81
LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PENGIDENTIFIKASIAN DIMENSI-DIMENSI BUDAYA INDONESIA: PENGEMBANGAN SKALA DAN VALIDASI Dr. Sabrina O. Sihombing S.E., M.Bus (Ketua) Feriadi D. Pongtuluran, S.E., M.M (Anggota) Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Hibah Bersaing Nomor : 086/SP2H/PL/Dit.Litabmas/IV/2011, tanggal 14 April 2011 UNIVERSITAS PELITA HARAPAN November 2011 BIDANG ILMU: Ekonomi - Manajemen

Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

PENGIDENTIFIKASIAN DIMENSI-DIMENSI BUDAYA INDONESIA: PENGEMBANGAN

SKALA DAN VALIDASI

Dr. Sabrina O. Sihombing S.E., M.Bus (Ketua) Feriadi D. Pongtuluran, S.E., M.M (Anggota)

Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian

Pelaksanaan Penugasan Penelitian Hibah Bersaing Nomor : 086/SP2H/PL/Dit.Litabmas/IV/2011, tanggal 14 April 2011

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN November 2011

BIDANG ILMU: Ekonomi - Manajemen

Page 2: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR

1. Judul Penelitian : Pengidentifikasian Dimensi-Dimensi Budaya

Indonesia: Pengembangan Skala dan Validasi

2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Sabrina Oktaria Sihombing, S.E., M.Bus

b. Jenis Kelamin : P

c. NIP : -

d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

e. Jabatan Struktural : -

f. Bidang Keahlian : Metode Penelitian, Perilaku Konsumen

g. Fakultas/Jurusan : Ekonomi / Manajemen

h. Perguruan Tinggi : Universitas Pelita Harapan

i. Tim Peneliti :

No. Nama dan Gelar Bidang Keahlian Fakultas/ Perguruan Tinggi

Akademik Jurusan

1. Feriadi D.P., S.E., M.M Sumber Daya Manusia Ekonomi/ Universitas Pelita

Manajemen Harapan

3. Pendanaan dan jangka waktu penelitian:

a. Jangka waktu penelitian yang diusulkan : 2 tahun

b. Biaya total yang diusulkan : Rp. 66,293,500,-

c. Biaya yang disetujui tahun I : Rp 29,000,000,-

i

Page 3: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

ii

Page 4: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

A. LAPORAN HASIL PENELITIAN

RINGKASAN

Budaya merupakan salah satu topik yang menarik minat peneliti dari beragam disiplin

ilmu seperti psikologi, pemasaran, perilaku konsumen, dan disiplin ilmu lainnya. Hal ini

karena budaya sebagai salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku

seseorang. Cara mengukur budaya yang sering digunakan oleh peneliti-peneliti ilmu

sosial, khususnya dalam penelitian pemasaran dan perilaku konsumen, adalah dengan

menggunakan dimensi-dimensi budaya yang dikembangkan oleh Hofstede (1980) dan

Hofstede dan Bond (1988). Akan tetapi, studi Hofstede juga mendapat kritik-kritik

seperti: (1) mereduksi budaya pada 4 atau 5 dimensi, (2) penelitian telah lama dilakukan,

yaitu pada tahun 1967-1973, dan (3) mengukur budaya dengan menggunakan nilai-nilai

yang berkaitan dengan pekerjaan. Dengan demikian, walaupun dimensi budaya yang

dikembangkan oleh Hofstede memberikan kontribusi dalam memahami dan mengukur

budaya, tetapi ada kebutuhan untuk mengembangkan dan mengidentifikasi budaya

Indonesia. Hal ini karena didasari belum ada / terbatasnya penelitian yang

mengidentifikasi budaya Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi dimensi-dimensi budaya Indonesia serta menghasilkan indikator-

indikator untuk mengukur budaya Indonesia. Lebih dari 2,000 kuesioner dengan

pertanyaan terbuka telah didistribusikan kepada responden yang berada di Jakarta,

Bandung, Semarang, dan Surabaya. Responden dipilih dengan menggunakan 2 kriteria

utama, yaitu: (1) responden tinggal di salah satu dari empat wilayah penelitian (Jakarta,

Bandung, Semarang, atau Surabaya), dan (2) responden bekerja di wilayah tempat

mereka tinggal. Hasil studi eksplorasi tersebut menunjukkan bahwa gotong-royong,

demokrasi, Pancasila, budaya, dan kekeluargaan adalah yang diyakini sebagi nilai-nilai

bangsa Indonesia. Akan tetapi, hasil eksplorasi juga menunjukkan bahwa korupsi,

individualisme, KKN, dan egois adalah juga nilai-nilai bangsa Indonesia. Nilai-nilai

tersebut kemudian diproses untuk dijadikan indikator penelitian yang kemudian dapat

digunakan untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi budaya Indonesia. Indikator-indikator

tersebut disampaikan pada laporan ini.

iii

Page 5: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

SUMMARY

Culture is one topic that attracts researchers from many major disciplines such as

psychology, marketing, consumer behavior, and other disciplines. This is because culture

affects people to behave. Furthermore, culture is the most basic cause of a person’s wants

and behavior. Many research use of Hofstede’s cultural dimensions to measure culture.

The dimensions identified by Hofstede (1980) are regarded as the most widely used and

accepted for understanding culture in many social phenomena. On the other hand,

Hofstede’s cultural dimensions have been criticized by many scholars. For instance,

Hofstede’s work is claimed as out-of-date because the empirical work took place in 1967-

1973. Hofstede’s work has also been criticized for reducing culture to four or five

dimensions. On the other hand, identifying reliable cultural dimensions for each nation

would give major contribution to cross-cultural research. Therefore, although cultural

dimensions developed by Hofstede gives contributions to understand and measure

culture, but there is a need to develop and identify Indonesian culture. This is because

there is limited research in identifying Indonesian culture. Therefore, this study aims to

identify Indonesian culture by identifying Indonesian values as an initial stage in scale

development. More than 2,000 open-ended questionnaires were distributed to

respondents in Jakarta, Bandung, Semarang, and Surabaya. All respondents were chosen

with two main criteria: (1) that respondent live in one of four research areas (Jakarta,

Bandung, Semarang, or Surabaya), and (2) that respondents should work in the area that

they live. A total of 1455 usable questionnaires were used to identify Indonesian values.

The result shows that gotong royong (mutual aid), demokrasi (democracy), agama

(religion), Pancasila, budaya (culture), and kekeluargaan (family) are examples of

Indonesian values. However, the results also shows that respondents state that korupsi

(corruption), individualisme (individualism), KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme:

corruption, collution, nepotism), and egois (ego) are also examples of Indonesian values.

Those values that have been pointed by respondents then were proceeded to develop

indicators. This research provides those indicators. Those indicators then will be used to

identify Indonesian culture dimensions.

iv

Page 6: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

PRAKATA

Kami mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas satu kesempatan

khusus yang diberikan kepada kami. Kesempatan tersebut adalah kami dapat melakukan

penelitian dengan judul “Pengidentifikasian Dimensi-Dimensi Budaya Indonesia:

Pengembangan Skala dan Validasi”. Penelitian ini sendiri direncanakan dapat

diselesaikan dalam 2 tahun. Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah dimensi-

dimensi budaya Indonesia. Dengan adanya luaran dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi dalam memahami budaya Indonesia dan dimensi-dimensinya.

Menghasilkan dimensi-dimensi budaya Indonesia adalah penting. Hal ini karena

dimensi-dimensi tersebut kemudian dapat digunakan dalam beragam penelitian yang

menggunakan budaya sebagai salah satu variabel penelitiannya. Sepanjang pemahaman

yang peneliti ketahui, penelitian-penelitian di Indonesia yang menggunakan budaya

sebagai salah satu variabelnya kemudian akan menggunakan dimensi budaya Hofstede

untuk mengukur budaya Indonesia. Selain keunggulan dimensi budaya yang diusulkan

Hofstede tersebut, kelemahan-kelemahan dimensi tersebut memotivasi peneliti untuk

mengembangkan indikator-indikator dalam membentuk dimensi budaya Indonesia.

Sehingga kemudian, kita bisa mengukur budaya Indonesia dengan “ukuran” sendiri yang

dikembangkan.

Akhir kata, terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami. Terima kasih

kepada Kementrian Pendidikan Nasional melalui Program Hibah Bersaing yang

membantu kami dalam merealisasikan penelitian ini. Semoga bermanfaat bagi kita

semua.

Karawaci, 17 November 2011

Peneliti Utama

Dr. Sabrina O. Sihombing, S.E., M.Bus

v

Page 7: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………… i

A. LAPORAN HASIL PENELITIAN

RINGKASAN…………………………………………………………………………. iii

SUMMARY……………………………………………………………………………iv

PRAKATA……………………………………………………………………………. v

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. vi

DAFTAR TABEL.......................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSATAKA................................................................................ 5

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.................................................... 11

BAB IV METODE PENELITIAN……………………………………………………. 12

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………… 16

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 25

LAMPIRAN.................................................................................................................... 29

1. Laporan keuangan.............................................................................................. 29

2. Biodata tim peneliti........................................................................................... 30

3. Bagan alir penelitian dan instrument penelitian................................................ 36

4. Catatan kegiatan penelitian (Log book)............................................................. 37

B. DRAF ARTIKEL ILMIAH

1. Draft artikel untuk Seminar Nasional................................................................ 38

2. Draft artikel untuk Seminar Internasional......................................................... 54

C. SIPNOSIS PENELITIAN LANJUTAN................................................................ 71

vi

Page 8: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

DAFTAR TABEL

1. Perbedaan budaya Indonesia dan USA....................................................................... 6

2. Penelitian yang menggunakan dimensi-dimensi Hofstede......................................... 8

3. Kelemahan / kritik terhadap dimensi-dimensi Hofstede............................................. 9

4. Tingkat pengembalian kuesioner eksplorasi............................................................... 16

5. Aitem-aitem yang dihasilkan....................................................................................... 18

vii

Page 9: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

DAFTAR GAMBAR

1. Alur penelitian............................................................................................................. 12

2. Proses penentuan aitem dalam kuesioner.................................................................... 13

3. Hasil eksplorasi nilai-nilai positif................................................................................ 17

4. Hasil eksplorasi nilai-nilai negatif............................................................................... 17

5. Alur penelitian tahun kedua......................................................................................... 71

viii

Page 10: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Laporan keuangan......................................................................................................... 29

2. Biodata tim peneliti....................................................................................................... 30

3. Bagan alir penelitian dan instrumen penelitian............................................................. 36

4. Logbook........................................................................................................................ 37

ix

Page 11: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

1

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Budaya merupakan salah satu topik yang menarik minat peneliti dari beragam disiplin

ilmu. Hal ini karena budaya sebagai salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi

perilaku seseorang (Maheswaran & Shavitt, 2000). Seseorang tidak lahir dengan

memahami budaya, tetapi orang tersebut akan belajar mengenai budaya melalui proses

akulturasi dan enkulturasi. Bagaimana orang tersebut mempunyai cara pandang, bersikap,

serta berperilaku dipengaruhi oleh budayanya.

Cara mengukur budaya yang sering digunakan oleh peneliti-peneliti ilmu sosial adalah

dengan menggunakan dimensi-dimensi budaya yang dikembangkan oleh Hofstede (1980)

dan Hofstede dan Bond (1988, dalam Kirkman et al.,2006). Dimensi-dimensi tersebut

adalah: power distance, masculinity/feminity, uncertainty avoidance,

individualism/collectivism, dan the Confucian dynamism. Dimensi-dimensi Hofstede

sering digunakan dalam penelitian sosial karena kesederhanaannya dalam memahami dan

mengukur budaya (Kirkman et al., 2006). Akan tetapi, studi Hofstede juga mendapat

kritik-kritik seperti: (1) mereduksi budaya pada 4 atau 5 dimensi (Jones, 2007; Soares et

al., 2007; Kirkman et al., 2006), penelitian telah lama dilakukan, yaitu pada tahun 1967-

1973 (Jones, 2007; Tsoukatos dan Rand, 2007; Steenkamp et al., 1999), dan (3)

mengukur budaya dengan menggunakan nilai-nilai yang berkaitan dengan pekerjaan

(Steenkamp et al., 1999).

Dimensi-dimensi budaya Hofstede memotivasi penelitian ini. Pemahaman dan

pengukuran budaya masih dan terus relevan hingga saat ini. Sebagaimana yang

ditunjukkan oleh de Mooij (2004) bahwa orang-orang hanya terlihat serupa / sama,

padahal pemikiran dan perilaku mereka berbeda di tiap wilayah. Dengan demikian,

walaupun dimensi budaya yang dikembangkan oleh Hofstede memberikan kontribusi

dalam memahami dan mengukur budaya, tetapi menurut kami ada kebutuhan untuk

mengembangkan dan mengidentifikasi budaya Indonesia. Hal ini karena didasari belum

ada / terbatasnya penelitian yang mengidentifikasi budaya Indonesia. Luaran yang

diharapkan dari penelitian ini adalah dimensi-dimensi budaya Indonesia yang kemudian

dapat digunakan untuk memahami budaya Indonesia dengan lebih baik.

Page 12: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

2

1.2 Keutamaan Penelitian

Ada 3 alasan pentingnya melakukan penelitian ini. Pertama, terbatasnya penelitian yang

mengidentifikasi budaya Indonesia. Kedua, pentingnya melakukan pengembangan skala

untuk menghasilkan indikator-indikator budaya Indonesia yang andal dan valid. Ketiga,

kontribusi penelitian ini bagi teori dan praktis.

1.2.1 Terbatasnya penelitian yang mengidentifikasi budaya Indonesia.

Globalisasi merupakan salah satu kata yang popular bagi banyak pihak. Misalnya, para

pemasar mempertimbangkan globalisasi sebagai salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku beli konsumen. Secara spesifik, globalisasi dipercaya sebagai

salah satu faktor mengapa konsumen di Indonesia, Afrika, dan bagian dunia lainnya

membeli produk dengan merek yang sama, misalnya Coca-cola, McDonald, dan merek

global lainnya.

Globalisasi memang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku

beli konsumen. Akan tetapi, perilaku konsumen di tiap daerah adalah unik dan menurut

budayanya masing-masing. De Mooij (2004) menunjukkan bahwa memang orang /

konsumen di banyak negara semakin terlihat sama, tetapi cara berpikir dan

berperilakunya belum tentu sama. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Lee dan

Green (1991) menunjukkan bahwa konsumen di Amerika dan Korea memilih merek A

sebagai merek sepatu yang dibeli. Akan tetapi, pembelian yang dilakukan responden di

Korea sangat dipengaruhi oleh norma-norma sosial. Sedangkan pembelian yang

dilakukan oleh responden di Amerika lebih banyak dipengaruhi oleh sikap. Dengan kata

lain, konsumen di Amerika adalah konsumen yang fokus pada dirinya sendiri (self-

centered) sedangkan konsumen di Korea mempertimbangkan orang lain, khususnya

orang-orang dalam kelompoknya (group-oriented). Lebih lanjut, Usunier (2000) juga

menunjukkan bahwa kebanyakan perilaku beli konsumen di negara-negara Asia

Tenggara dipengaruhi oleh keluarga.

Banyak penelitian pemasaran di Indonesia yang menggunakan budaya sebagai salah

satu variabel penelitian (Contoh: Suharnomo, 2009; Subiyantoro & Hatane, 2007;

Japarianto, 2006). Akan tetapi, penelitian-penelitian tersebut mengukur budaya dengan

menggunakan dimensi-dimensi yang dikembangkan oleh Hofstede (1980). Padahal,

Page 13: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

3

mengukur budaya sebaiknya dengan menggunakan budaya dari negara / wilayah tersebut.

Dengan demikian, ada kebutuhan untuk mengidentifikasi dan mengembangkan dimensi-

dimensi budaya Indonesia.

1.2.2 Pentingnya melakukan pengembangan skala untuk menghasilkan indikator-

indikator budaya Indonesia yang andal dan valid

Ada 3 alasan utama perlunya melakukan pengembangan skala. Pertama, aitem-aitem

pada penelitian ini belum dikembangkan sebelumnya untuk memahami budaya

Indonesia. Dengan menggunakan lima tahap dalam pengembangan skala, penelitian ini

mengembangkan aitem-aitem budaya yang akurat dan valid. Pengembangan instrumen

yang akurat dan valid dapat memberikan manfaat tidak hanya pada pengembangan ilmu

tetapi juga pada peningkatkan kualitas penelitian (Summers, 2001; Churchill, 1979).

Kedua, pengembangan instrumen baru perlu dilakukan di berbagai negara atau budaya

(misalnya, Indonesia) untuk melihat apakah ada hubungan antar konstruk yang spesifik

(culturally specific) pada budaya tertentu (Steenkamp & Baumgartner, 1998). Ketiga,

adanya kebutuhan untuk mengembangkan indikator / instrumen budaya Indonesia karena

belum atau terbatasnya penelitian yang fokus pada pengembangan indikator budaya

Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini kemudian dapat memberikan kontribusi bagi

penelitian sosial di Indonesia.

1.2.3 Kontribusi penelitian

Kontribusi penelitian ini secara teori adalah sebagai berikut. Penelitian ini menggunakan

pendekatan antar disiplin (yaitu, perilaku konsumen, sumber daya manusia, dan

sosiologi) dalam memahami budaya Indonesia. Penelitian dengan pendekatan

multidispliner adalah penelitian yang memfokuskan pada upaya memahami fenomena

secara lebih lengkap yang dapat meningkatkan penelitian ilmu-ilmu sosial (Deshpande,

1999; Murray & Evers, 1989; Horton, 1984). Penelitian ini juga memberikan kontribusi

terhadap bidang praktis sebagai berikut. Penelitian ini juga akan mengidentifikasikan

nilai-nilai yang diyakini responden mengenai budaya Indonesia. Pemahaman akan nilai-

nilai bangsa Indonesia penting bagi praktisi dan pembuat kebijakan. Sebagai contoh,

Page 14: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

4

pemahaman akan budaya Indonesia akan membantu pemasar mengaplikasikan program-

programnya dalam bentuk “think globally, act locally.”

Page 15: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

5

BAB II. TINJAUAN LITERATUR

2.1. Definisi Budaya

Budaya didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil

buah budi manusia dalam kehidupan bermasyarakat (Koentjaraningrat, 1980). Lebih

lanjut, Koentjaraningrat menjelaskan bahwa gagasan ataupun naluri manusia adalah

merupakan bahan dasar suatu tindakan. Tindakan dan hasil karya manusia merupakan

tolak ukur budaya manusia. Sependapat dengan Koentjaraningrat, Sastrosupono (1982)

mendefinisikan budaya sebagai tindakan atau perilaku manusia, misalnya duduk, tidur,

berbicara dan sebagainya. Hofstede (1994) juga mendefinisikan budaya sebagai pikiran,

perasaan, dan tindakan manusia. Menurutnya, budaya adalah piranti lunak jiwa manusia

(software of the mind). Analogi dari Hofstede sangat menarik. Ia memakai perumpamaan

komputer untuk menjelaskan peran budaya bagi kehidupan manusia. Peran piranti lunak

adalah penentu dari bekerjanya sebuah komputer tanpanya komputer menjadi tidak

berguna, dengan kata lain piranti lunak-lah yang menentukan kerja sebuah komputer.

Hosftede ingin menegaskan betapa pentingnya budaya dengan menganalogikan budaya

sebagai „software of the mind.‟ Budaya adalah penggerak manusia. Tanpanya, manusia

sekedar makhluk tanpa makna.

Budaya memiliki definisi yang senantiasa berkembang, hal ini ditandai oleh adanya

fenomena mengenai pendefinisian budaya yang senantiasa tak pernah berakhir. Misalnya,

Matsumoto (1996, dalam Dayakisni & Yuniardi, 2003) mendefinisikan budaya sebagai

suatu set dari sikap, nilai-nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki oleh suatu

kelompok orang. Sedangkan Brislin (2000) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai

yang dianut diantara orang-orang yang umumnya berbicara dengan bahasa yang sama

dan tinggal saling berdekatan. Dari beberapa definisi budaya yang disampaikan, dapat

disimpulkan bahwa konsep budaya adalah meliputi pikiran atau gagasan manusia

(termasuk di dalamnya sikap, nilai-nilai, dan keyakinan), tindakan, dan hasil karya

manusia.

Triandis (1994) mencatat sekurangnya ada tiga ciri dari definisi-definisi budaya yang

ada. Pertama, budaya terbentuk melalui interaksi yang berkesinambungan yang saling

mempengaruhi dan terus menerus berubah. Kedua, budaya merupakan sesuatu yang ada

Page 16: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

6

pada seluruh kelompok budaya bersangkutan. Ketiga, budaya dialihkan dari satu waktu

ke waktu berikutnya, dari generasi ke generasi.

2.1.2 Dimensi-dimensi Budaya menurut Hofstede

Penelitian yang dilakukan Hofstede (1994) di banyak negara memperlihatkan

karakteristik atau tipikal orang masing-masing negara tersebut. Hosftede membedakan

dimensi budaya menjadi empat, yaitu: jarak kekuasaan (power distance, selanjutnya

disebut PD), invidualisme (individualism, selanjutnya disebut IDV), maskulin

(masculinity, selanjutnya disebut MAS), dan penghindaran ketidakpastian (uncertainty

avoidance, selanjutnya disebut UAI). Tabel 2.1 memperlihatkan tipikal orang Indonesia

dibandingkan dengan orang Amerika.

