilingan ini disebut dengan tepung pisang.
Tepung pisang dapat digunakan sebagai bahan campuran pada semua
makanan yang berbahan dasar tepung (beras, terigu) sebagai salah satu
bahannya. Tepung pisang dapat menggantikan sebagian atau seluruh tepung
tersebut.
2.3 Reaksi Pencoklatan ( Browning )
Reaksi pencoklatan akan menghasilkan warna dari kuning sampai
coklat tua atau hitam, tergantung tipe produk dan tingkat reaksinya (Paul and
Palmer, 1972). Menurut Eskin, Handerson and Townsend (1971), reaksi
pencoklatan berpengaruh pada flavor, kenampakan, nilai nutrisi, warna dan
aroma dari produk yang diinginkan.
Reaksi Pencoklatan pada umumnya dibagi menjadi dua jenis yaitu
proses pencoklatan enzimatis dan nonenzimatis. Pencoklatan enzimatis terjadi
pada buah- buahan yang mengandung banyak substrat senyawa fenolik.
Proses pencoklatan enzimatis memerlukan enzim fenol oksidase dan oksigen
yang harus berhubungan dengan substrat (Winarno, 1984).
21
2.3.1 Pencoklatan Enzimatis
Pencoklatan pada sayur sayuran pada dasarnya merupakan akibat dari
proses oksidasi yang terjadi pada jaringan biologis sel bila sayur tersebut
mengandung kadar enzim yang mencukupi. Pencoklatan tersebut merupakan
akibat dari reaksi fenol yang berlangsung secara enzimatis (Widjanarko,
1991).
Mekanisme reaksi pencoklatan enzimatis dapat dibagi beberapa tahap
(Apandi, 1994), yaitu:
1. Hidroksilasi pertama
2. Oksidasi
3. Hidroklisasi kedua
4. Reaksi tridoksi benzene dengan O-Quinon
5. Polimerisasi
Susanto dan Saneto (1994), melaporkan bahwa ada beberapa cara
pencegahan proses pencoklatan enzimatis antara lain :
1. Pemanasan
Penggunaan suhu tinggi selama waktu tertentu mampu menginaktifkan
fenolase dan semua enzim yang ada pada bahan hasil pertanian. Namun
pemanasan yang biasa digunakan dalam proses ini adalah blanching yaitu
uap panas selama 5 menit.
2. Pencegahan kontak dengan oksigen
Cara yang biasa digunakan adalah meredam hasil pertanian yang telah
mengalami perlakuan mekanis kedalam air sebelum bahan dimasak.
Dengan demikian bahan itu tidak akan berhubungan dengan udara.
22
3. Penggunaan asam
Asam-asam yang umum digunakan dalam pencegahan pencoklatan
enzimatis adalah asam sitrat, asam malat dan asam askorbat. Asam-asam
ini mampu menurunkan pH penyebab pencoklatan berada, sehingga
aktifitas terhambat.
4. Pemberian Inhibitor
Inhibitor enzim folase yang kuat adalah sulfit. Pemakaaian ini memiliki
keuntungan karena selain sebagai inhibitor juga bersifat antiseptic dan
dapat mempertahankan vitamin C dalam bahan.
2.3.2 Pencoklatan Non Enzimatis
Menurut Hui (1992), molekul tannin merupakan molekul yang kompleks.
Pada dasarnya ada 2 tipe tanin, yaitu proantocyanidin sebagai tannin
teroksidasi dan asam hexahydroxydipHenic sebagai tannin terhidrolisa.
Pencoklatan enzim terjadi pada bahan yang mengandung senyawa fenolik,
dimana tannin merupakan salah satu senyawa yang dapat bertindak
sebagai substrat proses pencoklatan (Winarno, 1992).
Kecepatan reaksi pencoklatan dipengaruhi oleh suhu, pH, irradiasi, tipe
gula dan persen katalis. Reaksi pencoklatan semakin cepat dengan makin
meningkatnya suhu. Pengembangan warna meningkat dengan makin
meningkatnya pH. pH berpengaruh juga pada efektifitas sulfit dalam
menekan pengembangan warna (Paul and Palmer, 1972).
23
2.4 ASAM SITRAT
Asam Sitrat Asam sitrat adalah asam organik yang larut dalam air dengan
citarasa yang menyenangkan dan banyak digunakan dalam industri pangan.
Asam sitrat merupakan suatu asidulan yaitu senyawa kimia yang bersifat asam
yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan.
Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi
after taste yang tidak disukai. Penambahan asam dapat menurunkan pH
makanan sehingga menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Penurunan
pH juga berfungsi untuk menghambat reaksi pencoklatan enzimatis yang
optimal pada pH 6-7 dan pencoklatan non enzimatis.
Asam sitrat dapat dihasilkan melalui fermentasi menggunakan
mikroorganisme Aspergillus niger, yaitu jamur yang digunakan secara
komersial pertama kali pada tahun 1923. Guna memenuhi permintaan yang
terus meningkat, maka efisiensi proses ferementasi terus dipelajari. Pengukuran
kesetimbangan massa dipelajari agar dapat ditentukan banyaknya substrat yang
digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Asam sitrat memiliki fungsi
seperti dapat menstabilkan warna makanan, mengurangi kekeruhan, mengubah
sifat mudah mencair atau meningkatkan pembentukan gel. Asam sitrat
termasuk zat pengikat logam yang merupakan bahan penstabil yang digunakan
sebagai pengolahan bahan makanan. Asam sitrat mengikat logam dalam bentuk
ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam
tersebut dalam bahan. Asam sitrat digunakan pada minuman selain berfungsi
sebagai pengasam juga berguna untuk mangikat logam yang dapat
mengkatalisis komponen cita rasa/warna (Margono, 1993).
