22
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ENSEFALITIS Disusun oleh : Yuna Mustafa 2020101855 II C AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA

Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

keperawatan

Citation preview

Page 1: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN ENSEFALITIS

Disusun oleh :

Yuna Mustafa

2020101855

II C

AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2011/2012LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ENSEFALITIS

I. Konsep dasar penyakit

Page 2: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

A. Pengertian

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,

virus, jamur, protozoa. Mansjoer dkk, (2000)

Ensefalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat di

medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh japanese ensefalitis virus yang

ditularkan oleh nyamuk. Soedarmo dkk, (2008)

B. Klasifikasi

Klasifikasi menurut Soedarmo dkk, (2008) adalah:

1. Ensefalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan perkembang biakan

virus ekstraneural yang hebat

2. Ensefalitis subklinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak

lambat dan kerusakan otak ringan

3. Infeksi asimptomatik yang ditandai oleh hmpir tidak adanya viremia, sangat

terbatasnya replikasi ekstraneural

4. Infeksi persisten.

Meskipun Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus encephalitis tetapi

baru Japanese B encepalitis yang ditemukan (Soedarmo dkk, 2008).

C. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persyarafan

a. Pengertian

Menurut Setiadi, (2007) sistem syaraf adalah salah satu organ yang berfungsi

untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan

koordinasi kegiatan tubuh. Dengan pertolongan syaraf kita dapat mengisap

suatu rangsangan dari luar pengndalian pekerja otot.

b. Sel sel pada sistem syaraf

1. Neuron

Unit fungsional sistem syaraf yang terdiri dari : Badan Sel, yaitu bagian

yang mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron. Sedangakan Akson

adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari

dendrit. Bagian ini mengahantarkan impuls menjauhi badan sel ke neuron

lain, ke sel lain atau ke ke badan sel neuron yang menjadi asal akson ( arah

menuju ke luar sel ). Maka, Semua akson dalam sistem syaraf perifer di

bungkus oleh lapisan schwann ( neurolema ) yang di hasilkan oleh sel – sel

schwann. Kemudian mielin berfungsi sebagai insulator listrik dan

mempercepat hantaran impuls syaraf. Sedangkan Dendrit adalah

Page 3: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

Perpanjang sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek yang berfungsi

sebagai penghantar impuls ke sel tubuh.

2. Neuroglial

Sel penunjang tambahan pada susunan syaraf pusat yang berfungsi sebagai

jaringan ikat yang mensuport sel dan nervous sistem.

3. Sistam komunikasi sel

Rangsangan ini di sebut stimulus, sedangkan yang di hasilkan dinamakan

respon. Alat penghantar stimulus yang berfungsi menerima rangsangan

disebut reseptor,sedangkan yang menjawab stimulus di sebut efektor

seperti otot,sel , kelenjar atau sebagainya.

c. Sistem Syaraf Pusat

1. Perkembangan Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah

tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak

awal,yaitu:

a. Otak depan menjadi hamisfer serebri, korpus striatum, talamus, serta

hipotalamus. Fungsinya menerima dan mengintegrasikan informasi

mengenai kesadaran dan emosi.

b. Otak tengah,mengkoordinir otot yang berhubungan dengan penglihatan

dan pendengaran. Otak ini menjadi tegmentum, krus serebrium, korpus

kuadriigeminus.

c. Otak belakang ( pons ), bagian otak yang menonjol kebnyakan

tersusun dari lapisan fiber ( berserat ) dan termasuk sel yang terlibat

dalam pengontrolan pernafasan. Otak belakang ini menjadi :

Pons vorali, membantu meneruskan informasi. Medula oblongata,

mengendalikan fungsi otomatis organ dalam( internal ). Serebelum,

mengkoordinasikan pergerakan dasar.

2. Pelindung Otak

a. Kulit kepala dan rambut

b. Tulang tengkorak dan columna vetebral

c. Meningen ( selaput otak )

3. Bagian – bagian Otak

a. Hemifer cerebral ( otak besar )di bagi menjadi 4 lobus, yaitu :

Page 4: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

1. Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung

jawab untuk proses berfikir

2. Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang

merupakan sensasi perabaan, tekanan, dan sedkit menerima

perubahan temperatur.

3. Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima sensasi

dari mata.

4. Lobus temporalis, mengandung area auditory yang menerima

sensasi dari telinga.

Area khusus otak besar (cerebrum ) adalah :

Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor sensory

tubuh. Primary motor area yang mengirim impuls ke otot skeletal

broca’s area yang terliabat dalam kemampuan bicara.

b. Cerebelum ( otak kecil )

Fungsi cerebelum mengmbalikan tonus otot di luar kesadaran yang

merupakan suatu mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam

pengaturan dan pengendalian terhadap :

1. Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan

keseimbangan dan sikap tubuh,

2. Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan

di bawah pengendalian kemauan dan mempunyai aspek

keterampilan.