Tabel 1. Perbedaan budaya Indonesia dan USA

Sumber: diringkaskan dari Hofstede (1994)

Secara ringkas, PD didefinisikan sebagai seberapa besar ketidak-seimbangan terjadi

pada masyarakat. Salah satu contoh bentuk PD adalah misalnya di Indonesia sebagai

negara dengan nilai PD yang besar. Artinya, di Indonesia, anak harus patuh kepada orang

tua dan guru dimana anak di Amerika (negara dengan nilai PD kecil) memperlakukan

orang tua dan guru seimbang dengan dirinya.

Kemudian, IDV adalah seberapa besar hubungan antar individual dalam masyarakat

adalah longgar. Indonesia dengan nilai IDV tinggi menunjukan bahwa hubungan antar

Dimensi Peringkat Nilai Peringkat Nilai

budaya skor skor

Power distance (PDI) 8/9 78 38 40

Individualism (IDV) 47/48 14 1 91

Masculinity (MAS) 30/31 46 15 62

Uncertainty 41/42 46 43 48

avoidance (UAI)

Indonesia USA

Page 17: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

7

individual dalam masyarkat adalah erat. Hubungan yang erat ini meletakan harmoni

sebagai kunci dalam menjaga hubungan.

Lebih lanjut, MAS berkaitan dengan perbedaan peran gender dan preferensi individu.

Negara dengan nilai MAS tinggi (misalnya Amerika) membedakan dengan jelas bahwa

laki-laki harus lebih agresif dibanding perempuan. Laki-laki harus memfokuskan pada

kesuksesan material dan perempuan harus lebih sederhana dan memperhatikan kualitas

hidup. Akan tetapi, negara dengan nilai MAS rendah mempunyai pandangan bahwa laki-

laki dan perempuan haruslah berlaku sederhana dan memperhatikan kualitas hidup. MAS

juga berkaitan dengan preferensi individu dalam masyarakat. Negara dengan MAS tinggi

menekankan pada pencapaian nilai-nilai heroik dan tegas. Sebaliknya, negara dengan

MAS rendah menekankan individu untuk menjaga hubungan, yaitu dengan

memperhatikan orang lain.

Akhirnya, UAI adalah toleransi atas ketidak-jelasan. Dalam dimensi ini, Indonesia dan

Amerika mempunyai nilai yang mirip atau mempunyai perspektif yang hampir sama

(Hofstede, 1994).

Data yang digunakan oleh Hosftede (1994) dalam menyusun peringkat tersebut adalah

data yang dikumpulkan dari beragam negara. Negara yang dipilih tersebut mempunyai

karakteristik sebagai berikut. Pertama, negara tersebut mempunyai satu bahasa yang

dominan, misalnya bahasa Indonesia untuk negara Indonesia. Kedua, mempunyai sistem

pendidikan nasional. Terakhir, negara tersebut mempunyai sistem politik nasional.

Dengan demikian, data yang didapat dari suatu negara, misalnya Indonesia, dapat

dikatakan sebagai tipikal Indonesia. Atau, data yang didapat dari negara Amerika, dapat

dikatakan tipikal Amerika (Hosftede, 1994). Penelitian yang dilakukan oleh Hofstede

menggunakan pekerja IBM sebagai respondennya.

2.1.3 Keunggulan dan keterbatasan dimensi-dimensi Hofstede

Pengukuran budaya dengan menggunakan dimensi-dimensi Hofstede merupakan

pengukuran budaya yang paling sering digunakan dalam penelitian manajemen dan

psikologi (Baskerville, 2003). Walaupun dimensi-dimensi budaya tersebut sering

digunakan dalam penelitian-penelitian (Tabel 2.2), terdapat juga kritik terhadap dimensi-

dimensi budaya yang diusulkan oleh Hofstede tersebut (Tabel 2.3).

Page 18: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

8

Tabel 2. Penelitian yang menggunakan dimensi-dimensi budaya Hofstede dan

dimensi yang digunakan

Peneliti

(tahun)

IC PD MF UA LT Negara

Kaasa & Vadi

(2008)

Adapa (2008)

Jones (2007)

Tsoukatos & Rand

(2007)

Singh (2006)

Le & Stockdale

(2005)

Dash, Bruning, &

Guin (2004)

Hwang,

Francesco, &

Kessler (2003)

Kacen & Lee

(2002)

Pheng & Yuquan

(2002)

Oliver & Cravens

(1999)

Steenkamp,

terHofstede, &

Wedel (1999)

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

-

-

-

-

X

X

-

X

X

X

X

X

-

-

-

-

X

X

X

X

X

X

X

X

-

-

-

-

X

X

X

-

X

-

X

-

-

-

-

-

-

-

-

20 negara

(Belgia,

Prancis,

Jerman, dll)

Australia,

Indonesia

Greece

Prancis, Jerman

USA

India, Kanada

HongKong,

Singapur, USA

Australia, USA,

Singapur,

Malaysia

Singapur, Cina

USA

11 negara di

Eropa

Sumber: dari peneliti-peneliti sebagaimana yang disebutkan diatas

Page 19: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

9

Tabel 3. Kelemahan / Kritik terhadap Dimensi-dimensi Budaya Hofstede

Kelemahan Peneliti (tahun)

Mereduksi atau menyederhanakan

budaya dalam empat atau lima

dimensi.

Nilai / skor Hofstede untuk tiap-

tiap negara adalah berdasarkan

nilai-nilai yang berkaitan dengan

pekerjaan (work-related values).

Nilai / skor Hofstede untuk tiap-

tiap negara bisa saja salah atau

sudah ketinggalan jaman (out-of-

date) karena dilakukan pada tahun

1967-1973.

Hanya menggunakan responden

yang berasal dari satu perusahaan

(yaitu IBM).

Menyamakan budaya dengan

bangsa (nation).

Jones (2007); Kirkman, Lowe, dan Gibson

(2006)

Steenkamp, terHofstede, dan Wedel (1999)

Kaasa dan Vadi (2008); Jones (2007);

Soares, Farhangmehr, dan Shoham (2007);

Tsoukatos dan Rand (2007); Steenkamp et

al. (1999)

Jones (2007); Tsoukatos dan Rand (2007)

Baskerville (2003)

Sumber: dari peneliti-peneliti sebagaimana yang disebutkan diatas

2.1.4 Budaya Indonesia

Ada dua pendapat mengenai budaya Indonesia, yaitu: (1) kebudayaan Indonesia itu

belum ada atau masih merupakan pembicaraan tentang cita-cita dan (2) kebudayaan

Indonesia itu sudah ada (Gunadi et al., 1995; Sastrosupono, 1982). Beberapa pakar

kebudayaan (misalnya: Kayam, 1997; Gunadi et al., 1995; Hassan 1989; Joesoef, 1987;

Suriasumantri, 1986; Sastrosupono, 1982) menyatakan bahwa kebudayaan Indonesia

adalah kebudayaan suku-suku yang memuncak pada suatu saat. Atau dengan perkataan

lain, kebudayaan Indonesia adalah puncak-puncak kebudayaan suku. Kebudayaan

Indonesia juga merupakan suatu sintesa dari berbagai macam budaya suku sehingga

melahirkan sesuatu yang baru. Adapun beberapa indikator budaya Indonesia adalah: (1)

bahasa nasional (Bahasa Indonesia), (2) Pancasila, (3) Undang Undang Dasar 1945, (4)

pembangunan dan modernisasi Indonesia, (5) lagu-lagu nasional, dan (6) karya seni

nasional.

Page 20: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

10

Penjelasan singkat mengenai dua contoh budaya Indonesia adalah sebagai berikut.

Contoh yang pertama adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan

pengejawantahan budaya Indonesia yang menjadi penjalin kesatuan dan pengikat ke-

kitaan Indonesia (Hassan 1989, h.21). Contoh yang kedua adalah Pancasila. Pancasila

ditentukan oleh nilai-nilai yang hidup dan berkembang di Indonesia. Manusia Indonesia

rata-rata mengenalnya- disudut manapun mereka berada pada bumi Nusantara- walaupun

dengan derajat penghayatan yang berbeda dan wujud pengamalan yang berlainan, sesuai

dengan kondisi alami dan keadaan zaman masing-masing (Joesoef, 1987, h.14).

Berbeda dengan beberapa pakar yang disebutkan sebelumnya, Magnis-Suseno (1996)

mendefinisikan budaya Indonesia sebagai budaya yang majemuk yang terdiri dari lebih

200 budaya seperti budaya Jawa, Sunda, Batak, dan beragam budaya lainnya. Lebih

lanjut, Magnis-Suseno (1996) berpendapat bahwa budaya Jawa (ataupun beragam

lainnya) mencerminkan budaya Indonesia.

Sarwono (1998) menjelaskan bahwa walaupun ada banyak budaya di Indonesia, tetapi

ada nilai-nilai utama (core values) bangsa Indonesia yang dominan. Nilai-nilai utama

tersebut didasarkan pada kriteria bahwa nilai-nilai itu harus diterima dan diamalkan baik

dalam sikap maupun perilaku sebagian besar rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut adalah:

harmonis, toleransi, gotong-royong, dan religius.

Harmoni dan toleransi berarti menjaga kesimbangan dalam bermasyarakat. Sebagai

contoh, ambisi seseorang untuk mendapatkan sesuatu tidak diekspresikan secara lugas,

melainkan orang cenderung untuk bertindak dan berkata-kata secara tidak langsung untuk

menghindari adanya friksi dengan pihak lain. Sedangkan gotong-royong merupakan nilai

bangsa Indonesia yang telah dikenal sejak lama. Misalnya, masyarakat suatu wilayah atau

kampung umumnya sering bergotong-royong untuk melaksanakan suatu acara tertentu

seperti acara hari kemerdekaan Republik Indonesia. Harmoni, toleransi dan gotong

royong ini juga dikenal sebagai budaya kolektif, atau budaya “kita” (Hofstede, 1994).

Nilai yang lain, religius, dalam kaitannya dengan bidang perilaku konsumen merupakan

nilai yang mempengaruhi seseorang dalam berkonsumsi. Sebagai contoh, McDonald

tidak menjual makanan yang mengandung babi atau kandungan-kandungan lain yang

diharamkan oleh ajaran agama. Lebih lanjut, banyak gerai makanan yang tutup atau buka

setengah hari untuk menghormati orang yang berpuasa.

Page 21: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

11

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini

secara khusus bertujuan untuk mengembangkan alat ukur untuk dapat mengidentifikasi

dimensi budaya Indonesia yang akurat dan valid dengan mengaplikasikan metode ilmiah

yang setepat-tepatnya (rigorous scientific methods).

3.2 Manfaat penelitian

Penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Penelitian ini mengidentifikasi dimensi-dimensi budaya Indonesia melalui nilai-nilai

bangsa Indonesia. Pengidentifikasian dimensi-dimensi bangsa Indonesia adalah penting

karena banyak penelitian yang mengukur budaya menggunakan dimensi-dimensi budaya

yang tidak sesuai dengan konteks Indonesia.

2. Pemahaman akan nilai-nilai bangsa Indonesia adalah juga penting bagi praktisi dan

pembuat kebijakan. Sebagai contoh, pemahaman akan budaya Indonesia akan membantu

pemasar mengaplikasikan program-programnya dalam bentuk “think globally, act

locally.”

Page 22: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

12

BAB IV. METODE PENELITIAN

Gambar 4.1 memperlihatkan proses penelitian. Dari gambar tersebut dapat disampaikan

bahwa penelitian ini berangkat atau dimulai dari pemahaman akan masalah penelitian.

Kemudian, tinjauan literatur dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih

mendalam mengenai masalah penelitian. Selanjutnya, metode penelitian disusun untuk

menjawab masalah penelitian.

Gambar 1. Alur Penelitian

Proposal penelitian

Masalah Tinjauan Metode Hasil dan Kesimpulan

Penelitian Literatur Penelitian Pembahasan

Pengembangan

Skala (scale

development )

Langkah 1: Langkah 2: Langkah 3: Langkah 4: Langkah 5: LUARAN

Menghasilkan Mengembangkan Mengumpulkan Mengevaluasi Uji coba PENELITIAN

aitem-aitem skala data skala indikator

1.1 Definisi budaya 2.1 Penentuan 3.1 Menentukan 4.1 Menilai keandalan 5.1 Uji coba Dimensi-

dan budaya aitem yang lay-out kuesio- dan validitas indikator dimensi bu-

Indonesia* digunakan ner 4.1.1 Reliabilitas pada daya Indone-

1.2 Focus interview** 2.2 Penentuan 3.2 Mengumpul- - Cronbach alpha wilayah sia

1.2.1 Expert sampel yang kan data - corrected item- Jakarta,

1.2.2 Masyarakat akan digunakan (Jakarta, total correlation Bandung,

1.3 Penilaian validitas 2.3 Penentuan Bandung, Se- 4.1.2 Validitas Sema-

1.3.1 Content validity penggunaan marang, Su- - Construct validity rang,

1.3.2 Face validity kalimat/aitem rabaya) -- convergent validity Surabaya

yang digunakan -- discriminant validity

(apakah meng-

gunakan kalimat 4.2 Analisis data

positif atau 4.2.1 Single dimension analysis

negatif) 4.2.2 Higher-order analysis

2.4 Format jawaban

Indikator capaian: Indikator capaian: Indikator capaian: Indikator capaian: Indikator capaian:

* aitem-aitem budaya * aitem-aitem yang * data (berasal * Dimensi-dimensi budaya * Dimensi-

Indonesia akan digunakan dari responden Indonesia (awal) dimensi budaya

dalam kuesioner yang ada di Ja- Indonesia

karta, Bandung,

Semarang, Sura-

baya)

Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini dengan didasarkan pada Verbeke (2007), Parasuraman et al.

(2005), Adcock dan Collier (2001), Clark dan Watson (1995), Churchill (1979)

3.1 Pengembangan Skala

Pengembangan skala akan dilakukan dengan menggunakan 5 tahapan sebagaimana pada

Gambar 1. Pertama adalah dengan menghasilkan aitem-aitem yang dilakukan dengan

pendekatan deduktif (berdasarkan definisi budaya Indonesia) dan induktif (hasil dari

focus interview). Untuk menghasilkan indikator-indikator penelitian, ada 3 langkah yang

Page 23: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

13

diusulkan pada proposal penelitian. Ketiga langkah tersebut adalah: tinjauan literatur,

wawancara dengan nara sumber dan wawancara dengan masyarakat. Akan tetapi, pada

saat presentasi proposal hibah bersaing, kami mendapatkan masukan untuk mendapatkan

informasi mengenai nilai bangsa Indonesia dari masyarakat secara langsung. Oleh karena

itu, proses untuk menghasilkan aitem-aitem budaya Indonesia dilakukan sebagai berikut:

Rencana awal (proposal penelitian):

Tinjauan literatur

Aitem-aitem budaya Indonesia

Wawancara dengan nara sumber dan masyarakat

Pelaksanaan saat ini (laporan penelitian):

Tinjauan literatur

Aitem-aitem budaya Indonesia

Wawancara dengan nara sumber dan masyarakat

Studi eksplorasi mengenai nilai

(Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya)

Tahap kedua dalam pengembangan skala adalah tahap penentuan aitem yang akan

digunakan dan penulisan aitem-aitem tersebut. Tahap selanjutnya adalah membuat

kuesioner dan kemudian didistribusikan untuk mendapatkan data dari responden yang

berada di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya (Gambar 2).

Gambar 2. Proses penetuan aitem dalam kuesioner

Hasil eksplorasi

Konfirmasi – Nara sumber

Kuesioner Arti kata – Membuat aitem

Content validity – Nara sumber

Page 24: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

14

3.2 Analisis Data

Data pada penelitian ini akan dianalisis melalui tiga tahap: (1) proses pra-analisis, (2)

statistik deskriptif dan (3) statistik inferensial (Sekaran, 2010). Proses pra-analisis

meliputi memasukan dan membersihkan data. Sedangkan statistik deskriptif yang

digunakan adalah frekuensi dan persentase khususnya untuk menggambarkan profil

responden. Statistik inferensial pada penelitian ini adalah digunakannya exploratory

factor analysis (EFA) dan confirmatory factor analysis (CFA) sebagai teknik

menganalisis data.

3.2.1 Proses Pra-Analisis

Pada tahap proses pra-analisis, data akan diperiksa baik oleh assisten penelitian dan oleh

peneliti sendiri. Pemeriksaan data ini meliputi kelengkapan jawaban dan profil

responden. Kuesioner yang tidak lengkap tidak akan diproses lebih lanjut. Adanya

assistan penelitian dalam pengumpulan data diharapkan mampu membantu

meminimalkan kuesioner yang tidak terpakai karena jawaban yang tidak lengkap.

3.2.2 Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif bertujuan untuk mentransformasi data mentah menjadi suatu bentuk

yang dapat memberikan informasi dalam menggambarkan faktor-faktor yang digunakan

dalam penelitian ini (Sekaran, 2010). Penelitian ini akan menggunakan alat frekuensi dan

persentase untuk menggambarkan profil responden. Lebih lanjut, mean dan standard

deviation akan digunakan untuk menggambarkan tipikal jawaban responden.

3.2.3 Statistik Inferensial

Analisis faktor merupakan metode yang kuat (powerful) dan yang harus ada

(indispensable) untuk menguji validitas konstruk (Kerlinger & Lee, 2000, h.679). Dalam

analisis faktor (factor analysis), rotasi yang digunakan adalah rotasi varimax. Rotasi ini

memberikan hasil yang baik dalam memaksimalkan jumlah variansi yang dapat

membedakan faktor-faktor dengan jelas (Hair et al., 2006). Hair et al. juga memberikan

arahan dalam menentukan nilai factor loading yang dianggap signifikan. Menurut

mereka, nilai loading terkait dengan jumlah sampel. Dengan didasarkan pada tabel yang

Page 25: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

15

diringkaskan oleh Hair et al., maka dalam penelitian ini, factor loading yang signifikan

adalah factor loading yang mempunyai nilai lebih besar dari 0.35 dimana sampel yang

dibutuhkan agar signifikan adalah 250 (Hair et al., 2006). Sampel penelitian ini sendiri

adalah lebih dari 250, tepatnya 300 responden per wilayah.

Dalam analisis faktor juga mengaplikasikan KMO (the Kaiser-Meyer-Olkin) untuk

mengukur seberapa jauh indikator-indikator suatu konstruk dalam kelompok yang sama.

Dengan kata lain, KMO mengukur homogenitas variabel (Sharma, 1996). Sharma juga

memberikan rekomendasi bahwa batasan nilai KMO yang memadai untuk penelitian

adalah KMO lebih besar atau sama dengan 0.70.

Selain analisis faktor, penelitian ini juga menggunakan confirmatory factor analysis

(selanjutnya disebut CFA) untuk menguji validitas konstruk. CFA juga merupakan alat

uji validitas konstruk yang lebih rigid dibandingkan dengan teknik lainnya (Garver &

Mentzer, 1999; Steenkamp & Van Trijp, 1991). CFA juga dapat dipahami sebagai model

pengukuran (measurement model) karena CFA fokus pada hubungan antar konstruk dan

ukuran (Bagozzi, 1994). Lebih lanjut, dengan mengacu pada Sekaran (2010), validitas

konstruk pada penelitian ini dinilai dari validitas konverjen (convergent validity) dan

validitas diskriminan (discriminant validity).

Page 26: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

16

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil studi eksplorasi

Sebagaimana juga telah dijelaskan pada bab sebelumnya, ada langkah penelitian yang

berubah dari apa yang direncanakan dalam proposal penelitian. Langkah tersebut adalah

menghasilkan aitem-aitem budaya Indonesia yang dilakukan dengan cara tinjauan

literatur, wawancara dengan nara sumber, dan studi eksplorasi.

Duaribu seratus kuesioner dengan pertanyaan terbuka telah didistribusikan di empat

wilayah penelitian. Wilayah tersebut adalah Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya.

Dari 2100 kuesioner yang disebar tersebut, sebanyak 1510 kuesioner (response rate

71.9%) yang kembali, dan sebanyak 1455 kuesioner yang dapat digunakan (usable

response rate 69.3%) untuk mengidentifikasi nilai-nilai bangsa Indonesia (Tabel 4).

Tabel 4. Tingkat Pengembalian Kuesioner Studi Eksplorasi

Wilayah Kuesioner yang

disebar

Kuesioner yang

kembali

Kuesioner yang

dapat digunakan

Jakarta

Bandung

Semarang

Surabaya

Total

500

500

500

600

2100

380

361

355

414

1510

351

350

350

404

1455

Dari kuesioner yang dapat digunakan tersebut maka nilai-nilai bangsa Indonesia yang

dapat diidentifikasi adalah sebagaimana pada Gambar 3 dan 4 dibawah ini.

Page 27: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

17

Gambar 3. Hasil eksplorasi nilai-nilai positif

325

259

156

145

118

115

112

108

105

97

89

86

72

69

68

60

56

52

45

37

36

36

0 100 200 300 400

Gotong-royong

Agama

Demokrasi

Pancasila

Budaya

Kekeluargaan

Persatuan dan Kesatuan

Ramah-tamah

Toleransi

Sopan santun

M usyawarah

Sosial

Kemanusiaan

Tenggang rasa

Keadilan

Kejujuran

KeTuhanan

Kebersamaan

Tolong-menolong

Saling menghormati

UUD 1945

Kerukunan

Gambar 4. Hasil eksplorasi nilai-nilai negatif

199

144

114

88

61

51

58

53

45

33

32

0 50 100 150 200 250

Korupsi

Individualisme

KKN

Egois

M aterialist is

Konsumptif

Anarki

M ementingkan golongan

M engikut i budaya barat

Fanatisme

Hedonisme

Page 28: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

18

5.2 Proses dan hasil pengembangan aitem / indikator penelitian

Setelah hasil studi eksplorasi didapat, maka langkah selanjutnya adalah membuat aitem-

aitem yang akan digunakan dalam kuesioner penelitian. Langkah yang dilakukan

kemudian adalah mengidentifikasi nilai-nilai yang paling sering disebut responden.

