Upload
anissa-ratna-widuri
View
61
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAGIAN I
PENGERTIAN
1. PENGERTIAN ETIKA
a. Apakah etika ?
Etika sering dimengerti sebagai filsafat moral, tetapi kata etika tidak selalu dipakai
dalam arti itu saja. Berikut merupakan pengertian dan istilah lain yang dekat dengan istilah
etika tersebut:
1) Etika dan Moral
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Dalam bentuk tunggal, istilah ethos
memiliki arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput; kandang; kebiasaan; adat; akhlak;
watak; perasaan,sikap dan cara berpikir. Dan dalam bentuk jamak (ta etha) berarti : adat
kebiasaan. Dengan mengacu pada asal usul kata tersebut,maka etika dapat diartikan sebagai
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Kata yang cukup dekat dengan etika adalah moral. Kata yang berasal dari bahasa latin
ini juga berarti adat atau kebiasaan. Jadi, etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata
“moral” karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan.
2) Amoral dan Immoral
Dalam Concise Oxford Dictionary kata amoral diterangkan sebagai arti: tidak
berhubungan dengan konteks moral, di luar suasana etis atau non moral. Dalam kamus yang
sama immoral dijelaskan sebagai: bertentangan dengan moralitas yang baik, secara moral
buruk, dan tidak etis. . Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru tidak dimuat kata
immoral tetapi terdapat kata amoral yang dijelaskan sebagai: tidak bermoral, tidak
berakhlak. Kata amoral sebaiknya diartikan sebagai: netral dari sudut moral atau tidak
mempunya relevansi etis.
3) Etika dan Etiket
Penggunaan istilah Etika dan etiket seringkali dicampuradukkan, padahal keduanya
mempunyai arti yang berbeda. Etika di sini berarti “moral” dan Etiket disini berarti “sopan
santun”.
Etika Administrasi Publik | 1
Etika merupakan ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral. Tetapi ada berbagai cara
untuk memprlajari moralitas. Berikut merupakan tiga pendekatan yang sering diberikan,
yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika.
1) Etika Deskriptif
Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu tertentu, dalam
kebudayaan atau subkultur tertentu. Karena etika deskriptif hanya melukiskan saja dan tidak
memberi penilaian
2) Etika Normatif
Etika Normatif merupakan bagian penting dari etika. Di sini ahli bersangkutan tidak
bertindak sebagai penonton netral, seperti halnya etika deskriptif, tapi ia melibatkan diri
dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Etika normatif dapat dibagi
lebih lanjut dalam etika umum dan etika khusus.
3) Metaetika.
Meta dalam bahasa Yunani diartikan sebagai “melebihi”. Istilah metaetika diciptakan
untuk menunjukkan ucapan kita di bidang moralitas bukan moralitas secara langsung.
Metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan etis.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam studi tentang moralitas dapat dibedakan
pendekatan non filosofis dan pendekatan filosofis. Pendekatan non filosofis adalah etika
deskriptif, sedangkan pendekatan filosofis sebagai etika normatif, metaetika, atau etika
analitis.
b. Etika dan Sejumlah Pengandaian Normatif.
A. Pentingnya Hukum-hukum Moral
Karena semakin dijunjung tingginya hokum moral maka akan dapat mengukur
kemajuan peradaban suatu bangsa. Berikut ini tiga hal pentingnya hukum moral yaitu Hukum
Moral Sangat Vital bagi Manusia, Hukum Moral Bersifat Rasional dan Objektif dan
Moralitas terdiri dari Hukum-hukum Universal.
Etika Administrasi Publik | 2
B. Etika dan Moralitas
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang artinya kebiasaan atau watak,
sedangkan moral berasal dari bahasa Latin mos yang artinya cara hidup atau kebiasaaan.
Moril berarti semangat atau dorongan batin. Norma berasal dari bahasa Latin yang berarti
aturan atau kaidah.
The Liang Gie berpendapat bahwa istilah etika dan moral walaupun berbeda namun
makna. epistimologisnya sama. Namun Solomon menganggap bahwa hal itu berbeda antara
etik, moral dan moralitas. Etika merujuk pada dua hal, pertama, bahwa etika berkaitan
dengan disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang dianut manusia dengan
pembenarannya, kedua, merupakan masalah dalam dalam ilmu tersebut dan hokum yang
mengatur tingkah laku manusia. Sementara moral berarti menaruh penkanan pada karakter
dan sifat individu yang khusus sementara moralitas berfokus pada hukum-hukum dan
prinsip-prinsip yang abstrak.
C. Moral sebagai Sebuah Sistem Nilai
Nilai merupakan pendorong utama tindakan manusia, Moore membedakan enam
macam nilai. Pertama, yaitu nilai primer dan nilai sekunder. Penilaian berdasar kerangka
berpikir yang menentukan usaha, atau kepuasan seseorang. Kedua, yaitu nilai semu dan
nilai riil, Bentuk lain nilai semu adalah kepura-puraan. Ketiga, yaitu nilai terbuka dan nilai
tertutup. Nilai terbuka yaitu nilai yang tidak memiliki rentang waktu. Keempat, pembedaan
dapat digariskan antara nilai-nilai negatif dan positif. Kelima, nilai dapat dibedakan
menurut orde, yaitu orde pertama, orde kedua dan hingga yang lebih tinggi. Keenam, nilai
relatif dan absolut. Nilai relatif apabila merujuk kepada orang yang memiliki spesifikasi
nilai tersebut, sementara nilai absolut tidak merujuk pada orang dan dianut secara mutlak.
Pada umumnya kajian-kajian tentang moral dibagi menjadi tiga bidang kajian yaitu
kognisi, afeksi dan perilaku, namun pembagian ini belum menyajikan yang jelas baik
empiris serta menjelaskan proses yang teribat dalam moralitas. Rest mengemukakan ada
empat komponen utama.
Penafsiran situasi dan identifikasi atas suatu masalah moral. Biasanya sebelum
melakukan tindakan individu akan memikirkan konsekuensinya. Maka proses yang
terjadi akan melibatkan empati, penafsiran atas peran,serta penilaian-epnilaian atas
tindakan.
Etika Administrasi Publik | 3
Penentuan apa yang semestinya dilakukan dalam situasi yang ada. Berkaitan dengan
psikologi social untuk mengarahkan tindakan yang bermoral dan juga ancangan
perkembanga kognitif yang berfokus pada pemahaman atas tujuan, fungsi, dan watak
dari tatanan social
Memutuskan apa yang benar-benar dituju dengan membuat pilihan yang berbeda-
beda. Sebelum bertindak individu akan memikirkan akibatnya, dan akan menggerakan
nilai yang berbeda pula berdasarkan perbedaan pandangan tentang masalah.
Pelaksanaan suatu rencana tindakan. Seperti cara mengatasi rintangan dan persoalan
yang tidak terduga, frustasi, kebingunga dll. Proses ini menurut psikolog disebut
kekuatan ego.
Masing-masing komponen tadi berpengaruh melalui umpan balik maupun umpan
depan sehingga tidak menggambarkan model keputusan linier, terlebih lagi menyangkut
nilai moral yang abstrak. Maka moral adalah sebuah sistem nilai yang memiliki daya
dorong kuat untuk manusia bertindak baik.
D. Permasalahan Etika Sosial
Permasalahan etika social makin menyeruak karena semakin kompleksnya
kehidupan masyarakat modern dengan berbagai masalah di semua bidang. Masalah muncul
sejak kebebasan pribadi, hak asasi, kemiskinan dan kelaparan, pornografi, konservasi alam
dan lingkungan.
Etika social memiliki keterkaitan antar aspek yang sangat luas, berbeda dengan etika
individual. Etika social disamping menyangkut kedudukan individui di tengah suatu sistem
social juga akan memerlukan lebih banyak konseptualisasi maupu aplikasi yang bersifat
multi-facet. Etika social mempersoalkan gak setiap pranata, buka berarti menolak adanya
pranata dan pranata dalam masyarakat, tetapi untuk mencari kepastian pertanggungjawaban.
E. Garis-garis Besar Landasan Etika
Pada awalnya paham yang dianut tentang landasan etika adalah paham kosmosentris
yakni paham yang menyatakan bahwa manusia adalah bagian dari alam. Dari pemahaman
kosmosentris tersebut mengajarkan manusia untuk lebih berserah diri pada kehendak alam,
sehingga dikemudian hari lebih banyak manusia yang bersifat mudah putus asa dalam
menghadapi permasalahan atau hidup (fatalisitik) dan tidak memiliki dorongan hidup.
Etika Administrasi Publik | 4
Namun pada pertengahan abad ke-15 manusia sudah mulai tumbuh rasa keinginan untuk
bertindak tidak hanya berserah diri pada kehendak alam semata.
Aliran-aliran Landasan Etika :
1) Naturalisme
Pada dasarnya pemahaman naturalisme berpendapa bahwa setiap manusia adalah
“baik”. Paham ini juga belajar dari pengalaman yang ditinjau dari aspek psikologis atau
tingkah laku manusia dengan lingkungannya.
2) Individualisme
Setiap orang terlahir sebagai individu atau menjadi diri sendiri, pemahaman ini
yang menjadi dasar pada aliran individualisme Emmanuel Kant bahwa setiap orang
bertanggung jawab secara individual bagi dirinya.
3) Hedonisme
Manusia selalu ingin memenuhi kepuasannya, bila kepuasan atau kebutuhan
terpenuhi maka akan memperoleh kenikmatan sepuas-puasnya. Dalam pemenuhan
kepuasannya alat utamanya adalah materi seperti yang diungkapkan oleh Karl Marx tentang
paham Marxisme .
4) Eudaemonisme
Manusia hidup di dunia sebenarnya hanya untuk mencari kebahagiaan atau
kepuasan yang sempurna baik jasmani tetapi juga secara rohaninya. Namun ukuran bahagia
itu sendiri seperti apa ? pada kenyataanya jika orang ingin menggapai kebahagian akan
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
5) Utilitarianisme
Paham Utilitarianisme ini mengatakan bahwa suatu perbuatan baik jika membawa
manfaat atau kegunaan. Aliran yang serupa Utilitarianisme : Pragmatisme, Empirisme,
Positivisme, dan Scientisme.
6) Idealisme
Adanya paham mengenai lingkungan peraturan atau normatif, karena akan memberi
dorongan kepada manusia untuk berbuat. Berdasarkan aspek , cipta, rasa, dan karsa dibagi
menjadi tiga komponen idealisme : Idealisme rasionalistik, Idealisme etetik dan Idealisme
etik.
Etika Administrasi Publik | 5
c. Tema Etika : Hati Nurani, Nilai dan Norma dan Menjadi Manusia
Baik
A. Hati Nurani
Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran,
untuk mengerti hal ini perlu kita bedakan antara pengenalan dengan kesadaran. Fenomena
hati nurani sebetulnya terdapat disegala jaman dan segala kebudayaan. Tetapi, dulu
seringkali belum tersedia istilah jelas untuk menunjukan fenomena itu.
Hati nurani dibedakan menjadi dua bentuk: hati nurani retrospektif dan hati nurani
prospektif. Hati nurani retrospektif memberikan penilaian-penilaian tentang perbuatan-
perbuatan yang telah berlangsung dimasa lampau. Hati nurani prospektif melihat kemasa
depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam arti ini
mengajak kita untuk melakukan sesuatu atau seperti barangkali lebih banyak terjadi
mengatakan “jangan” dan melarang untuk melakukan sesuatu.
Hati nurani bersifat personal, artinya selalu berkaitan erat dengan pribadi
bersangkutan. Seperti kita katakan bahwa tidak ada dua manusia yang sama, begitu pula
tidak ada dua hati nurani yang persis sama. Hati nurani diwarnai oleh kepribadian kita. Hati
nurani berkembang juga bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian kita. Hati
nurani dalam arti yang sebenarnya selalu berkaitan dengan personal tertentu.
Disamping aspek personal, hati nurani menunjukan juga suatu aspek adipersonal.
Karena aspek adipersonal itu, orang beragama kerap kali mengatakan bahwa hati nurani
adalah suara Tuhan atau bahwa Tuhan berbicara melalui hati nurani. Ungkapan itu dapat
dibenarkan. Bagi orang beragama hati nurani memang memiliki suatu dimensi religius.
Dapat disimpulkan bahwa hati nurani mempunyai kedudukan kuat dalam hidup
moral kita. Malah bisa dikatakan: dipandang dari sudut subjek, hati nurani adalah norma
terakhir untuk perbuatan perbuatan kita. Kita tidak pernah boleh bertindak bertentangan
dengan hati nurani. Hati nurani selalu harus diikuti, juga kalau secara objektif ia sesat.
Akan tetapi, manusia wajib juga mengembangkan hati nurani dan seluruh kepribadian
etisnya sampai menjadi matang dan seimbang.
B. Nilai dan Norma
Etika Administrasi Publik | 6
Tidak mudah untuk menjelaskan apa itu nilai. Menurut perkataan bagus filsuf
amerika-jerman, Hans Jonas, nilai adalah de address of a yes, sesuatu yang ditujukan iya
kita. Jika kita berbicara tentang nilai kita maksudkan yang berlaku sesuatu yang memikat
atau mengimbau kita.
Yang dibicarakan tentang nilai tentu berlaku juga tentang nilai moral. Nilai moral
tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya, setiap nilai dapat memperoleh suatu bobot
moral. Walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak
sebagai suatu nilai baru, bahkan sebagai nilai yang lebih tinggi. Hal itu ingin kami
perlihatkan dengan mempelajari ciri-ciri nilai moral. Nilai moral mempunyai ciri-ciri
berikut ini: Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita, Berkaitan dengan Hati Nurani,
Mewajibkan, Bersifat Formal.
Pada dasarnya norma moral adalah absolut, maka mudah untuk diterima karena
norma itu sendiri bersifat obyektif dan universal. Dalam keabsolutan, norma moral secara
emplisit sudah tercantum obyektivitas dan universalitasnya.
C. Menjadi Manusia yang Baik
Dalam penilaian etis pada taraf populer dapat dibedakan dua macam pendekatan.
Pertama dapat memandang perbuatan dan mengatakan bahwa perbuatan itu baik atau buruk,
adil atau tidak adil, jujur atau tidak jujur. Dalam hal ini seolah-olah “mengukur” suatu
perbuatan dengan norma atau prinsip moral. Jika perbuatan itu sesuai dengan prinsip
bersangkutan, disebt baik, adil, jujur, dan sebagainya; jika tidak sesuai, disebut buruk, tidak
adil, tidak jujur, dan sebagainya.
Bagaimana sebaiknya hubungan antara etika kewajiban dan etika keutamaan?
Moralitas selalu berkaitan dengan prinsip serta aturan dan serentak juga dengan kualitas
manusia itu sendiri, dengan sifat-sifat wataknya. Menurut frankena bahwa etika kewajiban
dan etika keutamaan melengkapi satu sama lain. Etika kewajiban membutuhkan etika
keutamaan dan sebaliknya, etika keutamaan membutuhkan etika kewajiban. Masih ada
alasan lain lagi mengapa etika kewajiban membutuhkan etika keutamaan. Jika menaati
prinsip dan norma moral, kita belum tentu menjadi manusia yang sungguh-sungguh baik
secara moral. Berpegang pada norma moral memang merupakan syarat bagi perilaku yang
baik. Akan tetapi, membatasi diri pada norma saja belum cukup untuk dapat disebut
seorang yang baik dalam arti sepenuhnya.