Ada tiga jens kelompok syaraf yang di bentuk oleh syaraf

cerebrospinalis yaitu:

a. Syaraf sensorik, ( syaraf afferen ), yaitu membawa impuls dari

otak dan medulla spinalis ke perifer.

b. Syaraf motorik ( syaraf efferen ), menghantarkan impuls dari

otak dan medulla spinalis ke perifer.

c. Syaraf campuran, yang mengandung serabut motorik dan

sensorik, sehingga dapat mengantar impuls dalam dua jurusan.

4. Medulla Spinallis

Page 5: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

Disebut juga sumsum tulang belakang. Yang terlindung di dalam tulang

belakang dan berfungsi untuk mengadakan komunikasi anatara otak dan

semua bagian tubuh serta berperan dalam : gerak reflek, berisi pusat

pengontrolan yang penting, heart rate contol atau denyut jantung,

pengaturan tekanan darah, pernafasan, menelan, muntah.

d. Susunan Syaraf Perifer

Sistem syaraf perifer menyampaikan informasi antara jaringan dan saraf pusat

( CNS ) dengan cara membawa signals dari syaraf pusat ke CNS. Susunan

syaraf terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Susunan syaraf somatic

Susunan syaraf yang memiliki peranan yang spesifik untuk mengatur

aktivitas otot sadar atau serat lintang, jadi syraf ini melakuakan sistem

pergerakan otot yang di sengaja atau tanpa sengaja

2. Susunan syaraf otonom

Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi

pekerjaan otot sadar atau serat lntang, dengan membawa informasi ke otot

halus atau otot jantung yang dilakuakan otomatis.Menurut fungsinya

susunan syaraf otonom terdiri dari dua bagian yaitu:

a. Susunan syaraf simpatis

b. Susunan syaraf para simpatis( Setiadi, 2007).

D. Etiologi

Berbagai macam organisme dapat menimbulkan Encephalitis, misalnya ozoa, cacing,

jamur, spirokaeta, dan virus. Penyebab yang tersering adalah virus. Infeksi dapat

terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi

sistemik atau vaksinasi terdahulu. Encephalitis juga dapat diakibatkan oleh invasi

langsung cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.

Berbagai jenis virus dapat menimbulkan Encephalitis, meskipun gejala klinisnya

sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam

Encephalitis virus. Menurut Soedarmo dkk, (2008) bahwa virus Ensefalitis

berkembang biak dari sel hidup yaitu di dalam nukleus dan sitoplasma seperti babi,

kuda, gigitan nyamuk, dan lain lain.

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan encephalitis, misalnya bakteria,

protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah

Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum.

Page 6: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer,

2000).

E. Patofisiologi

Setelah nyamuk menggigit manusia yang rentan, virus menuju sistem getah

bening sekitar tempat gigitan nyamuk (kelenjar regional) dan berkembang biak,

kemudian masuk ke peredaran darah dan menimbulkan viremia pertama. Melalui

aliran darah virus menyebar ke organ tubuh seperti susunan syaraf pusat dan organ

eksterneural. Kemudian virus di lepaskan dan masuk ke dalam peredaran darah

menyebabkan virema kedua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi di jaringan

dan menimbulkan gejala penyakit sistemik.

Bagaimana cara virus masuk menembus sawar otak tidak diketahui dengan

pasti, namun diduga setelah terjadinya viremia virus menembus dan berkembng biak

pada endotel vaskular dengan cara endositosis, sehingga dapat menembus sawar darah

otak. Setelah mencapai susunan saraf pusat, virus berkembang biak di dalam sel

dengan cepat pada retikulum endoplasma yang kasar serta badan golgi dan setelah itu

menghancurkannya. Akibat infeksi virus tersebut maka permeabelitas sel neuron, glia

dan endotel meningkat, mengakibatkan cairan di luar sel masuk ke dalam sel dan

timbullah edema sistoksik. Adanya edema dan kerusakan susunan saraf pusat ini

memeberikan memberikan manifestasi klinis berupa ensefalitis. Area otak yang

terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, hipokampus, dan krteks

selebra (Soedarmo dkk, 2008).

F. Manifestasi Klinis

Gejala klinisnya adalah :

a. Terjadi peningkatan tekanan intarakraniaum,berupa nyeri kepala, penurunan

kesadaran, dan muntah.

b. Terjadi demam akibat infeksi

c. Fotofobia (respon nyeri terhadap sinar) akibat iritasi saraf – saraf kranial

d. Ensefalitis biasanya memperlihatkan gejala awal yang dramatis berupa

delirium dan penurunan progresif kesadaran. Dapat timbul kejang dan

gerakan- gerakan abnormal (Corwin, 2001).