Kemudian, dari nilai-nilai tersebut dibuat 3 – 5 aitem untuk tiap nilai. Pada saat membuat

aitem, pemahaman akan makna dari nilai-nilai yang disebut menjadi dasar dalam

pembuatan aitem. Aitem-aitem yang dibuat kemudian dinilai oleh dua orang ahli. Hasil

penilaian dari kedua ahli tersebut menunjukkan perlunya sedikit perbaikan dalam

pembuatan aitem agar mudah dipahami responden. Aitem yang kemudian dapat

dihasilkan berjumlah 162 aitem sebagai berikut.

Tabel 5. Aitem-aitem yang dihasilkan

Gotong-royong

1. Di dalam mengerjakan sesuatu, bekerja bersama-sama lebih penting dibandingkan bekerja sendirian.

2. Salah satu hal penting dalam bermasyarakat adalah gotong-royong.

3. Saling membantu adalah kebiasaan yang ada di lingkungan masyarakat.

4. Pada saat saya melakukan sesuatu, biasanya saya cenderung melakukannya bersama-sama.

5. Masyarakat lebih berhasil dalam mencapai sesuatu jika bekerja-sama.

Agama / Keagamaan

6. Agama menjadi petunjuk dalam berperilaku.

7. Setiap orang wajib menganut salah satu agama.

8. Beragama adalah keyakinan saya akan keberadaan Tuhan.

9. Beribadah sesuai dengan agama yang dianut.

10. Agama adalah pegangan dalam berperilaku.

Demokrasi

11. Negara harus memperhatikan persamaan hak semua warga negara.

12. Negara harus memperhatikan kewajiban semua warga negara.

13. Demokrasi adalah rakyat bebas mengeluarkan pendapat.

14. Demokrasi adalah hal utama menjadikan Indonesia menjadi lebih baik.

15. Saya percaya setiap warga negara memiliki hak menentukan jalannya kehidupan bernegara.

16. Pemilu adalah wujud demokrasi di Indonesia.

Pancasila

17. Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila.

18. Falsafah bangsa Indonesia adalah Pancasila.

19. Pancasila merupakan nilai bangsa Indonesia.

20. Pancasila adalah pegangan hidup bernegara.

Budaya

21. Keragaman budaya merupakan ciri khas bangsa Indonesia.

22. Kesenian bangsa Indonesia (tarian dan lagu tradisional) harus tetap dipertahankan.

23. Penting untuk menjaga cagar budaya (misalnya: museum dan monument).

24. Nilai-nilai budaya masih menjadi pegangan berperilaku.

25. Tradisi masih dijalankan masyarakat Indonesia.

Page 29: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

19

Kekeluargaan

26. Setiap orang perlu memperhatikan keluarganya.

27. Bagi saya, keluarga adalah hal utama.

28. Kekeluargaan merupakan salah satu dasar dalam kehidupan.

29. Setiap orang perlu menjaga hubungan kekeluargaan.

30. Keluarga tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan saya.

Persatuan dan kesatuan

31. Bahasa Indonesia adalah simbol persatuan bangsa.

32. Berbeda-beda tetapi satu (Bhinneka Tunggal Ika) adalah pandangan hidup bangsa Indonesia.

33. Penting untuk menjaga persatuan bangsa.

Ramah-tamah

34. Saya biasanya akan menyapa orang terlebih dahulu.

35. Saya mudah akrab dengan orang lain.

36. Senyum adalah bentuk keramahan.

37. Saya menghindari kemarahan di depan umum.

38. Biasanya saya memulai percakapan dengan orang lain.

Toleransi

39. Saya menghargai perbedaan.

40. Setiap orang boleh berbeda.

41. Saya menerima perbedaan budaya.

42. Saya terbuka terhadap budaya baru.

43. Kekurangan orang lain tidak menjadi masalah bagi saya.

Sopan Santun

44. Sopan santun merupakan ciri bangsa Indonesia.

45. Sopan santun diperlukan dalam pergaulan untuk menjaga keharmonisan.

46. Norma kesusilaan merupakan nilai penting dalam masyarakat kita.

47. Budi pekerti yang baik perlu diajarkan sejak dini masyarakat.

48. Penting memiliki tata krama dalam kehidupan bermasyarakat.

Musyawarah

49. Perselisihan dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah.

50. Saya berusaha secara bersama-sama mencari jalan keluar untuk sebuah masalah.

51. Saya membahas sesuatu masalah secara bersama-sama mendapatkan solusi.

52. Masyarakat melakukan musyawarah untuk mufakat.

53. Lingkungan saya menjaga kerukunan dengan cara bermusyawarah.

Sosial

54. Penting untuk memperhatikan kepentingan umum.

55. Setiap orang perlu memperhatikan lingkungannya.

56. Saya dengan senang hati menolong orang yang membutuhkan pertolongan.

57. Saya memperhatikan kepentingan masyarakat.

58. Sifat manusia adalah suka tolong menolong.

Kemanusiaan

59. Manusia merupakan makluk ciptaan Tuhan.

60. Setiap manusia memiliki akal budi.

61. Setiap manusia memiliki perasaan yang mempengaruhi tingkah lakunya.

62. Tidak pernah puas merupakan ciri tiap manusia.

Tenggang Rasa

63. Tenggang rasa merupakan sifat bangsa Indonesia.

Page 30: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

20

64. Sikap tenggang rasa merupakan nilai pemersatu bangsa.

65. Saya sadar bahwa setiap orang memiliki kelemahan.

66. Setiap manusia memiliki keterbatasan masing-masing.

67. Saya berusaha menghargai keterbatasan orang lain.

Keadilan

68. Penting bagi setiap orang untuk bersifat adil dengan sesamanya.

69. Keadilan adalah penting dalam kehidupan bermasyarakat.

70. Setiap orang sepatutnya tidak sewenang-wenang terhadap sesamanya.

71. Jika ada masalah melibatkan dua pihak, saya tidak berat sebelah.

72. Dalam memutuskan masalah yang melibatkan dua pihak, saya berpegang pada kebenaran.

Kejujuran

73. Penting untuk bersifat jujur.

74. Setap orang perlu berkata apa adanya.

75. Kejujuran adalah salah satu dasar dalam kehidupan.

76. Saya menjalankan segala sesuatu sesuai dengan aturan.

77. Saya berusaha untuk tidak berbohong.

78. Saya berusaha untuk tidak melakukan kecurangan.

Ketuhanan

79. BerkeTuhanan yang Maha Esa

80. Saya mempercayai bahwa Tuhan itu ada.

81. Tuhan adalah pencipta alam dan seisinya.

82. Saya percaya bahwaTuhan Maha Kuasa.

83. Agama saya mengajarkan tentang Tuhan.

Kebersamaan

84. Kebersamaan merupakan ciri khas bangsa Indonesia.

85. Banyak kegiatan lingkungan dilakukan secara bersama-sama.

86. Kegitan-kegiatan lingkungan merupakan cerminan kebersamaa.

87. Kebersamaan merupakan nilai dalam keluarga.

88. Kebersamaan merupakan nilai dalam masyarakat.

89. Kebersamaan adalah melakukan sesuatu dalam kesepahaman.

Tolong-menolong

90. Tolong-menolong adalah salah satu pegangan dalam bermasyarakat.

91. Bekerja bersama-sama dalam kegiatan lingkungan adalah penting.

92. Setiap orang perlu bahu-membahu dalam melakukan kegiatan kemasyarakatan.

93. Saling menolong adalah ciri makluk sosial.

94. Saya membalas pertolongan orang lain

Saling menghormati

95. Saling menghormati adalah kewajiban setiap orang.

96. Saling menghormati dapat menghindari perselisihan.

97. Kerukunan dalam umat bergama adalah hasil dari saling menghormati antar agama.

98. Demokrasi dalam berbangsa mensyaratkan sikap saling menghormati.

UUD 1945

99. Dasar negara Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945.

100.UUD 1945 adalah pedoman dalam menjalankan negara.

101.UUD 1945 adalah amanat rakyat yang harus dilaksanakan.

102.UUD 1945 adalah pedoman bagi setiap warga dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban.

Kerukunan

103.Keharmonisan dalam hubungan antar agama adalah bentuk kerukunan.

Page 31: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

21

104.Hidup rukun adalah nilai yang senantiasa ditanamkan oleh keluarga.

105.Kerukunan senantiasa dijaga untuk mencegah perselisihan.

106.Setiap warga berkewajiban menjaga kerukunan.

107.Kerukunan mencegah terjadinya perpecahan.

Egois

108.Kepentingan orang lain bukan sesuatu yang berarti.

109.Saya harus mengutamakan kepentingan saya diatas kepentingan orang lain.

110.Adalah wajar apabila setiap pendapat saya adalah benar.

111.Saya perlu mendapatkanan perhatian dibanding orang lain.

112.Setiap orang sebaiknya mengikuti pendapat saya dengan sebaik-baiknya.

Individualisme

113.Hak perseorangan lebih berharga dibandingkan hak masyarakat

114.Diri saya lebih penting dibandingkan dengan orang lain.

115.Saya bebas berbuat apa saja.

116.Kebutuhan setiap orang tidak dapat disama-ratakan.

Korupsi

117.Penyalahgunaan waktu bekerja untuk urusan pribadi adalah korupsi.

118.Menggunakan uang perusahaan untuk urusan pribadi atau orang lain dapat dibenarkan.

119.Berlaku curang untuk kepentingan pribadi dapat dibenarkan.

120.Saya akan menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi.

121.Korupsi tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang saya anut.

Kolusi

122.Menurut saya kolusi dapat dilakukan.

123.Kolusi terjadi di setiap aspek bermasyarakat.

124.Dalam banyak situasi, saya membuat kesepakatan rahasia untuk kepentingan saya.

125.Konspirasi perlu dilakukan untuk mendapatkan sesuatu.

126.Sesuatu dapat direkayasa untuk kepentingan pihak tertentu.

Nepotisme

127.Jika memungkinkan, saya mengu-tamakan kerabat/saudara saya bekerja

128.Adalah penting mengutamakan sanak saudara sendiri pada lingkungan saya bekerja.

129.Saya suka mengutamakan kerabat atau sanak saudara saya.

130.Saya lebih merasa nyaman bekerja dengan keluarga / kerabat saya.

131.Saya lebih percaya pada keluarga / kerabat saya di dalam bekerja.

Materialistis

132.Kekayaan adalah tujuan hidup saya.

133.Setiap orang dapat dinilai dari kekayaan yang dimilikinya.

134.Orang tidak dapat hidup tanpa harta benda.

135.Saya selalu terdorong memiliki banyak harta benda.

Konsumtif

136.Saya cenderung membeli sesuatu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan saya.

137.Jika saya memiliki uang, saya cenderung membeli sesuatu yang saya inginkan.

138.Saya senang membeli apa yang saya inginkan.

Anarki

139.Saya menciptakan ketertiban dengan cara saya sendiri.

140.Peraturan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan saya.

141.Saya berusaha mencapai maksud saya sendiri walaupun bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

142.Undang-undang pemerintah bukan merupakan hal yang mutlak dilaksanakan.

Page 32: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

22

Mementingkan Golongan

143.Saya memprioritaskan kelompok terlebih dahulu.

144.Bagi saya, kelompok lain tidak perlu saya pikirkan.

145.Keinginan kelompok saya lebih utama.

146.Hak golongan harus senantiasa dipenuhi.

147.Kepentingan golongan harus senantiasa dipenuhi.

Mengikuti budaya barat

148.Saya cenderung menerima budaya barat.

149.Budaya barat mempengaruhi sikap saya.

150.Budaya barat mempengaruhi perilaku saya.

151.Saya senantiasa berusaha mengikuti perubahan budaya barat.

152.Budaya barat senantiasa menjadi acuan tindakan saya.

Fanatisme

153.Saya mempertahankan agama saya.

154.Saya berjuang untuk agama saya.

155.Agama lain memiliki kekurangan dibandingkan agama saya.

156.Saya mempertahankan keyakinan saya dengan cara apapun.

157.Saya menolak pemahaman yang berbeda dengan saya.

Hedonisme

158.Menurut saya, hidup adalah sebuah kesenangan.

159.Materi merupakan tujuan hidup saya.

160.Dengan memiliki materi, saya menikmati hidup.

161.Materi adalah hal utama dalam hidup saya.

162.Bersenang-senang adalah tujuan hidup saya.

5.3 Pembahasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi budaya Indonesia.

Hal ini didasarkan adanya kebutuhan untuk mengembangkan dimensi-dimensi budaya

Indonesia menurut konteks Indonesia. Sepanjang yang peneliti ketahui, umumnya

penelitian baik dalam bidang pemasaran atau perilaku konsumen yang menggunakan

variabel budaya kemudian akan mengukur budaya tersebut dengan dimensi-dimensi yang

dikembangkan oleh Hofstede (1980) dan Hofstede dan Bond (1988). Dengan tetap

mengapresiasikan keunggulan dari dimensi budaya yang dikembangkan oleh Hofstede,

penelitian ini berangkat dari kelemahan-kelemahan dimensi budaya Hofstede.

Hasil dari studi eksplorasi memberikan insight yang menarik. Responden penelitian

menunjukkan bahwa nilai-nilai yang mereka anut adalah nilai-nilai yang positif dan

negatif sebagaimana telah disampaikan pada hasil penelitian. Nilai positif yang umumnya

disebutkan oleh responden adalah gotong-royong, keagamaan, dan demokrasi. Sedangkan

nilai negatif yang ditunjukan oleh responden adalah korupsi, individualisme, dan KKN.

Page 33: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

23

Nilai adalah sesuatu yang dipelajari melalui keluarga inti dan merupakan hasil dari

proses turun-temurun. Nilai juga dipelajari dari lingkungan. Nilai-nilai yang dipelajarinya

itu kemudian menjadi sesuatu yang stabil.

Nilai sering dikonotasikan dengan sesuatu yang baik, berharga, bermartabat, dan

positif (Sujarwa, 2010). Akan tetapi, Sujarwa (2010) juga menunjukkan bahwa ada

sesuatu yang dijauhi karena bermakna negatif. Hal tersebut disebut dengan ”non-nilai”

atau disvalue. Sedangkan untuk sesuatu yang negatif tersebut, Bertens (2007, dalam

Sujarwa, 2010) menyebutnya dengan nilai negatif. Dengan demikian, nilai dalam arti

positif disebut dengan nilai, sedangkan nilai bermakna negatif disebut dengan nilai

negatif.

Perubahan dan perkembangan adalah sesuatu yang pasti. Masyrakat, lingkungan,

budaya, dan banyak hal yang dapat disebut mengalami perubahan atau perkembangan.

Demikian juga dengan nilai-nilai bangsa Indonesia yang mengalami pergeseran.

Mengacu pada Schiffman, Kanuk, dan Wisenblit (2010), peneliti dan penulis buku

perilaku konsumen, salah satu indikator adanya perubahan nilai pada masyarakat dapat

dilihat dari teks atau lirik-lirik lagu yang ada pada masyrakat tersebut. Sebagai contoh,

lagu-lagu pop Indonesia pada 5 tahun terakhir mengalami pergeseran nilai. Jika

sebelumnya, lirik lagu-lagu tersebut bertemakan cinta pada seseorang (yang biasanya

adalah kekasih), maka lirik lagu-lagu saat ini berterus terang tentang adanya

perselingkuhan. Dimulai dari lagu “Sephia” yang diciptakan oleh grup band Sheila on 7

yang bercerita tentang kekasih gelap, beberapa lagu yang popular dimasyarakat juga

kemudian mengangkat tema yang sama, yaitu perselingkuhan seperti lagu “kekasih

gelapku” (Ungu), “lelaki cadangan” (T2), dan “simpananku” (Govinda). Tidak hanya itu,

nilai-nilai keagamaan juga semakin tergerus. Grup band Padi, dengan single lagunya

yang berjudul “tempat terakhir” juga menuai kontroversi. Hal ini karena dalam lirik

lagunya dikatakan: “Meskipun aku di surga, mungkin aku tak bahagia, bahagiaku tak

sempurna, bila itu tanpamu”.

Perubahan nilai membawa dampak pada perubahan perilaku. Perubahan nilai juga

tidak dapat dihindari. Dengan demikian, penelitian ini penting karena berupaya

menghasilkan dimensi-dimensi budaya Indonesia dengan nilai-nilai kekinian.

Page 34: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

24

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Penelitian ini telah mengidentifikasi nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia. Nilai-

nilai tersebut kemudian dibuat menjadi 162 indikator penelitian. Kuesioner dengan 162

indikator tersebut didistribusikan kepada responden di wilayah Jakarta, Bandung,

Semarang, dan Surabaya. Hasilnya kemudian dapat digunakan untuk membentuk

dimensi-dimensi budaya Indonesia.

6.2 SARAN

Penelitian tahun kedua digunakan untuk menguji ulang indikator penelitian. Akan tetapi,

penelitian tahun kedua juga dapat digunakan tidak hanya untuk menguji ulang indikator

pada responden dengan kriteria yang sama pada tahun pertama. Tetapi, kuesioner juga

dapat disebar pada responden yang berbeda, yaitu mahasiswa. Dengan demikian, hasil

penelitian kemudian dapat menjadi lebih kuat.

Page 35: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

25

DAFTAR PUSTAKA

Adapa, S. (2008). Adoption of internet shopping: cultural considerations in India and

Austalia. Journal of Internet Banking and Commerce, 13, 2. Available at:

http://www.araydev.com/commerce/jibc/.

Adcock, R. dan Collier, D. (2001). Measurement validity: a shared standard for

qualitative and quantitative research. American Political Science Review, 95, 3,

529-546.

Bagozzi, R.P. (1994). Structural equation models in marketing research: basic principles,

in Principles of Marketing Research, R.P. Bagozzi (ed.), Masschusetts: Blackwell

Publishers.

Baskerville, R.F. (2003). Hofstede never studied culture. Accounting Organizations and

Society, 28, 1-14.

Brislin, R. (2000). Understanding culture’s influence on behavior. Fort Worth: Harcourt.

Churchill, G.A. (1979). A paradigm for developing better measure of marketing

constructs. Journal of Marketing Research, 16, 64-73.

Dash, S., Bruning, E.R. dan Guin, K.K. (2004). Bonding and commitment in buyer-seller

relationships: a cross-cultural comparison in banking. ASAC Conference, Quebec

City, Quebec.

Dayakisni, T. dan Yuniardi, S. (2003). Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press.

De Mooij, M. (2004). Consumer behavior and culture: consequences fro global

advertising and advertising, Thousand Oaks, CA: Sage.

Deshpande, R. (1999). Foreseeing marketing. Journal of Marketing, 63, 164-167.

Garver, M.S. dan Mentzer, J.T. (1999). Logistics research methods: employing structural

equation modeling to test for construct validity. Journal of Business Logistics, 20,

1, 33-57.

Gunadi, I.H, Sutarno, Handayani, T. dan Lutfiah, A. (1995). Wujud, Arti dan Fungsi

Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya,

Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Lee,C. dan Green, R.T. (1991). Cross-cultural examination of the Fishbein behavioral

intentions model. Journal of International Business Studies, 2nd

Quarter, 289-305.

Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L. dan Black, W.C. (2006)., Multivariate data

analysis, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Page 36: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

26

Hassan, F. (1989), Renungan Budaya, Jakarta: Balai Pustaka.

Hofstede, G. (1980). Culture’s consequences: international differences in work-related

values.Beverly Hills, CA: Sage.

Hofstede, G. dan Bond, M.H. (1988). The Confucius connection: from cultural roots to

economic growth. Organizational Dynamics, 16, 4, 5-21.

Hofstede, G. (1994). Cultures and organizations: software of the mind. London: Harper-

Collins Publishers.

Horton, R.L. (1984). Buyer Behavior: A Decision-Making Approach. Ohio: Charles, E.

Merrill Publishing Company.

Japarianto, E. (2006). Budaya dan behavior intention mahasiswa dalam menilai service

quality Universitas Kristen Petra. Jurnal Manajemen Pemasaran, 1, 1, 44-52.

Joesoef, D. (1987). Pancasila, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dalam Pancasila

sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu, Prawihardjo, S.H., Bakker, Sutrisno, S.

(editor), Yogyakarta: PT. BP Kedaulatan Rakyat.

Jones, M.L. (2007). Hofstede – culturally questionable? Oxford Business & Economics

Conference. Oxford, UK, 24-26 June.

Kacen, J.J. Lee, J.A. (2002). The influence of culture on consumer impulsive buying

behavior. Journal of Consumer Psychology, 12, 1, 163-176.

Kerlinger, F.N. dan Lee, H.B. (2000). Foundations of behavioral research, Fort Worth:

Harcout College Publishers.

Kirkman, B.L., Lowe, K.B. dan Gibson, C.B. (2006). A quarter century of Culture’s

Consequences: a review of empirical research incorporating Hofstede‟s cultural

values framework. Journal of International Business Studies, 37, 285-320.

Magnis-Suseno, F. (1996), Budaya dan pengaruhnya terhadap budaya perusahaan

Indonesia. Usahawan, No. 7, Juli.

Maheswaran, D. dan Shavitt, S. (2000). Issues and new directions in global consumer

psychology. Journal of Consumer Psychology, 9,2, 59-66.

Matsumoto, D. dan Juang, L. (2004). Culture and psychology, 3rd

ed., USA:

Wadsworth/Thomson.

Murray, J.B. dan Evers, D.J. (1989). Theory borrowing and reflectivity interdisciplinary

fields. Advances in Consumer Research, 16, 647-652.

