39
LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA JUDUL PENELITIAN “PERANG KOMISI” DALAM SENI PERTUNJUKAN WISATA DI BALI TIM PENELITI 1. Ni Ketut Arismayanti, SST.Par.,M.Par. (Ketua) 2. I Gst Ngr Widyatmaja, SST.Par.,M.Par. 3. Drs. I Ketut Suwena, M.Hum. Dibiayai dari Dana DIPA Universitas Udayana TA-2012 Dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan (Kontrak) Nomor : 25.58/UN.14/LPPM/KONTRAK/2012, tanggal 15 Mei 2012 PROGRAM STUDI DIPLOMA IV PARIWISATA FAKULTAS PARIWISATA UNIVERSITAS UDAYANA 2012

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

JUDUL PENELITIAN

“PERANG KOMISI” DALAM SENI PERTUNJUKAN WISATA DI BALI

TIM PENELITI

1. Ni Ketut Arismayanti, SST.Par.,M.Par. (Ketua)

2. I Gst Ngr Widyatmaja, SST.Par.,M.Par.

3. Drs. I Ketut Suwena, M.Hum.

Dibiayai dari Dana DIPA Universitas Udayana TA-2012

Dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan (Kontrak) Nomor :

25.58/UN.14/LPPM/KONTRAK/2012, tanggal 15 Mei 2012

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV PARIWISATA

FAKULTAS PARIWISATA

UNIVERSITAS UDAYANA

2012

Page 2: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

DOSEN MUDA

____________________________________________________________________

1. Judul Penelitian : “Perang Komisi” Dalam Seni Pertunjukan Wisata di Bali

2. Ketua Peneliti

a. Nama : Ni Ketut Arismayanti, SST.Par.,M.Par.

b. Pangkat / Gol. / NIP : Panata /IIIc/ 19810526 2003122002

c. Jabatan : Lektor

d. Pengalaman Penelitian : (terlampir dalam CV)

e. Program Studi/Jurusan : Diploma IV Pariwisata

f. Fakultas : Pariwisata

g. Alamat Rumah : Jl. Tukad Yeh Aya IX No. 3A Renon

h. E-mail : [email protected]

3. Jumlah Tim Peneliti : 2 (dua) orang

4. Pembimbing

a. Nama : Dra. Ida Ayu Suryasih, M.Par

b. Pangkat / Gol. / NIP : Pembina Tk. I / IV b/ 19610815 198702 2 001

c. Jabatan : Lektor Kepala/Pembantu Dekan I

d. Pengalaman Penelitian : (terlampir dalam CV)

e. Program Studi : Destinasi Wisata

f. Fakultas : Pariwisata

5. Lokasi Penelitian : Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar

__________________________________________________________________

6. Jangka Waktu Penelitian : 6 (enam) bulan

7. Biaya Penelitian : Rp. 7.500.000,- (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)

Denpasar, 28 Oktober 2012

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pariwisata Unud Ketua Peneliti,

Drs. I Putu Anom, M.Par. Ni Ketut Arismayanti, SST.Par.,M.Par.

NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002

Menyetujui,

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT.

NIP. 1964071719890031001

Page 3: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

RINGKASAN

Salah satu bidang usaha yang mendapat perhatian dalam pembentukan citra adalah

seni pertunjukan wisata sebagai pendukung utama industri pariwisata. Begitu ketatnya

persaingan serta adanya upaya monopoli dalam usaha sehingga munculnya penyimpangan

dalam seni pertunjukan wisata, salah satunya yaitu praktek “Perang Komisi”. Seiring

persaingan memperebutkan kunjungan penonton dari kalangan wisatawan, ini tentu membuat

para pengelola seni pertunjukan wisata melakukan praktek besar-besaran memberikan komisi

kepada pemandu wisata yang mendatangkan penonton. Indikasi inilah yang menjadi dasar

penelitian ini. Adapun tujuan dalam penelitian ini : latar belakang terjadinya “Perang

Komisi”, interaksi sosial antara pihak yang terkait, upaya pemerintah Propinsi Bali

menanggulangi “Perang Komisi”.

Beberapa konsep seperti tentang perang komisi dalam seni pertunjukan wisata di Bali,

tentang citra daerah tujuan wisata, tentang pariwisata budaya, tentang pramuwisata, tentang

interaksi sosial, tentang wisatawan, tentang industri pariwisata. Penelitian ini dilaksanakan di

wilayah Gianyar dan Denpasar, dimana batasan penelitian dibagi dalam 3 sub bagian pokok

yaitu tentang latar belakang terjadinya Perang Komisi, interaksi sosial dengan pihak terkait,

serta upaya pemerintah dan pengendalian sosial dalam mengatasi praktek Perang Komisi.

Metode pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi. Sedangkan

untuk penentuan informan dilakukan secara purposive dengan memilih beberapa stakeholder

dari berbagai pihak dan dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Indikasi munculnya praktek Perang Komisi, dilatarbelakangi sepinya pengunjung di

beberapa tempat seni pertunjukan wisata serta banyaknya bermunculan seni-seni pertunjukan

wisata baru yang membuat persaingan dalam menawarkan komisi kepada guide semakin

tinggi, disamping adanya indikasi penyelenggara seni pertunjukan wisata yang nakal untuk

memperoleh keuntungan dengan cepat. Untuk interaksi sosial, pihak yang terkait dengan

“Perang Komisi” hanya merugikan tempat-tempat pertunjukan wisata di Bali. Terkait dengan

kerjasama antara Asita dan Asparanata sudah melakukan suatu kerjasama dan kesepakatan

tentang pembagian hasil yaitu 40% untuk guide atau travel agent yang mengantar wisatawan

ke tempat pertunjukan dan 60% untuk penyelenggara wisata. Salah satu upaya yang

dilakukan untuk menghapuskan “Perang Komisi”, Pemerintah Propinsi Bali, di bawah

pimpinan Gubernur Propinsi Bali membuat aturan berupa Surat Keputusan Gubernur Bali

Nomor 294 Tahun 1997 terkait dengan pertunjukan kesenian daerah di Bali. Usaha lain yang

dilakukan pemerintah Propinsi Bali dalam menanggulangi “perang Komisi” adalah dengan

membentuk Tim TP2K (tim penilai kesenian dan kepariwisataan ) yaitu dengan membentuk

tim terpadu yang bekerja sama dengan : Disparda Bali, Dinas Kebudayaan, Kestra, Listibya

dan dinas tenaga kerja. Tugas tim ini adalah menanggulangi masalah “Perang Komisi”.

Kata Kunci : Seni Pertunjukan, komisi, Travel agent, pramuwisata, Asparanata

Page 4: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

SUMMARY

One area of business to get attention in image formation is a type of performing arts

as a major supporter of the tourism industry. Once the intense competition as well as the

effort to a monopoly in the business so that the emergence of irregularities in the performing

arts tours, one of which is the practice of "War of the Commission". As competition for

audience visit of the tourists, it certainly makes the management of performing arts practice

type massive give commissions to tour guides who bring in the audience. Indications are the

basis for this study. The purpose of this research: background to "War of the Commission",

the social interaction between related parties, Bali provincial government's efforts tackling

"War of the Commission".

Some concepts such as war commission in the performing arts tour in Bali, of the

image of a tourist destination, about cultural tourism, guides, social interaction, tourists, and

tourism industry. This research was conducted in the Gianyar and Denpasar, where the

limitation of the study is divided into 3 main parts, namely sub background War Commission,

social interaction with related parties, as well as the efforts of government and social control

practices in addressing the War Commission. Methods for collecting data through

observation, interviews, document study. As for the determination of informants purposively

to select multiple stakeholders from various parties and this research is qualitatively

descriptively analayzed.

Indication that the practice of War Commission, backed lonely visitor in some type

of performing arts as well as many emerging performing arts make a new type of competition

in offering higher commissions to guide, as well as an indication of the type of performing

arts organizers naughty to gain quickly. For social interaction, parties related to the "War of

the commission" only harms tour venues in Bali. Related to cooperation between Asita and

Asparanata have done a cooperation and an agreement on the division by 40% for a guide or

a travel agent that take tourists to the venue and by 60% for the performing art organizer.

One of the efforts being made to eliminate the "War of the Commission", the provincial

administration, under the leadership of Governor of Bali make the rules of the Bali Governor

Decree No. 294 of 1997 relating to the performing arts of the region in Bali. Another attempt

by the government of Bali Province in tackling " War of the Commission " is to form a team

TP2K (arts and tourism assessment team) is to establish an integrated team that works

together with: Department of tourism, Department of Culture, Listibya and labor offices. The

task of this team is tackling the problem of "War of the Commission".

Keywords: Performing Arts, commissions, Travel agents, guides, Asparanata

Page 5: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang

Maha Esa karena atas asung kertha wara nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan

akhir penelitian dosen muda dengan judul “Perang Komisi” Dalam Seni Pertunjukan Wisata

di Bali. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini tidak akan selesai tanpa adanya

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada :

1. Prof. Dr.dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) selaku Rektor Universitas Udayana

2. Prof. Dr.Ir. I Ketut Satriawan, MT, selaku Ketua Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana

3. Drs. I Putu Anom, M. Par, selaku Dekan Fakultas Pariwisata Universitas

Udayana.

4. Berbagai Pihak yang telah membantu memberikan informasi dan data terkait

dengan penelitian ini.