Etika Administrasi Publik | 7
2. ETIKA SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
a. Pendahuluan
Perkembangan minat terhadap etika tumbuh pesat dewasa ini. Berbagai buku dan
artikel tentang “etika terapan” membanjiri ruang lingkup kebudayaan; jurnal baru
bermunculan untuk mengkaji masalah-masalah aktual.
Tumbuhnya etika terapan yang telah berlangsung selama ini, menunjukkan bahwa
kita sebenarnya membutuhkan teori-teori moral. Tanpa berpegang pada teori-teori moral, kita
tidak dapat bergerak maju menangani masalah-masalah nyata.
Kita cenderung berharap memperoleh teori-teori moral yang sifatnya ideal, yang
mungkin bisa kita sebut sebagai “teori-teori ideal”, yaitu teori-teori yang menyodorkan
pandangan tentang apakah artinya keadilan tau hak-hak moral atau kepentingan umum dalam
sebuah masyarakat ideal.
Ilmu pengetahuan ini memungkinkan umat manusia melangkah maju dalam
memperoleh pengetahuan, pengertian, dan pemahaman secara alamiah
Penulis beragumen bahwa untuk mempertahankan sebuah pandangan tentang teori
moral yang jauh lebih erat terikat pada praktek dan eksperimen, dan jauh lebih dapat
disamakan dengan teori ilmiah, daripada yang biasanya dipirkan orang.
Teori moral yang satu berbeda dengan terori moral yang lain karena beragamnya
peran yang ada dalam beragam bidang di masyarakat. Bidang-bidang ilmu sosial normatif ini
perlu dikembangkan lewat serangkaian “eksperimen” oleh warga negara, pekerja, dan para
ahli tertentu yang bersedia melakukan penyelidikan moral tanpa pamrih.
b. Kebangkitan Kembali Etika
Etika terapan yaitu etika yang menangani masalah-masalah moral seperti yang ada,
bukannya menangani terori moral yang abstrak semata-mata. Hubungan antara filsafat dan
perhatiannya pada masalah-masalah aktual tampak agak menyerupai hubungan antara teori
ilmiah dan kerja ilmiah di labotarium, di lapangan atau di dalam praktek. Penggabungan
Etika Administrasi Publik | 8
teori etika dan penerapannya ini dilakukan dengan cara terus menerus menyesuaikan
berbagai komitmen moral kita, setelah melihat keputusan yang dibuat bidang lain
Dewasa ini filsafat moral banyak memusatkan perhatiannya pada hak. Hak moral
ialah hak yang kuat yang dihasilkan oleh prinsip moral yang berlaku. Dan kita dapat
menuntut hak-hak moral kita walaupun masyarakat menolak mengakui adanya hak-hak
moral kita itu atau tidak mampu dan tidak bersedia menjamin terselenggaranya hak-hak
moral kita dalam praktek.
Hak dan kewajiban yang timbul bukanlah satu-satunya hal yang menjadi bidang
perhatian moralitas. Hak menyediakan batasan-batasan yang membentuk kerangka bagi kita
untuk berusaha mencapai sasaran, tetapi sasaran sendiri perlu memberikan “isyratnya” dan
perlu dicari secara bertanggung jawab,
c. Pembagian Tugas Menyusun Teori Moral
Dari segi moral, sebuah peran sering kali dilihat sebagai sederet hak dan kewajiban.
Definisi ini layak bagi banyak peran, seperti peran hakim atau tukang pos. Tetapi definisi
ini terlalu melembagakan konsep peran. Menurut Dorothy Emmet, “Sebuah peran ialah
bagian yang dimainkan oleh seseorang dalam sebuah pola kegiatan masyarakat. Peran dapat
diisi oleh sejumlah orang secara bergiliran, orang-orang yang sebelumnya digantikan
orang-orang yang sekarang.
Banyak ahli teori moral telah berpendapat bahawa moralitas yang cocok bagi dunia
yang satu berbeda dengan moralitas dengan dunia yang satunya lagi. Stuart Hampshire
telah mengembangkan sebuah versi baru tentang kontras yang ada antara moralitas publik
dan moralitas privat. Persamaanya bahwa kedua teori tadi sama-sama jauh dari realitas
aktual. Sejumlah realitas yang menekankan para praktek dari pada teori, pada kenyataannya
menganjurkan praktek yang tidak lebih daripada praktek ideal atau praktek teoritis.
Menurut pandangan Hampshire, dunia “publik” adalah dunia dimana mkekuasan
dilaksanakan untuk mengatasi orang-orang lain. Tetapi moralitas privat dianggap sebagai
standar yang dapat dipakai sebagai landasan moralitas publik.
Dunia Privat menurut pengertian tradisional sekarang ini dipenuhi dengan berbagai
hubungan (relasi) kekuasaan. Mereka-meraka yang berperan dalam dunia privat ini jarang
lolos dari “tangan-tangan kotor” yang mereka asosiasikan dengan dunia “publik”.
Etika Administrasi Publik | 9
Moralitas peran barangkali bisa kita tafsirkan sebagai moralitas yang merinci
berbagai kondisi. Kondisi dalam peran yang satu akan berbeda dari kondisi dalam peran
yang lain. Istilah “Kondisi” mungkin bisa menimbulkan kesalah-pahaman, karena peran
bukan melulu merupakan kondisi yang telah ditentukan secara empiris. Bahkan peran juga
bukan merupakan kondisi seperti ini. Disamping merupakan sebuah kondisi, peran juga
merupakan sederet norma atau peraturan mengenai tigkah laku.
Pembagian Tugas Menyusun Teori Moral
Baik argumentasi deontologis maupun teleologis memungkinkan kita untuk menilai
berbagai tindakan secara terpisah-pisah atau menilai berbagai peraturan atau penggeneralisasian
normatif yang diwujudkan oleh tindakan-tindakan itu.
Pembagian antara konteks hukum,konteks politik, konteks ekonomi, konteks pribadi dan
konteks kebudayaan tentu saja tidak dibuat dengan garis batas yang kaku. Jika setiap orang harus
berusaha menaruh perhatian sama besar pada keseluruhan moralitas di setiap saat, ada bahaya
bahwa moralitas pada akhirnya akan dicampakkan dan ditinggalkan karena dianggap terlalu rumit,
tidak relevan atau kabur.
d. Teori Moral dan Pengalaman Moral
Dia mengatakan bahwa metode keseimbangan reflektif dapat dikembangkan dalam
berbagai kegiatan manusia, metode itu lebih baik dinamai metode moralitas eksperimental.
Metode ini dirancang untuk menghasilkan teori-teori idel keadilan Rawls. Metode moralitas
eksperimental mengembangkan bagaimana kita harus beperilaku dalam masyarakat yang
keadilannya tidak sempurna. Pandangan teori kepatuhan merupakan teori yang dibutuhkan
untuk menegakan moralitasnya.
Kesulitan penerapan teori ideal mudah dilihat dalam konteks politik. Masalah moral
sering timbul dalam konteks politik. Tetapi konteks politik mustahil diuraikan tanpa
mengacu pada kepentingan aktual. Pada konteks politik aktual masalah moral yang timbul
ialah masalah moral memelihara kepentingan aktual. Mereka yang memiliki hak istimewa
dalam masyarakat aktual harus rela mengobarkan kepentingan pribadi aktual.
Teori utiliter yang mereka sebut sebagai kepentingan sebagai pengamat ideal harus
melihat kepentingan masing-masing individu secara tidak memihak sama sekali. Hal ini
ditujukan hanya pada diri kita sendiri melainkan semua individu yang ada.
Etika Administrasi Publik | 10
3. ADMINISTRASI PUBLIK
Menurut John M. Ptittner dan Robert Presthus Administrasi Publik adalah meliputi
implementasi kebijaksanaan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan
politik . Pendapat dari Chandler dan Plano (1988 : 29 ) mereka menjelaskan seperti berikut :
administrasi publik adalah “suatu proses dimana sumberdaya dan personel publik di organisir
dan dikoordinasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengelola
keputusan dan kebijakan publik”.
Sebagaimana yang dirumuskan oleh Pfiffner dan Presthus pada tahun 1967,
Administrasi publik adalah suatu disiplin ilmu yang secara khusus mempelajari cara-cara
menerapkan nilai-nilai politik. Definisi ini sejalan dengan gagasan awal yang disampaikan
oleh Woodrow Wilson pada tahun 1988 yang diyakini sebagai orang yang menginspirasi
lahirnya cabang ilmu administrasi publik modern di Negara Amerika. Wilson menyatakan
bahwa ilmu administrasi publik adalah produk dari perkembangan ilmu politik. Namun
demikian Wilson juga mengusulkan adanya pemisahan antara disiplin ilmu politik dan
administrasi. Gagasan Wilson inilah yang akhirnya dikenal sebagai dikotomi politik-
administrasi. Masih menurut Wilson, ilmu adinistrasi terutama sangat berkaitan dengan dua
hal yaitu “Apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dengan baik” dan “Bagaimana
pemerintah melakukannya dengan efektif dan efisien.
Berdasarkan gagasan Woodrow Wilson di atas, dapat kita yakini bahwa peran
administrasi publik dapat menjadi positif dalam mengawal proses demokratisasi suatu Negara
agar sampai pada tujuan yang dicita-citakan. Hal ini karena administrasi publik pada
dasarnya berkaitan dengan masalah bagaimana menetapkan to do the right thing dan juga to
do the things right. Dengan kata lain tidak saja administrasi publik berkaitan dengan cara-cara
yang efisien dalam melakukan proses demokratisasi namun juga memiliki kemampuan dalam
menetapkan tujuan proses demokratisasi itu sendiri, terutama berupa bentuk penyelenggaraan
pelayanan publik yang efektif sebagai perwujudan dari penjaminan hak-hak konstitusional
yang menjadi milik semua warga negara.
Dimensi Strategis Adm. Publik (Yeremias T. Keban ) :
1) Kebijakan: pmbuatan keputusan untuk penentuan tujuan & cara atau alternatif
mncapai tujuan tersebut.
Etika Administrasi Publik | 11
2) Setruktur Organisasi yaitu pengaturan struktur untuk mencapai tujuan & target,
termasuk wewenang dan tanggung jawabnya.
3) Manajemen yaitu bagamana kegiatan-kegiatan yang tlah dirancang dapat
diimplementasikan mlalui prinsip-prinsip manajemen.
4) Etika: pemberikan tuntunan moral tentang apa yang salah dan apa benar atau apa
yang buruk dan apa baik.
4. ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan
karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang
memberi tempat pada pilihan moral (etika).
Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik (Pasolong, 2007 :193)
diartikan sebagai filsafat dan professional standar (kode etik) atau right rules of conduct
(aturan berperilaku yang benar) yang sehatursnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik
atau administrasi publik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika administrasi publik adalah aturan
atau standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasi atau pekerjaan manajemen ;
aturan atau standar pengelolaan yang merupakan arahan moral bagi administrator publik
dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat. Aturan atau standar dalam etika
administrasi negara tersebut terkait dengan kepegawaian, perbekalan, keuangan,
ketatausahaan, dan hubungan masyaraka
Urgensi Etika Administrasi Publik :
Pentingnya etika administrasi publik tersebut adalah sebagai berikut (Henry, 1995:
400). Alasan pertama adalah adanya public interest atau kepentingan publik yang harus
dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki tanggung jawab. Alasan
kedua lebih berkenaan dengan lingkungan di dalam birokrasi yang memberikan pelayanan
itu sendiri. Alasan ketiga berkenaan dengan karakteristik masyarakat publik yang
terkadang begitu variatif sehingga membutuhkan perlakuan khusus. Alasan keempat adalah
peluang untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika yang berlaku dalam
pemberian pelayanan publik sangat besar.
Penerapan Etika Administrasi Publik
Etika Administrasi Publik | 12
Etika administrasi publik dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi bagi para
birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya yaitu American Society for
Administration (ASPA).
1) Pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan di atas pelayanan kepada diri sendiri;
2) Rakyat yang berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah dan pada
akhirnya bertanggung jawab kepada rakyat
3) Hukum mengatur semua tindakan dari instansi pemerintah
4) Manajemen yang efektif dan efisien merupakan dasar bagi birokrasi
5) Sistem penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asas-asas iktikad baik akan
didukung, dijalankan dan dikembangkan
6) Perlindungan terhadap kepercayaan rakyat sangat penting, konflik kepentingan,
penyuapan, hadiah, atau faviritisme yang merendahkan jabatan publik untuk
kepentingan pribadi tidak diterima
7) Pelayanan kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan ciri-ciri sifat
keadilan, keberanian, kejujuran, persamaan, kompetensi dan kasih sayang
8) Hati nurani memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan
9) Para administrator publik tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang tidak etis,
tetapi juga untuk mengusahakan hal yang etis melalui pelaksanaan tanggung jawab
dengan penuh semangat dan tepat pada waktunya.
Etika administrasi tersebut di atas belum cukup untuk menjamin untuk menghapus
perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme pada birokrasi publik.
BAGIAN II
PERMASALAHAN ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
Etika Administrasi Publik | 13
1. KONSEP LEGITIMASI KEKUASAAN BIROKRASI DAN ADMINISTRASI
NEGARA1
A. Antara Legitimasi Sosiologis dan Legitimasi Etis
Legitimasi mempunyai arti hukum, tetapi pada perkembangan selanjutnya legitimasi
bukan hanya mengacu pada kesesuaian hukum formal tetapi juga dengan hukum-hukum
kemasyarakatan dan norma etis atau dengan kata lain kewenangan atau keabsahan.
Tiga corak legitimasi sosiologis menurut Weber melalui konsepsinya tentang
domination dalam masyarakat. Pertama adalah kewenangan tradisional, contohnya orang
yang dipilih adalah golongan bangsawan. Kedua adalah kewenangan kharismatik yaitu
mengambil dasar dari kharisma pribadi seseorang yang dikagumi masyarakat. Ketiga
adalah kewenangan legal-rasional yang mengambil landasan dari hukum formal dan
rasional yang dipegang oleh pemimpin.
Legitimasi sosiologis menyangkut proses interaksi dalam masyarakat yang
menghasilkan sebuah kepercayaan kepada seseorang untuk memimpin mereka. Selanjutnya
legitimasi etis melihat dasar-dasar kekuasaan itu dari sudut norma-norma moral maksudnya
adalah meletakkan prinsip-prinsip moral diatas kekuasaan yang ada. Ciri-ciri legitimasi etis
yang pertama adalah setiap persoalan yang menyangkut manusia hendaknya diselesaikan
secara etis termasuk persoalan kekuasaan. Kedua legitimasi etis berada di belakang setiap
tatanan normatif dalam perilaku manusia maksudnya menjadi penopang aturan-aturan
hukum yang ada dalam masyarakat.
B. Legitimasi Kekuasaan Negara Menurut Beberapa Pemikir
Pemerintahan mempunyai fungsi kontrol politis pada waktu tertentu. Kedaulatan
memiliki dua aspek yaitu adanya kebebasan eksternal maupun otoritas internal. Negara
adalah satu-satunya pihak yang berhak menentukan keputusan, walaupun sering bersikap
sewenang-wenang tetapi harus dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa pemikiran dari
filsuf dan ahli kenegaraan mengenai persoalan kekuasaan negara ini.