24
2.5 Pengeringan
2.5.1 Proses Pengeringan
Pengeringan didefinisikan sebagai operasi pemindahan panas dan massa
secara simultan dengan perubahan fase untuk memisahkan sejumlah relatif kecil
air dan cairan lainnya dari suatu sistem yang terdiri dari banyak komponen,
sehingga diperoleh bahan padat kering yang masih mengandung sejumlah sisa air
yang dapat diterima. Pengeringan biasanya merupakan langkah terakhir dalam
suatu proses pengolahan sebelum pengemasan, agar menghasilkan bahan yang
lebih cocok untuk penyimpanan. Karena itu pengeringan diartikan sebagai
pengurangan kandungan air dari nilai awal ke suatu nilai akhir yang dapat
diterima (Sagara, 1989).
Menurut Hasibuan (2004), proses pengeringan bahan secara umum
merupakan. proses yang amat rumit, karena melibatkan berbagai fenomena.
Sampai sekarang penjelasan secara terperinci bagaimana pengeringan dapat
terjadi masih belum diketahui, terutama untuk menjelaskan proses pengeringan
hasil pertanian yang melibatkan beberapa proses lain seperti proses peragian,
pengoksidasian dan sebagainya. Pengeringan melibatkan proses pelepasan air dari
sel-sel bahan yang dikeringkan, sehingga pengeringan tersebut bukan saja
melibatkan fenomena fisika tetapi juga melibatkan fenomena biologi dan kimia
atau ketiga-tiganya.
Bahan yang mengalami proses pengeringan secara umum dapat dibagi
menjadi dua yaitu: bahan yang dapat mengeluarkan semua air yang dikandungnya
seperti tekstil, dan bahan yang tidak dapat mengeluarkan semua yang
dikandungnya seperti biji-bijian. Bahan yang dapat mengeluarkan semua air yang
25
dikandungnya dinamakan bahan tak higroskopik, sedangkan bahan yang masih
menyimpan sebagian air yang dikandungnya dinamakan bahan higroskopik
(Hasibuan, 2004).
Bahan tak higroskopik dikeringkan sampai semua air yang dikandungnya
keluar. Seandainya bahan tersebut masih mengandung uap air, kemungkinan
bahan tersebut rusak disebabkan terjadinya proses kimia atau biologi. Bahan
higroskopik perlu menyimpan sebagian air yang dikandungnya, karena air
tersebut akan bertindak sebagai agen pengikat sehingga sel-sel di dalam bahan
tersebut tidak pecah. Bahan higroskopik kebanyakan merupakan bahan hasil
pertanian, seperti jenis biji-bijian padi, coklat. kopi, dan lada; jenis daun seperti
tembakau dan teh; jenis buah seperti mangga dan pisang; atau jenis ikan, udang,
dan cumi-cumi (Hasibuan, 2004).
Peristiwa yang terjadi selama pengeringan tersebut meliputi proses
perpindahan panas dan perpindahan massa
1. Proses perpindahan panas
Bila di dalam sistem terdapat gradien suhu atau bila dua buah benda yang
suhunya berbeda dalam kontak termal, maka panas akan mengalir dari benda yang
suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah atau akan terjadi
perpindahan energi. Proses tersebut dikenal sebagai proses perpindahan panas.
Proses perpindahan panas dibutuhkan pada proses menguapkan air dari dalam
bahan atau proses perubahan bentuk cair ke bentuk uap.
Kalor diberikan kepada pengeringan dengan tujuan sebagai berikut :
a. Memanaskan bahan sampai pada suhu penguapan
b. Menguapkan zat cair
26
c. Memanaskan zat padat sampai pada suhu produk.
Tiga cara perpindahan panas secara umum menurut Earle (1969) adalah
konduksi, konveksi dan radiasi.
a. Perpindahan panas konduksi
Merupakan perpindahan panas dengan energi berpindah tempat
dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah
melalui lapisan benda atau zat padat. Panas berpindah akibat
perpindahan energi karena gerakan molekul yang berdekatan.
Perpindahan panas konduksi akan terjadi jika pada benda tersebut
terdapat gradien suhu
b. Perpindahan panas konveksi
Perpindahan panas konveksi terjadi karena perpindahan energi
panas antara permukaan solid dan fluida sebagai akibat dari
gerakan fluida.
c. Perpindahan panas radiasi
Perpindahan panas secara terjadi akibat adanya perpindahan
energi panas antara dua benda melewati ruang dalam bentuk
gelombang elektromagnetis.
2. Proses perpindahan massa
Proses perpindahan massa yaitu aliran unsur larutan fluida
dari daerah yang konsentrasinya lebih tinggi ke daerah yang
konsentrasinya lebih rendah.
Perpindahan panas pada alat pengering langsung terjadi
karena kontak langsung antara bahan basah dan udara pengering.
27
Proses pengeringan pada bahan dimana udara panas bersinggungan
langsung dengan bahan dianggap suatu proses adiabatis. Hal ini
berarti bahwa panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air dari
bahan hanya diberikan oleh udara pengering dengan perpindahan
kalor secara konveksi tanpa tambahan energi dari luar. Ketika
udara kering menghembus bahan basah, sedangkan panas udara
pengering diubah menjadi panas laten sampai menghasilkan uap air
(Hasibuan, 2004).
Cairan dalam bahan basah akan menguap dan terbawa secara bersama-
sama dengan media pemanas keluar dari pengering. Karena perpindahan panas
yang terjadi pada pengeringan langsung sebagian besar adalah perpindahan panas
secara konveksi maka pengeringan langsung disebut juga pengering konveksi.
2.5.3 Kadar Air Bahan
Pada awal proses pengeringan bahan memiliki kadar air yang tinggi dan
permukaan akan lapisan oleh air. Kecepatan pengeringan pada kondisi ini tetap
dan biasanya ditentukan oleh sifat permukaan bahan (Henderson and Perry, 1976).
