27
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA INSTRUMENT : PRAKTIKUM II SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET-VISIBLE DISUSUN OLEH KELOMPOK 1-A SUTAR 1111102000077 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKRTA 2013

Laporan Kuantitatif UV-Vis

  • Upload
    sutarlf

  • View
    857

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hallo, ini adalah blog saya jika kalian mau download atau baca jangan lupa komentarnya ya. Terima Kasih semoga bermanfaat & SUKSES

Citation preview

Page 1: Laporan Kuantitatif UV-Vis

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA INSTRUMENT : PRAKTIKUM II

SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET-VISIBLE

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1-A

SUTAR 1111102000077

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKRTA

2013

Page 2: Laporan Kuantitatif UV-Vis

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. TUJUAN

1. Membuat parameter validasi (akurasi, presisi, uji perolehan kembali, LOD, LOQ)

2. Penetapan kadar dalam sediaan (berdasarkan Farmakope Indonesia)

1.2. Landasan Teori

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan

fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu

dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi.

Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut

ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pada

spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan

bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber

spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau

blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun

pembanding (Khopkar, 1990).

Spektrofotometri UV-Visibel merupakan metode spektrofotometri yang didasarkan pada

adanya serapan sinar pada daerah ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visibel) dari suatu

senyawa. Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini jika memiliki kemampuan menyerap pada

daerah UV atau daerah tampak. Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV

disebut dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa dalam daerah sinar

tampak, senyawa harus memiliki warna (Fatimah, 2003).

Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra pada

spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak. Pada spektrofotometri konvensional, spektrum

serapan merupakan plot serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ). Pada metode

spektrofotometri derivatif, plot A lawan λ, ditransformasikan menjadi plot dA/dλ lawan λ

Page 3: Laporan Kuantitatif UV-Vis

untuk derivatif pertama, dan d λ 2 lawan λ untuk derivatif kedua, dan seterusnya (Hayun, dkk,

2006).

Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik.

Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena

infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk

meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar,

tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.

Obat yang mempunyai nama generik acetaminophen ini, dijual di pasaran dengan ratusan

nama dagang. Beberapa diantaranya adalah Sanmol, Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol dan lain

lain.

Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga

berdasarkan efek sentral. Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu

gugus hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini dapat

disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat.

Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan dengan senyawa

asetat anhidrat.

Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Dalam

golongan obat analgetik, parasetamol memiliki khasiat sama seperti aspirin atau obat-obat non

steroid antiinflamatory drug (NSAID) lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berefek menghambat

prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat

postaglandin perifer. Namun, tak seperti obat-obat NSAIDs.

Parasetamol termasuk ke dalam kategori NSAID sebagai obat anti demam, anti pegel linu

dan anti-inflammatory. Inflammation adalah kondisi pada darah pada saat luka pada bagian

tubuh (luar atau dalam) terinfeksi, sebuah imun yang bekerja pada darah putih (leukosit). Contoh

pada bagian luar tubuh jika kita terluka hingga timbul nanah itu tandanya leukosit sedang

bekerja, gejala inflammation lainnya adalah iritasi kulit.

Sifat antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik. Pada

penggunaan per oral Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum

Page 4: Laporan Kuantitatif UV-Vis

dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian. Parasetamol

diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar

dalam bentuk terkonjugasi.

Karena Parasetamol memiliki aktivitas antiinflamasi (antiradang) rendah, sehingga tidak

menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek kardiorenal yang tidak menguntungkan.

Karenanya cukup aman digunakan pada semua golongan usia.

METABOLISME

Parasetamol berikatan dengan sulfat dan glukuronida terjadi di hati. Metabolisme utamanya

meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal.

Sedangkan sebagian kecil, dimetabolismekan dengan bantuan enzim sitokrom P450. Hanya

sedikit jumlah parasetamol yang bertanggung jawab terhadap efek toksik (racun) yang

diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p- benzo-kuinon imina). Bila pasien mengkonsumsi

parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi

konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui ginjal. Perlu diketahui bahwa

sebagian kecil dimetabolisme cytochrome P450 (CYP) atau N-acetyl-p-benzo-quinone-imine

(NAPQI) bereaksi dengan sulfidril.

Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit

beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati. Pada dosis normal bereaksi

dengan sulfhidril pada glutation metabolit non-toxic diekskresi oleh ginjal.

MEKANISME KERJA

Selama bertahun-tahun digunakan, informasi tentang cara kerja parasetamol dalam tubuh

belum sepenuhnya diketahui dengan jelas hingga pada tahun 2006 dipublikasikan dalam salah

satu jurnal Bertolini A, et. al dengan topik Parasetamaol : New Vistas of An Old Drug, mengenai

aksi pereda nyeri dari parasetamol ini.

Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan.

Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun

parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol

mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya

Page 5: Laporan Kuantitatif UV-Vis

untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan

suhu pada otak. Tetapi mekanisme secara spesifik belum diketahui.

Ternyata di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol diperantarai oleh aktivitas tak

langsung reseptor canabinoid CB1. Di dalam otak dan sumsum tulang belakang, parasetamol

mengalami reaksi deasetilasi dengan asam arachidonat membentuk N-arachidonoylfenolamin,

komponen yang dikenal sebagai zat endogenous cababinoid.

Adanya N-arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen dalam tubuh,

disamping juga menghambat enzim siklooksigenase yang memproduksi prostaglandin dalam

otak. Karena efek canabino-mimetik inilah terkadang parasetamol digunakan secara berlebihan.

Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam

arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah

menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.

Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat

enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin mengurangi produksi prostaglandin, yang berperan

dalam proses nyeri dan demam sehingga meningkatkan ambang nyeri, namun hal tersebut terjadi

pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini

oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini

menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah

bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak

oksidatif.

MEKANISME REAKSI

Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandins dengan mengganggu enzim

cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf pusat yang

tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida tinggi.

Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang membuat

paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa

menyebabkan efek samping,tidak seperti analgesik-analgesik lainnya

MEKANISME TOKSISITAS

Page 6: Laporan Kuantitatif UV-Vis

Sulfat dan glukuronida pada liver tersaturasi

paracetamol lebih banyak ke CYP -> NAPQI bertambah -> suplai glutation tidak mencukupi

NAPQI bereaksi dengan membran sel

Hepatosit rusak -> nekrosis

Kafein

Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama sama senyawa

tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem saraf pusat. Pada keadaan asal, kafein

ialah serbuk putih yang pahit (Phytomedical Technologies, 2006) dengan rumus kimianya C6

H10 O2, dan struktur kimianya 1,3,7- trimetilxantin (Farmakologi UI, 1995).

Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara alami di didalam makanan contohnya biji

kopi, teh, biji kelapa, buah kola (cola nitide) guarana, dan mate. Teh adalah sumber kafein yang

lain, dan mengandung setengah dari kafein yang dikandung kopi. Beberapa tipe teh yaitu teh

hitam mengandung lebih banyak kafein dibandingkan jenis teh yang lain. Teh mengandung

sedikit jumlah teobromine dan sedikit lebih tinggi theophyline dari kopi.

Kafein juga merupakan bahan yang dipakai untuk ramuan minuman non alkohol seperti cola,

yang semula dibuat dari kacang kola. Soft drinks khususnya terdiri dari 10-50 miligram kafein.

Coklat terbuat dari kokoa mengandung sedikit kafein. Efek stimulan yang lemah dari coklat

dapatmerupakan kombinasi dari theobromine dan theophyline sebagai kafein (Casal et al.2000).

Kafein adalah stimulan dari sistem saraf pusat dan metabolisme, digunakan secara baik untuk

pengobatan dalam mengurangi keletihan fisik dan juga dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan

sehingga rasa ngantuk dapat ditekan. Kafein juga merangsang sistem saraf pusat dengan cara

menaikkan tingkat kewaspadaan, sehingga fikiran lebih jelas dan terfokus dan koordinasi badan

menjadi lebih baik (Ware, 1995).

Kafein sering dikombinasikan dengan parasetamol pada kemasan obat pereda sakit kepala

ekstra dan migra.