1) Plato
Plato mempunyai pemikiran bahwa orang yang bijaksana adalah yang berhak
memimpin masyarakat lainnya, tetap dengan mencegah oligarki agar mereka tidak
Etika Administrasi Publik | 14
menguasai keinginanya sendiri. Pemikiran Plato ini kurang sesuai dengan keadaan
sekarang, karena lebih sesua dengan kondisi penduduk sekitar 50.000 orang.
2) Thomas Aquinas
Pemikir ini berusaha mendobrak keasyikan masyarakatnya dengan tempat mereka
dalam kota manusia, hal-hal dunia dan pemikiran material. Masalah keadilan diterjemahkan
kedalam dua bentuk yaitu keadilan yang timbul dari transaksi-transaksi seperti pembelian
penjualan yang sesuai dengan asas distribusi pasar, dan kedua menyangkut pada pangkat
yang diberikan kepada seseorang. Adapun pembagian jenis-jenis hukum : Hukum Abadi (Lex
Eterna), Hukum Kodrat (Lex Naturalis), Hukum Buatan Manusia (Lex Humana),
3) Thomas Hobbes
Pemkiran Hobbes adalah upaya untuk mengatasi konflik utilitarian. Negasa harus
berkuasa absolut jika tidak ingin negara itu timbul anarki. Hobbes adalah orang yang
pertama kali menyatakan paham positivisme hukum, hukum diatas segala-galanya, sesuatu
dianggap adil apabila sesuai dengan undang-undang. Tetapi kelemahannya ia tidak melihat
bahwa manusia tidak hanya ditentukan oleh emosinya tetapi juga dengan pemikiran
rasionalnya, jadi bagaimanapun ancaman dan intimidasi bukanlah pijakan yang kokoh bagi
penguasa.
4) Jean-Jacques Rousseau
Pemikirannya hampir sama dengan Plato yaitu mengajarkan perbaikan cita-cita
rakyat. Rousseau berdasar pada pemikiran bahwa manusia itu baik. Kepentingan individu
yang menyimpang dari kepentingan umum adalah salah, dan kebebasan itu justru pada
kesamaan yang terbentuk dalam komunitas. Kelemahannya adalah tidak setiap individu
mempunyai iktikad baik serta bersedia menyerahkan kebebasan individu demi kebaikan
umum.
C. Gagasan tentang Demokrasi
Demokrasi adalah suatu siste pemerintahan di mana kekuasaan terletak pada
mayoritas rakyat dan pelaksanaannya dilakukan melalui wakil-wakil terpilih yang
dilaksanakan dalam konteks jaminan atau hak-hak minoritas. Ungkapan untuk menggabarkan
demokrasi ialah goverment of people, by people, for people.
Etika Administrasi Publik | 15
Demokrasi mengajarkan kepada setiap warga negara untuk senantiasa terlibat
dalam pemerintahan dengan penalaran dan antusiasme mereka. Kendatipun demokrasi
memiliki beberapa cacat, pengalaman menunjukkan bahwa dalam jangka panjang cacat-
cacat tersebut tidak berbahaya jika dibandingkan dengan cacat-cacat yang terdapat pada
bentuk-bentuk peerintahan otokratis.
Berlangsungnya sistem demokrasi secara memuaskan diperlukan beberapa
prasyarat tertentu, antara lain para pemilih yang terdidik, perasaan bernegara diantara para
warga negara, kesempatan yang luas untuk embicarakan isu-isu kenegaraan, keharusan
untuk memilih orang-orang yang berwatak baik dan terlatih dalam menangani urusan-
urusan publik, kebebasan untuk melaksanakan reformasi perangkat dan pranata
pemerintahan, serta distribusi kemakmuran yang lebih merata.
D. Birokrasi: Konsep, Tujuan, dan Model
Birokrasi sesungguhnya dimaksudkan sebagai sarana bagi peerintah yang berkuasa
untuk melaksanakan pelayanan publik sesuai dengan aspirasi masyarakat. Birokrasi adalah
tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang
besar dengan cara mengoordinasi secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang.
Dasar dari legitimasi birokrasi dalam struktur pemerintahan ialah penerapan
pengetahuan, rasionalitas, dan tekhnologi. Birokrasi menjadi satu-satunya yang lebih peka
terhadap penerapan manajemen yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Berikut ada beberapa pemahaman yang lazim dianut tentang birokrasi: Inefisiensi
Organisasi, Kekuasaan atau Pemerintahan yang Dijalankan Pejabat, Administrasi
dalam Organisasi Negara, Masyarakat Modern, Organisasi Rasional
Konsep birokrasi yang begitu beragam acapkali mengakibatkan kekeliruan orang
dalam membahas mengenai birokrasi. Konsep birokrasi terutama mengacu pada organisasi
rasional yang menerapkan manajemen ilmiah. Pandangan secara skeptis mengenai birokrasi
juga hendaknya dihilangkan sehingga setiap analisis ilmiah dapat diungkapkan secara
netral.
Terdapat tiga hal yang merupakan alasan pentingnya birokrasi, yakni:
Etika Administrasi Publik | 16
1) Adanya pluralisme politik, yang disebabkan oleh adanya diferensiasi pola
kehidupan masyarakat
2) Adanya proses konsentrasi, yang disebabkan oleh begitu banyaknya tugas finansial
yang memerlukan pemeliharaan gerak langkah birokrasi dengan sistem
pertanggungjawaban yang pasti.
3) Adanya kompleksitas teknologi, yang menghendaki dibuatnya pola-pola rasional
yang telah menjadi ciri khas birokrasi
Corak birokrasi di tiap-tiap negara berbeda sesuai dengan yang sesungguhnya
mereka kehendaki. Beberapa model birokrasi antara lain sebagai berikut : Model Tradisional,
Model birokrasi yang terpengaruh sistem kolonial, Model Birokrasi Rasional.
Setiap model birokrasi memiliki nilai-nilai tersendiri yang harus diataati. Jika
dikembalikan kepada nilai-nilai etis, nilai-nilai kebajikan yang terdapat dalam proses
adminitrasi itu mestinya bersifat universal dan berlaku buat siapa saja. Yang diharapkan
adalah bahwa setiap birokrat akan senantiasa mawas diri serta melihat tindakan-tindakannya
dari susdt etis universal tersebut.
E. Wibawa Birokrat
Di dalam birokrasi terdapat berbagai gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh para
birokrat. Secara umum ada tiga macam yaitu gaya otoriter, gaya demokratis, dan gaya
kepemimpinan yang bebas. Gaya demokratis dianggap memiliki lebih banyak segi positif
dalam birokrasi. Bagaimana pun kepemimpinan yang terlalu ketat dan terlalu longgar kurang
begitu baik.
Tiap negara memiliki majelis Permusyawaratan Rakyat atau sejenisnya untuk
menampung berbagai kepentingan yang kemudian dirumuskan sebagai kepentingan umum
(public interest). Rakyat juga memilih seorang kepala negara untuk menjalankan roda
pemerintahan. Kepala negara mempunyai kekuasaan tertinggi untuk mengendalikan
kebijakan dan dalam pengambilan keputusan, baik keputusan politis maupun administratif.
Birokrasi memiliki sistem pertanggungjawaban hierarkis yang bermuara pada
lembaga perwakilan rakyat. Sementara itu, untuk melaksanakan tugas-tugasnya birokrat
diberi kekuasaan untuk bertindak sesuai peraturan perundangan yang ada. Namun harus
selalu diingat, bahwa sumber dari keleluasaan tindakan (direction) itu adalah rakyat, sehingga
wibawa birokrat hanya akan bisa dijamin sejauh ia mementingkan kepentingan rakyat.
Etika Administrasi Publik | 17
F. Filsafat Normatif bagi Administrator
Selain harus memenuhi persyaratan intelegensia, kemampuan pengambilan
keputusan, wawasan ke depan dan sebagainya, para administrator harus harus mempunyai
landasan normatif yang terkandung dalam nilai-nilai moral. Nilai moral inilah yang akan
menentukan bagaimana masyarakat menaati ketentuan lembaga pemerintahan, apakah hanya
karena hukum formal dan kedudukan pejabat yang tinggi, ataukah karena masyarakat
memang mencintai para pemimpin dan pejabat karena earifan dan keluhuran budi dan tingkah
laku mereka.
Seorang administrator yang baik harus berani, sederhana, mempunyai kebanggaan,
jujur, cerdas, dan ramah. Hal ini penting karena ia menjadi cermin masyarakat dan selalu
berhubungan dengan masyarakat luas.
Selanjutnya landasan normatif yang tidak kalah penting adalah kesediaan para
administrator untuk mempertanggungjawabkan tindakan, putusan, dan kebijakan yang
dibuatnya. Alternatif tindakan dalam birokrasi negara seringkali menghadapkan
administrator kepada pilihan yang sulit. Meskipun demikian, mereka tetap harus berani
memilih salah satu alternatif untuk dilaksanakan, apa pun konsekuensinya. Ini harus
disadari karena pada dasarnya pemecahan setiap masalah merupakan proses pemilihan
alternatif.
Administrator diberi hak untuk mengambil kebijakan berdasarkan pemikiran
rasional dan pengalaman yang dimilikinya. Pertimbangannya agar keputusan yang diambil
dapat lebih cepat, namun para administrator kurang menyadari bahwa mereka mengemban
tugas yang berat, bahkan mereka sering mengambil keputusan yang bukan hasil dari
pemikiran rasional. Maka terdapat pertanggungjawaban administratif maupun
pertanggungjawaban politik juga.
Secara rinci Korten mengemukakan ciri-ciri program pembangunan pada negara
berkembang sebagai berikut :
a. Ketergantungan pada organisasi birokrasi terpusat
b. Investasi yang tidak memadahi dalam proses pengembangan kemampuan komunitas
c. Perhatian yang kurang dalam menangani keanekaragaman masyarakat
d. Tidak cukupnya integrasi antara komponen teknis dengan sosial
Etika Administrasi Publik | 18
Rumusan yang terdapat dalam GBHN menyebutkan bahhwa, pembangunan
nasional mengutamakan tercukupinya kebutuhan materi, sistem ekonomi yang sehat, taraf
hidup masyarakat yang lebih baik, terbinanya watak warga negara, berkepribadian,
memiliki rasionalitas dan visi kedepaan dan mempunyai nilai moral senagai berikut :
kebebasan, persamaan, Demokrasi dan partisipasi, keadilan sosial dan pemerataan.
2. KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG
KONSEKUENSI MORAL
Sesuai dengan judul diatas, bab ini akan membahas ukuran-ukuran normative yang
terdapat dalam interaksi antara penguasa, penyelenggara atau administrator negara dengan
rakyat atau masyarakat umum,serta bagaimana seharusnya kebijakan-kebijakan publik itu
dilaksanakan.
A. Keadilan Sosial
Nilai keadilan sosial ingin dicapai dengan tujuan tersusunnya suatu masyarakat yang
seimbang dan teratur sehingga masyrakat bisa membangun hidup yang layak dan mereka
yang lemah mendapatkan bantuan.
Selain itu, negara kesejahteraan juga terancum pada dasar-dasar hukum negara kita
antara lain:
1. Pembukaan UUD 1945 ( memajukan kesejahteraan sosial serta mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
2. Pasal-pasal UUD 1945
3. Garis-garis Besar Haluan Negara
Kebijakan-kebijakan publik harus menjamin pemerataan sumber-sumber daya yang
terdapat di suatu negara dan mementingkan kelompok yang tidak mampu. Ini perlu
diperhatikan karena kebijakan publik acapkali bias kepada orang yang berkedudukan dan
mempersulit masyarakat jelata.
Eksekutif puncak telah mennyadari pentingnya ide keadilan sosial dalam kebijakan-
kebijakan strategis sehingga pemerinta kemudian menggariskan rumusan delapan jalur
Etika Administrasi Publik | 19
pemerataan bagi proyek-proyek pembangunan di Indonesia yakni: (1) pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak; (2) pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan dan pelayanan kesehatan; (3) pemerataan distribusi pendapatan; (4) pemerataan
kesempatan kerja; (5) pemerataan pembangunan; (6) pemerataan partisipasi dalam
pembangunan; (7) pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh tanah air; (8)
pemerataan kesempatan memperoleh keadilan hukum.
B. Partisipasi dan Aspirasi Warga Negara
Suatu kebijakan mungkin bertujuan mulia karena jelas-jelas akan bermanfaat untu
kepentingan umum. Namun karena pelaksanaannya pada birokrasi yang brejenjang
seringkali terjadi pula pergeseran dan penyimpangan arah kebijakan tadi.
Para birokrat harus senantiasa memperhatikan aspirasi-aspirasi masyarakat dan
harus mendukung partisipasi seluruh unsure kemasyarakatan agar para birokrat tidak
kehilangan wibawanya dalam melaksanakan kebijakn-kebijakannya. Setidak-tidaknya ada
dua alasan ada dua alasan sistem partisipatoris dibutuhkan dalam negara demokratis.
Pertama ialah bahwa sesungguhnya rakyat sendirilah yang paling paham mengenai
kebutuhannya. Kedua adalah kenyataan bahwa pemerintahan yang modern cenderung
semakin meluas dan kompleks, birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali.
Membengkaknya birokrasi telah mengakibatkan para warga negara kehilangan pemahaman
mereka tentang bagaiamana caranya memengaruhi sebuah keputusan.
C. Masalah Lingkungan
Para birokrat menanggung kewajiban moral yang besar terhadap masalah-masalah
lingkungan karena merekalah yang memiliki kuasa untuk menentukan pengaturan proyek-
proyek industri, perizinan lokasi, atau memberi sanksi- sanksi yang dijatuhkan bagi
pencemar lingkungan. Namun pada kenyataannya, masih banyak birokrat yang kurang
memperhatikan masalah lingkungan dan orang banyak. Banyak kasus-kasus yang menimpa
masyarakat akibat lingkungan yang tercemar, namun pada akhirnya kasus tersebut hilang
tanpa penyelesaian yang jelas dan benar.
Banyak sekali kasus-kasus pencemaran lingkungan yang sudah terjadi, diantaranya
yaitu penyakit gatal-gatal dan sesak napas akibat pencemaran lingkungan dari Perusahaan
Pemotongan Ayam (PPA), penyakit gatal-gatal karena terkena limbah dari tiga pabrik yang
berlokasi di desa Rawa Kalong Satria, Tambun, Bekasi. Melihat kasus-kasus ini, tampak
Etika Administrasi Publik | 20
bahwa kesadaran etis sangat penting bagi aparatur pemerintah agar kepentingan rakyat
benar-benar menjadi prioritas.
Pemerintah dalam hal ini haruslah tegas menerapkan peraturan-peraturan yang ada.