Semoga segala bantuan dan budi baik Bapak/Ibu serta berbagai pihak yang telah

membantu mendapat pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan penelitian selanjutnya. Akhir kata

penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Denpasar, Oktober 2012

Penulis

Page 6: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN..................................................... ii

RINGKASAN ........................................................................................................... iii

SUMMARY ............................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .............................................................................................. v

DAFTAR ISI............................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3

2.1 Batasan Perang Komisi Dalam Seni Pertunjukan Wisata .......................... 3

2.2 Batasan Tentang Citra Daerah Tujuan Wisata ........................................... 3

2.3 Batasan Tentang Pariwisata Budaya .......................................................... 4

2.4 Batasan Tentang Pramuwisata .................................................................... 5

2.5 Batasan Tentang Interaksi Sosial ............................................................... 6

2.6 Batasan Tentang Wisatawan ...................................................................... 6

2.7 Batasan Tentang Industri Pariwisata .......................................................... 10

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .......................................... 14

3.1 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 14

3.2 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 14

BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................................... 15

4.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 15

4.2 Definisi Operasional Variabel .................................................................... 15

4.3 Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 17

4.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 17

4.5 Metode Penentuan Informan ...................................................................... 18

4.6 Metode Analisis Data ................................................................................. 19

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 20

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 20

5.2 Latar Belakang Terjadinya Perang Komisi Dalam Seni Pertunjukan Wisata 21

5.3 Interaksi Sosial Pihak Yang Terkait dengan Perang Komisi

Dalam Seni Pertunjukan Wisata ................................................................ 23

5.4 Upaya Pemerintah Propinsi Bali Dalam Menganggulangi Masalah

Perang Komisi Dalam Seni Pertunjukan Wisata di Bali .......................... 25

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 28

6.1 Simpulan .................................................................................................... 28

6 .2 Saran .......................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 30

LAMPIRAN ............................................................................................................. 31

Page 7: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata Bali merupakan salah satu barometer pengembangan pariwisata di

Indonesia. Dalam perkembangannya pariwisata Bali sangat rentan terhadap isu-isu maupun

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga Pemerintah Propinsi Bali dan

masyarakat pariwisatanya juga berupaya untuk memperbaiki beberapa penyimpangan dalam

pengelolaan industri pariwisata Bali yang terdiri dari bermacam-macam bidang usaha yang

saling berhubungan yang menciptakan informasi yang pada akhirnya menciptakan kesan atau

citra yang kurang baik bagi pariwisata Bali. Adanya penyimpangan itu dikhawatirkan juga

mempengaruhi perkembangan pariwisata berkelanjutan yang telah digariskan dan ditetapkan

pemerintah. Salah satu bidang usaha yang mendapat perhatian dalam pembentukan citra atau

kesan ini adalah tempat pertunjukan wisata di Bali sebagai pendukung utama industri

pariwisata, di samping pendukung-pendukung lainnya, seperti : akomodasi, transportasi,

objek wisata, budaya masyarakat Bali dan lain sebagainya.

“Seni tradisi melarat, Barong Batubulan merana, Cak Bona tinggal kenangan”.

Demikian jeritan yang mengemuka di beberapa surat kabar belakangan ini sehubungan kian

carut marutnya seni pertunjukan wisata di Pulau Dewata. Pemerkosaan terhadap seni tradisi

dan teraniayanya seniman Bali pelaku seni pentas turistik, merupakan cerita laten yang tak

pernah menemukan solusi hingga hari ini. Soal seniman berhimpitan pentas naik truk, honor

ala kadarnya, standar tarif pentas yang amburadul, kualitas seni yang asal-asalan, sertifikat

layak pentas yang semu, dan seterusnya, adalah sederetan persoalan ruwet yang senantiasa

berkemelut di sekitar seni pertunjukan wisata Bali. Objek penderitanya, yang pasti: seni dan

seniman (Bali post, 25 September 2010).

Ancaman akan popularitas Bali sebagai destinasi wisata budaya, kini mulai disadari

sejumlah kalangan. Hal ini menyusul makin banyaknya atraksi wisata yang tidak

mencerminkan budaya Bali yang dijual kepada wisatawan. Memudarnya Pariwisata Budaya

serta melaratnya Seni Tradisi baik di kota Denpasar, Badung, Gianyar dan kota lainnya di

Bali kini mulai diserbu atraksi memikat yang telah keluar dari ''pakem'' budaya Bali.

Misalkan salah satu akibat semaraknya usaha karaoke dan panti pijat di Bali justru

menyebabkan pertunjukan wisata di Bali kekurangan penonton. Akibat menurunnya

kunjungan wisatawan menyaksikan pertunjukan kesenian tradisi, sehingga memunculkan

Page 8: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

''Perang'' komisi. ''Perang'' komisi ini mengindikasikan bahwa kesenian berbasis budaya Bali

makin kekurangan peminat, sehingga trik yang paling mudah adalah jual murah atau

meningkatkan komisi untuk pramuwisata (Denpost, 28 September 2010)

Seiring persaingan memperebutkan kunjungan penonton dari kalangan wisatawan, ini

tentu membuat para pengelola seni pertunjukan wisata itu melakukan praktek besar-besaran

memberikan komisi kepada pemandu wisata yang mendatangkan penonton. Praktek

pemberian komisi kepada pemandu itu terus meningkat, dari beberapa puluh ribu hingga kini

ada yang mencapai Rp 60.000 per penonton. Hal itu terjadi tak terlepas dari sikap pemandu

yang memiliki posisi tawar tinggi. Perang komisi ini dinilai sudah menggila dan tidak masuk

akal, karena pengelola seni pertunjukan yang menanggung biaya operasional cukup besar,

terutama untuk membayar seluruh seniman dan tim pendukung, terpaksa rela hanya kebagian

Rp 20.000 per orang (Bali post, 29 September 2010).

Namun saat ini “Perang komisi” sudah memunculkan kekecewaan diantara pengelola

usaha pertunjukan wisata yang ada di Bali, karena memberikan dampak buruk bagi

kunjungan wisatawan ke pertunjukan wisata lain. Adanya kejadian tersebut bisa

menimbulkan citra dan kesan yang kurang baik bagi pariwisata Bali sebagai daerah tujuan

wisata. Wisatawan tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka peroleh dalam menikmati

budaya Bali. Apabila ada wisatawan yang merasa dirugikan atau tidak puas dengan

pelayanan yang diterima, kemudian mengajukan complaint (keluhan) kepada pramuwisata,

mereka tidak ditanggapi dan dibiarkan begitu saja. Sehingga kejadian ini jelas bisa

menimbulkan informasi dan kesan yang kurang baik kepada wisatawan yang telah datang dan

menikmati Bali. Wisatawan tersebut merasa kecewa dan akibatnya bisa buruk bagi kesan dan

citra kepariwisataan Bali. Kemudian apabila citra jelek sudah terbentuk, pengaruhnya jelas

akan mempengaruhi pembangunan pariwisata berkesinambungan dan kerakyatan yang telah

disepakati bersama dan diprogramkan pemerintah. Bagaimana perkembangan selanjutnya dan

perubahan apa saja yang ditimbulkan dari masalah tersebut menjadi dasar dari penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun rumusan masalahnya adalah :

1. Bagaimana latar belakang terjadinya “Perang komisi” dalam seni pertunjukan wisata

di Bali ?

2. Bagaimana interaksi sosial antara pihak yang terkait dengan “Perang komisi” dalam

seni pertunjukan wisata di Bali ?

3. Bagaimana upaya pemerintah Propinsi Bali menanggulangi “Perang komisi” dalam

seni pertunjukkan wisata di Bali ?

Page 9: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan Tinjauan Tentang “Perang komisi” Dalam Seni Pertunjukan Wisata

Istilah “Perang komisi” merupakan istilah yang muncul dan berkaitan dengan

penyimpangan dalam pemberian komisi kepada pramuwisata pada tempat-tempat

pertunjukan wisata. Istilah ini digunakan pada pertunjukan wisata di Bali untuk menunjukkan

suatu penyimpangan yang dilakukan oleh tempat-tempat pertunjukan wisata dalam rangka

mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya dengan cara memberikan komisi yang cukup

lumayan besar kepada pramuwisata dengan harapan pramuwisata tersebut membawa

wisatawan yang lebih banyak ke tempat pertunjukan wisata (Bali post, 23 September 2010).

Istilah “Perang komisi” sebenarnya tidak sesuai dengan arti sesungguhnya dalam

Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seharusnya istilah yang benar adalah “Berlomba-

lomba memberikan komisi secara besar-besaran”. Mungkin supaya gampang untuk

diucapkan atau dikenal, kemudian istilah ini dipakai dalam dunia seni pertunjukkan wisata di

Bali.

2.2 Batasan Tentang Citra Daerah Tujuan Wisata

Menurut Glenn F. Ross (1998:113) menyebutkan citra daerah tujuan wisata

merupakan keseluruhan keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki seseorang tentang tempat

tujuan. Kemudian menurut Reynolds (1965) menyebutkan bahwa citra tersebut terbentuk

karena adanya perkembangan gambaran dalam pikiran berdasarkan beberapa kesan yang

dipilih dari berbagai informasi. Pembentukan citra adalah perkembangan gambaran dalam

pikiran berdasarkan beberapa kesan dari berbagai sumber informasi, antara lain dari bahan

tertulis, pendapat orang lain dan media masa seperti majalah, koran, televisi, radio dan media

lainnya. Adanya kunjungan wisata akan berpengaruh terhadap citra yang telah terbentuk dan

dapat mengakibatkan perubahan citra yang bersangkutan sebelumnya. Sehingga ada baiknya

citra yang dimiliki seseorang yang telah mengunjungi tempat tujuan wisata untuk dipisahkan

dari citra yang dimiliki seseorang yang belum pernah berkunjung.

Seokadijo (1997) menyebutkan untuk membentuk citra pariwisata yang baik pada

garis besarnya harus diperhatikan 2 hal antara lain :

Page 10: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

1. Berhubungan dengan daerah wisata, maksudnya adalah citra pariwisata harus sesuai

dengan kenyataan daerah tujuan wisata, karena citra yang tidak sesuai akan

menyebabkan wisatawan kecewa.

2. Berhubungan dengan pasar wisata, maksudnya adalah citra pariwisata harus

memperhitungkan tentang kehidupan, adat istiadat, kebiasaan, dan kegemaran pasar.

Ini artinya bahwa sikap dan tata nilai calon wisatawan harus dikenal, karenanya

pengetahuan tentang hal tersebut di atas akan mempengaruhi dan melandasi citra.

2.3 Batasan Tentang Pariwisata Budaya

Menurut Kontjaraningrat (2002:18), kebudayaan dalam arti luas mencakup tiga wujud

kebudayaan seperti : 1) wujud kebudayaan dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,

peraturan-peraturan dan perundang-undangan. 2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks

aktivitas berpola dari manusia dalam masyarakat. 3) Wujud Kebudayaan sebagai benda-

benda hasil karya manusia.

Menurut instruksi dan keputusan gubernur tentang pengelolaan objek dan daya tarik

wisata dan sesuai dengan UU RI No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan memberikan

pengertian pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang

dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik.

Wisata budaya adalah gerak atau kegiatan wisata yang dirangsang oleh adanya objek-

objek wisata berwujud hasil seni budaya setempat misalnya : adat-istiadat, upacara-upacara

agama, tata hidup masyarakat, peninggalan-peninggalan sejarah, hasil-hasil seni dan

kerajinan rakyat, dan lain sebagainya (Darmadjati, 1995).

Wilayah Bali sebagai daerah tujuan wisata di Indonesia yang memiliki potensi wisata

budaya sebagai andalan, memberikan pengertian tentang pariwisata budaya yang tertuang

dalam Perda Propinsi Bali No. 3 Tahun 1991 dalam Bab I tentang pariwisata Budaya, yaitu :

“….jenis kepariwisataan yang dalam perkembangan dan pengembangannya

menggunakan kebudayaan daerah Bali yang dijiwai Agama Hindu yang merupakan

bagian dari kebudayaan nasional sebagai potensi dasar yang paling dominan, yang di

dalamnya tersirat satu cita-cita akan adanya hubungan timbal balik antara pariwisata

dengan kebudayaan, sehingga keduanya meningkat secara serasi, selaras, dan

seimbang”

Menurut pandangan Geriya (1987) menyatakan bahwa pariwisata budaya yang oleh

dunia luar disebut cultural tourism adalah kegiatan pariwisata di Bali yang menitikberatkan

Page 11: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

pada perkembangan segi-segi budaya. Sedangkan menurut Pendit (1981), pariwisata budaya

dapat pula diartikan sebagai satu jenis pariwisata atau suatu perjalanan dengan tujuan khusus.