Menurut Taib (1988), kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan
air persatuan bobot bahan. Jumlah air dalam suatu bahan dimaksudkan sebagai
berat air dan biasanya dinyatakan dalam persen. Dalam hal ini terdapat dua
metode untuk menetukan kadar air bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering
(wk) dan bobot basah (wb). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian
biasanya dilakukan berdasarkan bobot basah. Dalam perhitungan berlaku rumus
sbb:
28
kawb = x 100% ....................................................................(1)
kadb = x 100%....................................................................(2)
2.6 Penggilingan
2.6.1 Pengertian Pengecilan Ukuran
Bahan mentah seringkali berukuran lebih besar dari kebutuhan
sehingga menyulitkan proses pengolahannya. Untuk itu, bahan tersebut
perlu diperkecil ukurannya sehingga dapat mempermudah proses
pengolahan selanjutnya. Pengecilan ukuran merupakan usaha untuk
mengurangi atau meminimalkan ukuran dari bahan padat dengan kerja
mekanis, yaitu membagi bahan menjadi partikel - partikel yang lebih
kecil (Earle, 1969).
2.6.2 Mesin Penggilingan
Disk mill merupakan suatu alat penepungan yang berfungsi
untuk menggiling bahan serealia menjadi tepung. Disk mill
memperkecil bahan dengan tekanan dan gesekan antara dua piringan
yang satu berputar dan yang lainnya tetap (Hardjosentono,1981).
Menurut Hardjosentono (1981), mesin penepung disk mill yang
digunakan pada penelitian ini memiliki 6 (enam) bagian utama yaitu:
1. Masukan (hopper)
2. Rumah penepungan yang didalamnya terdapat pisau penepung,
penutup pisau penepung dan saringan mesh
3. Sistem transmisi dan dudukannya yang terdiri dari poros, puli,
sabuk v-belt, dudukan bearing dan bearing
29
4. Saluran pengeluaran tepung hasil penepungan
5. Motor penggerak
6. Rangka penyangga
2.7 Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C
yang dimiliki, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa, sedang
amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan -(1,6)-D-glukosa sebanyak 4
5 % dari berat total (Winarno, 1992).
Gambar 2.3. Rumus bangun Amilopektin. (Sumber : Tarigan (1983)
Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan
merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia di seluruh dunia.
Komposisi amilosa dan amilopektin berada dalam pati berbagai bahan
makanan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah yang besar.
Sebagian besar pati mengandung antara 15% dan 35% amilosa. Dalam
butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk
30
semi kristal, yang menyebabkan tidak larut dalam air dan memperlambat
pencernaannya oleh amilase pankreas. Cabang-cabang dalam amilopektinlah
yang terutama menyebabkannya dapat membentuk gel yang cukup stabil
proses pemasakan pati disamping menyebabkan pembentukan gel juga akan
melunakkan dan memecah sel, sehingga memudahkan pencernaannya dalam
proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukisa (Almatsier,
2004).
2.8. Syarat kualitas tepung pisang
Dalam pembuatan tepung pisang ini, untuk menjaga kualitas produk
tepung pisang yg dihasilkan, maka kualitas tepung pisang ini mengacuh pada
SNI yang di buat oleh Badan Standar Nasional Indonesia (BSNI) , aturan yg
dikeluarkan untuk standar tepung pisang yaitu no : SNI 01-3841-1995
Tabel 2.3Syarat Mutu Tepung Pisang
No Kriteria Uji SatuanPersyaratan
Jenis A Jenis B
1 2 3 4 5
I Keadaan
I.1 Bau - Normal normal
I.1 Rasa - Normal normal
I.3 Warna - Normal normal
2. Benda Asing - Tidak boleh ada Tidak boleh ada
3. Serangga (dalam segala
bentul stadia dan potongan
potonganya
- Tidak boleh ada Tidak boleh ada
4. Jenis pati lain selain tepung
pisang
- Tidak boleh ada Tidak boleh ada
31
5. Kehalusan lolos ayakan 60
mesh
% b/b Min 95 Min 95
6. Air % b/b min 5 Min 12
7. Bahan tambahan makanan - Sesuai dengan
SNI 01-0222-1987
Sesuai dengan SNI
01-0222-1987
8. Sulfit (SO2) Mg/kg Negative Maks.10
9. Cemaran logam :
9. Cemaran logam :
9.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 1,0 Maks 1,0
9.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 10,0 Maks. 10,0
9.3 Seng (Zn) Mg/kg Maks. 40.0 Maks. 40.0
9.4 Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0.05 Maks. 0.05
10. Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks. 0,5 Maks. 0,5
11. Cemaran mikroba :
11.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 104 Maks. 106
11.2 Bakteri bentuk coli APM/ g 0 0
11.3 Escherichin coli Koloni/g 0 Maks. 106
11.4 Kapang dan kamir - Maks.102 Maks.104
11.5 Salmonella /25 gram - negatif -
11.6 Stafilococcus aureus/g - negatif -
Tabel 2.4. Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari Berbagai Varietas Pisang
Varietas WarnaKadar Air
(%)
Kadar Asam
(%)
Karbohidrat
(%)
Kepok Putih 6.08 1.85 76.47
Nangka Putih Coklat 6.09 0.85 79.84
Ambon Putih Abu-
abu
6.26 1.04 78.99
Raja Bulu Putih Coklat 6.24 0.84 76.47
Ketan Putih Abu-
abu
6.24 0.78 75.33
32
Lampung Putih 8.39 0.49 70.10
Siam Kuning
Coklat
7.62 1.00 77.13
Sumber : Murtiningsih dan Imam Muhajir (1988)
Tabel 2.5. Perbandingan Komposisi Kimia Pisang Segar, Tepung Pisang, Beras,
dan Kentang
Komposisi KimiaPisang
Segar
Tepung
PisangBeras Kentang
Air (%) 70 3 12 78
Karbohidrat (%) 27 88.6 80.2 19
Serat Kasar (%0 0.5 2 0.3 0.4
Protein (%) 1.2 4.4 6.7 2
Lemak (%) 0.3 3 4 0.1
Abu (%) 0.9 3.2 0.5 1
- karoten (ppm) 2.4 760 - 13Kalori (kkal/100 g) 104 340 363 82
Sumber : Suyanti Sutuhu dan Ahmad Supriyadi ( 1995)
II.2. Hepotesa Penelitian
1. Suhu pengeringan akan mempengaruhi kualitas tepung pisang yang
dihasilkan.
2. Konsentrasi zat aditif asam sitrat akan memepengaruhi kualitas tepung
pisang yang dihasilkan.