Page 37: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

27

Oliver, E.G. dan Cravens, K.S. (1999). Cultural influences on managerial choice: an

empirical study of employee benefit plans in the United States. Journal of

International Business Studies, 30, 4, 745-762.

Parasuraman, A., Zeithml, V.A. dan Malhotra, A. (2005). E-S-QUAL: a multiple-item

scale for assessing electronic service quality. Journal of Service Research, 7, 213-

233.

Pheng, L.S. and Yuquan, S. (2002). An exploratory study of Hofstede;s cross-cultural

dimensions in construction projects. Management Decision, 40, 1, 7-16.

Sekaran, U. (2010). Research methods for business: a skill building approach, 5th edn.,

NY: John Wiley & Sons.

Sarwono, S.S. (1998). Cultural values and marketing practices in Indonesia. Jurnal

Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 13, 2, 90-100.

Sastrosupono, M.S. (1982). Menghampiri Kebudayaan, Bandung: Penerbit Alumni.

Sharma, S. (1996). Applied multivariate techniques, New York: John Wiley & Sons.

Singh, S. (2006). Cultural differences in, and influences on, consumers‟ propensity to

adopt innovations. International Marketing Review, 23, 2, 173-191.

Soares, A.M., Farhangmehr, M. dan Shoham, A. (2007). Hofstede‟s dimensions of

culture in international marketing studies. Journal of Business Research, 60, 277-

284.

Steenkamp, J.M.E., ter Hofstede, F. dan Wedel, M. (1999). A cross-national investigation

into the individual and national cultural antecedents of consumer innovativeness,

Journal of Marketing, 63, 55-69.

Steenkamp, J.E.M. dan Baumgartner, H. (1998). Assessing measurement invariance in

cross-national consumer research. Journal of Consumer Research, 25, 78-90.

Steenkamp, J.E.M. dan Van Trijp, H.C.M. (1991). The use of LISREL in validating

marketing construct. International Journal of Research in Marketing, 8, 283-299.

Subiyantoro, E. dan Hatane, S.E. (2007). Dampak perubahan kultur masyarakat terhadap

praktik pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik di Indonesia, Jurnal

Manajemen & Kewirausahaan, 9, 1, 20-29.

Suharnomo (2009). The impact of culture on human resource management practices: an

empirical research finding in Indonesia. Proceedings at Oxford Business &

Economics Conference, June 24-26, Oxford: UK.

Page 38: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

28

Summers, J.O. (2001). Guidelines for conducting research and publishing in marketing:

from conceptualization through the review process.,” Journal of the Academy of

Marketing Science, 29, 4, 405-415.

Tsoukatos, E. dan Rand, G.K. (2007). Cultural influences on service quality and customer

satisfaction: evidence from Greek insurance. Managing Service Quality, 17, 4,

467-485.

Usunier, J. (2000). Marketing Across Cultures. England: Pearson Education Limited.

Verbeke, W. (2000). A revision of Hofstede et al.‟s (1990) organizational practices scale.

Journal of Organizational Behavior, 21, 587-602.

Page 39: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

29

LAMPIRAN I.

LAPORAN KEUANGAN

Jumlah unit Unit Harga per

unit

Satuan Jumlah

Biaya

I PEMASUKAN

A Transfer tahap

pertama (70% dari

Rp 29,000,000) –

sudah diterima

1 20,300,000 1 20,300,000

B Transfer tahap

kedua (30% dari Rp

29,000,000) – belum

diterima

0 - 0

Total dana yang

sudah diterima

(70%)

20,300,000

II PENGELUARAN

A Honorarium 4,760,000

B Peralatan 1,876,960

C Bahan Habis Pakai 9,764,330

D Perjalanan 9,555,126

E Lain-lain 5,755,230

F Pajak (15%) 840,000

TOTAL

PENGELUARAN

32,551,646

SALDO (total

pemasukan – total

pengeluaran)

(12,251,646)

Page 40: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

30

LAMPIRAN II.

BIODATA TIM PENELITI

KETUA PENELITI

1. Nama : Dr. Sabrina Oktoria SIHOMBING

2. Tempat dan Tanggal Lahir : Sabah, 16 Oktober 1970

3. Program Studi : Manajemen

Fakultas : Ekonomi

Perguruan Tinggi : Universitas Pelita Harapan

4. Alamat : Jl. BNI 1946 Blok BB I / 13 Pesing Jakarta Barat

Telepon : 021 – 5645352 (rumah)

0815 6851152 (mobile phone)

021- 5460901 (kantor)

5. Jenjang Akademik : Lektor Kepala

6. Pendidikan Terakhir (Gelar, Tahun, Program Studi, Nama Perguruan Tinggi, Negara)

No. Universitas Tahun Gelar

1.

2.

3.

Universitas Kristen Satya Wacana,

Salatiga,

Indonesia

Queensland University of

Technology, Brisbane

Australia

Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta

Indonesia

1989 -1993

1993-1995

1999-2004

Sarjana Ekonomi

Master of Business

Doktor

7. Mata Kuliah yang Diampu : Metodologi Penelitian

Riset pemasaran

Perilaku Konsumen

8. Publikasi (5 Tahun terakhir)

1. Sihombing, S.0. dan Pongtuluran, F.D. (2011). Understanding Indonesian Values: A

Preliminary Research to Identify Indonesian Culture. Proceedings of International

Seminar “Political Economy of Trade Liberalization in Developing East Asia”,

Malang: Universitas Brawijaya.

2. Sihombing, S.0. dan Pongtuluran, F.D. (2011). Pengidentifikasian Dimensi-Dimensi

Budaya Indonesia: Pengembangan Skala dan Validasi . Proceedings of Seminar

Nasional “Sustainable Competitive Advantage – 1”, Purwokerto: Universitas

Jendral Soedirman.

Page 41: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

31

3. Wahyuni, D.H. dan Sihombing, S.0. (2011). Hubungan Pengetahuan Pelanggan,

Kualitas Pelayanan Fungsional dan Teknikal terhaADAP Loyalitas Pelanggan

dengan Keahlian Pelanggan sebagai Variabel Moderasi: Studi Empiris pada Jasa

Penerbangan. Proceedings of Seminar Nasional “Sustainable Competitive

Advantage – 1”, Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman.

4. Sihombing, S.O. (2011). Perubahan Nilai dan Perilaku Konsumen Indonesia. Investor

Daily, 18 Oktober 2011.

5. Sihombing, S.0. (2011). What is Really Matter to be an Entrepreneur? An Examination

of the Theory of Trying. Proceedings of International Seminar “Becoming the Key

Player in New Globalism”, Makassar: University of Hasanuddin.

6. Baturusa, E. dan Sihombing, S.0. (2011). Hubungan Antara Kesesuaian Nilai Terhadap

Kualitas Hubungan dan Loyalitas: Studi Empiris Pada Jasa Layanan Proceedings

of Seminar Nasional Kewirausahaan & Inovasi Bisnis, Jakarta: Universitas

Tarumanagara.

7. Sihombing, S.O. (2011). Aku Ada Maka Aku Belanja. Investor Daily, 21 Juni 2011.

8. Sihombing, S.O. (2011). Agama dan Perilaku Konsumen. Investor Daily, 5 April 2011.

9. Sihombing, S.O. (2011). Inovasi Sosial dan Perkembangan Bisnis. Investor Daily, 11

Januari 2011.

10.Yossy dan Sihombing, S.O. (2011). Hubungan Citra Merek Korporasi Online and

Offline dengan Kepuasan Pelanggan dan Niat untuk Loyal : Studi Empiris Klik

BCA dan BCA Supermal Karawaci. Jurnal Manajemen DEREMA, 6, 1, 101-126.

11.Sihombing, S.O. (2010). Understanding Motivations of Female Students to Become

Entrepreneurs: A Qualitative Approach. Proceedings of International Seminar &

Conference”Developing Indonesia’s Competitiveness through Professional

Entrepreneurial Character”, Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

12.Sihombing, S.O. (2010). Understanding students‟ knowledge sharing behavior

through internet: an application of the theory of planned behavior. Proceedings of

International Seminar Integrating Technology into Education, Jakarta: Directorate

of Higher Education.

13.Sihombing, S.O. dan Palupi, Y.C. (2010). A Structural Equation Test of the

Relationships of Culture, Motivation, and Attitude on Students‟ Intention to Give

Feedback to Faculty. Proceedings of the 2nd Parahyangan International

Accounting & Business Conference, Bandung: Universitas Parahyangan.

Page 42: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

32

14.Natalia, D. dan Sihombing, S.O. (2010). Hubungan Kepuasan Konsumen, Sikap

terhadap Iklan, Citra Toko, Sikap terhadap Merek, dan Loyalitas Konsumen: Studi

Empiris pada Perusahaan Jasa. Jurnal Manajemen DEREMA, 5, 3, 281-296.

15.Novilia, P. dan Sihombing, S.O. (2010). Keterhubungan Antara Masalah Manajemen

dan pendidikan Pelanggan terhadap Loyalitas Konsumen: Studi Empiris pada

Perusahaan Asuransi. Ekonomika Madani, 2, 1, 51-72.

16.Budi, R.S. dan Sihombing, S.O. (2010). Hubungan kepantasan Harga, Kepuasan

Pelanggan, Loyalitas dan Harga yang dapat Diterima: Studi Empiris pada

Perusahaan Jasa. EKOBIS, 11, 1, 67-77.

17.Sihombing, S.O. (2009). Pemulihan Jasa: Lebih Cepat Lebih Baik. Investor Daily, 1

September 2009, p.22.

18.Sihombing, S.O. (2009). Does Faith Matter? Extending the Theory of Planned

Behavior with Christian Values to Predict Knowledge Sharing Behavior.

Proceedings of the 4th

International Conference on Business and Management

Research (ICMBR), Bali: Universitas Indonesia.

19.Sihombing, S.O. (2009). Faculty Perceptions of Knowledge Sharing Behavior.

Proceedings of Seminar Ilmiah Nasional PESAT: Peningkatan Daya Saing Bangsa

Melalui Revitalisasi Peradaban, Jakarta: Universitas Gunadarma.

20.Chandra, L.P. dan dan Sihombing, S.O. (2009). Analisis Hubungan Teknologi

Swalayan dan Layanan Personal terhadap Loyalitas: Studi Empiris pada Maskapai

Penerbangan AirAsia. EKOBIS, 10,1, 21-35.

21.Lais, I.F. dan Sihombing, S.O. (2009). Hubungan Pelayanan Karyawan yang

Berorientasi pada Konsumen terhadap Retensi Konsumen: Studi Empiris pada

Perusahaan Jasa. Ekonomika Madani, 1,1, 22-41.

22.Sihombing, S.O. (2008). The Influences of Personal Values and Time Constraints on

Faculty-Student Out-of-Class Interaction: an Empirical Research. Proceedings of

the South East Asian Association for Institutional Research (SEAAIR), Surabaya:

STIE Perbanas.

23.Sihombing, S.O. (2008). Developing a model of the impact of cause-related marketing

on purchase intention. Proceedings of the Optimizing Business Research and

Information Technology for Leveraging Corporate Sustainability, Jakarta:

Universitas Bina Nusantara.

24.Sihombing, S.O. (2008). Developing a Model of the Impact Cause-Related Marketing

on Purchase Intention. Proceedings of International Seminar”Optimizing Business

Research and Information Technology for Leveraging Corporate Sustainability,

Jakarta: Universitas Bina Nusantara.

Page 43: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

33

25.Sihombing, S.O. (2008). The Influences of Personal Values and Time Constraints on

Faculty-Student Out-of-Class Interaction: an Empirical Research. Proceedings of

the 8th

Annual SEAAIR International Conference “Institutional Capacity Building

toward Higher Education Competitive Advantage, Surabaya: STIE Perbanas.

26.Teofilus and Sihombing, S.O. (2008). Analisis Hubungan antara Kepuasan dan

Kesenangan Konsumern terhadap Pembelian Ulang: Pengetahuan Konsumen

sebagai Variabel Moderator. Jurnal Ekonomi, 13, 2, 337-346.

27.Gouw, I. and Sihombing, S.O. (2008). The Influence of Brand Trust and Satisfaction

on Repurchase Intentions: An Empirical Study on the Retailing Firm. Proceedings

of the 14th

Euro-Asia Conference on Business and Management Research

(ICMBR), Bali: Universitas Indonesia.

28.Wardhana, A.K. and Sihombing, S.O. (2008). Analisis Keterhubungan Nilai dan

Kepuasan Pelanggan terhadap Loyalitas Pelanggan dengan Switching Cost sebagai

Variable Moderasi. Proceedings of National Marketing Symposium. Surabaya:

Universitas Petra.

29.Kimlistio, H.H. and Sihombing, S.O. (2008). Faktor-faktor Anteseden terhadap

Frekeunsi Kunjungan: Studi Empiris pada Pusat Perbelanjaan. Proceedings of

National Marketing Symposium. Surabaya: Universitas Petra.

30.Santoso, K.C. and Sihombing, S.O. (2008). Cause-Related Marketing: Implementasi

dan Pengaruhnya Bagi Perusahaan. Proceedings of the Second Indonesian Business

Management Conference “Mastering Innovation for Corporate Growth”, Jakarta:

Prasetya Mulya Business School.

31.Sihombing, S.O. (2008). Applying Cause Related Marketing to Serve the Poor: A

Case Study of P.T. Unilever Indonesia. Proceedings of the 1st Parahyangan

International Accounting and Business Conference. Bandung: Parahyangan

Catholic University.

32.Selviranti and Sihombing, S.O. (2007). Analisis Hubungan antara Pengetahuan,

Afeksi dan Komitmen terhadap Lingkungan. Jurnal Akuntansi – Bisnis &

Manajemen, 14, 3, 255-264.

33.Sihombing, S.O. (2007). Service Recovery and Post Purchase Behavior: An

Experimental Study. Proceedings of the Third International Global Business in

Service, Jakarta: Universitas Trisakti.

34.Sihombing, S.O. and Gustam, M. (2007). The Effect of Internal Marketing on Job

Satisfaction and Organizational Commitment: An Empirical Study in a University

Setting. Proceedings of the First National Conference on Management Research

“Manajemen di Era Globalisasi”, Jakarta: PPM.

Page 44: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

34

35.Sihombing, S.O. (2007). Students Adoption of the Internet in Learning: Applying the

Theory of Acceptance Model. Proceedings of National Conference “Inovasi

Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Bisnis”, Jakarta: Universitas Trisakti.

36.Sihombing, S.O. (2007). Investigating the Relationship among Cause-Related

Marketing, Brand Image, Buyer Attitude, and Purchase Intention. Jurnal Ekonomi.

37.Monica and Sihombing, S.O. (2007). Pengaruh Pemasaran Keterhubungan Terhadap

Penggunaan Ulang dan Komunikasi dari Mulut ke Mulut: Kualitas Hubungan dan

Komitmen Sebagai Variabel Mediasi. Jurnal Manajemen DEREMA, 2, 2, 214-234.

38.Sihombing, S.O. (2007). Predicting Environmentally Purchase Behavior: A Test of the

Value-Attitude-Behavior Hierarchy. Proceedings of the Second Indonesian

Business Management Conference “Mastering Innovation for Corporate Growth”,

Jakarta: Prasetya Mulya Business School. (won best paper)

39.Sihombing, S.O. (2006). Action Research: an Alternative Method in Management

Research. Jurnal Ekonomi, 11, 1, 117-125.

40.Sihombing, S.O. and Zulganef (2006). Teori Pemasaran: Menuju ke Teori Umum

Pemasaran. Jurnal Manajemen DEREMA, 1, 2,.

41.Sihombing, S.O. (2006). Effects of Country of Origin and Consumer Ethnocentrism

on Consumer Attitude and Purchase Intention: Using Student and Non-Student

Adults Samples. Jurnal Manajemen DEREMA, 1, 1, 1-16.

Page 45: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

35

ANGGOTA PENELITI

1. Nama : Feriadi Dendang Pongtuluran SE., MM

2. Tempat, Tanggal lahir : Makale, 6 Februari 1974

3. Program Studi : Manajemen

Fakultas : Ekonomi

Perguruan tinggi : Universitas Pelita Harapan

4. Alamat : UPH Tower, Lippo Karawaci, Tangerang15811

No. Telpon/Fax : (021)5460901, 54210992

5. Jenjang Akademik : -

6. Pendidikan Terakhir :

No. Universitas Tahun Gelar

1.

2.

Universitas Airlangga,

Surabaya,

Indonesia

Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta

Indonesia

1993-1997

2000-2003

Sarjana Ekonomi

Magister

Manajemen

7. Matakuliah yang diampu : Management Sumber Daya Manusia

8. Publikasi Ilmiah : -

Page 46: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

36

LAMPIRAN III

BAGAN ALIR PENELITIAN DAN ISNTRUMEN PENELITIAN

Proposal penelitian

Masalah Tinjauan Metode Hasil dan Kesimpulan

Penelitian Literatur Penelitian Pembahasan

Pengembangan

Skala (scale

development )

Langkah 1: Langkah 2: Langkah 3: Langkah 4: Langkah 5: LUARAN

Menghasilkan Mengembangkan Mengumpulkan Mengevaluasi Uji coba PENELITIAN

aitem-aitem skala data skala indikator

1.1 Definisi budaya 2.1 Penentuan 3.1 Menentukan 4.1 Menilai keandalan 5.1 Uji coba Dimensi-

dan budaya aitem yang lay-out kuesio- dan validitas indikator dimensi bu-

Indonesia* digunakan ner 4.1.1 Reliabilitas pada daya Indone-

1.2 Focus interview** 2.2 Penentuan 3.2 Mengumpul- - Cronbach alpha wilayah sia

1.2.1 Expert sampel yang kan data - corrected item- Jakarta,

1.2.2 Masyarakat akan digunakan (Jakarta, total correlation Bandung,

1.3 Penilaian validitas 2.3 Penentuan Bandung, Se- 4.1.2 Validitas Sema-

1.3.1 Content validity penggunaan marang, Su- - Construct validity rang,

1.3.2 Face validity kalimat/aitem rabaya) -- convergent validity Surabaya

yang digunakan -- discriminant validity

(apakah meng-

gunakan kalimat 4.2 Analisis data

positif atau 4.2.1 Single dimension analysis

negatif) 4.2.2 Higher-order analysis

2.4 Format jawaban

Indikator capaian: Indikator capaian: Indikator capaian: Indikator capaian: Indikator capaian:

* aitem-aitem budaya * aitem-aitem yang * data (berasal * Dimensi-dimensi budaya * Dimensi-

Indonesia akan digunakan dari responden Indonesia (awal) dimensi budaya

dalam kuesioner yang ada di Ja- Indonesia

karta, Bandung,

Semarang, Sura-

baya)

Page 47: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

37

LAMPIRAN IV

LOGBOOK

Page 48: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

38

B. DRAF ARTIKEL ILMIAH

B1. ARTIKEL DIPRESENTASIKAN PADA SEMINAR NASIONAL “SUSTAINABLE

COMPETITIVE ADVANTAGE-1” DI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

TGL 23 NOV 2111

PENGIDENTIFIKASIAN DIMENSI-DIMENSI BUDAYA INDONESIA:

PENGEMBANGAN SKALA DAN VALIDASI

Sabrina Oktoria Sihombing1)

, Feriadi D. Pongtuluran 2)

[email protected] 1)

Dosen Business School Universitas Pelita Harapan 2)

Dosen Business School Universitas Pelita Harapan

Abstrak

Budaya merupakan salah satu topik yang menarik minat peneliti dari

beragam disiplin ilmu seperti psikologi, pemasaran, perilaku

konsumen, dan disiplin ilmu lainnya. Hal ini karena budaya sebagai

salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seseorang.

Cara mengukur budaya yang sering digunakan oleh peneliti-peneliti

ilmu sosial, khususnya dalam penelitian pemasaran dan perilaku

konsumen, adalah dengan menggunakan dimensi-dimensi budaya

yang dikembangkan oleh Hofstede (1980) dan Hofstede dan Bond

(1988). Akan tetapi, studi Hofstede juga mendapat kritik-kritik seperti:

(1) mereduksi budaya pada 4 atau 5 dimensi, (2) penelitian telah lama

dilakukan, yaitu pada tahun 1967-1973, dan (3) mengukur budaya

dengan menggunakan nilai-nilai yang berkaitan dengan pekerjaan.

Dengan demikian, walaupun dimensi budaya yang dikembangkan oleh

Hofstede memberikan kontribusi dalam memahami dan mengukur

budaya, tetapi ada kebutuhan untuk mengembangkan dan

mengidentifikasi budaya Indonesia. Hal ini karena didasari belum ada

/ terbatasnya penelitian yang mengidentifikasi budaya Indonesia. Oleh

karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dimensi-

dimensi budaya Indonesia serta menghasilkan indikator-indikator

untuk mengukur budaya Indonesia. Data akan dikumpulkan dengan

menggunakan metode survey. Kemudian, data akan dianalisis dengan

menggunakan exploratory factor analysis dan confirmatory factor

analysis. Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah dimensi-

dimensi budaya Indonesia.

Kata kunci: budaya, budaya Indonesia, Hofstede, pemasaran, perilaku

konsumen

Page 49: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

39

Pendahuluan

Budaya merupakan salah satu topik yang

menarik minat peneliti dari beragam

disiplin ilmu. Hal ini karena budaya

sebagai salah satu faktor eksternal yang

mempengaruhi perilaku seseorang

(Maheswaran & Shavitt, 2000).

Seseorang tidak lahir dengan memahami

budaya, tetapi orang tersebut akan

belajar mengenai budaya melalui proses

akulturasi dan enkulturasi. Bagaimana

orang tersebut mempunyai cara pandang,

bersikap, serta berperilaku dipengaruhi

oleh budayanya.