Artinya bahwa pariwisata budaya adalah perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan

untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau

peninjauan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan

adat-istiadat mereka, budaya dan seni mereka. Sering perjalanan serupa ini disatukan dengan

kesempatan-kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan budaya seperti eksposisi

seni (seni tari, seni drama, seni musik, dan seni suara) atau kegiatan dengan motif

kesejarahan dan sebagainya.

2.4 Batasan Tentang Pramuwisata

Jika dilihat dari fungsinya, maka dari sudut kepentingan wisatawan, pramuwisata

merupakan orang pertama yang ditemui wisatawan, selanjutnya akan menjadi “teman dalam

perjalanan” yang dapat memberikan informasi, penjelasan dan petunjuk tentang segala

sesuatu, terutama menyangkut objek dan atraksi wisata sesuai dengan perjalanan wisata yang

sedang diselenggarakan.

Dari sudut biro perjalanan wisata tempat pramuwisata bekerja, maka seorang

pramuwisata tidak lain adalah karyawan yang mewakili perusahaanya, yaitu dalam rangka

memberikan pelayanan dan sekaligus bertindak sebagai petugas “after sales service” atau

memberikan pelayanan di luar aturan dan jadwal kantor sesuai kemampuan dari paket wisata

yang telah dijual kepada wisatawan. Sedangkan dari sudut pramuwisata itu sendiri,

merupakan sebagai duta bangsa yang diharapkan mampu memberikan informasi dan

penjelasan tentang apa dan bagaimana Indonesia sebagai suatu negara.

Direktorat Jenderal Pariwisata telah menggariskan bahwa dalam kehidupan sehari-

hari, pramuwisata dalam melaksanakan tugasnya hendaknya ingat, bahwa :

1. Pramuwisata Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bersendikan Pancasila dan

UUD 1945, karena itu senantiasa :

a. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Menjunjung tinggi hukum dan undang-undang yang berlaku

c. Mengutamakan kepentingan dan keselamatan masyarakat, bangsa dan negara.

d. Memelihara asas gotong royong dengan teman se-profesi

2. Pramuwisata Indonesia berkewajiban untuk ikut serta mengembangkan pariwisata

Indonesia melalui peningkatan pelayanan, dan senantiasa :

a. Menjaga nama baik, harkat dan martabat jabatan pekerjaan dan perusahaan

Page 12: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

b. Utamakan kejujuran dan kebenaran

c. Sopan, bijaksana, dan bertanggung jawab

d. Memelihara hubungan baik dengan pimpinan perusahaan, wisatawan, rekan

sejawat dan unsur lain yang membantu tugasnya,

e. Berusaha melakukan tugasnya dengan berdaya guna (efisien) dan berhasil guna

(efektif) yang optimal.

2.5 Batasan Tentang Interaksi Sosial

Pengertian interaksi sosial dalam buku “Sosiologi Suatu Pengantar” oleh Soerjono

Soekanto (2001:67), menyebutkan bahwa :

“Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut

hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun

antara orang-perorang dengan kelompok manusia.

Dalam buku “Sosiologi” oleh Siti Waridah (1997:15), juga menyebutkan bahwa, interaksi

sosial adalah :

Hubungan timbal balik yang dinamis antara individu dengan individu, antara individu

dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok baik dalam bentuk kerjasama,

persaingan atau pertikaian.

Berdasarkan kajian tersebut, maka yang dimaksud dengan interaksi sosial dalam penelitian

ini adalah hubungan-hubungan yang terjadi antara orang-perorang, antara kelompok dengan

kelompok ataupun antara perorang dengan kelompok secara langsung maupun melalui

perantara dengan tujuan-tujuan tertentu. Termasuk dalam penelitian ini adalah interaksi sosial

antara masyarakat pariwisata Bali, seperti pemerintah, penyelenggara pertunjukan wisata,

HPI-Bali, Asparananta serta pelaku praktek “Perang komisi” dalam seni pertunjukan wisata

di Bali.

2.6 Batasan Tentang Wisatawan

Secara etimologi, kalau kita meninjau arti kata “wisatawan” yang berasal dari kata

“wisata”, maka sebenarnya tidaklah tepat sebagai pengganti kata “tourist” dalam bahasa

Inggris. Kata itu berasal dari kata Sansekerta: “wisata” yang berarti “perjalanan” yang sama

atau dapat disamakan dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris, maka “wisatawan” sama

artinya dengan kata traveler, dalam pengertian yang umum diterima oleh masyarakat

Indonesia sesungguhnya bukanlah demikian, kata wisatawan selalu diasosiasikan dengan kata

“tourist” (bahasa Inggris). Namun kalau kita perhatikan kata “tourist” itu sendiri, sebenarnya

Page 13: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

kata itu barasal dari kata “tour” (yang berarti perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat ke

tempat lain) dan orang yang melakukan perjalanan “tour” ini dalam bahasa Inggris disebut

dengan istilah “tourist”.

Definisi mengenai tourist, di antara berbagai ahli atau Badan Internasional, masih

belum ada keseragaman pengertian. Perbedaan pengertian atau batasan disebabkan karena

perbedaan latar belakang pendidikan atau keahlian, perbedaan kepentingan dan perbedaan

pandangan dari para ahli atau badan tersebut. Baik mengenai batasan wisatawan

internasional maupun wisatawan domestik. Di bawah ini akan dikemukakan batasan dari

beberapa ahli dan badan internasional di bidang pariwisata :

Norval, seorang ahli ekonomi Inggris, memberi batasan mengenai wisatawan

internasional sebagai berikut :

“Every person who comes to a foreign country for a reason than to establish his

permanent residence or such permanent work and who spends in the country of his

temporary stay, the money he has earned else where”.

Dari definisi tersebut, Norval lebih menekankan pada aspek ekonominya, sementara aspek

sosiologi kurang mendapat perhatian.

Pada tahun 1937, Komisi Ekonomi Liga Bangsa-Bangsa (Economis Commission of

The league of Nations), pertama kali memberikan batasan pengertian mengenai wisatawan

internasional pada forum internasional. Rumusan tersebut adalah sebagai berikut :

“ The term tourist shall , in principle, be interpreted to mean any person travelling for a

period of 24-hours or more in a country other than in which he usually resides”.

Hal pokok yang penting dari batasan Liga Bangsa-Bangsa tersebut yang perlu dicatat adalah :

1. Perjalanan dari satu negara ke negara lain

2. Lama perjalanan sekurang-kurangnya 24 jam

Untuk selanjutnya Komisi Liga Bangsa-Bangsa ini, menyempurnakan batasan

pengertian tersebut, dengan mengelompokkan orang-orang yang dapat disebut sebagai

wisatawan dan bukan wisatawan.

Yang termasuk wisatawan adalah :

1. Mereka yang mengadakan perjalanan untuk keperluan bersenang-senang,

mengunjungi keluarga, dan lain lain.

Page 14: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

2. Mereka yang mengadakan perjalanan untuk keperluan pertemuan-pertemuan atau

karena tugas tertentu, seperti dalam ilmu pengetahuan, tugas negara, diplomasi,

agama, olah raga dan lain lain.

3. Mereka yang mengadakan perjalanan untuk tujuan usaha.

4. Mereka yang melakukan kunjungan mengikuti perjalanan kapal laut, walaupun

tinggal kurang dari 24 jam.

Yang dianggap sebagai bukan wisatawan :

1. Mereka yang berkunjung dengan tujuan untuk mencari pekerjaan atau melakukan

kegiatan usaha.

2. Mereka yang berkunjung ke suatu negara dengan tujuan untuk bertempat tinggal

tetap.

3. Penduduk di daerah tapal batas negara dan bekerja di negara yang berdekatan.

4. Wisatawan yang hanya melewati suatu negara tanpa tinggal di negara yang dilaluinya

itu.

Batasan tersebut tidak dapat diterima oleh Komisi Statistik dan Komisi Fasilitas

Internasional Civil Aviation Organization, PBB. Komisi ini membuat rumusan baru. Istilah

tourist diganti dengan foreign tourist, dan memasukkan kategori visitor di dalamnya.

Dalam rumusan Komisi Statistik ini dicantumkan batas maksimal kunjungan selama 6

bulan, sedangkan batas minimum 24 jam dikesampingkan. Selanjutnya batasan yang semula

berdasarkan kebangsaan (nationality) diganti dengan berdasarkan tempat tinggal sehari-hari

wisatawan ( Country of Residence).

Menyadari ketidakseragaman pengertian tersebut, Internasional Union of Official

Travel Organization (IUOTO) sebagai badan organisasi pariwisata internasional yang

memiliki anggota kurang lebih 90 negara telah mengambil inisiatif dan memutuskan batasan

yang sifatnya seragam melalui PBB pada tahun 1963 di Roma memberi definisi sebagai

berikut :

(a) Pengunjung (visitors) adalah setiap orang yang berkunjung ke suatu negara lain di mana

ia mempunyai tempat kediaman, dengan alasan melakukan pekerjaan yang diberikan oleh

negara yang dikunjunginya.

(b) Wisatawan (tourist) adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa

memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama

untuk jangka waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya dapat diklasifikasikan

pada salah satu hal berikut ini.

Page 15: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

1. Memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan,

keagamaan, dan olah raga

2. Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga

(c) Darmawisata (excursionist), adalah pengunjung sementara yang menetap kurang dari 24

jam di negara yang dikunjunginya, termasuk orang yang berkeliling dengan kapal pesiar,

namun tidak termasuk para pesiar yang memasuki negara secara legal, contohnya orang

yang hanya tinggal di ruang transit pelabuhan udara.

Bila diperhatikan orang-orang yang datang berkunjung pada suatu tempat atau negara

biasanya mereka disebut sebagai pengunjung (visitor) yang terdiri atas banyak orang dengan

bermacam-macam motivasi kunjungan. Hal ini juga termasuk di dalamnya adalah wisatawan.

Artinya, tidak semua pengunjung dapat disebut sebagai wisatawan.

Istilah wisatawan harus diartikan sebagai seseorang, tanpa membedakan ras, kelamin,

bahasa, dan agama, yang memasuki wilayah suatu negara yang mengadakan perjanjian yang

lain daripada negara di mana orang itu biasanya tinggal dan berada di situ tidak kurang dari

24 jam dan tidak lebih dari 6 bulan, di dalam jangka waktu 12 bulan berturut-turut, untuk

tujuan non imigrasi yang legal, seperti: perjalanan wisata, rekreasi, olah raga, kesehatan,

alasan keluarga, studi, ibadah keagamaan, atau urusan usaha (business) (Yoeti, 1983:123--

124).