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. METODOLOGI PENGUMPULAN DATA
3.1.1. Metode Studi Pustaka
Yaitu mengumpulkan data-data dengan cara membaca, dari
internet dan memepelajari buku-buku atau diktat kuliah yang
berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
3.1.2. Metode Studi Laboratorium
Cara pengambilan data dengan percobaan langsung pada sampel
yang diteliti serta pengujian sampel hasil percobaan di laboratorium.
3.2. METODOLOGI PENGAMBILAN SAMPEL
Pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah
pengambilan tepung sebanyak 500 gram pada setiap konsentrasi Asam sitrat
(3%, 4%, 5%) sebanyak 10 gram pada masing-masing variasi suhu untuk
uji kadar air, uji spektrofotometer, analisis kadar lemak dan karbohidrat.
3.3. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
3.3.1 Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Timbangan Listrik
b. Pisau
c. Talenan
33
34
d. Tabung reaksi
e. Oven
f. Grinder
g. Ayakan
h. Screening
i. Pipet
j. Erlemmeyer
3.2.2. Bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Pisang Kepok
b. Aquadest
c. Asam Sitrat
3.4. PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1. Proses Pembuatan Tepung Pisang
a. Bahan yang digunakan
Pisang Kepok
Aquadest
Asam Sitrat
b. Alat yang digunakan
Timbangan analitik
Kompor listrik
35
Gelas beker 1000 ml
Oven
Ayakan
Grinder
Pipet
Screening
Erlemeyer
Pisau
c. Cara Kerja
1. Sebelum proses pengeringan, bahan baku harus melalui
beberapa tahapan yaitu pengupasan, perendaman dengan asam
sitrat, dan setelah dikeringkan kemudian dihaluskan dengan
grinder dan di ayak dengan screening.
2. Pisang segar ditimbang dengan berat masing masing 500
gram.
3. Setelah ditimbang, kemudian pisang segar dikupas lalu
dipotong setebal 1 cm.
4. Kemudian pisang yang sudah dipotong potong tadi, direndam
di dalam larutan asam sitrat selama 10 menit.
5. Pisang yang sudah direndam tadi kemudian dimasukkan ke
dalam oven dalam suhu yang divariasikan.
6. Setelah dioven, kemudian pisang dihaluskan dengan grinder
dan di ayak dengan screening.
36
7. Tepung yang sudah jadi di uji kadar air, uji spektrofotometri,
dan uji protein, lemak, dan karbohidrat.
Menimbang 500 gram bahan baku buah pisang
Mengupas buah pisang dan memotong buah
pisang setebal 1 cm.
Merendam potongan pisang dalam larutan asam sitrat konsentrasi ( 3%, 4% dan 5%) dengan
perbandingan pisang dan larutan asam sitrat 1:2 selama 10 menit dan tanpa perantara dalam
larutan asam
Mengeringkan dengan oven pada suhu yang
divariasikan (80 0C, 90 0C, dan 100 0C)
Menghaluskan dengan grinder dan di ayak dengan ayakan ukuran 60 mesh
Mengamati uji kadar air, uji spektrofotometri, uji
37
3.4.2. Uji kadar air
a. Bahan yang digunakan
Tepung pisang
b. Alat yang digunakan
Oven
Timbangan analitik
Cawan aluminium
Eksikator
Tang penjepit
c. Cara kerja
1. Keringkan cawan aluminium dalam oven selama 1 jam pada
suhu 105C.
2. Kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan
timbang beratnya.
3. Tambahkan ke dalam cawan aluminium tersebut sejumlah 5
gram tepung pisang.
4. Masukkan cawan + sample ke dalam oven selama 3 jam pada
suhu 105C.
5. Masukkan ke dalam eksikator selama 15 menit dan timbang.
38
3.4.3. Uji spektrofotometer
a. Bahan yang digunakan
Tepung pisang
b. Alat yang digunakan
Sendok
Spektrofotometer UV- visible
Tisu
Mengeringkan cawan aluminium dalam
oven selama 1 jam pada suhu 105C
Mendinginkan cawan dalam eksikator
Menambahkan ke dalam cawan tersebut
sejumlah 5 gram tepung pisang
Memasukkan cawan + sample ke dalam
oven selama 3 jam pada suhu 105C
Memasukkan ke dalam eksikator selama
15 menit dan menimbang
39
c. Cara kerja
1. Mengambil tepung pisang sebanyak 5 gram.
2. Kemudian dimasukkan kedalam spektrofotometer.
3. Hasil yang didapat berupa kurva dari wavelength dan absorsi.
3.4.4. Analisis kadar karbohidrat
a. Alat yang digunakan
Spektofotometer UV-Vis
Labu ukur 100 ml
Labu ukur 10 ml (7 buah)
Pipet volume 10 ml
Magnetig stirrer (hot plate)
Gelas beker
Mengambil 5gram tepung pisang untuk
masing-masing suhu (800C, 900C, 100C)
Kemudian dimasukkan kedalam
spektrofotometer
Hasil yang didapatkan berupa tabel tingkat
kecerahan warna, warna tak tampak dan warna
tampak.
40
b. Bahan yang digunakan
Tepung pisang
D-Glukosa
Fenol
H2SO4 pekat
Aquadest
c. Cara kerja
1. Timbang 2 gram sampel tepung pisang, kemudian masukkan
kedalam gelas beker 100 ml dan tambahkan aquadest 50 ml
lalu diaduk selama 1 jam.
2. Timbang 5 gram fenol kemudian larutkan dalam aquadest
sampai volume 100 ml.
3. Larutkan 5 mg D-glukosa, dengan aquadest sampai volume 50
ml kemudian buatlah seri kadar larutan standart dengan
mengambil masing-masing 0,5 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 4,0 ml; 8,0
ml; dan 1,0 ml dari larutan stok glukosa ke dalam labu ukur 10
ml.
4. Ambil masing-masing 2 ml larutan standart yang telah dibuat
dan masukkan kedalam tabung reaksi kemudian tambahkan 2
ml larutan fenol dan 10 ml H2SO4 pekat.