Masalah yang kita hadapi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan manusia, menjaga
akselerasi pertumbuhan ekonomis, dan sekaligus menyerasikannya dengan pelestarian
flora dan fauna untuk keselamatan manusia. Perencanaan pembangunan harus
dilaksanakan dengan menimbang segala aspek yang terkait. Banyak cara yang dapat
digunakan untuk mengindari terjadinya pencemaran lingkungan setelah memakai atau
menggunakan alam sebagai suatu proyek, sehingga harus benar-benar dapat dilakukan
perbaikan-perbaikan dengan cara-cara yang tepat untuk menyeimbangkan antara
penggunaan dan perbaikannya. Selain itu sanksi- sanksi bagi pihak-pihak yang melakukan
tindakan pencemaran haruslah dapat ditegakkan, agar tidak terjadi berulang-ulang yang
mengakibatkan kehancuran yang semakin tinggi di lingkungan kita.
D. Pelayanan Umum
Sejak kita masih didalam kandungan kita sudah berhubungan dengan aktivitas
birokrasi pemerintah, puskesmas, TK, SD, SMP, SMA, hingga ke perguruan tinggi. Selain
lingkungan pendidikan, dalam hal pembuatan KTP, pembayana Listrik ke PLN air minum
ke PAM dan lain sebagainya merupakan suatu aktivitas yang melibatkan interaksi dengan
birokrasi pemerintah.
Namun pada kenyataannya, kita dapat merasakan bahwa perhatian biroktrat
terhadap publik semakin berkurang dan hingga menipis khusunya terhadap kepentingan
publik. Kecenderungan lain yang melekat di dalam birokrasi adalah kurang diperhatikannya
asas keterjangkauan dan pemerataan dalam pelayanan.
Langkah-langkah debirokratisasi merupakan hal yang tidak bisa ditunda-tunda lagi,
dan pelaksanaannya pada jajaran aparat pemerintah hendaknya dijaga konsistensinya.
Prosedur yang kaku hendaknya dihapus sehingga suasana kerja akan mendukung
berkembangnya inovasi dan perubahan yang menuju peningkatan kualitasa pelayanan.
Perlu diingat, bahwa swastanisasi sektor-sektor pelayanan publik itu bukan berarti bahwa
pemerintah harus lepas tangan dalam urusan-urusan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.
E. Moral Individu atau Moral Kelompok
Etika Administrasi Publik | 21
Admnistrasi yang bertalian dengan penyelenggaraan pemerintahan merupakan
bidang kegiatan yang cukup rawan terhadap berbagai penyalahgunaan kekuasaan, jabatan,
dan tindakan, sehingga diperlukan pengkajian makna filosopis yang lebih dalam di
belakang tindakan setiap administrator.
Tugas pegawai Negara tidak bisa disebut mudah. Setiap orang yang menerima
pekerjaan harus bersedia menerima tanggung jawab dan konsekuensi atas pekerjaan yang
dilakukan. Sebagai pegawai Negara tanggung jawab administrator adalah memastikan
masyarakat puas terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga diperlukan
cara mengambil tindakan dan keputusan yang baik.
Saat ini, Citra pengawai Indonesia masih belum baik. Masyarakat menilainya
dengan skala tidak berkompeten dan cukup berkompeten. Barangkali masyarakat tidak
akan menilai terburu-buru apabila tahu betapa sulit posisinya di dalam masyarakat maupun
organisasi. Pegawai Negara juga harus menghadapi dilema terkait aturan dan prosedur
yang ada di dalam organisasi yang akhirnya mempengaruhi cara birokrator mengambil
tindakan dan keputusan.
Dari penjelasan di atas muncul pertanyaan menyangkut posisi normatif yang harus
diikuti oleh aparatur Negara. Apakah nilai moral individu atau kolektif. Moral individu
mengisyaratkan seseorang untuk mengikuti norma yang telah ada. Sementara itu, moral
kolektif terbentuk karena tergabungnya pertanggungjawaban atas individu di dalamnya.
Moral kolektif punya kewajiban moral yang bersifat procedural, sehingga tindakan yang
dilakukan individu tergantung pada procedural yang ada.
F. Pertanggungjawaban Administrasi
Pengambilan keputusan dalam organisasi peublik melibatkan banyak orang. Kaitan
pertanggungjawaban meliputi berbagai corak organisasi dan kelompok masyarakat.
Pertanggungjawaban biasanya diartikan sebagai proses yang menyangkut tindakan,
keputusan sehingga ia menerima hak dan kewajiban serta sanksi yang menjadi
konsekuensinya. Di dalam Administrasi Publik ada tiga konotasi pertanggung jawaban,
yaitu ; 1) Pertanggungjawaban sebagai akuntabilitas, 2) Pertanggungjawaban sebaga sebab-
akibat, 3) Pertanggungjawaban sebagai kewajian.
Pertangggungjawaban birokratis adalah mekanisme untuk mengelolah kehendak
lembaga Negara. Fungsi sistem ini ada dua yaitu ; 1. Keharusan untuk mengikuti
Etika Administrasi Publik | 22
‘’perintah’’ tidak dipertanyakan lagi, 2. Suatu pengawasan untuk menentukan prosedur
dan aturan yang berlaku. Pertanggungjawaban legal juga melibatkan control yang terus
menerus namun berlandaskan pada keterkaitan pihak-pihak di luar lembaga dan anggota
organisasi. Dalam istilah pembuat kebijakan, pihak luar adalah ‘’pembuat undang-undang’
sedangkan administrator publik ‘’pelaksana’’.
Pertanggungjawaban professional dicirikan oleh penempatan control atas
aktivitas-aktivitas organisasional di tangan para pejabat yang punya kepakaran atau
keahlian dalam melaksanakan suatu pekerjaan, sehingga kunci dari sistem ii adalah
diferensiasi keahlian dalam lembaga tersebut. Sedangkan di dalam Pertanggungjawaban
politis, daya tanggap menjadi karateristiknya. Daya tanggap pemerintah terhadap respon
masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan yang ada. Sistem ini dapat berfungsi sebagai basis
bagi suatu pemerintahan yang terbuka dan representatif.
3. PENYAKIT DAN PERMASALAHAN BIROKRASI, SERTA PERLUNYA
ETIKA ADMINISTRASI
Seperti yang sudah sudah, kita ketahuii bersama bahwa daalam menjlankan tugasnya sebagi
abdi negara, pejabat negara seringkali tidak dapat meembedakan antara kepentingaan
pribadi, kelompok, partaai, golongan, atau kepentongan masyarakkat. Ini mengakibatkan
munculnya kebijakan kebijakan yang bertentangan deedngaan norma etika ataupun norma
hukum.
Fippo merumuskan 10 tindakan penyalahgunaan wewenang yang mungkin dilakukan
oleh pegawai negara selama masa baktinya.
1. Ketidakjujuran
2. Perilaku yang buruk.
3. Konflik kepentingan
4. Melanggar peraturan perundangan.
5. Perilaku yangtida adil terhadap bawagab.
6. Pelanggaran terhadap prosedurl
7. Tidak menghormati kehrndak pembuat perundangan..
8. Inefisiensi atau pemborosan.
9. Menutup nutupi kesalahan.
Etika Administrasi Publik | 23
10. Kegagalan mengambil prakarsa
Untuk itu perlunya administrator yang memiliki etika yang baik. Karena dengan
etika yang baik maka roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik serta kemajuan
ekonomi dapat tercapai dengan mudah .
BAGIAN III
TEORI ETIKA - MORAL
1. FILSAFAT MORAL
Etika Administrasi Publik | 24
Dalam sejarah filsafat terdapat banyak sistem etika, namun disini hanya
diperkenalkan beberapa pandangan yang pernah dikemukakan dan berpengaruh terus
sampai sekarang (dari zaman kuno-modern).
1) Hedonisme
Pandangan ini sudah muncul sejak awal sejarah filsafat. Hedone dalam Bahasa
Yunani adalah Kesenangan. Dalam filsafat Yunani, hedonisme sudah dikemukakan oleh
Aristippos dari Kyrene (sekitar 433-355 SM) bagi Aristippos kesenangan itu bersifat badani
belaka karena hakikatnya tidak lain daripada gerak dalam badan.
Yang lain dilanjutkan oleh filsuf Epikuros (341-270 SM) seorang yang memimpin
sebuah sekolah filsafat di Athena. Epikuros melihat kesenangan sebagai tujuan kehidupan
manusia. Pengertian kesenangan menurutnya lebih luas dibandingkan Aristippos, Epikorus
dalam menilai kesenangan kita harus memandang kehidupan sebagai keseluruhan termasuk
juga masa lampau dan masa depan.
2) Eudimonisme
Pandangan ini berasal dari Filsuf Yunani besar, Aristoteless (384-322 SM) dalam
bukunya Ethika Nikomakheia ia mulai menegaskan bahwa dalam setiap kegiatannya harus
mulai menegaskan bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan.
Aristotles beranggapan tidak semua hal bisa diterima sebagai tujuan akhir.
Menurutnya, seseorang mencapai tujuan terakhir dengan menjalankan fungsinya dengan
baik.,jika manusia menjalankan fungsinya dengan baik , ia juga mencapai tujuan
terakhirnya atau kebahagiaan
3) Utilitarisme
Utilitarisme Klasik
Utilitarisme klasik, aliran ini berasal dari tradisi pemikiran moral di UK dan
kemudian berpengaruh keseluruh kawasan yang berbahasa inggris. Bentham menekankan
Etika Administrasi Publik | 25
bahwa umat manusia menurut kodratnya ditempatkan di bawah pemerintahan dua penguasa
yang berdaulat (ketidaksenangan dengan kesenangan).
Utilitarisme disempurnakan dan diperkokoh oleh Filsuf Inggris besar, John Stuart
Mill (1806-1873) dalam bukunya Utilitarianism (1864) ada 2 pendapatnya, yakni:
Mengkritik pendapat Bentham bahwa kesenangan dan kebahagiaan diukur secara
kuantitatif, menurutnya kualitas juga perlu dipertimbangkan karena kesenangan ada
yang lebih tinggi mutunya dan ada yang lebih rendah.
Kebahagiaan yang menjadi norma etis adalah kebahagiaan semua orang yang terlibat
dalam suatu kejadian.
Menurut Mill sendiri everybody to count for one, nobody to count for more than one.
Dengan demikian suatu perbuatan dinilai baik, jika kebahagiaan melebihi
ketidakbahagiaan dimana kebahagiaan semua orang yang terlibat dihitung dengan cara
yang sama.
Utilitarisme Aturan
Toulmin dan kawan-kawannya menegaskan bahwa prinsip kegunaan tidak harus
diterapkan atas salah satu perbuatan (sebagaimanadipikirkan dalam utilitarisme klasik),
melainkan atas aturan-aturan moral yang mengatuir perbuatan-perbuatan kita.
4) Deontologi
Deontologi Menurut I.Kant
Menurut Kant, yang bias disebut baik dalam arti sesungguhnya adalah kehendak
yang baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Kata Kant, suatu
perbuatan bersifat moral, jika dilakukan semata-mata “karena hormat untuk hukum moral”.
Dengan hukum moral dimaksudkannya kewajiban.
Inti deontologi ini cocok dengan pengalaman moral kita, terutama sebagaimana
tampak dalam hati nurani
Pandangan W.D. Ross
Etika Administrasi Publik | 26
Seorang filsuf inggris abad ke-20 william david ross (1877-1971) mengusulkan
jalan keluar yang menarik dari kesulitan semacam itu. Ross jugamenerima teori deontologi,
tapi ia menambah sebuah nuansa yang penting. Kewajiban itu selalu merupakan kewajiban
prima facie (pada pandangan pertama), artinya, suatu kewajiban untuk sementara, dan
hanya berlaku sampai timbul kewajiban lebih penting lagi yang mengalahkan kewajiban
pertama tadi.
Menurut Ross, setiap manusia mempunyai intuisi tentang kewajiban-kewajiban itu,
artinya, semua kewajiban itu berlaku langsung bagi kita. Tapi kita tidak mempunyai intuisi
tentang apa yang terbaik dalam suatu situasi konkret. Untuk itu perlu kita pergunakan akal
budi.
Setelah kita mempelajari beberapa system etika yang penting dalam sejarah filsafat,
dapat kita simpulkan bahwatidak ada satu sistempun yang sama sekali memuaskan.
Disamping segi-segi yang menarik, setiap system ada kelemahan juga. Hal itu berlaku juga
untuk dua system yang paling berbobot dalam sejarah filsafat modern. Utilitarisme dan
deontologi. Karena itu dalam filsafat moral dewasa ini sebenarnya tidak ada lagi
utilitarisme murni atau deontology murni.
2. KONSEP MORALITAS BAGI ADMINISTRASI
a. Dasar Percaya Sosial
1) Realitas Negara
Banyak ahli teori kontrak sosial telah berspekulasi tentang suatu hipotesis “keadaan
alam bebas”, yaitu suatu keadaan tiadanya negara. Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam
masyarakat yang telah memiliki sebuah himpunan lembaga untuk membantu atau merugikan
kita, yang telah memiliki undang-undang dan sejumlah petugas penyelenggara undang-
undang untuk melindungi atau menekan kita.
2) Dilema-dilema Penerimaan
Negara yang secara relatif terbuka bagi diskusi, kritik, dan pengaruh yang mengarah
ke perubahan adalah jauh lebih layak diterima daripada negara yang tertutup bagi hal-hal
Etika Administrasi Publik | 27
semacam itu. Di negara semacam itu kita bisa melakukan usaha-usaha semampu kita untuk
menjalankan negara tersebut menurut arah yang kita setujui. Dengan menggunakan prosedur-
prosedur dan mekanisme mekanisme yang disediakan oleh negara itu.
Mencoba merubah negara lewat peraturan-peraturan yang diberikan oleh negara itu
sendiri, misalnya dengan mengutarakan pendapat karena adanya peraturan yang mengizinkan
kebebasan berbicara atau dengan mengerahkan tekanan politik karena adanya peraturan yang
membuka jalan untuk itu.
3) Pembangkangan Sipil
Tidak pembangkangan sipil merupakan pelanggaran atas hukum yang dilakukan atas
dasar-dasar moral. Tindak pembangkangan sipil dirancang untuk mengimbau hati nurani atau
pengertian politik dari mereka-mereka yang memiliki kekuasaan atau dari mereka-mereka
yang bisa menjadi pendukung dengan tujuan mengubah pengaturan-pengaturan yang tengah
mereka protes itu.
Tindakan Pembangkalan sipil dibedakan menjadi 3 :
a) tindak pembangkangan sipil yang melanggar undang-undang yang sekarang ini
berlaku sah dan dilakukan oleh orang-orang yang yakin bahwa tindak
pembangkangan yang dilakukan mereka itu akan dianggap sah di dasawarsa
mendatang
b) orang melanggar atau memprotes sebuah undang-undang yakin sepenuhnya bahwa
undang-undang yang bersangkutan masih berlaku dan tidak akan dianggap tidak
konstitusional dalam waktu dekat
c) Pembangkangan jenis ketiga, pelanggaran yang dilakukan atas undang-undang yang
bersangkutan sepenuhnya identik.
4) Pemogokan Publik
pemogokan merupakan sebuah tindakan kolektif. Seorang individu yang bertindak
sendirian tidak dapat melakukan pemogokan. Penolakan, haruslah dinyatakan dengan cara
menghambat kerja unit politik yang sedang “diserang: dan, kadang-kadang, dengan cara
membangkang terhadap berbagai ketentuan-ketentuan hukum unit politik itu.