Dalam rangka pengembangan dan pembinaan kepariwisataan di Indonesia,

pemerintah telah pula merumuskan batasan tentang wisatawan, seperti yang dituangkan

dalam instruksi Presiden No. 9 Tahun 1969 yang memberikan definisi sebagai berikut :

“Wisatawan (tourist) adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk

berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanannya dan kunjungannya itu”

Berdasarkan batasan-batasan tersebut, maka kita dapat memberi ciri tentang seseorang itu

dapat disebut sebagai wisatawan :

1. Perjalanan itu dilakukan lebih dari 24 jam

2. Perjalanan itu dilakukannya untuk sementara waktu

3. Orang yang melakukannya tidak mencari nafkah di tempat atau negara yang

dikunjungi.

Dapat dikatakan bila tidak memenuhi syarat tersebut di atas, orang tersebut belum dapat

dikatakan sebagai seorang wisatawan. Satu saja syarat tidak dipenuhi, maka dua syarat yang

lainnya menjadi gugur.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

2.7 Batasan Tentang Industri Pariwisata

Pariwisata adalah suatu gejala sosial yang sangat kompleks, yang menyangkut

manusia seutuhnya dan memiliki berbagai aspek : sosiologis, psikologis, ekonomis, ekologis,

dan sebagainya. Aspek yang mendapat perhatian yang paling besar dan hampir-hampir

merupakan satu-satunya aspek yang dianggap penting ialah aspek ekonomisnya. Untuk

mengadakan perjalanan orang harus mengeluarkan biaya, yang diterima oleh orang-orang

yang menyelenggarakan angkutan, menyediakan bermacam-macam jasa, atraksi, dan lain-

lainnya. Keuntungan ekonomis untuk daerah yang dikunjungi wisatawan itulah merupakan

salah satu tujuan pembangunan pariwisata.

Dalam hubungan dengan aspek ekonomis dari pariwisata ini, orang telah

mengembangkan konsep ”industri pariwisata”. Kalau ada industri tentu ada produk tertentu,

di sini produk kepariwisataan. Ada konsumen, permintaan (demands), dan penawaran

(supply). Ada produsen yang menghasilkan produk untuk memenuhi permintaan konsumen.

Dalam hal industri pariwisata itu agaknya jelas bahwa konsumen itu ialah wisatawan.

Wisatawanlah yang mempunyai kebutuhan dan permintaan-permintaan yang harus dipenuhi

dan untuk itu wisatawan mengeluarkan uang.

Harus diperhatikan bahwa meskipun kita dapat berbicara tentang industri pariwisata,

akan tetapi industri di sini tidak dalam arti ekonomis biasa. Ada perbedaan-perbedaan yang

nyata. Industri pariwisata adalah industri yang kompleks, yang meliputi industri-industri lain.

Dalam kompleks industri pariwisata terdapat industri perhotelan, industri rumah makan,

industri kerajinan/cinderamata, indsutri perjalanan, dan sebagainya.

Di samping itu, ada perbedaan-perbedaan lain. Di antaranya yang terpenting ialah

sebagai berikut :

1. Produk tidak dapat dibawa ke tempat kediaman wisatawan, akan tetapi harus

dinikmati di tempat di mana produk itu tersedia.

2. Wujud produk wisata akhirnya ditentukan oleh konsumen sendiri, yaitu wisatawan.

Bagaimana bentuk komponen-komponen produk wisata itu akhirnya tersusun menjadi

suatu produk wisata yang utuh, pada dasarnya wisatawanlah yang menyusunnya.

Atraksi yang dipilihnya, angkutan apa yang akan digunakannya, berapa lama dan di

hotel mana ia akan singgah, itu semua wisatawan sendirilah yang menentukan. Sering

karena kurang pengalaman dan pengetahuan si calon wisatawan produk itu diramu

oleh perusahaan perjalanan, akan tetapi perusahaan perjalanan yang berpengalaman

selalu menyediakan kemungkinan bagi wisatawan yang diurusnya untuk mengubah

Page 17: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

acara perjalanan yang disusunnya itu, misalnya, dengan memberi waktu bebas yang

dapat diisi dengan kegiatan yang dipilih oleh wisatawan sendiri.

3. Apa yang diperoleh oleh wisatawan sebagai konsumen kalau ia membeli produk

kepariwisataan tidak lain daripada sebuah pengalaman (experiences)

Menurut Yoeti (2008), Pariwisata sebagai suatu industri masih diperdebatkan di

antara para pakar. Batasan pariwisata sebagai suatu industri diberikan secara terbatas, hanya

sekedar untuk menggambarkan apa sebenarnya pariwisata itu. Dengan demikian dapat

memberikan pengertian yang lebih luas. Jadi sebenarnya, ide memberikan istilah industri

pariwisata (tourism industry) lebih banyak bertujuan memberikan daya tarik supaya

pariwisata dapat dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu negara,

terutama pada negara-negara sedang berkembang.

Gambaran pariwisata sebagai suatu industri diberikan hanya untuk menggambarkan

pariwisata secara konkret, dengan demikian dapat memberikan pengertian yang lebih jelas.

Jadi ide sebenarnya menggunakan istilah “industri pariwisata” itu lebih banyak bertujuan

untuk meyakinkan orang-orang bahwa pariwisata itu memberikan dampak positif dalam

perekonomian, terutama dampak dari multiplier effect yang ditimbulkan.

Sebagai suatu industri, pariwisata tidak dapat diukur, karena tidak memiliki standar

nomor klasifikasi seperti dikatakan oleh Robert Cristie Mill dan Alais M. Morrison : “There

is no standard industrial classification number for tourism”. Oleh karena itu, seperti apa

pariwisata sebagai suatu industri sukar menjelaskan. Akan tetapi, keberadaannya dapat

dijelaskan dengan adanya sekelompok perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat

tergantung dari kunjungan wisatawan. Dengan perkataan lain, bila tidak ada wisatawan, maka

dapat dikatakan kelompok perusahaan ini tidak eksis, karena tidak ada orang yang akan

dilayani (Christie Mill, 2000).

Hanya saja, keberadaan kelompok perusahaan ini tidak berada dalam suatu kelompok

seperti halnya suatu pabrik yang terletak pada suatu lokasi yang sama seperti halnya dengan

suatu pabrik yang biasanya kita kenal. Perusahaan-perusahaan kelompok industri pariwisata

ini berbeda dalam hal : kepemilikan (ownership), manajemen (management), produk

(products), pemasaran (marketing), lokasi (lacation).

Di bawah ini dicoba untuk memberikan penggolongan perusahaan-perusahaan yang

dapat diklasifikasikan sebagai industri pariwisata dengan maksud agar dapat dipergunakan

sebagai patokan dalam merumuskan investasi modal dan perkiraan pendapatan dari sektor ini.

Page 18: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

1. Perusahaan Pariwisata Utama langsung

Yang dimaksud dengan perusahaan-perusahaan pariwisata utama langsung adalah

semua perusahaan yang tujuan pelayanannya khusus diperuntukkan bagi perkembangan

kepariwisataan dan kehidupan usahanya memang benar-benar tergantung padanya. Bila

pemikiran untuk menggolongkan rincian-rincian perusahaan-perusahaan ini dipergunakan

dengan istilah-istilah objek sentra dan subjek sentra, yaitu yang berkisar pada objek dan pada

subjek masing-masing, maka pembagian perusahaan-perusahaan pariwisata dapat juga

dimasukkan ke dalam kategori demikian, tergantung pada kegiatan perusahaan-perusahaan

itu sendiri, apakah kegiatan itu termasuk objek atau subjek pariwisata. Di bawah ini adalah

perusahaan-perusahaan tergolong dalam objek sentra.

1. Perusahaan akomodasi, termasuk hotel, losmen, tempat berlibur, asrama, bungalow,

homestay, inn, dan lain sebagainya.

2. Tempat peristirahatan khusus bagi pengunjung yang sakit beserta kliniknya, termasuk

pemandian, khusus untuk orang sakit, spa, steambath, peristirahatan dengan tempat

pijatnya, dan sebagainya.

3. Perusahaan angkutan publik, termasuk pengangkutan udara, laut, maupun darat

seperti pengangkutan dengan kereta api, bis, dan mobil (taksi) yang teratur menurut

jaringan-jaringan yang telah ditetapkan bagi pengangkutan umum tidak termasuk

dalam kategori perusahaan angkutan pariwisata. Tetapi mobil, bus, kereta api,

pesawat udara, atau kapal laut, yang dipergunakan khusus untuk keperluan pariwisata

seperti, misalnya untuk berdarmawisata, piknik, berlayar pesiar (cruise), bersenang-

senang dan alat-alat pengangkutan yang diborong (charter) untuk keperluan tersebut,

mobil dan sepeda motor (rental car or motorcycle) dan sebagainya yang khusus

disewakan kepada wisatawan adalah termasuk kategori perusahaan angkutan

pariwisata.

4. Perusahaan pengrajin atau manufaktur, seperti perusahaan kerajinan tangan atau

barang-barang kesenian (terkenal dengan nama souvernir), kartu pos bergambar untuk

wisatawan, penerbitan buku-buku petunjuk kepariwisataan dan lain sebagainya.

5. Toko-toko penjual souvernir, seperti barang-barang kerajinan tangan atau benda-bend

lain khusus untuk wisatawan.

6. Usaha-usaha khusus menyediakan dan menyajikan tempat-tempat rekreasi dan

hiburan-hiburan lain khusus untuk wisatawan.

7. Organisasi atau usaha yang menyediakan pramuwisata (guide), penerjemah,

sekretaris, juru tik, juru strankripsi, perlengkapan konvensi, dan sebagainya.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

8. Klab atau lembaga khusus mempromosikan pariwisata dengan jalan mengelola,

mengatur perbaikan, dan kebersihan objek-objek yang dikunjungi para wisatawan

dalam dan luar negeri.

Perusahaan-perusahaan pariwisata yang termasuk dalam kategori ”subjek sentra”

adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha-usaha bagi orang yang

merasa tertarik akan kebutuhan untuk mengadakan perjalanan atau memberi kesempatan

kepada mereka untuk menikmati perjalanan apabila mereka sendiri tidak mampu untuk

berbuat demikian. Dalam kategori ini, perusahaan yang termasuk subjek sentra yaitu :

1. Perusahaan-perusahaan penerbit kepariwisataan yang memajukan promosi pariwisata

secara umum ataupun khusus

2. Usaha-usaha yang membiayai kepariwisataan seperti bank pariwisata, usaha kredit

pariwisata, badan-badan yang membiayai wisata sosial atau wisata remaja.