G. Penatalaksanaan

1. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan cairan serebrospinal

Page 7: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

Warna jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50- 2000 sel. Dimana

sel limfosit merupakan sel yang dominan, protein agak meningkat,

sedangkan glukosa dalam batas normal.

2) Pemeriksaan EEG

Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “Bilateral” dengan

aktivitas rendah.

3) Pemeriksaan virus

4) Ditemukan virus pada CNS. Didapatkan kenaikan titer antibodi yang

spesifik terhadap virus penyebab.

2. Pengobatan pada encephalitis dilakukan dalam 2 cara, yaitu:

1) Pengobatan penyebabnya adalah:

Diberikan apabila jenis virus diketahui.Herpes encephalitis: adenosine

arabinose 15mg/kgBB/hari selama 5 hari.

2) Pengobatan suportif adalah :

Sebagian besar pengobatan encephalitis adalah pengobatan non

spesifik yang bertujuan mempertahankan fungsi organ tubuh.

Pengobatannya antara lain:

a. ABC ( Airway, Breathing, Circulation) harus dapat

dipertahankan sebaik- baiknya.

b. Pemberian makanan secara adekuat baik secara interal maupun

parenteral dengan memperhatikan jumlah kalori, protein,

keseimbangan cairan elektrolit dan vitamin.

c. Obat- obatan yang lain apabila diperlukan harus diberikan agar

keadaan umum penderita tidak bertambah jelek,Misalnya:

Hiperpireksia, diberikan: antipiretik paracetamol 10 mg/

kgBB/ X,kompres dingin. Kejang, diberikan: Diazepam 0,3-

0,5mg/kgBB/X diikuti dengan oemberian, Fenitoin 2 mg/

kgBB/ X untuk rumatan. Edema otak, diberikan: steroid:

dexametasone 0,5 mg/ kgBB/ X dilanjutkan dengan dosis 0,1

mg /kg BB/ X tiap 6 jam, Monitol dosis 1-2 gr/ kgBB selama ±

15 menit diulangi 8- 12 jam apabila diperlukan.

3. Perawatannya, yaitu :

Mata: cegah adanya exposure keratitis dengan pemberian BWC atau salep

antibiotika. Cegah decubitus: dengan merubah posisi penderita tiap 2 jam.

Page 8: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

Penderita dengan gangguan menelan dan akumulasi sekret lakukan postural

drainage dan aspirasi mekanis ( Soedarmo dkk, 2008 ).

H. Komplikasi

Kompikasi yang terjadi pada ensefalitis adalah : (1) pasien dapat mengalami

ketidakmampuan permanen, kerusakan otak atau meninggal akibat ensefalitis, (2)

dapat timbul kejang ( Corwin, 2001 ).

I. Pemeriksaan Laboraturium dan Diagnostik

1. Dilakukan pegambilan CSS untuk pemeriksaan sel darah putih dan sensitivitas

mikro-organisme. Glukosa dan protein dalam CSS.

2. Dapat digunakan CT scan atau MRI untuk mengevaluasi drajat pembengkakan

dan tempat nekrosis ( Corwin, 2001).

II. Konsep dasar asuhan keperawatan

A. Pengkajian Keperawatan

1. Pengkajian umum : Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan luka bakar

dan imunisasi yang tidak adekuat.

2. Pengkajian khusus:

a. System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi oto

pernafasan.

b. System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan,

suhu tubuh awalnya 38 - 40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.

c. System neurologis: irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir),

kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.

d. System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine

output tidak ada/oliguria)

e. System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.

f. Siatem integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat

luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme

otot muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot

kaku dan kesulitan menelan.

Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan

kejang umum.

B. Diagnosa yang mungkin muncul

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum

pada trakea dan spasme otot pernafasan.

Page 9: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme

otot-otot pernafasan

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin

( bakterimia )

4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekakuan

otot pengunyah

5. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara

6. Gangguan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering

kejang

7. Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake

yang kurang dan oliguria

8. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang

9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan

penanggulangannya berhubungan dengan kurangnya informasi

10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan sering kejang

C. Rencana keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum

pada trakea dan spasme otot pernafasan, ditandai dengan : ronchi, sianosis,

dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan sputum atau lender, hasil pemeriksaan

laboratorium menunjukan : AGD abnormal (asidosis respiratotik)

Tujuan: jalan nafas efektif

Kriteria:

a. Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada

b. Pernafasan 16 – 18 kali/menit

c. Tidak ada pernafasan cuping hidung

d. Tidak ada tambahan otot pernafasan

e. Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal

( pH=7,35 – 7,45 ; PCO2= 35 – 45 mmHg, PO2 = 80 – 100 mmHg )

Intervensi dan rasional :

a. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi

Rasianal : secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk

meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respirasi tetap berjalan

lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.