Etika Administrasi Publik | 28
Contoh tindakan pemogokan publik : ialah memblokir pintu gerbang masuk gedung-
gedung pemerintah, menganggu dengan sengaja kegiatan-kegiatan militer atau kegiata-
kegiatan industri pertahanan
5) Kekerasan
Jika kita mengadakan perlawanan bersenjata secara besar-besaran, dan melakukan
pembangkangan sipil yang dirancang untuk menghancurkan negara yang bersangkutan,
dalam upaya menggulingkan negara itu lewat kekerasan, maka disini kita tidak lagi
menerima negara itu. Kita menyangkal haknya untuk ada sebagai sebuah negara.
6) Negara dan subsistem-sistemnya
Bisa disimpulkan bahwa keputusan yang dibuat oleh negara didasarkan pada
sebagian saja dari semua argumen yang sebetulnya relevan seandainya kita membuat
pertimbangan moral bahwa keputusan yang dibuat oleh negara itu absah dari segi moral
dalam pengertian komprehensif.
b. Menerima – menolak negara.
konsep kebebasan versi Gerald MacCallum ini adalah konsep yang berpandangan
bahwa kebebasan ialah tiadanya hambatan-hambatan luar, agar bisa bebas.
C.B.Macpherson menyatakan : Kebebasan ialah tiadanya hambatan- hambatan
manusia Hambatan-hambatan ini mencakup tidak saja pemaksaan oleh seorang terhadap
seseorang, dan campur tangan langsung terhadap kegiatan-kegiatan individu ole masyarakat
atau Negara.
1) Hak-hak Atas Kebebasan
Mungkin ada gunanya kita melihat kebebasan dari segi ketergantungan yaitu sebuah
paham yang jauh lebih luas daripada kebebasan dari campur tangan seperti yang
dimaksudkan oleh kebebasan negative yang baku.
Untuk menjamin bahwa orang-orang dalam masyarakat kontemporer ini benar-
benar memiliki kebebasan yang merata, kita tidak boleh menafsirkan kebebasan hanya
dalam pengertian negative tradisional itu, melainkan harus memeprluas kebebasan sampai
mencakup kebebasan untuk hidup, untuk bekerja, dan untuk mengembangkan diri.
Etika Administrasi Publik | 29
2) Kekuasaan dan Hukum Amerika Serikat
Konsistusi menetapkan dalam amandemen ke 14 perlunya disediakan “perlindungan
merata oleh undang-undang”. Hal ini telah mendorong Mahkamah Agung mengeluarkan
keputusan-keputusan yang menganggap berbagai campur tangan sebagai tidak
konstitusional. Contohnya :
Tidak diperbolehkannya orang kulit hitam menjadi anggota juri di pengadilan
Diberlakukannya sterilisasi wajib bagi penjahat
Tidak diperbolehkannya orang asing menjadi advokat
3) Kaum Libertarian dan Kaum Anarkis
Kaum Libertarian kontemporer menyatakan bahwa mereka adalah kampiun
kebebasan.Berdasarkan pandangan Nozick, tentang kebebasan, pemerintah yang paling baik
adalah pemerintah yang memerintah paling sedikit.
Kaum konservatif berpandangan yg bisa memptahnkn kebebabasan dr campur tangan
pemerintah adalah mereka yang meiliki kemandirian ekonomi (modal)
4) Masa Depan Kebebasan
Kita perlu mendorong kebebasan dlm sebuah periode transisi, kekuasaan besar pemerintah
itu untuk berbuat sesuatu guna menjamin kebebasan yg positif yang cukup memadai bagi
kaum kurang beruntung namun untuk jangka panjang kita mungkin lebih bisa
mengaharapkan datangnya kemajuan dari tumbuhnya tanggung jawab individual dari pada
membiaknya mekanisme-mekanisme birokratis dan pemerintahan
c. Hak atas kebebasan yang sama.
David Easton, seorang ahli terkemuka dalam teori sistem politik, menawarkan
deskripsi berikut ini: sistem politik adalah sistem perilaku yang bersifat paling merangkum
dalam masyarakat dan bertujuan mengalokasikan nilai-nilai secara berwenang. Tetapi
istilah “berwenang” ini menurut Easton adalah istilah yang bersifat deskriptif murni dan
mengacu pada sikap-sikap psikologis.
1) Dasar Pembenaran Politik
Etika Administrasi Publik | 30
Dasar pembenaran politik tidak sama dengan dasar pembenaran moral. Keputusan
untuk mengangkat seseorang tertentu bagi jabatan eksekutif atau jabatan administratif perlu
didasarkan pada alasan-alasan yang baik, seperti tindakan.Keputusan-keputusan politik
perlu memandang kedepan, dan dengan mempergunakan dampak-dampak yang mungkin
timbul dari kebijakan yang satu atau kebijakan yang lainnya.
Sasaran moral yang perlu dicapai oleh sistem politik merupakan kepentingan umum.
Hal ini tidak sama dengan keadilan. Kepentingan umum merupakan nilai yang mengumpul
menjadi sebuah jumlah total, sedangkan keadilan bukanlah hal yang seperti itu.
2) Kepentingan Masyarakat dan Kepentingan Umum
Sebagai sasaran akhir, sistem politik perlu berusahan mewujudkan kepentingan
umum dengan cara menghormati hak-hak moral seperti : mewujudkan keadilan, kesamaan,
dan kebebasan. Bilamana kebaikan tidak sepenuhnya bisa dibagi atau tidak sama bagi
semua orang, maka kita perlu menentukan hasil manakah yang lebih baik dan hasil
manakah yang lebih buruk.
Sebuah sistem politik berusaha mewujudkan kepentingan-kepentingan masyarakat,
sistem yang bersangkutan akan menghadapi kekuatan-kekuatan intern bersifat merusak
yang tengah mengancam akan menghancurkan. Meningkatkan kesejahteraan seseorang/
masyarakat tanpa merugikan kesejahteraan orang lain ataupun masyarakat lain merupakan
hasil yang baik.
3) Memaksimumkan Kepentingan
Sebuah sistem politik memberi kuasa kepada orang-orang tertentu untuk mencoba
memutuskan bagaimana cara yang seharusnya untuk mewujudkan kepentingan masyarakat.
Meskipun orang-orang memperoleh kekuasaan itu sering kali mengambil tindakan
tepat dengan mempertimbangkan kelebihsukaan kelompok mayoritas. contoh : Mayoritas A
lebih menyukai X” bahwa “X merupakan sasaran terbaik dari segi moral yang harus
diusahakan pencapaiannya” atau bahkan “X merupakan kepentingan umum.
4) Kebaikan Masyarakat
Etika Administrasi Publik | 31
Landasan bagi pilihan politik individual, sebagaimana halnya landasan bagi pilihan
politik kolektif, tidak boleh hanya kepentingan pribadi, melainkan juga evaluasi tentang hal
yang terbaik.
Sebuah pernyataan empiris lain menjelasakan : pandangan bahwa pemerintah
menerima dukungan dan tututan sebagai masukan dari lingkungannya, Yang selanjut
pemerintah menyediakan keluaran (output) berupa keputusan-keputusan berwenang, yang
kemudian menjadi umpan balik dalam bentuk dukungan baru dan tuntutan baru bagi
pemerintah.
5) Pilihan Rasional dan Pemerintah yang Mewakili Kepentingan Masyarakat
Teori pilihan rasional telah menyebabkab adanya anjuran normatif bahwa
pemerintah perlu bertindak untuk melayani pilihan rasional para warga negara. Berdasarkan
penafsiran baku tentang rasionalitas, teori ini memiliki kekurangan,yaitu munculnya
Egoisme, pertentangan, dan runtuhnya rasa saling menghormati.
Berusaha mewujudkan kepentingan diri sendiri dengan cara rasional biasanya akan
menyebabkan orang yang bersangkutan memihak sikap-sikap tetentu, memberikan suara
bagi calon-calon tertentu, dan mendukung kelompok-kelompok kepentingan tertentu.
6) Pertanggungjawaban Pembuat Undang-undang
Salah satu cara terbaik untuk mengevaluasi kerja para politisi dan pembuat undang-
undang ialah dengan memakai paham pertanggungjawaban.
Para pembuat undang-undang harus memberi bobot lebih besar kepada tuntutan
moralitas daripada kepada keinginan-keinginan mendadak para pemilih merek, meskipun
mereka tahu bahwa untuk dapat tetap menduduki jabatan pembuat undang-undang pada
periode berikutnya mereka harus menjalani proses pemilihan kembali.
Dewan pembuat undang-undang memiliki tanggungjawab khusus mencari apa yang
menjadi kepentingan masyarakat, yang seringkali bertentangan dengan kepentingan
individual.
Kepentingan-kepentingan kebudayaan dari kelompok minoritas kecil, misalnya,
seringkali perlu diusahakan pencapaiannya biarpun kepentingan-kepentingan ini mungkin
tidak menyenangkan kelompok mayoritas.
Etika Administrasi Publik | 32
Adalah tanggung jawab dewan pembuat undang-undang untuk mempermudah,
mengizinkan, mengatur dan mengendalikan kegiatan ekonomi sedemikian rupa sehingga
kegiatan ekonomi ini memudahkan tercapainya kepentingan masyarakat
7) Pertanggungjawaban Politik
Pertanggungjawaban politik merupakan pertanggungjawaban yang digunakan dalam
membahas dasar-dasar yang perlu dipergunakan oleh pembuat undang-undang (politisi)
untuk membuat keputusan.
Dengan adanya paham pertanggungjawaban politik, diharapan para pembuat
undang-undang tidak hanya berusaha mewujudkan kepentingan masyarakat, melainkan
juga berusaha untuk meyakinkan para pemberi suara bahwa keputusan-keputusan yang
dibuat adalah keputusan yang sehat .
Dalam demokrasi model-model tertentu, memilih pembuat UU untuk membuat
keputusan-keputusan berarti menyerahkan otonomi kita.Hasil dari pandangan semacam itu
akan berupa demokrasi langsung, bukan demokrasi perwakilan. Demokrasi langsung
memungkinkan kita semua untuk memberikan suara dalam semua hal penting.
8) Kasus Energi
Pada masa tertentu, para warga negara perlu mengalami krisis energy supaya
menyadari dan memikirkan secara serius berbagai alternative terhadap pengguna energi
yang boros.
Untuk menjamin kepentingan-kepentingan mereka yang berhak meminta
pertanggungjawaban, misalnya didirikanlah sebuah badan energy pemerintah pusat yg
berfungsi menetapkan patokan untuk mengevaluasi apakah perusahaan minyk menyediakan
dg cara efisien.
Keputusan apapun yang diambil, pembuat undang-undang perlu mengantisipasi
kebijakan manakah yang akan dianggap sebagai kebijakan terbaik oleh para warga negara
yang berhak meminta pertanggungjawabannya
9) Pembuat Undang-Undang dan Spesialisasi Moral
Etika Administrasi Publik | 33
Sebagai pembuat undang-undang, mereka mempunyai tugas moral khusus, yaitu
berusaha mewujudkan kepentingan masyarakat dan memaksimumkan kepentingan yang
bisa dibenarkan dari mereka-mereka yang berhak meminta pertanggungjawabannya itu.
bentuk-bentuk khusus argument moral yang sebaiknya dikembangkan oleh masing-
masing struktur pemerintahan dan struktur masyarakat, dan norma-norma khusus yang
perlu dijadikan pedoman untuk melaksanakan masing-masing peran dalam masing-masing
struktur pemerintahan dan struktur masyarakat
10) Dilema Pembuat Undang-Undang
Dilema pembuat undang-undang adalah dilemma yang timbul bilamana seseorang
pembuat undang-undang berusaha bertindak sendiri secara individual untuk memikul
tanggungjawab lebih besar daripada yang disetujui oleh para pemberi suara atau oleh
kelompok-kelompok kepentingan yang telah mendukung pemilihannya, sementara para
pembuat undang-undang lainnya tidak berbuat demikian.
Strategi terbaik bagi pembuat undang-undang ialah menghindari diri mengambil
pendirian apapun atas sebuah usulan undang-undang supaya usul-usul undang-undang ini
disahkan tanpa campur tangan darinya. Pembuat undang-undang harus bersedia menaruh
kepentingan pribadinya sendiri dibawah kepentingan kolektif.
d. Sasaran Politik
1) Sistem Politik
Sistem Politik merupakan arena pertarungan kekuatan-kekuatan dan kepentingan-
kepentingan politik. Sistem politik mencakup banyak hal lain disamping mekanisme-
mekanisme formal yang dipergunakan untuk menyelenggarakan undang-undang dan
mengambil kebijakan-kebijakan. Sistem Politik mencakup pula ‘gerakan-gerakan’ sosial,
pembangkang yang melangkahi undang-undang, dan ‘pribadi-pribadi’ berpengaruh seperti
para tokoh masyarakat.
Kebebasan merupakan sesuatu yang kita miliki atau tidak kita miliki, tergantung
pada hukum dan keefektifan hukum. Kemudian kemerdekaan adalah sesuatu yang dapat
kita miliki lebih banyak dan lebih banyak lagi. Hukum dapat menjamin sebagian dari
kemerdekaan, tetapi kemerdekaan sebagai perkembangan kreatif dari diri pribadi dan
masyarakat adalah jauh lebih besar daripada yang dapat disediakan oleh hukum.
Etika Administrasi Publik | 34
Hobbes memberikan sebuah formulasi klasik: “Kebebasan, atau Kemerdekaan,”
tulisnya, “berarti tiadanya oposisi; (dimaksudkan ialah sebagai hambatan-hambatan luar
terhadap pergerakan kita)...” Jadi, menurut Hobbes, kita bebas berjalan di jalan jika tak
seorang pun menganggu kita,
2) Kebebasan Negatif dan Positif
Kebebaasan yang dikemukakan oleh Hobbes dan Locke dijadikan konsep baku
dalam tradisi liberal barat itu sering kali dilukiskan sebagai ”kebebasan negatif”. Perbedaan
Kebebasan negatif dan positif ini diperkenalkan kepada banyak orang oleh Isaiah Berlin
dalam artikelnya yang berjudul “Two Concepts of Liberty”,” yang diterbitkan pada tahun
1958.
Kita bebas dari dalam pengertian negatif jika kita bebas dari penahanan oleh pihak
yang berwajib ketika kita mengutarakan pendapat-pendapat kita, bebas dari serangan ketika
kita berjalan-jalan di jalan, bebas dari larangan paksa untuk tidak mengadakan pertemuan
dengan orang lain. Sebaliknya, kebebasan positif adalah bebas untuk melakukan berbagai
hal.
Konsepsi yang jauh lebih memuaskan adalah konsepsi yang ditawarkan oleh Gerald
MacCallum dalam artikelnya yang berjudul “Negative and Postive Freedom,” yang
diterbitkan pada tahun 1967. Menurutnya kebebasan selalu saja merupakan sebuah
hubungan tiga-serangka: kita bebas dari X untuk melakukan Y.
e. Harta, Kekayaan dan Kegiatan Ekonomi.
1) Hak antara Harta Kekayaan
Secara sederhana, harta kekayaan dapat didefinisikan sebagai hak untuk memiliki,
menggunakan, mengatur, membuang, dan menjaga dari gangguan orang lain terhadap suatu
benda. Hak atas Harta Kekayaan dan kepentingan harta kekayaan sering kali kita identik
dengan benda – benda fisik.