3. Perusahaan asuransi pariwisata seperti asuransi kecelakaan, sakit, biaya rumah sakit,

kematian pada waktu mengadakan perjalanan.

Kategori ketiga adalah perusahaan pariwisata yang menyangkut objek maupun subjek

pariwisata sendiri. Adapun kegiatan usahanya adalah terdiri dari bentuk, hubungannya

dengan kedua kategori perusahaan di atas. Prototip bentuk hubungan ini adalah biro

perjalanan umum dan agen perjalanan yang mempunyai dwifungsi, yaitu keagenan pariwisata

dan pengaturan perjalanan. Tugasnya adalah membawa subjek pariwisata ke objek

pariwisata, dengan jalan menyajikan objek tersebut bagi kebutuhan wisatawan sebagai subjek

(dalam hal ini fungsinya adalah pengaturan perjalanan) atau dengan jalan mengatur objek

pariwisata yang dikehendaki oleh subjek pariwisata (di sini fungsinya adalah sebagai agen

pariwisata atau agen perjalanan) (Pendit, 2006 :80-81)

Page 20: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya “Perang komisi” dalam seni pertunjukan

wisata di Bali

2. Untuk mengetahui interaksi sosial antara pihak yang terkait dengan “Perang komisi”

dalam seni pertunjukan wisata di Bali

3. Untuk mengetahui upaya pemerintah Propinsi Bali menanggulangi “Perang komisi”

dalam seni pertunjukan wisata di Bali.

3.2 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ilmiah hendaknya dapat menjadi lampu penerang bagi segala permasalahan

yang dihadapi manusia dalam kehidupannya. Spradley (1980) mengemukakan,

idealnya suatu ilmu harus memiliki kegunaan praktis dalam menyelesaikan masalah-

masalah kemanusiaan. Oleh karena itu, suatu penelitian idealnya mempunyai manfaat

bersifat akademis dan praktis.

2. Penelitian ini memiliki manfaat akademis, terbatas pada menambah wawasan dan

sebagai aplikasi ilmu-ilmu sosial sebagai ilmu terapan. Selain dapat menambah

rangsangan bagi peneliti lain, juga sebagai informasi awal bagi penelitian lanjutan

lainnya.

3. Adapun manfaat praktisnya adalah berupaya memberikan informasi dan sebagai

masukan bagi pemerintah untuk mengambil kebijaksanaan dalam pariwisata dan

industri pariwisata untuk pembentukan citra yang positif bagi perkembangan

pariwisata. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan masukan bagi

penyelenggara atau penyedia seni pertunjukan wisata di Bali untuk mengatur

organisasi serta adanya standarisasi dalam pemberian komisi kepada pramuwisata,

demi keberlanjutan seni pertunjukan wisata serta pengembangan dunia pariwisata.

Page 21: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di dalam wilayah pemerintah Propinsi Bali.

Lokasi tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut : Tempat pertunjukan wisata

khususnya yang berada di Kabupaten Gianyar (didasari jumlah pertunjukan wisata terbanyak

di Bali), Dinas Pariwisata Propinsi Bali sebagai pengembang sekaligus pengendali pariwisata

di Bali, Dinas Kebudayaan Propinsi Bali sebagai lembaga yang memiliki andil besar terhadap

seni dan budaya di Bali, Asosiasi Penyelenggara Tontonan Wisata (Aspranata), Himpunan

Pramuwisata Indonesia-Bali (HPI-Bali).

4.2 Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini untuk memperjelas dan memberi batasan permasalahan yang akan

dibahas, maka ada beberapa variabel yang akan diteliti dan dijelaskan. Variabel-variabel

tersebut adalah :

a. Latar belakang terjadinya “Perang komisi” dalam seni pertunjukan wisata

Latar belakang terjadinya “Perang komisi” dalam seni pertunjukan wisata adalah

segala sesuatu yang menyebabkan dan mendorong terjadinya “Perang komisi” dalam seni

pertunjukan wisata, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebab secara langsung

seperti motivasi dari pelakunya, dan secara tidak langsung seperti situasi dan kondisi yang

menyebabkan terjadinya “Perang komisi” dijelaskan sesuai data yang didapatkan dalam

penelitian. Data-data yang dicari dan dihasilkan meliputi hasil wawancara, arsip, dan

dokumentasi dari berbagai sumber data dalam penelitian ini.

“Perang komisi” adalah suatu penyimpangan yang mengindikasikan bahwa

pertunjukan wisata di Bali makin kekurangan peminat, sehingga trik yang paling mudah

adalah jual murah atau meningkatkan komisi untuk pramuwisata. Strategi ini dilakukan oleh

penyelenggara atau penyedia pertunjukan wisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan

ke tempat pertunjukan, sehingga pertunjukan wisata ini tetap bisa dilakukan secara

berkelanjutan di tengah persaingan yang ketat.

Page 22: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

b. Interaksi sosial dari pihak-pihak yang terkait “Perang komisi” dalam seni pertunjukan

wisata

Interaksi sosial adalah hubungan yang terjadi secara dinamis yang bersifat asosiatif

dalam arti kerjasama positif, dan bisa pula bersifat negatif atau ada pihak yang dirugikan

terkait masalah “Perang komisi” dalam seni pertunjukan wisata. Pihak-pihak yang terlibat

dalam interaksi sosial masalah tersebut antara lain :

Penyelenggara/penyedia seni pertunjukan wisata

Asosiasi Penyelenggara Tontonan Wisata (Aspranata)

Dinas Pariwisata Propinsi Bali

Dinas Kebudayaan Propinsi Bali

Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali

Data-data yang dicari meliputi segala macam hasil wawancara dan arsip mengenai

reaksi dari masyarakat pariwisata Bali seperti adanya kesepakatan bersama untuk

menghapus “Perang komisi” karena merasa dirugikan dalam industri pariwisata Bali.

c. Upaya Pemerintah dan Pengendalian Sosial Dalam Mengatasi “Perang komisi” Dalam Seni

Pertunjukan Wisata

Upaya pemerintah adalah semua proses usaha dan tindakan yang dilakukan

Pemerintah Propinsi Bali seperti Dinas Pariwisata Propinsi Bali, Dinas Kebudayaan

Propinsi Bali, bekerja sama dengan komponen pariwisata Bali untuk membuat suatu

kebijaksanaan dalam pariwisata dengan persetujuan Gubernur Propinsi Bali, serta

mengadakan tindakan pengendalian sosial dalam rangka menanggulangi masalah “Perang

komisi” dalam seni pertunjukan wisata di Bali.

Kebijaksanaan pemerintah dalam pariwisata adalah segala bentuk tindakan atau

aturan yang dibuat oleh pemerintah, yang berpengaruh terhadap perkembangan

pertunjukan wisata baik secara langsung ataupun tidak langsung. Sedangkan pengendalian

sosial adalah usaha sekelompok orang atau masyarakat yang berkepentingan, sehingga

anggotanya bertindak sesuai yang diharapkan, dalam penelitian ini kelompok yang

berkepentingan adalah Pemerintah Propinsi Bali bersama jajarannya sebagai fungsinya

mengawasi kualitas jasa dari pertunjukan wisata di Bali.

Data-data yang dicari dalam penelitian ini meliputi segala tindakan dan kebijaksanaan

pemerintah dan organisasinya dalam pariwisata yang secara langsung berhubungan dengan

penanggulangan “Perang Komisi” dalam seni pertunjukan wisata di Bali.

Page 23: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

4.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis Data

Data-data yang dipergunakan tidak menggunakan pengukuran angka, sehingga jenis data

yang digunakan bukan data kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data kualitatif, yaitu meliputi data yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat-

kalimat yang mengandung penjelasan mengenai permasalahan yang diteliti. Di mana data

ini menunjukkan kualitas sesuatu berupa keadaan, proses, kejadian atau peristiwa yang

dinyatakan dalam bentuk pernyataan.

Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama atau secara langsung diperoleh

di lokasi penelitian dengan wawancara, dokumentasi maupun observasi. Adapun sumber data

penelitian ini sebagian didapat dari beberapa tempat, yaitu :

Penyelenggara/penyedia pertunjukan wisata

Dinas Pariwisata Propinsi Bali

Dinas Kebudayaan Propinsi Bali

Asosiasi Penyelenggara Tontonan Wisata (Asprananta)

Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber lain selain pihak

pertama. Adapun data-data yang termasuk dalam data sekunder dalam penelitian ini adalah

dokumentasi di Harian Bali post, Denpost, Nusa serta di internet tentang masalah “Perang

komisi” dalam seni pertunjukan wisata di Bali.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan terhadap

penyelenggaraan seni pertunjukan wisata oleh peneliti di tempat-tempat pertunjukan wisata,

dengan cara mengamati dan mencatat kemungkinan segala bentuk praktek “Perang komisi”.

Wawancara

Wawancara dilakukan secara mendalam (in-depth) dan bebas (independent) tanpa pengaruh,

yaitu dengan mengadakan tanya jawab berdasarkan pedoman dengan informan kunci yang

Page 24: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

dipilih, yang kemudian bisa menyampaikan opininya tentang peristiwa yang terjadi sampai

diperoleh kesamaan persepsi dan mencapai titik jenuh, untuk kemudian akan diambil suatu

kesimpulan sebagai data penelitian.

Studi Dokumenter

Studi dokumenter adalah metode pengumpulan data dengan dokumentasi atau mencari

bentuk-bentuk tulisan, seperti : pengumuman resmi, laporan, situs, artikel, kliping media

massa, serta rekaman arsip yang berkaitan dengan masalah “Perang komisi” sebagai bukti

yang relevan dengan data penelitian.

4.5 Penentuan Informan Kunci

Penentuan informan kunci sebagai sumber data penelitian ini dilakukan secara

purposive atau membuat kelompok-kelompok tertentu terkait dengan masalah “Perang

komisi” dalam seni pertunjukan wisata di Bali. Penelitian ini diawali dengan mencari

informan pangkal, berdasarkan lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa mereka adalah

orang yang mengetahui masalah ini secara umum, dalam hal ini adalah Ketua Asosiasi

Penyelenggara Tontonan Wisata (Asparananta). Dari informan pangkal tersebut kemudian

dapat disusun beberapa kelompok untuk ditentukan informan kuncinya dengan kriteria-

kriteria tertentu. Adapun kriteria-kriteria informan kunci tersebut adalah sebagai berikut :

a. Informan memahami dan mendalami seluk beluk “Perang komisi”

b. Informan tersebut mengalami dan merasakan senang dan susah dalam masalah

ini

c. Informan tersebut pejabat atau seseorang tokoh dalam masyarakat

Kemudian informasi dikumpulkan dalam wawancara dengan snowball method atau teknik

wawancara dengan membandingkan dan mengembangkan informasi sampai diperoleh

informasi yang sama atau mencapai titik jenuh dari data-data yang telah diperoleh.