Page 10: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

b. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara nafas (adakah

ronchi) tiap 2 – 4 jam sekali

Rasional : ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat atas

cairan atau secret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan

sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.

c. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan

melakukan section.

Rasional : section merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan

secret, sehingga mempermudah proses respirasi.

d. Oksigenisasi sesuai intruksi dokter

Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan

memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadi hipoksia

e. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam

Rasional : dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas

disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary

reffil time yang memanjang/lama.

f. Observasi timbulnay gagal nafas/apnea

Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan

intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan

(mechanical ventilation)

g. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik)

Rasional : obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga

mudah mengeluarkan dan mencegah kekentalan.

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme

otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsangan, kontraksi otot-otot

pernafasan, adanya lender dan secret yang menumpuk.

Tujuan : pola nafas teratur dan normal

Kriteria :

a. Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen

b. Tidak sesak, pernafasan normal 16 – 18 kali/menit

c. Tidak sianosis

Intervensi dan rasional :

a. Monitor irama pernafasan dan respirasi rate

Page 11: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

Rasional : indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernafasan

dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas.

b. Atur posisi luruskan jalan nafas

Rasional : jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses respirasi

dapat berjalan dengan lancar.

Observasi tanda dan gejala sianosis

Rasional : sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi klinik

ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.

c. Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter

Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan

memberikan cadangan oksigen, sehingga mncegah terjadinya hipoksia.

d. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam

Rasional : dyspnea, sianosis merupan tanda terjadinya gangguan nafas

disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary

reffil time yang memanjang/lama.

e. Observasi timbulnya gagal nafas

Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan

intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan

(mechanical ventilato)

f. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah

Rasional : kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi

jaringan dapat mengakibatkan terjadinya asidosis respiratory.

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin

(bakterimia), yang ditandai dengan : suhu tubuh meningkat menjadi 38 – 40 °C,

hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000/mm3

Tujuan : suhu tubuh normal

kriteria :

a. Suhu kembali normal 36 – 37 °C

b. Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 – 10.000/mm3

Intervensi dan rasional :

a. Atur suhu lingkungan yang nyaman

Rasional : iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh

individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan

konveksi

Page 12: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

b. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam

Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok exhaustion

c. Berikan hidrasi atau minum yang adekuat

Rasional : cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan

kompresi badan dari demam.

d. Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka

Rasional: perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih

berada disekitar luka.

e. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang

Rasional : kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan

suhu tubuh dengan cara proses konduksi.

f. Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik

Rasional : obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk

mengobati bakteri gram positif, atau bakteri gram negative, antipiretik

bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.

g. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit

Rasional : hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari

100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk

mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.

4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot

pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk

lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun disertai

hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria :

a. Berat badan optimal

b. Intake adekuat

c. Hasil pemeriksaan albumin 3,5 – 5 mg%

Intervensi dan rasional :

a. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan

pentingnya makanan bagi tubuh

Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot

pengunyah sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang

timbul reflex balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang

Page 13: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

adekuat diharapkan klien dapat berpartisipasi dan kooperatif dalam

program diet.

b. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan

bubur kasar.

Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat

membuka mulut dan proses mengunyah

c. Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line

Rasioanal : pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan

ketidakmampuan mengunyah atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga

kebutuhan nutrisi terpenuhi.

d. Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu

Rasional : NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk

memberikan obat

Page 14: Laporan Pendahuluan Anak Dengan Ensepalitis

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Dongoes, E. Marilyn,(2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. ISBN

Setiadi. (2007). Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Johnson, Morrison, (2000). Nursing Outcome Classification. Mosby Year Book Philadelphia.

Mc. Closkey, Joanne, (2004). Nursing Intervention Classification. Mosby Year Book

Philadelphia.

Joyce, E. (2009). Pengkajian Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC

NANDA, (2005). Nursing Diagnose:Definition and Classification. NANDA international.

Nursalam, et al. (2007). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: EGC.

Mansjoer, et al. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Volume 1 Edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius

Wong, D, et al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 volume 2. Jakarta: EGC

Wong, D. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta:EGC

Soedarmo,et al. (2008). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta:Ilmu Kesehatan

Anak FKUI

Rd. Arry yulianita, D. (2007). Buku Saku Keperawatan. Bandung:

Sofiyah, Yusi. (2007). Cat Kuliah Anak. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan. Jakarta:

Universitas Indonesia.