Meskipun pemerintah telah mencoba mengatur berbagai dasar hukum yang mampu
menjamin dan melindungi hak atas kepemilikan kekayaan, namun ada beberapa bentuk –
bentuk aturan tradisional yang masih digenggam oleh masyarakat. Secara tradisional, hal
Etika Administrasi Publik | 35
ini menyesatkan karena akan menimbulkan pembagian antara umum dan privat, antara
hukum dan politik, antara kedaulatan dan harta kekayaan.
Maka, agar masyarakat bisa melindungi hak miliknya yang mungkin akan diambil
alaih oleh kekuasaan – kekuasaan pusat, maka pemerintah juga perlu menjamin bahwa
warga negaranya mendapatkan seluruh apa yang dia butuhkan, bukan hanya tentang bahwa
mereka diberikan perlindungan untuk menggenggam erat apa yang dimilikinya tersebut.
dan hak warga negara atas sejumlah kemandirian ekonomi tentu perlu dijamin
kekebalannyaterhadap pemerintah dan terhadap para pemegang kekuasaan ekonomi.
2) Dasar Pembenaran Moral.
Jika kita telah memahami bahwa harta kekayaan adalah seperangkat hak dan
kepentingan, maka akan muncul pertanyaan apakah segala hak dan kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang dapat dibenarkan secara moral.
Hak moral dihasilkan oleh prinsip – prinsip atau peraturan – peraturan moral,
sedangkan hak hukum dihasilkan oleh peraturan – peraturan atau prinsip – prinsip huku.
Hak tidak bersifat mutlak , baik itu hak moral ataupun hak hukum.bila kedua belah hak
salingbertentangan maka kita memerlukan prinsip – prinsip atau peraturan – peraturan
tambahan yang lebih mengunggulkan salah satu jenis hak untuk menentukan prioritas mana
yang perlu didahulukan.
Locke menjelaskan bahwa yang bisa dijadikan dasar bagi hak moral atas hak
kekayaan adalah bahwa kita secara moral berhak memiliki produk dari tenaga kita sendiri.
Selain Locke, ada seorang tokoh yakni Lawrence Becker menyodorkan sebuah formulasi
komplekstentang apa yang bisa dibenarkan dapat ditegaskan sebagai landasan moral untuk
memberikan ganjaran kepada mereka yang telah bekerja menggunakan tenaganya dalam
kondisi – kondisi tertentu.
Jadi, masyarakat menciptakan skema hak atas kekayaan yang diakui dan dijunung
tinggi. hal itu dilakukan dengan alasan – alasan yang bisa dibenarkan oleh dasar – dasar
moral.
3) Kepentingan Atas Harta Kekayaan
Hak dan kepentingan tidaklah sama sehingga keduanya masuk kedua bidang
moralitas yang berbedadan tidak boleh dinilai atas dasar – dasar yang sama. Berbeda
Etika Administrasi Publik | 36
dengan hak, kepentingan tidak perlu dihormati hanya karena dia adalah kepentingan,
melainkan biasana perlu dinilai dengan mempertimbangkan konsekuensi – konsekuensi
yang akan timbul jika kita berusaha mewujudkan kepentingan kita itu.
Kepentingan adalah kebutuhan atau keinginan atau tuntutan mengenai
ditimbulkannya suatu keadaan tertentu, yaitu keadaan yang baik demi sesuatu yang lebih
lanjut. Sedangkan hak adalah izin atas sesuatu hal yang bisa kita lakukan atau miliki atau
yang tidak bisa kita lakukan atau mungkin belum pernah kita lakukan.
4) Kepentingan Pribadi dan Kepentingan Bersama
Menurut Adam Smith, di dalam kegiatan ekonomi, setiap orang pasti akan berusaha
untuk memenuhi kepentingan – kepentingannya untuk kebaikan dirinya sendiri dan orang
banyak meskipun bukan itu tujuannya.
Disamping itu, ada tokoh lain yakni Ricardo dan Marx yang berpendapat bahwa
bilamana semua orang berusaha mewujudkan ekonominya sendiri – sendiri dalam sebuah
sistem yang mengijinkan penumpukan modal dan pencarian laba tak terbatas maka hasilnya
akan sangat berbeda. Pendapat marx ini dapat dijelaskan bahwa dengan memebrikan upah
para pekerja dengan jumlah dibawah yang seharusnya maka para pemilik modal akan
mampu memperkaya diri pribadi dan akan mampu ia gunakan untuk menumpuk modal.
5) Demokrasi Ekonomi
Robert Dahl dan sejumlah pemikir lainnya menyarankan perlunya mendemokrasikan
perusahaan-perusahaan besar dengan cara mengikutsertakan para pegawi dalam
pengambilan keputusan perusahaan.
Gar Alperovitz menyayangkan hal ini dengan adanya kemungkinan bahwa para
pegawai perusahaan besar, hanya mengejar kepentingan sendiri-sendiri dengan cara
merugikan masyarakat luas. Pengaturan pokok bagi perilaku kegiatan ekonomi tidak
mungkin bisa dibenarkan secara moral kecuali di samping berusaha mewujudkan
kepentingan pribadi di bidang ekonomi, pengaturan itu juga memperhitungkan kepentingan
pihak lain.
6) Keadilan Ekonomi
Etika Administrasi Publik | 37
Skema barat yang ortodoks tentang hak atas kekayaan dan kepentingan harta
kekayaan tentu saja bukan skema yang paling bisa dipercaya dan dioertahankan atas dasar-
dasar moral. Ketimpangan paling menyolok pada skema ini tentang hak atas harta kekayaan
dan kepentingan harta kekayaan itu ialah tidak adanya ketentuan integral pada skema ini.
7) Hak-hak Ekonomi dan Kepentingan-kepentingan Ekonomi
Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari hak asasi
manusia. Hak ekonomi, sosial dan budaya mempunyai nilai intrinsik. Hak Ekosob
menciptakan kondisi bagi peningkatan kapabilitas dengan menghapuskan deprivasi. Hak-hak
ini memungkinkan kebebasan untuk menentukan cara hidup yang kita hargai. Potensi
manusia bisa diekspresikan melalui hak-hak sipil dan politik namun pengembangan potensi
tersebut membutuhkan keadaan-keadaan sosial dan ekonomi yang memadai.
8) Kegagalan dan Keberhasilan
Banyak ahli ekonomi dan pemimpin dunia usaha menggambarkan bidang kegiatan
ekonomi sebagai jenis permainan di mana para pelaku bersaing dengan cara yang bersahabat
seperti seakan sedang bertanding dalam sebuah cabang olahraga. Keadilan ekonomi
merupakan masalah yang serius, sementara itu masih ada orang yang hak moralnya terampas,
melakukan pertandingan ekonomi bukan saja sembrono melainkan juga tidak bermoral.
f. Keluarga dan Masyarakat
1) Rumah Tangga dan Masyarakat
Apakah dampaknya jika cara-cara pria dan wanita perlu mengatur kehidupan
mereka sebagai orang tua? Ada alasan yang kuat untuk mentransformasikan hubungan
untuk sikap menghormati dan sikap memperhatikan. Jika hubungan pria dan waanita bisa
diterima secara pribadi kita memperoleh argumen bahwa tata politik perlu disusun seperti
rumh tangga yang tertib.
Sebuah keluarga meruapakan sebuah masyarakat kecil. Untuk menghindari
penindasan kita perlu memikirkan masak-masak cara-cara pengasuhan anak apakah lebih
baik bagi orang tua. Bagian seharusnya proses negara dan politik memengaruhi keluarga
dan bagian seharusnya mentransformasikan kerja dan pengorganisasian.
2) Kesamaan Kewajiban
Etika Administrasi Publik | 38
Bahwa kesamaan dalam melakukan tugas-tugas yang kurang lebih sama dalam
pelaksanaannya semacam ini masih jauh dari memadai. Bahwa kaum wanita dan pria
sekarang ini saling menghormati satu sama lain sebagai seorang yang sederajat. Kita
berharap bahwa hukum dan peraturan pada akhirnya mencerminkan ketentuan-ketentuan
moral.
3) Pribadi dan Masyarakat
Masyarakat terdiri dari sejumlah orang yang berhubungan satu sama lain. Hubungan
pribadi merupakan salah satu dari jumlah yang memiliki pengaruh paling mendalam.
Sebagaimana telah mengerti bahwa kesulitan membangun rasa percaya, kerjasama dan
masyarakat itu sendiri adalah sangat besar jika landasan pembangunannya berupa individu-
individu yang berorientasi pada kepentingan pribadi.
4) Sikap saling memperhatikan dan saling menghormati
Suatu hubungan kebersamaan sangat berbeda dari suatu hubungan kekuasaan. Dalam
hubungan kekuasaan, kedua orang yang terlibat adalah dua kesatuan baru yang masing-
masing memiliki kekuasaan dan saling berhadapan hanya dalam semacam hubungan
faktual.
Hubungan yang dilandaskan sikap saling memperhatikan dan saling menghormati
juga berbeda dari hubungan kekuasaan, kedua jenis hubungan tersebut merupakan
hubungan sosial yang sadar dan biarpun kedua orang yang terlibat dalam hubungan
berlandaskan sikap saling menghormati dan memperhatikan ini memiliki kekuasaan yang
sama besar atau rata seimbang.
g. Lingkungan dan masa depan.
Sebuah negara, bangsa atau masyarakat tertentu tidak dapat dipisahkan dari
lingkungan tempat mereka berada. Juga, mereka tidak dapat kita pahami secara terpisah
dengan generasi mendatang.
Hubungan Sistem dan lingkungan, dan hakekat kedunian yang ada pada banyak
masalah, telah mulai dipahami secara intuitif oleh bnayak aktivis, jurnalis dan mahasiswa.
Para politisi dan publik hanya sesekali mulai melihat perlunya diadakan perubahan secara
pendekatan tadi. Perlindungan Lingkungan memang telah merupakan masalah yang
memerlukan dukungan meluas, dan ini merupakan pembangkitan semangat.
Etika Administrasi Publik | 39
Sebagaimana dinyatakan oleh Ronald Doctor, seorang anggota pada The
Calofornia State Energy Commission, “Jika energi matahari harus bersaing dengan energi-
energi konvensional, maka energi matahari harus di subsidi.
Cara masyarakat industri menyediakan energi dan kemudian menggunakannya
merupakan salah satu contoh keputusan yang harus dibuat oleh masyarakat, secara sadar
ataupun secara tidak sengaja.
1) Kerangka Moral
Pada tahun-tahun belakangan ini para filsuf telah mulai menaruh pada pertanyaan-
pertanyaan seperti: apakah kewajiban-kewajiban kita tehadap alam? Mereka telah menjajaki
sejumlah aspek dari permasalahan yang ada dalam menghabiskan sumber-sumber daya
yang tak bisa diperbaharui seperti minyak bumi, memproduksi berbagai bahan pencemaran
yang akan meracuni lingkungan hidup selama berabad-abad kemudian yang dapat
memusnahkan spesies-spesies alamiah.
Dalam membahas masalah tadi para filsuf mengikuti kecenderungan sendiri dalam
memilih teori moral mana yang mereka pakai tidak berhubungn satu sama lain. Jika
diamati lebih lanjut bahwa masalah-masalah dalam konteks-konteks baru mempunyai
hubungan-hubungan yang lebih erat daripada hubungan yang lebih erat daripada hubungan
yang ada antar konteks-konteks terencana (misalnya konteks sistem hukum sebuah negara
tertentu) sehingga dengan demikian kita sebenarnya perlu memakai teori-teori moral yang
saling berhubungan.
2) Manusia dan Masa Depan
Sebagaimana telah ditulis oleh Mary Anne Warren, seorang filsuf yang menangani
masalah perlunya memikirkan generasi masa depan, “ tampak masuk akal bagi kita bahwa
kita mempunyai kewajiban moral untuk tidak mewariskan kepada para pengganti kita,
dunia dalam keadaan yang sangat miskin. Yang sumber dayanya telah habis, yang tanah
dan airnya sudah tercemar, dan tidak memberikan jalan keluar bagi sejumlah besar oramg
untuk mengatasi kemiskinan.
Masa depan kemanusiaan tidak hanya bergantung pada nilai ”fenomenal”, tetapi
juga tidak perlu bergantung pada apa yang disebutnya sebagai nilai-nilai “ekstra-
fenomenal”. Dalam istilah MacLean, “ekstra-fenomenal” adalah kepentingan- kepentingan
yang bukan sekedar hal-hal biasa yang kita konsumsi.
Namun dalam pandangan penulis, kita perlu memikirkan generasi masa depan
bukan demi kepentingan kita sendiri melainkan demi kepentingan mereka. Argumen
Etika Administrasi Publik | 40
MacLean tampak sejalan dengan pandangan ini, bersikap melupakan generasi masa depan,
demikian MacLean sebenarnya berakibat buruk pada kita. Sikap ini mengurangi makna
kehidupan kita.
3) Pertanggungjawaban terhadap kemanusiaan
Kewajiban manusia lebih luas daripada hak kesatuan yang “menghutangkan”
kewajiban itu. Jan Narveson menegaskan bahwa “kewajiban yang tidak merupakan hutang
kepada seseorang sulit kita konsepsikan.
Kewajiban, seperti halnya hak, perlu dihormati karena dia adalah kewajiban, bukan
karena menghormatinya akan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu. Hal semacam
ini bisa kita mengerti jika kita memahami prinsip-prinsip moral relevan yang bisa
menurunkan kewajiban-kewajiban dan hak-hak.
Cara terbaik untuk mengadakan generasi masa depan ialah menciptakan kondisi
dimana orang akan menginginkan anak dalam jumlah yang memadai. Jika jumlah orang
yang ingin mempunyai anak tidak cukup banyak untuk menjamin eksistensi generasi masa
depan, kita mungkin mempunyai kewajiban-kewajiban spesifik untuk mempunyai anak.
3. KONSEP DASAR ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
Menurut Ginandjar Kartasasmita (1996). Etika adalah dunianya filsafat, nilai, moral.
Administrasi adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika bersifat abstrak dan berkenaan
dengan baik dan buruk, sedangkan administrasi adalah kongkrit dan harus mewujudkan apa
yang di inginkan (get the job done). Pembicaraan tentang etika dalam administrasi adalah
bagaimana mengaitkan keduanya, bagaimana gagasan – gagasan administrasi seperti :
1) Ketertiban adalah kegiatan yang menjamin terlaksananya ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan, perintah-perintah guna menjamin tetap tegaknya/tetap
berlakunya ketentuan, peraturan tata tertib yang berlaku
2) Efisiensi perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil
antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya
juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas.
Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.
3) Produktifitas adalah suatu kinerja yang menunjukan adanya kesimbangan dan
keselarasan antara daya guna dengan hasil guna. Produktivitas dapat dikatakan
Etika Administrasi Publik | 41
sebagai ukuran pendayagunaan faktor produksi dan tenaga kerja dalam proses
produksi
4) Kesadaran moral adalah adanya rasa wajib yang tidak bisa ditawar
Menurut Fredericson, (1994:224) mengatakan bahwa nilai menempatkan setiap sudut
administrasi dan siapa yang mempelajari administrasi berarti mempelajari nilai dan siapa
yang mempraktekan administrasi berarti mempraktekan alokasi nilai-nilai.