Cara mengukur budaya yang sering

digunakan oleh peneliti-peneliti ilmu

sosial adalah dengan menggunakan

dimensi-dimensi budaya yang

dikembangkan oleh Hofstede (1980) dan

Hofstede dan Bond (1988, dalam

Kirkman et al.,2006). Dimensi-dimensi

tersebut adalah: power distance,

masculinity/feminity, uncertainty

avoidance, individualism/collectivism,

dan the Confucian dynamism. Dimensi-

dimensi Hofstede sering digunakan

dalam penelitian sosial karena

kesederhanaannya dalam memahami dan

mengukur budaya (Kirkman et al.,

2006). Akan tetapi, studi Hofstede juga

mendapat kritik-kritik seperti: (1)

mereduksi budaya pada 4 atau 5 dimensi

(Jones, 2007; Soares et al., 2007;

Kirkman et al., 2006), penelitian telah

lama dilakukan, yaitu pada tahun 1967-

1973 (Jones, 2007; Tsoukatos dan Rand,

2007; Steenkamp et al., 1999), dan (3)

mengukur budaya dengan menggunakan

nilai-nilai yang berkaitan dengan

pekerjaan (Steenkamp et al., 1999).

Dimensi-dimensi budaya Hofstede

memotivasi penelitian ini. Pemahaman

dan pengukuran budaya masih dan terus

relevan hingga saat ini. Sebagaimana

yang ditunjukkan oleh de Mooij (2004)

bahwa orang-orang hanya terlihat serupa

/ sama, padahal pemikiran dan perilaku

mereka berbeda di tiap wilayah. Dengan

demikian, walaupun dimensi budaya

yang dikembangkan oleh Hofstede

memberikan kontribusi dalam

memahami dan mengukur budaya, tetapi

menurut kami ada kebutuhan untuk

mengembangkan dan mengidentifikasi

budaya Indonesia. Hal ini karena

didasari belum ada / terbatasnya

penelitian yang mengidentifikasi budaya

Indonesia. Luaran yang diharapkan dari

penelitian ini adalah dimensi-dimensi

budaya Indonesia yang kemudian dapat

digunakan untuk memahami budaya

Indonesia dengan lebih baik.

Page 50: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

40

Justifikasi Penelitian

Ada 3 alasan pentingnya melakukan

penelitian ini. Pertama, terbatasnya

penelitian yang mengidentifikasi budaya

Indonesia. Kedua, pentingnya

melakukan pengembangan skala untuk

menghasilkan indikator-indikator budaya

Indonesia yang andal dan valid. Ketiga,

kontribusi penelitian ini bagi teori dan

praktis.

Terbatasnya penelitian yang

mengidentifikasi budaya Indonesia.

Globalisasi merupakan salah satu kata

yang popular bagi banyak pihak.

Misalnya, para pemasar

mempertimbangkan globalisasi sebagai

salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku beli konsumen.

Secara spesifik, globalisasi dipercaya

sebagai salah satu faktor mengapa

konsumen di Indonesia, Afrika, dan

bagian dunia lainnya membeli produk

dengan merek yang sama, misalnya

Coca-cola, McDonald, dan merek global

lainnya.

Globalisasi memang merupakan salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi

perilaku beli konsumen. Akan tetapi,

perilaku konsumen di tiap daerah adalah

unik dan menurut budayanya masing-

masing. De Mooij (2004) menunjukkan

bahwa memang orang / konsumen di

banyak negara semakin terlihat sama,

tetapi cara berpikir dan berperilakunya

belum tentu sama. Sebagai contoh

penelitian yang dilakukan oleh Lee dan

Green (1991) menunjukkan bahwa

konsumen di Amerika dan Korea

memilih merek A sebagai merek sepatu

yang dibeli. Akan tetapi, pembelian yang

dilakukan responden di Korea sangat

dipengaruhi oleh norma-norma sosial.

Sedangkan pembelian yang dilakukan

oleh responden di Amerika lebih banyak

dipengaruhi oleh sikap. Dengan kata

lain, konsumen di Amerika adalah

konsumen yang fokus pada dirinya

sendiri (self-centered) sedangkan

konsumen di Korea mempertimbangkan

orang lain, khususnya orang-orang

dalam kelompoknya (group-oriented).

Lebih lanjut, Usunier (2000) juga

menunjukkan bahwa kebanyakan

perilaku beli konsumen di negara-negara

Asia Tenggara dipengaruhi oleh

keluarga.

Banyak penelitian pemasaran di

Indonesia yang menggunakan budaya

sebagai salah satu variabel penelitian

(Contoh: Suharnomo, 2009; Subiyantoro

Page 51: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

41

& Hatane, 2007; Japarianto, 2006). Akan

tetapi, penelitian-penelitian tersebut

mengukur budaya dengan menggunakan

dimensi-dimensi yang dikembangkan

oleh Hofstede (1980). Padahal,

mengukur budaya sebaiknya dengan

menggunakan budaya dari negara /

wilayah tersebut. Dengan demikian, ada

kebutuhan untuk mengidentifikasi dan

mengembangkan dimensi-dimensi

budaya Indonesia.

Pentingnya melakukan pengembangan

skala untuk menghasilkan indikator-

indikator budaya Indonesia yang andal

dan valid. Ada 3 alasan utama perlunya

melakukan pengembangan skala.

Pertama, aitem-aitem pada penelitian ini

belum dikembangkan sebelumnya untuk

memahami budaya Indonesia. Dengan

menggunakan lima tahap dalam

pengembangan skala, penelitian ini

mengembangkan aitem-aitem budaya

yang akurat dan valid. Pengembangan

instrumen yang akurat dan valid dapat

memberikan manfaat tidak hanya pada

pengembangan ilmu tetapi juga pada

peningkatkan kualitas penelitian

(Summers, 2001; Churchill, 1979).

Kedua, pengembangan instrumen baru

perlu dilakukan di berbagai negara atau

budaya (misalnya, Indonesia) untuk

melihat apakah ada hubungan antar

konstruk yang spesifik (culturally

specific) pada budaya tertentu

(Steenkamp & Baumgartner, 1998).

Ketiga, adanya kebutuhan untuk

mengembangkan indikator / instrumen

budaya Indonesia karena belum atau

terbatasnya penelitian yang fokus pada

pengembangan indikator budaya

Indonesia. Dengan demikian, penelitian

ini kemudian dapat memberikan

kontribusi bagi penelitian sosial di

Indonesia.

Kontribusi penelitian. Kontribusi

penelitian ini secara teori adalah sebagai

berikut. Penelitian ini menggunakan

pendekatan antar disiplin (yaitu, perilaku

konsumen, sumber daya manusia, dan

sosiologi) dalam memahami budaya

Indonesia. Penelitian dengan pendekatan

multidispliner adalah penelitian yang

memfokuskan pada upaya memahami

fenomena secara lebih lengkap yang

dapat meningkatkan penelitian ilmu-

ilmu sosial (Deshpande, 1999; Murray &

Evers, 1989; Horton, 1984). Penelitian

ini juga memberikan kontribusi terhadap

bidang praktis sebagai berikut.

Penelitian ini akan mengidentifikasikan

Page 52: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

42

nilai-nilai yang diyakini responden

mengenai budaya Indonesia.

Pemahaman akan nilai-nilai bangsa

Indonesia penting bagi praktisi dan

pembuat kebijakan. Sebagai contoh,

pemahaman akan budaya Indonesia akan

membantu pemasar mengaplikasikan

program-programnya dalam bentuk

“think globally, act locally.”

Tinjauan Literatur

Definisi Budaya

Budaya didefinisikan sebagai

keseluruhan sistem gagasan, tindakan,

dan hasil buah budi manusia dalam

kehidupan bermasyarakat

(Koentjaraningrat, 1980). Lebih lanjut,

Koentjaraningrat menjelaskan bahwa

gagasan ataupun naluri manusia adalah

merupakan bahan dasar suatu tindakan.

Tindakan dan hasil karya manusia

merupakan tolak ukur budaya manusia.

Sependapat dengan Koentjaraningrat,

Sastrosupono (1982) mendefinisikan

budaya sebagai tindakan atau perilaku

manusia, misalnya duduk, tidur,

berbicara dan sebagainya. Hofstede

(1994) juga mendefinisikan budaya

sebagai pikiran, perasaan, dan tindakan

manusia. Menurutnya, budaya adalah

piranti lunak jiwa manusia (software of

the mind). Analogi dari Hofstede sangat

menarik. Ia memakai perumpamaan

komputer untuk menjelaskan peran

budaya bagi kehidupan manusia. Peran

piranti lunak adalah penentu dari

bekerjanya sebuah komputer tanpanya

komputer menjadi tidak berguna, dengan

kata lain piranti lunak-lah yang

menentukan kerja sebuah komputer.

Hosftede ingin menegaskan betapa

pentingnya budaya dengan

menganalogikan budaya sebagai

„software of the mind.‟ Budaya adalah

penggerak manusia. Tanpanya, manusia

sekedar makhluk tanpa makna.

Budaya memiliki definisi yang

senantiasa berkembang, hal ini ditandai

oleh adanya fenomena mengenai

pendefinisian budaya yang senantiasa

tak pernah berakhir. Misalnya,

Matsumoto (1996, dalam Dayakisni &

Yuniardi, 2003) mendefinisikan budaya

sebagai suatu set dari sikap, nilai-nilai,

keyakinan, dan perilaku yang dimiliki

oleh suatu kelompok orang. Sedangkan

Brislin (2000) mendefinisikan budaya

sebagai nilai-nilai yang dianut diantara

orang-orang yang umumnya berbicara

dengan bahasa yang sama dan tinggal

saling berdekatan. Dari beberapa definisi

Page 53: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

43

budaya yang disampaikan, dapat

disimpulkan bahwa konsep budaya

adalah meliputi pikiran atau gagasan

manusia (termasuk di dalamnya sikap,

nilai-nilai, dan keyakinan), tindakan, dan

hasil karya manusia.

Triandis (1994) mencatat

sekurangnya ada tiga ciri dari definisi-

definisi budaya yang ada. Pertama,

budaya terbentuk melalui interaksi yang

berkesinambungan yang saling

mempengaruhi dan terus menerus

berubah. Kedua, budaya merupakan

sesuatu yang ada pada seluruh kelompok

budaya bersangkutan. Ketiga, budaya

dialihkan dari satu waktu ke waktu

berikutnya, dari generasi ke generasi.

Dimensi-dimensi Budaya menurut

Hofstede

Penelitian yang dilakukan Hofstede

(1994) di banyak negara memperlihatkan

karakteristik atau tipikal orang masing-

masing negara tersebut. Hosftede

membedakan dimensi budaya menjadi

empat, yaitu: jarak kekuasaan (power

distance, selanjutnya disebut PD),

invidualisme (individualism, selanjutnya

disebut IDV), maskulin (masculinity,

selanjutnya disebut MAS), dan

penghindaran ketidakpastian

(uncertainty avoidance, selanjutnya

disebut UAI). Tabel 1 memperlihatkan

tipikal orang Indonesia dibandingkan

dengan orang Amerika.

Tabel 1. Perbedaan budaya Indonesia dan USA

Sumber: diringkaskan dari Hofstede (1994)

Secara ringkas, PD didefinisikan

sebagai seberapa besar ketidak-

seimbangan terjadi pada masyarakat.

Salah satu contoh bentuk PD adalah

misalnya di Indonesia sebagai negara

dengan nilai PD yang besar. Artinya, di

Indonesia, anak harus patuh kepada

orang tua dan guru dimana anak di

Dimensi Peringkat Nilai Peringkat Nilai

budaya skor skor

Power distance (PDI) 8/9 78 38 40

Individualism (IDV) 47/48 14 1 91

Masculinity (MAS) 30/31 46 15 62

Uncertainty 41/42 46 43 48

avoidance (UAI)

Indonesia USA

Page 54: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

44

Amerika (negara dengan nilai PD kecil)

memperlakukan orang tua dan guru

seimbang dengan dirinya.

Kemudian, IDV adalah seberapa

besar hubungan antar individual dalam

masyarakat adalah longgar. Indonesia

dengan nilai IDV tinggi menunjukan

bahwa hubungan antar individual dalam

masyarkat adalah erat. Hubungan yang

erat ini meletakan harmoni sebagai kunci

dalam menjaga hubungan.

Lebih lanjut, MAS berkaitan dengan

perbedaan peran gender dan preferensi

individu. Negara dengan nilai MAS

tinggi (misalnya Amerika) membedakan

dengan jelas bahwa laki-laki harus lebih

agresif dibanding perempuan. Laki-laki

harus memfokuskan pada kesuksesan

material dan perempuan harus lebih

sederhana dan memperhatikan kualitas

hidup. Akan tetapi, negara dengan nilai

MAS rendah mempunyai pandangan

bahwa laki-laki dan perempuan haruslah

berlaku sederhana dan memperhatikan

kualitas hidup. MAS juga berkaitan

dengan preferensi individu dalam

masyarakat. Negara dengan MAS tinggi

menekankan pada pencapaian nilai-nilai

heroik dan tegas. Sebaliknya, negara

dengan MAS rendah menekankan

individu untuk menjaga hubungan, yaitu

dengan memperhatikan orang lain.

Akhirnya, UAI adalah toleransi atas

ketidak-jelasan. Dalam dimensi ini,

Indonesia dan Amerika mempunyai nilai

yang mirip atau mempunyai perspektif

yang hampir sama (Hofstede, 1994).

Data yang digunakan oleh Hosftede

(1994) dalam menyusun peringkat

tersebut adalah data yang dikumpulkan

dari beragam negara. Negara yang

dipilih tersebut mempunyai karakteristik

sebagai berikut. Pertama, negara tersebut

mempunyai satu bahasa yang dominan,

misalnya bahasa Indonesia untuk negara

Indonesia. Kedua, mempunyai sistem

pendidikan nasional. Terakhir, negara

tersebut mempunyai sistem politik

nasional. Dengan demikian, data yang

didapat dari suatu negara, misalnya

Indonesia, dapat dikatakan sebagai

tipikal Indonesia. Atau, data yang

didapat dari negara Amerika, dapat

dikatakan tipikal Amerika (Hosftede,

1994). Penelitian yang dilakukan oleh

Hofstede menggunakan pekerja IBM

sebagai respondennya.

Page 55: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

45

Keunggulan dan keterbatasan

dimensi-dimensi Hofstede

Pengukuran budaya dengan

menggunakan dimensi-dimensi Hofstede

merupakan pengukuran budaya yang

paling sering digunakan dalam penelitian

manajemen dan psikologi (Baskerville,

2003). Walaupun dimensi-dimensi

budaya tersebut sering digunakan dalam

penelitian-penelitian (Tabel 2.2),

terdapat juga kritik terhadap dimensi-

dimensi budaya yang diusulkan oleh

Hofstede tersebut (Tabel 2.3).

Tabel 2. Penelitian yang menggunakan dimensi-dimensi budaya Hofstede dan

dimensi yang digunakan

Peneliti

(tahun)

IC PD MF UA LT Negara

Kaasa & Vadi

(2008)

Adapa (2008)

Jones (2007)

Tsoukatos & Rand

(2007)

Singh (2006)

Le & Stockdale

(2005)

Dash, Bruning, &

Guin (2004)

Hwang,

Francesco, &

Kessler (2003)

Kacen & Lee

(2002)

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

-

-

-

-

X

X

X

X

X

-

-

-

-

X

X

X

X

X

-

-

-

-

-

X

-

X

-

-

-

-

-

20 negara

(Belgia,

Prancis,

Jerman, dll)

Australia,

Indonesia

Greece

Prancis, Jerman

USA

India, Kanada

HongKong,

Singapur, USA

Australia, USA,

Singapur,

Malaysia

Page 56: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

46

Pheng & Yuquan

(2002)

Oliver & Cravens

(1999)

Steenkamp,

terHofstede, &

Wedel (1999)

X

X

X

X

X

-

X

X

X

X

X

X

-

-

-

Singapur, Cina

USA

11 negara di

Eropa

Sumber: dari peneliti-peneliti sebagaimana yang disebutkan diatas

Tabel 3. Kelemahan / Kritik terhadap Dimensi-dimensi Budaya Hofstede

Kelemahan Peneliti (tahun)

Mereduksi atau menyederhanakan

budaya dalam empat atau lima

dimensi.

Nilai / skor Hofstede untuk tiap-

tiap negara adalah berdasarkan

nilai-nilai yang berkaitan dengan

pekerjaan (work-related values).

Nilai / skor Hofstede untuk tiap-

tiap negara bisa saja salah atau

sudah ketinggalan jaman (out-of-

date) karena dilakukan pada tahun

1967-1973.

Hanya menggunakan responden

yang berasal dari satu perusahaan

(yaitu IBM).

Menyamakan budaya dengan

bangsa (nation).

Jones (2007); Kirkman, Lowe, dan Gibson

(2006)

Steenkamp, terHofstede, dan Wedel (1999)

Kaasa dan Vadi (2008); Jones (2007);

Soares, Farhangmehr, dan Shoham (2007);

Tsoukatos dan Rand (2007); Steenkamp et

al. (1999)

Jones (2007); Tsoukatos dan Rand (2007)

Baskerville (2003)

Sumber: dari peneliti-peneliti sebagaimana yang disebutkan diatas

Budaya Indonesia

Ada dua pendapat mengenai budaya

Indonesia, yaitu: (1) kebudayaan

Indonesia itu belum ada atau masih

merupakan pembicaraan tentang cita-cita

dan (2) kebudayaan Indonesia itu sudah

ada (Gunadi et al., 1995; Sastrosupono,

1982). Beberapa pakar kebudayaan

(misalnya: Kayam, 1997; Gunadi et al.,

1995; Hassan 1989; Joesoef, 1987;

Suriasumantri, 1986; Sastrosupono,

1982) menyatakan bahwa kebudayaan

Indonesia adalah kebudayaan suku-suku

yang memuncak pada suatu saat. Atau

Page 57: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

47

dengan perkataan lain, kebudayaan

Indonesia adalah puncak-puncak

kebudayaan suku. Kebudayaan

Indonesia juga merupakan suatu sintesa

dari berbagai macam budaya suku

sehingga melahirkan sesuatu yang baru.

Adapun beberapa indikator budaya

Indonesia adalah: (1) bahasa nasional

(Bahasa Indonesia), (2) Pancasila, (3)

Undang Undang Dasar 1945, (4)

pembangunan dan modernisasi

Indonesia, (5) lagu-lagu nasional, dan

(6) karya seni nasional.

Penjelasan singkat mengenai dua

contoh budaya Indonesia adalah sebagai

berikut. Contoh yang pertama adalah

bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia

merupakan pengejawantahan budaya

Indonesia yang menjadi penjalin

kesatuan dan pengikat ke-kitaan

Indonesia (Hassan 1989, h.21). Contoh

yang kedua adalah Pancasila. Pancasila

ditentukan oleh nilai-nilai yang hidup

dan berkembang di Indonesia. Manusia

Indonesia rata-rata mengenalnya-

disudut manapun mereka berada pada

bumi Nusantara- walaupun dengan

derajat penghayatan yang berbeda dan

wujud pengamalan yang berlainan,

sesuai dengan kondisi alami dan keadaan

zaman masing-masing (Joesoef, 1987,

h.14).

Berbeda dengan beberapa pakar yang

disebutkan sebelumnya, Magnis-Suseno

(1996) mendefinisikan budaya Indonesia

sebagai budaya yang majemuk yang

terdiri dari lebih 200 budaya seperti

budaya Jawa, Sunda, Batak, dan

beragam budaya lainnya. Lebih lanjut,

Magnis-Suseno (1996) berpendapat

bahwa budaya Jawa (ataupun beragam

lainnya) mencerminkan budaya

Indonesia.

Sarwono (1998) menjelaskan bahwa

walaupun ada banyak budaya di

Indonesia, tetapi ada nilai-nilai utama

(core values) bangsa Indonesia yang

dominan. Nilai-nilai utama tersebut

didasarkan pada kriteria bahwa nilai-

nilai itu harus diterima dan diamalkan

baik dalam sikap maupun perilaku

sebagian besar rakyat Indonesia. Nilai-

nilai tersebut adalah: harmonis, toleransi,

gotong-royong, dan religius.

Harmoni dan toleransi berarti

menjaga kesimbangan dalam

bermasyarakat. Sebagai contoh, ambisi

seseorang untuk mendapatkan sesuatu

tidak diekspresikan secara lugas,

melainkan orang cenderung untuk

bertindak dan berkata-kata secara tidak

Page 58: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

48

langsung untuk menghindari adanya

friksi dengan pihak lain. Sedangkan

gotong-royong merupakan nilai bangsa

Indonesia yang telah dikenal sejak lama.

Misalnya, masyarakat suatu wilayah atau

kampung umumnya sering bergotong-

royong untuk melaksanakan suatu acara

tertentu seperti acara hari kemerdekaan

Republik Indonesia. Harmoni, toleransi

dan gotong royong ini juga dikenal

sebagai budaya kolektif, atau budaya

“kita” (Hofstede, 1994). Nilai yang lain,

religius, dalam kaitannya dengan bidang

perilaku konsumen merupakan nilai

yang mempengaruhi seseorang dalam

berkonsumsi. Sebagai contoh,

McDonald tidak menjual makanan yang

mengandung babi atau kandungan-

kandungan lain yang diharamkan oleh

ajaran agama. Lebih lanjut, banyak gerai

makanan yang tutup atau buka setengah

hari untuk menghormati orang yang

berpuasa.