5. Lakukan inkubasi terhadap larutan tersebut selama 5 menit
pada temperatur 90C dan dinginkan pada suhu kamar.
6. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm.
41
7. Lakukan prosedur yang sama seperti prosedur diatas hanya
larutan standart diganti dengan sampel cair.
Menimbang 2 gram sampel tepung pisang, kemudian memasukkan
kedalam gelas beker 100 ml dan menambahkan aquadest 50 ml
lalu mengaduk selama 1 jam
Menimbang 5 gram fenol kemudian melarutkan dalam aquadest
sampai volume 100 ml
Mengmbil masing-masing 2 ml larutan standart yang telah
dibuat dan memasukkan kedalam tabung reaksi kemudian
menambahkan 2 ml larutan fenol dan 10 ml H2SO4 pekat
Melakukan inkubasi terhadap larutan tersebut selama 5 menit
Melarutkan 5 mg D-glukosa, dengan aquadest sampai volume 50 ml
kemudian membuat seri kadar larutan standart dengan mengambil
masing-masing 0,5 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 4,0 ml; 8,0 ml; dan 1,0 ml dari
larutan stok glukosa ke dalam labu ukur 10 ml
Mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm
Melakukan prosedur yang sama seperti prosedur diatas hanya
42
3.4.5. Analisis kadar lemak total
a. Bahan yang digunakan
Tepung pisang
N-heksan
Kertas saring
b. Alat yang digunakan
1 set Shoxletasi
Evaporator Buchi
Alat gelas
Timbangan analitik
c. Cara kerja
1. Sampel ditimbang masing-masing 5 gram.
2. Membungkus sampel dengan kertas saring.
3. Sampel yang sudah dibungkus kemudian disoklet.
4. Setelah disoklet, kemudian sampel dimasukkan ke dalam
evaporator.
5. Keluar dari evaporator, sampel ditimbang.
43
Menimbang sampel masing- masing 5 gram
Membungkus sampel dengan kertas saring
Mensoklet sampel yang sudah dibungkus
Memasukkan sampel ke dalam evaporator
Menimbang sampel
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.HASIL PENELITIAN
Dari penelitian didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Hasil uji analisis % kekeringan pada tepung pisang
Tabel 4.1 Hasil uji analisis % kekeringan
SAMPEL%
KEKERINGANKONSENTRASI ASAM SITRAT
SUHU PENGERINGAN
3% 80 0C 7.20%4% 80 0C 6.40%5% 80 0C 6.60%3% 90 0C 6.60%4% 90 0C 7.00%5% 90 0C 6.40%3% 100 0C 6.20%4% 100 0C 6.60%5% 100 0C 6.40%
Grafik 4.1 Hubungan suhu pengeringan terhadap % kekeringan
5,60%
5,80%
6,00%
6,20%
6,40%
6,60%
6,80%
7,00%
7,20%
7,40%
80 c 90 c 100 c
% K
EKER
ING
AN
SUHU PENGERINGAN
HUBUNGAN SUHU PENGERINGAN PEMBUATAN TEPUNG PISANG TERHADAP % KEKERINGAN
asam sitrat 3%
asam sitrat 4%
asam sitrat 5%
44
45
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa hasil tepung pisang yang
didapatkan memiliki persen kekeringan tepung pisang yang sangat bervariasi
dengan rata-rata persen kekeringan yang diperoleh berkisar antara 6.2% sampai
7.2 %, sedangkan persen kekeringan yang dipersyaratkan untuk tepung pisang
kepok putih adalah 6.2% -8.4%. Jadi dapat disimpulkan persen kekeringan tepung
pisang yang dihasilkan masih berada di ambang persen kekeringan yang
dipersyaratkan dan apabila dirata - ratakan semakin tinggi suhu pengeringan
tepung pisang semakin turun kadar air yang terkandung dalam tepung pisang
tersebut.
b. Hasil uji analisis warna menggunakan spektrofotometer UV- visible
1. Grafik uji analisis light (kecerahan) pada spektrofotometer UV-visble
Grafik 4.2 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat terhadap tingkat kecerahan.
Pada grafik uji analisis light (kecerahan) pada spektrofotometer UV-visible
didapatkan hasil tingkat kecerahan tepung pisang antara 110.59 -119.72.
Hal ini membuktikan bahwa tingkat kecerahan tepung pisang yang
110
112
114
116
118
120
122
0% 1% 2% 3% 4% 5% 6%
LIG
HT
% ASAM SITRAT
HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI ASAM SITRAT TERHADAP TINGKAT KECERAHAN
80c90c100c
46
didapatkan mendekati white atau putih, karena white terletak pada titik
100. Dapat dismpulkan semakin besar asam sitrat yang di berikan pada
masing-masing perlakuan suhu pengeringan, maka didapatkan tingkat
kecerahan yang tinggi pula atau mendekati white dan pada suhu
pengeringan 100 0C merupakan tingkat kecerahan yang paling baik.
2. Grafik uji analisis warna tak tampak pada spektrofotometer UV-visible.
Grafik 4.3 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat terhadap tingkat ordinat
warna tak tampak
Pada grafik hubungan antra konsentrasi asam sitrat terhadap tingkat warna tak
tampak dapat kita lihat bahwa warna tak tampak pada tepung pisang yang
dihasilkan bergerak dari arah warna merah ke arah warna hijau, karena
apabila nilai warna tak tampak semakin negatif maka warna tak tampak
semakin bergerak kearah hijau, tetapi apabila warna tak tampak lebih
positif maka warna tak tampak bergerak ke arah merah. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak konsentrasi asam sitrat yang
diberikan, maka warna tak tampak menuju ke warna hijau.