Berdasarkan keterangan tersebut di atas, berikut ini akan dibagi kelompok-kelompok

yang berkepentingan, dan dari masing-masing kelompok tersebut ditentukan informan kunci

sesuai kriteria-kriteria atau syarat-syarat yang telah ditentukan sebelumnya. Pembagian

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penyelenggara/Penyedia seni pertunjukan wisata, diwakili oleh

- Pengelola Sahadewa Barong Dance

- Pengelola pertunjukan wisata di Batubulan dan Gianyar

Page 25: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

2. Dinas Pariwisata Propinsi Bali, diwakilkan oleh :

- Ketua Subdin. Pengembangan

- Wakil Ketua Subdin. Pengendalian

3. Dinas Kebudayaan Propinsi Bali, diwakili oleh :

- Kepala Seksi Promosi dan Pementasan Budaya

- Kepala Seksi Pengembangan dan Pelestarian Seni

3. Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia-Bali

4.6 Metode Analisis Data

Pendekatan kualitatif berasaskan kepada “naturalistic inquiry” (Moleong, 2002).

Dengan demikian pendekatan naturalistic merupakan suatu pendekatan utama dalam

penelitian kualitatif sebagai cara untuk memahami, mengungkapkan dan menggambarkan

terjadinya praktek “Perang komisi” dalam seni pertunjukan wisata di Bali. Pemahaman

makna yang mendalam dapat dicapai dengan menjalin hubungan baik atas dasar kepercayaan

dengan informan/rapport. Dengan penggunaan metode observasi dan metode wawancara

mendalam, studi kepustakaan dan studi dokumen dapat dilakukan secara simultan dalam

community group dari sebuah situasi sosial (Spradley, 1980).

Setelah mendapatkan data sesuai dengan fokus penelitian, kemudian dianalisis secara

kualitatif (koding, cross check, interpretasi,dan lain-lain) untuk mendapatkan hasil penelitian

yang terpercaya. Dalam tradisi penelitian kualitatif, tidak mencari validitas melainkan

keterpercayaan hasil penelitian yang apa adanya dengan meminimalkan subyektifitas untuk

menghindari bias. Hasil penelitian bukanlah kesimpulan akhir melainkan proses timbal balik

dari data yang terjadi di lapangan sebagai deskripsi penelitian yang kemudian diinterpretasi

oleh peneliti sesuai dengan pendekatan masing-masing ilmu yang digunakan.

Page 26: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis pulau Bali terletak antara 7045’ – 8

0LS dan 114

026’ – 115

043’BT

serta berada di sebelah timur pulau Jawa. Di sebelah barat berbatasan dengan Selat Bali,

sebelah timur dengan Selat Lombok, di sebelah utara dengan Laut Bali, dan sebelah selatan

dengan Samudra Indonesia. Secara administratif, Propinsi Bali berpusat di Kota Denpasar

sebagai ibukota propinsi. Semua wilayah sebagian besar tergantung dari industri pariwisata

sebagai penggerak ekonomi yang diandalkan. Penelitian dilakukan dibeberapa komponen

pariwisata serta tempat yang menyuguhkan hiburan atau pertunjukkan wisata yang ada di

pulau Bali.

Penelitian ini dilaksanakan di bawah pemerintah Propinsi Bali yang dipimpin oleh

gubernur, dan dibantu oleh Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata Propinsi Bali, dan

beberapa organisasi pariwisata yang terkait dengan masalah “Perang komisi” dalam seni

pertunjukan wisata di Bali. Organisasi-organisasi tersebut sebagai bagian dari masyarakat

pariwisata Bali yang saling berinteraksi dan terkait, sebagai komponen pariwisata Bali.

Organisasi-organisasi tersebut adalah :

1. Dinas Kebudayaan Propinsi Bali

2. Dinas Pariwisata Propinsi Bali

3. Asparananta (Asosiasi Penyelenggara Tontonan Wisata)

4. Himpunan Pramuwisata Indonesia-Bali

Asparananta (asosiasi penyelenggara tontonan wisata) dan HPI-Bali sebagai wadah

yang berdiri sendiri di luar pemerintahan terutama sebagai wadah atau organisasi yang terkait

dalam menyuguhkan pertunjukan wisata dan kegiatan wisata di Bali. Semua pihak telah

ditentukan informan kunci sebagai sumber data sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya sebagai salah satu sumber data utama yang akan dikaji dalam penelitian ini.

Beberapa lokasi lain yang dijadikan pengamatan adalah di beberapa objek dan tempat

pertunjukkan wisata di Bali khususnya di Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar.

5.2 Latar Belakang Terjadinya “Perang Komisi” Dalam Seni Pertunjukkan Wisata

Pementasan kesenian untuk suguhan kegiatan pariwisata yang akhir-akhir ini banyak

dipermasalahkan sehubungan dengan munculnya berbagai kasus penyalahgunaan kesenian,

ini kiranya masih belum dipahami secara tuntas dan jelas oleh kalangan masyarakat secara

Page 27: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

luas. Demikian pula penyelesaian terhadap kasus-kasus yang muncul pada kesenian ini sering

tidak mendasar dan tuntas. Kalaupun ada usaha penyelesaian kasus tersebut sering

pendekatan yang digunakan bersifat emosif, dalam arti lebih banyak merupakan ekspresi

“Ketersinggungan” semata-mata. Ini menunjukkan pemahaman terhadap konsep kesenian

baik di kalangan masyarakat (Hindu) Bali lebih-lebih yang non-Hindu masih rancu dan

distorsi.

Sesungguhnya masyarakat Bali mempunyai potensi yang cukup besar dalam

mengelola kesenian karena masyarakat telah memiliki pandangan, cara, sikap, bahkan sanksi

sosial untuk pemeliharaan kesenian. Namun ancaman akan popularitas Bali sebagai destinasi

wisata budaya, kini mulai disadari sejumlah kalangan. Menyusul, makin banyaknya atraksi

wisata yang tidak mencerminkan budaya Bali yang dijual kepada wisatawan. Beberapa

kabupaten atau kota seperti Denpasar, Badung, dan kota lainnya di Bali kini diserbu atraksi

memikat yang telah keluar dari ''pakem'' budaya Bali. Banyak yang menyebutkan suguhan itu

sebuah inovasi untuk menghilangkan kejenuhan pariwisata Bali yang berbasis budaya.

Namun di sisi lain, muncul ancaman dengan menurunnya kunjungan wisatawan menyaksikan

pertunjukan kesenian tradisi, sehingga memunculkan ''perang komisi”. Perang komisi ini

mengindikasikan bahwa kesenian berbasis budaya Bali makin kekurangan peminat, sehingga

trik yang paling mudah adalah jual murah atau meningkatkan komisi untuk pramuwisata.

Salah satu contoh di Kabupaten Gianyar, saat ini terdapat sekitar tujuh desa yang masih

mementaskan kesenian tradisi, seperti Ubud, Bedulu, Batubulan, Singapadu, Mawang, dan

Melinggih. Namun dari sejumlah pementasan yang ada tersebut, hanya beberapa yang bisa

berjalan secara rutin, seperti pementasan barong di Gianyar.

Seiring persaingan memperebutkan kunjungan penonton dari kalangan wisatawan,

membuat para pengelola seni pertunjukan tari barong melakukan praktek besar-besaran

memberikan komisi kepada pemandu wisata yang mendatangkan penonton.

Praktek pemberian komisi kepada pemandu sudah mulai terus-menerus meningkat, dari

beberapa puluh ribu hingga kini ada yang mencapai Rp 60.000 per penonton. Hal itu terjadi

tak terlepas dari sikap pemandu yang memiliki posisi tawar tinggi. Menurut Dewa Teges,

seorang informan dari pengelola Sahadewa Barong Dance, menuturkan :

"Perang" pemberian komisi kepada pemandu wisata yang mendatangkan

penonton tari barong di Bali yang mencapai Rp 60.000,-, sehingga pengelola

bisnis seni itu hanya kebagian Rp 20.000,-, dinilai sudah keterlaluan.

Praktek besar-besaran pemberian komisi kepada pramuwisata itu sudah tidak

masuk akal. Bisa merusak pasar penonton tari barong, sekaligus mengancam

keberlanjutan usaha seni pertunjukan tersebut, lebih lanjut dijelaskan bahwa di

berbagai sanggar atau penyelenggara tari barong, seperti di sejumlah tempat

Page 28: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

pertunjukan di Batubulan dan wilayah Gianyar lainnya, umumnya mengenakan

tarif menonton tari barong Rp 80 ribu per orang.

Perang komisi itu dinilai sudah menggila dan tidak masuk akal, karena pengelola seni

pertunjukan yang menanggung biaya operasional cukup besar, terutama untuk membayar

seluruh seniman dan tim pendukung, terpaksa rela hanya kebagian Rp 20.000 ribu per orang.

Kegiatan seperti tersebut telah memunculkan kekecewaan diantara pengelola usaha tari

barong, karena memberikan efek bagi kunjungan wisatawan ke pertunjukan tari barong

lainnya. Terkait dengan jumlah kunjungan wisatawan ke salah satu tempat pertunjukan wisata

yaitu Sahadewa Barong Dance, kalangan wisatawan domestik sangat sedikit kendati saat

berlangsung libur Lebaran. Kunjungan wisatawan mancanegara yang diandalkan kini berasal

dari kalangan wisatawan Jepang dan negara-negara Eropa yang setiap harinya hanya berkisar

100 - 150 orang.

Banyaknya bermunculan seni-seni pertunjukan wisata baru yang membuat persaingan

dalam menawarkan komisi kepada guide semakin tinggi, membuat keadaan menjadi lebih

sulit. Hal ini terutama dirasakan oleh salah satu pengelola seni pertunjukan wisata barong di

Denpasar yaitu Ida Bagus Pujana, yang menyatakan :

“Banyaknya seni pertunjukan wisata yang bermunculan, membuat pengelolaan dan

persaingan menjadi ketat sekali. Persaingan bisnis yang tidak sehat akhirnya terjadi

untuk tetap bertahan dalam bisnis seni pertunjukan wisata ini.”

