12
LAPORAN PENDAHULUAN ABSES FEMUR post Debridement di Ruang Bugenvile Oleh: Dwi Jesika, S !e" A #$NJAUAN #EOR$ % Penge&'ian Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suaturongg (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al,199 !enurut "melt#er, "$ et al, 2%%1) Abses adalah in&eksi bakterisetempat ya dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan "' ) "edangkan menu *$ (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terben akibat kerusakan jaringan Abses adalah in&eksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa k nanah ("iregar, 2%%+) Abses adalah kumpulan nanah (netro&il yang telah mati yang ter disebuah ka itas jaringan karena adanya proses in&eksi) roses ini merupak perlindungan oleh jaringan untuk men-egah penyebaran.perluasan in&eksi keba dari tubuh (http:..id/ikipediaorg./iki.abses) 'ari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bah/a abses &emur ada kumpulan pus yang terdiri dari bakteri, jaringan nekrotik, dan sel darah pu terakumulasi disuatu ka itas didaerah &emur ( E'i)l)gi a Pen*e+a+ !enurut ahli penyakit in&eksi penyebab abses antara lain : % 0n&eksi !ikrobial : enis bakteri didapati sebagai agen in&eksi pada abs Stapilococcus Spp, Esceriscia coli, Streptokokkus beta haemoliticus Spp, Gambar 2. Keadaan absas didalam kulit Gambar 1 . Keadaan Abses pada femur

LAPORAN PENDAHUUAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fariz

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUANABSES FEMUR post Debridement di Ruang BugenvileOleh: Dwi Jesika, S. KepA. TINJAUAN TEORI1. PengertianAbses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suaturongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al,1995: 257). Menurut Smeltzer, S.C et al, 2001). Abses adalah infeksi bakterisetempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan.Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004)Abses adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah mati yang terakumulasi disebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi kebagian lain dari tubuh (http://id.wikipedia.org/wiki/abses).Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abses femur adalah kumpulan pus yang terdiri dari bakteri, jaringan nekrotik, dan sel darah putih yang terakumulasi disuatu kavitas didaerah femur.

Gambar 2. Keadaan absas didalam kulitGambar 1 . Keadaan Abses pada femur

2. Etiologia. PenyebabMenurut ahli penyakit infeksi penyebab abses antara lain : 1) Infeksi Mikrobial : Jenis bakteri didapati sebagai agen infeksi pada abses adalah Stapilococcus Spp, Esceriscia coli, Streptokokkus beta haemoliticus Spp, Pseudomonas, Mycobakteria, Pasteurella multocida, Corino bacteria, Achinomicetes) dan juga bakteri yang bersifat obligat anaerob (Bakteriodes sp, cClostridium, peptostreptokokkus,fasobakterium) Merupakan penyebab paling sering terjadinya abses. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang merupakan awal radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel. dimana bakteri ini masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara: Bakteri masuk kebawah kuit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steri Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses ( Siregar, 2004)2) Reaksi hipersensitivitas : Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang menyebabkan jaringan rusak. 3) Agen Fisik : Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding berlebih (frostbite). 4) Bahan kimia iritan dan korosif : Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara memprovokasi terjadinya proses radang, selain itu agen infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung menyebabkan radang 5) Nekrosis jaringan : Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan berkurangnya makanan pada dearah yang bersangkutan. Menyebabkan kematian jaringan yang merupakan stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah tepi infeksi sering memperlihatkan suatu respon radang akut. (Underwood,lC.E. 1999).b. Faktor Predisposisi. Penurunan daya tahan tubuh. Kurang gizi. Anemia. Diabetes Keganasan(kanker) Penyakit lainya Higienis jelek Kegemukan Gangguan kemotatik Sindroma hiper IgE Carier kronik Staphilococcus Aureus. Sebagai komplikasi dari dermatitis atopi,. ekscoriasis, scabies, pedikulosis. (http//Imadeharyoga.com) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi ( Siregar, 2004)3. PatofisiologiBakteri yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakanakan jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik (sintesis), kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila ada perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan perubahan reaksi imun yang merusak jaringan. Agent fisik dan bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan kerusakan jaringan,kematian jaringan menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah penyebab dari peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang terlihat akibat dilatasi arteriol akan meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik. Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofaq mempengaruhi termoregulasi pada suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi. Peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler, kemudian aliran darah kembali pelan. Sel-sel darah mendekati dinding pembuluh darah didaerah zona plasmatik. Leukosit menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi emigrasi kedalam ruang ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti Fase hyperemia meningkatkan permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarya plasma kedalam jaringan, sedang sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan osmotik menurun sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga abses menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk bradikinin, prostaglandin, dan serotonin merusak ujung saraf sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif yang menimbulkan nyeri. Adanya edema akan mengganggu gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas litas. Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila penyabab kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan menyebabkan debris terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses di sel jaringan lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat menimbulkan reaksi tubuh yang berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak (fase organisasi), bila fase destruksi jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui jaringan granulasi fibrosa. Tapi bila destruksi jaringan berlangsung terus akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan sehingga terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat mengakibatkan resiko penyebaran infeksi. 4. Manifestasi KlinisTanda dan Gejala Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa : 1) Nyeri 2) Leukositosis3) Nyeri tekan.4) Teraba hangat disekitar abses5) Pembengakakan 6) Kemerahan 7) Kenaikan suhuSuatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi keseluruh tubuh5. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang dari abses antara lain: 1) Kultur ; Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas menentukan obat yang paling efektif.2) Sel darah putih, Hematokrit mungkin meningkat, Leukopenia, Leukositosis (15.000 - 30.000) mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam jumlah besar.3) Elektrolit serum, berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal4) Pemeriksaan pembekuan : Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi trombosit, PT/PTT mungkin memanjang menunjukan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati/sirkulasi toksin/status syok.5) Laktat serum : Meningkat dalam acidosis metabolic, disfungsi hati, syok.6) Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis di dalam hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam metabolism.7) BUN/Kr: Peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi ,ketidak seimbangan/ kegagalan ginjal dan disfungsi/ kegagalan hati.8) GDA : Alkalosis respiratori hipoksemia, tahap lanjut hipoksemia asidosis respiratorik dan metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.9) Urinalisis : Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul protein dan sel darah merah.10) Sinar X : Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan udara bebas di dalam abdomen/organ pelvis.11) EKG : Dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T,dan disritmia yang menyerupai infak miokard. (Doenges, 2000)6. PenatalaksanaanAbses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen, dan kuretase. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgesik dan mungkin juga antibiotik. Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Hal ini dinyatakan dalam sebuah aforisme Latin: Ubi pus, ibi evacua. Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Drainase abses paru dapat dilakukan dengan memposisikan penderita sedemikian hingga memungkinkan isi abses keluar melalui saluran pernapasan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit. Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline. Adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain bahwa antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah. Namun, walaupun sebagian besar buku ajar kedokteran menyarankan untuk dilakukan insisi pembedahan, sebagian dokter hanya menangani abses secara konservatif dengan menggunakan antibiotik. Salah satu terapi untuk mencegah perburukan abses adalah dengan debridement, yaitu Pengertian Debridement yitu proses pengangkatan jaringan avital atau jaringan mati dari suatu luka. Jaringan avital dapat berwarna lebih pucat, coklat muda atau hitam dan dapat kering atau basah. Terdapat 5 metode debridement, yaitu autolitik, mekanikal, enzimatik dan surgikal. Metode debridement yang dipilih tergantung pada jumlah jaringan nekrotik, luasnya luka, riwayat medis pasien, lokasi luka dan penyakit sistemik.1) Debridement Otolitik Otolisis menggunakan enzim tubuh dan pelembab untuk rehidrasi, melembutkan dan akhirnya melisiskan jaringan nekrotik. Debridement otolitik bersifat selektif, hanya jaringan nekrotik yang dihilangkan. 2) Debridement EnzymatikDebridement enzimatik meliputi penggunaan salep topikal untuk merangsang debridement, seperti kolagenase. Seperti otolisis, debridement enzimatik dilakukan setelah debridement surgical atau debridement otolitik dan mekanikal. Debridement enzimatik direkomendasikan untuk luka kronis. 3) Debridement Mekanik Dilakukan dengan menggunakan balutan seperti anyaman yang melekat pada luka. Lapisan luar dari luka mengering dan melekat pada balutan anyaman. Beberapa dari jaringan tersebut non-viable, sementara beberapa yang lain viable. Debridement ini nonselektif karena tidak membedakan antara jaringan sehat dan tidak sehat. Debridement mekanikal memerlukan ganti balutan yang sering. Proses ini bermanfaat sebagai bentuk awal debridement atau sebagai persiapan untuk pembedahan. Hidroterapi juga merupakan suatu tipe debridement mekanik. Keuntungan dan risikonya masih diperdebatkan. 4) Debridement Surgikal Debridement surgikal adalah pengangkatan jaringan avital dengan menggunakan skalpel, gunting atau instrument tajam lain Debridement surgikal merupakan standar perawatan untuk mengangkat jaringan nekrotik. Keuntungan debridement surgikal adalah karena bersifat selektif; hanya bagian avital yang dibuang. Terapi utama debridement surgical pada abses yaitu dengan drainase sebagai kontrol sumber infeksi (source control). Drainase dilakukan dengan menginsisi bagian yang paling fluktuatif dan dinding yang paling tipis. Adakalanya terbetuk septa-septa dalam satu abses sehingga diperlukan multiple insisi. Pemberian antibiotik idealnya adalah sesuai dengan tes kultur dan resistensi, namun mengingat hasil kultur setidaknya membutuhkan waktu 3 hari, maka diberikan antibiotik broad spectrum sesuai pola kuman penyebab terbanyak dan pola resistensi yang berbeda di setiap daerah. Teknik Operasi 1) Tindakan a dan antiseptik, jika abses setelah pecah, maka mulai painting dari arah luar kedalam (bagian yang kotor diusap terakhir).2) Drepping3) Anestesi dengan chlor ethyl topical(disemprot)4) Siapkan kasa dan neerbeken untuk menampung eksudat5) Insisi dengan pisau no 11, kemudian lebarkan dengan klem 6) Tekan sampai pus/eksudat minimal7) Lakukan debridement jaringan nekrotik dengan kuret atau kasa.8) Irigasi dengan NaCl 0,9 % sampai jernih 9) Bilas dengan H2O210) Cuci dengan antisetik povidon iodine (betadin), chlorhexidin (savlon) dll11) Jika kemungkinan eksudat masih ada atau diperkirakan masih produktif sebaiknya dipasang drain (dengan penroos drain atau potongan karet hand scoon steril)12) Rawat sebagai luka terbuka (tidak dijahit)5) Debridement BiomekanikalMenggunakan magots atau larva. Larva akan dengan sendirinya secara selektif memakan jaringan nekrosis sehingga dasar luka menjadi merah. 7. KomplikasiKomplikasi mayor abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). serta pnyebaran infeksi ke sirkulasi ( Septikemia) akibat tidak tertanganinya sbses dengan tepat.B. ASUHAN KEPERAWATAN1. Diagnosa KeperawatanSecara teori pada kasus abses dapat ditarik beberapa diagnose keperawatan antara lain : 1) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan pert the entri backteri2) Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan regulasi temperatur. 3) Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi. 4) Nyeri berhubungan dengan regangan dan distorsi abses (kerusakan jaringan).5) Gangguan mobilitas berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh (gangguan neuromuskular). 