-2-1,8-1,6-1,4-1,2
-1-0,8-0,6-0,4-0,2
0
0% 1% 2% 3% 4% 5% 6%
war
na ta
k ta
mpa
k
konsentrasi asam sitrat
HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI ASAM SITRAT TERHADAP WARNA TAK TAMPAK
80c90c100c
47
3. Grafik uji analisis warna tampak pada spektrofotometer UV-visible.
Grafik 4.4 Hubungan antara konsentrasi asam sitrat terhadap tingkat ordinat
arah warna tampak
Pada grafik hubungan antra konsentrasi asam sitrat terhadap tingkat warna
tampak dapat kita lihat bahwa warna tampak pada tepung pisang yang
dihasilkan bergerak dari arah warna biru ke arah warna kuning, karena
apabila nilai warna tampak semakin negatif maka warna tampak semakin
bergerak ke arah biru, tetapi apabilah warna tampak lebih positif maka
warna tampak bergerak ke arah kuning. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
semakin banyak konsentrasi asam sitrat yang diberikan, maka warna
tampak menuju ke warna kuning dan dapat disimpulkan juga bahwa
warnah tepung yang kita hasilkan adalah kearah warna kuning, karena
nilai warna tampak lebih besar dari nilai warna tak tampak yang
didapatkan.
c. Hasil uji analisis lemak total pada tepung pisang dengan metode shoxletasi-
grafimetri
-25
-20
-15
-10
-5
0
0% 1% 2% 3% 4% 5% 6%
WAR
NA
TAM
PAK
KONSENTRASI ASAM SITRAT
HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI ASAM SITRAT TERHADAP ORDINAT ARAH WARNA TAMPAK
80c90c100c
48
Tabel 4.2 Hasil uji lemak total metode shoxletasi-grafimetri
SAMPELKADAR
LEMAK TOTALKONSENTRASI ASAM SITRAT
SUHU PENGERINGAN
3% 80 0C 1.33 %4% 80 0C 2.91 %5% 80 0C 0.90 %3% 90 0C 1.48 %4% 90 0C 6.01 %5% 90 0C 0.78 %3% 100 0C 2.81 %4% 100 0C 3.19 %5% 100 0C 2.17 %
Grafik 4.5 Hubungan antara suhu pengeringan terhadap kadar lemak total
Dari grafik hubungan suhu pengeringan dan kadar lemak total,
diketahui bahwa pada variasi suhu (800C, 900C,1000 ) didapatkan nilai lemak
total tepung pisang sangat bervariasi, mulai dari 0,78% -6.01%, sedangkan
nilai lemak total yang dipersyaratkan pada tepung pisang adalah 0.8%. Jadi
dapat kita simpulkan bahwa pada variasi 5% asam sitrat dan suhu
0
1
2
3
4
5
6
7
80c 90c 100c
Kada
r Le
mak
Tot
al
HUBUNGAN ANTARA SUHU PENGERINGAN TERHADAP KADAR LEMAK TOTAL
asam sitrat 3%
asam sitrat 4%
asam sitrat 5%
49
pengeringan 900C merupakan variasi yang nilai lemaknya memenuhi kadar
lemak yang dipersyaratkan pada tepung pisang
d. Hasil uji analisis karbohidrat total pada tepung pisang dengan metode
spektrofotometer UV/UV-VIS
Tabel 4.3 Hasil uji karbohidrat total metode spektrofotometer UV/UV-VIS
SAMPEL KADAR KARBOHIDRAT
TOTALKONSENTRASI ASAM
SITRATSUHU PENGERINGAN
3% 80 0C 18.31 %4% 80 0C 19.02 %5% 80 0C 18.61 %3% 90 0C 18.71 %4% 90 0C 18.63 %5% 90 0C 18.61 %3% 90 0C 18.28 %4% 90 0C 18.74 %5% 90 0C 18.13 %
Grafik 4.6 Hubungan antara suhu pengeringan terhadap kadar karbohidrat total
17,6
17,8
18
18,2
18,4
18,6
18,8
19
19,2
80c 90c 100c
KAD
AR K
ARBO
HID
RAT
TOTA
L
HUBUNGAN ANTARA SUHU PENGERINGAN DAN KADAR KARBOHIDRAT TOTAL
asam sitrat 3%
asam sitrat 4%
asam sitrat 5%
50
Pada grafik hubungan antara suhu pengeringan terhadap kadar
karbohidrat total didapatkan nilai rata- rata tepung pisang per variasi suhu
sebagai berikut, pada suhu 80 0C rata- rata kadar karbohidratnya adalah
8.65%, pada suhu 90 0C adalah 8.64, dan pada suhu100 0C adalah 18.38.
Dari grafik tersebut dapat di simpulkan bahwa semakin tinggi suhu
pengeringan maka semakin kecil pula kadar karbohidrat yang terdapat pada
tepung pisang tersebut.
4.2. PEMBAHASAN
Dari penelitian yang kami lakukan dapat dibahas sebagai berikut,
bahwa dalam penelitian ini kami menggunakan buah pisang kepok sebagai
bahan pembuatan tepung pisang. Pisang kepok sangat potensial untuk
dikembangkan, karena di Indonesia pisang kepok muda untuk didapatkan dan
juga muda untuk di kembangbiakan. Pisang kepok memiliki karbohidrat yang
tinggi sehingga dapa menjadi bahan pengganti dan pisang ini juga sebagai
sumber pro vitamin A. Untuk mendapatkan hasil tepung pisang yang
memiliki kualitas tinggi kami mencoba dengan memvariasikan kosentrasi
asam sitrat dan juga suhu pengeringan. Konsentrasi asam sitrat yang kami
pakai adalah 3%, 4%, dan 5%, sedangkan variasi suhu yang kami pakai
adalah suhu 80 0C, 90 0C, dan 100 0C.
Pada proses pembuatan tepung pisang suhu pengeringan yang kami
gunakan adalah80 0C, 90 0C, dan 100 0C, setelah itu untuk mengetahui kadar
air yang ada pada tepung pisang yang kami hasilkan kami melakukan uji
analisis kekeringan tepung pisang, didapatkan hasil % kekeringan yang cukup
stabil antara 6.2% - 7.2%, hal ini masih di ambang % kekeringan yang
51
dipersyaratkan yaitu 6.2% - 8.4%. Pada uji kekeringan ini didapatkan adanya
penurunan % kekeringan pada setiap variable suhu yang diperlakukan, karena
semakin besar suhu pengeringan maka semakin kecil juga % kekeringan yang
didapatkan, ini disebabkan pada proses pengeringan yang suhunya semakin
tinggi maka tepung pisang itu semakin mendekati kondisi optimal
kekeringannya, karena air yang ada dalam pisang itu sudah teruapkan
sempurna pada proses pengeringan awal pembuatan tepung pisang. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kadar air pada tepung pisang berbanding lurus
dengan suhu pengeringan.