Kafein bukanlah merupakan zat yang mempunyai efek sebagai pereda nyeri, namun sering

dikombinasikan dengan obat pereda nyeri kepala tipe tegang dan tipe migrain karena menunjang

Page 7: Laporan Kuantitatif UV-Vis

dan memperkuat khasiat analgesik serta mempunyai efek 'vasokontriksi' pembuluh darah untuk

nyeri kepala tipe migrain. Efek samping kafein: kembung, mual dan muntah,jantung

berdebar,gelisah,sulit tidur.

1.3. Manfaat

1. Mampu membuat parameter validasi (akurasi, presisi, uji perolehan kembali, LOD, LOQ)

2. Mampu menetapkan kadar dalam sediaan (berdasarkan Farmakope Indonesia)

Page 8: Laporan Kuantitatif UV-Vis

BAB II

METODOLOGI PRAKTIKUM

ALAT :

1. Tabung Reaksi (13 Buah)

2. Mikropipet

3. Pipet

4. Labu Ukur 5ml (5buah)

5. Labu Ukur 100ml (1buah)

6. Spektrofotometer Uv-Vis Double Beam

BAHAN :

1. Parasetamol Murni

2. Cofein Murni

PROSEDUR KERJA :

A. Pembuatan Larutan Induk

1. Membuat larutan induk dengan konsentrasi 100 ppm

� Konsentrasi larutan induk = 100ppm = 100 mg/L

� Jumlah parasetamol yang ditimbang :

2. timbang 10mg parasetamol murni dan masukkan ke dalam labu ukur 100ml

3. tambahkan aquadest ke dalam labu ukur hingga volume 100ml (ad 100ml)

4. kocok labu ukur hingga parasetamol melarut sempurna

B. Penentuan Akurasi

Page 9: Laporan Kuantitatif UV-Vis

1. membuat lima seri pengenceran, masing-masing 4ppm, 6 ppm, 8ppm, 10ppm, dan

12ppm. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan larutan induk yang telah ada.

� Rumus pengenceran: M1 x V1 = M2 x V2

Keterangan : M1 = konsentrasi pada larutan induk

V1 = volume larutan induk

M2 = konsentrasi larutan pengenceran

V2 = volume larutan pengenceran

� 4 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 4ppm x 5ml

V1 =

V1 = 0,2 ml

� 6 ppm →

M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 6ppm x 5ml

V1 =

V1 = 0,3 ml

� 8 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 8ppm x 5ml

V1 =

V1 = 0,4 ml

� 10 ppm →

M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 10ppm x 5ml

V1 =

V1 = 0,5 ml

� 12 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 12ppm x 5ml

V1 =

V1 = 0,6 ml

� Tambahkan aquades hingga 5ml (ad 5ml)

Page 10: Laporan Kuantitatif UV-Vis

2. Membuat kurva kalibrasi dengan mengukur serapan pada panjang gelombang maksimum

parasetamol (242,5 nm) dan panjang gelombang maksimum kafein (273 nm)

C. Penentuan Presisi

1. Membuat larutan pangenceran dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 3 seri

Perhitungan pengenceran 10 ppm :

� Mengambil larutan induk yang akan diencerkan

Jumlah larutan induk yang diambil untuk membuat konsentrasi 10ppm yaitu 0,5ml

� 10 ppm →

M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 10ppm x 5ml

V =

V1 = 0,5 ml

� Tambahkan aquades hingga 5ml (ad 5ml)

2. Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum parasetamol (242,5 nm)

D. Penetapan Kadar Campuran (Parasetamol dan Kafein)

Membuat larutan campur sebanyak 100 ml yang mengandung parasetamol 10ppm dan kafein

6ppm. Dengan cara :

1. mengambil 10ml larutan parasetamol dan 6ml larutan kafein dari larutan induk lalu

masukkan ke dalam labu ukur 100ml

2. lakukan penambahan aquadest hingga volume 100 ml (ad 100ml)

3. mengocok larutan sampai bahan melarut dan tercampur sempura (homogeny)

4. lalu ukur serapan pada panjang gelombang optimum dengan spektrofotometer

5. hitung nilai kadar sampel dengan menggunakan regresi linier

Page 11: Laporan Kuantitatif UV-Vis

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL:

1. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Konsentrasi (ppm) Absorban

0 0,000

4 0,311

6 0,441

8 0,544

10 0,713

12 0,911

� Dari kurva kalibrasi didapatkan persamaan regresi linear � y = a + bx

y = 0,07326x - 0,001714

dengan nilai a = - 0,001714

b = 0,07326

r = 0,9965

Y= absorban

X= konsentrasi

Page 12: Laporan Kuantitatif UV-Vis

2. Perhitungan Nilai LOD dan LOQ

Rumus:

� Diketahui: n = 5 ; s = 0,07326 (didapatkan dari nilai b persamaan regresi)

Mencari nilai y’ dari persamaan y= 0,07326x - 0,001714

Konsentrasi 4 ppm � y’= 0,07326x - 0,001714

y’= 0,07326(4) - 0,001714 � y’= 0,291

Konsentrasi 6 ppm � y’= 0,07326x - 0,001714

y’= 0,07326(6) - 0,001714 � y’= 0,438

Konsentrasi 8 ppm � y’= 0,07326x - 0,001714

y’= 0,07326(8) - 0,001714 � y’= 0,584

Konsentrasi 10 ppm � y’= 0,07326x - 0,001714

y’= 0,07326(10) - 0,001714 � y’= 0,731

Konsentrasi 12 ppm � y’= 0,07326x - 0,001714

y’= 0,07326(12) - 0,001714 � y’= 0,877

[ ] Abs (y) y’ y-y’ (y-y’) 2

4 0,311 0,291 0,02 0,000400

6 0,441 0,438 0,003 0,000009

8 0,544 0,584 -0,04 0,001600

10 0,713 0,731 -0,018 0,000324

12 0,911 0,877 0,034 0,001156

Page 13: Laporan Kuantitatif UV-Vis

0,003489

� Perhitungan LOD

� �

1,3964

� Perhitungan LOQ

� �

4,6547

3. Perhitungan Akurasi dan Presisi

Konsentra

si Abs (y)

C yang

diperoleh (x)

10

0,739 10,111

10,639

-0,528 0,278784

0.841 11,503 0,864 0,746496

0,753 10,302 -0,337 0,113569

1,138849

Konsentrasi yang diperoleh (x) didapatkan dari:

y= 0,739 � y= 0,07326x - 0,001714 � 0,739 = 0,07326x - 0,001714

0,07326x = 0,740714 � x = 10,111

y= 0.841� y= 0,07326x - 0,001714 � 0.841 = 0,07326x - 0,001714

0,07326x = 0,842714 � x = 11,503

Page 14: Laporan Kuantitatif UV-Vis

y= 0,753� y= 0,07326x - 0,001714 � 0,753 = 0,07326x - 0,001714

0,07326x = 0,754714 � x = 10,302

� Perhitungan Akurasi

= 1.11 %

= 15,03 %

= 3,02 %

� Jadi, nilai rata-rata % diff yang diperoleh = 6,387 %

� Perhitungan Presisi

� = 0,75460

Page 15: Laporan Kuantitatif UV-Vis

4. Perhitungan Kadar Sampel Campuran (Paracetamol dan Kafein) dan %UPK

� Pembuatan kurva kalibrasi PCT pada Kafein (273 nm)

Konsentrasi Absorban

0 0,000

4 0,073

6 0,106

8 0,138

10 0,180

12 0,242

Persaam regresi linear -> y = 0,0194x - 0,006071

Sehingga, a = - 0,006071

b = 0,0194

r = 0,9934

� Pembuatan kurva kalibrasi Kafein pada PCT (242,5 nm)

Konsentrasi Absorban

0 0,000

4 0,071

6 0,108

8 0,148

Y= absorban

Page 16: Laporan Kuantitatif UV-Vis

10 0,184

12 0,220

Persamaan regresi linear -> y = 0,01846x - 0,001214

Sehingga = - 0,001214

b = 0,01846

r = 0,9998

� Pembuatan kurva kalibrasi Kafein pada Kafein (273 nm)