6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit. (Doenges, 2000 )2. Rencana Intervensia. Resiko tinggi infeksi terhadap perkembangan infeksi oportunistik berhubungan dengan peningkatan pert the entri backteriTujuan: Menunjukan penyembuhan luka seiring perjalanan waktu Kriteria Hasil: Luka sembuh sesuai waktu penyembuhan luka Bebas dari sekresi purulen/drainase, atau eritema dan afebris. TTV dalam batas normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/m, RR: 16- 24x/m, S: 36- 37 C). Intervensi 1) Berikan isolasi / pantau pengunjung sesuai indikasi. Rasional : Isolasi luka / linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk mengalirkan luka, sementara isolasi / pembatasan pengunjung dibutuhkan untuk melindungi pasien imunosupresi. Mengurangi resiko kemungkinan infeksi. 2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas walaupun menggunakan sarung tangan steril. Rasional : Mengurangi kontaminasi silang. 3) Batasi penggunaan alat / prosedur invasif jika memungkinkan. Rasional :Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organisme.4) Lakukan inspeksi terhadap luka / sisi alat invasif setiap hari, berikan perhatian utama terhadap jalur hiperalimentasiRasional: Memberikan gambaran untuk identifikasi awal dari infeksi sekunder.5) Gunakan teknik steril pada waktu penggantian balutan Rasional: Mencegah masuknya bakteri, mengurangi resiko infeksi nosokomial. 6) Gunakan sarung tangan / pakaian pada waktu merawat luka yang terbuka/antisipasi dari kontak langsung dengan sekresi ataupun ekskresi.Rasional : Mencegah penyebaran infeksi / kontaminasi silang. 7) Buang balutan/bahan yang kotor dalam kantung gandaRasional : Mengurangi area kotor / membatasi penyebaran organisme melalui udara. 8) Pantau kecenderungan peningkatan suhu. Rasional :Demam tinggi menunjukan efek endotoksin pada hipotalamus dan endorphin yang melepaskan pirogen. Hipotermi adalah tanda-tanda genting yang merefleksikan perkembangan status syok / penurunan perfusi jaringan.9) Amati adanya menggigil dan diaphoresis Rasional: Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi umum. 10) Memantau tanda-tanda penyimpangan kondisi / kegagalan untuk membaik selama masa terapi.Rasional: Dapat menunjukan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan berlebihan dari organisme resisten. 11) Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk. Rasional: Dapat membasmi / memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum atau penyakit khusus. ( Doenges, 2000: 874) b. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur. Tujuan : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal 36- 37 C, bebas dari kedinginan.Kriteria Hasil: TTV dalam batas normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/m, RR: 16- 24x/m, S: 36- 37 C) Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan seperti dehidrasi, Infeksi.Intervensi 1) Pantau suhu pasien (derajad dan pola); perhatikan menggigil / diaphoresis. Rasional : Suhu 38,9C menunjukan proses infeksius akut .Pola demam dapat membantu dalam diagnosis. 2) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur, sesual indikasi. Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. 3) Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol. Rasional : Dapat mengurangi demam, alkohol dapat mengeringkan kulit. 4) Berikan antipiretik. Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. 5) Berikan selimut pendingin. Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam tinggi pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak. (Doenges,2000) c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan bergubungan dengan : Kurangnya pemajanan / mengingat, kesalahan Interpretasi informasi / Keterbatasan Kognitif Ditandai Pertanyaan permintaan informasi,pernyataan salah konsepsi Ketidak akuratan mengikuti instruksi / perkembangan komplikasi yang dapat dicegah Tujuan : Menunjukkan pemahaman akan proses penyakit dan prognosisKreteria Hasil: Ikut serta dalam program pengobatan, memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dengan dapat penunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dan tindakan. TTV dalam batas normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/m, RR: 16- 24x/m, S: 36- 37 C)Intervensi : 1) Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan. Rasional: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan. 2) Tinjau faktor resiko individual dan bentuk penularan tempat masuk infeksi. Rasional : Menyadari terhadap bagaimana infeksi ditularkan akan memberikan informasi untuk merencanakan/melakukan tindakan protektif. 3) Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, efek samping dan pentingnya ketaatan pengobatan. Rasional: Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan/profilaksis, dan untuk mengurangi resiko kambuhnya komplikasi. 