Pengembangan Skala

Pengembangan skala akan dilakukan

untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi

budaya Indonesia. Pengembangan skala

tersebut terdiri dari 5 tahapan utama

(Gambar 1). Pertama adalah dengan

menghasilkan aitem-aitem yang

dilakukan dengan pendekatan deduktif

(berdasarkan definisi budaya Indonesia)

dan induktif (hasil dari focus interview).

Kedua, tahap penentuan aitem yang akan

digunakan dan penulisan aitem-aitem

tersebut. Selanjutnya, kuesioner dibuat

dan kemudian data dikumpulkan dari

responden yang berada di Jakarta,

Bandung, Semarang, dan Surabaya.

Kemudian, data dianalisis dengan

melakukan uji reliabilitas, validitas,

single dimension analysis, dan higher-

order analysis. Tahapan terakhir adalah

dengan melakukan uji coba kembali

indikator melalui pengumpulan data

kembali dari daerah Jakarta, Bandung,

Semarang, dan Surabaya.

Page 59: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

49

Gambar 1. Alur Penelitian

Proposal penelitian

Masalah Tinjauan Metode Hasil dan Kesimpulan

Penelitian Literatur Penelitian Pembahasan

Pengembangan

Skala (scale

development )

Langkah 1: Langkah 2: Langkah 3: Langkah 4: Langkah 5: LUARAN

Menghasilkan Mengembangkan Mengumpulkan Mengevaluasi Uji coba PENELITIAN

aitem-aitem skala data skala indikator

1.1 Definisi budaya 2.1 Penentuan 3.1 Menentukan 4.1 Menilai keandalan 5.1 Uji coba Dimensi-

dan budaya aitem yang lay-out kuesio- dan validitas indikator dimensi bu-

Indonesia* digunakan ner 4.1.1 Reliabilitas pada daya Indone-

1.2 Focus interview** 2.2 Penentuan 3.2 Mengumpul- - Cronbach alpha wilayah sia

1.2.1 Expert sampel yang kan data - corrected item- Jakarta,

1.2.2 Masyarakat akan digunakan (Jakarta, total correlation Bandung,

1.3 Penilaian validitas 2.3 Penentuan Bandung, Se- 4.1.2 Validitas Sema-

1.3.1 Content validity penggunaan marang, Su- - Construct validity rang,

1.3.2 Face validity kalimat/aitem rabaya) -- convergent validity Surabaya

yang digunakan -- discriminant validity

(apakah meng-

gunakan kalimat 4.2 Analisis data

positif atau 4.2.1 Single dimension analysis

negatif) 4.2.2 Higher-order analysis

2.4 Format jawaban

Indikator capaian: Indikator capaian: Indikator capaian: Indikator capaian: Indikator capaian:

* aitem-aitem budaya * aitem-aitem yang * data (berasal * Dimensi-dimensi budaya * Dimensi-

Indonesia akan digunakan dari responden Indonesia (awal) dimensi budaya

dalam kuesioner yang ada di Ja- Indonesia

karta, Bandung,

Semarang, Sura-

baya)

Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini dengan didasarkan pada Verbeke (2007), Parasuraman et al.

(2005), Adcock dan Collier (2001), Clark dan Watson (1995), Churchill (1979)

Page 60: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

50

Kesimpulan

Memahami budaya terutama budaya Indonesia adalah penting baik bagi peneliti maupun

praktisi oleh karena budaya dapat membentuk perilaku orang. Dengan kata lain, dengan

memahami budaya, kita juga dapat juga mengenal „orang lain‟ dan juga „memahami diri

sendiri‟ (Ljubić et al., 2009). Meneliti budaya Indonesia adalah sesuatu yang penting.

Pengidentifikasian mengenai dimensi budaya yang dipelopori oleh Hofstede dapat

menjadi dasar dalam pemahaman mengenai budaya, walaupun masih banyak kritik

terhadapnya. Namun dengan adanya pemahaman suatu budaya melalui dimensi-dimensi

yang terukur dapat mempermudah dalam mempelajari suatu budaya. Sehingga

pengidentifikasian dimensi-dimensi dari budaya Indonesia pun menjadi sesuatu yang

penting untuk dilaksanakan.

Pernyataan tanda terima kasih

Artikel ini merupakan bagian dari penelitian kami yang berjudul “Pengidentifikasian

Dimensi-dimensi Budaya Indonesia: Pengembangan Skala dan Validasi” yang dibiayai

oleh Hibah Bersaing (2011) dan LPPM UPH (2011).

Daftar Pustaka

Adapa, S. (2008). Adoption of internet shopping: cultural considerations in India and Austalia.

Journal of Internet Banking and Commerce, 13, 2. Available at:

http://www.araydev.com/commerce/jibc/.

Adcock, R. dan Collier, D. (2001). Measurement validity: a shared standard for qualitative and

quantitative research. American Political Science Review, 95, 3, 529-546.

Bagozzi, R.P. (1994). Structural equation models in marketing research: basic principles, in

Principles of Marketing Research, R.P. Bagozzi (ed.), Masschusetts: Blackwell

Publishers.

Baskerville, R.F. (2003). Hofstede never studied culture. Accounting Organizations and Society,

28, 1-14.

Bertens, K. (2007). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Brislin, R. (2000). Understanding culture’s influence on behavior. Fort Worth: Harcourt.

Churchill, G.A. (1979). A paradigm for developing better measure of marketing constructs.

Journal of Marketing Research, 16, 64-73.

Page 61: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

51

Dash, S., Bruning, E.R. dan Guin, K.K. (2004). Bonding and commitment in buyer-seller

relationships: a cross-cultural comparison in banking. ASAC Conference, Quebec City,

Quebec.

Dayakisni, T. dan Yuniardi, S. (2003). Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press.

De Mooij, M. (2004). Consumer behavior and culture: consequences fro global advertising and

advertising, Thousand Oaks, CA: Sage.

Deshpande, R. (1999). Foreseeing marketing. Journal of Marketing, 63, 164-167.

Garver, M.S. dan Mentzer, J.T. (1999). Logistics research methods: employing structural

equation modeling to test for construct validity. Journal of Business Logistics, 20, 1, 33-

57.

Gunadi, I.H, Sutarno, Handayani, T. dan Lutfiah, A. (1995). Wujud, Arti dan Fungsi Puncak-

Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya, Semarang:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Lee,C. dan Green, R.T. (1991). Cross-cultural examination of the Fishbein behavioral intentions

model. Journal of International Business Studies, 2nd

Quarter, 289-305.

Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L. dan Black, W.C. (2006)., Multivariate data analysis,

New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Hassan, F. (1989), Renungan Budaya, Jakarta: Balai Pustaka.

Hofstede, G. (1980). Culture’s consequences: international differences in work-related

values.Beverly Hills, CA: Sage.

Hofstede, G. dan Bond, M.H. (1988). The Confucius connection: from cultural roots to economic

growth. Organizational Dynamics, 16, 4, 5-21.

Hofstede, G. (1994). Cultures and organizations: software of the mind. London: Harper-Collins

Publishers.

Horton, R.L. (1984). Buyer Behavior: A Decision-Making Approach. Ohio: Charles, E. Merrill

Publishing Company.

Japarianto, E. (2006). Budaya dan behavior intention mahasiswa dalam menilai service quality

Universitas Kristen Petra. Jurnal Manajemen Pemasaran, 1, 1, 44-52.

Joesoef, D. (1987). Pancasila, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dalam Pancasila sebagai

Orientasi Pengembangan Ilmu, Prawihardjo, S.H., Bakker, Sutrisno, S. (editor),

Yogyakarta: PT. BP Kedaulatan Rakyat.

Jones, M.L. (2007). Hofstede – culturally questionable? Oxford Business & Economics

Conference. Oxford, UK, 24-26 June.

Page 62: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

52

Kacen, J.J. Lee, J.A. (2002). The influence of culture on consumer impulsive buying behavior.

Journal of Consumer Psychology, 12, 1, 163-176.

Kerlinger, F.N. dan Lee, H.B. (2000). Foundations of behavioral research, Fort Worth: Harcout

College Publishers.

Kirkman, B.L., Lowe, K.B. dan Gibson, C.B. (2006). A quarter century of Culture’s

Consequences: a review of empirical research incorporating Hofstede‟s cultural values

framework. Journal of International Business Studies, 37, 285-320.

Magnis-Suseno, F. (1996), Budaya dan pengaruhnya terhadap budaya perusahaan Indonesia.

Usahawan, No. 7, Juli.

Maheswaran, D. dan Shavitt, S. (2000). Issues and new directions in global consumer

psychology. Journal of Consumer Psychology, 9,2, 59-66.

Matsumoto, D. dan Juang, L. (2004). Culture and psychology, 3rd

ed., USA:

Wadsworth/Thomson.

Murray, J.B. dan Evers, D.J. (1989). Theory borrowing and reflectivity interdisciplinary fields.

Advances in Consumer Research, 16, 647-652.

Oliver, E.G. dan Cravens, K.S. (1999). Cultural influences on managerial choice: an empirical

study of employee benefit plans in the United States. Journal of International Business

Studies, 30, 4, 745-762.

Parasuraman, A., Zeithml, V.A. dan Malhotra, A. (2005). E-S-QUAL: a multiple-item scale for

assessing electronic service quality. Journal of Service Research, 7, 213-233.

Pheng, L.S. and Yuquan, S. (2002). An exploratory study of Hofstede;s cross-cultural dimensions

in construction projects. Management Decision, 40, 1, 7-16.

Sekaran, U. (2010). Research methods for business: a skill building approach, 5th edn., NY: John

Wiley & Sons.

Sarwono, S.S. (1998). Cultural values and marketing practices in Indonesia. Jurnal Ekonomi dan

Bisnis Indonesia, 13, 2, 90-100.

Sastrosupono, M.S. (1982). Menghampiri Kebudayaan, Bandung: Penerbit Alumni.

Sharma, S. (1996). Applied multivariate techniques, New York: John Wiley & Sons.

Singh, S. (2006). Cultural differences in, and influences on, consumers‟ propensity to adopt

innovations. International Marketing Review, 23, 2, 173-191.

Soares, A.M., Farhangmehr, M. dan Shoham, A. (2007). Hofstede‟s dimensions of culture in

international marketing studies. Journal of Business Research, 60, 277-284.

Page 63: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

53

Steenkamp, J.M.E., ter Hofstede, F. dan Wedel, M. (1999). A cross-national investigation into the

individual and national cultural antecedents of consumer innovativeness, Journal of

Marketing, 63, 55-69.

Steenkamp, J.E.M. dan Baumgartner, H. (1998). Assessing measurement invariance in cross-

national consumer research. Journal of Consumer Research, 25, 78-90.

Steenkamp, J.E.M. dan Van Trijp, H.C.M. (1991). The use of LISREL in validating marketing

construct. International Journal of Research in Marketing, 8, 283-299.

Subiyantoro, E. dan Hatane, S.E. (2007). Dampak perubahan kultur masyarakat terhadap praktik

pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik di Indonesia, Jurnal Manajemen &

Kewirausahaan, 9, 1, 20-29.

Suharnomo (2009). The impact of culture on human resource management practices: an empirical

research finding in Indonesia. Proceedings at Oxford Business & Economics Conference,

June 24-26, Oxford: UK.

Summers, J.O. (2001). Guidelines for conducting research and publishing in marketing: from

conceptualization through the review process.,” Journal of the Academy of Marketing

Science, 29, 4, 405-415.

Sujarwa (2010). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tsoukatos, E. dan Rand, G.K. (2007). Cultural influences on service quality and customer

satisfaction: evidence from Greek insurance. Managing Service Quality, 17, 4, 467-485.

Usunier, J. (2000). Marketing Across Cultures. England: Pearson Education Limited.

Verbeke, W. (2000). A revision of Hofstede et al.‟s (1990) organizational practices scale. Journal

of Organizational Behavior, 21, 587-602.

Page 64: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

54

B1. ARTIKEL DIPRESENTASIKAN PADA SEMINAR INTERNASIONAL DI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA TGL 24-25 NOV 2111

Understanding Indonesian Values: A Preliminary Research to

Identify Indonesian Culture

Sabrina O. Sihombing

[email protected]

Feriadi D. Pongtuluran

[email protected]

Business School

University of Pelita Harapan

Abstract

Culture is one topic that attracts researchers from many major disciplines

such as psychology, marketing, consumer behavior, and other disciplines.

This is because culture affects people to behave. Furthermore, culture is the

most basic cause of a person‟s wants and behavior. Many research use of

Hofstede‟s cultural dimensions to measure culture. The dimensions

identified by Hofstede (1980) are regarded as the most widely used and

accepted for understanding culture in many social phenomena. On the other

hand, Hofstede‟s cultural dimensions have been criticized by many scholars.

For instance, Hofstede‟s work is claimed as out-of-date because the

empirical work took place in 1967-1973. Hofstede‟s work has also been

criticized for reducing culture to four or five dimensions. On the other hand,

identifying reliable cultural dimensions for each nation would give major

contribution to cross-cultural research. Therefore, although cultural

dimensions developed by Hofstede gives contributions to understand and

measure culture, but there is a need to develop and identify Indonesian

culture. This is because there is limited research in identifying Indonesian

culture. Therefore, this study aims to identify Indonesian culture by

identifying Indonesian values as an initial stage in scale development. More

than 2,000 open-ended questionnaires were distributed to respondents in

Jakarta, Bandung, Semarang, and Surabaya. All respondents were chosen

with two main criteria: (1) that respondent live in one of four research areas

(Jakarta, Bandung, Semarang, or Surabaya), and (2) that respondents should

work in the area that they live. A total of 1455 usable questionnaires were

used to identify Indonesian values. The result shows that gotong royong

(mutual aid), demokrasi (democracy), agama (religion), Pancasila, budaya

(culture), and kekeluargaan (family) are examples of Indonesian values.

However, the results also shows that respondents state that korupsi

(corruption), individualisme (individualism), KKN (Korupsi, Kolusi,

Nepotisme: corruption, collution, nepotism), and egois (ego) are also

examples of Indonesian values. Those values that have been pointed by

respondents then were proceeded to develop indicators. This research

provides those indicators. Those indicators then will be used to identify

Indonesian culture dimensions.

Page 65: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

55

Key words: culture, Indonesian values, consumer behavior, scale development,

indicators

Introduction

Culture is one topic that attracts researchers from many major disciplines. This is because culture

affects people to behave (Craig and Douglas, 2006; Maheswaran and Shavitt, 2000). Furthermore,

culture is the most basic cause of a person‟s wants and behavior (Luo, 2009). In relating with

behavior, one people may behave differently compare to another people as a result of cultural

differences. For example, people in Indonesia will give something to other people by using their

right hand. This is the acceptable behavior for Indonesian. On the other hand, people in the

United States may give other people not only by using their right hand but also their left hand.

This is because they have no restriction associated with the left hand.

Extensive research has been conducted to understand the influence of culture on people

behavior. For instance, culture influences people behavior in transferring their knowledge (e.g.,

Ardichvili et al., 2006; Hawkie, 2006), conflict management strategy (Kaushal and Kwantes,

2006), education (e.g., Manikutty et al., 2007; Demmert, 2005; Hwang et al., 2003; Lin et al.,

2002; Yoo and Donthu, 2002), economic (Guiso et al., 2006), adoption of innovation (Singh,

2006), purchase behavior (Davis et al., 2008; Kacen and Lee, 2002), post-purchase behavior

(Tsoukatos and Rand, 2007), and other people behavior.

Many research use of Hofstede‟s cultural dimensions to measure culture (for example: Pirouz

(2010), de Lorenzo et al. (2009), Kaasa and Vadi (2008), Yintsou (2007), Adapa (2008), Davis et

al. (2008), Jones (2007), Tsoukatos and Rand (2007), DeJong, Smeets, and Smits (2006), Singh

(2006), Lam and Lee (2005), Le and Stockdale (2005), Dash, Bruning, and Guin (2004),

Goodwin and Giles (2003), Hwang, Francesco, and Kessler (2003), Kacen and Lee (2002), Pheng

and Yuquan (2002), Oliver and Cravens (1999), Steenkamp, terHofstede, and Wedel (1999). The

dimensions identified by Hofstede (1980) are regarded as the most widely used and accepted for

understanding culture in many social phenomena (Kalliny and Hausman, 2007; Soares et al.,

2007; de Jong et al., 2006; de Mooij, 2004). Furthermore, Hofstede‟s cultural dimensions are also

known as the most popular metric of culture (Yoo and Donthu, 2002). On the other hand,

Hofstede‟s cultural dimensions have been criticized by many scholars. For instance, Hofstede‟s

work is claimed as out-of-date because the empirical work took place in 1967-1973. Hofstede‟s

work has also been criticized for reducing culture to four or five dimensions. Furthermore, the

applicability of the dimensions to all culture leads to the critique that “one can conjuncture that

other types of samples might yield different dimensions and order of nations” (Schwartz, 1994

and Erez and Earley, 1993, cited by Soares et al., 2007).

Identifying reliable cultural dimensions for each nation would give major contribution to

cross-cultural research (Chan, 2009). This is because the usefulness of the concept of culture is to

give sufficient information about cultural differences by being able to unpack it (Soares et al.,

2007). Therefore, this study aims to identify Indonesian values as a foundation to develop

Indonesian cultural dimensions. This article is structured as follows: First, the literature review of

culture is presented. Then we report in detail on item generation and scale development. This

paper concludes with an outlook to future research.

Literature Review

Culture: definitions and elements

There are many definitions of culture as there are in anthropology, sociology, psychology,

marketing, and consumer behavior texts (Luo, 2009). However, there is no single culture

definition as Kroeber and Kluckhohn (1952, in Davis et al., 2008) found 164 different definitions

of culture in the anthropological and sociological literature. Tylor (1871, cited by Oliver and

Page 66: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

56

Kandadi, 2006) is one of the first researchers who provide the definition of culture. According to

Tylor, culture is defined as “…that complex whole includes knowledge, belief, art, morals, law,

custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society”. Another

anthropologist, Greets (1973) defined culture is “an historically transmitted pattern of meanings

embodied in symbols, a system of inherited conceptions expressed in symbolic forms by means

of which men communicate, perpetuate, and develop their knowledge about and their attitudes

toward life”

Hofstede (1980) defined culture as the collective programming of the mind which

distinguishes the members of one human group from another. Furthermore, Hofstede (1991)

stated that culture is as mental programming which includes patterns of thinking and feeling and

potential acting. Hofstede further stated that culture is software of the mind. Hofstede‟s analogy

about culture as a software is an interesting analogy. He used a part of computer to explain the

role of culture for human life. The role of software is important because the software is a main

part of computer. No work can be conducted in a computer without software. In other words,

software is a crucial part in a computer. Therefore, culture is also a crucial part in human

behavior.

Culture has several elements. According to several writers (e.g., Solomon, 2010; Wells and

Prensky, 1996) those elements are: language, material artifacts, myths, rituals, custom, laws, and

values. Those elements are described as follows. Language is one important aspect of culture that

should be considered. This is because language can be problematic when translating product

names, or promotional messages, or slogans, or other things into foreign languages. For example,

General Motor found that Nova (the name of a car) literally means “doesn‟t go” in Spanish (Lamb

et al., 2010). Another example is Daihatsu Be-go in Japan was introduced as Daihatsu Terios in

Indonesia. This is because “Be-go” in Indonesian language means stupid.

The second element of culture is material artifact. Material artifacts are goods a culture has

imbued with special meaning (Wells and Prensky, 1996). Gold is an artifact within the Indian

consumer society. Furthermore, gold possession is embedded in the customs and the traditions

that carry significant importance to the people (Tariq et al., 2007). Another element of culture is

ritual. A ritual is a set of multiple, symbolic behaviors that occurs in a fixed sequence and is

repeated periodically (Rook, 1985 cited by Solomon, 2010). Examples of ritual in Indonesia are

ruwatan and slametan. Ruwatan is a ritual to clean somebody‟ self in order to eliminate problems

that already in somebody‟s self since s (he) was born (http://www.budaya-indonesia.org).

Slametan is the most common religious ritual which symbolizes the mystic and social unity of

those participating in it (Forshee, 2006).

The fourth element of culture is custom. Custom is defined as culturally acceptable pattern of

behavior that routinely occurs in a particular situation (Wells and Prensky, 1996). Mudik is one

example of Indonesia custom. Mudik is a journey to go back to home-towns and gather with big

families. It is usually done in the end of the fasting month. Then, another element of culture is a

myth. A myth is a story with symbolic elements that represents a culture‟s idea (Solomon, 2010).

This story often emphasizes on some kind of conflict between two opposing forces, and its

outcome serves as a moral guide for listeners. Every culture creates mythical characters to impart

moral lessons. For example, an Indonesian myth “Malin Kundang”. This myth tells about a poor

women and her son (that is, Malin Kundang). Malin Kundang decided to go out from their village

in order to become rich after return home. In short, Malin Kundang later became a wealthy person

who has a huge ship, great wealth, and a beautiful wife. In one of his journey, his ship landed on a

beach. The villagers recognized him and his mother ran to the beach to meet her beloved son

again. However, Malin Kundang denied meeting his mother because his mother looks old, poor

and dirty woman. The broken-hearted old mother then cursed the son turned into a stone

(Wiriatmaja, 2010).

Law is another element of culture. Law is defined as formal rules and regulations that have the

sanction of a governmental body to require or prohibit specific behavior (Wells and Prensky,

Page 67: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

57

1996). Finally, the most defining elements of culture is values (Lamb et al., 2010). A value is

defined as a type of belief about how one ought or ought not to behave (Rokeach, 1968).

Different cultures will provide different values. For instance, Western values are characterized by

„separateness‟. In other words, western people are relatively independent and individualistic. On

the other hand, non-western values are more interdependent and collective (Evans et al., 2009).