Lebih lanjut beliau mengatakan munculnya perang komisi dalam seni pertunjukan

wisata di Bali karena adanya pelaku-pelaku penyelenggara seni pertunjukan wisata yang

nakal, mereka hanya ingin mendapat kunjungan wisatawan yang lebih banyak dengan

otomatis mendapatkan keuntungan yang banyak dan cepat tanpa mengindahkan aturan yang

berlaku. Pelaku-pelaku inilah yang sering merusak pasar dalam seni pertunjukan wisata di

Bali.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di beberapa tempat seni pertunjukan wisata di

Kabupaten Gianyar dan Denpasar, rata-rata kunjungan wisatawan yang berkunjung ke tempat

penyelenggaraan seni pertunjukan wisata, ada yang ramai pengunjung dan ada juga yang sepi

pengunjung. Ini artinya bahwa ramai atau sepinya tempat pertunjukan wisata sangat

tergantung dari musim serta ada tidaknya even-even tertentu. Hal inilah yang menyebabkan

adanya cara-cara nakal dari para pelaku penyelenggaran seni pertunjukan wisata untuk

memperebut peluang mendatangkan wisatawan lebih banyak.

Page 29: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

5.3 Interaksi Sosial Pihak yang Terkait dengan “Perang Komisi” Dalam Seni

Pertunjukan Wisata di Bali

Interaksi sosial atau hubungan antara kelompok masyarakat yang berkepentingan

dalam pariwisata dan para pelaku “Perang komisi” bersifat negatif dan merugikan bagi

masyarakat pariwisata Bali. Munculnya istilah “Perang komisi” di dalam seni pertunjukan

wisata di Bali, tidak terdiri dari hanya satu organisasi atau satu komponen saja yang

menyebabkan tersebut, namun terdiri dari banyak komponen. Beberapa komponen

pariwisata yang terlibat langsung maupun tidak langsung yaitu :

1. ASITA ialah himpunan biro perjalanan wisata atau travel agent Indonesia, ialah

organisasi kepariwisataan yang membawahi atau mengorganisir seluruh biro

perjalanan wisata atau travel agent yang menangani kedatangan serta kebutuhan

para wisatawan ketika berkunjung ke Bali

2. PHRI, yaitu himpunan pengusaha hotel dan restoran, ialah organisasi dari

pengusaha hotel dan restoran yang menyiapkan kebutuhan kamar dan pangan

bagi wisatawan yang berkunjung

3. HPI, yaitu himpunan pramuwisata Indonesia ialah organisasi dari para guide atau

pramuwisata yang menyiapkan semua pemandu wisatawan dari semua negara

yang berkunjung

4. PAWIBA, yaitu organisasi dari para pengusaha transportasi, yang menyiapkan

kendaraan khusus di darat yang diperlukan wisatawan selama berkunjung

5. PUTRI, yaitu organisasi para pengusaha bidang objek-objek wisata, tempat

dimana para wisatawan berkunjung

6. ASPARANATA, yaitu organisasi para pengusaha atau penyelenggara

pertunjukan bagi wisatawan yang datang ke Bali

7. Dan lain-lainnya.

Komponen atau pelaku pariwisata ini tidaklah hanya terdiri dari satu organisasi,

namun lebih dari satu, yang memiliki tugas masing-masing, namun kesemuanya berhubung

dengan wisatawan. Sehingga semua organisasi ini cukup berperan di dalam mengendalikan

seni pertunjukan wisata di Bali. Asita bukan satu-satunya pelaku pariwisata, namun banyak

komponen yang tergabung di dalamnya. Walaupun ASITA dan HPI sebagai ujung tombak

pariwisata, namun yang paling berperan di dalam mempersiapkan pertunjukan adalah

Asparanata. Karena Asparanata adalah asosiasi yang bergerak di bidang seni pertunjukan

wisata yang disuguhkan untuk wisatawan. Berdasarkan informasi yang didapat dari informan

Page 30: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

(Ida Bagus Pujana) selaku ketua asparanata, jumlah anggota asparanata yang tergabung

sampai saat ini yaitu sebanyak 10 penyelenggaraan seni pertunjukan wisata, yang terdiri dari :

1. Barong Seni wisata budaya

2. Barong Catur Eka Putra

3. Kecak Umadewi

4. Kecak Sila Budaya Batubulan

5. Barong Jambe

6. Barong Sahadewa

7. Kecak Sahadewa

8. Barong Tegal Tamu

9. Barong Den Jalan

10. Putra Barong Celuk.

Kesepuluh anggota yang tergabung dalam asparanata sudah mengadakan kerjasama

atau kontrak dengan Asita terkait dengan penyelenggaran seni pertunjukan wisata, salah satu

butir kesepakatan yang sangat penting yaitu terkait pembagian hasil persentase bagi hasil dari

seni pertunjukan wisata, dimana 40 % untuk setiap para guide atau pihak travel agent yang

membawa wisatawan ke tempat pertunjukan dan 60 % untuk setiap penyelenggara

pertunjukan wisata. Kesepakatan inilah yang terus dijunjung oleh anggota Asparanata dalam

menyelenggarakan seni pertunjukan wisata di Bali.

Adanya kegiatan perang komisi dalam seni pertunjukan wisata sangat disayangkan

oleh beberapa guide yang sering mengantar wisatawan ke tempat penyelenggaraan seni

pertunjukan wisata. Para pelaku “Perang Komisi” selalu berusaha menawarkan komisi yang

tinggi ke pramuwisata di Bali, sehingga membuat persaingan tarif menjadi ketat. Perang tarif

membuat harga sewa menjadi turun terus, padahal penyelenggara itu sendiri yang nantinya

akan dirugikan. Mereka harus membayar biaya untuk perawatan alat, karyawan, dan lain-lain

dibandingkan dengan ongkos sewanya. Bagaimana nanti mereka akan menutup biaya

operasional kalau harga tarif terus rendah. Seperti yang diungkapkan informan dari HPI-Bali,

Ngurah Lanang, yang menyebutkan :

“Adanya “perang komisi” membuat tarif pertunjukan seni wisata semakin tidak

menentu. Semua ini dikarenakan persaingan yang ketat. Perang komisi ini akan sangat

merugikan berbagai pihak terutama penyelenggara pertunjukan seni wisata itu sendiri.

Mereka nanti akan kesulitan menutup biaya operasional jika tarif terus menurun.”

Penyelesaian Perang Komisi yang terjadi dikalangan penyelenggaran seni pertunjukan

wisata sudah dilakukan suatu pertemuan yang dimediasi oleh Pemda Gianyar. Berdasarkan

Page 31: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

pertemuan tersebut sudah disepakati agar setiap penyelenggaran seni pertunjukan wisata

untuk tetap memperhatikan kesepakatan yang ditandatangani oleh seluruh anggota

Asparanata. Di samping itu, asparanata juga pernah melakukan usaha pengendalian sosial

untuk mengatasi “Perang komisi” secara internal, dalam arti untuk anggotanya sendiri. Usaha

pengendalian sosial secara institusional ini sebagai penyimpangan di pariwisata Bali.

Kesepakatan tersebut terdapat tekad dengan muatan yuridis, yaitu :

1. Mentaati peraturan yang berlaku dan menjunjung tinggi etika kerja AD/ART masing-

masing pihak

2. Menjaga citra pariwisata Bali sebagai wisata budaya dan ikut melestarikan budaya

bangsa Indonesia dan Bali pada khususnya

3. Penyelenggara seni pertunjukan wisata tidak melakukan “perang komisi” dengan

memberikan komisi berlebihan kepada pramuwisata dengan harapan mendapatkan

kunjungan wisatawan yang banyak

4. Mentaati tata tertib dan aturan main yang disepakati bersama

Asparanata sebagai lembaga yang menangani tentang seni pertunjukan wisata tidak

memiliki wewenang untuk mencabut ijin usahanya, tetapi hanya bisa mengkomunikasikan

terhadap anggota yang tergabung untuk tidak menjual murah pertunjukan seni. Kewenangan

dicabut atau tidaknya ijin seni pertunjukan wisata yaitu dari Dinas Kebudayaan Propinsi Bali.

Seni budaya yang biasa dipentaskan dalam seni pertunjukan wisata harus memiliki sertifikat “

Pramana Patram budaya”. Sertifikat ini menandakan bahwa seni pertunjukan wisata tersebut

sudah memiliki ijin resmi dari pemerintah Propinsi Bali.

5.4 Upaya Pemerintah Propinsi Bali Dalam Menanggulangi Masalah “Perang Komisi”

Dalam Seni Pertunjukan Wisata di Bali

Bali ditetapkan sebagai pusat pengembangan pariwisata Indonesia bagian tengah,

persentuhan kebudayaan dengan pariwisata akan semakin tinggi intensitasnya yang akan

membawa dampak yang bisa mempengaruhi nilai-nilai budaya nasional umumnya. Kesenian

sebagai ungkapan cipta, karsa, dan rasa seni manusia yang mengandung etika dan estetika

yang khusus disajikan dengan fungsi sebagai atraksi hiburan, harus dinilai mutunya

berdasarkan kriteria apresiasi seni yang berlaku dan diterima masyarakat. Pertunjukan

kesenian daerah dalam rangka menunjang kepariwisataan perlu pembinaan dan pengawasan

agar dapat meningkatkan mutu, kreatifitas seni, meningkatkan pendapatan masyarakat dan

seniman.

Page 32: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

Pengembangan pariwisata Bali yang bertumpu pada pengembangan pariwisata

budaya, memiliki andil besar terhadap banyaknya suguhan kesenian-kesenian yang

ditampilkan dalam mendukung kegiatan pariwisata. Pertunjukan kesenian seperti tari barong,

keris, kecak, maupun kegiatan seni lainnya hampir setiap hari dipentaskan untuk suguhan

wisatawan. Semakin banyaknya sekha-sekha serta merambahnya tempat-tempat pertunjukan

wisata di Bali sehingga mulai adanya persaingan-persaingan diantara para penyelenggara seni

pertunjukan wisata, sehingga belakangan ini muncul istilah “perang komisi” dalam seni

pertunjukan wisata di Bali. Pemerintah Propinsi Bali sebagai lembaga yang bertanggung

jawab di dalam pemberian pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat di bidang

pembinaan dan pengembangan kesenian memiliki tugas berat dalam rangka melestarikan

nilai-nilai budaya yang hakiki, mengembangkan kesenian, pemerataan penghasilan

masyarakat dan menumbuhkembangkan kantong-kantong/akar budaya di desa-desa, serta

untuk mengantisipasi/mencegah pengaruh negatif yang timbul akibat persentuhn kebudayaan

dan kepariwisataan.