4) Diskusikan kebutuhan input yang tepat dan seimbang. Rasional: Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.5) Dorong periode istirahat adekuat dan aktivitas terjadwal. Rasional: Mencegah kepenatan, penghematan energi, dan meningkatkan penyembuhan.6) Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan. Rasional:Membantu pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah bakteri patogen yang ada. 7) Diskusikan penggunaan yang tepat atau menghindari tampon sesuai indikasi. Rasional: Tampon superabsorben/merupakan resiko potensial bagi infeksi stpahilococcus aureus (sindrom syok toksik). 8) Identifikasi tanda / gejala yang membutuhkan evaluasi medis. Rasional: Pengenalan dini dari perkembangan infeksi akan memungkinkan intervensi dan mengurangi resiko kearah situasi yang membahayakan jiwa. 9) Tekankan pentingnya imunisasi profilaktik / terapi antibiotik sesuai kebutuhan. Rasional: Penggunaan pencegahan terhadap infeksi. (Doenges, 2000 : 881)d. Gangguan mobilitas berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh (gangguan neuromuskular). Gangguan neuromuskuler, nyeri/tidak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan. Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai, kontraktur. Ditandai: Menolak bergerak/tidak mampu bergerak sesuai tujuan rentang gerak terbatas, penurunan kekuatan kontrol dan/atau masa otot. Tujuan: Menyatakan dan menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktifitas. Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau kompensasi tubuh. TTV dalam batas normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/m, RR: 16- 24x/m, S: 36- 37 C) Menunjukan teknik/perilaku yang memampukan melakukan aktifitas. Intervensi :1) Bantu klien dalam beraktifitas bila tidak mampu Rasional : dengan membantu aktivitas yang di perlukan pasien akan membantu mengurangi resiko yang tidak di inginkan. 2) Tingkatkan aktifitas perawatan diri pasien setiap saat.Rasional : aktivitas dapat meningkat jika memotivasi yang sesuai dengan kondisi pasien. 3) Berikan alternative dengan periode yang cukup.Rasional : aktifitas dapat meningkatkan istirahat yang untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.4) Pantau rtespon terhadap aktifitas Rasional : meningkatkan kontrol terhadap situasi e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma: Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam). Ditandai: Tak ada jaringan hidup.Tujuan: Menunjukan regenerasi jaringan. Kriteria Hasil : Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka (14- 21 hari) TTV dalam batas normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/m, RR: 16- 24x/m, S: 36- 37 C) Intervensi 1) Kaji/ ukuran, wama, kedalaman luka , perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. Rasional:Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penambahan kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area luka. 2) Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.Rasional: Menurunkan resiko infeksi. 3) Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi. Rasional: Mencegah kontaminasi dengan agent dan mencegah infeksi. 4) Siapkan/bantu prosedur bedah. Rasional: Mempercepat penyembuhan abses.f. Nyeri akut berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema./ Manipulasi jaringan cidera,debridement lukaDitandai: Keluhan nyeri. Fokus menyempit, penampilan wajah nyeri. Perubahan tonus otot; respon autonomik. Perilaku distraksi, melindungi; ansietas / ketakutan.Tujuan: Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol. Kriteria Hasil : Menunjukan ekspresi wajah / postur tubuh rileks. Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur / istirahat dengan tepat. TTV dalam batas normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/m, RR: 16- 24x/m, S: 36- 37 C)Intervensi : 1) Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, dan faktor presipitas. 2) Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan 3) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 4) Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri, kolabrasi dengan dokter jika ada komplain dan tindakan nyeri yang tidak berhenti5) Ajarkan teknik non farmakologi, lbiotedback, leahsasi, distraksi, anagenh administrasi6) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum obat 7) Cek riwayat alergi8) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali9) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat sesuai porgram10) Evaluasi efektifitas analgesik tanda dan gejala efek samping 11) Laksanakan terapi dokter untuk pemberian obat