Table 1 provides values differences for several countries.

Table 1. Values differences in several countries

American

values*

Australian

values**

Chinese

values***

Thailand

values****

Malaysian

values*****

Achievement and

success

Activity

Efficiency and

practicality

Progress

Material comfort

Individualism

Freedom

External conformity

Humanitarianism

Youthfulness

Fitness and health

Respect for

democracy

A strong sense of

justice

A sense of fairness

Tolerance

Care for others

A powerful sense of

egalitarianism

A less selfish society

Freedom of self-

determination

Family

orientation

Guanxi

Yuan

Mianzi

Renqing

reciprocity

Ego orientation

Grateful

relationship

orientation

Smooth

interpersonal

relation

orientation

Flexibility

adjustment

orientation

Religiosity

orientation

Education

competence

orientation

Interdependence

orientation

Fun-leasure

orientation

Achievement-task

orientation

Valuing time

Perseverance

Pleasure of

working

Dignity of

simplicity

Character

Kindness

Influence of

examples

Obligation of duty

Wisdom of

economy

Patience

Improvement of

talent

Joy of originating

Source: * Schiffman and Kanuk (2010), **Blackwell et al. (2007), *** Sian et al. (2007), **** Komin

(1995, in Rachman,2007 )

The Measurement of Culture

There are three approaches that are frequently used to examine culture: content analysis,

consumer fieldwork, and value measurement instruments (Schiffman et al., 2010). However,

many research on culture applied values as one way of measuring culture (Javidan et al., 2006;

Yo and Donthu, 2002)

There are several ways to measure values (Schiffman et al., 2010). Firstly, values can be

measured by inferring values from the cultural milieu. For instance, marketers can identify values

reflected in magazine titles, TV programs, comic books, and others. Schiffman et al. (2010) also

pointed out that popular songs are also indicators of values. In the specific, the violent song lyric

can be as an indication of a decline in values.

Secondly, values can be measured by using means-end chain analysis. This approach assumes

that people link very specific product attributes (indirectly) to terminal values: We choose among

alternative means to attain some end state we value (Solomon, 2009). Solomon further stated that

a technique that called laddering is used to uncover consumer‟s association between specific

attributes and these general consequences.

Page 68: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

58

Finally, values can be measured by using value instruments such as Rokeach Value Survey

(RVS) and List of Values (LOV). Furthermore, there has been a gradual increase in measuring

values by means of survey (questionnaire) research. Researchers use data collection instruments

to ask people how they feel about such as basic personal and social concepts as freedom, comfort,

national security, and peace (Solomon et al., 2010). This is because the values that characterize a

society cannot be observed directly. They can be inferred from various cultural products or asking

members of society to score their personal values (de Mooij, 2004).

According to Schiffman et al. (2010), there are two main criteria to select the specific core

values. First, the value must be pervasive. In other words, a significant portion of the people in a

society (for example, Indonesia) must accept that value and use it as a guide for their behavior.

For instance, harmony is one of Indonesian core values. This is because Indonesian believes that

individual should serve as a harmonious part of the family or group, and the nation (Wirawan and

Irawanto, 2007). Second, the value must be enduring. The specific value must have influenced the

actions of people in that society for over an extended period of time.

On the other hand, values have changed in many places in the world the last several decades as

the result of globalization (Hawkins and Mothersbaugh, 2010). Table 2 shows how values

changes in western culture.

Table 2. Values changes in Western culture

Traditional values New values

Self-denial ethic

Higher standard of living

Traditional sex roles

Accepted definition of success

Traditional family life

Faith in industry, institutions

Live to work

Hero worship

Expansionism

Patriotism

Unparalleled growth

Industrial growth

Receptivity to technology

Self-fulfillment ethic

Better quality of life

Blurring of sex roles

Individualized definition of success

Alternative families

Self-reliance

Work to live

Love of ideas

Pluralism

Less nationalistic

Growing sense of limits

Information and service growth

Technology orientation

Source: Plummer (1989, in Blackwell et al., 2007, p.311)

Hofstede’s Cultural Dimensions

Hofstede originally identified four dimensions of culture. Those dimensions are power distance,

uncertainty avoidance, individualism and collectivism, and masculinity and femininity. Then, in

1988, Hofstede and Bond added a fifth dimension which called as long-term orientation.

According to Hofstede (2005), power distance is about inequality in a society. It is defined as

the extent to which less powerful members of institutions and organizations within a country

expect and accept that power is distributed unequally (Hofstede, 2005, p.46). The second

dimension is uncertainty avoidance. Uncertainty avoidance reflects to intolerance for uncertainty.

It is defined as the extent to which the members of a culture feel threatened by ambiguous or

unknown situations (Hofstede, 2005. p.167).

The third dimension is individualism and collectivism. Hofstede (2005) stated that

individualism and collectivism has to do with the relationship the individual has with the group

and society. In the specific, individualism and collectivism is about the concept of the self and

others. Individualist refers to people who live in a society in which the interests of the individual

prevail over the interest of the group and societies. All societies have individuals and groups,

however, individualism stresses the smallest unit as being that where the solution lies (Usunier,

Page 69: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

59

2000).On other hand, collectivism refers to people who live in societies in which the interest of

the group prevails over the interest of the individual. In other words, people who live in

collectivist society prefer to act in a society as “we” rather than “I”.

The fourth dimension is masculinity and feminity. Masculinity versus feminity refers to the

desirability of assertive behavior against the desirability of modest behavior. According to

Hofstede (2005, p.120), a society is called masculine when emotional gender roles are clearly

distinct: men are supposed to be assertive, tough, and focused on material success, whereas

women are supposed to be more modest, tender, and concerned with quality of life. Furthermore,

a society is called feminine when emotional gender roles overlap: both men and women are

supposed to be modest, tender, and concerned with the quality of life.

A fifth dimension is long term orientation. Hofstede added long term orientation as a new

dimension to his earlier four cultural dimensions in 2001. Long-term orientation refers to the

fostering of virtues oriented toward future rewards – in particular, perseverance and thrift. On the

other hand, short-term orientation reflects the fostering of virtues related to the past and present –

in particular, respect for tradition, preservation of “face”, and fulfilling social obligations

(Hofstede, 2005, p.210).

Hofstede‟s cultural dimension is the most cultural dimensions applied to measure culture in

many management and psychology research (Kallini and Hausman, 2007; de Jong et al., 2006; de

Mooij, 2004; Baskerville, 2003, Yoo and Donthu, 2002). Those dimension are usually applied

because of its parsimony in understanding and measuring culture (Kirkman et al., 2006).

Although those dimensions are often applied in many research , but Hofstede‟s work has been

critized by other researchers for several reasons (Table 3). For instance, the work of Hofstede is

claimed as out-of-date because it took place in 1967 - 1973 (Jones, 2007; Tsoukatos and Rand,

2007; Soares et al., 2007). On the other hand, today‟s world is rapidly changing as a result of

changing in global environments, economic, cultural, political, and others (Jones, 2007;

Steenkamp, terHofstede, and Wedel, 1999). Therefore, some changes are possible (Kaasa and

Vadi, 2008). Examples of values changes in Western cultures can be seen again in Table 2.

Table 3. Critiques toward Hofstede’s cultural dimensions Critiques Researchers (year)

Hofstede‟s scores across cultural

dimensions for many countries may be

wrong or out-of-date because the

empirical work took place in 1967-1973.

On the other hand, today‟s rapidly

changing global environment may give

different results.

Reducing culture to four or five dimension

conceptualization

Hofstede‟s country scores are based on

work-related values. The questionnaire

was designed based on IBM‟s needs and

interest.

Hofstede used sample from a single

multinational corporation (i.e., IBM).

Hofstede utilized equating nation states

with culture.

Kaasa and Vadi (2008); Jones (2007); Soares,

Farhangmehr, and Shoham (2007); Tsoukatos and

Rand (2007); Steenkamp et al. (1999)

Jones (2007); Kirkman, Lowe, and Gibson (2006)

Steenkamp, terHofstede, and Wedel (1999)

Jones (2007); Tsoukatos and Rand (2007); Javidan

et al. (2006); Steenkamp et al. (1999)

Baskerville (2003)

Source: cited from references stated above

Indonesian Culture

There are two opinions on Indonesian culture (Gunadi, Sutarno, Handayani, and Lutfiah, 1995;

Sastrosupono, 1982). The first opinion is there is no Indonesian culture. Indonesian culture is

Page 70: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

60

only about conversation in order to reach the goal, that is, Indonesian culture itself. The second

opinion is Indonesian culture is exist.

According to several Indonesian writers (for example: Kayam, 1997; Gunadi et al., 1995;

Hassan 1989; Joesoef, 1987; Suriasumantri, 1986; Sastrosupono, 1982), Indonesian culture is

defined as the peak s of all tribe cultures. Indonesian culture is also understood as a synthesis

from a various variety of culture that then produces a new culture. There are several indicators of

Indonesian culture such as national language (Indonesian language), Pancasila, Undang Undang

Dasar 1945, development and modernization, national songs, and national arts.

A short explanation of Indonesian culture is as follows. The first example is Indonesian

language. Indonesian language is as a representation of Indonesian culture that can be used as a

tool to unity and to identify people as an Indonesian (Hassan 1989, p.21). The second example is

Pancasila. Pancasila is the philosophical foundation of the Indonesian. Furthermore, Pancasila is

determined by values that have been hold by Indonesian people. Most Indonesian people know

Pancasila wherever they live – even though they understand and apply Pancasila differently

according to their situation (Joesoef, 1987).

Magnis-Suseno (1996) has a different opinion about Indonesian culture. According to him,

Indonesian culture is as the plural culture which involves many tribes culture such as Javanese

culture, Bataknese culture, Sundanese culture, and others. Furthermore, Magnis-Suseno (1996)

has an opinion that Javanese culture (or other tribe cultures) represents Indonesian culture.

Sarwono (1998) explains that even though there are many tribe cultures in Indonesia but there

are dominant core values that Indonesian people hold. Those core values are based on criteria that

those values should be accepted and applied whether in Indonesian people attitude or behavior.

Those values are harmony, tolerance, mutual assistance (gotong-royong), and religious.

Harmony and tolerance means to maintain balance in society. For example, people‟s ambition

should not be expressively, but Indonesian people should act and say something indirectly in

order to avoid friction with other people. Mutual assistance means work together in order to

achieve something. For example, many people in a village will work together to clean their

village once a month or to celebrate something such as Independence Day or religious days.

Harmony, tolerances, and mutual assistance are known as collectivism culture (Hofstede, 1994).

Another Indonesian values is religious. Indonesia is a country which based on religious values.

Changes in Indonesian Culture

As stated before, values have changed in many places in the world the last several decades as the

result of globalization (Hawkins and Mothersbaugh, 2010). Values, on the other hand, are

important factor to represent culture. Therefore, it can be stated that there are changes in

Indonesian cultures.

There samples of Indonesian culture has been changed. As stated by Schiffaman et al. (2010)

that popular songs are also indicators of values changes. For instance, the openness of having

affair song lyric can be as an indication of a decline in values. The song with the title of “Sephia”

from the band called Sheila on 7 is the first song which demonstrated the openness in having

affair in Indonesia. Other songs with the same themes then followed. Indonesian people then are

seemed accepted the phenomena of having an affair.

Research Method

Steps in Scale Development

There are five steps in developing the Indonesian values as shown in Picture 1. The first step was

item generation. Items were generated through three ways: (a) reviewing the literature review on

culture and Indonesian culture, (b) exploratory study, and (c) in-depth interview with experts

about the research context, that is, Indonesian culture. This generation of items can be stated as

Page 71: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

61

the most important part of developing sound measures (Hinkin, 1995, p.971). A combined

deductive and inductive approach was applied to generate items.

The second step is scale development. In this part, there are several important aspects to be

considered such as the use of the statements/items (i.e., positively or negatively worded), number

of items, questionnaire response format, and sample size. The third step is data collection. Then,

the next step is scale validation. Data will be examined through reliability and validity analysis.

The final step is to pre-test indicators in several cities. Work to-date has completed into step 2.

Picture 1. Research Process

Research Literature Research Analysis and Conclusions

Problem Review Method Discussion

Scale

development

Step 1: Step 2: Step 3: Step 4: Step 5: RESEARCH

Generate items Scale development Data Scale evaluation Indicators OUTCOMES

collection pre-test

1.1 Culture definitions 2.1 Deciding items 3.1 Deciding 4.1 Reliability and validity 5.1 Indicators Indonesian

and Indonesian cul- to be used questionnaire examinations pre-test cultural

ture definitions 2.2 Sample consi- lay-out 4.1.1 Reliability (Jakarta, dimensions

1.2 Exploratory survey derations 3.2 Data - Cronbach alpha Bandung,

(Jakarta, Bandung, 2.3 Deciding words collection - corrected item- Sema-

Semarang, Surabaya) to be used (Jakarta, total correlation rang,

1.3 In-depth interview (positive or Bandung, Se- 4.1.2 Validity Surabaya)

with experts negative state- marang, Su- - Construct validity

1.4 Validity examinations ments) rabaya) -- convergent validity

1.4.1 Content validity 2.4 Response format -- discriminant validity

4.2 Data analysis

4.2.1 Single dimension analysis

4.2.2 Higher-order analysis

Indicator outcomes Indicator outcomes Indicator outcomes Indicator outcomes Indicator outcomes

* Indonesian value * Items to be applied * Data (come from * Dimensions of Indonesian * Dimensions of I

items in the questionnaire respondents who culture (draft) Indonesian culture

live in Jakarta, (final)

Bandung,

Semarang, Sura-

baya)

parts of research done

Source: developed for this research based on Verbeke (2007), Parasuraman et al. (2005), Adcock and

Collier (2001), Clark and Watson (1995), Churchill (1979)

Results

Item generation

As appeared in Picture 1, the first step in the scale development process is to generate scale items.

Items were generated from a combined deductive and inductive approach. The deductive

approach emphasizes theoretical definitions of the concept (that is Indonesian values). On the

other hand, the inductive approach starts from empirical reality. In this research, an exploratory

research was conducted in which respondents were asked to describe in an open-ended format

about Indonesian values. There were 2100 questionnaires were distributed to respondents in

Jakarta, Bandung, Semarang, and Surabaya. All respondents were chosen with two main criteria:

(1) that respondent live in one of four research areas (Jakarta, Bandung, Semarang, or Surabaya),

Page 72: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

62

and (2) that respondents should work in the area that they live. A total of 1455 usable

questionnaires were used to identify Indonesian values.

In-depth interviews with experts were also conducted. Five experts were chosen based their

expertise in culture subjects. The results of those interviews were an understanding of values and

Indonesian values. In that interview, experts were also asked whether frequently mentioned

values are parts of Indonesian values. Multi-item scales then were developed based on frequently

mentioned values (Table 4 and Table 5). There were 162 items were proposed for further analysis

(Appendix 1). Furthermore, the content validity of the items was assessed by two judges. Those

judges were asked whether those items represent frequently mentioned value statements. The

results showed that all items were retained and small revisions were made due to clarity

improvement.

Table 4. Frequently mentioned values (positive)

Rank Values 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

Mutual cooperation (gotong-royong)

Religion (agama)

Tolerance (toleransi/tenggang rasai)

Democracy (demokrasi)

Five principles of the Republic of Indonesia (Pancasila)

Culture (budaya)

Kinship, Family (kekeluargaan)

Unity, Oneness (persatuan dan kesatuan)

Hospitable (ramah-tamah)

Well mannered (sopan santun)

Consensus (musyawarah)

Social (sosial)

Humanity (kemanusiaan)

Justice (keadilan)

Honesty (kejujuran)

Divinity (KeTuhanan)

Togetherness (kebersamaan)

Mutual assitance (tolong-menolong)

Mutual respect (saling menghormati)

The Constitution of Indonesia (UUD 1945)

Harmony (kerukunan)

Table 5. Frequently mentioned values (negative)

Rank Values 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Individualism / egoist (individualisme/egois)

Corruptiopn (korupsi)

Corruption, Collusion, and Nepotism (KKN: korupsi, kolusi, dan nepotisme)

Materialism (materialistis)

Comsumtive (konsumptif)

Anarchy (anarki)

Group priority (mementingkan golongan)

Western oriented] (mengikuti budaya barat)

Fanatism (fanatisme)

Hedonism (hedonisme)

Conclusion

Understanding culture and specifically Indonesian culture are important for many researchers and

practitioners. This is because culture shapes people behavior. In other words, understanding

culture also means that we can understand “other people” and also “knowing ourselves” (Ljubić

et al., 2009). Researching Indonesian cultural dimensions is also important. This is because many

Page 73: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

63

research focuses on culture are applying Hofstede‟s cultural dimensions. Thanks to Hofstede for

pioneering cultural dimensions. However, Hofstede‟s cultural dimensions have also been

criticized by many scholars. Again, as stated before that the applicability of the dimensions to all

culture may not appropriate. Thus, researching Indonesian cultural dimensions is a must. We

realize that scale development process described in this paper is not yet completed. However, the

work to-date provided Indonesian values which can be used in by other researchers working in

this area.

Acknowledgement

This paper is part of our research with the title of “Pengidentifikasian dimensi-dimensi budaya

Indonesia: pengembangan skala dan validasi”. This research is funded by Hibah Bersaing

research grant (2011-2012) and LPPM University of Pelita Harapan (2011).

Appendix 1.

Gotong-royong

6. Di dalam mengerjakan sesuatu, bekerja bersama-sama lebih penting dibanding-kan bekerja sendirian.

7. Salah satu hal penting dalam bermasyarakat adalah gotong-royong.

8. Saling membantu adalah kebiasaan yang ada di lingkungan masyarakat.

9. Pada saat saya melakukan sesuatu, biasanya saya cenderung melakukannya bersama-sama.

10. Masyarakat lebih berhasil dalam mencapai sesuatu jika bekerja-sama.

Agama / Keagamaan

6. Agama menjadi petunjuk dalam berperilaku.

7. Setiap orang wajib menganut salah satu agama.

8. Beragama adalah keyakinan saya akan keberadaan Tuhan.

9. Beribadah sesuai dengan agama yang dianut.

10. Agama adalah pegangan dalam berperilaku.

Demokrasi

11. Negara harus memperhatikan persamaan hak semua warga negara.

12. Negara harus memperhatikan kewajiban semua warga negara.

13. Demokrasi adalah rakyat bebas mengeluarkan pendapat.

14. Demokrasi adalah hal utama menjadikan Indonesia menjadi lebih baik.

15. Saya percaya setiap warga negara memiliki hak menentukan jalannya kehidupan bernegara.

16. Pemilu adalah wujud demokrasi di Indonesia.

Pancasila

17. Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila.

18. Falsafah bangsa Indonesia adalah Pancasila.

19. Pancasila merupakan nilai bangsa Indonesia.

20. Pancasila adalah pegangan hidup bernegara.

Budaya

21. Keragaman budaya merupakan ciri khas bangsa Indonesia.

22. Kesenian bangsa Indonesia (tarian dan lagu tradisional) harus tetap dipertahankan.

23. Penting untuk menjaga cagar budaya (misalnya: museum dan monument).

24. Nilai-nilai budaya masih menjadi pegangan berperilaku.

25. Tradisi masih dijalankan masyarakat Indonesia.

Kekeluargaan

26. Setiap orang perlu memperhatikan keluarganya.

27. Bagi saya, keluarga adalah hal utama.

Page 74: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

64

28. Kekeluargaan merupakan salah satu dasar dalam kehidupan.

29. Setiap orang perlu menjaga hubungan kekeluargaan.

30. Keluarga tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan saya.

Persatuan dan kesatuan

31. Bahasa Indonesia adalah simbol persatuan bangsa.

32. Berbeda-beda tetapi satu (Bhinneka Tunggal Ika) adalah pandangan hidup bangsa Indonesia.

33. Penting untuk menjaga persatuan bangsa.

Ramah-tamah

34. Saya biasanya akan menyapa orang terlebih dahulu.

35. Saya mudah akrab dengan orang lain.

36. Senyum adalah bentuk keramahan.

37. Saya menghindari kemarahan di depan umum.

38. Biasanya saya memulai percakapan dengan orang lain.

Toleransi

39. Saya menghargai perbedaan.

40. Setiap orang boleh berbeda.

41. Saya menerima perbedaan budaya.

42. Saya terbuka terhadap budaya baru.

43. Kekurangan orang lain tidak menjadi masalah bagi saya.

Sopan Santun

44. Sopan santun merupakan ciri bangsa Indonesia.

45. Sopan santun diperlukan dalam pergaulan untuk menjaga keharmonisan.

46. Norma kesusilaan merupakan nilai penting dalam masyarakat kita.

47. Budi pekerti yang baik perlu diajarkan sejak dini masyarakat.

48. Penting memiliki tata krama dalam kehidupan bermasyarakat.

Musyawarah

49. Perselisihan dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah.

50. Saya berusaha secara bersama-sama mencari jalan keluar untuk sebuah masalah.

51. Saya membahas sesuatu masalah secara bersama-sama mendapatkan solusi.

52. Masyarakat melakukan musyawarah untuk mufakat.

53. Lingkungan saya menjaga kerukunan dengan cara bermusyawarah.

Sosial

54. Penting untuk memperhatikan kepentingan umum.

55. Setiap orang perlu memperhatikan lingkungannya.

56. Saya dengan senang hati menolong orang yang membutuhkan pertolongan.

57. Saya memperhatikan kepentingan masyarakat.

58. Sifat manusia adalah suka tolong menolong.

Kemanusiaan

59. Manusia merupakan makluk ciptaan Tuhan.

60. Setiap manusia memiliki akal budi.

61. Setiap manusia memiliki perasaan yang mempengaruhi tingkah lakunya.

62. Tidak pernah puas merupakan ciri tiap manusia.

Tenggang Rasa

63. Tenggang rasa merupakan sifat bangsa Indonesia.

64. Sikap tenggang rasa merupakan nilai pemersatu bangsa.

65. Saya sadar bahwa setiap orang memiliki kelemahan.

66. Setiap manusia memiliki keterbatasan masing-masing.

67. Saya berusaha menghargai keterbatasan orang lain.

Page 75: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

65

Keadilan

68. Penting bagi setiap orang untuk bersifat adil dengan sesamanya.

69. Keadilan adalah penting dalam kehidupan bermasyarakat.

70. Setiap orang sepatutnya tidak sewenang-wenang terhadap sesamanya.

71. Jika ada masalah melibatkan dua pihak, saya tidak berat sebelah.

72. Dalam memutuskan masalah yang melibatkan dua pihak, saya berpegang pada kebenaran.

Kejujuran

73. Penting untuk bersifat jujur.

74. Setap orang perlu berkata apa adanya.

75. Kejujuran adalah salah satu dasar dalam kehidupan.

76. Saya menjalankan segala sesuatu sesuai dengan aturan.

77. Saya berusaha untuk tidak berbohong.

78. Saya berusaha untuk tidak melakukan kecurangan.

Ketuhanan

79. BerkeTuhanan yang Maha Esa

80. Saya mempercayai bahwa Tuhan itu ada.

81. Tuhan adalah pencipta alam dan seisinya.

82. Saya percaya bahwaTuhan Maha Kuasa.

83. Agama saya mengajarkan tentang Tuhan.

Kebersamaan

84. Kebersamaan merupakan ciri khas bangsa Indonesia.

85. Banyak kegiatan lingkungan dilakukan secara bersama-sama.

86. Kegitan-kegiatan lingkungan merupakan cerminan kebersamaa.

87. Kebersamaan merupakan nilai dalam keluarga.

88. Kebersamaan merupakan nilai dalam masyarakat.

89. Kebersamaan adalah melakukan sesuatu dalam kesepahaman.

Tolong-menolong

90. Tolong-menolong adalah salah satu pegangan dalam bermasyarakat.

91. Bekerja bersama-sama dalam kegiatan lingkungan adalah penting.

92. Setiap orang perlu bahu-membahu dalam melakukan kegiatan kemasyarakatan.

93. Saling menolong adalah ciri makluk sosial.

94. Saya membalas pertolongan orang lain

Saling menghormati

95. Saling menghormati adalah kewajiban setiap orang.

96. Saling menghormati dapat menghindari perselisihan.

97. Kerukunan dalam umat bergama adalah hasil dari saling menghormati antar agama.

98. Demokrasi dalam berbangsa mensyaratkan sikap saling menghormati.

UUD 1945

99. Dasar negara Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945.

100.UUD 1945 adalah pedoman dalam menjalankan negara.