Munculnya perang komisi yang terjadi pada tempat-tempat pertunjukan wisata di Bali

sangat disayangkan oleh Pemerintah Propinsi Bali khususnya di lingkungan Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Bali, hal ini tentu akan membawa dampak negatif tidak

hanya pada perkembangan kesenian di masing-masing tempat pertunjukan wisata tetapi juga

terhadap citra (image) dari kepariwisataan Bali. Adapun usaha pemerintah Propinsi Bali

dalam menanggulangi “Perang Komisi” pada seni pertunjukan wisata di Bali adalah dengan

membentuk tim TP2K (Tim Penilai kesenian dan kepariwisataan) yang terdiri dari dinas

kebudayaan, dinas pariwisata, kestra, Listibya, dan dinas tenaga kerja. Pemerintah Propinsi

Bali dalam hal ini menjadi fasilitator atau memfasilitasi berupa aturan hukum atau pengawas

dalam industri pariwisata Bali. Seperti yang diungkapkan seorang informan dari Dinas

Kebudayaan Propinsi Bali yaitu Putu Sedana, yang menyatakan:

“Pemerintah sudah membuat aturan tentang pertunjukan kesenian daerah untuk

pariwisata di dalam daerah sehingga masalah “Perang Komisi” dalam seni

pertunjukan wisata di Bali tidak terjadi. Pemerintah Propinsi Bali dalam hal ini

Gubernur Propinsi Bali sudah berkomitmen menegakkan dan mengawasi

pelaksanaan aturan tersebut.”

Gubernur Propinsi Bali telah membuat kebijakan dengan penetapan Surat Keputusan

Gubernur dalam pengaturan kesenian daerah di Propinsi Bali dengan melibatkan berbagai

komponen, dan mensosialisasikan kepada semua pihak yang terkait dengan pertunjukan

kesenian. Tindakan ini merupakan bentuk pengendalian sosial secara hukum dan resmi dari

pemerintah Propinsi Bali untuk menanggulangi penyimpangan. Pemerintah Propinsi Bali

Page 33: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

mengeluarkan aturan yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor

294 Tahun 1997 terkait dengan pertunjukan kesenian daerah propinsi Bali, dimana salah satu

pasal mengatur tentang pertunjukan kesenian daerah untuk pariwisata di dalam daerah.

Keputusan tersebut mengatur tata cara mengurus ijin, keorganisasian, pengurusan dan

pencabutan ijin, sumbangan, pembinaan dan pengawasan, pembiayaan.

Terkait dengan adanya praktek perang komisi yang terjadi di lingkungan pertunjukan seni

wisata di beberapa tempat pertunjukan wisata sebenarnya sudah adanya pertemuan terkait

masalah tersebut. Menurut informan (Putu Sedana), pertemuan sudah dilaksankan pada bulan

November 2011, dimana pertemuan tersebut dihadiri oleh organisasi-organisasi sanggar,

dinas kebudayaan, trantib, serta organisasi-organisasi barong. Informan menyebutkan, bahwa:

“Praktek “Perang Komisi” dapat dirasakan dikalangan tempat pertunjukan seni

pariwisata Bali, tetapi sangat sulit dibuktikan. Proses ini terjadi karena adanya tawar

menawar antara guide yang mengantar wisatawan dengan penyelenggara seni

pertunjukan wisata”

Pernyataan di atas, juga didukung oleh ketua Listibya (Majelis Pertimbangan dan

Pembinaan Kebudayaan Bali) yaitu I Gusti Putu Rai Andayana, beliau menyatakan bahwa :

“Perang komisi sangat sulit dibuktikan karena banyak yang bermain atau punya

kepentingan baik dari penyelenggara pertunjukan seni, seniman, guide, travel agent,

maupun komponen lain yang berkepentingan. Lebih lanjut kedepan diharapkan semua

komponen yang terkait dengan penyelenggaraan seni pertunjukan agar menjaga

kelestarian budaya dan tidak menjual seni pertunjukan dengan murah diri.”

Berdasarkan analisa pembahasan tersebut, praktek “Perang Komisi” sulit untuk

diungkap dan dibuktikan, meskipun pemerintah Propinsi Bali dan organisasi pariwisata Bali

sudah berupaya menertibkan dengan aturan hukum yang melarang praktek tersebut.

Page 34: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan masalah yang diteliti mengenai “Perang komisi” dalam seni pertunjukan

wisata di Bali, maka dapat diambil kesimpulan dari hasil pembahasan, sebagai berikut :

1. Latar belakang terjadinya “Perang Komisi”

“Perang komisi” terjadi karena adanya persaingan bisnis yang terjadi akibat adanya

penurunan jumlah wisatawan. Karena adanya penurunan wisatawan membuat

penyelenggara seni pertunjukan wisata memberikan komisis melebihi ketentuan

/kesepakatan agar tetap dapat mendatangkan wisatawan. Intinya perang komisi terjadi

disebabkan adanya pelaku-pelaku nakal baik dari penyelenggara, guide, travel agent,

mapun pihak lain yang ingin memanfaatkan segala cara untuk mendongkrak kunjungan

ke tempat seni pertunjukan wisata.

2. Interaksi sosial yang terjadi dalam “Perang Komisi” pada seni pertunjukan wisata di

Bali. Komponen atau pelaku pariwisata ini tidaklah hanya terdiri dari satu organisasi,

namun lebih dari satu yang memiliki tugas masing-masing, namun kesemuanya

berhubung dengan wisatawan. Sehingga semua organisasi ini cukup berperan di dalam

mengendalikan seni pertunjukan wisata di Bali. ASITA dan HPI sebagai ujung tombak

pariwisata, namun yang paling berperan di dalam mempersiapkan pertunjukan adalah

Asparanata. Karena Asparanata adalah asosiasi yang bergerak di bidang seni pertunjukan

wisata yang disuguhkan untuk wisatawan.Para pelaku mendapat reaksi yang tegas dari

pihak yang menginginkan “perang komisi” dihapus. Pihak-pihak tersebut akhirnya

membuat suatu pertemuan yang dimediasi pemerintah Kabupaten Gianyar untuk

mengendalikan praktek “ Perang Komisi”

3. Pemerintah Propinsi Bali, di bawah pimpinan Gubernur Propinsi Bali membuat aturan

terkait penyelenggaran seni pertunjukan wisata. Pemerintah Propinsi Bali mengeluarkan

aturan yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 294 Tahun

1997 terkait dengan pertunjukan kesenian daerah propinsi Bali, dimana salah satu pasal

mengatur tentang pertunjukan kesenian daerah untuk pariwisata di dalam daerah.

Keputusan tersebut mengatur tata cara mengurus ijin, keorganisasian, pengurusan dan

pencabutan ijin, sumbangan, pembinaan dan pengawasan, pembiayaan.

Page 35: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

6.2 SARAN-SARAN

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, adapun beberapa saran yang ingin disampaikan:

1. Kepada Asparanata, untuk lebih meningkatkan kerja sama dengan institusi lain.

Kemudian memberikan cross check atau pemeriksaan silang dengan tim terpadu

pemerintah, dengan memberikan laporan kepada pemerintah untuk menghindari

adanya praktek “perang Komisi” pada seni pertunjukan wisata.

2. Kepada Dinas Kebudayaan Propinsi Bali, untuk lebih selektif dalam memberikan ijin

penyelenggaraan seni pertunjukan wisata, supaya penyelenggaran seni pertunjukan

wisata yang tergabung mempunyai kepribadian yang baik dan profesional.

3. Kepada Listibya Propinsi Bali, untuk lebih serius dalam melaksanakan tugasnya

dalam mengawasi dan membina tempat-tempat penyelenggaran seni pertunjukan

wisata

4. Kepada HPI-Bali, untuk lebih meningkatkan saling keterbukaan antar anggota

sehingga dapat saling bekerja sama dan fleksibel dalam bekerja sehingga dapat

menjalin hubungan baik dengan yang lainnya

Page 36: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

DAFTAR PUSTAKA

Bali Post, 23 September 2010 tentang Perang Komisi pada Seni Pertunjukan Wisata

_______, 25 September 2010 tentang Carut Marutnya Seni Pertunjukan Wisata di Bali

_______, 29 September 2010 tentang Praktek Pemberian Komisi

Darmadjati.1995. Pengembangan Pariwisata Budaya did Indonesia. Jakarta

Denpos, 28 September 2010 tentang Perang Komisi Dalam Seni Pertunjukan Wisata

Christie Mill. 2000. The Tourism International Business. Jakarta: Raja Grafika Persada.

Geriya, 1987. Interaksi Dinamika Antara Pariwisata dan Sosial Budaya Secara Lintas

Sektoral (Persfektif Sosial Budaya). Denpasar

Koentjaraninggrat.2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Gramedia Pustaka

Utama : Jakarta

Moleong, Lexy. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Pendit. 1981. Ilmu Pariwisata (Sebuah Pengantar Perdana). Jakarta : PT. Pradnya Paramita

Reynolds. 1995. Tourism Promotion. London : Tourism International Press

Ross, F. Glenn. (1998). Psikologi Pariwisata. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Siti Waridah. 1997. Sosiologi. Jakarta : Bina Aksara

Soekadijo, RG. (1997) Anatomi Pariwisata. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Spradley, James P. 1980. Observation Participant. Holt Rinehart and Winston. New York.

Yoeti. 1983. Pengantar Pariwisata. Bandung : PT. Angkasa

Yoeti.2008. Ekonomi Pariwisata (Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Jakarta: Kompas.

Page 37: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

Lampiran-lampiran

PERSONALIA PENELITIAN

1. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar : Ni Ketut Arismayanti, SST.Par.,M.Par.

b. Golongan Pangkat dan Nip : Penata / IIIc/ 19810526 2003122002

c. Jabatan Fungsional : Lektor

d. Jabatan Struktural : -

e. Fakultas : Pariwisata

f. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

g. Bidang Keahlian : Perencana Pariwisata

h. Waktu untuk Penelitian : 20 (dua puluh) jam / bulan

2. Anggota Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar : I Gst Ngr Widyatmaja, SST.Par.M.Par.

b. Golongan Pangkat dan NIP : IIIb/Penata Muda Tk.1/ 198105232008121003

c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

d. Jabatan Struktural : -

e. Fakultas : Pariwisata

f. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

g. Bidang Keahlian : Sosial Budaya Pariwisata

h. Waktu untuk Penelitian : 20 (dua puluh) jam / bulan

3. Anggota Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar : Drs. I Ketut Suwena, M.Hum.

b. Pangkat/Golongan dan NIP : Penata /IIIc /196012311986011002

c. Jabatan Fungsional : Lektor

d. Jabatan Struktural : -

e. Fakultas : Pariwisata

f. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

g. Bidang Keahlian : Sosial

h. Waktu untuk Penelitian : 20 (dua puluh) jam / bulan

Page 38: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

Gambar 1. Salah satu pertunjukan tari barong yang dipentaskan untuk kegiatan wisatawan

di Sahadewa Barong Dance

Gambar 2. Salah satu tempat pementasan pertunjukan seni wisata yang ramai

dikunjungi wisatawan

Page 39: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA · 2017. 6. 4. · NIP.19570716 19860 1 101 NIP. 19810526 2003122002 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

Gambar 3 : Wisatawan mulai sepi berkunjung di salah satu tempat pertunjukan wisata di

Denpasar

Gambar 4 : Salah satu guide asing yang sering mengantar wisatawan ke tempat-tempat

pertunjukan wisata di Bali