Konsentrasi Absorban

0 0,000

4 0,265

6 0,395

8 0,536

10 0,659

12 0,799

Persamaan regresi linear -> y = 0,06646x - 0,0007143

Sehingga a = - 0,0007143

Y= absorban

Y= absorban

X= konsentrasi

Page 17: Laporan Kuantitatif UV-Vis

b = 0,06646

r = 0,9999

� Perhitungan Kadar Paracetamol dan Kafein dalam Sampel Campuran dan %UPK

• Rumus kadar sampel campuran berdasarkan hukum Lambert Beer:

A1 = [ a1λ1 . b . c1 ] + [ a2λ1 . b . c2 ]

A2 = [ a1λ2 . b . c1 ] + [ a2λ2 . b . c2 ]

Keterangan: A1 = Absorban sempel campuran pada PCT

A2 = Absorban sampel campuran pada Kafein

a1λ1 = Absorban PCT pada PCT

a2λ1 = Absorban Kafein pada PCT

a2λ2 = Absorban Kafein pada Kafein

a1λ2 = Absorban PCT pada Kafein

• Diketahui:

A1 = 0,761 a1λ1 = - 0,001714 a2λ1 = - 0,0007143

A2 = 0,546 a2λ2 = - 0,006071 a1λ2 = - 0,001214

• Ditanya:

Kadar PCT dan Kafein……?

• Jawab:

A1 = [ a1λ1 . b . c1 ] + [ a2λ1 . b . c2 ]

A2 = [ a1λ2 . b . c1 ] + [ a2λ2 . b . c2 ]

Page 18: Laporan Kuantitatif UV-Vis

0,761 = - 0,001714 c1 + ( - 0,001214 c2 ) �

(kadar PCT)

Sampel Konsentrasi

sesungguhnya

Konsentrasi

yang

diperoleh

%UPK

PCT 10 ppm -19,399 ppm

Page 19: Laporan Kuantitatif UV-Vis

Kafein 6 ppm -599,468

ppm

PEMBAHASAN :

Pada praktikum kali ini kami melakukan validasi metode analisis dengan menggunakan

instrumen spektrofotometer uv-vis. Sempel yang digunakan dalam validasi ini yaitu paracetamol.

Parameter validasi yang dilakukan meliputi linearitas, batas deteksi, batas kuantifikasi, akurasi,

presisi, serta uji perolehan kembali (%UPK).

1. Linearitas

Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji untuk

memperoleh hasil-hasil uji secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran

yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang

menghubungkan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x) (Gholib,2007).

Pada praktikum kali ini dibuat lima seri konsentrasi diantaranya 4, 6, 8, 10, 12 ppm. Dari

kelima seri konsentrasi didapatkan absorban masing-masing sebesar 0,311; 0,441; 0,544; 0,713;

0,911 pada panjang gelombang maksimum 242,5 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum

ini telah dilakukan pada pertemuan praktikum sebelumnya. Dari data tersebut didapatkan kurva

kalibrasi sebagai berikut,

Page 20: Laporan Kuantitatif UV-Vis

Parameter adanya hubungan linier dinyatakan dengan koefisien korelasi, dan suatu

metode analisi yang valid mempunyai harga koefisien korelasi lebih dari 0,999 (L.R. Snyder et

al., 1997). Pada kurva kalibrasi diatas didapatkan persamaan regresi linear y = 0,07326x-

0,001714 dengan r = 0,9965. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh menunjukkan nilai < 0,999,

hal ini membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan belum memenuhi kriteria linieritas,

atau terjadi kesalahan dalam pembuatan larutan standar dengan berbagi konsentrasi. Selain itu,

dapat pula terjadi kesalahan dalam pembersihan kuvet yang mana akan mengakibatkan

perubahan konsentrasi larutan standar baik itu konsentrasinya bertambah atau berkurang.

2. Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantifikasi (LOQ)

Dari hasil persamaan linier paracetamol yaitu y= -0.001714 + 0.07326 x, dapat dicari

batas deteksi maupun batas kuantifikasinya. Dimana batas deteksi adalah konsentrasi analit

terendah yang mampu menghasilkan signal cukup besar dan mampu terdeteksi dan dapat

dibedakan dengan signal blanko dengan tingkat kepercayaan 99% walaupun tidak selalu dapat

dikuantifikasi. Dari hasil perhitungan secara statistik menggunakan persamaan kurva kalibrasi

dengan rentang konsentrasi larutan standar paracetamol 4ppm s/d 12 ppm b/v, diperoleh nilai

LOD 1,3964 ppm. Jika konsentrasi paracetamol yang diukur di bawah nilai LOD, instrumen

tidak akan dapat mendeteksi senyawa tersebut.

Y= absorban

X= konsentrasi

Page 21: Laporan Kuantitatif UV-Vis

Sementara batas kuantifikasi adalah konsentrasi analit yang menghasilkan signal lebih

besar dari blanko atau jumlah terkecil analit yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama

dan dapat dikuantifikasi dengan akurasi dan presisi yang baik. Dengan demikian meskipun kadar

senyawa tersebut di bawah nilai LOQ tetapi masih diatas nilai LOD, maka senyawa tersebut

masih dapat terdeteksi dengan baik, meskipun secara kuantifikasi kuarang baik. Dari hasil

praktikum didapat nilai LOQ adalah 4,6547 ppm.

3. Akurasi

Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan

nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Untuk

mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan

kadar dengan 3 konsentrasi (Gholib,2007). Namun, pada praktikum kali ini kami hanya

melakukan tiga kali penetapan dengan satu konsentrasi. Konsentrasi yang dibuat yaitu 10 ppm.

Dalam tiga konsentrasi paracetamol 10 ppm didapatkan hasil absorban 0,739; 0,841;

0,753. Ketiga absorban tersebut dapat dihitung kadarnya dengan memasukkan nilai absorban

kedalam persamaan regresi linear, sehingga didapatkan kadar paracetamol dalam 10 ppm

sebanyak 10,111; 11,503; 10,302.

Akurasi biasa dinyatakan dalam rata-rata % diff. Dimana % diff dapat dihitung dengan

membandingkan kadar konsentrasi yang didapat dibandingkan dengan konsentrasi sesungguhnya

dikali 100%. Setelah dihitung, masing-masing konsentrasi mengahasilkan % diff sebesar 1,11;

15,03; dan 3,02. Dari ketiga % diff dapat dirata-ratakan sehingga rata-rata % diff yaitu 6,387%.

Pengukuran akurasi memenuhi syarat jika nilai rata-rata % diff yang diperoleh tidak lebih

dari 2%. Dapat dilihat bahwa rata-rata % diff yang diperoleh yaitu lebih dari 2%, hal ini

membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan belum memenuhi kriteria akurat, atau

dikarenakan kurang teliti dalam pembuatan larutan 10 ppm, dan karena kesalah lainnya.

4. Presisi

Page 22: Laporan Kuantitatif UV-Vis

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual,

diukur melalui penyebaran hasil individual rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang

pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Nilai presisi diwakilkan oleh

nilai simpangan deviasi (SD) dan % simpangan deviasi relative (% SRD) atau koefisisen relative

dari keterulangan/ repetability. Keseksamaan yang baik dinyatakan dengan semakin kecil persen

RSD makan nilai presisi semakin tinggi.. Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai % koefisien

variasi yaitu 7.546 %. Menurut AOAC 1998, nilai ini tidak teliti. Batas ketelitian menurut

AOAC adalah sangat teliti (<1%), teliti (1-2%), sedang (2-5%) dan tidak teliti (2-5%). Hal ini

membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan belum memenuhi kriteria seksama

(presisi), atau dikarenakan kurang teliti dalam pembuatan larutan 10 ppm, dan karena kesalah

lainnya.

5. Kadar Sampel Campuran dan % UPK

Pada penentuan kadar sampel campuran ini bertujuan untuk mengatuhui apakah kadar

yang diberikan oleh detektor sesuai dengan kadar yang sebenarnya. Pengujian ini merupakan

salah satu parameter validasi yaitu parameter Uji Perolehan Kembali (%UPK). Uji perolehan

kembali merupakan perbandingan antara respon detektor analit yang diekstraksi dari sampel

biologis dengan respon detector kadar yang sebenarnya dari standar murni.