101.UUD 1945 adalah amanat rakyat yang harus dilaksanakan.

102.UUD 1945 adalah pedoman bagi setiap warga dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban.

Kerukunan

103.Keharmonisan dalam hubungan antar agama adalah bentuk kerukunan.

104.Hidup rukun adalah nilai yang senantiasa ditanamkan oleh keluarga.

105.Kerukunan senantiasa dijaga untuk mencegah perselisihan.

106.Setiap warga berkewajiban menjaga kerukunan.

107.Kerukunan mencegah terjadinya perpecahan.

Page 76: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

66

Egois

108.Kepentingan orang lain bukan sesuatu yang berarti.

109.Saya harus mengutamakan kepentingan saya diatas kepentingan orang lain.

110.Adalah wajar apabila setiap pendapat saya adalah benar.

111.Saya perlu mendapatkanan perhatian dibanding orang lain.

112.Setiap orang sebaiknya mengikuti pendapat saya dengan sebaik-baiknya.

Individualisme

113.Hak perseorangan lebih berharga dibandingkan hak masyarakat

114.Diri saya lebih penting dibandingkan dengan orang lain.

115.Saya bebas berbuat apa saja.

116.Kebutuhan setiap orang tidak dapat disama-ratakan.

Korupsi

117.Penyalahgunaan waktu bekerja untuk urusan pribadi adalah korupsi.

118.Menggunakan uang perusahaan untuk urusan pribadi atau orang lain dapat dibenarkan.

119.Berlaku curang untuk kepentingan pribadi dapat dibenarkan.

120.Saya akan menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi.

121.Korupsi tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang saya anut.

Kolusi

122.Menurut saya kolusi dapat dilakukan.

123.Kolusi terjadi di setiap aspek bermasyarakat.

124.Dalam banyak situasi, saya membuat kesepakatan rahasia untuk kepentingan saya.

125.Konspirasi perlu dilakukan untuk mendapatkan sesuatu.

126.Sesuatu dapat direkayasa untuk kepentingan pihak tertentu.

Nepotisme

127.Jika memungkinkan, saya mengu-tamakan kerabat/saudara saya bekerja

128.Adalah penting mengutamakan sanak saudara sendiri pada lingkungan saya bekerja.

129.Saya suka mengutamakan kerabat atau sanak saudara saya.

130.Saya lebih merasa nyaman bekerja dengan keluarga / kerabat saya.

131.Saya lebih percaya pada keluarga / kerabat saya di dalam bekerja.

Materialistis

132.Kekayaan adalah tujuan hidup saya.

133.Setiap orang dapat dinilai dari kekayaan yang dimilikinya.

134.Orang tidak dapat hidup tanpa harta benda.

135.Saya selalu terdorong memiliki banyak harta benda.

Konsumtif

136.Saya cenderung membeli sesuatu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan saya.

137.Jika saya memiliki uang, saya cenderung membeli sesuatu yang saya inginkan.

138.Saya senang membeli apa yang saya inginkan.

Anarki

139.Saya menciptakan ketertiban dengan cara saya sendiri.

140.Peraturan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan saya.

141.Saya berusaha mencapai maksud saya sendiri walaupun bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

142.Undang-undang pemerintah bukan merupakan hal yang mutlak dilaksanakan.

Mementingkan Golongan

143.Saya memprioritaskan kelompok terlebih dahulu.

144.Bagi saya, kelompok lain tidak perlu saya pikirkan.

145.Keinginan kelompok saya lebih utama.

Page 77: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

67

146.Hak golongan harus senantiasa dipenuhi.

147.Kepentingan golongan harus senantiasa dipenuhi.

Mengikuti budaya barat

148.Saya cenderung menerima budaya barat.

149.Budaya barat mempengaruhi sikap saya.

150.Budaya barat mempengaruhi perilaku saya.

151.Saya senantiasa berusaha mengikuti perubahan budaya barat.

152.Budaya barat senantiasa menjadi acuan tindakan saya.

Fanatisme

153.Saya mempertahankan agama saya.

154.Saya berjuang untuk agama saya.

155.Agama lain memiliki kekurangan dibandingkan agama saya.

156.Saya mempertahankan keyakinan saya dengan cara apapun.

157.Saya menolak pemahaman yang berbeda dengan saya.

Hedonisme

158.Menurut saya, hidup adalah sebuah kesenangan.

159.Materi merupakan tujuan hidup saya.

160.Dengan memiliki materi, saya menikmati hidup.

161.Materi adalah hal utama dalam hidup saya.

162.Bersenang-senang adalah tujuan hidup saya.

References

Anonim (2010). Ruwatan. Available at: http://www.budaya-indonesia.org. Downloaded at 10 August

2010.

Adapa, S. (2008). Adoption of internet shopping: cultural considerations in India and Austalia. Journal of

Internet Banking and Commerce, 13, 2. Available at: http://www.araydev.com/commerce/jibc/.

Adcock, R. dan Collier, D. (2001). Measurement validity: a shared standard for qualitative and quantitative

research. American Political Science Review, 95, 3, 529-546.

Ardichvili, A., Maurer, M., Li, W., Wentling, T. and Stuedemann, R. (2006). Cultural influences on

knowledge sharing through online communities of practice. Journal of Knowledge Management, 10,

1, 94-107.

Bagozzi, R.P. (1994). Structural equation models in marketing research: basic principles, in Principles of

Marketing Research, R.P. Bagozzi (ed.), Masschusetts: Blackwell Publishers.

Baskerville, R.F. (2003). Hofstede never studied culture. Accounting Organizations and Society, 28, 1-14.

Birukou, A., Blanzieri, E., Giorgini, P. and Giunchiglia, F. (2009). A formal definition of culture. Technical

Report # DISI-09-021, University of Trento, Italy.

http://eprints.biblio.unitn/it/archieve/0001604/01/021.pdf.

Chan, A.M. (2009). Measuring cross-cultural values: a qualitative approach. International Review of

Business Research Papers, 5, 6, 322-337.

Churchill, G.A. (1979). A paradigm for developing better measure of marketing constructs. Journal of

Marketing Research, 16, 64-73.

Craig, C.S. and Douglas, S.P. (2006). Beyond national culture: implications of cultural dynamics for

consumer research. International Marketing Review, 23, 2, 322.

Dash, S., Bruning, E.R. dan Guin, K.K. (2004). Bonding and commitment in buyer-seller relationships: a

cross-cultural comparison in banking. ASAC Conference, Quebec City, Quebec.

Davis, L., Wang, S. and Lindridge, A. (2008). Culture influences on emotional responses to on-line store

atmospheric cues. Journal of Business Research, 61, 806-812.

De Mooij, M. (2004). Consumer behavior and culture: consequences fro global advertising and

advertising, Thousand Oaks, CA: Sage.

Page 78: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

68

De Jong, E., Smeets, R. and Smits, J. (2006). Culture and openness. Social Indicators Research, 78, 111-

136.

De Lorenzo, G.J., Kohun, F.G., Burak, V., Belanova, A. and Skovira, R.J. (2009). A data driven conceptual

analysis of globalization – cultural affects and Hofstedian organization of frames: the Slovak

Republic example. Informing Science amd Information Technology, 6, 461-470.

Evans, M., Jamal, A. and Foxall, G. (2009). Consumer Behavior. England: John Wiley & Sons, Ltd.

Forshee, J. (12006). Culture and customs of Indonesia. USA: Greenwood Press.

Geertz, C. (1973). Religion As a Cultural System. In The Interpretation of Cultures. Pp. 87-125. New

York: Basic Books.

Goodwin, R. and Giles, S. (2003). Social support provision and cultural values in Indonesia and Britain.

Journal of Cross-cultural Psychology, 34, X, 1-6.

Guiso, L., Sapienza, P. and Zingales, L. (2006). Does culture affect economic outcomes? Journal of

Economic Perspectives, 20, 2, 23-48.

Gunadi, I.H, Sutarno, Handayani, T. dan Lutfiah, A. (1995). Wujud, Arti dan Fungsi Puncak-Puncak

Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya, Semarang: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan.

Lam, D.C.S. and Lee, A.Y.C. (2005). The influence of cultural values on brand loyalty. ANZMAC

Conference. http://smib.vuw.ac.nz:8081/www/anzmac2003/cd-site/pdf/3../3.Lam.Lee.pdf.

Downloaded at 7 August 2010.

Lamb, C.W., Hair, J.F. and McDaniel, C. (2009). Essentials of Marketing: 6e. USA: Cengage.

Lee,C. dan Green, R.T. (1991). Cross-cultural examination of the Fishbein behavioral intentions model.

Journal of International Business Studies, 2nd

Quarter, 289-305.

Ljubić, F., Bezić, H., and Vugrinović, A. (2009). Economic impact of cross-cultural understanding.

http://oliver.efri.hr/~euconf/2009/docs/Session6/5%20Ljubic%20Bezic%20Vugrinovic.pdf.

Downloaded at 7 September 2010.

Hassan, F. (1989), Renungan Budaya, Jakarta: Balai Pustaka.

Hawkins,D.I. and Mothersbaugh, D.L. (2010). Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. NY:

McGraw-Hill.

Hofstede, G. (1980). Culture’s consequences: international differences in work-related values.Beverly

Hills, CA: Sage.

Hofstede, G. dan Bond, M.H. (1988). The Confucius connection: from cultural roots to economic growth.

Organizational Dynamics, 16, 4, 5-21.

Hofstede, G. (1994). Cultures and organizations: software of the mind. London: Harper-Collins Publishers.

Hofstede, G. (1980). Culture‟s consequences: international differences in work related values. Sage:

Beverly Hills, CA.

Hwang, A., Francesco, A.M. and Kessler, E. (2003). The relationship between individualism-collectivism,

face, and feedback and learning process in Hong Kong, Singapore, and the United States, Journal of

Cross-Cultural Psychology, 34, 1, 72-91.

INTAN (1992). Tonggak dua belas. Kuala Lumpur: INTAN.

Joesoef, D. (1987). Pancasila, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dalam Pancasila sebagai Orientasi

Pengembangan Ilmu, Prawihardjo, S.H., Bakker, Sutrisno, S. (editor), Yogyakarta: PT. BP

Kedaulatan Rakyat.

Jones, M.L. (2007). Hofstede – culturally questionable? Oxford Business & Economics Conference.

Oxford, UK, 24-26 June.

Kacen, J.J. Lee, J.A. (2002). The influence of culture on consumer impulsive buying behavior. Journal of

Consumer Psychology, 12, 1, 163-176.

Kalliny, M. and Hausman, A. (2007). The impact of cultural and religious values on consumer‟s adoption

of innovation. Academy of Marketing Studies Journal, 11, 1, 125-136.

Kirkman, B.L., Lowe, K.B. dan Gibson, C.B. (2006). A quarter century of Culture’s Consequences: a

review of empirical research incorporating Hofstede‟s cultural values framework. Journal of

International Business Studies, 37, 285-320.

Komin, S. (1995). Socio-cultural influences in managing for productivity in Thailand. In Hwang, K-K

(Ed.). Easterization: Socio-cultural impact on productivity. Tokyo: Asian Productivity Organization.

Kroeber, A.L. and Kluckhohn, C. (1952). Culture: a critical review of concepts and definitions. Papers of

the Peabody Museum of American Archaeology and Ethnology, 47, 41-72.

Page 79: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

69

Leung, K., Bhagat, R.S., Buchan, N.R., Erez, M. and Gibson, C.B. (2005). Culture and international

business: recent advances and their implications for future research. Journal of International Business

Studies, 36, 357-378.

Lubis, M. (2001). Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Luo, Y. (2009). Analysis of culture and buyer behavior in Chinese market. Asian Culture and History, 1, 1,

25-30.

Magnis-Suseno, F. (1996), Budaya dan pengaruhnya terhadap budaya perusahaan Indonesia. Usahawan,

No. 7, Juli.

Maheswaran, D. dan Shavitt, S. (2000). Issues and new directions in global consumer psychology. Journal

of Consumer Psychology, 9,2, 59-66.

Manikutty, S., Anuradha, N.S., and Hansen, K. (2007). Does culture influence learning styles in higher

education? International Journal of Learning and Change, 2, 1, 70-87.

Murray, J.B. dan Evers, D.J. (1989). Theory borrowing and reflectivity interdisciplinary fields. Advances in

Consumer Research, 16, 647-652.

Nairn, S. (2009). Addressing race and culture in nurse education. In Transforming nursing education: the

culturally inclusive environment. Bosher, S.D. and Pharris, M.D. (editors). NY: Springer Publishing

Company, LLC.

Nisbett, R.E. (2003). The geography of thought: how asians and westeners think differently … and why.

NY: The Free Press.

Oliver, E.G. dan Cravens, K.S. (1999). Cultural influences on managerial choice: an empirical study of

employee benefit plans in the United States. Journal of International Business Studies, 30, 4, 745-

762.

Oliver, S. and Kandadi, K.R. (2006). How to develop knowledge culture in organizations? A multiple case

study of large distributed organizations. Journal of Knowledge Management, 10, 4, 6-24.

Parasuraman, A., Zeithml, V.A. dan Malhotra, A. (2005). E-S-QUAL: a multiple-item scale for assessing

electronic service quality. Journal of Service Research, 7, 213-233.

Peter, J.P. and Olson, J.C. (2005). Consumer Behavior & Marketing Strategy. 7th

edn., NY: McGraw-Hill.

Pheng, L.S. and Yuquan, S. (2002). An exploratory study of Hofstede;s cross-cultural dimensions in

construction projects. Management Decision, 40, 1, 7-16.

Plummer, J.T. (1989). Changing values. Futurist 23 January, p.10.

Rachman, W.R.A. (2007). Research on work values in Malaysia and Thailand: a cross-cultural research

proposal. The 4th

International Postgraduate Research Colloquium. IPRC Proceedings, 197-203.

Rook, D.W. (1985). The ritual dimensions of consumer behavior. Journal of Consumer Research, 12, 251-

264.

Sarwono, S.S. (1998). Cultural values and marketing practices in Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Indonesia, 13, 2, 90-100.

Sastrosupono, M.S. (1982). Menghampiri Kebudayaan, Bandung: Penerbit Alumni.

Sian, W. Razzaque, M.A. and Keng, K.A. (2007). Chinese cultural values and gift-giving behavior. Journal

of Consumer Marketing, 24, 4, 214-228.

Singh, S. (2006). Cultural differences in, and influences on, consumers‟ propensity to adopt innovations.

International Marketing Review, 23, 2, 173-191.

Soares, A.M., Farhangmehr, M. dan Shoham, A. (2007). Hofstede‟s dimensions of culture in international

marketing studies. Journal of Business Research, 60, 277-284.

Solomon, M.R. (2009). Consumer Behavior: Buying, Having, and Being. NJ: Pearson Prentice Hall.

Steenkamp, J.M.E., ter Hofstede, F. dan Wedel, M. (1999). A cross-national investigation into the

individual and national cultural antecedents of consumer innovativeness, Journal of Marketing, 63,

55-69.

Steenkamp, J.E.M. dan Baumgartner, H. (1998). Assessing measurement invariance in cross-national

consumer research. Journal of Consumer Research, 25, 78-90.

Steenkamp, J.E.M. dan Van Trijp, H.C.M. (1991). The use of LISREL in validating marketing construct.

International Journal of Research in Marketing, 8, 283-299.

Subiyantoro, E. dan Hatane, S.E. (2007). Dampak perubahan kultur masyarakat terhadap praktik

pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik di Indonesia, Jurnal Manajemen &

Kewirausahaan, 9, 1, 20-29.

Page 80: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

70

Suharnomo (2009). The impact of culture on human resource management practices: an empirical research

finding in Indonesia. Proceedings at Oxford Business & Economics Conference, June 24-26, Oxford:

UK.

Summers, J.O. (2001). Guidelines for conducting research and publishing in marketing: from

conceptualization through the review process.,” Journal of the Academy of Marketing Science, 29, 4,

405-415.

Tariq, H., McKechnie, D.S., Grant, J. and Phillips, J. (2007). Shopping for gold! A Ritual Experience.

Available at: http://www.abwic.org/Proceedings/2007/ABW07-203.doc. Downloaded at 10 August

2010.

Triandis, H.C. (1972). The analysis of subjective culture. NY: John Wiley & Sons.

Tsoukatos, E. dan Rand, G.K. (2007). Cultural influences on service quality and customer satisfaction:

evidence from Greek insurance. Managing Service Quality, 17, 4, 467-485.

Tylor, E.B. (1871). Primitive culture: researchers into the development of mythology, philosophy, religion,

art, and custom, Vol.1., London: John Murray.

Usunier, J. (2000). Marketing across cultures. England: Pearson Education Limited.

Verbeke, W. (2000). A revision of Hofstede et al.‟s (1990) organizational practices scale. Journal of

Organizational Behavior, 21, 587-602.

Wirawan, D. and Irawanto (2007). National culture and leadership: lesson from Indonesia. Jurnal

Eksekutif, 4, 3, 359-367.

Wiriaatmaja, E. (2010). Malin Kundang, myth or truth. Available at:

http://www.indonesiatogo.com/2009/06/18/malin-kundang-myth-or-truth/. Downloaded at 10 August

2010.

Yintsou, H. (2007). Relationships between national culture and Hofstede model and implications for a

multinational enterprise. Proceedings of the 13th

Asia Pacific Management Conference, Meulbourne,

Australia, 1422-1428.

Yoo, B. and Donthu, N. (2002). The effects of marketing education and individual cultural values on

marketing ethics of students. Journal of Marketing Education, 24, 92-103.

Page 81: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Pengidentifikasian Dimensi Dimensi Budaya Indonesia Pengembangan Skala Dan Validasi

71

C. SINOPSIS PENELITIAN LANJUTAN

Penelitian tahun akan mengidentifikasi dimensi-dimensi budaya Indonesia serta menguji

ulang kembali indikator-indikator penelitian pada sampel yang sama dan yang berbeda.

Data yang dikumpulkan pada penelitian tahun pertama berasal dari Pulau Jawa yang

direpresentasikan dari responden yang tinggal dan bekerja di Jakarta, Bandung, Semarang

dan Surabaya. Pada penelitian tahun kedua ini, selain menguji indikator pada sampel

denga kriteria yang sama seperti tahun pertama, indikator penelitian juga akan diuji

dengan menggunakan sampel mahasiswa di wilayah yang sama. Hal ini dimaksudkan

untuk memperkuat hasil penelitian sebelumnya. Alur penelitian adalah sebagai berikut.

Gambar 5. Alur Penelitian

Tahun I Tahun II

Tinjauan Nara Studi Data

Literatur Sumber Eksplorasi

Nilai-nilai Dimensi-dimensi

budaya Indonesia

Aitem-aitem Replikasi :

mahasiswa

Kuesioner Dimensi :

sama / berbeda