Pada proses pembuatan tepung ini kami juga menginginkan tepung
pisang yang meiliki kualitas warna yang baik, sehingga kami melakukan
perlakuan awal sebelum potongan- potongan pisang ini di keringkan di dalam
oven, yaitu dengan melakukan perendaman menggunakan asam sitrat.
Penggunaan asam sitrat ini bertujuan untuk mencegah proses browning pada
pisang, dengan penambahan asam sitrat ini dapat menurunkan PH dan
nantinya dapat menghambat proses pencoklatan enzimatis. Setelah
menggunakan asam sitrat ini maka untuk mengetahui hasil yang didapatkan
kami melakukan uji warna spektrofotometer UV- Visible, didapatkan hasil
warna yang bervariasi dari beberapa konsentrasi asam sitrat yang di berikan.
Pada tingkat kecerahan atau light setelah melakukan pengamatan pada setiap
konsentrasi asam sitrat dan suhu didapatkan pada suhu 100 0C tingkat
kecerahan yang mendekati putih semua dibandingkan dengan suhu yang lain,
dan kami juga mengamati pada konsentrasi asam sitrat 5% didapatkan tingkat
kecerahan yang paling tinggi dibandingkan pada konsentrasi 3% dan 4%.
52
Sehingga kami dapat menyimpulankan bahwa semakin besar konsentrasi
asam sitrat maka semakin tinggi tingkat kecerahannya, karena asam sitrat ini
bekerja untuk menghambat proses pencoklatan pada pisang.
Pada ordinat warna yang didapatkan adalah Putih kekuning- kuningan,
pada suhu 100 0C dan konsentrasi 5% merupakan kondisi ordinat warna yang
paling bagus karena mendekati ke warna putih, tetapi pada konsentrasi asam
sitrat rendah dan suhu rendah maka warna yang didapatkan mendekati biru
seperti pada suhu 80 0C dengan konsentrasi asam sitrat 3%. Sehingga
semakin besar konsentrasi asam sitrat semakin putih tepung pisang yang
didapatkan. Perbedaan warna pada tepung pisang ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya : konsentrasi asam sitrat yang di berikan pada
proses pengeringan, suhu pada proses pengeringan, tingkat kematangan buah
pisang, dan lama pengovenan. Beberapa faktor inilah yang mempengaruhi
proses warna pada tepung pisang yang dihasilkan. Cara yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki warna ini dengan cara perendaman menggunakan asam
sitrat agar proses browning dapat dicegah dan tepung pisang yang dihasilkan
lebih putih.
Dari grafik hubungan suhu pengeringan dan kadar lemak total,
diketahui bahwa pada variasi suhu (80 0C, 90 0C,100 0C) didapatkan nilai
lemak total tepung pisang sangatlah bervariasi, mulai dari 0,78% -6.01%,
sedangkan nilai lemak total yang di persyaratkan pada tepung pisang adalah
0.8%. Pada variasi konsentrasi asam sitrat 5% dan suhu pengeringan 90 0C,
merupakan tepung pisang yang memiliki kadar lemak total yang paling
sedikit. Kandungan lemak pada tepung pisang tergolong sangat kecil.
53
Winarno(2002), mengatakan bahwa lemak dan minyak terdapat pada hampir
semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak dan
minyak merupakan sumber energi yang efektif dibanding dengan karbohidrat
dan protein, maka lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting
untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Bahkan lemak dan minyak sering
ditambahkan dengan sengaja pada bahan makanan dengan berbagai tujuan
(menambah kalori, memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan). Tetapi,
apabila ingin digunakan untuk bahan pengganti nasi untuk pengidap diabetes,
tepung pisang memiliki kadar lemak yang rendah yang seharusnya dipilih.
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa perlakuan perbedaan asam sitrat maupun
suhu pengeringan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Karena
perbedaan konsentrasi asam sitrat maupun suhu pengeringan pada dasarnya
hanya untuk menginaktifkan enzim untuk mencegah reaksi pencoklatan,
sehingga tidak sampai berdampak pada perubahan kadar lemak suatu produk.
Uji karbohidrat total dilakukan untuk mengetahui kadar karbohidrat total
dalam tepung pisang yang dihasilkan. Hal ini penting dilakukan agar nilai
karbohidrat pada hasil penepungan pisang dikatahui. Pada data uji
kandungan kadar karbohidrat menggunakan spektrofotometer UV/UV-VIS,
didapatkan bahwa nilai kandungan karbohidrat pada tepung pisang semakin
tinggi suhu pengeringan nilai kandungan karbohidrat semakin menurun. Hal
ini disebabkan oleh semakin tinggi suhu pengeringan, maka kadar karbohidrat
akan rusak oleh panas. Maka dari itu kadar karbohidratnya semakin rendah
54
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang kami lakukan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada uji kekeringan tepung pisang yang memiliki kadar air yang
rendah yaitu pada tepung pisang yang suhu pengeringan
pembuatannya pada suhu 100 0C.
2. Dari Percobaan yang dilakukan dengan variasi suhu pengeringan,
diketahui bahwa semakin tinggi suhu pengerinagan tepung pisang maka
kadar air yang terdapat pada tepung pisang semakin sedikit.
3. Pada uji warna dengan spektrofotometer UV-Visible warna yang
lebih bagus bahan baku yang direndam dengan asam strat 5% dan
suhu pengeringan 1000C.
4. Dari percobaan yang dilakukan dengan variasi konsentrasi asam
sitrat, diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi asam sitrat
warna yang dihasilkan akan semakin kekuning-kuningan menuju
putih.
5. Hasil uji lemak total pada tepung pisang, menunjukkan bahwa nilai
kadar lemak total pada tepung pisang variasi asam sitrat 5 % suhu
pengeringan 90 0C yang berada di nilai lemak yang dipersyaratkan.