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya etika administrasi negara setidaknya
menurut Nicholas henry (1995:224). Terdapat tiga factor yang menyebabkan konsep etika
dalam administrasi negara. Pertama, hilangnya dikotomi politik dan administrasi. Kedua,
tampilnya teori-teori pengambilan keputusan dimana masalah prilaku manusia menjadi tema
sentral dibandingkan dengan pendeketan sebelumnya, seperti rasional dan efisiensi. Ketiga
berkembangya pandangan-pandangan pembaharuan yang disebutkan sebagai “counter
culture, critique” dalam kelompok yang dinamakan “administrasi negara baru”.
Sedangkan etika menurut Bertens (1977:252) diartikan sebagai seperangkat nilai-nilai
dan norma-norma moral yang menjadi pegangan sesorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Sedangkan Darwin (1999:252) etika adalah prinsip-prinsip moral
yang disepakati bersama oleh suatu kesatuan masyrakat, yang menuntun prilaku individu
dalam berhubungan dengan individu lain dalam masyarakat. Selanjutnya Darwin (1999:252)
juga mengartikan etika admnistrasi Negara sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan
atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi.
BAGIAN IV
ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
Etika Administrasi Publik | 42
1. MASALAH ETIKA TERAPAN
Kira-kira tiga dasawarsa terakhir filsafat moral berubah radikal dan naik daun. Hal
ini dikarenakan etika menjelma menjadi etika terapan (applied ethics) atau disebut sebagai
filsafat terapan (applied philosohpy).
Pentingnya etika terapan dewasa ini adalah karena tidak jarang jasa ahli etika diminta
untuk mempelajari masalah-masalah yang berimplikasi moral. Terutama jika pemerintah
dalam suatu negara ingin membuat peraturan hukum tentang suatu masalah baru atau
mengubah ketentuan hukum terdahulu. Selama beberapa dekade terakhir ini tidak jarang
ahli etika diikutsertakan dalam komisi pemerintah yang bertugas menyusun laporan terkait
masalah moral sebagai persiapan perundang-undangan yang lebih baru.
1) Beberapa Bidang Garapan bagi Etika Terapan
Dewasa ini, cabang-cabang etika terapan yang paling banyak menyita perhatian
adalah etika kedokteran, etika bisnis, etika perang dan damai, dan etika lingkungan hidup.
Hal ini dikarenakan dalam bidang-bidang ini terjadi perkembangan yang paling pesat
sehingga berkaitan secara langsung degan persoalan etis.
Cara lain membagikan etika terapan adalah membedakan antara makroetika dan
mikroetika. Makroetika, yakni membahas masalah-masalah moral pada skala yang besar
(menyangkut suatu bangsa bahkan seluruh manusia), seperti ekonomi, keadilan, lingkungan
hidup, dll. Sementara itu, mikroetika membicarakan pertanyaan etis dimana individu
terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya, kewajiban pengacara kepada
kliennya, dll. Terkadang diantara makroetika dan mikroetika terdapat jenis lainnya, yakni
mesoetika yang menyoroti masalah etis yang berkaitan dengan suatu kelompok atau profesi,
misalnya, iluan, wartawan, dll.
2) Etika Terapan dan Pendekatan Multidisipliner
Etika terapan tidak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan ilmu lainnya. Kita dapat
membedakan antara pendekatan multidisipliner dan pendekatan interdisipliner. Pendekatan
Etika Administrasi Publik | 43
multidisipliner adalah pembahasan mengenai tema yang sama oleh berbagai macam ilmu
sehingga ilmu-ilmu itu menyumbangkan dirinya masing-masing.
Setiap ilmu tersebut perlu dapat dipahami oleh ilmuwan lainnya dan perspektif nya
tetap dipertahankan atau tidak melebur satu sama lain, misalnya, dalam pembuatan buku etika
lingkungan hidup yang memperlihatkan gabungan antara ilmu biologi, biokimia, ekonomi,
kependudukan, dll. yang masing-masingnya membuat BAB tersendiri.
3) Pentingnya Kasuistik
Kasuistik menjadi penting dikarenakan merupakan suatu usaha dalam memecahkan
kasus-kasus konkret di bidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum.
Kasuistik dalam perkembangannya sering mengalami naik turun.
Dalam etika terapan sekarang ini kasuistik menduduki tempat terhormat. Uraian-
uraian tentang etika terapan kerap kali disertai dengan pembahasan kasus. Salah satu
cabang dimana kasuistik sekarang paling banyak dipergunakan adalah etika biomedis.
Bidang lain dimana kasuistik sudah lama dipratekkan adalah di bidang hukum. Dalam
konteks kehakiman sering dibicarakan tentang faktor-faktor yang meringankan atau
memberatkan.
Kasuistik menjadi menarik karena mengungkapkan sesuatu tentang kekhususan
argumentasi dalam etika. Penalaran moral ternyata berbeda dengan penalaran matematis
yang selalu dilakukan dengan cara yang sama, kapan saja, dan dimana saja, tidak
terpengaruh oleh faktor-faktor dari luar.
4) Etika di Depan Ilmu dan Teknologi
Dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya, perkembagan ilmiah dan
teknologis itu mengubah banyak sekali dalam hidup manusia, antara lain juga menyajikan
masalah-masalah etis yang tidak pernah terduga sebelumnya.
Ambivalensi Kemajuan Ilmiah
Kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi bersifat ambivalen, artinya, disamping
banyak akibat positif, terdapat juga akibat-akibat negatif. Tidak bisa disangkal, berkat
adanya ilmu dan teknologi, manusia memperoleh banyak kemudahan dan kemajuan yang
dahulu malah tidak diimpikan.
Etika Administrasi Publik | 44
Contohnya dapat dilihat pada saat bom atom pertama dijatuhkan diatas kota
Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan tiga hari kemudian diatas kota Nagasaki.
Ketika itu segera disadari akibat-akibat dahsyat dari kemampuan manusia melalui
penguasaan fisika nuklir. Dengan adanya bom nuklir ini ternyata manusia memiliki
kemungkinan yang mengerikan untuk memusnahkan kehidupan di seluruh bumi. Dengan
demikian adanya persenjataan nuklir dan perlunya kelestarian lingkungan hidup
menghadapi manusia denga tanggung jawabnya dan karena itu menjadi masalah-masalah
etis.
Masalah Bebas Nilai
Dalam situasi kita, kemampuan manusia yang tampak dalam ilmu dan teknologi
bertautan erat dengan kekuatan ekonomis dan politik/militer. Salah satu alasan
terpentingadalah bahwa penelitian ilmiah yang amat terspesialisasi itu menjadi usaha yang
semakin mahal. Karena keadaan itu di zaman sekarang perkembangan ilmu dan teknologi
hampir tidak bisa dipisahkan lagi dari kepentingan bisnis dan politik/militer.
Teknologi yang Tak Terkendali?
Perkembangan ilmu dan teknologi merupakan proses yang seakan-akan berlangsung
secara otomatis, tak bergantung dari kemauan manusia. Namun apa yang telah dirancang
sebagai sarana yang memungkinkan manusia untuk memperluas penguasaannya terhadap
dunia ternyata menjadi sukar untuk dikuasai sendiri, malah kadang-kadang tidak bisa
dikuasai.
Martin Heidegger (1889-1976), filsuf Jerman yang dalam hal ini barangkali
mempunyai pandangan ekstrem, berpendapat bahwa teknik yang diciptakan manusia untuk
menguasai dunia, sekarang mulai menguasai manusia itu sendiri.
Tanda-Tanda yang Menimbulkan Harapan
Perkembangan ilmiah-teknologis selalu mendahului pemikiran etis, idealnya bahwa
pemikiran etis mendahului dan mengarahkan perkembangan ilmiah-teknologis, tapi cita-cita
seperti itu rasanya masih mustahil diwujudkan. Tapi, ada beberapa perkembangan yang
membesarkan hati, yaitu salah satunya muncul komisi-komisi etika.
Etika Administrasi Publik | 45
Sudah banyak di Negara modern rumah sakit dan proyek penelitian biomedis
memiliki komisi etika. Komisi etika seperti itu bisa menjadi hati nurani agar rumah sakit
memberi pelayanan yang manusiawi.
2. ETIKA ADMINISTRASI DALAM PRAKTEK
A. Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik
Merumuskan asas umum pemerintahan yang baik kedalam satu kata yang baik
adalah upaya yang sulit dan hampir mustahil apabila asas yang dimaksud itu adalah asas
universal di setiap negara di bumi ini. Alasannya dikarenakan setiap negara memiliki
konteks budaya yang berbeda-beda, kebutuhan rakyat pada suatu waktu yang selalu
berubah, dan masalah yang dihadapi oleh setiap negarapun berlainan.
Berikut ini beberpa prinsip-prinsip untuk menuju pemerintahan yang baik adalah
sebagai berikut : Prinsip Demokrasi, Keadilan Sosial dan Pemerataan, Mengusahakan
Kesejahteraan Umum
B. Administrasi, Nilai-nilai Judisial, dan Norma Pengawasan
Pembuatan keputusan merupakan penopang utama kegiatan administrasi. Sebagian
besar proses administrasi berupa serangkaian pemilihan altrenatif tindakan atau
pengambilan kebijakan. Karena itu para pejabat pemerintah dituntut untuk mampu
menjawab persoalan-persoalan secara pragmatis.
Pertimbangan lain untuk mengambil keputusan-keputusan pragmatis ialah
kenyataan bahwa rumusan-rumusan legal yang ada acapkali tidak mampu menjawab situasi
permasalahan yang secara esensial sama. Namun demikian, orientasi kepada rancangan
pragmatis juga dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang berbahaya. Ketika
mengambil suatu kebijakan, para pejabat publik terkadang kurang bisa melihat keseluruhan
aspek yang terkait dengan suatu permasalahan publik. Keputusan-keputusan yang
dihasilkan lebih merupakan preferensi individual.
Untuk itu dalam mengambil kebijakan-kebijakan publik para pejabat punya
kewajiban agar senantiasa merujuk kepada nilai-nilai judisial yang berlaku. Menafsirkan
dan merumuskan nilai-nilai judisial secara tepat merupakan tugas yang sulit karena orang
dituntut untuk memahami konteks budaya, menyelami persepsi hukum dan kesadaran
politis masyarakat, dan mengikuti perkembangan aspirasi rakyat. Namun itulah yang
Etika Administrasi Publik | 46
sesungguhnya merupakan sumber legitimasi kebijakan publik yang utama dalam arti etis
maupun juridis.
Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan sistem administrasi yang tertib dan
bersih kerjasama antara lembaga-lembaga kehakiman dengan lembaga-lembaga
administratif sangat penting perannya.
Ketegangan antara aparat judisial dan administrator publik terutama menyangkut
hak-hak individual serta nilai-nilai kognitif dan ancangan evaluatif yang menjadi bahan
informasi bagi administrasi negara. Apabila interaksi antara lembaga pemerintah dengan
warga negara ini tidak diatur, maka sosok birokrasi pemerintah akan berubah menjadi
Leviathan yang dengan congkak mencerabut akar-akar hak asasi.
Untuk mengendalikan dan mengawsi pelakanaan administrasi negara secara yudisial
pemerintah bersama-sama dewan perwakilan mengesahkan Undang-undang PTUN ,
Dengan demikian tujuan Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk mengembangkan dan
memelihara administrasi Negara yang tepat menurut hukum serta menurut undang-undang.
Jika ketepatan menurut hukum dan perundangan pengawasannya dilakukan bersama-sama
aparat kehakiman sebagai perangkat eksternal, maka ketepatan prosedur, efektivitas, dan
efisiensi pengawasannya dilakukan secara internal melalui lembaga-lembaga pengawas atau
badan pemeriksa.
Sudah barang tentu keterkaitan antara lembaga atau aparat public dengan lembaga
atau aparat pengawas memiliki norma dan etikanya sendiri Salah satu penjabaran tentang
norma umm pengawasan itu dapat dilihat dari Keputusan Mendagri No. 116 tahu 1981
tentang Pedoman Penawaan Umum di Lingkungan Deparemen Dalam Negeri yang
disebutkan sebagai berikut.
a. Pengawasan tidak mencari-cari kesalahan, yaitu tidak mengutamakan mencari siapa
yang salah, teapi apaila ditemukan kesalahan, penyimpangan dan hambatan supaya
dilaporkan sebab-sebab dan bagaimana terjadinya serta menemukan cara begaimana
memperbaikiya
b. Pengawasan merupakan proses yang berlanjut, yaitu dilakukan terus-menerus
sehingga dapat memperoleh hasil pengawasan yang berkesinambungan.
Etika Administrasi Publik | 47
c. Pengawasan harus menjamin adanya kemungkinan pegambilan koreksi yang cepat
dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan, untuk
mencegah berlanjutnya kesalahan dan/atau penyimpangan.
d. Pengawasan bersifat mendidik dan dinamis, yaitu dapat menimbulkan kegairahan
untuk memperbaiki , mengurangi atau meniadakan penyimpangan di samping menjadi
pendorong dan perangsang untuk menertibkan dan menyepurnakan kondisi objek
pengawasan.
C. Kepentingan Umum, Antara Konsep dan Praktik
Pada mulanya, gagasan tentang kepentingan umum merupakan penjabaran dari
konsep demokrasi. Di dalam sistem ketatanegaraan yang demokratis, otoritas Negara
berasal dari persetujuan rakyat yang diperintah. Oleh karena itu harus melayani masyarakat
dengan sedemikian rupa sehingga memperkuat integritas dan proses-proses yang
berlangsung dalam suatu masyarakat demokrasi.
Kepentingan umum menjadi landasan yang kokoh bagi perilaku administrasi Negara
karena sesungguhnya kepentingan nilah yang merupakan sarana terbaik untuk menjaga
eksistensi Negara. Apabila nilai-nilai yang menyangkut kepentingan umum sudah
ditinggalkan dan kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok yang menonjolkan, friksi,
sengketa, dan pergolakan tidak akan dapat dihindari.
Dalam hal ini, kepercayaan rakyat kepada Negara dan stabilitas pemerintahan juga
hanya akan dapat terjamin jika kelompk-kelompok masyarakat yang tidak mampu
menyuarakan diri mereka juga dapat menentukan bentuk kepentingan umum yang
dimaksud tersebut. Kelompok itu adalah orang-orang yang tidak berpunya, tidak tersalur
aspirasinya, dan tidak terorganisasi.
3. KODE ETIK PROFESI
A. Pengertian
Berbicara kode etik biasanya dikatikan dengan sutu profesi tertentu. Akan tetapi
seperti telah diuraikan dibagian terakhir bab II, kedudukan etika adaministrasi negara berada
Etika Administrasi Publik | 48
di antara etika profesi dan politik sehingga tugas-tugas administrasi negara tetapi memrlukan
perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap aprat
publik.
Kode etika adalah suatu alat untuk menunjang pencapaian tujuan organisasi atau
suborganisasi atau bahkan kelompok – kelompok yag belum terika dalam suatu organisasi.
Pada dasarnya kode etik ialan hukum etik. Hukum etik itu biasanya dibuat oleh suatu
organsasi atau suatu kelompok, sebagai suatu patokan tentang sikap mental yang waji di
patuhi para anggotanya dalam menjalankan tugasnya.