Pada pengujian parameter UPK ini digunakan sampel campuran yaitu sampel PCT dan

sampel Kafein, yang mana dalam sampel campuran ini mengandung 10 ppm PCT dam 6 ppm

Kafein. Setelah melakukan pengujian sampel oleh instrument UV-Vis, maka diperolehlah respon

sampel oleh detektor (absorban), yang akan digunakan untuk perhitungan kadar PCT dan Kafein.

Dari hasil perhitungan didapatkan kadar PCT dan Kafein masing-masing sebesar

dan ppm. Dengan didapatkannya kadar sampel, maka didapatkan pula %UPK dari

PCT dan Kafein, yaitu dan .

Uji perolehan kembali dari analit tidak perlu 100%, tetapi perolehan kembali dari analit

dan baku dalam presisi dan keberulangan harus konsisten. Persyaratan uji perolehan kembali

adalah 85-115 %. Dilihat dari persyaratan %UPK tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode

yang kami gunakan belum memenuhi persyaratan, karena %UPK yang kami peroleh

menyimpang jauh dari persyaratan. Namun, kesalahan dalam pembuatan larutan induk mungkin

Page 23: Laporan Kuantitatif UV-Vis

saja menjadi salah satu faktor terjadinya penyimpangan hasil kadar, dan faktor-faktor dalam

ataupun luar lainnya.

Page 24: Laporan Kuantitatif UV-Vis

BAB IV

KESIMPULAN

- Besar r = 0,9965, hal ini menunjukkan bahwa kurva kalibrasi kurang linear (r < 0,999)

- Nila akurasi = 6,387%, sesusi AOAC, hal ini menunjukkan bahwa metode analisis tidak

akurat

- Nilai presisi = 7,546%, sesuai AOAC, hal ini menunjukkan bahwa nilai keseksamaan tidak

teliti

- Nilai LOD = 1,3964 ppm, sehingga PCT tidak akan bisa diukur oleh instrumen jika nilainya

lebih rendah dari nilai ini

- Nilai LOQ = 4,6547 ppm, hal ini menunjukkan jika kadar PCT lebih rendah dari nilai

tersebut, PCT masih dapat terdeteksi walaupun secara kuantifikasi kurang baik

- Kadar PCT dan Kafein yang dibaca oleh detektor masing-masing sebesar dan

ppm, sehingga didapatkan pula %UPK dari PCT dan Kafein, yaitu dan

. Dapat dilihat bahwa terjadi penyimpangan nilai %UPK yang sangat jauh dari

persyaratan (85-115%)

- Dari beberapa parameter validasi analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa metode

yang digunakan tidak memenuhi persyaratan dalam pengguanaannya.

Page 25: Laporan Kuantitatif UV-Vis

DAFTAR PUSTAKA

Huda, Nurul. 2001. Pemeriksaan Kinerja Spektrofotometer Uv-Vis. GBC 911 A Menggunakan Pewarna Tartrazine CL 19140. Sigma Epsilon ISSN 0853-9013, No. 20-21. Bidang Evaluasi dan Pengembangan Keselamatan Instalasi, P2TKN-BATAN.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Widjayanti, 2004. Obat-Obatan. Kanisius: Jakarta.

Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Tjay, Tan Hoan,Kirana Rahardja.2007. Obat-obat Penting. Jakarta: Elex Media Komputindo

Page 26: Laporan Kuantitatif UV-Vis

LAMPIRAN

Penimbangan

Paracetamol

Pembuatan

larutan induk 100 ppm

Pembuatan

seri larutan dari larutan induk

Pembuatan

seri pada konsentrasi 6,8,10 sebanyak 5 kali untuk uji

presisi, akurasi, dll.

Hasil pembuatan seri larutan

Analisa

menggunakan spektrofotometer UV-Vis

Page 27: Laporan Kuantitatif UV-Vis

Hasil pembacaan pada spektrofotemeter UV-Vis

Didapat hasil absorban dari larutan yang diuji

Memasukan

larutan yang

akan diuji ke

dalam kuvet