54
55
6. Dari percobaan yang dilakukan dengan variasi konsentrasi asam
sitrat dan suhu pengeringan, diketahui bahwa variasi tersebut tidak
mempengaruhi kondisi lemak total di tepung pisang tersebut
karena lemak dan minyak selalu ada didalam jenis makanan untuk
sebagai pemberi rasa dan bau.
7. Dari hasil uji kadar karbohidrat total yang dilakukan terhadap
tepung pisang dapat diketahui bahwa didapatkan kadar
karbohidrat yang relative konstan, pada variasi 4% asam sitrat dan
suhu pengeringan 80 0C didapatkan kadar karbohidrat yang paling
besar.
8. Dari percobaan yang dilakukan dengan variasi suhu pengeringan,
diketahui bahwa semakin tinggi suhu pengeringan kadar
karbohidrat rata-rata yang dihasilkan akan semakin berkurang,di
akibatkan suhu yang tinggi akan merusak karbohidrat dalam
tepung pisang.
9. Dari hasil penelitian kualitas tepung pisang dapat disimpulkan
bahwa untuk mendapatkan warna yang baik harus menggunakan
asam sitrat yang tinggi dan suhu pengeringan yang tinggi, tetapi
hal ini dapat berdampak pada hilangnya karbohidrat dan lemak.
10. Pada penelitian ini proses pencegahan terjadinya browning
menggunakan asam sitrat, karena asam sitrat terbuat dari sari jeruk
yang tidak menyebabkan penyakit kanker pada tubuh manusia.
56
5.2. Saran
Saransaran yang dapat diberikan untuk penelitian
selanjutnya adalah :
1. Penggunaan bahan baku pisang jenis lain untuk pembuatan
tepung pisang.
2. Dalam penelitian ini belum dilakukan uji logam yang terkandung
dalam tepung pisang yang dihasilkan.
3. Disarankan untuk mengembangkan penelitian ini lebih lanjut, agar
dapat diketahui berbagai keuntungan pembuatan tepung pisang
pada masa yang akan datang.
57
DAFTAR PUSTAKA
Almatsir,S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Anwar, F. 2003. Pisang Membuat Otak Segar. Depkes RI. Verified 6 Juli 2005.
(http://depkes.qo.id)Atang. 1988. Serba - serbi Tanaman Pisang dalam Kumpulan Kliping Pisang.
Halaman : VII. Bali Pos. Pusat Informasi Pertanian Trubus. Trubus. Jakarta.
Cahyadi. W . 2006. BahanTambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.Deman, J. M. 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Penerjemah K.Padmawinata.
ITB-Press. Bandung.Departemen Pertanian. 2009. Standar Operasional Prosedur Pengolahan
Tepung Pisang. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. JakataHasibuan, R. 2004. Mekanisme Pengeringan. USU Digital Library 6..Satuhu, Suyanti dan Ahmad. 2002. Pisang, Budidaya, Pemanenan dan
Pengolahannya. Penebar Swadaya. JakartaSudarmadji, S, B. Haryanto dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.Taib, G. G, Said, S, Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan
Hasil Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.Taringan. P.1983.Kimia Organik Bahan Makanan. Alumni.Bandung. Widjanarko, S.B. 1991. Biokimia Pangan. Program Pasca Sarjana. Universitas
Brawijaya. MalangWinarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.------------------. 2004. Kerusakan Bahan Pangan dan Pencegahannya.
Gramedia. Jakartawww.google.comwww.wikipedia.com
58
LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Pembuatan larutan asam sitrat untuk perendaman1. Larutan 3% asam sitrat dalam 1000 ml aquadest
Asam sitrat yang dibutuhkan :
x 1000 = 30 gram
2. Larutan 4% asam sitrat dalam 1000 ml aquadestx 1000 = 40 gram
3. Larutan 5% asam sitrat dalam 1000 ml aquadest x 1000 = 50 gram
B. Perhitungan % kekeringan pada tepung pisang1. Larutan 3% asam sitrat dalam suhu 80 C
% kekeringan :
. x 100% = 7.2%
2. Larutan 4% asam sitrat dalam suhu 80 C% kekeringan :
. x 100% = 6.4%
3. Larutan 5% asam sitrat dalam suhu 80 C% kekeringan :
. x 100% = 6.6 %
4. Larutan 3% asam sitrat dalam suhu 90 C% kekeringan :
. x 100% = 6.6%
5. Larutan 4% asam sitrat dalam suhu 90 C
59
% kekeringan :
. x 100% = 7%
6. Larutan 5% asam sitrat dalam suhu 90 C% kekeringan :
. x 100% = 6.4%
7. Larutan 3% asam sitrat dalam suhu 100 C% kekeringan :
. x 100% = 6.2%
8. Larutan 4% asam sitrat dalam suhu 100 C% kekeringan :
. x 100% = 6.6%
9. Larutan 5% asam sitrat dalam suhu 100 C% kekeringan :
. x 100% = 6.4%
60
RANGKAIAN ALAT PEMBUATAN TEPUNG PISANG
1. PENIMBANGAN ASAM SITRAT
2. MEMBUAT LARUTAN ASAM SITRAT
3. PENIMBANGAN PISANG MENTAH
4. PEMOTONGAN PISANG MENJADI TEBAL 1 CM
5. PERENDAMAN PISANG DENGAN LARUTAN ASAM SITRAT
61
6. SETELAH DI RENDAM PI KERINGKAN AIR NYA DENGAN DI SARING
7. SETELAH ITU DI OVEN
8. SETELAH KERING DI GRINDER
62
9. SETELAH ITU DI DAPATLAH TEPUNG PISANG DAN DI SCRENING
10. DAN DIDAPATKANLAH TEPUNG PISANG DENGAN MESE YANG DI SYARATKAN
11. SETELAH ITU DI UJI KEKERINGANNYA, WARNA, DAN KADAR KARBOHIDRAT SERTA LEMAK TOTAL.
63
64
65
66
67
68
judul.pdfisi.pdf