Kode etik dapat mendorong keberhasilan organisasi itu sendiri. Organisasi akan
berhasil jika para pegawai meiliki inisiatif-inisiatif yang baik, teliti, jujur dan loyalitas yang
kuat. Manfaat lain yang akan didapat dari perumusan kode etik ialah bahw para aparat akan
memiliki kesadaran moral atas kedudukan yang diperolehnya dari negara atas nama rakyat.
B. Contoh Kode Etik Profesi
Etika administrasi di kalangan pegawai negeri tertentu disebut dengan kode etik.
Misal Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki kode etik KORPRI yang disebut dengan Sapta
Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia dan Doktrin Korps Pegawai Negara Indonesia.
(Drs. AW. Widjaja: 1994 dalam buku Etika Administrasi Negara)
Salah satu sumber formal yang sering disebut adalah ketentuan mengenai Sapta
Prasetya KORPRI. Keputusan Musyawarah Nasional KORPRI yang ketiga, No.
Kep-05/MNAS/1989 tanggal 1 Juni 1989 tentang penyempurnaan Kode Etik Korps
Pegawai Republik Indonesia bahkan tegas menyatakan bahwa Sapta Prasetya inilah kode
etik yang diberlakukan bagi para pegawai.
Pada mulanya rumusan Sapta prasetya ini sebenarnya tidak diuraikan dibawah judul
Kode Etik. Ketika pertama kali dilontarkan pada Musyawarah Nasional pertama KORPRI,
Sapta Prasetya hanya dimaksudkan sebagai Landasan Dasar bagi Kode Etik ( Pasal
Keputusan Munas I KORPRI No.3/MUNAS.1978). itulah sebabnya rumusan atau
redaksinya masih telalu umum. Namun karena kemudian dipandang perlu untuk segera
menetapkan kode
Etika Administrasi Publik | 49
Seorang pegawai atau pejabat akan dapat mengucapkan atau bahkan menghafal.
Namun, perenungan, penghayatan serta pengamalan dari apa yang mereka ucapkan itu yang
jauh lebih penting
Disamping peraturan dan ketentuan diatas, unsur-unsur setis yang langsung
menyangkut pekerjaan sehari – hari seorang pegawai dapat dilihat dalam peraturan
pemerintah no. 10 tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri
Sipil. Di dalam daftar penilaian pelaksanaan (DP3), yang merupakan inti dari peraturan ini,
ada delapan unsur penilai pegawai. Berikut ini diuraikan kedelapa unsur penilaian itu secara
singkat. Yaitu meliputi : Kesetiaan, Prestasi Kerja, Tanggung jawab, Ketaatan, Kejujuran,
Kerja sama dll.
BAGIAN V
PENDIDIKAN ETIKA MORAL
Etika Administrasi Publik | 50
1. RETROPEKSI, RELEVANSI PENDIDIKAN MORAL DI INDONESIA
Salah satu kelemahan dalam pendidikan moral yang selama ini ditempuh ialah
bahwa ancanganancangan yang dipergunakan dalam menguraikan gagasan-gagasan etis
terkadang lebih merupakan indoktrinisasi daripada pendidikan. Ajaran-ajaran tentang moral
masih belum merangasang pemikiran kritis dan pelaksanaan secara konsekuen. Tampaknya
sudah tiba saatnya bahwa pendidikan moral tidak hanya dilakukan sebagai indoktrinisasi
melainkan sebagai diseminasi. Diseminasi mengandung arti bahwa peserta didikan diberi
kesempatan untuk mencerna dan menghayati nilai-nilai moral berdasarkan kerangka
berpikirnya sendiri, dan penjabaran mengenai etika disertai dengan bukti-bukti dan alasan
pembenaran yang kuat. Pendidikan moral hendaknya tidak terjebak dalam materialisme
didaktik, suatu asumsi yang mengatakan bahwa dengan tema tertentu manusia akan menjadi
lebih mahir.
Dengan demikian untuk pengembangan pribadi-pribadi yang tangguh dan
menciptakan aparatur yang bersih, berwibawa, dan sekaligus profesional, ada beberapa
aspek pengembangan kualitas manusia yang diperlakukan, yakni sebagai berikut.
1) Pengembangan sosial (social development), yaitu untuk menibngkatkan berbagai
keahlian dan ketrampilan dalam membina hubungan antarpribadi. Proses administratif
membutuhkan ketrampilan dalam membina hubungan baik dengan atasan, rekan
kerja, maupun bawahan sehingga interaksi sosial dalam organisasi dapat berjalan
dengan baik.
2) Pengembangan emosional (emotional development), untuk membina kesadaran diri
yang lebih besar dan ketangguhan emosi. Syarat bagi seorang pejabat yang baik
adalah yang dapat mengontrol emosinya sehingga setiap persoalan dalam organisasi
dapat dipecahkan dengan cara rasional.
3) Pengembangan intelektual (intelectual development), utnuk memajukan pengetahuan,
kearifan, dan berbagai keterampilan praktis. Para administrator organisasi publik
dituntut memiliki pengetahuan yangh menunjang pemahamannya mengenai
persoalan-persoalan publik serta membuat keputusan-keputusan yang tepat.
4) Pengembangan watak (character development), merupakan upaya untuk
menyempurnakan perilaku manusia-manusia sehingga senantiasa sejalan dengan
Etika Administrasi Publik | 51
moral dan nilai-nilai etika. Kesadaran mengenai norma-norma etis juga merupakan
bagian dari pengembangan watak.
5) Pengembangan spiritual (spiritual development), yaitu usaha memupuk kesadaran
yang lebih besar terhadap makna kehidupan dan makna kemanusiaan. Pengembangan
spiritual juga merupakan sarana utama untuk membentuk kepribadia manusia yang
tangguh.
Oleh karena itu, pengembangan kualitas manusia hendaknya menghasilkan
manusia-manusia yang memiliki keutuhan karakter, yang hidup sesuai dengan asas-asas
nilai yang konsisten dan tidak mudah menyelewengkan kebajikan moral dengan
pertimbangan keuntungan, keinginan, dan perasaan pribadi.
2. PRAKTEK PENYELIDIKAN MORAL
1) Keterpaduan dan Pengalaman
Dalam beberapa hal sebuah anjuran moral sejalan dengan sebuah prakiraan ilmiah
tentang apa yang dapat kita duga akan kita amati. Sebuah anjuran moral, seperti halnya
sebuah teori moral, bersifat normatif. Oleh karena itu, anjuran moral tidak bisa dijadikan
prakiraan dalam pengertian lain tertentu, yaitu preskripsi bagi masa depan. Anjuran moral
memprakirakan apa yang perlu kita lakukan, dan bukan hanya memberitahu kita apa yang
perlu kita lakukan pada umumnya, anjuran moral memprakirakan apa yang perlu dilakukan
oleh orang tertentu dalam keadaan tertentu.
2) Kemandirian Komparatif
Tampaknya jelas bahwa keharusan khusus dan pertimbangan moral khusus dapat kita
putuskan dengan sejumlah kemandirian dari (tanpa menggantungkan diri pada) teori moral
yang bisa menurunkan keharusan khusus dan pertimbangan moral khusus itu.
3) Pengalaman Moral
Pengertian tentang pengalaman moral tampaknya menimbulkan kesulitan khusus
bagi para filsuf. Pengalaman moral adalah pengalaman memilih secara sadar, menerima
atau menolak secara sukarela, menyetujui atau tidak menyetujui dengan kemauan sendiri,
hidup dengan pilihan-pilihan ini dan, terutama, bertindak dan hidup dengan tindakan-
tindakan ini serta hasil dari tindakan-tindakan ini.
4) Teori-teori Moral
Etika Administrasi Publik | 52
Kita memerlukan berbagai teori moral untuk menunjukkan bagaimana cara
seharusnya untuk membuat pilihan dalam berbagai konteks. Memilih metode membuat
keputusan semacam itu, dan memilih pertimbangan manakah yang perlu lebih diutamakan
daripada pertimbangan lain manakah, tidak boleh dilakukan secara ad hoc dan
sembarangan.
Pembagian tugas menyusun teori-teori moral menawarkan prospek yang lebih
menjanjikan hasil bagi masa-masa mendatang yang bisa kita prakirakan.
5) Penyelidikan dan Ketidaksepakatan
Sejumlah orang sudah pasti akan tetap berpendapat bahwa dalam etika selalu
terdapat masalah ketidak-sepakatan yang sangat berat sehingga tak mungkin kita menerima
analogi-analogi dan argumen-argumen yang telah saya buat.
Dan sering kali ada pula tuntutan bahwa pengujian yang telah saya sarankan itu
tidak dapat memberikan hasil yang bisa disepakati dengan cara seperti para ilmuwan
menyepakati hasil pengujian teori ilmiah.
6) Etika Penyelidikan
Kita perlu mengetahui sumber-sumber dukungan yang diterima oleh mereka-mereka
yang mengaku terlibat dalam penyelidikan semacam itu. Kita perlu waspada terhadap
kecenderungan orang untuk mengatakan suatu demi ganjaran yang akan diperoleh dari
mengatakan hal itu. Sejumlah kritikus sosial menerima upah dan pujian karena
menyanjung-nyanjung penguasa, dan sejumlah pemangku profesi memperoleh ganjaran
karena patuh kepada para senior mereka yang sombong.
3. BAGAIMANA PENDIDIKAN ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
DILAKUKAN
Disamping prinsip-prinsip dasar etika terdapat seperangkat nilai yang digunakan
dalam pengukuran administrasi negara (birokrasi Publik), apakah perilaku atau perbuatan
administrasi negara (birokrasi Publik) dapat dikatakan baik atau buruk, terpuji atau tercela
adalah :
Etika Administrasi Publik | 53
1) Efesiensi : yang artinya tidak boros.sikap perilaku dan perbuatannya administrasi
negara (birokrasi Publik) dikatakan baik apabila efesiien atau tdak boras, artinya
dalam penggunaan dana-dana publik atau penggunaan ressources secara efesien
dengan hasil yang optimal. Ressources yang dimiliki atau yang disediakan tidak boleh
digunakan untuk kepentingan yang tidak menyentuh kepentingan masyarakat luas,
apalagi untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian nilai efesiensi lebih mengarah
pada penggunaan sumber dana dan sumberdaya yang tepat, tidak boros, dan dapat
dipertanggung jawabkan.
2) Nilai yang membedakan milik pribadi dengan milik dinas. administrasi negara
(birokrasi Publik) yang baik adalah administrasi negara (birokrasi Publik) yang dapat
membedakan mana milik pribadi dan mana milik negara /dinas. Artinya mereka tidak
akan menggunakan barang milik negara/dinas untuk kepentingan pribadi. Mereka
hanya akan menggunakan barang-barang milik negara untuk kepantingan
publik/negara
3) Nilai Responsibel berkaitan dengan tanggungjawab administrasi negara (birokrasi
Publik) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. administrasi negara (birokrasi
Publik) yang baik adalah administrasi negara (birokrasi Publik) yang responsibel.
Menurut Carl J. Friedrich merupakan konsep yang berkenaan dengan standar
profesional dan kompetensi tehnik yang dimiliki administrator dalam menjalankan
tugasnya. administrasi negara (birokrasi Publik) dikatakan responsibel jika pelakunya
memiliki standar profesionalisme atau kompetensi tehnik yang tinggi. Untuk dapat
melakukan penilaian terhadap sikap dan perilaku administrasi negara (birokrasi
Publik) harus memiliki standar penilaian tersendiri yang sifatnya administratif atau
teknis dan bukan politis. Administrasi negara (birokrasi Publik) harus memiliki rasa
tanggungjawab, dengan rasa tanggungjawab mereka akan melaksanakan tugas yang
diembanya dengan sepenuh hati. Mereka tidak melakukan korup kendati mereka ada
pada lingkungan yang korup. Bahkan mereka ingin merubah lingkungannya dan
sistemnya untuk menjadi lebih baik, walaupun ada resiko terhadap dirinya.
4) Nilai akuntabilitas ; Administrasi negara (birokrasi Publik) yang baik adalah yang
akuntabel. Menurut Harry Hatry akuntabel adalah merupakan istilah yang digunakan
untuk mengukur apakah dana publik atau ressources yang ada sudah digunakan
dengan tepat guna untuk tujuan yang telah ditetapkan, tidak digunakan untuk yang
lain. Sedangkan menurut Herman Finner, akuntabilitas suatu konsep berkenaan
dengan dengan standar eksternal yang menentukan suatu tindakan administrasi negara
Etika Administrasi Publik | 54
(birokrasi Publik). Akuntabilitas dimulai dari orang atau institusi yang berasal dari
luar dirinya, yang sering disebut tanggungjawab yang bersifat obyektif. Administrasi
negara (birokrasi Publik) dikatakan akuntabel jika mereka di nilai obyektif oleh orang
atau masyarakat atau yang mewakili dapat mempertanggungjawabkan perbuatanya,
sikap dan sepak terjangnya darimana wewenang dan kekuasaannya itu diperoleh.
Politisi harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada kelompok pemilihnya,
Eksekutif harus mempertanggungjawabkan implementasi kebijakan yang dilakukan
kepada legislatif. Yang akhirnya baik eksekutif dan legislatif harus
mempertanggungjawabkan kepada rakyatnya.
5) Nilai responsivitas ; yang berkaitan dengan daya tanggap untuk menanggapi yang
menjadi keluahan, masalah dan aspirasi publik. Administrasi negara (birokrasi Publik)
dikatakan baik apabila administrasi negara (birokrasi Publik) responsif yaitu memiliki
daya tanggap yang tinggi dan cepat terhadap apa yang menjadi keluhan, masalah,
aspirasi publik dalam membarikan pelayanan publik. Mereka cepat memahami apa
yang menjadi tuntutan publik,dan berusaha semaksimal mungkin untuk
memenuhinya. Ia dapat menangkap aspirasi masyarakat atau masalah yang dihadapi
dan berusaha untuk mencari solusinya. Mereka tidak suka menunda-nunda waktu,
memperpanjang jalur pelayanan atau mengutamakan prosedure tetapi mengabaikan
subtansinya.
6) Nilai impersonal ; Administrasi negara (birokrasi Publik) dakatakan baik apabila
dalam melaksakan hubungan dengan sesama atau antar bagian dalam birokrasi
bersifat impersonal artinya dalam melakukan komunikasi bersifat formal, tidak ada
hubungan yang bersifat pribadi. Hubungan pribadi hanya dapat dilakukan dilur dinas.
Hubungan pribadi harus dihidari agar dalam memberikan pelayanan tidak terjadi
penonjolan unsur pribadi dari pada unsur ratio yang menyebabkan ketidak adilan.
7) Nilai merit system ; Administrasi negara (birokrasi Publik) dakatakan baik apabila
dalam penerimaan atau promosi pegawai tidak dilaksanakan berdasarkan kekerabatan,
patrimonial, akan tetapi didasarkan atas pengetahuan, ketrampilan kemampuan dan
pengalaman yang oleh orang yang bersangkutan. Dengan dianutnya nilai ini maka
akan menjadikan orang-orang yang melaksanakan kebijakan akan menjadi
profesional, yang diharapkan dalam memberikan pelayanan pada masyarakat menjadi
lebih baik.
Etika Administrasi Publik | 55